Professional Documents
Culture Documents
Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jahe Kering Beku Terhadap Beberapa Bakteri Patogen
Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jahe Kering Beku Terhadap Beberapa Bakteri Patogen
Aplikasi Praktis. Hasil penelitian memberikan informasi aktivitas antimikroba yang dimiliki senyawa-
senyawa yang terkandung pada ekstrak jahe menggunakan beberapa pelarut yaitu heksan, etil asetat, dan
etanol terhadap beberapa jenis bakteri. Data-data di dalam hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan masukan bagi pihak yang akan mengembangkan jahe sebagai salah satu bahan antimikroba alami.
Korespondensi: siti.nrjh@gmail.com
8 ©JMP2017
Jurnal Mutu Pangan Vol. 4(1): 8-15, 2017
Jahe (Zingiber officinale var Roscoe) termasuk salah senyawa antimikroba karena dalam prosesnya akan
satu komoditas rempah yang penting di Indonesia. didapatkan lebih dari satu jenis senyawa antimikroba
Berdasarkan data statistika, produksi jahe Indonesia pada tergantung jenis pelarut yang digunakan. Ekstrak jahe
tahun 2009 mencapai lebih dari 154 ton dan diperkirakan akan lebih mudah diaplikasikan jika dalam bentuk bubuk
akan terus mengalami peningkatan di tahun mendatang. atau awetan kering. Penelitian ini bertujuan untuk
Saat ini luas penanaman rimpang jahe di Indonesia menguji aktivitas antimikroba dari ekstrak jahe dalam
mencapai lebih dari 60 juta m2 (BPS 2010) yang tersebar bentuk kering beku hasil maserasi bertingkat dan proses
di seluruh wilayah Indonesia dengan daerah utama freeze drying terhadap bakteri patogen S. aureus, B.
penghasil jahe yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. cereus, dan S. Typhimurium.
Penelitian pemanfaatan ekstrak jahe sebagai bahan
antimikroba telah dilakukan di luar negeri (Singh et al.
2008). Di Indonesia, penelitian aktivitas antimikroba dari BAHAN DAN METODE
jahe sudah banyak dilakukan, diantaranya oleh
Rahminiwati et al. (2010) dan Sari et al. (2013). Selain Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini
sebagai antimikroba, penelitian jahe telah dilaporkan adalah rimpang jahe gajah. Bahan kimia yang digunakan
memiliki banyak khasiat terhadap kesehatan manusia meliputi pelarut heksan, etil asetat, dan etanol untuk
diantaranya dapat berperan sebagai antikanker (Akimoto proses ekstraksi, serta beberapa bahan lain KH2PO4,
et al. 2015), antiinflamasi (Jolad et al. 2004) dan DMSO, dan kloramfenikol. Kultur bakteri yang diguna-
antioksidan (Chan et al. 2008). Sari jahe telah diketahui kan dalam penelitian ini adalah B. cereus (ATCC 13061),
dapat menghambat bakteri penyebab infeksi makanan S. Typhimurium (ATCC 14028), dan S. aureus (ATCC
yaitu Escherichia coli, Salmonella Thompson, dan Vibrio 25923).
cholerae (Sari et al. 2013). Diketahui pula bahwa Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
perlakuan sterilisasi dengan otoklaf tidak merusak oven pengering, timbangan analitik, shaker (Innova 2300
aktivitas antimikroba dalam sari jahe dan penghambatan new brunswick scientific), rotavapor (BUCHI R210),
akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya filter vakum (BUCHI B169 vacuum system), freeze dryer,
konsentrasi sari jahe yang ditambahkan. autoklaf, mikroskop, hot plate, inkubator suhu 37oC.
Jahe termasuk dalam jenis sumber antimikroba alami Tahap penelitian terdiri dari 1) persiapan kultur
yang dinyatakan layak untuk dijadikan pengawet pangan bakteri uji, 2) persiapan serbuk jahe kering, 3) ekstraksi
karena memiliki efektivitas dalam menghambat beberapa dengan maserasi bertingkat menggunakan pelarut heksan,
bakteri dan memiliki ketersediaan yang tinggi. etil asetat, dan etanol, 4) pengujian aktivitas antimikroba
Kandungan kimia yang terdapat dalam jahe antara lain dengan metode difusi sumur, 5) pengujian aktivitas
seskuiterpen, zingiberen, zingeron, oleoresin, kamfena, penghambatan dengan metode dillution broth.
limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, dan felandren.
Selain itu jahe juga mengandung pati, damar, asam-asam Persiapan kultur bakteri uji
organik seperti asam malat dan asam oksalat, vitamin A, Persiapan kultur bakteri uji terlebih dahulu dilakukan
B, dan C, serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol pewarnaan Gram sederhana untuk mengetahui kesera-
(Chrubasik 2005). Senyawa antimikroba memiliki meka- gaman kultur bakteri uji dan perhitungan total kultur
nisme penghambatan yang berbeda-beda. Mekanisme bakteri uji menggunakan metode Aerobic Plate Count
kerja senyawa antimikroba yaitu dapat berupa merusak (APC) untuk mengetahui jumlah total bakteri awal
dinding sel hingga terjadi lisis, mengubah permeabilitas sehingga dapat dihitung pengenceran yang diperlukan
membran sitoplasma sehingga sel bocor, menyebabkan agar kultur yang digunakan pada saat pengujian berkisar
denaturasi protein sel, menghambat kerja enzim dalam 105 CFU/mL dengan menggunakan media NA. Pewarna-
sel, merusak molekul protein dan asam nukleat dan an Gram digunakan untuk identifikasi anggota dari
menghambat sintesis asam nukleat (Prescott et al. 2005). domain bakteri ke dalam dua kelompok berdasarkan
Komponen bioaktif pada tanaman dapat diekstrak perbedaan dinding selnya. Tahap pewarnaan Gram
dengan beragam cara diantaranya menggunakan metode sederhana dilakukan di atas preparat kaca, yaitu kultur
Soxhlet (Mishra dan Behal 2010), hidrodistilasi (Singh et disebar membentuk lapisan tipis di atas preparat kaca,
al. 2008), maserasi (Trusheva et al. 2007), dan dikering-udarakan, dilewatkan di atas api untuk fiksasi,
supercritical CO2 (Puengphian dan Sirichote 2008). diwarnai dengan pewarnaan Gram, dicuci dan di-
Penelitian ini menggunakan maserasi bertingkat dengan keringkan. Selanjutnya morfologi sel bakteri uji dilihat di
pertimbangan penggunaannya yang sederhana, relatif bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x.
murah dan mudah. Maserasi dilakukan dengan merendam Tahap persiapan kultur bakteri uji yaitu sebanyak 1
serbuk jahe dalam pelarut. Prinsip metode maserasi yaitu ose bakteri uji ditumbuhkan dalam media NB 10 mL dan
terjadinya peristiwa leaching pada komponen aktif dalam diinkubasi 24 jam pada suhu 37oC. Kultur bakteri ini
bahan yang memiliki sifat kelarutan yang sama dengan digunakan sebagai kultur kerja pada setiap pengujian.
pelarut yang digunakan (Singh 2008). Maserasi ber- Suspensi bakteri ditumbuhkan dengan menggunakan
tingkat merupakan metode ekstraksi bertahap dengan media NA pada seri pengenceran 104–108 dan diinkubasi
menggunakan pelarut yang berbeda. Metode maserasi 24 jam pada suhu 37oC. Koloni bakteri dengan jumlah
bertingkat lebih banyak digunakan dalam mengekstraksi
©JMP2017 9
Jurnal Mutu Pangan Vol. 4(1): 8-15, 2017
25–250 yang tumbuh dihitung berdasarkan metode ketelitian 0.05 mm. Tahap ini dilakukan secara duplo
Aerobic Plate Count (APC) (BAM 2001). dengan tiga kali ulangan. Zona penghambatan (d=2r)
yang diukur adalah diameter zona bening dikurangi
Persiapan serbuk jahe kering dengan diameter sumur. Semakin lebar diameter peng-
Persiapan rimpang jahe kering yaitu rimpang jahe hambatan, maka aktivitas senyawa antimikroba semakin
segar dicuci hingga bersih dan ditiriskan, diiris tipis besar. Ekstrak yang menunjukkan aktivitas peng-
dengan slicer ketebalan 1.5 mm, dikeringkan dengan hambatan terkuat akan dipilih untuk tahap penelitian
oven pengering suhu 55oC selama 5 jam sampai kering, selanjutnya.
selanjutnya dihaluskan dengan blender dan diayak
dengan ukuran 20 mesh hingga didapatkan serbuk halus. Pengujian aktivitas penghambatan dengan metode
Rendemen serbuk jahe kering dihitung berdasarkan pada dilution broth
persentase antara bobot serbuk jahe yang didapatkan Pengujian aktivitas penghambatan mengacu pada
dengan bobot rimpang jahe awal yang digunakan. Radiati (2002) dengan metode dillution broth meng-
gunakan media NB. Pengujian aktivitas penghambatan
Ekstraksi jahe dengan maserasi bertingkat dilakukan pada ekstrak jahe yang memiliki aktivitas
Tahap ekstraksi mengacu pada metode Parhusip antimikroba tertinggi terhadap bakteri uji. Konsentrasi
(2006) dengan modifikasi pada suhu pemekatan yaitu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0, 5, 10, 15, 20
serbuk jahe sebanyak 100 g diekstrak dengan maserasi mg/mL untuk bakteri uji yang menunjukkan peng-
bertingkat menggunakan tiga jenis pelarut yaitu heksan, hambatan pada difusi sumur. Tahap pengujian aktivitas
etil asetat, dan etanol. Serbuk jahe diekstrak dua kali penghambatan yaitu ekstrak jahe terpilih dibuat larutan
masing-masing dengan heksan 400 mL, selanjutnya stok sebesar 40% (mg ekstrak/mL DMSO) ditambah ke
residu diekstrak dua kali masing-masing dengan etil dalam tabung berisi inokulum bakteri uji yang me-
asetat 400 mL, dan selanjutnya residu kedua diekstrak ngandung campuran antara media NB. Selanjutnya kultur
dua kali masing-masing dengan etanol 400 mL. Ekstraksi diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Subkultur
dilakukan pada suhu ruang dengan kecepatan rotasi 150 ditumbuhkan pada media NA pada inkubasi 0 jam dan
rpm selama 24 jam setiap tingkat. Tiap filtrat dipisahkan setelah inkubasi 24 jam dengan kisaran pengenceran
dari pelarut dengan penguapan dalam rotavapor. Pelarut antara 10-3–10-8.
pertama dan kedua diuapkan pada suhu 50oC dan pelarut
ketiga diuapkan pada suhu 70oC. Sisa pelarut dihilangkan
dengan gas nitrogen. Rendemen ekstrak jahe yang HASIL DAN PEMBAHASAN
didapatkan dihitung sebagai persentase ekstrak (mg
ekstrak jahe setelah rotavapor/100 g serbuk jahe kering). Persiapan kultur bakteri uji
Ekstrak jahe kemudian dikeringkan dengan freeze drier Persiapan kultur bakteri uji bertujuan menjamin
untuk menghilangkan kadar air dalam ekstrak. keseragaman kultur yang digunakan selama uji. Kultur
bakteri uji terlebih dahulu dilakukan uji konfirmasi
Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode sederhana menggunakan pewarnaan Gram untuk
difusi sumur mengetahui bakteri uji tidak terkontaminasi bakteri lain.
Pengujian aktivitas antimikroba mengacu pada S. aureus ditandai dengan morfologi bakteri yang terlihat
penelitian yang dilakukan oleh Shan et al. (2007). Tujuan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x berwarna
tahap ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba biru dan berbentuk kokus (Gambar 1a). Jumlah awal
dari ekstrak heksan, etil asetat, dan etanol terhadap B. bakteri S. aureus pada penelitian ini sebesar 5.2x108
cereus, S. aureus, dan S. Typhimurium. Masing-masing CFU/mL. B. cereus ditandai dengan bentuk morfologi
ekstrak jahe dilarutkan dalam DMSO. Media per- bakteri yang terlihat di bawah mikroskop dengan
tumbuhan yang digunakan yaitu media NA. Sebanyak 20 perbesaran 1000x berwarna biru dan berbentuk basil
mL agar diinokulasikan dengan kultur bakteri yang (Gambar 1b).
mengandung bakteri uji sebanyak 105 CFU/mL. Selanjut- Jumlah awal bakteri B. cereus pada penelitian ini
nya dibuat 5 sumur pada media agar tersebut dengan sebesar 7.4x106 CFU/mL. S. Typhimurium ditandai
diameter sumur 5 mm ketebalan 4 mm secara aseptis dengan morfologi bakteri yang terlihat di bawah
menggunakan alat pelubang agar steril. Kemudian setiap mikroskop dengan perbesaran 1000x berwarna merah dan
sumur dimasukkan 60 μL larutan ekstrak jahe konsentrasi berbentuk basil (Gambar 1c). Jumlah awal bakteri S.
100 mg/mL, kontrol positif (kloramfenikol 100 μg/mL air Typhimurium pada penelitian ini sebesar 6.2x108
steril) dan kontrol negatif (DMSO). Setelah ditetesi CFU/mL. Jumlah awal kultur bakteri ini digunakan untuk
dengan ekstrak jahe, cawan diinkubasi dengan posisi menstandarkan jumlah bakteri pada saat pengujian
tidak dibalik pada suhu 37oC selama 24 jam. Aktivitas sehingga dapat terukur secara proporsional. Jumlah
penghambatan dihitung berdasarkan diameter peng- bakteri berkisar 105 direkomendasikan dalam pengujian
hambatan terhadap bakteri uji yang membentuk zona aktivitas antimikroba (CDRH 2009).
bening dan diukur menggunakan jangka sorong dengan
10 ©JMP2017
Jurnal Mutu Pangan Vol. 4(1): 8-15, 2017
A B C
Gambar 1. Bentuk morfologi bakteri dengan pewarnaan Gram perbesaran 1000x (A) S. aureus (B) B. cereus (C) S.
Typhimurium
Ekstraksi maserasi bertingkat dengan pelarut heksan, komponen volatil dalam ekstrak, namun perlakuan
etil asetat, dan etanol keringbeku menyebabkan rendemen ekstrak jahe ber-
Rendemen serbuk jahe gajah kering yang diperoleh kurang. Kehilangan ekstrak jahe setelah perlakuan
dalam sebesar 9.98% (w/w), disimpan dalam lemari keringbeku berakibat hilangnya komponen aktif yang
pendingin sebelum dilakukan tahap ekstraksi. Ekstraksi bersifat volatil yang dalam ekstrak jahe.
yang dilakukan dengan maserasi bertingkat diperoleh Menurut Bustan et al. (2008) ukuran serbuk jahe
beberapa jenis ekstrak yaitu ekstrak heksan jahe, ekstrak yang berbeda serta lamanya waktu ekstraksi dapat
etil asetat jahe dan ekstrak etanol jahe. Masing-masing berpengaruh terhadap rendemen ekstrak jahe yang
jenis ekstrak yang diperoleh dihitung rendemennya dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan diduga masih
berdasarkan persentase bobot ekstrak jahe setelah terdapat kadar air dalam jumlah yang sangat kecil pada
dipekatkan dengan rotavapor dibandingkan dengan ekstrak heksan jahe, ekstrak etil asetat jahe, dan esktrak
bobot serbuk jahe kering (100 g). etanol jahe. Hal tersebut dapat dilihat dari karakteristik
Ekstraksi yang diperoleh dari maserasi bertingkat fisik hasil ekstrak yang berbentuk pasta setelah tahap
dengan pelarut heksan menghasilkan rendemen ekstrak perlakuan keringbeku. Warna ekstrak jahe yang diperoleh
yang paling besar yaitu 3.57% (w/w) kemudian ekstraksi dengan maserasi bertingkat dapat dilihat pada Gambar 2.
dengan pelarut etil asetat yaitu 3.17% (w/w) dan
rendemen yang terkecil yaitu ekstraksi dengan etanol
yaitu 3.02% (w/w) (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan
kandungan pada jahe yang bersifat non-polar lebih
dominan dibandingkan komponen semi-polar dan polar
pada jahe. Perbedaan tingkat kematangan jahe yang
digunakan dapat menyebabkan perbedaan perolehan
rendemen ekstrak karena kandungan senyawa berbeda.
©JMP2017 11
Jurnal Mutu Pangan Vol. 4(1): 8-15, 2017
16.6
15 tergolong lemah terhadap bakteri uji (1.3–6.6 mm),
15 kecuali S. Typhimurium yang tidak menunjukkan
aktivitas penghambatan pada konsentrasi ekstrak jahe
10 6.6 100 mg/mL. Secara umum bakteri Gram-positif paling
6.1 6
55.7 baik dihambat oleh ekstrak etil asetat jahe. Aktivitas
5
antimikroba ekstrak jahe yang tergolong lemah ini
1.3
0 0 000 0 disebabkan pemekatan ekstrak jahe menggunakan suhu
0
B. cereus S. aureus S.
50oC untuk ekstrak yang diperoleh dengan pelarut heksan
Typhimurium dan etil asetat serta suhu 70oC untuk ekstrak yang
Heksan Etil asetat diperoleh dengan pelarut etanol serta perlakuan kering-
Etanol Kontrol positif Kloramfenikol
beku yang menyebabkan komponen volatil dalam ekstrak
Kontrol negatif DMSO
jahe menguap. Pelarut heksan merupakan pelarut organik
non-polar yang digunakan pertama dalam tahap ekstraksi
Gambar 4. Zona hambat ekstrak jahe konsentrasi 100 menggunakan maserasi bertingkat. Pelarut heksan hanya
mg/mL terhadap bakteri uji dapat mengekstrak senyawa-senyawa yang juga bersifat
non-polar dari jahe. Kandungan utama senyawa yang ada
Ekstraksi heksan jahe, ekstrak etil asetat jahe, dan dalam ekstrak heksan jahe yaitu zingiberen, farnesen, ß-
ekstrak etanol jahe dari maserasi bertingkat konsentrasi phellandren. Senyawa ini diduga berperan dalam meng-
100 mg/mL tidak dapat menghambat bakteri uji S. hambat pertumbuhan bakteri B. cereus dan S. aureus
Typhimurium. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri S. (Singh et al. 2008). Diameter penghambatan yang
Typhimurium lebih tahan terhadap senyawa antimikroba diketahui bahwa senyawa non-polar dalam ekstrak jahe
dari ekstrak jahe yang diperoleh dengan maserasi dengan maserasi bertingkat merupakan senyawa dengan
bertingkat. Kandungan ekstrak jahe yang diperoleh Aktivitas antimikroba tertinggi kedua (5.0–6.1 mm)
dengan maserasi bertingkat pada konsentrasi 100 mg/mL setelah ekstrak jahe menggunakan pelarut etil asetat (5.7–
belum mampu melisis sel bakteri S. Typhimurium. 6.6 mm) dengan maserasi bertingkat. Ekstrak heksan jahe
Perbedaan respon ini terjadi akibat perbedaan yang diperoleh dengan maserasi bertingkat mampu
permukaan luar dari dinding sel yaitu lapisan lipo- menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter
polisakarida (LPS) antara bakteri Gram-negatif dan penghambatan yang lebih tinggi dibanding ekstrak etanol
bakteri Gram-positif. Bakteri Gram-positif memiliki jahe (1.3–6.0 mm) yang diperoleh dengan maserasi
dinding sel yang lebih sederhana, dengan jumlah bertingkat terhadap bakteri S. aureus dan B. cereus.
peptidoglikan yang relatif banyak. Dinding sel bakteri Senyawa steroid dan terpenoid pada jahe diduga ter-
Gram-negatif memiliki peptidoglikan yang lebih sedikit ekstrak dalam fraksi heksan jahe gajah dengan maserasi
dan secara struktural lebih kompleks. Membran bagian bertingkat. Senyawa steroid dan terpenoid merupakan
luar pada dinding sel Gram-negatif mengandung lipopo- golongan minyak atsiri termasuk senyawa yang berperan
lisakarida, yaitu karbohidrat yang terikat dengan lipid. sebagai antimikroba. Minyak atsiri dapat menghambat
Lapisan lipopolisakarida ini bersifat toksik (beracun) dan pertumbuhan atau mematikan mikro-organisme dengan
membran bagian luar membantu melindungi bakteri menggangu proses terbentuknya membran atau dinding
dalam melawan sistem pertahanan sel inangnya (Johnny sel (Fratiwi 2015). Senyawa ini memiliki mekanisme
et al. 2010). Adanya lapisan lipopolisakarida dan mem- penghambatan dengan cara merusak dinding sel disebab-
bran luar pada bakteri S. Typhimurium ini menyebabkan kan oleh adanya akumulasi komponen lipofilik yang
struktur bakteri menjadi lebih kokoh sehingga diduga terdapat pada dinding sel atau membran sel sehingga
sulit ditembus oleh senyawa antimikroba dari ekstrak menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding
jahe yang diperoleh dari maserasi bertingkat. sel.
12 ©JMP2017
Jurnal Mutu Pangan Vol. 4(1): 8-15, 2017
Minyak atsiri dapat terekstrak dalam pelarut heksan penghambatan oleh ekstrak etil asetat yaitu bakteri B.
yang bersifat non-polar. Komponen bioaktif terbesar cereus dan S. aureus.
dalam minyak atsiri jahe telah dikarakterisasi oleh El-
Baroty et al. (2010) menggunakan bioautografi TLC Pengujian aktivitas penghambatan ekstrak etil asetat
yaitu β-sesquiphellandren, caryophyllen, dan zingiberen. jahe
Senyawa tersebut berperan dalam menghambat bakteri B. Ekstrak etil asetat jahe akan menunjukkan aktivitas
subtilis, S. aureus, dan K. pneumoniae. antimikroba kandungan semi-polar dari jahe. Penurunan
Pelarut etil asetat merupakan pelarut kedua yang jumlah bakteri dihitung berdasarkan persentase selisih
digunakan pada ekstraksi jahe gajah maserasi bertingkat dari jumlah koloni yang tumbuh setelah 24 jam dengan
setelah pelarut heksan. Pelarut etil asetat jahe dapat jumlah koloni yang tumbuh pada 0 jam dibagi jumlah
mengekstrak senyawa alkaloid, flavonoid, dan glikosida koloni yang tumbuh pada 0 jam. Nilai konsentrasi hambat
pada ekstrak jahe gajah. Senyawa flavonoid pada jahe minimal (MIC) ditentukan jika pada konsentrasi ekstrak
diduga terekstrak dalam fraksi etil asetat jahe gajah jahe terendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri
dengan maserasi bertingkat. Flavonoid berfungsi sebagai atau terjadi penurunan jumlah bakteri sebesar 90% dari
bahan antimikrob dengan membentuk ikatan komplek jumlah bakteri awal. Nilai penghambatan secara
dengan dinding sel dan merusak membran (Pepeljnjak et kuantitatif didapat dilihat pada Tabel 2.
al. 2005). Membran sitoplasma pada bakteri berperan
mempertahankan kandungan di dalam sel serta mengatur Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas penghambatan ekstrak etil
keluar masuknya bahan-bahan yang dibutuhkan oleh sel asetat jahe
Konsentrasi Jumlah Bakteri
bakteri. Membran berfungsi memelihara integritas Jenis Ekstrak Etil (CFU/mL)
Penurunan
komponen-komponen seluler. Senyawa yang bersifat Jumlah
Bakteri Asetat Jahe Inkubasi Inkubasi
Bakteri (%)
antimikroba dapat menyebabkan terjadinya kerusakan (mg/mL) 0 jam 24 jam
pada membran sel. Kerusakan pada membran sel dapat B. 0 2.3 x 105 1.0 x 108 -
cereus 5 1.9 x 105 1.0 x 107 -
mengakibatkan pertumbuhan sel terganggu bahkan dapat 10 1.8 x 105 4.7 x 105 -
menyebabkan sel mati (Cowan 2009). 15 3.2 x 105 8.8 x 104 73.13
Senyawa alkaloid pada jahe diduga terekstrak dalam 20 2.0 x 105 2.2 x 104 85.22
S. 0 9.0 x 105 1.5 x 109 -
fraksi etil asetat jahe gajah dengan maserasi bertingkat. aureus 5 8.7 x 105 9.8 x 106 -
Senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan 10 9.1 x 105 5.2 x 106 -
dengan cara merusak komponen penyusun peptidoglikan 15 9.4 x 105 4.7 x 106 -
20 9.1 x 105 4.8 x 10 47.25
pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak ter-
bentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
(Wulandari et al. 2009). Kuatnya aktivitas antimikroba Konsentrasi ekstrak etil asetat jahe dengan maserasi
ekstrak etil asetat jahe disebabkan karena pelarut etil bertingkat suhu pemekatan 50oC menunjukkan adanya
asetat yang bersifat semi-polar sehingga senyawa yang penurunan jumlah bakteri uji B. cereus dan S. aureus
terkandung di dalam ekstrak jahe merupakan senyawa- setelah inkubasi 24 jam dibandingkan jumlah bakteri
senyawa yang bersifat semi-polar. Senyawa antimikroba awal, namun belum mencapai 90%. Pada konsentrasi
yang bersifat semi-polar memiliki aktivitas antimikroba sampai 20 mg/mL nilai konsentrasi hambat minimal
yang baik karena senyawa antimikroba membutuhkan (MIC) tidak tercapai.
keseimbangan sifat hidrofilik-lipofilik untuk mendapat- Penelitian Coopoosamy et al. (2010) menunjukkan
kan aktivitas antimikroba yang optimal. bahwa pada konsentrasi yang lebih rendah ekstrak etil
Pelarut etanol merupakan pelarut polar tahap akhir asetat dengan maserasi tunggal dari tamanan Siphono-
ekstraksi jahe maserasi bertingkat. Ekstrak etanol jahe chilus aethiopicus sebesar 4.0 mg/mL telah dapat meng-
yang diperoleh mempunyai kemampuan menghambat hambat minimal terhadap bakteri S. aureus dan B. cereus.
bakteri uji terendah dibandingkan ekstrak heksan jahe dan Nilai MIC lebih rendah menunjukkan ekstrak etil asetat
ekstrak etil asetat jahe. Rendahnya aktivitas peng- tamanan Siphonochilus aethiopicus lebih efektif diban-
hambatan ekstrak etanol jahe gajah ini disebabkan dingkan ekstrak etil asetat jahe yang diperoleh dengan
kandungan komponen aktif pada ekstrak etanol ber- maserasi bertingkat. Siphonochilus aethiopicus merupa-
kurang akibat ekstraksi sebelumnya yang menggunakan kan jenis tanaman yang dikenal sebagai jahe liar berasal
etil asetat. Senyawa bersifat polar yang ikut terekstrak dari Afrika Selatan. Siphonochilus aethiopicus bukan
dalam pelarut etil asetat menyebabkan berkurangnya termasuk dalam genus Zingiber.
komponen aktif pada ekstrak etanol jahe. Ekstrak metanol jahe dengan maserasi tunggal
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan didapatkan nilai penghambatan minimal 0.66 mg/mL
bahwa ekstrak etil asetat jahe yang diperoleh dari pada B. cereus dan 2.64 mg/mL pada S. aureus (Al-
maserasi bertingkat memiliki aktivitas antimikroba yang Zoreky dan Nakahara 2003). Ekstrak jahe dengan satu
tertinggi terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus macam pelarut metanol dapat menghasilkan aktivitas
sehingga ekstrak etil asetat dijadikan sebagai ekstrak antimikroba yang lebih kuat dibandingkan aktivitas
terpilih untuk tahap selanjutnya yaitu tahap pengujian antimikroba ekstrak jahe yang dihasilkan dengan metode
aktivitas penghambatan dengan menggunakan metode maserasi bertingkat. Ekstrak dengan maserasi tunggal
dillution broth terhadap bakteri yang menunjukkan dapat mengekstrak komponen yang tidak lebih spesifik
©JMP2017 13
Jurnal Mutu Pangan Vol. 4(1): 8-15, 2017
14 ©JMP2017
Jurnal Mutu Pangan Vol. 4(1): 8-15, 2017
Radiati LE. 2002. Mekanisme Penghambatan Virulensi Food and Chem Tox 46: 3295–3302. DOI:
Bakteri Entropatogen oleh Ekstrak Rimpang Jahe 10.1016/j.fct.2008.07.017.
(Zingiber officinale Roscoe). [Disertasi]. Bogor: Singh J. 2008. Maceration, Percolation and Infusion
Institut Pertanian Bogor. Techniques for the Extraction of Medicinal and
Rahminiwati M, Mustika AAP, Saadiah S, Andriyanto, Aromatic Plants. Handa SS, Khanuja SPS, Longo G,
Soeripto, Unang P. 2010. Bioprospeksi ekstrak jahe Rakesh DD, editor. Extraction Technologies for
gajah sebagai anti-CRD: kajian aktivitas antibakteri Medicinal and Aromatic Plants. International Centre
terhadap Mycoplasma galliseptikum dan E. coli in for Science and High Technology, Italia.
vitro. J Ilmu Pertanian Indonesia 7-13. Todd ECD, Greig JD, Bartleson CA, Michaels BS. 2009.
Sagdic O, Yasar S, Kisioglu AN. 2005. Antibacterial Outbreaks where food workers have been implicated
effects of single or combined plant extracts. Annals in the spread of foodborne disease. Part 6.
Microbiol 55(1): 67-71. Transmission and survival of pathogens in the food
processing and preparation environment. J Food Prot
Sari KIP, Periadnadi, Nasir N. 2013. Uji antimikroba
72(1): 202–219. DOI: 10.4315/0362-028X-72.1.202.
ekstrak segar jahe-jahean (Zingiberaceae) terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Trusheva B, Trunkova D, Bankova V. 2007. Different
Candida albicans. J Bio UA 2(1): 20-24. ISSN: extraction methods of biologically active
2303-2162 components from propolis: a preliminary study.
Chem Cen J 1: 13. DOI: 10.1186/1752-153X-1-13.
Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H. 2007. The in vitro
antibacterial activity of dietary spice and medicinal Wulandari R, Utami P, Hartanti D. 2009. Penapisan
herb extracts. Int J Food Mic 117: 112–119. DOI: fitokimia dan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol
10.1016/j.ijfoodmicro.2007.03.003. herba pulutan (Urena lobata Linn.). Pharmacy 6(1):
5.
Singh G, Kapoor IPS, Singh P, de Heluani CS, de
Lampasona MP, Catalan CAN. 2008. Chemistry, JMP-03-17-05-Naskah diterima untuk ditelaah pada 3 Februari 2017. Revisi
antioxidant and antimicrobial investigations on makalah disetujui untuk dipublikasi pada 22 Maret 2017. Versi Online:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmpi
essential oil and oleoresins of Zingiber officinale. J
©JMP2017 15