You are on page 1of 7

JEP

Volume 1 | Nomor 1|Mei 2017


e-ISSN 2579-860X

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODUL LARUTAN PENYANGGA


BERBASIS DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL
BELAJAR SISWA KELAS XI MIA SMAN 7 PADANG

Yerimadesi 1), Ananda Putra2), Ririanti3)


1)
Staf Pengajar Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Padang
2)
Staf Pengajar Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Padang
2)
Mahasiswa Pendidikan Kimia Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Padang
yerimadesi_74@yahoo.com

ABSTRACT
Quasi experiment research with randomized control posttest group only design was carried out
to determine the effectiveness of using a discovery learning based module on students learning
outcome. Grade XI MIA-1 to MIA-4 students academic year 2015/2016 in SMAN 7 Padang became
population of this study. Through cluster sampling technique, grade XI MIA-1 and grade XI MIA-4
were chosen as experiment and control classes respectively. The experiment class was taught using
discovery learning based module in buffer solution topic while the control class was taught the same
topic conventionally without the module. Research instrument used was cognitive learning outcome
test with multiple choice form. Data showed that the mean test score of experiement class (78.84) was
higher than that of control class (71.09). Normality and homogenity test proved that both classes were
homogeneous and normally distributed. T-test, as data analysis taken, showed that t-count (3,51) is
bigger than t-table (1.67). Thus, it could be concluded that students’ cognitive learning outcome in
experiment class is significantly higher than that in control class. The use of discovery learning-based
module in buffer solution topic was effective in increasing learning outcome of grade XI MIA students
in SMAN 7 Padang.

Keywords : Discovery Learning, Effectiveness, Cognitive Learning Outcome, Buffer Solution,Module.

PENDAHULUAN dkk (2014) bahwa model pembelajaran


Kimia merupakah salah satu mata discovery learninng efektif dalam meningkatkan
pelajaran wajib yang diajarkan di tingkat keterampilan berpikir fleksibel siswa pada
SMA/MA. Berdasarkan kurikulum 2013 untuk materi asam basa. Selanjutnya Galuh (2014)
melaksanakan proses pembelajaran guru perlu melaporkan bahwa penerapan model discovery
memilih salah satu model pembelajaran learninng dapat meningkatkan aktivitas dan
(discovery learning, project based learning, atau prestasi belajar siswa pada materi larutan
problem based learning) sesuai karakteristik penyangga, baik pada ranah kognitif, afektif
pengetahuan yang dikembangkan. maupun psikomotor di SMA Negeri 1
Menurut Permendikbud Nomor 59 tahun Ngemplak Tahun Pelajaran 2013/2014.
2014 model discovery learning dapat digunakan Namun berdasarkan kenyataan di
lapangan guru masih mengalami kesulitan
untuk materi yang memiliki dimensi
menerapkan model discovery learning. Masalah
pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural,
ini diantaranya disebabkan karena belum
seperti materi pokok larutan elektrolit dan non tersedianya bahan ajar yang dapat membimbing
elektrolit, struktur atom, asam basa, dan larutan dan menuntun siswa untuk menemukan konsep
penyangga. atau pengetahuan baru sesuai prinsip model
Discovery learning merupakan suatu discovery learning. Model discovery learning
model pembelajaran penemuan yang bertujuan menuntut proses pembelajaran berpindah dari
untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif. situasi teacher dominated learning ke situasi
Dengan belajar penemuan, siswa belajar berpikir student dominated learning, sedangkan guru
analisis dan mencoba memecahkan sendiri berperan sebagai mediator dan fasilitator. Oleh
masalah yang dihadapi (Hosnan, 2014). Hal ini karena itu guru dituntut untuk menyiapkan
sesuai dengan yang dilaporkan oleh oleh Putri, bahan ajar yang dapat menuntun siswa belajar
mandiri, seperti modul (Udo, 2010).
17
Yerimadesi, Ananda Putra, Ririanti 18

Modul merupakan bahan ajar cetak yang 2015/2016, yaitu bulan Maret sampai April 2016
memiliki komponen terlengkap dibandingkan di SMAN 7 Padang. Populasi terdiri dari 4
bahan ajar lainnya, seperti LKS, dan handout. kelas, yaitu siswa kelas XI MIA-1 sampai XI
Modul memuat semua komponen penting dari MIA-4 di SMAN 7 Padang pada tahun ajaran
bahan ajar, yaitu: judul, petunjuk belajar, KD, 2015/2016. Langkah-langkah pengambilan
informasi pendukung, latihan, tugas/langkah sampel dilakukan dengan teknik cluster
kerja dan penilaian (Depdiknas, 2008: 18).
sampling (Gay, 2000). Setelah dilakukan uji
Selain itu modul juga dilengkapi dengan kunci
normalitas dan homogenitas terhadap pupulasi,
jawaban lembar kegiatan, kunci lembar kerja
dan kunci lembar evaluasi, sehingga dengan diperoleh kelas XI MIA-1 dan XI MIA-4 SMAN
modul siswa dapat mengukur kemampuannya 7 Padang yang terdistribusi normal dan
sendiri dan dapat belajar sesuai kecepatan homogen. Pemilihan kelas eksperimen dan kelas
belajarnya masing-masing. Berdasarkan karak kontrol dilakukan secara random dan terpilih
teristik bahan ajar ini, maka modul merupakan kelas XI MIA-1 sebagai kelas eksperimen dan
bahan ajar yang paling sesuai dengan XI MIA-4 di SMAN 7 Padang sebagai kelas
karakteristik model discovery learning, yaitu kontrol.
sama-sama digunakan untuk menuntun siswa
belajar mandiri. Discovery learning Tabel 1. Desain Penelitian (Sugiyono, 2008)
Penggunaan modul dalam pembelajaran
kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa, Sampel Perlakuan Tes Akhir
seperti pada materi analisis elektrokimia Kelas Eksperimen X1 O1
(Novianti, dkk, 2014), senyawa hidrokarbon dan
Kelas Kontrol Y1 O2
turunannya (Febriana, dkk, 2014), konsep mol
(Sunaringtyas, dkk. 2015) dan kesetimbangan
X1 = pembelajaran menggunakan modul larutan
kimia (Yerimadesi, dkk. 2016). Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa penggunaan modul penyangga berbasis discovery learning; Y1 =
juga dapat merangsang motivasi intrinsik siswa pembelajaran secara konvensional (tanpa mod-
untuk belajar kimia, motivasi intrinsik siswa ul); O1 = tes akhir untuk kelas eksperimen; dan
yang belajar kimia menggunakan modul lebih O2 = tes akhir untuk kelas kontrol.
tinggi secara signifikan dibandingkan dengan Kedua kelas sampel dibelajarkan meng-
pembelajaran konvensional (tanpa modul) gunakan model discovery learning. Pada akhir
(Vaino, dkk. 2012). pembelajaran kedua kelas sampel diberikan tes.
Peintegrasian sintak model discovery Tes yang diberikan berupa tes objektif sebanyak
learning ke dalam modul diharapkan dapat 25 butir soal dengan 5 pilihan jawaban. Soal tes
membantu guru dan siswa dalam menerapkan akhir yang digunakan adalah soal yang sudah
model discovery learning dalam pembelajaran diujicobakan dan dianalisis, sehingga sudah
kimia di sekolah. Yerimadesi, dkk (2015), telah
memenuhi kriteria suatu soal yang baik, yaitu
mengembangkan modul larutan penyangga
valid, reliabel, memiliki daya pembeda dan
berbasis discovery learning untuk kelas XI
SMA/MA. Dari hasil penelitian diperoleh modul indeks kesukaran soal (Arikunto, 2009).
yang valid dan praktis untuk pembelajaran kimia
SMA. Namun efektifitas modul belum Analisis Data
dilaporkan. Analisis data keterlaksanaan pembelaja-
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ran dan persepsi siswa dilakukan dengan analisis
efektifitas penggunaan modul larutan penyangga deskriptif. Data hasil belajar kognitif siswa di-
berbasis discovery learning terhadap hasil analisis dengan statistik kuantitatif secara
belajar siswa kelas XI MIA di SMAN 7 Padang berurutan, mulai dari data perbedaan nilai kelas
METODE PENELITIAN eksperimen dan kelas kontrol, uji normalitas, uji
Penelitian ini termasuk jenis penelitian homogenitas dan uji hipotesis. Uji normalitas
ekperimen semu (quasi experiment) dengan bertujuan untuk mengetahui apakah sampel
rancangan model penelitian randomized control terdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji
posstest group only design (Tabel 1). Penelitian normalitas digunakan uji Liliefors (Sudjana,
ini dilakukan pada semester 2 tahun ajaran 2005). Uji homogenitas bertujuan untuk

JEP| Volume 1| Nomor 1| Mei 2017| Page 17-23


Yerimadesi, Ananda Putra, Ririanti 19

mengetahui apakah data pada kedua kelas Hasil uji normalitas, homogenitas
sampel sudah mempunyai varians yang terhadap tes akhir kelas sampel secara berturut-
homogen atau tidak. Untuk menentukan turut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
homogenitas dilakukan uji F (Sudjana, 2005). Berdasarkan analisis data pada Tabel 1 dan
Uji hipotesis dilakukan dengan uji t 2, terlihat bahwa kedua kelas sampel
menggunakan persamaan (1), karena data terdistribusi normal dan mempunyai varians
terdistribusi normal dan kedua kelompok yang homogen. Oleh karena itu untuk menguji
homogen. hipotesis digunakan uji t dan data hasil uji
hipotesis ditampilkan pada Tabel 3.
x1  x Tabel 1 . Hasil Uji Normalitas terhadap Tes
t = (1)
1 1 Akhir Kelas Sampel
s 
n1 n2 Distribusi
Kelas N Α L0 Lt Analisis
keterangan:
Eksperimen 31 0,05 0,132 0,159 L0<Lt Normal
x1 = Nilai rata-rata siswa kelas eksperimen
x2 = Nilai rata-rata siswa kelas kontrol Kontrol 31 0,05 0,098 0,159 L0<Lt
Normal
s = Simpangan baku
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = Jumlah siswa kelas kontrol Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas terhadap Hasil
Untuk menghitung s digunakan persamaan (2). Tes Akhir Kelas Sampel
(n1  1) s1  (n2  1) s2
2 2

s = (2) Anali- Distri-


Kelas S S2 Fh Ft
n1  n 2 2 sis busi
Ekspe- 7,46 55,67
Kriteria pengujian adalah terima Ho jika : -t1-1/2α rimen Homo-
1,6
< t < t1-1/2α pada taraf signifikan 0,05 (Sudjana, Kon-
9,99 99,96
3,51
7
Fh < Ft gen
2005). trol

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Berdasarkan hasil dan analisis data Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis terhadap Hasil
penelitian yang telah dilaksanakan pada kedua Belajar kognitif kelas Sampel
kelas sampel yaitu kelas XI MIA-1 sebagai kelas Kelas Σ Xi.Fi X th tt Analisis
eksperimen dan kelas XI MIA-4 sebagai kelas Eksperi- 2444 78,84
kontrol, maka diperoleh data hasil belajar men 3,51 1,67 th > tt
Kontrol 2204 71,09
kognitif siswa (Gambar 1).
Dari Gambar 1, terlihat bahwa perolehan
hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih
tinggi dari kelas kontrol. Untuk membuktikan Pembahasan
apakah hasil tes kognitif kedua kelas sampel Berdasarkan analisis data hasil belajar
yang diperoleh pada Gambar 1 berbeda secara siswa kelas sampel dapat dilihat efektifitas
signifikan atau tidak, maka dilakukan uji penggunaan modul larutan penyangga berbasis
hipotesis. Sebelum dilakukan uji hipotesis discovery learning terhadap hasil belajar siswa
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
kelas XI MIA di SMAN 7 Padang. Gambar 1
homogenitas.
92 84 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada
100 78,84
64 71,09 kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.
80
40
60 Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh
40 Eksperimen
20 th > tt, data ini menunjukkan bahwa hasil belajar
0 kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi
Nilai Nilai Rata-rata
Tertinggi Terendah kelas secara signifikan dari kelas kontrol, artinya
penggunaan modul larutan penyangga berbasis
Gambar 1. Perbandingan Hasil Tes Kognitif discovery learning efektif terhadap hasil belajar
Kelas Sampel siswa kelas XI MIA di SMAN 7 Padang.

JEP| Volume 1| Nomor 1| Mei 2017| Page 17-23


Yerimadesi, Ananda Putra, Ririanti 20

Efektifitas penggunaan modul disebabkan Petunjuk belajar yang disusun telah


oleh beberapa hal, diantaranya karena: (1) membantu siswa dalam menggunakan modul
modul merupakan bahan ajar terlengkap dan membantu guru dalam membimbing siswa
dibandingkan bahan ajar lainnya, seperti LKS, dalam proses pembelajaran. Siswa dapat
handout, dan lain-lain; (2) modul yang mempelajari materi larutan penyangga dengan
digunakan berbasis discovery learning, mudah melalui modul dan bimbingan guru
dengan menerapkan model discovery learning
lembaran kegiatan siswa disusun berdasarkan
pada kelas eksperimen. Kenyataan ini
sintak model ini yang terdiri dari 6 tahap, yaitu
membuktikan bahwa penerapan model discovery
stimulation (pemberian rangsangan), problem learning sangat membutuhkan bahan ajar yang
statement (identifikasi masalah), data collection dapat menuntun siswa untuk belajar mandiri,
(pengumpulan data), data processing seperti modul. Hal ini sesuai dengan yang
(pengolahan data), verification (pembuktian), dikemukan oleh Akinbobola, et al (2010),
dan generalization (menarik kesimpulan). bahwa “dalam menerapkan pembelajaran
Sintak model ini menuntun siswa untuk discovery guru dituntut untuk menyediakan
menemukan informasi atau pengetahuan baru; materi yang lengkap kepada siswa untuk belajar
dan (3) bahan ajar dalam bentuk modul sejalan secara mandiri”. Materi yang lengkap dapat
dengan model pembelajaran discovery yang disajikan melalui modul.
dipilih, karena sama-sama untuk belajar mandiri. Lembar kegiatan (LK) siswa pada modul
Berikut ini penjelasan untuk masing-masing yang disusun berdasarkan sintak model
discovery learning, dapat dikerjakan dan diisi
alasan di atas.
oleh siswa dengan bimbingan guru, dalam
Modul larutan penyangga berbasis mempelajari dan memahami materi larutan
discovery learning yang digunakan sudah valid penyangga secara runtun.
dan praktis (Yerimadesi, dkk., 2015). Modul ini Pada tahap stimulation, siswa diminta
terdiri dari: (a) halaman depan (cover), (b) untuk mengamati gambar atau tabel yang
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator disajikan pada modul, sehingga siswa menjadi
pembelajaran dan tujuan pembelajaran, (c) peta terangsang dan termotivasi untuk mempelajari
konsep, (d) petunjuk belajar atau petunjuk materi yang akan dipelajari. Tahap ini merupa
penggunaan modul untuk guru dan untuk siswa, kan tahap yang berfungsi untuk menyediakan
(e) lembar kegiatan (LK) Siswa, (f) lembar kerja kondisi interaksi belajar yang dapat me
siswa (LKS), (g) kunci lembar kerja, (h) lembar nyumbangkan dan membantu siswa dalam
evaluasi, (i) kunci evaluasi dan (i) daftar mengeksplorasi bahan (Hosnan, 2014). Dengan
adanya pengetahuan awal dan koneksi dengan
pustaka. Format penyusunan modul berdasarkan
materi yang akan dipelajari pada modul larutan
pada panduan pengembangan bahan ajar
penyangga berbasis discovery learning di kelas
(Depdiknas, 2008) dan panduan kreatif eksperimen, membuat kelas eksperimen lebih
membuat bahan ajar inovatif (Prastowo, 2011). mengetahui dan mengingat pengetahuan awal
Modul larutan penyangga disusun yang dibutuhkan dan hubungannya dengan
berdasarkan silabus kimia kurikulum 2013. Peta materi yang akan dipelajari.
konsep disusun berdasarkan tabel analisis Pada tahap problem statemen (identifikasi
konsep, sehingga diperoleh hubungan antara masalah), melalui modul dan bimbingan guru
satu konsep dengan konsep yang lainnya pada siswa mengidentikasi permasalahan-perma
materi larutan penyangga. Peta konsep disusun salahan yang didapatkan pada tahap stimulation,
bertujuan untuk membimbing siswa menyatakan kemudian merumuskan dan menuliskan
tingkatan dari konsep-konsep (hierarki) dan hipotesis awal pada lembaran yang disediakan di
hubungan yang bermakna antara konsep-konsep modul. Pada kelas eksperimen umumnya siswa
yang terdapat pada materi larutan penyangga, dapat menuliskan beberapa masalah yang
seperti hubungan antara larutan penyangga ditemuinya dengan mempelajari modul bagian
dengan pH, larutan penyangga asam, larutan stimulation dan menuliskan hipotesis awal pada
penyangga basa, asam lemah dan basa kolom yang telah disediakan pada modul. Tahap
konyugasinya, basa lemah dan asam ini berlangsung lebih terarah, walaupun masih
konyugasinya, peran larutan penyangga dalam ada beberapa siswa yang belum mengisi dengan
tubuh, obat-obatan dan industri. benar.
JEP| Volume 1| Nomor 1| Mei 2017| Page 17-23
Yerimadesi, Ananda Putra, Ririanti 21

Pada tahap data collection (pengumpulan ditetapkan dengan temuan alternatif,


data), siswa menggali dan mengumpulkan dihubungkan dengan hasil data yang telah diolah
informasi dengan berbagai cara yaitu, (Permendikbud no 59 tahun 2014). Pada kelas
melakukan pecobaan/praktikum, mengamati eksperimen siswa menuliskan kembali hipotesis
objek/kejadian dan membaca sumber lain untuk awal dan membuktikan kebenarannya berdasar
membuktikan hipotesis yang sudah kan informasi yang sudah diperoleh pada tahap
dituliskannya pada tahap problem statement. data collection dan data processing. Pada tahap
Diantara percobaan yang dilakukan siswa adalah ini guru mengkonfirmasi jawaban siswa.
identifikasi larutan penyangga, pembuatan Berdasarkan pengamatan pada tahap verification
larutan penyangga asam dan basa. Berdasarkan ini, siswa kelas eksperimen dapat membuktikan
pengamatan siswa melakukan percobaan dengan hipotesis awal yang telah ditulisnya pada tahap
baik dan teliti serta menuliskan data yang problem statement dibandingkan dengan kelas
diperoleh pada lembar pengamatan yang kontrol. Pada kelas eksperimen siswa
disediakan di modul. Kegiatan ini membuat berpastisipasi secara aktif dalam menyampaikan
siswa aktif dan bersemangat, karena siswa hasil diskusi mereka, sedangkan kelas kontrol
memperoleh pengalaman belajar secara siswa kurang aktif. Hal ini terjadi karena
langsung, sehingga membuat pembelajaran tahapan-tahapan sebelumnya (stimulation,
menjadi bermakna dan bertahan lama dipikiran problem statement, data collection, data
siswa. Pada tahap ini siswa bereksplorasi dengan processing) pada kelas kontrol belum menuntun
cara berseksperimen (praktikum) dan siswa untuk aktif dalam pembelajaran.
mencermati literatur yang terdapat pada modul Tahap terakhir yaitu tahap generalization
untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis (menarik kesimpulan), merupakan tahap
yang telah dibuat. Hal ini sesuai dengan yang merumuskan prinsip-prinsip dan menarik
dikemukakan (Hosnan, 2014), bahwa tahap data kesimpulan dari hasil verification. Pada tahap ini
collection merupakan tahap eksplorasi, guru siswa kelas eksperimen menuliskan kesimpulan
memberikan kesempatan kepada para siswa yang telah diperoleh pada lembaran yang
untuk mengumpulkan informasi yang relevan disediakan di modul. Siswa juga diminta untuk
sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar menyampaikan kesimpulan yang diperoleh
atau tidaknya hipotesis awal. secara lisan di kelas. Melalui tahap
Tahap data processing (pengolahan data), generalization guru memberikan penguatan dari
merupakan tahap pengkodean konsep yang telah didapat oleh siswa.
(coding/kategorisasi) yang berfungsi sebagai Peintegrasian sintak model discovery
pembentukan konsep dan generalisasi (Hosnan, learning pada modul larutan penyangga
2014). Pada tahap ini siswa pada kelas membuat siswa menjadi aktif, kreatif dan
eksperimen mengerjakan soal-soal yang ada bersemangat dalam proses pembelajaran. Hal ini
pada modul, soal-soal tersebut disusun terbukti dari hasil belajar kognitif siswa di kelas
berdasarkan kepada hierarki materi larutan eksperimen lebih tinggi secara signifikan
penyangga yang dimulai dari pengetahuan dibandingkan dengan kelas kontrol. Data ini
faktual, sehingga siswa dituntun untuk diperkuat dengan hasil belajar siswa yang
menemukan pengetahuan atau konsep baru diperoleh dengan mengisi komponen-komponen
sesuai tujuan pembelajaran. Pada tahap ini isian pada modul, yaitu Lembar Kegiatan (LK1
hanya sedikit siswa yang kesulitan dalam dan LK2) dan lembaran evaluasi (Gambar 2).
menjawab soal. Hal ini berbanding terbalik
dengan kelas kontrol, siswa masih kesulitan
dalam menjawab soal, sehingga sering meminta
penjelasan lebih lanjut dari guru. Hal ini terjadi
kemungkinan karena pada kelas kontrol belum
tersedia soal seperti pada modul, sehingga siswa
tidak dapat dituntun dengan baik untuk
menemukan konsep atau informasi baru.
Pada tahap verification (pembuktian),
siswa memeriksa secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang

JEP| Volume 1| Nomor 1| Mei 2017| Page 17-23


Yerimadesi, Ananda Putra, Ririanti 22

tinggi secara signifikan dari pada hasil belajar


siswa yang menggunakan pembelajaran kon-
87,2 86,58
90 vensional di kelas XI MIA SMAN 7 Padang.
82,65
85
DAFTAR PUSTAKA
80 Akinbobola, A.O. dan Afolabib. F. 2010.
73,5
75 Constructivist Practices Through Guided
70 Discovery Approach: The Effect on Students’
Cognitive Achievement In Nigerian Senior
65
Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata
Secondary School Physics. Eurasian J. Phys.
LK 1 LK 2 Evaluasi Kelas Chem. Educ. 2(1). hlm:16-25.
Arikunto, S. 2009. Dasar- Dasar Evaluasi
Gambar 2. Hasil Belajar Siswa Berdasarkan
Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT Bumi
Analisis Jawaban pada Modul.
Aksara.
Larutan Penyangga Berbasis
Balim, AG. 2009. The Effects of Discovery
Discovery Learning
Learning on Students’ Success and Inquiry
Dari Gambar 2 terlihat nilai rata-rata yang
Learning Skills. Egitim Arastirmalari-
diperoleh siswa dari jawaban soal-soal pada
Eurasian Journal of Educational Research.
modul, yaitu nilai rata-rata LK 1 (87,2), LK 2
No. 35. Hlm: 1-20.
(73,5), evaluasi (86,58) dan rata-rata kelas
Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
(82,6). Data ini menunjukkan bahwa nilai rata-
Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta:
rata siswa yang diperoleh dari mengisi modul
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
sesuai dengan nilai rata-rata hasil tes akhir siswa
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
yang diperoleh pada kelas eksperimen (Gambar
Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah
1). Berdasarkan hasil belajar kognitif yang
Menengah Atas.
diperoleh siswa dengan menggunakan modul
Febriana, BW., Ashadi, dan M. Masykuri. 2014.
larutan penyangga berbasis discovery learning,
Pengembangan Modul Kimia Berbasis
dapat dikatakan bahwa penggunaan modul
Problem Based Learning (PBL) Pada Materi
efektif terhadap hasil belajar siswa pada
Senyawa Hidrokarbon dan Turunannya
pembelajaran larutan penyangga kelas XI di
Kelas XI SMK Kesehatan Ngawi.
SMAN 7 Padang. Penggunaan modul sangat
jurnal.fkip.uns.ac.id.
mendukung peimplementasian model discovery
Galuh, AI., Agung NCS., dan Sukardjo J.S.
learning dan dapat meningkatkan hasil belajar
2015. Penerapan Model Pembelajaran
kognitif siswa dalam pembelajaran. Hal ini
Discovery Learning untuk Meningkatkan
sesuai dengan yang dilaporkan Balim (2009),
Aktivitas dan Prestasi Belajar Pokok
bahwa penerapan model discovery learning
Bahasan Larutan Penyangga pada Siswa
terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa
Kelas XI IPA Semester II SMA Negeri 1
secara signifikan pada ranah kognitif.
Ngemplak Tahun Pelajaran 2013/2014.
Selanjutnya Uside (2013) melaporkan bahwa
Jurnal Pendidikan Kimia (JPK). Vol. 4 No.
model pembelajaran discovery berpengaruh
2. Program Studi Pendidikan Kimia.
terhadap ketercapaian siswa dalam
Universitas Sebelas Maret. Hal. 65-73.
meningkatkan ilmu pengetahuan.
Gay,R L, dkk.2000. Educational Research:
Competencies for Analysis and Applications.
KESIMPULAN
New Jersey: Pearson.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis Hosnan. 2014. Implementasi Saintifik dan
data disimpulkan bahwa penggunaan modul Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.
larutan penyangga berbasis discovery learning Bogor: Ghalia Indonesia
efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa Novianty I, Oktavia S, dan Neena Z. 2014.
kelas XI MIA di SMAN 7 Padang. Hasil belajar Efektivitas Penerapan Modul Materi
siswa yang menggunakan modul larutan Analisis Elektrokimia Berbasis Inkuiri
Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Dan
penyangga berbasis discovery learning lebih
JEP| Volume 1| Nomor 1| Mei 2017| Page 17-23
Yerimadesi, Ananda Putra, Ririanti 23

Persepsi Siswa Kelas XI Semester 1 International Conference on Mathematics,


Kompetensi Keahlian Kimia Analisis SMKN Science, Education and Technology
7 MALANG. Universitas Negeri Malang: (ICOMSET). Chemistry Education. Hlm:
jurnal-online.um.ac.id. 206-210.
Permendikbud Tahun 2014 Nomor 59. 2014.
Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah.
Prastowo, A. 2011. Panduan Kreatif Membuat
Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA
press.
Putri, TP., Noor F, Ratu BR. 2014. Model
Discovery Learning dalam Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Fleksibel pada Materi
Asam-Basa. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Kimia (JPPK) Vol. 3 No. 2.
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP
Universitas Lampung.
Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung:
Tarsito
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan :
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &
D. Bandung: Alfabeta.
Sunaringtyas K, Sulistyo S, Mohammad M.
2015. Pengembangan Modul Kimia Berbasis
Masalah pada Materi Konsep Mol Kelas X
SMA/MA Sesuai Kurikulum 2013. Jurnal
Inkuiri. Vol. 4. No.2 . Hal: 36-46.
Udo, ME. 2010. Effect of Guided-Discovery,
Student-Centred Demonstration and the
Expository Instructional Strategies on
Students’ Performance in Chemistry (Pp.
389-398).An International Multi-
Disciplinary Journal, Ethiopia.Vol. 4 (4),
Serial No. 16, October, 2010
Uside, ON. 2013. Effect Of Discovery Method
On Secondary School Student’s Achievement
In Physics In Kenya. Asian Journal Of Social
Sciences & Humanities. Vol. 2, No. 3 hal.
357.
Vaino K, Jack H and Miia R. 2012. Stimulating
students’ intrinsic motivation for learning
chemistry through the use of context-based
learning modules. Chemistry Education
Research and Practice. Vol. 13, 410–
419.
Yerimadesi, Bayharti, Fitri H, dan Wiwit FL.
2016. Pengembangan Modul Kesetimbangan
Kimia Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk
Kelas XI SMA/MA. Journal of Saintek. Vol.
8. No. 1 Hal: 85-97.
Yerimadesi, Budhi O, dan Wilda ZF. 2015. The
Development of Discovery Learning–Based
Module in Buffer Solution Topic for Senior
High School Instruction. Proceeding The
JEP| Volume 1| Nomor 1| Mei 2017| Page 17-23

You might also like