You are on page 1of 11

KEBIJAKAN REFORMULASI ANCAMAN PIDANA MATI TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Barda Nawawi Arief


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jalan Prof. Sudarto, SH. Tembalang, Semarang

Abstract

Corruption in Indonesia systematically in all sectors of public life, has threatened the efforts of
sustainable development and the achievement of social welfare in Indonesia. Society demanded that
the death sentence meted out to the criminals, so that corruption can be prevented and eradicated
systematically. However, until now there has been no single criminals sentenced to death. This happens
because of the legal weaknesses in the formulation death sentence for corruption. Some disadvantages
juridical include: the death penalty only for offenses threatened enrich themselve.s I others I corporate
corruption, death penalty only for corruption perpetrated under certain circumstances, the Jaw does not
formulate terms I limitations repetition acts criminal (recidive) for corruption, crime repeated terms and
repetition period in terms of providing capital punishment for repeat offenses (recidive) for corruption.
Reformulation of capital punishment for corruption should be threatened by the principal alternative to
other types of criminal offens~specific corruption offenses considered very disgraceful and extremely
harmful and damaging the widersociety (nation I state). In addition, given the threat of the death penalty
is a last resort in combating corruption should also formulated an alternative capital punishment or other
forms of death penalty mitig:,tion.

Keywords: policy, reformulation, death penalty, and corruption.

Abstrak

Korupsi yang terjadi di Indonesia secara sistematis di semua sektor kehidupan masyarakat, telah
mengancam upaya pembangunan berkelanjutan dan pencapaian kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Masyarakat menuntut agar hukuman mati dijatuhkan kepada para koruptor, supaya korupsi
dapat dicegah dan diberantas secara sistematis. Namun, sampai saat ini be/um ada satupun koruptor
yang dihukum mati. Hal ini terjadi karena berbagai kelemahan yuridis dalam formulasi ancaman pidana
mati bagi koruptor. Beberapa kelemahan yuridis tersebut antara Jain: pidana mati hanya diancamkan
untuk tindak pidana memperkaya diri sendirilorang lainlkorporasi dalam korupsi, pidana mati
diancamkan untuk tindak pidana korupsi tertentu yang dilakukan dalam keadaan tertentu saja, undang­
undang tidak merumuskan pengertianl batasan pengulangan tindak pidana (recidive) untuk korupsi,
syarat tindak pidana yang diulangi dan tenggang waktu pengulangannya dalam ha/ memberikan
ancaman pidana mati untuk pengulangan tindak pidana (recidive) untuk korupsi. Reformulasi ancaman
pidana mati untuk tindak pidana korupsi seharusnya diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana
pokok lainnya untuk delik­delik korupsi tertentu yang dipandang sangat terce/a dan sangat merugikan
dan merusak kehidupan masyarakat luas (berbangsal bernegara). Selain itu, mengingat ancaman
pidana mati merupakan upaya terakhir dalam pemberantasan tindak pidana korupsi seharusnya juga
dirumuskan altematifpidana mati atau bentuk­bentuk peringanan pidana mati.

Kata Kunci: kebijakan, reformulasi, pidana mati, dan korupsi.

23
MMH, Ji/id 42 No. 1 Januari 2013

A. Pendahuluan perlu dilakukan supaya ancaman pidana mati dapat


Korupsi dalam pandangan masyarakat dunia dioperasionalkan.
sering disebut sebagai suatu kejahatan luar biasa
(extra ordinary crime). United Nations Convention B. Pembahasan
Against Corruption (UNCAC) menyatakan bahwa 1. KebijakanPidana Mati untukKoruptor
korupsi, merupakan ancaman bagi keamanan dan Peraturan perundang-undangan untuk
kestabilan masyarakat (threat to the stability and memberantas korupsi di Indonesia, sudah ada sejak
security of societies); merusak nilai-nilai dan zaman Belanda (dalam KUHP/WvS). Dalam
lembaga-lembaga demokrasi (undermining the perkembangannya setelah Indonesia merdeka,
institutions and values of democracy), merusak nilai- keluar Peraturan Penguasa Militer No. PRT/
nilai moral dan keadilan (undermining ethical values PM/06/1957, Peraturan Penguasa Perang Pusat
and justice); membahayakan "pembangunan yang Angkatan Darat No. PRTI PEPERPU/013/1958, UU
berkelanjutan• dan "rule of law" Ueopar­dizing No. 24/Prp/ 1960, UU No. 3/1971 yang kemudian
sustainable development and the rule of law); dan diganti dengan UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001.
mengancam stabilitas politik (threaten the poNtical Dilihat dari sejarah perkembangan peraturan
stability). Oleh karena itu, masyarakat dunia perundang-undangan untuk membe-rantas korupsi
memberi perhatian yang sangat serius untuk di Indonesia itu, awalnya tidak ada pidana mati untuk
memberantas korupsi dengan cara-cara luar biasa, koruptor. Pidana mati untuk koruptor baru
melalui kebijakan penanggulangan korupsi yang dimunculkan pada tahun 1999 melalui UU No.
integral dan komperhensif. 31/1999 untuk menampung aspirasi dan tuntutan
Korupsi yang demikian maraknya terjadi di masyarakat yang sangat kuat di era reformasi
Indonesia secara sistematis di semua sektor mengingat semakin marak-nya korupsi di Indonesia.
kehidupan masyarakat, telah mengancam upaya Oalam "Penjelasan Umum' UU No. 31/1999
pembangunan berkelanjutan dan pencapaian dinyatakan, bahwa ancaman pidana mati itu
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada awal diadakan "dalam rangka mencapai tujuan yang lebih
bergulirnya reformasi, salah satu tuntutan dan efektif untuk mencegah dan memberantas tindak
aspirasi masyarakat yang sangat kuat adalah pidana korupsi'.
hukuman mati dijatuhkan kepada para koruptor. Pidana mati merupakan masalah pro-kontra
Masyarakat beranggapan bahwa hukuman mati yang sudah lama diperdebatkan, baik dalam forum
merupakan upaya dalam mencapai tujuan yang nasional maupun intemasional. Dipilihnya pida-na
lebih efektif untuk mencegah dan memberantas mati sebagai salah satu sarana kebijakan kriminal
tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, pidana mati (kebijakan penanggulangan kejahatan), khususnya
terhadap tindak pidana korupsi diancamkan dalam dalam menanggulangi korupsi di Indonesia melalui
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jucto UU No. 31/1999, merupakan hal yang wajar. Alasan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang yang dapat dikemukakan antara lain:
Tindak Pidana Korupsi. a. Dilihat dari sudut kebijakan hukum pidana (penal
Namun dalam kenyataannya, sudah sebelas policy):
tahun sejak keluamya UU No. 31/1999, sampai saat 1) Digunakan dan dipilihnya suatu jenis sanksi
ini belum ada seorang koruptorpun yang dijatuhi pidana (termasuk pidana mati) dalam
pidana mati. Berbeda halnya dengan pelaku tindak kebijakan hukum pidana (penal policy), pada
pidana narkotika, yang sudah banyak (puluhan) dasamya merupakan bagian dari kebijakan
dijatuhi pidana mati. Menurut hemat penulis, kriminal (criminal policy) dan kebijakan sosial
penyebab utama belum adanya koruptor yang (social policy) yaitu kebijakan untuk mencapai
dihukum mati ialah karena kelemahan yuridis dalam kesejahteraan dan perlindungan masyarakat.
formulasi ancaman pidana mati bagi koruptor, 2) Mengingat kondisi dan perkembangan
sehingga ancaman pidana mati belum pemah kejahatan berbeda dan bisa berubah untuk
dijatuhkan terhadap koruptor. Oleh karena itu, setiap masyarakat, maka kebijakan penen-
reformulasi ancaman pidana mati untuk koruptor tuan jenis dan lamanya pidana bisa saja

Lihaturaian diatas (Bab I).

24
Barda Nawawi Arie(, Kebijakan Reformulasi Ancaman Pidana Mali Korupsi

berubah.1 Misalnya: b. Dilihat dari perbandingan dan konsistensi


1) Di Amerika Latin, walau banyak negara kebijakan legislatif (hukum positiD di Indonesia,
yang telah menghapus pidana mati, serta dilihat dari sudut hakiki delik dan
namun Brazil masih membolehkan pidana akibat/bahayanya korupsi, juga cukup
mati untuk keadaan eksepsional; beralasan.
2) Filipina pada tahun 1987 menghapus 1) Kebijakan legislatif saat ini di Indonesia yang
pidana mati, tetapi pada tahun 1993 menggunakan ancaman pidana mati cukup
mengintrodusir kembali pidana mati dan banyak, antara lain terdapat dalam:
pada tahun 2006 menghapus kembali a) KUHP: ada 11 tindak pidana, antara lain
pidana mati. 2 pencurian & pemerasan dgn pemberatan
3) Negara-negara bagian di USA -Ps. 365: 4, Ps. 368:2;
kebanyakan menunda pelaksanaan b) UU No. 12/Drt/1951 (Senjata Api) - Ps 1
pidana mati sejak tahun 1972, tetapi (1) - delik formal (membawa senjata api
karena perubahan keadaan kemudian dsb);
menghidupkannya kembali. 3 c) Perpu No. 21/1959 (pemberatan pidana
4) Untuk mengatasi semakin meningkatnya untuk TPE)- Ps 2;
"Driving while impaired· (mengendarai d) UU No. 31/PNPS/1964 (Tenaga Atom) -
kendaraan dalam keadaan pengaruh Ps.23;
alkohol), di Kanada menerapkan sistem e) UU No. 5/1997 (Psikotropika)-Ps 59 (2);
pidana minimal wajib (MMS - mandatory D U U No. 22/1997 (Narkotika) - Ps 60 & 82;
minimum sentence) untuk delik itu;4 sudah diganti UU 35/2009
5) Untuk mengatasi semakin meningkatnya g) UUNo.31/1999(TPK)-Ps2(2)
delik pembunuhan, Kanada juga h) UU No. 26/2000 (Pengadilan HAM) - Ps
menggunakan sistem MMS berupa 36, 37, 41, 42ayat (3)
"pidana penjara seumur hidup" untuk delik i) UU No. 15/2003 (Terrorisme) - Ps 6, 8, 9,
pembunuhan.5 10, 14, 15, 16.
6) Untuk mengatasi semakin meningkatnya j) UU No. 9/2008 (Penggunaan Bahan &
delik perampokan bersenjata yang Senjata Kimia)-Ps. 27
berakibat mati dan kematian istri akibat k) UU No. 35/2009(Narkotika)-Ps 113, 114,
KORT (Dowry death), India juga 116, 118, 119, 121, 132, 133, 144.
menerapkan MMS berupa wajib minimal 7 c. Dari ketentuan di atas ter1ihat, bahwa untuk delik
tahun penjara. 6 yang lebih ringan dari korupsi saja diancam
7) Untuk mengatasi delik kekerasan seksual pidana mati (seperti pencurian dengan
dan pemerkosaan dengan menggunakan pemberatan, pemerasan dengan pemberatan,
senjata atau alat lain yang menimbulkan dan membawa senjata api), apalagi korupsi yang
kematian bagi korban ( Sexual Coercion kualitas/bobotnya dipandang lebih serius dan
and Rape Resulting in Death,§ 178 StGB) lebih membawa dampak negatif yang sangat
dan untuk delik Sexual Abuse of Children luas dalam kehidupan bermasyarakat. Ter1ebih
Resulting in Death (§§ 176 b), KUHP fenomena korupsi di Indonesia sudah
Jerman memberi ancaman pidana "menqqurita", dan bahkan ada "korupsi
penjara seumur hidup atau minimal 10 berjamaah", Ancaman bahaya korupsi
tahun (kedua delik itu sebelumnya hanya ditegaskan dalam UNCAC 2003 yang
diancam dgn minimal 5 m.):' menyatakan, bahwa korupsi:

2 htto:1/Web.amnestyorg{DagesldeathoenattyiiQUntnes-eng
3 Ada sekitar 38 negara bagian yang menghidupkan kembali pidana maU. lihat di atas.
4 Lihat Barda. 'Tinjauan terhadap ?enggunaan Sanlcsi Pidana M111inar, bahan Pertemuan llmiah SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA, BPHN -
Depkvmham. Jakarta, 27 Nopember 2007, dan dan bert>agai sumber internet. http://www.safln oro/ za/otherfzalc/ip/11111-CHAPTER-3.htm'#Heading 7 49 dan
http://WKW.ussc.govhnanminhnanmin51. htm,http:lhw(w par1.gc.caf111formationllibrarylPRBpubs/prb0553-e.htm
5 Ibid.
6 Ibid.
7 Taijana Homle, Penal Law and Sexuality: Rece/11 Reforms in German Criminal Law, http://wings. buffalo.edunaw/bdc/bdrarticles/3(2)/homle.pdf

25
MMH, Ji/id 42 No. 1 Januari 2013

1) merupakan ancaman bagi keamanan dan dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
kestabilan masyarakat (threat to the stability keadaan tertentu, pidana mati dapat
and security of societies); dijatuhkan·.
2) merusak nilai-nilai dan lembaga-lembaga Selanjutnya dalam "Penjelasan Pasal 2 ayat
demokrasi ( undermining the institutions and (2r dinyatakan :
values of democracy), Yang dimaksud dengan "keadaan
3) merusak nilai-nilai moral dan keadilan tertentu• dalam ketentuan ini
( undermining ethical values andjustice); dimaksudkan sebagai pemberatan bagi
4) membahayakan "pembangunan yang pelaku tindak pidana korupsi apabila
berkelanjutan" dan "rule of laW­ Ueopar­dizing tindak pidana tsb dilakukan pada waktu
sustainable development and the rule of law); negara dalam keadaan bahaya sesuai
dan dengan undang-undang yang berlaku,
5) mengancam stabilitas politik (threaten the pada waktu terjadi bencana alam
political stability). nasional, sebagai pengulangan tindak
d. Adanya ancaman pidana mati dalam UU No. pidana korupsi, atau pada waktu negara
31/1999 itu menunjukkan keseriusan pe- da-lam keadaan krisis ekonomi dan
merintah dan DPR pada waktu itu untuk moneter.
memberantas korupsi. Namun dalam ke- Penjelasan Pasal 2 ayat 2 di atas mengalami
nyataannya, sudah sebelas tahun sejak perubahan oleh UU No. 20/2001 sebagai
keluarnya UU No. 31/1999, sampai saat ini berikut:
belum ada seorang koruptorpun yang dijatuhi Yang dimaksud dengan "keadaan
pidana mati. Berbeda halnya dengan pelaku tertentu" dalam ketentuan ini adalah
tindak pidana narkotika, yang sudah banyak keadaan yang dapat dijadikan alasan
(puluhan) dijatuhi pidana mati. pemberatan pidana bagi pelaku tindak
pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana
2. Kebijakan Formulasi Pidana Mati untuk tersebut dilakukan terhadap dana-dana
Koruptor dalam Perundang-undangan Saat yang diperuntukkan bagi penanggulangan
lni keadaan bahaya, bencana alam nasional,
a. Dipilihnya atau ditetapkannya pidana mati penanggu-langan akibat kerusuhan sosial
sebagai salah satu sarana untuk yang meluas, penanggulangan krisis
menanggulangi kejahatan pada hakikatnya ekonomi dan moneter, dan pengulangan
merupakan suatu pilihan kebijakan. Dalam tindak pidana korupsi.
menetapkan suatu kebijakan, bisa saja orang c. Kebijakan formulasi yang demikian mengan-
berpendapat pro atau kontra terhadap pidana dung beberapa kelemahan dan memberi kesan
mati. Namun setclah kebijakan "kekurangseriusan· pembuat undang-undang
diambil/diputuskan dan kemudian dirumuskan untuk menerapkan pidana mati. Beberapa
(diformulasikan) dalam suatu undang-undang, kelemahan itu dapat dijelaskan sebagai
maka dilihat dari sudut kebijakan hukum pidana berikut:
(penal policy) dan kebijakan kriminal (criminal 1) Pidana mati sebagai pemberatan pidana,
policy), kebijakan formulasi pidana mati itu hanya diancamkan untuk TPK tertentu
tentunya diharapkan dapat diterapkan pada dalam Pasal 2 (1), yaitu "melakukan
tahap aplikasi. Masalahnya adalah, apakah perbuatan memperkaya diri sendiri/ orang
kebijakan formulasi pidana mati dalam UU No. lain/ korporasi secara melawan hukum'.
31/1999 cukup operasionall fungsional untuk Jadi tidak ditujukan kepada semua bentuk
diterapkan secara efektif dalam rangka TPK, padahal dalam "Penjelasan Urnum'
memberantas korupsi di Indonesia? dinyatakan, bahwf tujuan dibuatnya UU No.
b. Kebijakan formulasi pidana mati dalam UU No. 31/1999 ini (sebagai pengganti UU No.
31/1999 hanya tercantum dalam satu pasal, 3/1971) adalah unfuk memberantas "setiap
yaitu Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi : bentuk tindak pidana korupsi". Deng an
"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana diancamkannya pidana mati (sebagai

26

'----~---- I\~-------~-------------------
Batda Nawawi Arie(. Kebijakan Reformulasi Ancaman Picfana Mali Korupsi

pemberatan pidana) hanya untuk TPK perumusan pasal, tetapi hanya dimasukkan
dalam Pasal 2, berarti pidana mati tidak dalam "penjelasan Pasal 2".
mungkin dapat dijatuhkan terhadap TPK 4) Alasan "keadaan tertentu" untuk adanya
lainnya. pidana mati bagi koruptor menurut
2) Menurut Pasal 2 (2), pidana mati Penjelasan Pasal 2 UU No. 31/1999 dan
merupakan pemberatan pidana terhadap perubahan dalam UU No. 20/2001, dapat
delik dalam Pasal 2 (1) yang diancam digambarkan sbb:
dengan pidana seumur hidup atau penjara "Keadaan tertentu" yang bersifat "alasan
20 tahun. Di dalam UU No. 31/1999 jo UU kondisional/situasional" untuk dapat
No. 20/2001, TPK yang diancam dengan dijatuhkannya pidana mati dalam
pidana seumur hidup atau maksimum penjelasan Pasal 2 di atas, sulit atau jarang
penjara 20 tahun tidak hanya terdapat terjadi, terutama syarat "negara dalam
dalam Pasal 2, tetapi terdapat jug a dalam : keadaan bahaya", adanya "bencana alam
a) Pas a I 3 : pen ya I ah gun a an nasional", dan adanya "krisis ekonomi dan
kewen a ngan/kesempatan/s a ran a moneter". Keadaan-keadaan terse but
karena jabatan atau kedudukan; mungkin baru muncul sekali dalam rentang
b) Pasal 12: penerimaan suap (suap pasil) waktu sekitar 30 - 60 tahun, seperti
oleh pegawai negeri/ penyelenggara munculnya "gempa tsunami" dan "krismon".
Negara, hakim, dan advokat. 5) "Keadaan tertentu" yang paling mungkin
Oleh karena itu, dirasakan janggal kalau terjadi adalah alasan juridis berupa
pidana mati hanya diancamkan terhadap "pengulangan tindak pidana" (" recidive").
delik dalam Pasal 2. Padahal dalam Namun sangat disayangkan, UU No.
pandangan masyarakat dan dilihat dari 31/1999 tidak memuat aturan maupun
hakikat korupsi sebagai delik jabatan, pengertian/batasan • recidive", pad aha I
perbuatan "menyalahgunakan kewenangan "pengulangan" merupakan suatu istilah
jabatan/kedudukan" (Pasal 3) dan teknis juridis. Sebagai suatu istilah juridis,
"penerimaan suap oleh pegawai negeri/ seharusnya ada pengertian/batasan/
penyelenggara Negara, hakim, dan aturannya sebagaimana istilah juridis
advokat" (Pasal 12) dirasakan lebih tercela lainnya (seperti istilah "percobaan",
daripada "memperkaya diri" (Pasal 2); "pembantuan", "permufakatan jahat").
setidak-tidaknya harus dipandang sama Terlebih dalam KUHP (sebagai aturan
berat, dan oleh karenanya juga layak untuk induk), juga tidak ada aturan umum tentang
diancam dengan pidana mati, terlebih delik recidive; yang ada hanya aturan khusus di
penyuapan justru paling menonjol dalam dalam Buku II (Kejahatan) dan Buku Ill
berbagai kasus korupsi selama ini. (Pelanggaran). Jadi sistem yang berlaku
3) Kelemahan lain, berkaitan dengan saat ini menganut "recidive khusus", bukan
formulasi "keadaan tertentu" yang menjadi "recidive umum". Dianutnya "recidive
alasan pemberatan pidana untuk dapat khusus" inipun terlihat juga dalam UU
dijatuhkannya pidana mati. Dalam berbagai khusus di luar KUHP, antara lain
formulasi UU, "keadaan tertentu• yang dirumuskan dalam Pasal 96 UU Narkotika
menjadi alasan pemberatan pidana pada No. 22/1997 yang menyatakan:
umumnya dirumuskan secara tegas dalam Barang siapa dalam jangka waktu 5 (lima)
perumusan delik yang bersangkutan (lihat tahun melakukan pengulangan tindak
misalnya pemberatan pidana untuk pidana sebagaimana dimaksud dalam
penganiayaan dalam Pasal 356 KUHP dan Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85 dan
pemberatan pidana untuk pencurian dalam Pasal 87 pidananya dapat ditambah dengan
Pasal 365 KUHP). Namun dalam Pasal 2 sepertiga dari pidana pokok, kecuali yang
ayat (2) UU No. 31/1999, "keadaan tertentu" dipidana dengan pidana mati, seumur hidup
yang menjadi alasan pemberatan pidana itu atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
tidak dirumuskan secara tegas dalam (huruf tebal dan miring dari Pen.).

27
MMH, Ji/Id 42 No. 1 Januari 2013

Pasal di atas mengalami perubahan dalam (melakukan penggelapan uang/surat


UU Narkotika yang baru (UU No. 35/ 2009) berharga karena jabatan), atau delik dalam
menjadi Pasal 144 (1). sebagai berikut: Pasal 10 (pejabat yg menggelapkan barang
Pasal 144 (1) bukti), atau delikdalam Pasal 11 (menerima
Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 hadiah atau janji padahal diketahui atau
(tiga) tahun melakukan pengulangan tindak patut diduga, bahwa hadiah atau janji
pidana sebagaimana dimaksud dalam tersebut diberikan karena kekuasaan atau
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, kewenangan yang berhubungan dengan
Pasal115,Pasal116,Pasal117,Pasal118, jabatannya), atau delik dalam Pasal 12
Pasal119,Pasal120,Pasal121,Pasal122, (pejabat yang menerima suap, melakukan
Pasal123,Pasal124,Pasal125,Pasal126, pemerasan dsb.) atau delik-delik lainnya,
Pasal 127 ayat ( 1), Pas al 128 ayat ( 1), dan maka secara juridis formal tidak dapat
Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dikatakan ada pengulangan dan dengan
dengan 1/3 (sepertiga). demikian si pelaku akan lolos dari ancaman
Demikian pula Pasal 72 UU No. 5/1997 pemberatan pidana mati.
(tentang Psikotropika), mengandung di 6) Walaupun UU No. 3/71 dan UU No. 31/99jo.
dalamnya aturan recidive sebagai berikut: UU No. 20/2001 tidak membuat aturan
Jika tindak pidana psikotropika tersendiri untuk recidive, namun
dilakukan dengan menggunakan anak pengulangan terhadap delik jabatan dalam
yang belum berumur 18 (delapan belas) Pasal 8, 10, 12 UU No. 31/1999 sebenamya
tahun dan belum menikah atau orang masih dapat dijaring dengan Pasal 486
yang di bawah pengampuan atau KUHP. Dalam Pasal 486 KUHP ini, ada
ketika melakukan tindak pidana ketentuan recidive untuk delik jabatan
be/um lewat dua tahun sejak selesai dalam Pasal 415 KUHP (penggelapan
menjalani seluruhnya atau sebagian uang/surat berharga karena jabatan ), Pasal
pidana penjara yang dijatuhkan 417 KUHP (penggelapan barang bukti oleh
kepadanya, ancaman pidana ditambah pejabat); dan Pasal 425 KUHP (pemerasan
sepertiga pidana yang bertaku untuk oleh pejabat). Ketiga delik jabatan itu (Pas al
tindak pidana tersebut. (huruf tebal dan 415, 417, dan 425 KUHP) oleh UU No.
miring dari Pen.). 3/1971 dijadikan TPK, yaitu ketiga-tiganya
Jadi dalam peraturan perundang- dimasukkan dalam Pasal 1 sub 1 c; dan oleh
undangan, umumnya dirumuskan syarat- UU No. 31/1999dimasukkan dalam Pasal8
sy arat khusus adanya recidive (untuk Pasal 415), Pasal 10 (untuk Pasal
(pengulangan), yaitu: 417), dan Pasal 12 sub f, g, h (untuk Pasal
a) s y a r a t • t e n g g a n g w a k t u • 425). Jadi walaupun UU No. 3/71 dan UU
pengulangannya, maupun No. 31/99 jo. UU No. 20/2001 tidak
b) syarat "perbuatan (tindak pidana)" membuat aturan tersendiri untuk recidive,
yang diulangi. namun pengulangan terhadap ketiga delik
Untuk syarat "tindak pidana yang jabatan itu sebenamya masih dapat dijaring
diulangi", memang di dalam Pasal 2 (2) UU dengan adanya Pasal 486 KUHP. Namun
TPK di atas sudah disebutkan. Namun sangat disayangkan, dengan adanya UU
dengan tidak disebutkannya batas No. 20/2001 ketiga pasal KUHP tersebut
tenggang waktu pengulangannya dan sejak (Pasal 415, 417, 425) termasuk pasal-pasal
kapan tenggang waktu itu dihitung, hal ini yang "dinyatakan tidak berlaku" oleh Pasal
dapat menimbulkan masalah. Di samping 43 B, sehingga praktis tidak rnungkin lagi
itu, apabila TPK yang diulangi (dilakukan dijaring dengan ketentuan recidive dalam
kedua kali dst.) adalah TPK lain, misal TPK KUHP. Tertebih "pengulangan" yang disebut
dalam Pasal 3 (penyalahgunaan wewenang dalarn "penjelasan· UU No. 31/1999 hanya
jabatan), atau delik dalam Pasal 8 tertuju pada delik dalarn Pasal 2 (1), tidak

28
Barda Nawawi Arie(. Kebijakan Reformulasi Ancaman Pidana Mali Korupsi

untuk delik dalam Pasal 8, Pasal 10, dan dalam sistem hukum pidana positif
Pasal 12. 1) Pidana mati dalam hukum positif selama ini
7) Kelemahan lain ialah, pemberatan pidana merupakan salah satu pidana pokok. Namun
mati dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 31/1999 dalam kebijakan formulasi selama ini, pidana
hanya ditujukan pad a "orang". Tidak ada mati tidak pernah dirumuskan secara tunggal
pemberatan pidana terhadap korporasi (yang mengandung sifat imperatif/absolut),
yang melakukan tindak pidana korupsi tetapi selalu dirumuskan secara altematif
dalam "keadaan-keadaan tertentu" dengan jenis-jenis pidana pokok lainnya dan
sebagaimana disebutkan di atas. Walaupun hanya diancamkan untuk delik-delik tertentu.
pidana mati tidak bisa dikenakan pada 2) Jadi, walaupun pidana mati merupakan
korporasi, namun seharusnya tersedia juga pidana pokok, namun hakikatnya merupakan
pemberatan pidana untuk korporasi yang "pidana pokok yang bersifat khusus dan
bobotnya dapat diidemikkan dengan pidana selalu diancamkan secara alternatif. Dengan
mati. Misalnya pencabutan izin usaha perumusan altematif demikian, berarti pidana
selama-lamanya atau pembubaran/ mati dipandang sebagai alternatif terakhir
penutupan korporasi. atau "upaya terakhir" (the last resort) dalam
Karena adanya beberapa kelemahan melindungi masyarakat.
formulasi di atas, tidak mustahil pidana mati 3) Hakikat pidana mati yang bersifat altematif
sulit atau jarang dapat dijatuhkan terhadap dan tidak absolut itu, nampaknya sesuai
para koruptor di Indonesia. Sangat dengan hasil penelitian maupun dari sudut
disayangkan kelemahan formulasi pidana pandang religius. Dari hasil penelitian yang
mati dalam Pasal 2 (2) UU No. 31/1999 itu, pemah dilakukan oleh Fakultas Hukum
tidak dilihat sebagai suatu masalah yang UNDIP bekerjasama dengan Kejaksaan
seharusnya diperbaiki atau diamandemen Agung, kebanyakan responden (56,63 %)
oleh UU No. 20/2001. Yang menyatakan, perlunya pidana mati
diperbaiki/diubah oleh UU No. 20/2001 dipertahankan sebagai "sarana terakhir
hanya redaksi "penjelasan Pasal 2 ayat 2", melindungi masyarakat dari penjahat sadis
sedangkan formulasi alasan juridisnya dan sukar diperbaiki lagi"8• Dari sudut
(yaitu adanya • recidive") tetap tidak pandang religius (Islam), tentunya akan
mengalami perubahan. diuraikan tersendiri dalam seminar ini.
Namun saya berpendapat, Islam pun
3. Reformulasi Kebijakan Pidana Mati untuk berpandangan relatif tentang pidana mati
Koruptor karena lebih mendahulukan permaafan dan
Mengingat adanya berbagai kelemahan perdamaian.
formulasi pidana mati seperti diuraikan di atas, maka b. Syarat­syarat penjatuhan pidana mati bagi
sekiranya kebijakan pidana mati akan tetap koruptor
digunakan untuk menghadapi tindak pidana korupsi Bertolak dari hakikat pidana mati sebagai
(tipikor), perlu dilakukan amandemen atau pidana pokok yang bersifat khusus dan sebagai
reformulasi ketentuan pidana mati dalam upaya terakhir yang bersifat altematif, maka
perundang-undangan. Reformulasi pidana mati kebijakan formulasi pidana mati untuk koruptor
untuk koruptor terkait dengan beberapa masalah, seyogyanya disusun dengan rambu-rambu
antara lain: (1) posisi/status/eksistensi pidana mati sebagai berikut :
dalam sistem hukum pidana yang berfaku saat ini; 1) Pidana mati diancamkan sebagai pem-
(2) syarat-syarat penjatuhan pidana mati bagi beratan pidana untuk delik-delik korupsi
koruptor; (3) jenis-jenis alternatif pidana mati atau tertentu yang dipandang sangat tercela dan
bentuk-bentuk peringanan pidana mati. sangat merugikan dan merusak kehidupan
a. Masalah posisilstatus/eksistensipidana mati masyarakat luas (berbangsa/ bernegara);

8 Laporan Penehban, "Ancaman Hukuman Mab Oalam Sistem Pemldanaan·, Ke~asama Kejaksaan Agung RI dan FH UNOIP, 198111982, halaman 13 (hhal
footnote No. 1 Laporan Penehllan)

29
MMH, Ji/id 42 No. 1 Januari 2013

2) Kriteria sangat tercela dan sangat merugikan (suspended death penalty) atau dikenal
dapat didasarkan pada: juga dengan istilah "pidana mati
a) Kriteria objektif, antara lain : bersyarar (conditional death sentence);
(1) Kualitas bobot delik (maksimum a tau
pidana yang diancamkan); b) "altematif (bentuk sanksi lain) dari pidana
(2) Cara dan kondisi perbuatan mati" (alternative to death penalty).
dilakukan atau ada faktor 2) Mengenai "alternatif (bentuk sanksi lain) dari
pemberatan pidana; pidana mati" (alternative to death penalty)
(3) Keseriusan akibat yang ditim-bulkan atau bentuk modifikasi pidana mati, dapat
(nyata maupun potensial). dikemukakan hal-hal sbb. :
b) Kriteria substantif /materiil, antara lain : a) Prof. Satjipto Rahardjo pernah
(1) Nilai kerugian yang ditimbulkan atau menggagas adanya kematian yang tidak
hasil yang diperolehnya; bersifat fisik, melainkan sosial. Beliau
(2) Objek/sasaran delik (misal dana mengistilahkannya dengan "pidana mati
pembangunan atau dana untuk sosial". Dijelaskan oleh beliau :
kepentingan fital rakyat banyak); Dari optik sosiologis, seseorang dapat
c) Kriteria status subjek/pelaku : misal disebut masih hidup secara fisik, tetapi
pejabat; orang yang bertindak sebagai sekaligus mengalami kematian sosial. Hal
pejabat atau yang berpura-pura itu terjadi apabila seseorang dalam
(mengaku} sebagai pejabat (Use of kondisi sosial sedemikian rupa, sehingga
Pretended Authority); petugas/ pegawai kebebasannya untuk melakukan aktivitas
yang mempunyai posisi; pemegang fungsi sosial dirampas habis.
negara atau pelayanan publik; personil Beliau memberikan contoh misalnya:
negara yang mengambil keuntungan dari (1) Seorang yang dijatuhi hukuman dua
instansi/jabatannya; pejabat yang kali seumur hidup tanpa
memperdagangkan pengaruh jabatannya kemungkinan keringanan atau
( Traffic in Official Influence); parole; atau
memperdagangkan pengaruh pribadi (2) orang yang dibuang ke Siberia tanpa
(Traffic in Private Influence); orang yang tiket untuk kembali.
memanfaatkan pejabat/fungsionaris Orang yang dijatuhi pidana demikian
tersebut. itu, kendatipun secara fisik masih hidup,
3) Faktor-faktor pemberatan pidana atau kriteria tetapi mungkin penderitaan yang
untuk adanya pidana mati itu, dirumuskan dialaminya adalah lebih berat dan
secara eksplisit dalam perumusan delik atau panjang, terutama dari segi penderitaan
dirumuskan sebagai pedoman umum untuk sosial. Terpidana ini terisolasi dari rutinitas
penjatuhan pidana mati. kehidupan sosialnya".
c. Jenis-jenis alternatifpidana mati atau bentuk- Gagasan Prof. Satjipto mengenai
bentuk peringananpidana mati. pidana mati yang "non-fisik" (tidak bersifat
1) Mengingat pidana mati sebagai "the last fisik) ini sebenamya bisa juga ditujukan
resort', seyogyanya dikaji berbagai jenis untuk korporasi, seperti telah
alternatif/modifikasi lain dari pidana mati atau dikemukakan di atas (yang dapat berupa
diadakan klausul yang memberi pencabutan izin usaha atau pembubaran/
kemungkinan untuk menghindari atau penutupan korporasi selama-lamanya).
memperingan pidana mati. Dari bahan Bentuk sanksi sosial yang bertujuan
perbandingan, bentuk modifikasi atau mengisolir seseorang dari kehidupan
peringanan pidana mati ini dapat berupa :9 sosialnya, seperti diungkapkan Prof.
a} "penundaan pelaksanaan pidana mati" Satjipto di atas, juga dikenal dalam hukum

9 Lihat uraian dalam Bab I


10 Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukuman Mab, Jumal Legislasi Indonesia, Va. 4 No 4, Oesember2007, halaman 39.

30
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Reformulasi Ancaman Pidana Mali Korupsi

pidana dengan istilah "pidana besar atau kecil dihukum mati?" Banyak
pembuangan/pengasingan• jawaban yang masuk, di antaranya ada
(banishmenQ. Dalam beberapa KUHP yang mengemukakan adanya altematif
asing (Estonia, Kosovo, Vietnam} ada sanksi lain untuk para koruptor, berupa :
jenis pidana "Expulsion" (pengusiran}'1. (1) Potong tangan; (2) Rodi (kerja paksa);
Dalam hukum Islam dan berbagai sanksi (3) Dijadikan tukang sapu di jalan raya; (4)
adat juga dikenal, misalnya di Aceh ada ngebersihin sungai-sungai di Indonesia
sanksi "dikucilkan/ dikeluarkan dari yang sudah tercemar, atau (5) disuruh
masyara-kat Garnponq'. Di daerah Gayo menanam dan merawat hutan-hutan
disebut "Parak". Di Bali namanya yang sudah gundul. 12 Bahkan ada yang
"kesepekang". menyatakan, pidana mati untuk koruptor
b) Dalam beberapa survey/penelitian/ terlalu ringan karena mereka tidak
pengumpulan pendapat (polling) di merasakan sakitnya penderitaan yang
Amerika, beberapa jenis altematif pidana dialami keluarga korban. Sebaiknya
mati yang diajukan antara lain : dihukum "setengah mati", yaitu: Si Pelaku
(1) Pidana seumur hidup tanpa dikurung selama 1 bulan, dan selama itu
kemungkinan mendapatkan boleh dilukai, disiksa, atau diapakan saja
pelepasan bersyarat (parole) dalam oleh korban dan keluarganya, tapi tidak
waktu 25 tahun, yang boleh sampai mati. Setiap kali si pelaku
dikombinasikan dengan program sudah nyaris mati, Sipir Penjara akan
restitusi yang mewajibkan terpidana memasukkannya ke rumah sakit untuk
bekerja untuk mendapatkan disembuhkan, lalu disiksa laqi."
uanglupah yang akan diberikan Walaupun pendapat seperti ini berlebihan,
kepada keluarga korban namun menunjukkan adanya
pembunuhan. (a life sentence with no sikap/respon masyarakat bahwa koruptor
possibility of parole for 25 years, layak dikenakan sanksi pidana yang berat
combined with a restitution program atau dikenakan sanksi altematif yang
requiring the prisoner to work for cukup berat.
money that would go to families of d) Telah dikemukakan di atas, bahwa dilihat
murder victims) dari sudut "criminal policy' dan "penal
(2) Pidana seumur hidup tanpa policy', kebijakan memilih/menentukan
kesempatan memperoleh pelepasan jenis sanksi/sarana (pidana) untuk
bersyarat (parole) dalam waktu 25 memberantas kejahatan bisa saja
tahun (life sentences without any berubah. Prof. Sudarto pernah
chance of parole for 25 years). menyatakan, bahwa pidana bukan
(3) Pidana seumur hidup tanpa sesuatu yang pasti, tidak bisa berubah,
kemungkinan memperoleh tetapi dapat berubah sesuai dengan
pelepasan bersyarat samasekali/ perkembangan m asyarakatnya."
kapanpun. (life imprisonment Upaya/gerakan mencari alternatif pidana
provision which excludes the tidak hanya tertuju pada pidana penjara
possibility of parole at anytime). yang dikenal dengan gerakan/ kebijakan
c) Menarik juga dikemukakan, adanya • alternative to imprisonment" (non­
kuesioner di internet : "Setujukah kita custodial measures), bahkan juga tertuju
bangsa Indonesia, apabila para koruptor pada jenis pidana absolut seperti pidana

11 Dlaturdalam Pasal 54 KUHPEstonradanKUHPKosovo dillam KUHPVietnamdalam Pasal 28.


12 http:/lld.answers.yahoo.com/quesbonlindex,_ytt=AoSUziHdGs_ Ofpq-OlkXMtS65bRV.;_ytv=3?q,d=20100509092413AAWTWbQ
13 http:/r.d.answers yahoo.com/question/index?qw:I= 20100425190817 A·ALMzos
14 Sudarto, Kapita Selekta Hukum P1dana, 1981, h 106 : apakah pw:lana itu harus pidana penjara? Sejarah menunjukkan, bahwa apa yang d,namakan kejahatan
itu berubah, demikian pula apa yang d1namakan pw:lana Jad, kalau orang mengira bahwa orang yang melakukan pencurian harus dtpidana penjara, karena hal
itu sudah dipandang ·memang begltu-. maka perloraan orang rtu lldak benar. lni adalah rnasalah penegakan hukum. Adapun cara bagamana hukum rtu
ditegakkan, ltu masalah pemilihan sarana apa yang dipandang paling efektlf dan berrnanfaat untuk mencapai tu1uan.

31
I,

t'

MMH, Ji/id 42 No. 1 Januari 2013

penjara seumur hidup (alternative to life (antara lain : membangun/ memperbaiki


imprisonment) dan pidana mati kembali kerusakan akibat bencana alam; i
(alternative to death penalty). membiayai separuh biaya-biaya APBN/
e) Gerakan "alternative to imprisonmenr APBD untuk membangun proyek/program
tidak hanya tertuju pada upaya untuk pembangunan; memenuhi seluruh/
"menghindari/ mengganti" tetapi juga sebagian besar kebutuhan pendidikan
untuk "meringankan pelaksanaan" pidana atau kesehatan masyarakat selama 20
penjara. Upaya-upaya itu antara lain tahun yang dibayarsekaligus; dsb.).
ketentuan berupa : (1) pidana bersyarat/ b) Menjalani sanksi yang agak memalukan
penundaan pelaksanaan ( suspended atau menjerakan dalam batas-batas
serHence); (2) penjara dikonversi dengan kemanusiaan (antara lain dalam rentang
denda (pecuniary penalty); (3) diganti waktu tertentu dipertontonkan di muka
dengan kerja sosial atau kerja untuk umum berulang kali dengan dikalungi
kepeniingan publik ( community service label atau memakai kaus 'koruptor"; I,

order); (4) dikompensasi dengan kerja menjalani pekerjaan sosial sebagai Ir


' baik, yaitu masa pidana penjara dapat penyapu jalan, membersihkan sungai- 11
dikurangi karena melakukan pekerjaan sungai kotor dan dangkal/selokan air yang ,ti
dengan baik (Good­time allowance); (5) macet dsb; atau dikenakan pidana badan
I,.
hanya mengenakan "pencelaan publik yang cukup manusiawi dalam periode
(public reprimand)" tanpa mengenakan tertentu berulang kali).
pidana (non­imposition of a penalty) di c) Dijauhkan sama sekali (dibuang) dari I,

Portugal; (6) "pemyataan bersalah tanpa kehidupan masyarakat atau dikenakan


menjatuhkan pidana" ("the declaration of pidana mati non-fisik (atau "pidana mati
guilt without imposing a penalty") ­ di soslal' menurut istilah Prof. Satjipto
Perancis; (7) menjatuhkan pidana lain Rahardjo).
(pidana tambahan) yang tidak disebut; (8)
pidana penjara malam hari (8night­time C. Simpulan dan Saran
prison sentencej yang dikenal juga Formulasi ancaman pidana mati dalam undang-
dengan istilah •semilibertelsemi­detentio•; undang pemberantasan tindak pidana korupsi
(9) pidana penjara akhirpekan (Weekend­ adalah untuk mengefektifkan upaya pencegahan
detention); (10) penjara cicilan atau dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, It

fragmentasi penjara (fragmentation of ancaman pidana mati tersebut belum pernah


impri­sonment); (11) pelepasan I!
dijatuhkan terhadap koruptor disebabkan oleh
bersyarat/Parole (conditional release) beberapa kelemahan yuridis dalam formulasi
dsb. ancaman pidana mati tersebut. Beberapa
3) Memperhatikan berbagai bentuk altematif kelemahan yuridis tersebut antara lain: pidana mati
pidana penjara di atas, wajar sekiranya ada hanya diancamkan untuk tindak pidana
pemikiran/gagasan pidana altematif untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi dalam I,

pidana mati. Kalau untuk penjara ada pidana korupsi, pidana mati diancamkan untuk tindak Ir
l
bersyarat, wajar ada pidana bersyarat untuk pidana korupsi tertentu yang dilakukan dalam
pidana mati (suspended death keadaan tertentu saja, undang-undang tidak I',
1,
penalty/conditional death penalty). Kalau merumuskan pengertian/ batasan pengulangan
pidana penjara dapat diganti/dikompensasi tindak pidana (recidive) untuk korupsi, syarat tindak
I

dengan uang, kerja sosial/demi kepentingan pidana yang diulangi dan tenggang waktu
publik, maka layak untuk dipikirkan alternatif pengulangannya dalam hal memberikan ancaman I,·
sanksi yang cukup berat sebagai syarat atau pidana mati untuk pengulangan tindak pidana
sebagai pengganti pidana mati, sehingga (recidive) untuk korupsi.
dirasakan oleh terpidana sebagai "pidana Reformulasi ancaman pidana mati untuk tindak I

setengah mati". Misalnya: pidana korupsi seharusnya diancamkan secara 11


a) berbuat jasa/kebaikan untuk masyarakat altematif dengan jenis pidana pokok lainnya untuk
Ii
32
I!.
Barda Nawawi Arie(, Kebijakan Reformulasi Ancaman Pidana Mali Korupsi

delik-delik korupsi tertentu yang dipandang sangat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kosovo
tercela dan sangat merugikan dan merusak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Vietnam
kehidupan masyarakat luas (berbangsa/ UN Ecosoc Resolution 1996/15, "the Safeguards
bemegara). Selain itu, mengingat ancaman pidana Guaranteeing Protection of the Rights of
mati merupakan upaya terakhir dalam Those Facing the Death Penalty'
pemberantasan tindak pidana korupsi seharusnya
juga dirumuskan altematif pidana mati atau bentuk- Internet:
bentuk peringanan pidana mati. B.A. Robinson, Alternatives to Capital Punishment
(The Death Penalty), http://www.
DAFTAR PUSTAKA religioustolerance.org/execut2.htm
Qi Shenghui, Strike Hard, http://www.gbcc.
Buku dan Laporan Penelitian : org.uk/33article4. htm
Nawawi Arief, Barda. 14 Agustus 2003, Masalah Tatjana Hornle, Penal Law and Sexuality: Recent
Pidana Mati dalam Perspektif Reforms in German Criminal Law,
Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, http://wings.
Makalah pada Simposium Nasional bu ff a Io. ed u /I aw /be I c/bc Ira rt i c I es/
"Perspektif Pidana Mati di Indonesia", Dies 3(2)/hornle.pdf
ke-40 FH UNTAG, Semarang: FH UNTAG. The 'Lectric Law Library's stacks, People's Republic
·············-·······-···, 2000, Kebijakan Legislatif Of China's Criminal Justice System,
Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan http://www.lectlaw.com/files/ int1 O.htrn
Pidana Penjara, Semarang: Sadan Penerbit Xinhua, Updated: 2007-07-06 - http://www.china
UNDIP. daily.com. cn/china/2007-07 /06/content_ 91
------------------. 27 Nopember 2007, Tinjauan 1992. htm
terhadap Penggunaan Sanksi Pidana http://deathpenaltyinfo.msu.edu/c/states/stats/state
Minimal, bahan Pertemuan llmiah SISTEM w.
PEMIDANAAN DI INDONESIA, Jakarta: http://en.wikipedia.org/wiki/Death_penalty
BPHN- Depkumham. http://en.wikipedia.org/wiki/Capital punishment in
Satjipto Rahardjo, 2007, Sosiologi Hukuman Mati the United States
dalam Jumal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No. http://id.answers.yahoo.com/question/index:
4, Jakarta: BPHN. ylt=AoSUziHdGs Ofpq01kXMjS65bRV.;
Sixth United Nations Congress on The Prevention of _ylv=3?qid=20100509092413AAWTWbQ
Crime and The Treatment of Offenders http://id.answers.yahoo.com/question/index?gid=
1980, Report, UN., New York, 1981. 20100425190817 AALMzos
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, http://timesofindia.indiatimes.com/TopHeadlines/C
Bandung: Alumni. hinese man given suspended death
Tim Peneliti FH UNDIP 1981/1982, "Ancaman pen a It y
Hukuman Mati Dal am Sistem Pernidanaan", for multiple murders/articleshow/2221342
Laporan Penelitian, Kerjasama Kejaksaan .ems
Agung RI dan FH UNDIP. http://web.amnesty.org/pages/death penalty-
countries-eng; Last updated 31/07/2007,
Peraturan Perundang-undangan : http:! /web. amnesty.erg/pages/death penalty-
Commission on Human Rights Resolution 1999/ 61, countries-eng, Last updated: 23/05/2007
Question of the Death Penalty. http://www.infoplease.comlspot/deathworld1. html
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Estonia http://www.ncmoratorium.org/site/ default.asp

33

You might also like