You are on page 1of 11

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Research Article

Urgensi Tujuan Dan Pedoman Pemidanaan Dalam Rangka Pembaharuan Sistem


Pemidanaan Hukum Pidana

Noveria Devy Irmawanti1*, Barda Nawawi Arief2


1Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Berau
2Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

noveriaris@yahoo.com

ABSTRACT

The Criminal Code (KUHP) is not in accordance with the values prevailing in society. Guidelines in the
formulation of crimes are currently only concerned with the provisions of criminal acts and mistakes without
including the purpose and principles of punishment. This article aims to determine the urgency of the purpose
and guidelines for criminalization to be formulated / formulated in the Criminal Code, and to analyze how the
objectives and guidelines for punishment are formulated and integrated in the reform of the criminal system in
the future. This article uses a normative juridical approach with a statutory and conceptual approach. The
results of the study show the urgency of the objectives and guidelines for punishment due to the problems
associated with the aging of the Criminal Code at this time and the development of problems that arise in the
midst of public life and criminal guidelines are the basic provisions that give direction, which determine in the
imposition of a criminal. instructions for judges in applying and imposing crimes. In the future the welfare and
protection of the community can be realized and as a guarantor there is no decrease in the degree of humanity
/ dehumanization in the implementation of crimes.

Keywords: Purpose and Guidelines for Criminalization; Criminal System; Criminal Law Reform.

ABSTRAK

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Pedoman dalam perumusan pidana saat ini hanya terpaku pada ketentuan adanya tindak pidana
dan kesalahan tanpa memasukan tujuan dan asas dari pemidanaan. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui
urgensi tujuan dan pedoman pemidanaan dirumuskan/diformulasikan dalam KUHP, dan menganalisis
bagaimanakah tujuan dan pedoman pemidanaan diformulasikan dan diintegrasikan dalam pembaharuan
sistem pemidanaan di masa yang akan datang. Artikel ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menujukkan urgensi tujuan dan pedomam
pemidanaan karena problematika yang terkait dengan usangnya KUHP saat ini dan berkembangnya
persoalan-persoalan yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan pedoman pemidanaan
merupakan ketentuan dasar yang memberi arah, yang menentukan di dalam penjatuhan pidana, hal ini
merupakan petunjuk bagi para hakim dalam menerapkan dan menjatuhkan pidana. Di masa yang akan
datang terwujudnya kesejahteraan dan perlindungan masyarakat dan sebagai penjamin tidak terjadi
penurunan derajat kemanusiaan/dehumanisasi dalam pelaksanaan pidana.

Kata Kunci : Tujuan dan Pedoman Pemidanaan; Sistem Pemidanaan; Pembaharuan Hukum Pidana

217
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN dengan nilai-nilai sentralsosio-politik, sosio filosofik


RUU KUHP merupakan wujud dari adanya dan sosio cultural masyarakat Indonesia yang
pembaharuan hukum pidana di Indonesia yang telah melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan
dimulai sejak tahun 1964. Pembaharuan dilakukan kebijakan penegakan hukum di Indonesia (Arief,
karena adanya alasan filosofis, politis, sosiologis, dan 2016).
praktis. Secara filosofis, KUHP yang disusun oleh Berkenaan dengan hal ini Barda Nawawi Arief
pemerintah kolonial Belanda perlu diganti karena menyatakan: Salah satu kajian
landasan filosofinya yang berbeda. Secara alternative/perbandingan yang sangat mendesak dan
sosiologis, banyak pasal di KUHP yang tidak sesuai sesuai dengan ide Pembaharuan Hukum Nasional
dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. saat ini ialah kajian terhadap Keluarga Hukum
Serta adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan (Family Law) yang lebih dekat dengan karakter
teknologi membuat berbagai pengaturan tindak masyarakat dan sumber hukum di Indonesia.
pidana di dalam KUHP tidak memadai dan Karakteristik masyarakat Indonesia lebih bersifat
ketinggalan oleh zaman. monodualistik dan pluralistik dan berdasarkan
RUU KUHP bertujuan melakukan penataan berbagai kesimpulan seminar Nasional, sumber
ulang bangunan sistem hukum pidana nasional. Hal Hukum Nasional diharapkan berorientasi pada nilai-
ini tentunya berbeda dengan pembuatan atau nilai Hukum yang hidup dalam masyarakat yaitu yang
penyusunan RUU biasa yang sering dibuat selama bersumber dari nilai-nilai Hukum adat dan Hukum
ini. Perbedaannya dapat diidentifikasi sebagai Agama.
penyusunan RUU biasa dan penyusunan RUU Oleh karena itu perlu dilakukan kajian
KUHP. Penyusunan RUU biasa bersifat parsial atau perbandingan dari sudut “Keluarga Hukum
fragmenter yang pada umumnya hanya mengatur Tradisional dan Agama“ (Tradisional and Religious
delik khusus/tertentu, masih terikat pada sistem induk Law Family). Kajian komparatif yang demikian tidak
WvS, hanya merupakan “subsistem”, tidak hanya merupakan suatu kebutuhan tetapi juga suatu
membangun atau merekonstruksi “sistem hukum keharusan.
pidana”. Sedangkan penyusunan RUU KUHP bersifat Pembaharuan Hukum Pidana pada dasarnya
menyeluruh/integral, mencakup semua aspek, adalah bagian dari Kebijakan Hukum Pidana. Istilah
menyusun/menata ulang (rekonstruksi/reformulasi) kebijakan dalam istilah asingnya “Policy” (Inggris)
“rancang bangun sistem hukum pidana nasional dan atau “Politiek” (Belanda). Bertolak dari kedua istilah
terpadu” (Arief, 2017). asing ini maka istilah Kebijakan Hukum Pidana
Pembaharuan Hukum Pidana pada hakikatnya dapat pula disebut dengan istilah Politik Hukum
mengandung makna suatu upaya untuk melakukan Pidana atau “Penal Policy”, “Criminal Law Policy”,
reorientasi dan reformasi Hukum Pidana yang sesuai “Strafrechtspolitiek”.

218
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Menurut A. Mulder menyatakan sanksi dan pemidanaan (Sambas, 2012). Pada


“Strafrechtspolitiek” adalah Garis Kebijakan untuk hakikatnya merupakan sistem kewenangan /
menentukan: a) Seberapa jauh ketentuan-ketentuan kekuasaan menjatuhkan pidana. Patut dicatat bahwa
pidana yang berlaku perlu dirubah atau diperbaharui; pengertian “pidana” tidak hanya dilihat dalam arti
b) Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah sempit/formal, tetapi juga dapat dilihat dalam arti
terjadinya tindak pidana; c) Cara bagaimana luas/materiil. Dalam arti sempit / formal, sistem
penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pemidanaan berarti kewenangan menjatuhkan /
pidana harus dilaksanakan. mengenakan sanksi pidana menurut Undang-undang
Pembaharuan Hukum Pidana dalam arti oleh pejabat yang berwenang (hakim). Dalam arti
memperbaharui secara menyeluruh dan bukan luas/material, sistem pemidanaan merupakan suatu
secara parsial meliputi Substansi hukum (Legal mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat yang
Substance), Struktur hukum (Legal Structure) dan berwenang, mulai dari proses penyidikan,
Budaya hukum (Legal Culture). penuntutan, sampai pada putusan pidana dijatuhkan
Kebijakan formulasi/kebijakan legislatif dapat oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat
diartikan sebagai kebijakan merumuskan Hukum pelaksana.
Positif agar lebih baik dan juga untuk memberikan Kebijakan formulasi/kebijakan legislative
pedoman tidak hanya kepada pembuat undang- dalam menetapkan sistem pemidanaan merupakan
undang tetapi juga kepada pengadilan yang suatu proses kebijakan yang melalui beberapa
menerapkan undang-undang dan juga kepada para tahap (Muladi, & Arief, 2010):1) tahap penetapan
penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. pidana oleh pembuatan undang-undang; 2) tahap
Kebijakan demikian sering disebut dengan “penal pemberian pidana oleh badan yang berwenang; 3)
policy” yang merupakan bagian dari “Modern tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana
Criminal Science” di samping “Criminology” dan yang berwenang.
“Criminal law“. Sub sistem dari sistem pemidanaan yang
Pembaharuan dalam bidang substansif hukum menduduki posisi strategis adalah tujuan dan
ini diartikan sebagai upaya melakukan reformasi dan pedoman pemidanaan. Sistem pemidanaan pada
revaluasi masalah pokok dalam hukum pidana yaitu dasarnya adalah membicarakan suatu bidang dalam
masalah menentukan dan menetapkan perbuatan politik kriminal. Politik Kriminal adalah usaha yang
yang dilarang/tindak pidana masalah rasional dari masyarakat untuk menanggulangi
pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dan kejahatan.
masalah pidana dan pemidanaan. Sistem hukum pidana merupakan satu
Sistem Pemidanaan merupakan aturan kesatuan sistem yang bertujuan (purposive system)
perundang-undangan yang berhubungan dengan dan pidana hanya merupakan alat/sarana untuk

219
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

mencapai tujuan. hanya didasarkan pada adanya tindak pidana dan


KUHP (WvS) yang diberlakukan sekarang ini kesalahan, tetapi juga didasarkan pada tujuan
tidak memuat tujuan pemidanaan (Djawari, 2019) pemidanaan.
dan pedoman pemberian pidana Bertolak dari Gap Analisis tersebut di atas
(Straftoemetingsleiddraad) yang umum ialah suatu maka rumusan masalah dalam artikel ini meliputi,
pedoman yang dibuat oleh pembentuk undang- Apa urgensi tujuan dan pedoman pemidanaan
undang yang memuat asas-asas yang perlu dirumuskan/diformulasikan dalam KUHP, serta
diperhatikan oleh Hakim dalam menjatuhkan pidana, bagaimanakah tujuan dan pedoman pemidanaan
yang ada hanya aturan pemberian pidana diformulasikan dan diintegrasikan dalam
(Straftoemetingsregels). pembaharuan sistem pemidanaan di masa yang
Kerangka teori yang digunakan yakni mengacu akan datang?
pada teori yang dikemukakan oleh Herbert L Packer Terkait dengan penelitian ini, sebelumnya
menyebutkan terdapat 2 (Dua) pandangan telah ada yang melakukan penelitian dengan judul
konseptual terkait tujuan pemidanaan yang masing- Sistem Pidana dan Pemidanaan Di Dalam
masing mempunyai implikasi moral yang berbeda Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia (Failin,
satu sama lain, yakni Teori Absolut/Retrubutif dan 2017). Penelitian ini berfokus pada konsep sistem
Teori Relatif/Utilitarian. Pandangan Retributif pemidaan dalam pembaharuan hukum pidana di
mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran negatif Indonesia, sedangkan dalam penelitian penulis
terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh berfokus pada urgensi tujuan dan pedoman
warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemidanaan dalam rangka pembaharuan sistem
hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang pemidanaan hukum pidana.
dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya Jurnal dengan judul Urgensi Pembaharuan
masing-masing. Sedangkan pandangan relatif Hukum Pidana Di Indonesia (Putri, & Purwani, 2020)
melihat pemidanaan dari segi manfaat atau berfokus pada penelitian urgensi untuk dilakukan
kegunaannya, dimana yang dilihat adalah situasi pembaharuan hukum pidana di Indonesia.
atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan Sedangkan dalam penelitian penulis lebih spesifik
dijatuhjannya pidana itu (Anugrah, 2019). yakni urgensi tujuan dan pedoman pemidanaan
Gap Analisis dan permasalahan dalam artikel dalam rangka pembaharuan sistem pemidanaan
ini yakni tujuan dan pedoman pemidanaan hukum pidana.
merupakan bagian integral dari sistem pemidanaan, Jurnal dengan judul Tujuan dan Pedoman
di samping sub-sub sitem lainnya yang berupa tindak Pemidanaan Dalam Pembaharuan Sistem
pidana, kesalahan, dan pidana. Maka persyaratan Pemidanaan Di Indonesia (Kusuma, 2016) berfokus
pidana atau dasar pembenaran adanya pidana, tidak pada bagaimana kebijakan formulasi tujuan dan

220
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pedoman yang terkandung di dalam KUHP saat ini. digunakan dalam penelitian yakni analisis kualitatif
Sedangkan dalam penelitian ini berfokus pada (Maulidah & Nyoman, 2019).
bagaimanakah tujuan dan pedoman pemidanaan
diformulasikan dan diintegrasikan dalam C. HASIL DAN PEMBAHASAN
pembaharuan pidana di masa yang akan datang. 1. Urgensi Tujuan dan Pedoman Pemidanaan
Jurnal internasional dengan judul The Dirumuskan Dalam KUHP
Construction of Penal Mediation Model in Handling Sampai dengan saat ini KUHP sebagai
Familiy Neglecest Cases in the Future (Sudira, 2014) sumber utama hukum pidana Indonesia dan undang-
penelitian Sudira membahas tentang bagaimana undang di luar KUHP tidak memiliki pengaturan
konsep permaafan hakim. Sedangkan pada tertulis yang jelas dan lengkap mengenai tujuan dan
penelitian penulis berfokus tentang pedoman pedoman pemidanaan. Hal ini menjadi penting untuk
pemidanaan dikaitkan dengan konsep permaafan diingat dikarenakan pemberlakuan pidana tanpa
hakim. didasari tujuan yang jelas dapat mengakibatkan
Jurnal dengan judul The Development of the hukum pidana tersebut tidak bekerja sesuai dengan
Indonesia Criminal Code Derived From The Yudicial fungsinya. Sebagai contoh keberadaan Undang-
Pardon Value in Islamic Law (Wahyuningsih, 2017) undang Otonomi yang melahirkan undang-undang
berfokus pada nilai permaafan hakim dikaitakan khusus dan memberi daerah wewenang untuk
dengan hukum islam. Sedangkan artikel penulis membuat Hukum Pidananya sendiri seperti dalam
berfokus pada pedoman pemidanaan dikaitkan kasus hukum Qonun di Acehdan Peraturan Daerah
dengan konsep permaafan hakim. yang mengatur tentang hukum pidana di daerah
(Mubarok, 2015).
B. METODE PENELITIAN Ada beberapa pertimbangan perlunya
Penelitian tentang urgensi tujuan dan pengkajian kebijakan formulatif/legislatif terhadap
pedoman pemidanaan sistem pemidanaan dalam tujuan dan pedoman pemidanaan dalam
rangka pembaharuan hukum pidana ini pembaharuan sistem pemidanaan di Indonesia
menggunakan metode pendekatan yang bersifat antara lain : 1) Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum
yuridis normatif, yakni dengan mengkaji/menganalisis Pidana yang saat ini berlaku tidak secara eksplisit
data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum merumuskan tujuan dan pedoman ke dalam sistem
terutama bahan hukum primer dan bahan hukum pemidanaan; 2) Bahwa strategisnya kedudukan dari
sekunder. Spesifikasi dalam penelitian ini ialah tujuan dan pedoman pemidanaan dimaksud untuk
penelitian deskriptif analitis. Jenis dan teknik memberikan arah, petunjuk dan cara bagi
pengumpulan data dalam penelitian hukum diperoleh penyelenggara hukum untuk menerapkan ketentuan
melalui studi kepustakaan. Metode analisis data yang pemidanaan; 3) Bahwa merumuskan tujuan dan

221
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pedoman merupakan prasyarat yang fundamental termasuk kebijakan dalam bidang sosial. Dengan
dalam merumuskan suatu cara, metode atau demikian masalah pengendalian dan atau
tindakan; 4) Bahwa Bangsa Indonesia saat ini penanggulangan kejahatan dengan menggunakan
sedang mempersiapkan Kitab Undang- Undang sarana hukum pidana merupakan masalah kebijakan
Hukum Pidana yang akan mengganti KUHP (WvS), (the problem of policy). Oleh karena itu tidak boleh
oleh karena itu perlu pengkajian terhadap tujuan dan dilupakan bahwa hukum pidana atau lebih tepat
pedoman pemidanaan yang disesuaikan dengan sistem pidana itu merupakan bagian dari politik
perkembangan masyarakat masa kini dan falsafah kriminal. Kebijakan sosial dapat diartikan sebagai
serta pandangan hidup yaitu Pancasila. segala usaha yang rasional untuk mencapai
Kebijakan legislatif tujuan dan pedoman kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup
pemidanaan ini merupakan hal paling strategis dalam perlindungan masyarakat. Jadi di dalam pengertian
penjatuhan pidana karena pada tahap ini dirumuskan “social policy”, sekaligus tercakup di dalamnya “social
batas-batas/garis/arah/ petunjuk kebijakan tujuan dan welfare policy” dan “social defence policy”.
pedoman pemidanaan yang sekaligus merupakan Menurut Marc Ancel “Politik Kriminal” ialah
landasan legalitas bagi Hakim (Aparat Pelaksana pengaturan atau penyusunan secara rasional usaha-
Hukum) dalam menerapkan pidana sehingga dapat usaha pengendalian kejahatan oleh masyarakat.
berfungsi secara efektif dalam upaya Sebagai satu masalah kebijakan, penggunaan sanksi
penanggulangan kejahatan. pidana dalam menanggulangi kejahatan masih
Tujuan pemidanaan mengemban fungsi menimbulkan perbedaan pendapat. Ada yang
pendukung dari fungsi hukum pidana secara umum menolak penggunaan pidana terhadap pelanggar
yang ingin dicapai sebagai tujuan akhir adalah hukum. Menurut pandangan ini pidana merupakan
terwujudnya kesejahteraan dan perlindungan peninggalan dari kebiadaban kita masa lalu (vestige
masyarakat (social defence dan social welfare), yang of savage past). Pendapat ini didasarkan pada
diorientasikan pada tujuan perlindungan masyarakat pandangan bahwa pidana merupakan tindakan
untuk mencapai kesejahteraan sosial. perlakuan atau pengenaan penderitaan yang kejam.
Salah satu usaha penanggulangan kejahatan Pidana dan pemidanaan merupakan cerminan dari
adalah dengan menggunakan sarana Hukum Pidana sejarah hukum pidana masa lalu yang penuh dengan
beserta dengan sanksi pidananya. Penggunaan gambaran-gambaran kelam mengenai perlakuan
hukum pidana sebagai suatu upaya untuk mengatasi terhadap terpidana yang menurut ukuran-ukuran saat
masalah kejahatan termasuk dalam bidang kebijakan ini dipandang sangat kejam dan melampaui batas.
penegakan Hukum. Di samping itu karena tujuannya Sikap memidana aparat penegak hukum terhadap
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada setiap perkara pidana tertenty yang terbukti
umumnya maka kebijakan penegakan hukum inipun dipersidangan tidak selalu memberikan manfaat bagi

222
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

terpidana sesuai tujuan akhir dari sistem peradilan Konsep merumuskan beberapa pedoman
pidana. Dengan dicantumkannya pedoman pemidanaan yaitu: a) Adanya pedoman yang bersifat
pemidanaan yang mengikat bagi keseluruhan umum untuk memberikan pengarahan kepada hakim
subsistem peradilan pidana diharapkan pemidanaan mengenai hal-hal apa yang sepatutnya
di masa yang akan datang akan lebih bermanfaat dipertimbangkan dalam menjathkan pidana; b)
bagi terpidana maupunu terhadap pencapaian tujuan Adanya pedoman yang bersifat khusus untuk
akhir dari sistem peradilan pidana. memberi pengarahan pada hakim dalam memilih
2. Tujuan dan Pedoman Pemidanaan atau menjatuhkan jenis-jenis pidana tertentu; c)
Diintegrasikan Dalam Pembaharuan Hukum Adanya pedoman bagi hakim dalam menerapkan
Pidana Di Masa Yang Akan Datang sistem perumusan ancaman pidana yang digunakan
Pembaharuan hukum pidana pada tataran dalam perumusan delik.
regulasi telah diupayakan oleh lembaga pembentuk Sejarah pembentukan RUU KUHP tidak dapat
undang-undang sejak tahun 1963, dengan dilepaskan dari usaha pembaharuan KUHP secara
disusunnya Rancangan Kitab Undang-Undang total. Usaha ini baru dimulai dengan adanya
Hukum Pidana (selanjutnya disebut RUU KUHP). rekomendasi hasil Seminar Hukum Nasional I, pada
Namun sampai saat ini, pemerintah belum juga tanggal 11-16 Maret 1963 di Jakarta yang
berhasil membuat kodifikasi peraturan induk hukum menyerukan agar rancangan kodifikasi hukum pidana
pidana yang didasarkan nilai-nilai yang ada di dalam nasional secepat mungkin diselesaikan (Bahiej,
Pancasila serta Pembukaan UUD 1945. Konsekuensi 2012).
dari belum disahkannya RUU KUHP adalah, Negara RUU KUHP Tahun 2019 menyebutkan tujuan
Indonesia tetap menggunakan Kitab Undang-Undang pemidanaan dalam Pasal 52 yang berbunyi:
Hukum Pidana (KUHP) peninggalan pemerintah Pemidanaan bertujuan: a) Mencegah dilakukannya
Hindia-Belanda yang tentunya telah tertinggal oleh Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum
kemajuan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat demi pelindungan dan pengayoman masyarakat; b)
(Yosuki, & Tawang, 2018). Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan
Sistem pemidanaan yang bertolak dari paham pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang
individualisasi pidana tidak berarti memberi yang baik dan berguna; c) Menyelesaikan konflik
kebebasan sepenuhnya kepada hakim dan aparat- yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan
apart lainnya tanpa pedoman atau kendali. Menurut keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan
Barda Nawawi Arief, “sistem pemidanaan” yang damai dalam masyarakat; dan d) Menumbuhkan rasa
dituangkan perumusannya di dalam undang-undang, penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada
pada hakikatnya merupakan sistem kewenangan terpidana. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk
menjatuhkan pidana (Saraya, 2019). merendahkan martabat manusia.

223
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Menurut Lembaga Studi dan Advokasi terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan
Masyarakat ELSAM, perumusan empat tujuan keadilan, hakim mengutamakan keadilan.
pemidanaan dalam RUU KUHP tersimpul pandangan Dalam Pasal 54 Rancangan Kitab Undang-
mengenai perlindungan masyarakat (social defence), Undang Hukum Pidana tahun 2019 dalam
pandangan rehabilitasi dan resosialisasi terpidana. pemidanaan hakim wajib mempertimbangkan, antara
Pandangan ini dipertegas lagi dengan lain: a) kesalahan pelaku tindak pidana; b) motif dan
mencantumkan tentang pemidanaan tidak tujuan melakukan tindak pidana; c) sikap batin pelaku
dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan tindak pidana; d) tindak pidana dilakukan dengan
martabat yang mengerucut pada dua kepentingan, direncanakan atau tidak direncanakan; e) cara
yakni perlindungan masyarakat dan pembinaan bagi melakukan tindak pidana; f) sikap dan tindakan
pelaku (Gunarto, 2009). pelaku sesudah melakukan tindak pidana; g) riwayat
Dihubungkan dengan teori pemidanaan, tujuan hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelaku
yang dirumuskan dalam Konsep RUU KUHP di atas tindak pidana; h) pengaruh pidana terhadap masa
nampak berlandaskan pada teori pemidanaan relatif depan pelaku tindak pidana; i) pengaruh tindak
yang mempunyai tujuan untuk mencapai manfaat pidana terhadap korban atau keluarga korban; j)
untuk melindungi masyarakat dan menuju pemaafan dari korban dan/atau keluarganya;
ksejahteraan masyarakat. Tujuan pemidanaan bukan dan/atau k) nilai hukum dan keadilan yang hidup
merupakan pembalasan kepada pelaku dimana dalam masyarakat.
sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk Berdasarkan ketentuan yang dirumuskan
mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan. dalam konsep, nampaknya landasan pelaksanaan
Tujuan ini juga sesuai dengan pandangan utilitarian pemidanaan lebih condong pada penerapan teori
sebagaimana diklasifikasikan oleh Herbet L.Paker, relatif dan mengarah pada teori integratif. Pandangan
yaitu untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan teori ini menganjurkan adanya kemungkinan untuk
oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mengadakan artikulasi terhadap teori pemidanaan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. yang mengintegrasikan beberapa fungsi sekaligus
Dengan demikian, tujuan pemidanaan dalam konsep retribution yang bersifat utilitarian dimana
RUU KUHP adalah berorientasi ke depan (forward- pencegahan dan sekaligus rehabilitasi yang
looking). kesemuanya dilihat sebagai sasaran yang harus
Serta pedoman pemidanaan dalam Pasal 53 dicapai oleh suatu rencana pemidanaan.
yang berbunyi: 1) Dalam mengadili suatu perkara Selain pertimbangan - pertimbangan
pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan sebagaimana disebut dalam Pasal 54, didalam
keadilan; 2) Jika dalam menegakkan hukum dan penjelasan ketentuan mengenai pedoman
keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemidanaan juga dikatakan bahwa hakim dapat

224
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

menambahkan pertimbangan lain yang dengan pembaharuan hukum pidana karena problematika
maksud agar pidana yang dijatuhkan bersifat yang terkait dengan usangnya KUHP saat ini dan
proporsional dan dapat dipahami baik oleh berkembangnya persoalan-persoalan yang muncul di
masyarakat maupun terpidana. Hakim juga tengah-tengah kehidupan masyarakat.
mempunyai kekuasaan untuk memberikan maaf, Pedoman pemidanaan atau guidance of
berdasarkan asas rechtelijke pardon, seseorang sentencing lebih merupakan arah petunjuk bagi
yang bersalah melakukan tindak pidana yang hakim untuk menjatuhkan dan menerapkan pidana
sifatnya ringan (tidak serius). Pemberian maaf ini atau merupakan pedoman judicial/yudikatif bagi
dicantumkan dalam putusan hakim dan tetap harus hakim. Dengan demikian pedoman pemidanaan
dinyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan merupakan ketentuan dasar yang memberi arah,
tindak pidana yang didakwakan kepadanya. yang menentukan di dalam penjatuhan pidana, hal ini
Dari orientasi pemidanaan tersebut, merupakan petunjuk bagi para hakim dalam
pemidanaan terpidana dalam RUU KUHP 2019 menerapkan dan menjatuhkan pidana. Karena
bertujuan menyeimbangkan perlindungan pedoman ini merupakan pedoman dasar maka
masyarakat dan perlindungan individu terpidana pedoman ini bagian dari kebijakan legislatif.
(Saragih, 2014). Pedoman pemidanaan diatas dapat Pedoman pemidanaan juga berfungsi sebagai kontrol
menjadi acuan bagi penegak hukum dalam atau pengendali bagi hakim agar pidana yang
menjalankan tugasnya untuk menemukan keadilan dijatuhkan jelas terarah dan ada daya gunanya.
dan tidak hanya terpaku pada kepastian undang-
undang (Barlian, & Arief, 2017). Mengingat dalam DAFTAR PUSTAKA
perundang-undangan yang berlaku saat ini, belum JURNAL
diatur tentang pedoman pemidanaan, maka dalam Anugrah, Roby. (2019). Pemaafan Korban Ditinjau
menjatuhkan putusan pidana, sebaiknya hakim tidak Dari Tujuan Pemidanan Dalam Pembaharuan
hanya menekankan punitive attitude tetapi harus Hukum Pidana Di Indonesia. Jurnal Ilmu
diimbangi dengan terapeutic attitude dengan Hukum, Vol.8, (No.1), pp.20-35.
memperhatikan pedoman pemidanaan sebagaimana Bahiej, A. (2012). Arah dan Tujuan Pemidanaan
telah dirumuskan dalam Pasal 54. Dalam Hukum Pidana Nasional. Jurnal
Supremasi Hukum, Vol.1, (No.2), pp.395-424.
D. SIMPULAN Barlian, Aristo Evandy A., & Arief, Barda Nawawi.
Berdasarkan pembahasan yang telah (2017). Formulasi Ide Permaadan Hakim
diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan (Rechterlijk Pardon) Dalam Pembaharuan
bahwa urgensi tujuan dan pedomam pemidanaan Sistem Pemidanaan Di Indonesia. Jurnal Law
terhadap sistem pemidanaan dalam rangka Reform Vol.13, (No.1), pp. 28-44.

225
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Djawari, Mohammad N. (2019). Pemberlakukan Saragih, Desran Joko Waguslar. (2014). Kebijakan
Pidana Badan Di Provinsi Naggroe Aceh Pidana Penjara Semur Hidup: Analisis Yuridis
Drussalam Berdasarkan Pandangan Tujuan Sosiologis Dalam Kerangka Tujuan
Pemidanaan Dalam Hukum Pidana Indonesia. Pemidanaan Di Indonesia. Unnes Law Journal,
Jurnal Ilmu Sosial, Vol.2, (No.1), pp.1-20. Vol.3, (No.2), pp.34-41.
Failin. (2017). Sistem Pidana dan Pemidanaan Di Saraya, S. (2019). Tindak Pidana Keterbukaan
Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Informasi Publik Di Indonesia Sebuah Kajian
Indonesia. Jurnal Cendekia Hukum, Vol.3, (No. Perbandingan Sistem Pemidanaan Di Negara
1), pp.14-31. Asing Thailand Dan Jepang. Jurnal Ius
Gunarto, Marcus P. (2009). Sikap Memidana Yang Constitutum, Vol.4, (No.2), pp.128-146.
Berorientasi Pada Tujuan Pemidanaan. Jurnal Sudira, I Ketut. (2014). The Construction of Penal
Mimbar Hukum, Vol.21, (No.1), pp.93-108. Mediation Model in Handling Familiy Neglecest
Kusuma, Jauhari D. (2016). Tujuan dan Pedoman Cases in the Future. International Journal Of
Pemidanaan Dalam Pembaharuan Sistem Educarion and Research Vol.2,(No.8), pp.429-
Pemidanaan Di Indonesia. Jurnal 438.
Muhakkamah, Vol.1, (No.2), pp.94-109. Wahyuningsih, Sri Endah., & Jawade Hafidz. (2017).
Maulidah, Khilmatin., & Jaya, Nyoman Serika Putra. The Development of the Indonesia Criminal
(2019). Kebijakan Formulasi Asas Permaafan Code Derived From The Yudicial Pardon Value
Hakim Dalam Upaya Pembaharuan Hukum in Islamic Law. Jurnal Addin, Vol.11, (No.2),
Pidana Nasional. Jurnal Pembangunan Hukum pp.295-320.
Indonesia Vol.1, (No.3), pp.281-293. Yosuki, Aska & Tawang Dian A.D. (2018). Kebijakan
Mubarok, N. (2015). Tujuan Pemidanaan Dalam Terkait Konsepsi Rechterlijke Pardon
Hukum Pidana Nasional dan Fiqih Jinayah. (Permaafan Hakim) Dalm Pembaharuan
Jurnal Al-Qanun, Vol.18, (No.2), pp.296-323. Hukum Pidana Di Indonesia. Jurnal Hukum
Putri, Ni Putu Yulita Damar., & Purwani, Sagung Putri Adigama, Vol.1, (No.1), pp.1-25.
M.E. (2020). Urgensi Pembaharuan Hukum
Pidana Di Indonesia. Jurnal Kertha Wacana BUKU
Vol.9, (No.8), pp.1-13. Arief, Barda Nawawi. (2016). Bunga Rampai
Sambas, N. (2012). Kebijakan Legislasi Sistem Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta:
Pemidanaan Sebagai Upaya Perlindungan Prenadamedia Group.
Hukum Terhadap Anak Di Indonesia. Jurnal Arief, Barda Nawawi. (2017). Tujuan dan Pedoman
Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol.19, (No.3), Pemidanaan (Perspektif Pembaharuan &
pp.382-400.

226
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2021, halaman 217-227 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Perbandingan Hukum Pidana). Semarang:


Pustaka Magister.
Muladi., & Arief, Barda Nawawi. (2010). Teori-Teori
dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Konsep Rancangan Undang-Undangan Hukum
Pidana Tahun 2019

227

You might also like