You are on page 1of 11

Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai

Pancasila

KESELERASAN IMPLEMENTASI ATURAN PENGAKUAN HAK


MASYARAKAT ADAT UNTUK MENGELOLA HUTAN TERHADAP
NILAI-NILAI PANCASILA
Kenny Cetera
PPAT Kota Pontianak
Komplek Ruko Merdeka Residence No. B5, Pontianak
Email: ceterakenny@gmail.com

Abstract

The recognition of indigenous rights to manage forest have obtained the bright spot under
Indnesian legal system since the issuance of Constitutional Court (MK) decision Number
35/PUU-IX/ 2012. This decision amended the provisions of Forestry Act by separating adat
forest from the part of state forest. However, such MK decision could not resolve all the issues
pertaining to indigenous rights recognition to manage forest in their own adat regions. For
instance, the recognition of adat forest should be initiated with the formation of regional
regulation (Perda) by regional government, which relatively took a long process. Perceiving the
issues, this article purports to discuss the implementation of regulation governing the
recognition of indigenous rights to manage forest with the values of Pancasila as the sources of
all state laws. The research method on this article is juridical-normative, which utilizes
secondary sources (regulations and literatures) as the analysis material. This article discusses
two legal instruments as the main focus, namely Forestry Act as amended by Law on Job
Creation and Law on Special Autonomy for Papua province (UU Otsus), together with some of
its lower regulations. The implementation of both laws has not been able to guarantee the
indigenous rights to manage forest because of the procedures of adat forest is still complicated
and not considering the resources of indigenous people, the lack of indigenous participation on
forest area confirmation, which are implicating toward the criminalization of indigenous people
who are taking forest products and the high inequality gap between the issuance of business
permit and the management permit for indigenous people. These facts are inconsistent with the
values of humanity, democracy and social justice as contained under Pancasila. Pancasila
should be perceived as a system or a unified whole, thus the inconsistency against one or some
values is an inconsistency toward Pancasila as a whole. Thus, the implementation of regulation
on the Recognition of Indigenous Forest Management Rights has not yet in harmony with
Pancasila values.

Keywords: Pancasila; Indigenous People; Forest.

Abstrak

Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk mengelola hutan mulai mendapatkan titik terang dalam
sistem hukum di Indonesia semenjak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor 35/PUU-IX/ 2012. Putusan ini mengubah ketentuan Undang-Undang Kehutanan dengan
memisahkan hutan adat sebagai bagian dari hutan negara. Akan tetapi, Putusan MK tersebut
ternyata tidak menyelesaikan seluruh permasalahan pengakuan hak masyarakat adat untuk
mengelola hutan di wilayah ada masing-masing. Pengakuan hutan adat harus melalui prosedur
administratif berupa dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) oleh pemerintah setempat, yang
memerlukan proses panjang. Melihat permasalahan tersebut, tujuan dari artikel ini adalah

152
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

mengkaji implementasi aturan pengakuan Hak masyarakat adat untuk mengelola hutan dengan
nilai-nilai Pancasila sebagai segala sumber hukum negara. Metode penelitian dalam tulisan ini
adalah yuridis-normatif, yang menggunakan bahan sekunder (peraturan dan literatur) sebagai
bahan analisis. Artikel ini membedah dua instrumen Undang-Undang yang menjadi fokus kajian,
yaitu UU Kehutanan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan
Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus), beserta beberapa peraturan
turunannya. Implementasi kedua Undang-Undang tersebut belum mampu menjamin hak-hak
masyarakat adat dalam mengelola hutan karena prosedur pengakuan hutan adat yang masih
berbelit dan tidak terlalu mempertimbangkan sumber daya masyarakat adat, kurangnya
partisipasi masyarakat adat dalam pengukuhan kawasan hutan yang berimplikasi pula terhadap
kriminalisasi masyarakat adat yang mengambil hasil hutan dan masih tingginya ketimpangan
antara pemberian izin usaha bagi korporasi dan izin pengelolaan hutan bagi masyarakat adat.
Kenyataan ini tidak selaras dengan nilai Kemanusiaan, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan
Sosial yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila harus dilihat sebagai suatu sistem atau
kesatuan yang utuh, sehingga ketidakselarasan terhadap salah satu atau beberapa sila merupakan
ketidaksesalarasan terhadap Pancasila secara keseluruhan. Oleh karena itu, implementasi aturan
Pengakuan Hak Mengelola Hutan Masyarakat Adat belum dapat dikatakan selaras dengan nilai-
nilai Pancasila.

Kata Kunci: Pancasila; Masyarakat Adat; Hutan.

A. Pendahuluan (Sispandok KPH+, 2021). Data 2019


menunjukkan bahwa terdapat 9,2 juta
Pengakuan Hak Masyarakat Adat
keluarga yang tinggal di dalam kawasan
untuk mengelola hutan mulai mendapatkan
hutan dan 1,7 juta keluarga diantaranya
titik terang dalam sistem hukum di
masuk dalam kategori miskin (Redaksi WE
Indonesia semenjak dikeluarkannya Putusan
online/ Ant, 2019). Sebagian besar dari
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor
mereka tentu saja menggantungkan hidup
35/PUU-IX/ 2012. Putusan ini mengubah
mereka terhadap hasil hutan. Tanpa izin dari
kententuan Undang-Undang No. 41 tahun
KLHK, mereka diperlakukan sama dengan
1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan)
pencuri karena hasil hutan di kawasan hutan
dengan menambahkan hutan adat sebagai
otomatis dianggap sebagai aset negara
salah satu jenis hutan berdasarkan statusnya,
meskipun mereka telah tinggal bertahun-
melengkapi hutan negara dan hutan hak.
tahun dan bahkan turun-temurun di sana.
Sebelumnya, hutan adat diakui sebagai milik
Ditambahkannya status hutan adat
negara.
dalam UU Kehutanan ternyata tidak
Sebelumnya, penting untuk dicatat
menyelesaikan permasalahan pengakuan
bahwa secara administratif, pemerintah
hutan adat di Indonesia. Pengakuan hutan
membagi status tanah yang kita tinggali
adat harus melalui prosedur administratif
menjadi dua kelompok besar, yaitu Areal
berupa dibentuknya Peraturan Daerah
Penggunaan Lain (APL) dan Kawasan
(Perda) oleh pemerintah setempat.
Hutan. Penggunaan tanah di kawasan hutan
Pengakuan melalui Perda ini memakan
harus melalui proses perizinan yang
waktu yang tidak sedikit sehingga legalitas
dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan
masyarakat adat dalam mengambil hasil
Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan sertifikat
hutan selama proses pengakuan tersebut
tanah tidak dapat diterbitkan di kawasan
menjadi abu-abu, karena syarat administrasi
hutan. Tidak banyak orang yang tahu bahwa
yang belum selesai.
sekitar 120 juta hektar daratan di Indonesia
memiliki status sebagai kawasan hutan

153
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

Hingga Juli 2021, penetapan status B. Pembahasan


hutan adat telah dilakukan pada 80 lokasi Bab Pembahasan akan dibagi menjadi
dengan luas total 59.442 hektar. Realisasi ini tiga bagian. Bagian pertama akan
masih sangat jauh dengan luas wilayah mendiskusikan beberapa dasar hukum yang
indikatif hutan adat seluas kurang lebih mengatur pengakuan hutan adat. Pertama,
1.090.755 hektar di Indonesia (KLHK, tulisan ini akan membahas UU Kehutanan
2021). Lambatnya pengakuan hutan adat sebagaimana diubah oleh Undang-Undang
juga menyebabkan konflik tenurial yang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
berkepanjangan (Firdaus & Widawati, (UUCK). Kedua, pembahasan dilanjutkan
2014). dengan analisa Undang-Undang Nomor 21
Melihat permasalahan tersebut, penulis
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
ingin merefleksikan potret dinamika Provinsi Papua (UU Otsus) yang melahirkan
pengakuan hutan adat dengan nilai-nilai izin khusus berupa Izin Usaha Pemanfaatan
Pancasila sebagai dasar negara. Pasal 2 Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-MHA) di
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Provinsi Papua. Selanjutnya, bagian ketiga
tentang Pembentukan Peraturan Perundang- akan membahas refleksi pengaturan
Undangan dengan tegas menyatakan bahwa pengakuan hutan adat pada ketiga peraturan
“Pancasila merupakan segala sumber hukum tersebut dengan nilai-nilai Pancasila.
negara”. Pengakuan hutan adat di Indonesia Terakhir, artikel ini akan ditutup dengan
memiliki beberapa dasar hukum yang kesimpulan.
menarik untuk dikaji kesesuaiannya dengan
Pancasila. 1. Undang-Undang Kehutanan
Kajian keselarasan mengenai sebagaimana diubah oleh
peraturan perundang-undangan terhadap UUCK
nilai-nilai Pancasila memang bukanlah hal Berdasarkan Pasal 5 UU
baru dalam penulisan artikel hukum. Kehutanan yang telah diubah dengan
Contohnya, artikel dengan judul “Kajian Putusan MK 35/2012, hutan
Yuridis Materi Muatan Undang-Undang berdasarkan statusnya terdiri dari
Nomor 24 tahun 2009 Terhadap Nilai-Nilai hutan negara, hutan hak dan hutan
Pancasila” (Diamantina et.al, 2021) dan adat. Selanjutnya, Pasal 37 ayat (1)
“Penerapan Asas Ultimum Remidium dalam UU Kehutanan menyebutkan bahwa
Penegakan Tindak Pidana Lingkungan “Pemanfaatan hutan adat dilakukan
Berdasarkan Nilai Pancasila” (Subekti dan oleh masyarakat hukum adat yang
Pratiwi, 2020). Yang membedakan artikel bersangkutan sesuai dengan
ini dan kedua artikel tersebut adalah objek fungsinya”. Pasal 37 ayat (2) UU
peraturannya, dimana penulis membahas Kehutanan mengatur bahwa
aturan pengakuan hutan adat sebagi objek pemanfaatan hutan adat yang
tulisan. Selain itu, keberadaan hukum adat berfungsi lindung dan konservasi
sudah berlaku di Indonesia jauh sebelum dapat dilakukan sepanjang tidak
kemerdekaan Indonesia dan sebelum mengganggu fungsinya. Aturan dalam
Pancasila ditetapkan sebagai negara, pasal 37 UU Kehutanan menunjukkan
sehingga kajian ini menarik untuk bahwa subjek pengguna atas hutan
didiskusikan. Metode penelitian dalam adat adalah Masyarakat Hukum Adat
tulisan ini adalah yuridis-normatif, yang (MHA). UU Kehutanan juga
menggunakan bahan sekunder (peraturan memperbolehkan penggunaan hutan
dan literatur) sebagai bahan analisis. oleh masyarakat hukum adat (MHA)
dengan catatan bahwa MHA harus
mempergunakan hutan sesuai dengan

154
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

fungsinya, yaitu kawasan konservasi, yang dilaksanakan oleh Masyarakat


lindung dan produksi oleh Pemerintah. Setempat atau Masyarakat Hukum
Hutan Konservasi adalah Adat sebagai pelaku utama untuk
kawasan hutan dengan ciri khas meningkatkan kesejahteraannya,
tertentu, yang mempunyai fungsi keseimbangan lingkungan dan
pokok pengawetan keanekaragaman dinamika sosial budaya dalam bentuk
tumbuhan dan satwa, serta Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan,
ekosistemnya (Pasal 1 huruf i. UU Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat
Kehutanan). Hutan Lindung adalah dan Kemitraan Kehutanan.
kawasan hutan yang mempunyai Selanjutnya pasal 233 ayat (1)
fungsi pokok sebagai perlindungan PP 23/2021 menyebutkan bahwa hutan
sistem penyangga kehidupan untuk adat dapat berasal dari hutan Negara
mengatur tata air, mencegah banjir, dan bukan hutan negara. Pasal 234
mengendalikan erosi, mencegah intrusi ayat (1) dan (2) PP 23/2021
air laut, dan memelihara kesuburan menyebutkan bahwa pengukuhan
tanah (Pasal 1 huruh h. UU keberadaan MHA dalam Kawasan
Kehutanan). Sementara itu, hutan hutan negara ditetapkan dengan
produksi adalah kawasan hutan yang Peraturan Daerah dan Pengukuhan
mempunyai fungsi pokok keberadaan MHA di luar kawasan
memproduksi hasil hutan (Pasal 1 hutan ditetapkan dengan Peraturan
huruf g. UU Kehutanan). Daerah atau keputusan gubernur atau
Eksistensi MHA diatur dalam bupati/ walikota sesuai dengan
Pasal 67 UU Kehutanan yang kewenangannya.
menyatakan bahwa MHA, sepanjang Pasal 236 PP 23/2021
menurut kenyataannya masih ada dan menyebutkan bahwa penetapan hutan
diakui keberadaannya berhak adat dilakukan dengan kriteria: a)
melakukan pemungutan hasil hutan, berada di dalam wilayah MHA, b)
mengelola hutan dan mendapatkan merupakan areal berhutan dengan
pemberdayaan. Selain itu, disebutkan batas yang jelas dan dikelola sesuai
pula bahwa keberadaan dan hapusnya Kearifan Lokal MHA yang
MHA ditetapkan dalam Peraturan bersangkutan, c) berasal dari Kawasan
Daerah. Hutan Negara atau di luar Kawasan
Terkait dengan dikeluarkannya Hutan Negara, d) masih ada kegiatan
UUCK, pengaturan hutan adat juga pemungutan hasil hutan oleh MHA di
semakin berkembang. Peraturan wilayah hutan di sekitarnya untuk
Pemerintah Nomor 23 tahun 2021 pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
tentang Penyelenggaraan Kehutanan hari. Pasal 238 PP 23/2021 selanjutnya
(PP 23/2021) merupakan peraturan menyebutkan bahwa penetapan status
pelaksana dari UUCK yang mengatur hutan adat dilakukan melalui
tata Kelola hutan. Salah satu poin permohonan oleh Pemangku adat.
penting dalam PP 23/2021 adalah Menteri akan membentuk tim terpadu
pengaturan mengenai izin Perhutanan untuk melakukan verifikasi lapangan
Sosial (PS) karena hutan adat untuk memeriksa keberadaan dan
merupakan salah satu skema dari PS. aktivitas MHA dalam wilayah yang
Pasal 1 ayat (64) PP 23/2021 diajukan.
mengartikan PS sebagai “sistem Prosedur pengajuan penetapan
pengelolaan hutan lestari yang hutan adat diatur lebih rinci lagi dalam
dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Negara atau Hutan Hak/ Hutan Adat dan Kehutanan Nomor 9 tahun 2021

155
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

tentang Pengelolaan Pehutanan Sosial Papua dengan berlandaskan pada


(PMLHK 9/2021), sebagai aturan penghormatan terhadap adat dan
pelaksana dari PP 23/2021. Pasal 66 budaya, pemberdayaan perempuan dan
ayat (2) PMLHK 9/2021 menyebutkan pemantapan kerukunan hidup
persyaratan permohonan penetapan beragama. Wewenang khusus lainnya
hutan adat yang dimaksud dalam Pasal berdasarkan UU Otsus adalah
238 PP 23/2021, yaitu: a) identitas pembentukan Peraturan Daerah
MHA berupa KTP yang memuat nama Khusus (Perdasus) dan Peraturan
MHA, nama ketua MHA dan alamat Daerah Provinsi (Perdasi) pada
domisili ketua MHA, b) peta Wilayah Provinsi Papua, sebagaimana diatur
Adat yang ditandatangani ketua MHA, Pasal 29 UU Otsus.
c) Peraturan Daerah dan/ atau Pemerintah Provinsi Papua telah
keputusan Gubernur/ Bupati/ Wali menerbitkan Peraturan Daerah Khusus
Kota tentang pengukuhan MHA, d) No 21 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Surat Pernyataan yang ditandatangani Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua
oleh ketua MHA yang memuat (Perdasus 21/2008) dan Perdasus No
penegasan bahwa areal yang diusulkan 22 tahun 2008 tentang Perlindungan
berada dalam wilayah adat dan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
persetujuan penetapan fungsi Hutan Masyarakat Hukum Adat Papua
Adat yang diusulkan sesuai dengan (Perdasus 22/2008). Kedua Perdasus
ketentuan peraturan perundang- ini menegaskan hak-hak masyarakat
undangan. adat dan menjabarkan kriteria
masyarakat adat yang berhak
2. Undang-Undang Otonomi mengelola hutan Papua. Berdasarkan
Khusus Pasal 38 Perdasus 21/2008,
Masyarakat Adat dapat melakukan
UU Otsus tidak membahas hutan
kegiatan komersial di kawasan hutan
adat secara spesifik, tapi aturan ini
dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
berimplikasi terhadap sektor
Hutan Kayu (IUPHHK-MHA).
kehutanan dan esksistensi masyarakat
IUPHHK-MHA kemudian diatur lebih
adat di Provinsi Papua. UU Otsus
detil dalam Peraturan Gubernur Papua
dimaksudkan untuk memberikan
Nomor 13 tahun 2010 tentang Izin
keleluasaan kepada pemerintah
usaha Pemenfaatan Hasil Hutan Kayu
Provinsi Papua untuk mengurus
Masyarakat Hukum Adat di Provinsi
kepentingan masyarakat sesuai
Papua (Pergub 13/2010).
aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat
Selayaknya hutan adat dalam PS
Papua (Muhajir & Fitra, 2018). UU
yang dibahas pada bagian sebelumnya,
ini juga melahirkan kekhususan untuk
masyarakat adat harus menyiapkan
Provinsi Papua, seperti dalam hal
persyaratan administrasi, seperti surat
kelembagaan dan pembagian
permohonan, peta kerja, akta badan
pendapatan antara pemerintah pusat
usaha dan sebagainya. IUPHHK-MHA
dan daerah. Misalnya, peran DPRD
hanya dapat diajukan oleh institusi,
yang digantikan oleh Dewan
dalam bentuk koperasi dan badan
Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan
usaha milik masyarakat adat setempat
pembentukan Majelis Rakyat Papua
(Pasal 5 Pergub 13/2010). Apabila
(MRP). Pasal 1 ayat (8) mengartikan
IUPHHK-MHA diterbitkan,
MRP sebagai representasi kultural
masyarakat adat juga perlu
Orang Asli Papua yang memiliki
menyiapkan Rencana Kerja Umum
wewenang tertentu dalam rangka
(RKU) dan Rencana Kerja Tahunan
perlindungan hak-hak Orang Asli

156
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

(RKT) yang disahkan oleh Kepala ciptaan Tuhan. Misalnya, masyarakat


Dinas Provinsi (Pasal 6 Pergub Lindu yang bermukim di Taman
13/2010). Nasional Lore Lindu (TNLL),
Sulawesi Tengah. Masyarakat Lindu
3. Keselarasan Aturan telah membagi area hutan mereka
Pengakuan Hutan Adat dalam yang berfungsi sebagai kawasan
UU Kehutanan jo. UUCK dan konservasi, lindung dan produksi
UU Otsus dengan nilai-nilai selayaknya negara mengatur fungsi
Pancasila kawasan hutan dalam UU Kehutanan
(PSKL, 2018). Selain itu, sanksi adat
Penulis telah menjelaskan poin-
(dalam Bahasa lokal disebut gifu) telah
poin penting pengaturan hutan adat
diterapkan bagi masyarakat yang
pada UU Kehutanan jo. UUCK dan
melanggar, seperti pembayaran denda
UU Otsus sebelumnya. Terdapat dua
dalam bentuk kain adat tradisional
objek utama yang dapat dikaji
atau dikeluarkan dari wilayah adat
keselarasannya dengan nilai-nilai
Lindu (PSKL, 2018). Kedua,
Pancasila, yaitu pengakuan hutan adat
masyarakat adat dapat diberdayakan
secara normatif dan implementasi dari
untuk menjaga hutan dari kejahatan
peraturan-peraturan yang ada.
kehutanan yang dilakukan oleh
Penilaian terhadap implementasi ini
pembalak liar ataupun perambah
penting karena Pancasila memiliki
hutan. Studi World Resources Institute
nilai praktis, artinya penjabaran nilai-
mengenai peranan komunitas lokal di
nilai Pancasila senantiasa berkembang
Asia Tenggara dalam menjaga hutan
dan selalu dapat dilakukan perubahan
juga menunjukkan bahwa masyarakat
dan perbaikan (reformasi) sesuai
asli yang tinggal di hutan dapat
dengan perkembangan zaman ilmu
membantu pekerjaan penegak hukum
pengetahuan dan teknologi serta
dalam menjaga hutan dan menyasar
aspirasi masyarakat (Kaelan, 2008).
pelaku pembalakan liar (Brunner, et.al,
Terhadap nilai sila Pertama
1999). Di Indonesia, dikenal pula
Pancasila, yaitu Ketuhanan, Kaelan
Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan
M.S. (Kaelan, 2008) menyebutkan
(MMP) yang memiliki dasar hukum
bahwa inti Sila Pertama adalah segala
Peraturan Menteri Kehutanan No.
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
P.56/Menhut-II/2014 tentang
dan penyelenggaraan negara bahkan
Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan,
moral negara, moral penyelenggara
yang berfungsi untuk membantu kerja
negara, politik negara, pemerintahan
penegak hukum kehutanan. Oleh
negara, hukum dan peraturan
karenanya, sudah selayaknya hak-hak
perundang-undangan negara,
masyarakat adat dalam mengelola
kebebasan hak asasi warga negara
hutan dijamin oleh Undang-Undang.
harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan
Terhadap nilai sila Kedua
yang Maha Esa. Penulis melihat
Pancasila, kemanusiaan. Dalam sila
bahwa pengakuan terhadap
kemanusiaan terkandung nilai-nilai
Masyarakat Hukum Adat di dalam UU
bahwa negara harus menjunjung tinggi
Kehutanan yang diubah oleh UUCK
harkat dan martabat manusia sebagai
dan UU Otsus sudah selaras dengan
makhluk yang beradab dan oleh
nilai Ketuhanan dalam sila pertama
karenanya, hak-hak kodrat manusia
karena dua alasan.
sebagai hak dasar (asasi) harus dijamin
Pertama, mayoritas masyarakat
dalam peraturan perundang-undangan
adat memiliki nilai-nilai kepercayaan
negara (Kaelan, 2008).
dan kearifan lokal untuk menjaga alam

157
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

Dimasukkannya hutan adat oleh Perubahan, dan Anggaran Pendapatan


putusan MK 35/2012 sebagai status dan Belanja Daerah (APBD).
hutan dalam pasal 5 ayat (1) UU Secara normatif, peraturan
Kehutanan merupakan sebuah bentuk turunan dari UU Otsus lebih baik
pengakuan terhadap hak Masyarakat dalam membantu proses pengakuan
Hukum Adat untuk mengelola hutan hak-hak masyarakat adat. Berdasarkan
miliknya. Sebelumnya, hutan adat Pasal 2 Pergub 13/2010, disebutkan
dimasukkan sebagai bagian dari hutan bahwa “Gubernur mencadangkan dan
negara. Meskipun pengakuan hak menunjuk areal hutan untuk
pengelolaan hutan masyarakat adat kepentingan perizinan IUPHHK-MHA
telah dimasukkan dalam UU atas dasar usulan dari Bupati/
Kehutanan dan UU Otsus, aturan Walikota”. Selanjutnya, Pasal 3
turunan dalam PP 23/2021 dan Pergub 13/2010 menyebutkan bahwa
PMLHK 9/2021 mengharuskan Bupati/ Walikota menyampaikan
masyarakat adat untuk menempuh usulan pencadangan kepaada
prosedur yang menyulitkan untuk Gubernur dengan tembusan Kepala
memperoleh hutan adat. Pertama, Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
mereka pribadi harus memperoleh Usulan tersebut juga harus dilengkapi
status terlebih dahulu sebagai dengan peta lokasi. Meskipun
Masyarakat Hukum Adat (MHA) masyarakat adat tetap perlu mengikuti
melalui Peraturan Daerah (Perda). proses administrasi, paling tidak
Pembentukan Perda ini tentu saja Pergub 13/2010 ini mengamanatkan
sangat bergantung kepada keinginan kepala daerah (Gubernur, walikota,
politik wakil rakyat dan kepala daerah bupati) untuk secara aktif
setempat untuk memperjuangkan hak- menginventarisasi areal hutan yang
hak masyarakat adat setempat. berpotensi untuk diberikan izin
Kedua, setelah memperoleh IUPHHK-MHA.
status sebagai MHA, mereka perlu Terhadap nilai sila ketiga
mengajukan penetapan hutan adat Pancasila, Persatuan Indonesia. Nilai
kepada KLHK untuk memanfaatkan ini mengandung arti bahwa Negara
hasil hutan. Pengajuan ini memberikan kebebasan atas individu,
membutuhkan keahlian teknis dalam golongan, suku, ras maupun golongan
bidang kehutanan, seperti pembuatan agama untuk merealisasikan seluruh
peta wilayah adat. Dalam prakteknya, potensinya dalam kehidupan bersama
masyarakat tidak memiliki sumber yang bersifat integral (Kaelan, 2008).
daya yang cukup untuk mengerahkan Berdasarkan putusan MK 35/2012,
upaya advokasi, melobi ataupun kebebasan yang diberikan masyarakat
mengkampanyekan aspirasi mereka. adat haruslah memperhatikan
Dalam banyak kasus, masyarakat kepentingan nasional. Pernyataan para
bergantung kepada LSM, yang juga pemohon judicial review yang
memiliki sumber daya terbatas, dalam menyatakan bahwa “suatu masyarakat
melewati proses politik dan hukum hukum adat mempunyai hak untuk
untuk memperoleh status hutan adat menentukan nasib sendiri, secara
(Affandi, 2018). Padahal, berdasarkan bebas menentukan status politik
pasal 167 PP 23/2021, pembiayaan mereka dan secara bebas mengejar
pendampingan hutan adat dapat juga kemampuan ekonomi sosial dan
berasal dari Anggaran Pendapatan dan budaya mereka” dapat berimplikasi
Belanja Negara (APBN), APBN pada upaya separatisme dari
masyarakat hukum adat. Kebebasan

158
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

yang diberikan haruslah diatur Izin konsesi sering tumpang tindih


pembatasannya dalam Undang- dengan hak masyarakat adat
Undang tentang Otonomi Daerah serta (Nugroho, 2010). Di Papua sendiri,
Undang-Undang lainnya (Putusan MK permasalahan fundamental terkait
35/2012, hlm. 178). tumpang tindih kawasan hutan dengan
Pembentukan UU Otsus wilayah adat yang belum
menunjukkan bahwa pemerintah serius terselesaikan, membuat posisi
untuk memberikan kebebasan dan masyarakat terancam atas
keleluasaan bagi Masyarakat Papua kriminalisasi (Muhajir & Fitra, 2018).
untuk mengelola sumber daya alam Hal ini dikarenakan UU Kehutanan
mereka. Kebebasan tersebut telah dan Undang-Undang Nomor 18 tahun
diberikan dalam koridor Undang- 2013 tentang Pencegahan dan
undang sebagaimana yang Pemberantasan Perusakan Hutan (UU
diamanatkan dalam putusan MK P3H) dengan tegas melarang
35/2012. Fasilitasi yang diberikan oleh pengambilan hasil hutan, baik berupa
pemerintah agar masyarakat kayu maupun bukan kayu, tanpa izin
mendapatkan hak akses terhadap hasil dari Pemerintah.
hutan, sebagaimana diatur dalam UU UU P3H yang dirancang untuk
Kehutanan dan peraturan turunannya, menyasar kejahatan hutan teroganisir
juga menunjukkan bahwa negara dan pelaku korporasi seakan-akan
menjamin kebebasan bagi masyarakat salah sasaran (Mas Achmad Santosa,
adat untuk mengelola hutan. Dengan 2016). Penegakan hukum pidana
demikian, penulis berpendapat bahwa memang cenderung meningkat tetapi
pengaturan hutan dalam UU Otsus dan pelaku-pelaku yang ditangkap
UU Kehutanan telah selaras dengan tergolong pelaku kecil dan terkadang
sila ketiga Pancasila. mengarah pada kriminalisasi
Terhadap nilai sila keempat, masyarakat kecil di sekitar hutan
kerakyatan atau demokrasi. Nilai ini (Nagara et.al, 2020). Hasil review
mengandung arti bahwa rakyat United Nation Development Program
merupakan subjek pokok pendukung (UNDP) Indonesia terhadap 86
negara. Negara adalah dari oleh dan putusan pidana pilihan dalam rentang
untuk rakyat, oleh karena itu rakyat waktu 2014-2017 menunjukkan bahwa
adalah merupakan asal mula mayoritas pelaku yang ditindak di
kekuasaan negara (Kaelan, 2008). pengadilan adalah petani (24%)
Dengan demikian, implikasi dari sila dengan kejahatan mengambil hasil
keempat bagi masyarakat adalah hutan tanpa izin (Sinaga, 2020).
partisipasi atau keterlibatan Sisanya, di antaranya pimpinan
masyarakat adat dalam pengukuhan perusahaan (18%), PNS (4%), sopir
kawasan hutan dan pemberian izin (14%), Swasta (9%), wiraswasta
usaha bagi konsesi di sekitar wilayah (21%), buruh (6%) dan mantan
adat. Keterlibatan masyarakat adat anggota DPRD (2%). Dengan
menunjukkan adanya demokrasi dalam demikian, dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan negara pengaturan dalam UU Kehutanan
sebagaimana tercermin dalam sila belum mencerminkan nilai sila
keempat. keempat seutuhnya. UUCK sendiri
Kenyataannya, kebijakan mengupayakan perbaikan terhadap
pemerintah untuk menguasi kondisi kriminalisasi masyarakat kecil
pengelolaan hutan masyarakat atau ataupun masyarakat adat dengan
diserahkan pada investor dalam bentuk menambahkan ketentuan pasal 110 B

159
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

dalam UU P3H yang mengatur bahwa waktu pemberian izin yang diatur
masyarakat yang telah melakukan secara formal dengan kenyataan di
kegiatan di dalam kawasan hutan lapangan dalam mengajukan HKm,
dikecualikan dari sanksi dengan syarat hutan adat dan hutan desa, misalnya
bahwa mereka dapat membuktikan HKm di Bengkulu yang memakan
telah tinggal di dalam dan/atau sekitar waktu 6 tahun, hutan desa yang
kawasan hutan paling singkat 5 (lima) mencapai 1-3 tahun dan hutan adat
tahun secara terus menerus dengan bisa mencapai waktu 15 tahun.
luasan paling banyak 5 (lima) hektar. Padahal, masyarakat adat mempunyai
Terhadap nilai dari sila kelima, kewajiban yang sama seperti
yaitu keadilan. Nilai-nilai keadilan perusahaan untuk membayar pungutan
yang harus terwujud dalam hidup Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
bersama adalah meliputi (1) keadilan dan Dana Reboisasi (DR) kepada
distributif, yaitu suatu hubungan negara. Berdasarkan Pasal 182 dan
keadilan antara negara terhadap 183 PP 23/2021, masyarakat hukum
warganya, dalam arti pihak negaralah adat hanya dikecualikan dari pungutan
yang wajib memenuhi keadilan dalam PSDH dan DR selama kayu yang
bentuk keadilan membagi, dalam diambil dimanfaatkan untuk
bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi, kebutuhan sendiri dan tidak
serta kesempatan dalam hidup bersama diperdagangkan.
yang didasarkan atas hak dan Sementara itu, di Papua, belum
kewajiban, (2) keadilan legal (keadilan ada satupun izin hutan adat yang
bertaat), yaitu suatu hubungan dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
keadilan antara warga negara terhadap Sebagai perbandingan, hingga akhir
negara dan dalam masalah ini pihak 2017, pemerintah sudah menerbitkan
wargalah yang wajib memenuhi 20 izin konsesi hutan alam seluas
keadilan antara warga negara terhadap 3.414.350 hektar dan 8 izin konsesi
negara dam dalam ini pihak wargalah hutan tanaman seluas 1.197.055 hektar
yang wajib memenuhi keadilan dalam (Muhajir & Fitra, 2018). Selain itu,
bentuk mentaati peraturan perundang- izin IUPHHK-MHA yang diterbitkan
undangan yang berlaku dalam negara, oleh Gubernur kepada masyarakat
(3) keadilan komutatif, yaitu suatu belum dapat diusahakan karena
hubungan keadilan antara warga terbentur dengan keberatan dari
negara satu dengan lainnya secara Pemerintah Pusat (Muhajir & Fitra,
timbal balik (Kaelan, 2008). 2018). Hal ini dikarenakan sistem
Artikel ini akan menekankan administrasi perkayuan nasional yang
pembahasan terhadap keadilan belum mengenal IUPHHK-MHA
distributif, dimana pihak negara yang sebagai izin konsesi yang sah. Sistem
harus secara aktif memenuhi keadilan administrasi perkayuan seperti
bagi seluruh golongan masyarakat. Di ketentuan mengenai perencanaan dan
Indonesia, perolehan formalitas lahan pengelolaan hutan, serta
oleh komunitas adat ataupun penatausahaan kayu merupakan bagian
masyarakat setempat rata-rata penting dari aspek legalitas kayu.
memakan waktu hingga 15 tahun Apabila pemegang IUPHHK-HA tidak
sedangkan perusahaan hanya perlu mengikuti administrasi perkayuan
memakan waktu rata-rata 5 tahun tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
(Notess, et.al, 2018). Penelitian lain kayu tersebut ilegal karena tidak
(Andiko, 2017) menunjukkan adanya mengikuti aturan yang berlaku. Fakta
ketimpangan yang besar antara jangka ini menunjukkan bahwa terjadi

160
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

pertentangan antara Peraturan Daerah belum selaras terhadap nilai-nilai yang


di Provinsi Papua dan Peraturan terkandung dalam Pancasila. Pemerintah
Nasional dan hal ini berdampak perlu menyederhanakan proses perizinan
terhadap kesejahteraan rakyat Papua. hutan adat yang masih berbelit agar semakin
Fakta-fakta ini juga menunjukkan banyak masyarakat adat yang dapat
bahwa implementasi atas pengaturan menikmati hasil hutan di wilayah adat
hutan adat belum mencerminkan mereka secara sah.
keadilan sosial yang terkandung dalam
pasal lima. DAFTAR PUSTAKA
Pembahasan Pancasila secara
ilmiah harus merupakan suatu Affandi, Dean Yulindra. (2018, 31 Juli).
kesatuan dan keutuhan, bahkan Perjalanan Panjang dan Melelahkan
Pancasila sendiri dalam dirinya sendiri Menuju Pengakuan Hak Tanah Adat.
adalah merupakan suatu kesatuan dan World Resources Institute Indonesia.
keutuhan “majemuk tunggal” yaitu https://wri-
kelima sila itu baik rumusannya, inti indonesia.org/id/blog/perjalanan-
dan isi dari sila-sila Pancasila itu panjang-dan-melelahkan-menuju-
adalah merupakan suatu kesatuan dan pengakuan-hak-tanah-adat.
kebulatan (Kaelan, 2008). Oleh karena
itu, aturan pengakuan hutan adat hanya Andiko. (2017). Studi Perbandingan Proses
dapat dikatakan selaras dengan Pengakuan Hak dan Perizinan
Pancasila apabila aturan tersebut telah Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan
memenuhi nilai-nilai lima sila secara serta Kawasan Hutan untuk
keseluruhan. Masyarakat dan Perusahaan. Batam:
ASM Law Office. Study-
C. Simpulan Perbandingan_Jan-
2017_Andiko_Bahasa.pdf
Secara normatif, UU Kehutanan (rightsandresources.org)
sebagaimana diubah oleh UUCK dan UU
Otsus beserta peraturannya telah mengakui Anugrah, Nunu. (2021, 16 Agustus).
hak masyarakat adat untuk mengelola hutan Pemerintah Terus Percepat Pengakuan
adat. Pengakuan secara normatif tersebut Hutan Adat. Kementrian Lingkungan
telah sesuai dengan nilai KeTuhanan dalam Hidup dan Kehutanan Indonesia.
sila pertama dan nilai Persatuan Indonesia Anita Sinaga. (2020, 27 Juni). Pendekatan
dalam sila ketiga. Akan tetapi, implementasi Multidoor dalam Upaya Penegakan
pengakuan hutan adat yang diatur lebih Hukum Sumber Daya Alam dan
detail dalam peraturan-peraturan turunan Lingkungan Hidup. Konferensi
belum mencerminkan nilai Kemanusiaan Nasional Online Fakultas Hukum
dalam sila kedua, nilai Kerakyatan/ Universitas Pancasila.
Demokrasi dalam sila keempat dan nilai
keadilan sosial dalam sila Kelima. Brunner, Jake, et.al. Forest Problems and
Pembahasan ilmiah Pancasila mengharuskan Law Enforcement in Southeast Asia:
analisis dilakukan dengan pemahaman The Role of Local Communities.
bahwa Pancasila merupakan suatu kesatuan Washington DC: World Resources
utuh atau bersistem. Artinya, Institute.
ketidaksesuaian terhadap salah satu nilai
Diamantina, Amalia, et.al. (2021). Kajian
Pancasila merupakan ketidaksesuaian
Yuridis Materi Muatan Undang-
terhadap seluruh nilai-nilai Pancasila.
Undang Nomor 24 tahun 2009
Dengan demikian, implementasi aturan
Terhadap Nilai-Nilai Pancasila.
Pengakuan Hutan adat dapat disimpulkan

161
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162
Keselerasan Implementasi Aturan Pengakuan Hak Masyarakat Adat untuk Mengelola Hutan terhadap Nilai-Nilai
Pancasila

Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, Vol. between Communities and Companies.


03 (No.01), pp. 98-110. https://files.wri.org/d8/s3fs-
public/scramble-land-rights.pdf
Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan
Kementrian Lingkungan. (2018, 29 Nugroho, Bambang Daru. (2010).
Januari). Masyarakat Adat Kearifan Pengelolaan Hak Ulayat Kehutanan
Lokal yang Menjaga Hutan. yang Berkeadilan dalam Kaitan
Kementrian Lingkungan Hidup dan Pemberian Izin HPH dihubungkan
Kehutanan Indonesia. Masyarakat dengan Hak Menguasai Negara atas
Adat Kearifan Lokal yang Menjaga Sumber Daya Alam. Jurnal Ilmu
Hutan (menlhk.go.id) Hukum Litigasi, Vol 11 (No. 01).
26618-ID-pengelolaan-hak-ulayat-
Firdaus, Asep Yunan & Widawati, Emila. kehutanan-dalam-kaitan-pemberian-
(2014). Konflik Tenurial dalam izin-hph-dihubungkan-hak.pdf
Pembangunan KPH: Pembelajaran (neliti.com)
dari Hasil Penilaian Cepat di KPHP
Berau Barat dan KPHP Kapuas Hulu. Redaksi Warta Ekonomi Online/ Ant. (2019,
Bogor: Working Group on Forest- 10 Maret). Miris, 1,7 Juta Keluarga di
Land Tenure. Kawasan Hutan Masih Miskin. Warta
Ekonomi Online.
M.S., Kaelan. (2008). Pendidikan Pancasila. https://www.wartaekonomi.co.id/read2
Yogyakarta: Paradigma. 18735/miris-17-juta-keluarga-di-
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kawasan-hutan-masih-miskin.
Putusan Mahkamah Konstitusi Santosa, Mas Achmad. (2016). Alam pun
RepublikIndonesia No. 35/PUU-IX/ butuh Hukum & Keadilan. Jakarta:
2012. Prima Pustaka.
Muhajir, Mumu & Fitra,Syahrul. (2018). Sispandok KPH+. (2021). Konsepsi HPH.
IUPHHK-MHA dan Masa Depan Kementrian Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Kehutanan.
Adat di Papua. Jakarta: Auriga http://kph.menlhk.go.id/sinpasdok/pag
Nusantara. dan WWF Indonesia. es/lihat_berita/5
Nagara, G., et.al. 2020. Persoalan Struktural Subekti, Rahayu & Pratiwi, Dian Esti.
dalam Politik Penegakan Hukum (2020). Penerapan Asas Ultimum
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Remidium dalam Penegakan Tindak
Hidup. Jurnal Antikorupsi Integritas, Pidana Lingkungan Berdasarkan Nilai
Vol. 5(No.2), pp. 65-74. Pancasila. Jurnal Majelis, Edisi 04.
Notess, Laura, et.al. (2018). The Scramble
for Land Rights: Reducing Inequity

162
Pancasila : Jurnal Keindonesiaan, Vol. 01, No. 02, Oktober 2021, halaman 152-162

You might also like