Professional Documents
Culture Documents
HILMA SYAFLY
Result of this research showed that most of subject has father’s level of
education in the low group and mother in the medium group, father and mother’s
age in the intermediate adult group, and families size was in small family group.
Most of subjects has implemented five indicator of nutrition care’s family principle
(KADARZI). More than half of subject already became nutrition care’s family,
however the government’s target is not yet achieved on several programs namely
exclusive breastfeeding and nutrition’s care family. Most of subject has children
with normal status based on body weight to age indicator and height to age
indicator.
RINGKASAN
HILMA SYAFLY. Hubungan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dengan
Status Gizi Balita di Kota Jambi. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI.
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan perilaku
keluarga sadar gizi (KADARZI) terhadap status gizi balita di Kota Jambi. Tujuan
khususnya yaitu : (1) Menganalisis karakteristik sosial keluarga. (2) Menganalisis
perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) berdasarkan lima indikator KADARZI di
Kota Jambi (3) Menganalisis status gizi balita berdasarkan berat badan menurut
umur dan tinggi badan menurut umur. (4) Menganalisis hubungan karakteristik
sosial keluarga terhadap perilaku KADARZI. (5) Menganalisis hubungan perilaku
KADARZI terhadap status gizi balita.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Data
penelitian merupakan data dari Survei ”Penilaian Status Gizi dan KADARZI di
Kota Jambi Tahun 2010” ini merupakan bagian dari penelitian ”Penilaian Status
Gizi dan KADARZI di Provinsi Jambi Tahun 2010” yang dilakukan Pemerintah
Provinsi Jambi. Analis data penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus –
Oktober 2010. Sampel ditentukan secara acak purposive dimana populasi
berjumlah 240 kepala keluarga.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
meliputi data karakteristik sosial keluarga (pendidikan ibu, umur ibu dan jumlah
anggota keluarga), KADARZI (penimbangan berat badan, pemberian ASI
eksklusif, konsumsi makanan beraneka ragam, penggunakan garam beryodium,
dan konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan) serta data antropometri balita
(berat badan, tinggi badan dan umur). Data yang diperoleh akan dianalisis
secara deskriptif statistik dan inferensial dengan menggunakan program
Microsoft Excel 2007 dan kemudian dianalisa dan diolah dengan program SPSS
16,0 for windows. Hubungan antara variabel diuji dengan uji korelasi Spearman.
Tingkat pendidikan ayah contoh relatif rendah sedangkan tingkat
pendidikan ibu relatif sedang. Secara umum persentase terbesar tingkat
pendidikan ayah berada pada kelompok tingkat pendidikan rendah (tamat ≤SMP)
yaitu sebesar 46.7%, sedangkan persentase terbesar tingkat pendidikan ibu
berada pada kelompok tingkat pendidikan sedang (tamat SMA), yaitu sebesar
52.1%. Umur orang tua contoh terbanyak berada pada kelompok dewsa madya
(30-49tahun) dimana persentase ayah adalah 74.2% dan ibu 55.4%. Jumlah
anggota keluarga berkisar antara 3 sampai 14 orang. Hampir separuh dari jumlah
keseluruhan contoh (44.2%) merupakan keluarga kecil yaitu beranggotakan ≤ 4
orang, persentase terkecil adalah keluarga besar yaitu 21.7%.
Sebagian besar contoh telah melaksanakan penimbangan berat badan
balita sesuai umur, memberikan ASI ekslusif dan mengkonsumsi makanan
beraneka ragam, dengan persentase berturut-turut adalah 90.4%, 72.1%, 87.9%
dan 98.8%. Semua contoh telah menggunakan garam beryodium setiap harinya
dan mengkonsumsi suplemen gizi sesuai anjuran. Konsumsi suplemen gizi yang
dianjurkan terdiri dari 3 kriteria yaitu balita diberi kapsul vitamin A dosis tinggi 2
kali setahun, ibu nifas diberi 2 kapsul vitamin A dosis tinggi selama masa nifas,
dan ibu hamil mendapat TTD minimal 90 butir selama masa kehamilan, dan
hasil penelitian berturut-turut menunjukkan hasil 100%, 100% dan 75%.
Berdasarkan target pencapaian program KADARZI berdasarkan Depkes
(2007b) diketahui bahwa sebagian besar sampel telah mencapai target pada
indikator pemantauan penimbangan berat badan balita, konsumsi makanan
beraneka ragam, penggunaan garam beryodium dan konsumsi suplemen sesuai
anjuran (vitamin A dosis tinggi untuk balita usia 6-59 bulan dan ibu nifas),
sedangkan untuk pemberian ASI ekslusif dan konsumsi TTD pada ibu hamil
masih sedikit dibawah target yaitu 72.1% dari 80% target yang ingin dicapai
untuk ASI ekslusif dan 75% dari 90% target yang ingin dicapai untuk pemberian
TTD pada ibu hamil. Lebih dari separuh contoh (57.9%) merupakan keluarga
sadar gizi dengan telah melaksanakan lima indikator KADARZI secara baik. Hal
ini menunjukkan bahwa pencapaian KADARZI masih jauh dari target yang
diharapkan yaitu sebesar 80%.
Terdapat 1.7% dan 7.9% contoh yang memiliki status gizi balita
berdasarkan indikator berat badan menurut umur pada kelompok gizi buruk dan
gizi kurang serta terdapat 30.4% contoh yang memiliki status gizi balita
berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur pada kelompok pendek.Hasil
diatas menunjukkan bahwa penurunan angka kekurangan gizi (gizi kurang dan
buruk) telah tercapai target yang diharapkan yaitu 9.6% (7.9% gizi kurang dan
1.7% gizi buruk) dari 18.4% target pemerintah. Sedangkan berdasarkan
indikator tinggi badan menurut umur diketahui bahwa balita dengan kategori
pendek yaitu 30.4%, hal ini menunjukkan bahwa target pemerintah dalam
penurunan angka anak pendek masih belum tercapai yaitu 25.0%.
Proporsi terbesar contoh dengan tingkat pendidikan ayah rendah dan
sudah KADARZI yaitu 33.3%, tingkat pendidikan ibu sedang dan sudah
KADARZI yaitu 32.1%. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator
KADARZI, proporsi terbesar contoh dengan perilaku KADARZI baik dan tingkat
pendidikan ayah rendah, berturut sebesar 52.9%, 41.7%, 60.4%, 55.0% dan
60.4%, dan perilaku KADARZI baik dengan tingkat pendidikan ibu sedang,
serturut turut sebesar 46.2,%, 38.3%, 52.1%, 47.9% dan 52.1%. Umur ayah-ibu
dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar pada contoh dengan
perilaku sudah KADARZI yaitu 42.1% dan 31.2%. Bila dilihat berdasarkan
masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh dengan
perilaku KADARZI baik dengan umur ayah-ibu dewasa madya, berturut sebesar
64.6%, 51.7%, 74.2%, 68.3% dan 74.1%, serta 48.3%, 40.0%, 55.4%, 49.6% dan
55.4%. Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil memiliki proporsi terbesar
pada contoh dengan perilaku sudah KADARZI yaitu 27.5%. Bila dilihat
berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh
dengan perilaku KADARZI baik dan besar keluarga adalah keluarga kecil,
berturut sebesar 38.3,%, 32.1%, 44.2%, 42.1% dan 44.2%. Berdasarkan hasil uji
korelasi Spearman menunjukkan bahwa karakteristik sosial keluarga yang
memiliki hubungan dengan perilaku KADARZI contoh yaitu umur ayah (p =
0.082), dan tingkat pendidikan ibu (p = 0.030). Karakteristik sosial keluarga yang
memiliki hubungan dengan lima indikator KADARZI yaitu pendidikan ibu dengan
makan makanan beragam (0.022), umur ayah dengan pemberian ASI ekslusif
(p= 0.028) dan besar keluarga dengan penimbangan balita (p = 0.005).
Proporsi terbesar contoh dengan perilaku sudah KADARZI dan status gizi
balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut
umur pada kelompok normal berturut-turut yaitu 50.0% dan 37.1%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin baik situasi KADARZI semakin baik status gizi
balitanya baik berdasarkan indikator berat badan menurut umur maupun tinggi
badan menurut umur. Berdasarkan hasil uji rank spearman correlation
menunjukkan bahwa perilaku KADARZI contoh yang memiliki hubungan dengan
status gizi balita contoh yaitu konsumsi makan makanan beraneka ragam
dengan status gizi berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.073)
dan hubungan variabel penimbangan balita dengan status gizi berdasarkan
indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.017).
HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI)
DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KOTA JAMBI
HILMA SYAFLY
Skripsi
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Yayuk Farida Baliwati, MS NIP. 19630312 198703 2
001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Tanggal Disetujui :
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan
Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dengan Status Gizi Balita Kota Jambi”
sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan S1 Mayor Ilmu
Gizi Departement Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dari
berbagai pihak. Maka dari itu penulis hendak mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang senantiasa
membimbing, memberi saran dan arahannya kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan sarannya kepada penulis untuk lebih menyempurnakan skripsi
ini.
3. Ayah dan Ibu yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan serta
semangat moril dan materil kepada penulis, serta kepada kakak dan
adikadikku (Syafly bersaudara) semoga moto ”Rumahku Ka’bahku” selalu
tertanam dalam diri kita
4. Teman-teman seperjuangan X10C gizi angkatan 2 terutama ”anak padang”
yang selalu penuh dengan motivasi, serta semua pihak yang banyak
memberi nasehat dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari pembaca, yang sangat penulis harapkan
demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini
bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak
pada umumnya. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... iv
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
Latar Belakang ...................................................................... 1
Tujuan ................................................................................... 2
Hipotesis ............................................................................... 3
Kegunaan Penelitian ............................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
Konsep Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).............................. 4
Indikator KADARZI................................................................ 6
Penilaian KADARZI............................................................... 12
Karakteristik Sosial Keluarga................................................. 14
Status Gizi Balita .................................................................. 18
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................ 21
METODE PENELITIAN .................................................................... 24
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ................................. 24
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ..................................... 24
Jenis dan Cara pengumpulan Data ...................................... 24
Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 25
DEFINISI OPERASIONAL ............................................................... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 30
Gambaran Umum Lokasi Penelitian...................................... 30
Karakteristik Sosial Keluarga................................................. 30
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)……………………………… 32
Status Gizi Balita………………………………………………... 35
Hubungan Antar Variabel...................................................... 37
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 44
Kesimpulan............................................................................ 44
Saran..................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 46
LAMPIRAN........................................................................................ 50
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner PSG dan KADARZI Dinas Kesehatan Provinsi Jambi 50
2. Master Tabel............................................................................... 53
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan sebagaimana yang tercantum didalam
Sistem Ketahanan Nasional (SKN) adalah untuk tercapainya hidup sehat bagi
setiap penduduk Indonesia sehingga mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal (Depkes RI 1997a). Memasuki abad ke 21, pembangunan
kesehatan tidak lagi berlandaskan pada paradigma sakit, tetapi berlandaskan
paradigma sehat. Upaya peningkatan, pencegahan dan penanggulangan
masalah gizi dapat ditempatkan sebagai bagian ujung tombak paradigma sehat
untuk mencapai Indonesia sehat 2010 (Depkes 2000a).
Sesuai dengan paradigma sehat, perbaikan gizi pada Indonesia sehat
2010 lebih ditekankan pada peningkatan status gizi melalui upaya promotif dan
preventif. Upaya-upaya ini dilakukan antara lain melalui pemberdayaan baik pada
petugas kesehatan, masyarakat maupun keluarga. Salah satu strategi
meningkatkan pemberdayaan keluarga adalah melalui upaya mewujudkan
keluarga sadar gizi (KADARZI). Upaya ini merupakan suatu langkah strategis,
mengingat sebagian masalah gizi timbul akibat pendidikan, perilaku dan
lingkungan yang tidak mendukung (Depkes RI 2000b).
Masalah gizi di Indonesia masih banyak terjadi terutama pada anak balita
yang merupakan golongan rawan gizi. Data dari Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007 yang menyebutkan bahwa status gizi buruk dan kurang pada
balita berturut-turut adalah 5.4% dan 13.0%, dan Provinsi Jambi termasuk dalam
19 provinsi yang prevalensi gizi buruk dan kurang diatas prevalensi rataan
nasional. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus berturut-turut yaitu 7.4% dan
6.2%, dan Provinsi Jambi juga termasuk dalam 21 provinsi yang prevalensi balita
sangat kurusnya diatas rataan nasional dan 25 provinsi yang prevalensi balita
kurusnya diatas rataan nasional.
Kasus gizi yang ditemukan di Provinsi Jambi berdasarkan indikator berat
badan menurut umur yang berada pada kelompok gizi buruk tahun 2007 sebesar
1.8%, angka ini cenderung menurun dibanding 3 tahun sebelumnya yaitu 1.9% di
tahun 2006, 2.05% di tahun 2005 dan 2.1% di tahun 2004. Kasus gizi menurut
indikator berat badan menurut umur di Kota Jambi pada tahun 2007 terdapat
1.1% balita gizi buruk dan 6.7% balita gizi kurang (Dinkes Provinsi Jambi 2008b).
Data Puskesmas Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi pada Bulan
November 2010 dari 28 anak yang dilaporkan mengalami kasus gizi, terdapat 4
balita yang menderita gizi buruk dan 24 balita gizi kurang berdasarkan indikator
berat badan menurut umur, berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur ke
2
28 balita tersebut termasuk kategori pendek tetapi tidak ada satupun dari 28
balita tersebut yang mengalami gizi buruk berdasarkan indikator berat badan
menurut tinggi badan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi hasil pemetaan 2001 –
2004 mengenai KADARZI diketahui bahwa pada 2001 dari 7.583 Keluarga
terdapat 55.90% yang telah KADARZI, pada tahun 2002 meningkat menjadi
56.51%, pada tahun 2003 menurun menjadi 48.50% dan pada tahun 2004
semakin menurun menjadi 42.09%. Data KADARZI di Kota Jambi pada tahun
2002 diketahui persentase keluarga yang sudah KADARZI dari 1000 Keluarga
terdapat 52.80 yang KADARZI, pada tahun 2003 menurun drastis menjadi
19.64% dan pada tahun 2004 meningkat kembali menjadi 52.00%, naik turunnya
persentase keluarga yang KADARZI salah satu penyebabnya dikarenakan
kurangnya peran serta masyarakat terhadap program KADARZI (Dinkes Provinsi
Jambi 2008a).
Merubah perilaku keluarga menjadi keluarga sadar gizi guna menunjang
perbaikan gizi masyarakat bukanlah hal yang mudah. Pendidikan gizi masyarakat
yang terus menerus, termasuk penyebarluasan informasi melalui media masa,
pembinaan dan penggerakan tokoh dan kelompok-kelompok masyarakat, serta
pendampingan keluarga baik oleh tenaga profesional maupun masyarakat terlatih
(Depkes 2007b). Guna memantau pencapaian dari masing-masing kegiatan
tersebut dan mengetahui pencapaian target pemerintah maka diperlukan
pemantauan terhadap situasi KADARZI dan status gizi balita.
Tujuan
Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalsis hubungan
situasi keluarga sadar gizi (KADARZI) dengan status gizi balita di Kota Jambi.
Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini :
1. Menganalisis karakteristik sosial keluarga
2. Menganalisis perilaku KADARZI berdasarkan lima indikator KADARZI di Kota
Jambi yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu
(ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif), makan
beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplemen gizi
(tablet tambah darah, kapsul vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran
3. Menganalisis status gizi berdasarkan berat badan menurut umur dan tinggi
badan balita menurut umur
3
Hipotesis
1. Karakteristik keluarga berkaitan dengan perilaku KADARZI keluarga
2. Karakteristik keluarga berkaitan dengan perilaku KADARZI berdasarkan lima
indikator KADARZI
3. Perilaku KADARZI keluarga berkaitan dengan status gizi balita
4. Perilaku KADARZI keluarga berdasarkan lima indikator KADARZI berkaitan
dengan status gizi balita.
Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
Dinas Kesehatan Kota Jambi dan Pemda Kota Jambi mengenai perilaku keluarga
sadar gizi (KADARZI) serta status gizi balita. selain itu, diharapkan bisa sebagai
informasi untuk pengambilan kebijakan kedepannya untuk upaya peningkatan
program KADARZI.
TINJAUAN PUSTAKA
dengan cara peningkatan pelayanan gizi dan masyarakat melalui pembinaan gizi
masyarakat yaitu melalui program KADARZI (Sarjunani 2009). KADARZI mulai
dicanangkan sejak tahun 1998 yang dimotori oleh Departemen Kesehatan.
Disebut keluarga sadar gizi jika sikap dan perilaku keluarga dapat secara mandiri
mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya yang tercermin pada pola
konsumsi yang beraneka ragam dan bergizi seimbang (Luciasari dkk 1996).
KADARZI adalah keluarga yang telah mempraktekkan perilaku gizi yang
baik dan benar sesuai kaidah imu gizi, dapat mengenali masalah gizi yang ada
dalam keluarga atau lingkungan, serta mampu melakukan tindak lanjut untuk
mengatasi masalah gizi yang ada berdasarkan potensi yang dimilikinya (Depkes
RI 2000b). Depkes (2009a) lebih menjabarkan lagi pengertian KADARZI sebagai
suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi
setiap anggotanya.
Tujuan umum program KADARZI adalah seluruh keluarga berperilaku
sadar gizi, sedangkan tujuan khususnya yaitu agar meningkatnya kemudahan
keluarga dan masyarakat untuk memperoleh informasi gizi serta agar
meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi
yang berkualitas (Depkes 2004). Sediaoetama (2006) perilaku sadar gizi keluarga
terutama ibu memiliki peran yang sangat penting terhadap keadaan gizi anaknya,
terutama balita karena balita belum mampu untuk mengurus dirinya sendiri
dengan baik.
Strategi yang dilakukan untuk mencapai sasaran KADARZI yaitu 1)
meningkatkan fungsi dan peran posyandu sebagai wahana masyarakat dalam
memantau dan mencegah secara dini gangguan pertumbuhan balita ; 2)
menyelenggarakan pendidikan atau promosi gizi secara sistematis melalui
advokasi, sosialisasi, komunikasi informasi edukasi (KIE) dan pendampingan
keluarga ; 3) menyelenggarakan kerjasama dengan lintas sektor dan kemitraan
dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta pihak lainnya
dalam mobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan rumah tangga,
peningkatan daya beli keluarga dan perbaikan asuhan gizi ; 4) mengupayakan
terpenuhinya kebutuhan suplementasi gizi terutama zat gizi mikro dan MP-ASI
bagi balita GAKIN ; 5) meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas
puskesmas dan jaringannya dalam pengelolaan dan tata laksana pelayanan gizi ;
6) mengupayakan dukungan sarana dan prasarana pelayanan untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi di puskesmas dan
jaringannya ; serta 7) mengoptimalkan survailans berbasis masyarakat melalui
pemantauan wilayah setempat gizi, sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa
gizi buruk dan system kewaspadaan pangan dan gizi (Depkes 2004).
5
seluruh anak manusia, untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin
kelangsungan hidup anak manusia itu kelak di kemudian hari (Suhendar 2002).
Depkes (2000a) mendefenisikan ASI sebagai makanan terbaik untuk bayi. Tidak
ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI
mempunyai kelebihan yang meliputi 4 aspek, yaitu aspek gizi, aspek kekebalan,
aspek ekonomi, dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih sayang yang penting
untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak. Jelliffe & Jelliffe (1979)
menyebutkan bahwa bayi baru lahir secara kodrati memerlukan ASI sebagai
sumber zaat gizi. Melalui kegiatan menyusui, bayi tidak hanya mendapatkan
makanan dan zat gizi pelindung yang perlu bagi pertumbuhannya, tetapi juga
banyak hal lain yang secara psikologis berarti besar bagi perkembangan kualitas
perilaku dan kepribadiannya kelak.
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garamgaram organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamae ibu, yang
berguna sebagai makanan bagi bayi atau anak. Keunggulan ASI sebagai
makanan bayi tidak diragukan lagi karena ASI mempunyai nilai gizi yang tinggi,
mengandung zat-zat kekebalan yang dapat mencegah berbagai penyakit infeksi,
terutama di negara-negara sedang berkembang (Winarno 1995). Menurut
Depkes (1997b) ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi, yaitu kandungan
asam amino essensial yang sangat penting untuk meningkatkan jumlah sel otak
bayi terutama usia bayi 6 bulan. Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi
bayi dari penyakit dan membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh. ASI
mengandung protein tinggi yang mudah diserap oleh bayi, juga mengandung
laktosa dan karbohidrat yang tinggi. Mineral yang terkandung di dalam ASI
mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais 2004).
Depkes (2007b) menganjurkan pemberian ASI tanpa makanan
pendamping hingga bayi berusia 6 bulan (ASI eksklusif). Roesli (2009),
mendefinisikan ASI eksklusif sebagai pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Lebih
tepatnya pemberian ASI secara Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja,
tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih,
dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka
waktu setidaknya selama 6 bulan, dan setelah 6 bulan bayi mulai diperkenalkan
dengan makanan padat. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau
bahkan lebih dari 2 tahun.
Menurut Muchtadi (2002), ASI eksklusif terutama diberikan selama enam
bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis.
8
bulan, kapsul merah untuk balita usia 12 – 59 bulan), tablet tambah darah (TTD)
bagi ibu hamil, serta kapsul vitamin A merah dosis tinggi pada ibu nifas.
Pada bayi dan balita kapsul vitamin A berguna untuk kesehatan mata,
terutama pada proses penglihatan dimana vitamin A berperan dalam membantu
proses adaptasi dari tempat yang terang ke tempat yang gelap. Kekurangan
vitamin A mengakibatkan kelainan dalam penglihatan karena terjadinya proses
metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar-kelenjar tidak memprosuksi cairan
yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata, yang disebut xerosis
konjutiva. Bila kondisi ini terus berlanjut akan terbentuk bercak bitot (bitot spot)
dan berujung pada kebutaan (Dinkes Provinsi Jambi 2004). Berdasarkan Depkes
RI (2008) salah satu cakupan kunjungan bayi 6 – 11 bulan dan cakupan
pelayanan anak balita 12 – 59 bulan pada pelayanan kesehatan dasar yang
termuat dalam standar pelayanan minimal yaitu pemberian kapsul Vitamin A
dosis tinggi, 100.000 IU (biru) untuk bayi dan atau 200.000 IU (merah) untuk
balita sebanyak 2 buah pertahun. Target pemerintah untuk pemberian vitamin A
dosis tinggi pada bayi dan balita yaitu pada tahun 2010, 90% bayi dan balita telah
mendapat vitamin A dosis tinggi sesuai umur sebanyak 2 tablet pertahun.
Pada ibu nifas kapsul vitamin A diberikan kepada ibu agar bayi yang
disusui tercukupi asupan vitamin A-nya mengingat bayi usia di bawah 6 bulan
belum mendapatkan kapsul vitamin A (Dinkes Provinsi Jambi 2004). Berdasarkan
Depkes RI (2008) salah satu cakupan pelayanan nifas pada pelayanan
kesehatan dasar yang termuat dalam standar pelayanan minimal untuk ibu nifas
yaitu adanya pemberian kapsul Vitamin A dosis 200.000 IU (merah) sebanyak 2
buah. Dinkes Provinsi Jambi (2010) menambahkan bahwa pemberian kapsul
vitamin A yaitu hingga 28 hari setelah melahirkan. Target pemerintah untuk
pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas yaitu pada tahun 2015, 90% ibu
hamil telah mendapat vitamin A dosis tinggi (Depkes RI 2008).
Tablet tambah darah berguna untuk meningkatkan kandungan zat besi
(Fe) dalam tubuh. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau
hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak sehingga pada ibu
hamil apabila terjadi kekurangan zat besi dapat menyebabkan ibu hamil
mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya, berat badan lahir rendah (BBLR)
pada bayi yang dilahirkannya, serta dapat mengakibatkan terjadinya pendarahan
sebelum dan pada saat melahirkan dan beresiko terjadinya kematian ibu dan bayi
(Dinkes Provinsi Jambi 2004). Berdasarkan Depkes RI (2008) salah satu
pelayanan kesehatan dasar untuk ibu hamil yang termuat dalam standar
pelayanan minimal yaitu ibu hamil mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa
kehamilan. Minimal 30 tablet pada masing-masing trimester kehamilan (Dinkes
11
Provinsi Jambi 2010). Target pemerintah untuk pemberian TTD pada ibu hamil
yaitu pada tahun 2015, 95% ibu hamil telah mendapat TTD minimal 90 tablet
selama masa kehamilan sebagai bagian dalam pencapaian cakupan kunjungan
ibu hamil K-4 pada pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI 2008).
Secara keseluruhan penggunaan 5 indikator KADARZI disesuaikan
dengan karakteristik keluarga sebagai berikut (Depkes 2009a) :
Tabel 1 Penggunaan lima indikator KADARZI disesuaikan dengan karakteristik
keluarga
Indikator kadarzi
No Karakteristik keluarga yang berlaku
tidak makan lauk hewani, buah dan atau sayur, 2) baik bila dalam 3 hari terakhir
keluarga makan lauk hewani, buah dan atau sayur (Dinkes Provinsi Jambi 2010).
Besar Keluarga
Besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga
karena mempengaruhi luas penghuni dalam suatu bangunan rumah yang akan
mempengaruhi pula kesehatan anak-anak. Jumlah anggota yang banyak,
menyebabkan perhatian orang tua terutama ibu terhadap anak-anaknya dan
anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu
terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1994). Afriyenti (2002) Menambahkan bahwa
jumlah anggota keluarga (besar keluarga) juga berhubungan dengan pembagian
ruang dan konsumsi zat gizi per penghuni rumah.
Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya
konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit. Sehingga dapat
mempengaruhi status gizi keluarga (Notoatmodjo 1997). Pada rumah tangga
miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah bila jumlah orang
yang harus diberi makan sedikit. Anak-anak yang sedang tumbuh paling rentan
mengalami gizi kurang bila dibandingkan anggota keluarga yang lain. Hal ini
disebabkan karena bila besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap
16
anak berkurang dan orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang
tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi dari pada golongan yang lebih tua
(Suhardjo 1989). Hal ini lebih dikuatkan lagi dalam Suhardjo (1996) bahwa
semakin sedikit jumlah anak makan kesempatan anak untuk tumbuh dan
berkembang semakin baik.
Selain konsumsi, besar keluarga juga ikut mempengaruhi perhatian orang
tua, bimbingan, petunjuk dan perawatan kesehatan (Sediaoetama 2006). Harjono
(2000) menyatakan bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berdampak pula
terhadap kurangnya perhatian pada kaidah-kaidah hidup sehat, seperti
penyediaan makanan yang seimbang, kelayakan fasilitas rumah dan usaha untuk
mewujudkan perilaku hidup yang sehat.
Berdasarkan Hurlock (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu 1) keluarga besar (≥ 8 orang) ; 2) keluarga sedang (5-7 orang) ;
dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang). Sedangkan untuk di Indonesia berdasarkan
rujukan dari BKKBN (1998) besar keluarga dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu 1) keluarga besar (≥7 orang) ; 2) keluarga sedang (5-6 orang) ; dan 3)
keluarga kecil (≤ 4 orang).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Widiyawati (2004)
menunjukkan bahwa besar keluarga mempunyai hubungan yang terbalik dengan
pola perilaku dalam pengasuhan anak oleh ibu.
dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui
bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam status gizi dan status kesehatan.
Riyadi (2001) menjelaskan bahwa variabel-variabel yang digunakan untuk
mengukur status gizi adalah tinggi badan, berat badan dan usia. Penggunaan
variabel-variabel tersebut dikombinasikan menjadi pengukuran tinggi badan
menurut usia, berat badan menurut usia, dan berat badan menurut tinggi badan.
Karakteristik berat badan yang sensitif, indeks berat badan menurut umur
menggambarkan status gizi saat ini (Supariasa et al 2001). Riyadi (2001) lebih
menjabarkan lagi bahwa indeks antropometri yang sering digunakan untuk
menilai status gizi anak adalah berat badan menurut usia. Berat badan menurut
umur digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan
sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu
makan). Status gizi indeks tinggi badan menurut umur menurut Soekirman (2000)
dapat memberikan gambaran perkembangan keadaan sosial ekonomi
masyarakat dari waktu ke waktu.
Data status gizi berat badan menurut umur dikategorikan dalam kategori
berdasarkan Depkes (2010) yaitu 1) gizi buruk (z-score < -3 SD) ; 2) gizi kurang
(z-score -3 s/d < -2 SD) ; 3) normal (z-score -2 s/d 2 SD) ; dan 4) gizi lebih
(zscore > -2 SD). Status gizi tinggi badan menurut umur di kategorikan dalam 2
kelompok yaitu 1) pendek (z-score < -2 SD) ; 2) normal (z-score ≥ -2).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Pada tahun 2007
terdapat balita dengan status gizi buruk yaitu sebesar 1.8%, angka ini cenderung
menurun dibanding 3 tahun sebelumnya yaitu 1.9% di tahun 2006, 2.05% di
tahun 2005 dan 2.1% di tahun 2004. Kasus gizi berdasarkan indikator berat
badan menurut umur di Kota Jambi pada tahun 2007 terdapat 1.1% balita gizi
buruk dan 6.7% gizi kurang (Dinkes Provinsi Jambi 2008b). Kekurangan gizi pada
tingkat tertentu dapat menyebabkan kematian secara langsung. Namun biasanya
terlebih dahulu anak mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi (Depkes
1994b).
Faktor yang menyebabkan kurang gizi pada balita menurut UNICEF
meliputi beberapa tahapan yaitu penyebab langsung, tidak langsung, pokok
masalah dan akar masalah. Berdasarkan Soekirman dalam (Depkes 2000b)
faktor penyebab kurang gizi dijelaskan sebagai berikut : pertama, penyebab
langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi. Kedua, penyebab tidak
langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga, pokok masalah yaitu
berupa kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan
sumberdaya masyarakat sehingga mempengaruhi kurangnya pendidikan,
18
Kerangka Pemikiran
Keluarga sadar gizi (KADARZI) adalah keluarga yang berperilaku gizi
seimbang, mampu mengenali dan menganalisis masalah gizi setiap anggota
keluarganya. Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek
keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat
gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap
individu dalam keluarga dan bebas dari pencemaran (Depkes 2004).
Berdasarkan Depkes (2007c) keluarga sadar gizi ditandai dengan adanya
kemampuan keluarga tersebut untuk memenuhi pangan bagi semua anggota
keluarga, menjaga kesehatan lingkungan, mencegah penyakit infeksi,
memberikan pengasuhan gizi dan kesehatan, serta perilaku keluarga tersebut
mampu untuk memanfaatkan pendapatan, distribusi pangan dalam keluarga,
memantau pertumbuhan dan perkembangan, memberkan pertolongan awal
masalah kelainan gizi dan memperoleh pelayanan kesehatan. Menurut Gabriel
(2008) faktor yang mempengaruhi keluarga mau berperilaku KADARZI
diantaranya adalah faktor sosio demografi yang meliputi tingkat pendidikan orang
tua, umur orang tua, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga,
ketersediaan pangan, pengetahuan dan sikap ibu terhadap gizi.
Depkes (2007a) menyatakan bahwa suatu keluarga dikatakan KADARZI
apabila telah berperilaku gizi yang baik secara terus menerus. Perilaku sadar gizi
yang diharapkan terwujud terutama 1) menimbang berat badan secara teratur ; 2)
memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam
bulan (ASI eksklusif) ; 3) makan beraneka ragam ; 4) menggunakan garam
beryodium ; dan 5) minum suplemen gizi sesuai anjuran. Kadarzi diharapkan
mampu mengatasi masalah gizi. Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor
yang saling terkait dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kualitas dan
jangkauan pelayanan kesehatan. Masalah gizi yang sering dijumpai di
masyarakat antara lain : kurang energi protein (KEP), gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY), anemia gizi besi (AGB) dan kekurangan vitamin A
(KVA). Menurut Gabriel (2008) faktor yang mempengaruhi KADARZI diantaranya
adalah faktor sosio demografi yang meliputi tingkat pendidikan orang tua, umur
orang tua, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan,
pengetahuan dan sikap ibu terhadap gizi.
Balita merupakan kelompok umur yang rentan terkena masalah gizi.
Masalah gizi yang sering terjadi pada usia balita biasanya disebabkan karna
tindakan gizi dan kesehatan yang kurang oleh keluarga terutama ibu (Depkes
2009b). Menurut Riyadi (2001), status gizi menggambarkan kesehatan tubuh
seseorang atau sekelompok orang sebagai dampak dari konsumsi, penyerapan
20
Kerangka Pemikiran
21
Ekonomi
KADARZI
Penimbangan berat badan secara teratur
Pemberian ASI ekslusif
Makan makanan beraneka ragam
Penggunaan garam beryodium
Konsumsi suplemen yang dianjurkan
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang tidak diteliti METODE
PENELITIAN
hingga bayi berusia 6 bulan dan baik : bila hanya diberikan ASI saja, tidak
diberikan makanan dan minuman selain ASI hingga usia 6 bulan
Data konsumsi makanan beraneka ragam diukur dengan cara mengajukan
pertanyaan mengenai konsumsi lauk hewani, buah dan atau sayur dalam menu
keluarga keluarga dalam 3 hari terakhir. Cara pengukuran konsumsi makanan
beraneka ragam dapat dilihat berdasarkan pengkategorian yaitu belum baik bila
sekurangnya dalam 3 hari teerakhir keluarga tidak makan lauk hewani, buah dan
atau sayur, baik bila sekurangnya dalam 3 hari terakhir keluarga makan lauk
hewani, buah dan atau sayur (Dinkes Provinsi Jambi 2010).
Data konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan diukur dengan cara
mengajukan pertanyaan megenai konsumsi suplemen yang dianjurkan yang
meliputi kapsul vitamin A untuk bayi (biru) dan balita (merah) pada bulan Februari
dan Agustus dan kapsul vitamin A merah bagi ibu nifas, serta TTD untuk ibu
hamil. Cara pengukuran konsumsi suplemen gizi pada KADARZI dijabarkan oleh
(Dinkes Provinsi Jambi 2010) sebagai berikut :
Data karakteristik sosial keluarga berupa data mengenai umur orang tua,
tingkat pendidikan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Umur orang tua
dikategorikan dalam empat kelompok yaitu 1) remaja ; 2) dewasa muda ; 3)
dewasa madya dan 4) dewasa lanjut. Pendidikan orang tua dikategorikan dalam
3 kelompok yaitu 1) rendah, jika pendidikan dibawah setingkat SMP ; 2) sedang,
jika pendidikan setara setara tingkat SMA ; dan 3) tinggi, jika pendidikan terakhir
setara perguruan tinggi. Jumlah anggota keluarga dikategorikan dalam 3
kelompok yaitu 1) keluarga besar (≥ 8 orang) ; 2) keluarga sedang (5 – 7 orang) ;
dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang).
Data status gizi berdasarkan indikator berat badan menurut umur
dikategorikan dalam kategori berdasarkan Depkes (2010) yaitu 1) gizi buruk
(zscore < -3 SD) ; 2) gizi kurang (z-score -3 s/d < -2 SD) ; 3) normal (z-score -2
s/d 2 SD) ; dan 4) gizi lebih (z-score > -2 SD). Status gizi berdasarkan indikator
tinggi badan menurut umur di kategorikan dalam 2 kelompok yaitu 1) pendek (z-
score < -2 SD) ; 2) normal (z-score ≥ -2).
Data yang telah dikategorikan kemudian dianalisis korelasi antar variabel
yang diteliti. Cara analisis korelasi antar variabel ditunjukkan pada tabel 3. Tabel
3 Cara analisis korelasi antar variabel yang diteliti
No Hubungan Variabel Yang Diteliti Analisis
1 Hubungan pendidikan ibu dengan situasi KADARZI Korelasi spearman
2 Hubungan umur ibu dengan situasi KADARZI Korelasi spearman
3 Hubungan besar keluarga dengan situasi KADARZI Korelasi spearman
4 Hubungan situasi KADARZI dengan status gizi berat Korelasi spearman
badan perumur
5 Hubungan situasi KADARZI dengan status gizi tinggi Korelasi spearman
badan perumur
Definisi Operasional
Pendidikan orang tua : tingkat pendidikan yang ditempuh oleh orang tua yang
dikategorikan dalam 3 kategori yaitu 1) rendah, jika ≤SMP ; 2) sedang
jika tamat hingga SMU ; dan 3) tinggi jika pendidikan terakhir adalah
perguruan tinggi.
Umur orang tua : hasil selisih antara tanggal lahir orang tua dengan tanggal
pengukuran yang dinyatakan dengan ukuran tahun
yang dikategorikan pada 3 kelompok yaitu : 1) remaja (< 20
tahun) ; 2) dewasa muda (20-29 tahun) ; 3)dewasa madya (30-49 tahun)
; dan 4) dewasa lanjut(≥ 50 tahun).
Jumlah anggota keluarga : jumlah anggota keluarga yang dinyatakan dengan
26
Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mengerti
tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat
dan bergizi untuk anaknya (Soetjiningsih 1995), sedangkan menurut Suhardjo
(1989) keadaan tingkat pendidikan orang tua terutama ibu yang rendah
berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga terutama pola
konsumsi pangan sehari-hari. Dalam penelitian ini sebagian besar contoh
memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga akan memberi pengaruh terhadap
perilaku orang tua terutama ibu dalam mengelola keluarga terutama pola
konsumsi pangan sehari-hari.
Besar Keluarga
Jumlah anggota keluarga berkisar antara 3 sampai 14 orang.
Pengelompokan jumlah anggota keluarga mengacu pada anjuran pemerintah
mengenai keluarga berencana (KB), yaitu dua anak cukup. Hampir separuh dari
jumlah keseluruhan contoh (44.2%) merupakan keluarga kecil yaitu
beranggotakan ≤ 4 orang, persentase terkecil adalah keluarga besar yaitu 21.7%.
Tabel 6 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar Keluarga n %
Keluarga besar 52 21.7
Keluarga sedag 82 34.2
Keluarga kecil 106 44.2
Total 240 100.0
berhubungan dengan pembagian ruang dan konsumsi zat gizi per penghuni
rumah. Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya
konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit. Sehingga dapat
mempengaruhi status gizi keluarga (Notoatmodjo 1997).
100.
0
hasil penelitian, pemberian suplemen gizi menunjukkan nilai yang lebih tinggi
yaitu 47.6% berdasarkan data RISKESDAS dan 100% berdasarkan hasil
penelitian.
Berdasarkan target pencapaian pemerintah yang tertuang dalam standar
pelayanan minimal diketahui bahwa sebagian besar indikator telah mencapai
target. 90.4% bayi dan balita ditimbang setiap bulan dari 90% target pemerintah,
100% keluarga menggunakan garam beryodium dari 90% target pemerintah dan
87.9% keluarga makan beraneka ragam sesuai kebutuhan dari 80% target
pemerintah dan 100% keluarga telah mendapatkan suplemen gizi sesuai anjuran.
Indikator yang tidak tercapai yaitu 80% balita medapat ASI ekslusif sedangkan
hasil penelitian menunjukkan hanya 72.1% balita yang mendapat ASI ekslusif.
Hal ini menunjukkan bahwa program kesehatan yang diterapkan pemerintah yaitu
pada program pemantauan pertumbuhan bayi dan balita, konsumsi garam
beriodium ditingkat rumah tangga, konsumsi makan makanan beragam dan
konsumsi suplemen sesuai anjuran telah berhasil, namun untuk program ASI
ekslusif masih belum berhasil.
Penilaian konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran diihat berdasarkan 3 hal
yaitu pemberian vitamin A dosis tinggi pada bayi 6 – 11 bulan serta balita 6 – 59
bulan, pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas dan pemberian TTD pada
ibu hamil, namun mengingat semua contoh memiliki bayi atau balita maka
indikator yang digunakan adalah pemberian vitamin A pada bayi dan balita. Tabel
8 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen gizi.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan
Belum baik Baik Total
Suplemen gizi yang dianjurkan
n % N % N %
Vitamin A dosis tinggi untuk balita usia 0 0 240 100.0 240 100.0
6-59 bulan sebanyak 2 kali dalam
setahun
merah sebanyak 2 buah. Program yang tidak tercapai yaitu ibu hamil mendapat
TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan atau minimal 30 tablet tiap
trimester kehamilan sedangkan hasil penelitian hanya 75.0% ibu hamil yang
mengkonsumsi TTD sesuai anjuran. Hal ini menunjukkan bahwa program
kesehatan yang diterapkan pemerintah yaitu program pemberian vitamin A pada
bayi 0 – 6 bulan dan balita 12 – 59 bulan dua kali setahun serta pemberian
vitamin A merah pada ibu nifas telah berhasil, namun pada program pemberian
TTD pada ibu hamil masih belum berhasil.
Terdapat 1.7% dan 7.9% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan
indikator berat badan menurut umur pada kategori gizi buruk dan gizi kurang
serta terdapat 30.4% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan indikator
tinggi badan menurut umur pada kategori pendek. Tabel 10 menunjukkan
sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi
badan menurut umur.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan
tinggi badan menurut umur
Status Gizi n %
Berat badan menurut umur
Gizi buruk 4 1.7
Gizi kurang 19 7.9
Normal 211 87.9
Gizi lebih 6 2.5
Tinggi badan menurut umur
Pendek 73 30.4
Normal 167 69.6
umur digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan
sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu
makan). Status gizi indeks tinggi badan menurut umur menurut Soekirman (2000)
dapat memberikan gambaran perkembangan keadaan sosial ekonomi
masyarakat dari waktu ke waktu.
Ayah
Rendah 7.5 52.9 18.8 41.7 0.0 60.4 5.4 55.0 0.0 60.4
Sedang 4.6 29.2 8.3 25.4 0.0 33.8 4.2 29.6 0.0 33.8
Tinggi 0.0 5.8 0.8 5.0 0.0 5.8 0.0 5.8 0.0 5.8
Ibu
Rendah 5.8 27.1 10.4 22.5 0.0 32.9 3.8 29.2 0.0 32.9
Sedang 5.8 46.2 13.8 38.3 0.0 52.1 4.2 47.9 0.0 52.1
Tinggi 0.4 14.6 3.8 11.2 0.0 15.0 1.7 13.3 0.0 15.0
Ayah
Remaja 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Dewasa muda 1.7 20.4 3.8 18.3 0.0 22.1 2.9 19.2 0.0 22.1
Dewasa madya 9.6 64.6 22.5 51.7 0.0 74.2 5.8 68.3 0.0 74.1
Dewasa lanjut 0.8 2.9 1.7 2.1 0.0 3.8 0.8 2.9 0.0 3.8
Ibu
Remaja 1.2 0.8 0.0 2.1 0.0 2.1 0.0 2.1 0.0 2.1
Dewasa muda 3.8 38.3 12.1 30.0 0.0 42.1 3.8 38.3 0.8 42.1
Dewasa madya 7.1 48.3 15.4 40.0 0.0 55.4 5.8 49.6 0.4 55.4
Dewasa lanjut 0.0 0.4 0.4 0.0 0.0 0.4 0.0 0.4 0.0 0.4
Besar keluarga
Keluarga besar 2.5 19.2 6.7 15.0 0.0 21.7 4.2 17.5 0.0 21.7
Keluarga sedang 3.8 30.4 9.2 25.0 0.0 34.2 3.3 30.8 0.0 34.2
Keluarga kecil 5.8 38.3 12.1 32.1 0.0 44.2 2.1 42.1 0.0 44.2
pada kelompok sedang (berturut-turut yaitu 46.2%, 38.3%, 52.1%, 47.9% dan
52.1%). Adnyadewi (2004) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu
faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku
hidup sehat. Contoh dengan tingkat pendidikan ibu tinggi dan sudah KADARZI
memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga
bahwa pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi
dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan
formal akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak
informasi yang diserap (Campbell 2002).
Umur ayah dan ibu dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi
terbesar pada contoh berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi
terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan umur ayah pada
kelompok dewasa madya, berturut sebesar 64.6%, 51.7%, 74.2%, 68.3% dan
74.1%. Proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan
umur ibu pada kelompok dewasa madya, berturut sebesar 48.3%, 40.0%, 55.4%,
49.6% dan 55.4%. Berdasarkan Hurlock (1998) usia muda juga cenderung
menjadikan orang tua terutama ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya
sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas
pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, orang tua
yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati.
Contoh dengan kategori umur ayah dan ibu pada kelompok dewasa madya dan
sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum
KADARZI. Hal ini diduga bahwa ayah dan ibu yang lebih berumur telah menerima
perannya sebagai orang tua dengan sepenuh hati sesuai dengan pendapat
Hurlock (1998).
Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil memiliki proporsi terbesar
pada contoh dengan perilaku sudah KADARZI yaitu 26.7%. Bila dilihat
berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh
dengan perilaku KADARZI baik dengan besar keluarga adalah keluarga kecil,
berturut sebesar 38.3,%, 32.1%, 44.2%, 42.1% dan 44.2%. Menurut Suhardjo
(1996) bahwa semakin sedikit jumlah anak makan kesempatan anak untuk
tumbuh dan berkembang semakin baik. Contoh dengan kategori keluarga kecil
dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum
KADARZI. Hal ini diduga bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berdampak
pula terhadap kurangnya perhatian pada kaidah-kaidah hidup sehat, seperti
penyediaan makanan yang seimbang, kelayakan fasilitas rumah dan usaha untuk
mewujudkan perilaku hidup yang sehat (Harjono 2000). Untuk mengetahui
karakteristik sosial keluarga yang mempengaruhi status kesehatan anak balita,
39
dilakukan uji analisis korelasi spearman. Pada penelitian ini karakteristik sosial
keluarga yang diduga berpengaruh terhadap perilaku KADARZI antara lain
tingkat pendidikan ayah dan ibu, umur ayah dan ibu dan besar keluarga. Tabel 13
menunjukkan hasil uji korelasi spearman pada variabel-variabel tersebut.
Tabel 13 Hasil uji analisis korelasi spearman karakteristik sosial keluarga dengan
lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh.
Lima indikator
KADARZI
Karakteristik Makan Perilaku
Pemberian Penggunaan Konsumsi sosial makanan Penimbangan
KADARZI
ASI garam suplemen
keluarga beraneka balita contoh
ekslusif beriodium gizi
ragam
Tingkat
pendidikan r = r =
Ayah r = r = -p= r = -p= r =
0.029 p = 0.094 p = - r -0.009 p = - r 0.090 p =
Ibu 0.657 r 0.148 r =-p 0.891 r = =-p 0.166 r
= 0.148 p = 0.057 p =- 0.023 p = =- = 0.141 p
= 0.022 = 0.379 0.724 = 0.030
Umur r = r =
Ayah r = r = -p= r = 0.031 -p= r = -0.112
-0.088 p = -0.142 p = - r p = 0.633 - r p = 0.082
Ibu 0.175 r = 0.028 r = =-p r = =-p r = -0.042
0.009 p = -0.030 p = =- -0.036 p = =- p = 0.522
0.895 0.649 0.576
Besar r = -0.026 r = 0.022 r = - r = 0.180 r = - r = 0.084 keluarga p = 0.689 p = 0.730 p = - p =
0.005 p = - p = 0.194
anggotanya (Depkes 2009a). Perilaku orang tua terutama ibu memiliki peran
yang sangat penting terhadap keadaan gizi anaknya (Sediaoetama 2006).
Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI dengan status gizi berat badan
menurut umur dan tinggi badan menurut umur dijelaskan dalam tabel 14.
Tinggi badan
KADARZI Berat badan menurut umur
menurut umur
Gizi Gizi
Gizi buruk Normal Pendek Normal
kurang lebih
Makan makanan beraneka ragam
Belum baik 0.0 1.7 10.0 0.4 5.4 6.7
Baik 1.7 6.2 77.9 2.1 25.0 62.9
Pemberian ASI
Belum baik 0.8 2.1 24.2 0.8 7.1 20.8
Baik 0.8 5.8 63.8 1.7 23.3 48.8
Pengunaan garam beriodium
Belum baik 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Baik 1.7 7.9 87.9 2.5 30.4 69.6
Penimbangan balita
Belum baik 0.0 0.4 9.2 0.0 0.8 8.8
Baik 1.7 7.5 78.8 2.5 29.6 60.8
Konsumsi suplemen gizi sesuai
anjuran
Belum baik 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Baik 1.7 7.9 87.9 2.5 30.4 69.6
Perilaku KADARZI
Belum KADARZI 0.8 3.8 36.2 1.2 11.2 30.8
Sudah KADARZI 0.8 4.2 51.7 1.2 19.2 38.8
Dari hasil penelitian diketahui bahwa keluarga yang belum KADARZI pada
kelompok status gizi berat badan menurut umur normal lebih rendah (36.2%) dari
pada yang sudah KADARZI (51.7%). Keluarga yang belum KADARZI pada
kelompok status gizi tinggi badan menurut umur normal lebih rendah (30.8%) dari
pada yang sudah KADARZI (38.8%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik
perilaku KADARZI keluarga semakin baik status gizi balitanya baik berdasarkan
indikator berat badan menurut umur maupun tinggi badan menurut umur.
Proporsi terbesar contoh pada masing-masing indikator KADARZI yaitu contoh
dengan perilaku baik dan berstatus gizi balita normal baik pada status gizi
dengan indikator berat badan menurut umur maupun tinggi badan menurut umur.
41
Untuk melihat hubungan antar variabel maka dilakukan uji korelasi spearman
pada masing-masing variabel tersebut yang dijabarkan pada Tabel 15.
Tabel 15 Hasil uji korelasi spearman lima indikator KADARZI dan perilaku
KADARZI contoh terhadap status gizi balita berdasarkan indikator berat
badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur.
Status gizi
KADARZI Berat badan Tinggi badan
menurut umur menurut umur
Lima indikator KADARZI
Makanan beraneka ragam r = 0.034 p = 0.597 r = 0.116 p = 0.073
Pemberian ASI ekslusif r = 0.010 p = 0.880 r = -0.068 p = 0.293
Penggunaan garam beriodium r=- p=- r=- p=-
Penimbangan balita r =-0.029 p = 0.654 r = -0.154 p = 0.017
Konsumsi suplemen gizi r=- p=- r=- p=-
Perilaku KADARZI r = 0.022 p = 0.251 r = -0.068 p = 0.292
Kesimpulan
Sebagian besar contoh memiliki tingkat pendidikan ayah pada kelompok
rendah atau setara SMP kebawah (60.4%), sedangkan tingkat pendidikan ibu
pada kelompok sedang yaitu setingkat SMA (52.1%). Sebagian besar contoh
memiliki ayah dan ibu dengan kategori umur dewasa madya berturut-turut yaitu
74.2% dan 55.4%. Hampir separuh contoh memiliki besar keluarga termasuk
dalam kelompok keluarga kecil yaitu beranggotakan ≤ 4 orang (44.2%).
42
Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu mengingat masih
rendahnya pencapaian program KADARZI maka diharapkan adanya peningkatan
penyebaran informasi gizi, peran aktif petugas kesehatan dan kader dalam
pendampingan keluarga untuk mewujudkan keluarga sadar gizi. Peningkatan
upaya untuk meningkatan pencapaian program lima indikator KADARZI terutama
pada program yang belum mencapai target yaitu program ASI ekslusif dengan
cara melaksanakan penyuluhan mengenai penting ASI ekslusif bagi kesehatan
43
dan kecerdasan anak, perawatan payudara sejak dini untuk memperoleh ASI
yang berkualitas serta memotivasi ibu untuk memberikan ASI saja pada bayi 0 –
6 bulan. Peningkatan program kesehatan dalam upaya perbaikan status gizi
masyarakat terutama balita, pemantauan dan tindakan cepat guna mengobati
dan mencegah angka serta kasus gizi buruk menjadi meningkat melalui upaya
pemberian bantuan pada balita yang dilaporkan menderita kasus gizi yaitu
berupa pemberian PMT susu dan biskuit. Penilaian KADARZI dan status gizi
secara kuantitatif kurang menggambarkan kondisi masyarakat yang sebenarnya,
sebaiknya penilaian dilakukan secara kualitatif dengan memperhatikan faktor
sosio-ekonomi masyarakat serta ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Fitri SJ. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat Kesadaran Gizi
Keluarga dan Hubungannya dengan Status Gizi Balita Di Kelurahan Parak
Batuang Kecamatan Payakumbuh Barat Kotamadya Payakumbuh [kti].
Padang : Poltekkes Depkes RI Padang.
Gabriel A. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Serta Hidup Bersih
Dan Sehat Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi Dan Kesehatan Balita di
Desa Cikarawang Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak edisi ke-6. M Tjandra dan Zarkasih,
penerjemah. Jakarta : Erlangga.
Jelliffe DB, Jellife EFP. 1979. Human Milk in the Modern World. New York: Oxford
University Press.
Muchtadi D. 2002. Gizi untuk Bayi (ASI, Susu Formula, dan Makanan
Tambahan). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
46
Pramuditya SW. 2010. Kaitan Antara Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi
Ibu, Serta Pola Asuh dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dan Status Gizi
Anak [skrips]. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman
Pendidikan Karakter Sutera Alam Desa Sukamantri [skripsi]. Bogor :
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogot.
Riyadi H. 1993. Metode Penilaian Status Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi.
Tarwotjo LG & Soekirman. 1987. Status Gizi Anak. Gizi Indonesia, 12 (1) : 7-14.
Tim Penyusun. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010.
Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Widiyawati R. 2004. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu Dengan Pola
Pengasuhan Anak Balita di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor
[skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan bagi Bayi - Anak Sapihan. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Yulianti R. 2010. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu, PHBS, dan Konsumsi Balita
dengan Status Gizi Balita (TB/U) di Pedesaan dan Perkotaan [skripsi].
Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
48
III. PERTANYAAN UNTUK IBU HAMIL DAN IBU NIFAS ATAU YANG MEMPUNYAI
BAYI USIA < 3 BULAN
49
(Jika tidak ada Ibu hamil atau Ibu mempunyai bayi umur
< 3 bulan, langsung kepertanyaan No.20)
……………………………
Catatan pewawancara :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………...
51
Lampiran 2
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Tingkat Ayah Ibu Total
Pendidikan
Orang Tua n % n % n %
Rendah 145 60.4 79 32.9 224 46.7 42.9
Sedang 81 33.8 125 52.1 206 10.4
Tinggi 14 5.8 36 15.0 50
Total 240 100.0 240 100.0 480 100.0
100.
0
setahun
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan
tinggi badan menurut umur
Status Gizi n %
Berat badan menurut umur
Gizi buruk 4 1.7
Gizi kurang 19 7.9
Normal 211 87.9
Gizi lebih 6 2.5
Tinggi badan menurut umur
Pendek 73 30.4
Normal 167 69.6
Ayah
Rendah 7.5 52.9 18.8 41.7 0.0 60.4 5.4 55.0 0.0 60.4
Sedang 4.6 29.2 8.3 25.4 0.0 33.8 4.2 29.6 0.0 33.8
Tinggi 0.0 5.8 0.8 5.0 0.0 5.8 0.0 5.8 0.0 5.8
Ibu
Rendah 5.8 27.1 10.4 22.5 0.0 32.9 3.8 29.2 0.0 32.9
Sedang 5.8 46.2 13.8 38.3 0.0 52.1 4.2 47.9 0.0 52.1
Tinggi 0.4 14.6 3.8 11.2 0.0 15.0 1.7 13.3 0.0 15.0
Ayah
Remaja 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Dewasa muda 1.7 20.4 3.8 18.3 0.0 22.1 2.9 19.2 0.0 22.1
Dewasa madya 9.6 64.6 22.5 51.7 0.0 74.2 5.8 68.3 0.0 74.1
Dewasa lanjut 0.8 2.9 1.7 2.1 0.0 3.8 0.8 2.9 0.0 3.8
Ibu
Remaja 1.2 0.8 0.0 2.1 0.0 2.1 0.0 2.1 0.0 2.1
Dewasa muda 3.8 38.3 12.1 30.0 0.0 42.1 3.8 38.3 0.8 42.1
Dewasa madya 7.1 48.3 15.4 40.0 0.0 55.4 5.8 49.6 0.4 55.4
Dewasa lanjut 0.0 0.4 0.4 0.0 0.0 0.4 0.0 0.4 0.0 0.4
Besar keluarga
Keluarga besar 2.5 19.2 6.7 15.0 0.0 21.7 4.2 17.5 0.0 21.7
Keluarga sedang 3.8 30.4 9.2 25.0 0.0 34.2 3.3 30.8 0.0 34.2
Keluarga kecil 5.8 38.3 12.1 32.1 0.0 44.2 2.1 42.1 0.0 44.2
Tabel 13 Hasil uji analisis korelasi spearman karakteristik sosial keluarga dengan
lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh.
Lima indikator KADARZ I
Karakteristik Makan Perilaku
Pemberian Penggunaan Konsumsi
sosial makanan Penimbangan KADARZI
ASI garam suplemen
keluarga beraneka balita contoh
ekslusif beriodium gizi
ragam
Tingkat
pendidikan r = r =
Ayah r = r = -p= r = -p= r = 0.090
0.029 p = 0.094 p = - r -0.009 p = - r p = 0.166
Ibu 0.657 r 0.148 r =-p 0.891 r = =-p r = 0.141
= 0.148 p = 0.057 p =- 0.023 p = =- p = 0.030
= 0.022 = 0.379 0.724
Umur r = r =
Ayah r = r = -p= r = 0.031 -p= r = -0.112
-0.088 p = -0.142 p = - r p = 0.633 - r p = 0.082
Ibu 0.175 r = 0.028 r = =-p r = =-p r = -0.042
0.009 p = -0.030 p = =- -0.036 p = =- p = 0.522
0.895 0.649 0.576
Besar r = -0.026 r = 0.022 r = - r = 0.180 r = - r = 0.084 keluarga p = 0.689 p = 0.730 p = - p =
0.005 p = - p = 0.194
Tinggi badan
KADARZI Berat badan menurut umur
menurut umur
Gizi Gizi
Gizi buruk Normal Pendek Normal
kurang lebih
Makan makanan beraneka ragam
Belum baik 0.0 1.7 10.0 0.4 5.4 6.7
Baik 1.7 6.2 77.9 2.1 25.0 62.9
Pemberian ASI
Belum baik 0.8 2.1 24.2 0.8 7.1 20.8
Baik 0.8 5.8 63.8 1.7 23.3 48.8
Pengunaan garam beriodium
Belum baik 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Baik 1.7 7.9 87.9 2.5 30.4 69.6
Penimbangan balita
Belum baik 0.0 0.4 9.2 0.0 0.8 8.8
Baik 1.7 7.5 78.8 2.5 29.6 60.8
Konsumsi suplemen gizi sesuai
anjuran
Belum baik 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Baik 1.7 7.9 87.9 2.5 30.4 69.6
Perilaku KADARZI
Belum KADARZI 0.8 3.8 36.2 1.2 11.2 30.8
Sudah KADARZI 0.8 4.2 51.7 1.2 19.2 38.8
56
Tabel 15 Hasil uji korelasi spearman lima indikator KADARZI dan perilaku
KADARZI contoh terhadap status gizi balita berdasarkan indikator berat
badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur.
Status gizi
KADARZI Berat badan Tinggi badan
menurut umur menurut umur
Lima indikator KADARZI
Makanan beraneka ragam r = 0.034 p = 0.597 r = 0.116 p = 0.073
Pemberian ASI ekslusif r = 0.010 p = 0.880 r = -0.068 p = 0.293
Penggunaan garam beriodium r=- p=- r=- p=-
Penimbangan balita r =-0.029 p = 0.654 r = -0.154 p = 0.017
Konsumsi suplemen gizi r=- p=- r=- p=-
Perilaku KADARZI r = 0.022 p = 0.251 r = -0.068 p = 0.292