You are on page 1of 18

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam

Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58


e-ISSN. 2685-8509 (Online); p-ISSN. 2685-5453
Homepage: https://alisyraq.pabki.org/index.php/alisyraq/

FILSAFAT ILMU BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM:


INTEGRASI ASPEK ILMIAH DAN ILAHIAH

THE PHILOSOPHY OF ISLAMIC GUIDANCE AND COUNSELING:


INTEGRATION OF NATURAL AND DIVINE ASPECTS

Mohamad Thohir1*
1
Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia
*E-mail: mohamadthohir@uinsby.ac.id

Abstract
This study aims to present a more complete understanding of science philosophy of
Islamic Guidance and Counseling by examining it from a philosophical point of view so
that it deserves to be called an independent science. Islamic guidance and counseling as
an independent science will be able to know what the object of study is, it can be verified,
can be traced to the source and method of obtaining it, as well as visible ethics, aesthetics
and benefits. This study seeks to find out the paradigm of science of BKI in Islamic
Religious Higher Education (PTKI), more precisely the BKI Study Program which is
under the auspices of the Da'wah Faculty at UIN, IAIN and STAIN and to see its
position beside the BK Study Program at non-PTKI universities. This paper is the result
of library research which explores data on the science of BKI from various sources,
ranging from books, articles, journals and online media. The results of the study show
that there are different paradigms in viewing the science of guidance and counseling
between western scientists and Islam, where the truth of science in the west is determined
by ratio and senses, while Islam rests its truth on revelation (Al-Qur'an and Hadith),
which is also does not leave the findings of the ratio and senses..

Keywords: Philoshopy; Guidance and Counseling; Islamic Guidance and Counseling.

Abstrak
Kajian ini bertujuan untuk menyajikan pemahaman yang lebih utuh tentang
filsafat ilmu bimbingan dan konseling Islam dengan mengkaji ilmu BKI
tersebut dari sudut pandang filsafat sehingga layak disebut ilmu yang berdiri
sendiri. Bimbingan dan konseling Islam sebagai sebuah ilmu yang mandiri
akan dapat diketahui apa objek kajiannya, dapat dibuktikan kebenarannya,
dapat ditelusuri sumber dan metode pemerolehannya, serta terlihat etika,
estetika dan manfaatnya. Kajian ini berusaha mengetahui paradigma ilmu BKI
di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), lebih tepatnya Program Studi
BKI yang berada dalam naungan Fakultas Dakwah di UIN, IAIN dan STAIN
serta melihat posisinya di samping Program Studi BK di Perguruan Tinggi non-

41
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

PTKI. Tulisan ini merupakan hasil penelitian kepustakaan yang menggali data-
data tentang ilmu BKI dari berbagai sumber pustaka mulai dari buku, website,
artikel, dan jurnal. Hasil kajian menunjukkan bahwa ada perbedaan paradigma
dalam memandang ilmu bimbingan dan konseling antara ilmuwan dunia Barat
dan Islam, dimana kebenaran ilmu di Barat ditentukan oleh indera dan rasio,
sedangkan Islam menyandarkan kebenarannya pada wahyu (Al-Qur’an, dan
Hadist), yang juga tidak meninggalkan hasil temuan rasio dan indera.

Kata Kunci: Filsafat; Bimbingan dan Konseling, Bimbingan dan Konseling


Islam.

Pendahuluan
Mengkaji bimbingan dan konseling (BK) dalam konteks Indonesia
merupakan salah satu hal yang menarik, karena secara realita telah berkembang
jurusan/ program studi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), Bimbingan dan
Penyuluhan Islam (BPI) di PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam), dan
Bimbingan dan Konseling Pendidikan di perguruan tinggi umum. Ilmu BK di
perguruan tinggi umum lahir sebagai salah satu hasil konferensi pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(IKIP) Malang tanggal 20-24 Agustus 1960. Pada tahun 1964, berdiri jurusan
Bimbingan Penyuluhan di bawah fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Malang dan IKIP
Bandung. Sejak lahir hingga sekarang BK di PT Umum mengarahkan layanannya di
ranah pendidikan (Yusuf & Nurihsan, 2010). Sedangkan BKI dan Bimbingan
Penyuluhan Islam (BPI) di PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam), misal di
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, telah berkembang sejak tahun 1983 (Uinsuka,
2020) dan di UIN Sunan Ampel Surabaya sejak tahun 1984 (Thohir, 2020).
Keduanya berada di bawah Fakultas Dakwah dan Komunikasi dengan sebutan awal
Bimbingan dan Penyuluhan Masyarakat (BPM). Sejak tahun 70-an hingga tahun
2016 berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 33 Tahun 2016,
Kementerian Agama yang membawahi PTKI mengatur bahwa BKI dan BPI berada
di Fakultas Dakwah (PMA, 2016). Baru pada tahun 2017, sesuai PMA No. 38 Tahun
2017, terdapat Program Studi BKI dan BPI di Fakultas Dakwah dan Program Studi
BKPI (BK Pendidikan Islam) di fakultas Tarbiyah (PMA, 2017).
Pertanyaan yang sering mengemuka, apakah BKI/ BPI yang berkembang di
PTKI di Indonesia layak disebut sebagai ilmu BK yang berdiri sendiri ataukah

42
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

sekedar ilmu BK yang diberi label Islam. Filsafat ilmu BKI dalam konteks ini
mencoba menguraikan posisi BKI di tengah ilmu lain, khususnya ilmu BK dan
mendudukkan posisi antara kajian BK di ranah kajian pendidikan saja ataukah juga
ada dalam lingkup sosial. Hal ini memerlukan kajian filsafat tentang ilmu BK
tersebut.
Filsafat adalah upaya manusia untuk berfikir tentang alam, manusia dan
hubungannyadengan alam semesta, tentang hidup dan makna kehidupan
(Hanurawan, 2012) yang dilakukan secara komprehensif, merangkum, spekulatif
rasional, dan mendalam sampai ke akarnya, sehingga diperoleh inti hakiki dari objek
yang dipelajari (Hanurawan, 2014). Kata kunci filsafat adalah proses berfikir,
membangun konsep melalui berfikir, dan refleksi (berfikir di balik sesuatu yang tidak
dapat disentuh manusia (Drees, 2003). Filsafat bertugas membangun teori dan
sekaligus memeriksa secara kritis kebenaran sebuah teori. Teori yang dihasilkan oleh
filsafat menjadi landasan bagi keyakinan dan tindakan manusia; sedangkan
pemeriksaan secara kritis dilakukan untuk menyempurnakan teori (Gie, 1997).
Kajian filsafat meliputi ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi adalah
proses berfikir mendalam tentang hakikat sesuatu, membangun spekulasi tentang apa
yang tampak dan tersembunyi/metafisika, misal alam, bahan dasar dan hukum
kausalitas, waktu dan kebenaran (Mumford, 2008). Epistemologi mengkaji tentang
apa itu pengetahuan dan bagaimana memperolehnya (Nasution, 1973), atau proses
penyelidikan dan pemeriksaan sesuatu hingga dapat diketahui kebenarannya
(Jalaluddin, 2014). Aksiologi adalah kajian tentang baik dan buruk, nilai, estetika,
etika dan moral (Lacey, 1996) sebagai pijakan seorang filosof untuk melakukan yang
baik, memilih yang indah, dan membicarakan nilai dan manfaat sesuatu. Dalam
proses perkembangannya, filsafat mengkaji banyak hal mulai dari Tuhan, manusia,
alam, agama dan ilmu. Filsafat yang mengkaji ilmu kemudian dikenal dengan filsafat
ilmu.
Filsafat ilmu merupakan salah satu bidang kajian dalam filsafat yang fokus
pada pondasi, metode dan dampak sebuah ilmu. Kajian ini mempertanyakan ”kapan
ilmu dinyatakan layak sebagai sebuah ilmu?”, apakah teori-teori yang dikembangkan
oleh sebuah ilmu sudah reliabel, dan apa manfaat utama ilmu tersebut (Wikipedia,
2020). Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab untuk membedakan antara ilmu

43
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

satu dengan lainnya. Filsafat Ilmu BKI berarti mengkaji secara mendalam ilmu BKI
dari aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi untuk memastikan keabsahan BKI
sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Metode Penelitian
Kajian tentang filsafat ilmu bimbingan dan konseling Islam ini menggunakan
metode penelitian kepustakaan yang melibatkan kegiatan identifikasi dan
penempatan informasi yang relevan, menganalisis temuan-temuan, dilanjutkan
dengan mengembangkan dan mengekspresikan ide-ide dalam laporan penelitian
berkaitan dengan tema yang diteliti berdasarkan bahan bacaan. Kegiatan terbesar
dalam seluruh proses penelitian ini adalah membaca sumber bacaan tentang teori
dan konsep dalam buku-buku teks, ensiklopedia, monograf, jurnal, dan artikel
penelitian. Kriteria sumber bacaan harus mutakhir dan relevan, kecuali untuk
penelitian historis, penggunaan sumber bacaan yang yang sudah lama malah lebih
mutakhir (Suryabrata, 1995).
Penelitian kepustakaan bidang bimbingan dan konseling ini bersumber dari
beberapa artikel hasil review, artikel hasil penelitian, hasil pencarian online melalui
internet (termasuk video di youtube dan berita) dan kontak/ wawancara ahli yang
berkaitan dengan ilmu, filsafat ilmu, bimbingan dan konseling, serta bimbingan dan
konseling Islam (McLeod, 2003).

Hasil dan Pembahasan


Sejarah menunjukkan bahwa filsafat ilmu telah lahir sejak masa Yunani Kuno
abad ke-17, ketika pengetahuan berkembang pesat di negara-negara Barat. Pada era
ini ilmu dan filsafat berpecah dan berdiri sendiri (Kirom, 2011). Sebelumnya, ilmu
identik dengan filsafat atau ilmu dianggap sebagai bagian filsafat, sehingga pada
masa itu, sistem filsafat yang dianut dapat memengaruhi definisi sebuah ilmu
bergantung (Van Peursen, 1985). Filsafat ilmu memuat kajian tentang (1) fungsi dan
tujuan ilmu, (2) batasan ilmu, (3) proses penemuannya, (4) Eksplanasi, apa saja yang
dijelaskan oleh ilmu tersebut, dan (5) teori, hukum, model dan hipotesis, paradigma
dan tradisi penelitiannya (Machamer, 1992).

44
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

Ilmu adalah suatu nama bagi usaha manusia untuk mampu memahami sifat-
sifat dasar berbagai hal dengan merumuskan hipotesis-hipotesis atau teori-teori
tentang sifat-sifat dasar dan kemudian mengujinya melalui pengamatan atau
percobaan untuk mengetahui apakah masih berlaku atau tidak. Sebuah ilmu
dikatakan ilmiah apabila: sikap, metode, tindakan, kesimpulan dan implikasinya
bersifat ilmiah (Bahm, 1985). Secara umum dunia barat menyatakan bahwa sebuah
Ilmu pengetahuan harus memenuhi syarat: sistematis, objektif, rasional, general,
reliabel dan komunitas. Sistematis artinya fakta-fakta pentingnya disusun berurutan
atau teratur dan saling berkaitan. Objektif berarti menjelaskan apa adanya sesuai
dengan fenomena yang terjadi. Rasional, bersumber pada pemikiran rasio dan
mematuhi kaidah-kaidah logika. General, kualitas dan kebenaran ilmu pengetahuan
bersifat umum, yakni dapat diterapkan untuk fenomena yang sama tanpa terikat
ruang dan waktu. Reliabel, dapat diperiksa, diselidiki kembali atau diuji ulang
kebenarannya oleh masyarakat ilmiah. Komunitas, ada komunitas umum yang
dapat menerima kebenarannya (Gie, 1997).
Setiap ilmu memiliki 2 (dua) obyek kajian tertentu yang membedakannya
dengan ilmu lain, yakni obyek material dan formal. Obyek material merupakan
obyek yang dihadirkan dalam pemikiran atau penelitian, baik yang bersifat materi
(seperti benda-benda) maupun yang non-materi (seperti masalah, konsep, ide-ide).
Sementara, obyek formal berarti dari sudut pandang mana suatu obyek itu diselidiki
(Suhartono, 1997). Kajian manusia bisa terdapat pada beberapa ilmu pengetahuan.
Sebagai objek material, manusia sama-sama dikaji oleh biologi, psikologi,
komunikasi, agama dan bimbingan dan konseling. Namun obyek formalnya bisa
berbeda-beda, ada yang melihat aspek fisiknya saja, jiwanya, kemampuan
komunikasinya, pemahaman dan praktik agamanya, serta problema dan potensi
pengembangannya.
Obyek kajian ilmu BKI adalah manusia baik pada sisi biologis, pribadi, sosial,
dan religius (Farida & Saliyo, 2008), karena manusia merupakan ”homo religius,
makhluk beragama (Yusuf, 2005). Layanan BKI diarahkan untuk mempebaiki diri
dan lebih mendekatkan kepada Allah dan juga bertujuan mewujudkan manusia yang
sesuai dengan perkembangan unsur dirinya sebagai makhluk individu, sosial dan
makhluk yang berbudaya. Bimbingan dan konseling Islam membantu

45
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

meyeimbangkan kehidupan duniawi dan ukhrowi dengan menggunakan landasan


konseptual ajaran Al Qur’an dan Sunnah. Ilmu BKI dalam operasionalnya
didasarkan pada ilmu psikologi, sosiologi, antropologi, filsafat, dan pendidikan, serta
ilmu hukum (syariat) Islam (Faqih, 2001).

Ilmu dalam Pandangan Islam


Fenomena ilmu, Islam, dan islamisasi ilmu sudah cukup lama berkembang
sebagai reaksi terhadap perkembangan ilmu modern dan kesadaran tentang bahaya
dan dampak ”merusak” ilmu sekuler yang tidak sinergis dengan agama. Upaya
meminimalkan daya rusak tersebut adalah dengan islamisasi, yaitu mengadaptasi
dan mengasimilasi ilmu sekuler ke dalam nilai-nilai budaya dan religius Islam.
Islamisasi ilmu bukan melabeli ilmu dengan ayat al-Qur’an atau hadis, melainkan ia
bekerja pada tingkat epistemologis yang membahas status ontologis objek ilmu,
sistem klasifikasi ilmu serta metode ilmiah yang meliputi metode eksperimen (tajrȋbȋ),
demonstratif (burhânȋ) dan intuitif (‘irfânȋ) (Kartanegara, 2003).
Dalam dunia Islam, ada dua tokoh yang yang cukup getol menawarkan kajian
islamisasi ilmu secara berbeda, yakni Ziauddin Sardar dan Ismail Al-Faruqi. Sardar
berpandangan bahwa islamisasi ilmu seharusnya dimulai dari hal yang paling
mendasar, yaitu dengan membangun pandangan dunia (world view) Islam dan
paradigma Islam (Sardar, 2000). Sementara Al-Faruqi menyatakan bahwa islamisasi
ilmu dapat dilakukan dengan melakukan sintesis antara Islam dan ilmu pengetahuan
modern. Integrasi ilmu dan islam kemudian melahirkan ilmu ekonomi Islam,
psikologi islami, dan bimbingan konseling Islam (Ancok, 1994).
Ilmu dalam pandangan Islam dibagi menjadi dua, yakni ilmu ilahi dan insani.
Ilmu ilahi merupakan ilmu yang diberikan Allah swt., dan ilmu insani dicapai
manusia melalui usaha akal pikiran, berasal dari pengalaman hidup, indera jasmani,
perhatian, penyelidikan, dan pengkajian (Al-Attas, 1989). Oleh karena itu sumber
kebenaran ilmu dalam Islam terbagi menjadi dua, pertama sumber sumber Ilahi,
berupa wahyu atau berita yang benar, yakni al-Qur’an dan al-Sunah serta intuisi
(ilham); kedua sumber insani yang terdiri dari akal pikiran dan panca indera (Rusuli
& Daud, 2015). Pandangan ini memberikan pengaruh yang besar terhadap

46
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

pengembangan ilmu BKI di Indonesia, sehingga fungsi dan tujuan ilmu BKI,
batasannya, teori, hukum, model dan hipotesis, paradigma dan tradisi penelitiannya
selalu terkait dengan wahyu dan merupakan sintesis antara kajian BK modern
(umum) dan ajaran agama Islam.

Ilmu Bimbingan dan Konseling Islam


Mengkaji ilmu bimbingan dan konseling Islam (BKI) dapat diurai dalam
lingkup: (1) pengertian, (2) tujuan, (3) metodologi dalam kegiatan keilmuannya, (4)
penggolongan Ilmunya, (5) pengembangan teori, model, dan paradigmanya, (6)
hubungannya dengan kesejahteraan manusia, dan (7) aliran-aliran filsafat ilmu pada
Ilmu BKI tersebut (Hanurawan, 2012). Jika menggunakan pandangan filsafat, maka
kajian ilmu BKI dapat diarahkan pada 4 hal, yakni (1) metafisika/realitas yang
berhubungan dengan keberadaan ilmu BKI, (2) metode pencapaian pengetahuan
ilmu BKI, (3) etika dan moralitas dalam penerapan BKI, dan (4) estetika/keindahan
ilmu BKI.
Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu, agar
mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan Konseling Islami
adalah proses pemberian bantuan terhadap individu, agar menyadari kembali akan
eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah dalam All Qur’an dan Hadits, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat (Musnamar, 1992). Kata kuncinya, bimbingan diberikan
untuk mendorong kehidupan selaras dengan ketentuan Allah, sedangkan konseling
Islam diberikan untuk mengembalikan individu yang ”keluar jalur” untuk kembali
kepada arah yang benar.
Bimbingan dan konseling Islam adalah kegiatan seseorang dalam membantu
orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam hidupnya, agar
mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri
terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada dirinya suatu
cahaya harapan, kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa depan (I. S. Farid,
2007). Bimbingan dan konseling Islam juga berarti layanan BK religius yang

47
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

diberikan kepada konseli agar mampu memahami dirinya, mengarahkan dan


merealisasikan diri sesuai potensi yang dimiliki dengan tetap berpegang pada nilia-
nilai religius (Hasyim & Mulyono, 2010).
Beberapa ciri dan keyakinan mendasar pada bimbingan dan konseling Islam,
antara lain: (1) Berparadigma pada wahyu (Al Qur’an) dan keteladanan para Rasul
serta ulama; (2) layanan BKI hukumnya wajib dan bahkan merupakan bentuk
ibadah; (3) konselor dalam kehidupannya tidak boleh menyimpang dari wahyu,
karena dapat berakibat fatal bagi dirinya dan konseli; (4) sistem konseling Islam
dimulai dari arahan kepada kesadaran nurani dan membaca ayat-ayat Allah; dan (5)
Konselor Islam melakukan proses konseling selalu mengharap (merasa di bawah)
bimbingan Allah (Adz-Dzaky, 2000).
Tujuan umum layanan BKI adalah mewujudkan individu sebagai manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Faqih, 2001).
Tujuan khusus layanan BKI (Adz-Dzaky, 2000) adalah untuk menghasilkan: (1)
perubahan dan perbaikan kesehatan/kebersihan jiwa dan mental (menjadi damai
(muthmainah), rela (radhiyah) dan mendapat pencerahan dari tuhan (mardhiyah)); (2)
perubahan dan perbaikan kesopanan tingkah laku yang bermanfaat bagi diri,
keluarga, masyarakat dan alam; (3) kecerdasan emosi untuk mengembangkan rasa
toleransi, dan rasa kasih sayang; (4) kecerdasan spiritual untuk mengembangkan rasa
ingin menaati Tuhan, tulus mematuhi perintah-Nya, serta tabah menerima ujuian-
Nya; (5) potensi ilahiah untuk melakukan tugas sebagai khalifah dengan baik,
menanggulangi persoalan hidup dan memberi manfaat dan keselamatan bagi
kehidupan sekitar.

Posisi Filsafat Ilmu Bimbingan dan Konseling Islam dalam Penggolongan Filsafat
Ilmu
Kegiatan bimbingan dan konseling dalam sejarah hidup manusia sebenarnya
telah dimulai pada peristiwa Nabi Adam yang mendapatkan konsekuensi akibat
makan buah terlarang di taman Firdaus. Adam kemudian belajar melakukan refleksi
diri dan memperbaiki perilakunya (Gibson & Mitchel, 1981). Dalam konteks
Indonesia, pada masa lalu, praktik bimbingan dan konseling secara primitif

48
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

sebenarnya telah berjalan dalam berbagai bentuk, seperti masyarakat yang pergi ke
dukun, tabib, kepala suku, kyai, peramal untuk mendapatkan solusi atas problema
hidup, untuk mendapatkan ketenangan batin, dan untuk memprediksi kesuksesan di
masa depan (All Habsy, 2017).
Ilmu dapat dikategorikan ke dalam ilmu murni (pure science) dan ilmu terapan
(applied science). Ilmu murni bertujuan meneliti, menemukan, dan memertinggi mutu
teori (science shake for the science). Bagi mereka, ilmu dikembangkan demi ilmu.
Sedangkan ilmu terapan adalah pemanfaatan teori yang dihasilkan oleh ilmu murni
(Krech, Ballachey, & Crutchfield, 1962). Ilmu bimbingan dan konseling berpijak dan
dikembangkan dari disiplin-disiplin ilmu dasar, yakni psikologi, antropologi sosial,
dan sosiologi (Wilkins, William & Perlmutter, 1960). Kontribusi ilmu psikologi
meliputi teori dan proses konseling, pertumbuhan dan perkembangan manusia,
asesmen standar, teknik konseling individu dan kelompok, dan pengembangan karir
serta teori-teori pengambilan keputusan (Gibson & Mitchel, 1981). Sosiologi
berkontribusi dalam memahami kedudukan individu dalam konteks bimbingan dan
konseling, dalam lembaga sosial seperti keluarga dan masyarakat. Antropologi
berkontribusi dalam memahami suasana bimbingan dan konseling terkait variabel
budaya.
Adapun bimbingan dan konseling Islam merupakan ilmu terapan yang
memanfaatkan 2 hasil kajian, yakni (1) hasil kajian ”ilmiah” yang bersumber dari
indera dan rasio, yakni ilmu filsafat, psikologi, komunikasi, antrolopogi, dan
sosiologi, dan (2) hasil kajian ”ilahiah” yang bersumber dari Tuhan dalam Al Qur’an,
Hadits dan ilham (intuisi) para ilmuan Islam yang secara operasional berwujud ilmu
syariat (fiqh) / hukum islam (Faqih, 2001), ilmu Tafsir Al Qur’an, Ilmu Hadits, ilmu
Aqidah, dan Akhlak.

Metode Ilmu Bimbingan dan Konseling Islam


Dalam tradisi Islam berkembang 3 (tiga) pola pikir epistemologi keilmuan
Islam yang dikenal dengan istilah nalar islam Bayani, Irfani dan Burhani yang
dikembangkan oleh Muhammad Abid Al Jabiri melalui proyek ”Kritik Nalar
Arab”nya. Ia yang telah belajar dan mendapat pengalaman ilmu di Barat hendak

49
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

mendekonstruksi tradisi keilmuan Islam yang dianggapnya masih berhenti di tempat.


Tiga nalar ini memberi pengaruh besar terhadap metode penemuan kebenaran dan
penelitian dalam dunia Islam termasuk dalam bidang bimbingan dan konseling Islam
(Al-Jabiri, 2003).
Nalar Bayani meletakkan realitas wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah), ijma’
(konsensus ilmuan islam), dan qiyas (analogi dalam agama) sebagai acuan dan
sumber dasar dalam pemerolehan pengetahuan. Pemeliharaan nash (teks agama) dan
hegemoni nash dalam aktivitas intelektual dengan menggunakan strategi istinbath
(penyimpulan), qiyas (analogi) dan istidlal (pencocokan dalil agama) melalui aplikasi
ilmu nahwu, balaghah, fiqh dan kalam, merupakan ciri dalam nalar bayani. Nalar
irfani lebih mendasarkan pengetahuan pada pengalaman langsung, rasa, ilham, dan
intuisi. Para sufi yang menjalani laku hidup sederhana, mengasingkan diri, menjalin
keterhubungan dengan Tuhan, memberikan nasehat dari ”ilham” yang didapatkan
merupakan bentuk implementasi nalar irfani. Nalar burhani bertumpu kemampuan
intelektual (rasio), indera dan pengalaman manusia. Kebenaran pengetahuan harus
sesuai dengan kenyataan yang ditangkap oleh indera dan juga dapat diterima oleh
akal sehat (Widodo & Ardi, 2007).
Ada perbedaan paradigma dan objek kajian antara bimbingan dan konseling
Islam (BKI) dengan bimbingan dan konseling (BK) yang lahir di negara barat.
Bandingkan, misalnya definisi yang dikembangkan oleh masing-masing BKI dan
BK. Dalam buku-buku rujukan BK, dikemukakan bahwa bimbingan adalah proses
membantu seseorang dalam menentukan pilihan penting yang memengaruhi
hidupnya (Gladding, 2012), dengan memberi pemahaman, pengelolaan, dan fokus
pada pengembangan melalui kombinasi beberapa layanan, termasuk di dalamnya
layanan konseling (Dorcas, 2015), sebagai inti layanannya (the heart of guidance)
karena lebih langsung bersentuhan dengan masalah individu (Blocher, 1974).
Adapun konseling dimaknasi sebagai penanganan masalah individu untuk
mengubah perilaku, mengklarifikasi sikap, ide dan tujuannya untuk memecahkan
masalah dan untuk meningkatkan pemahaman diri seseorang dalam bidang
pendidikan, sosial, emosional, fisik, kejuruan dan kebutuhan moral (All Habsy,
2017).

50
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

Dengan uraian bahasa yang lebih utuh, ACA (The American Counseling
Association) mendefinisikan konseling sebagai upaya penerapan prinsip-prinsip
kesehatan mental, perkembangan psikologis atau manusia, melalui intervensi
kognitif, afektif, perilaku, atau secara sistemik, dan strategi yang mencanangkan
kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, atau perkembangan karir, dan juga patologi
(Gladding, 2012). Kata kunci layanan bimbingan dan konseling terletak pada proses
memfasilitasi perkembangan individu dalam lingkungannya melalui interaksi secara
sehat antara individu dengan lingkungan (Blocher, 1974).
Definisi BK tersebut di atas berhenti pada aspek masalah dan potensi manusia
saat ini dalam kehidupan dunia saja, belum menyentuh manusia manusia dari aspek
fitrahnya. Setiap manusia telah dilengkapi fitrah jasmani, rohani, nafs dan fitrah
”beragama” (beriman) kepada Allah dan tunduk kepadaNya (Sutoyo, 2013).
Layanan BKI diselenggarakan untuk menyentuh aspek yang lebih dari BK, yakni
aspek agama yang mengurusi masalah batin dan ruh yang tidak kasat mata, ibadah
dan ketaatan kepada Tuhan, dan tentang akhirat, sebuah kehidupan abadi setelah
kematian yang memerlukan bekal kebaikan dalam hidup sesuai dengan ridhoNya.
Oleh karena itu, dalam paradigma BKI, individu bermasalah tidak hanya
dikaitkan dengan ketidakmampuannya memahami diri dan beradaptasi dengan
lingkungan serta tidak optimalnya potensi diri saja, namun juga dikaitkan dengan
aspek fitrah beragamanya, yakni keyakinannya, ibadahnya, dan perilaku atau
akhlaknya terhadap diri, orang lain dan alam sekitarnya. Oleh karena itu, layanan
BKI ditujukan untuk menjaga agar fitrah individu bisa berkembang dan berfungsi
dengan baik menuju pribadi kaffah (Sutoyo, 2013) yakni sebagai abdullah yang
mematuhi hukum-hukum Allah, dan sekaligus khalifah, yang mampu mengelola
kehidupan demi kesejahteraan umat manusia. Tujuan akhirnya adalah individu yang
(1) mukminin, punya iman yang benar dan kukuh, (2) muttaqin, mematuhi perinyah
dan menjauhi larangan Allah, dan (3) mutawakkilin, menyerahkan segala hasil
usahannya kepada Allah, (4) mukhlisin, segala tindakannya diniatkan hanya untuk
mencari ridha Allah (A. Farid, 2015).
Berkaitan dengan pandangan tentang kebenaran dan sumber kebenaran, BKI
menempatkan wahyu (Al-Qur’an dan hadits) sebagai sumber kebenaran pertama,

51
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

utama dan mutlak selain ”dan bahkan di atas” rasio dan indera (Sutoyo, 2015).
Kebenaran yang dihasilkan oleh indera dan rasio jika bertentangan dengan wahyu
akan ditolak. Sedangkan kebenaran wahyu meskipun belum dapat diindera dan
belum dapat dipahami oleh rasio sksn diterima dan diikuti, karena kebenaran (ilmu)
Tuhan diyakini lebih luas dan lebih benar dibanding kebenaran ilmu manusia yang
terbatas.
Paradigma BKI yang menempatkan Tuhan dan wahyu pada posisi di atas
(lebih utama) ini kemudian memberi dampak signifikan pada teori dan praksis
layanan BKI. Layanan-layanan bantuan masalah dan pengembangan diri konseli
banyak didasarkan pada Al Qur’an, do’a-doa, ibadah-ibadah dan nasihat-nasihat
ulama sufi. Oleh karena itu, dalam dunia islam berkembang bentuk-bentuk terapi
berbasis wahyu, seperti terapi wudhu’ terapi sholat, terapi dzikir, terapi sedekah,
terapi puasa dan terapi lain yang bersifat transenden dapat diterima dengan baik
dalam dunia Bimbingan dan Konseling Islam. Terapi-terapi islam semacam ini tentu
tidak mudah diterima di kalangan BK umum yang mendasarkan proses konselingnya
pada kekuatan (1) di luar manusia, seperti pikiran bawah sadar, pengalaman masa
lalu, pengaruh lingkungan, dan (2) dalam diri manusia seperti motivasi, nilai dan
makna hidup serta pikiran.
Uraian di atas menggambarkan bahwa ilmu bimbingan dan konseling Islam
merupakan ilmu pengetahuan yang menggunakan metode ”ilmiah” dan ”ilahiah”
dalam melahirkan berbagai teori dan praksisnya. Subjek kajian utamanya adalah
manusia, hakekat, aktivitas, dan komunikasinya dengan sekitar yang berdimensi
nilai filosofis, psikologis, sosiologis, antropologis, dan religious. Secara skematis,
posisi ilmu bimbingan dan konseling Islam di tengah ilmu-iilmu yang lain dapat
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 memberikan pemahaman bahwa layanan BKI mengambil manfaat
besar dari hasil kajian ilmu filsafat, psikologi, komunikasi, antroloogi, dan sosiologi
di satu sisi. Namun, juga bersandar kuat pada kajian agama yang bersumber dari
wahyu yang tertuang dalam Al Qur’an dan Hadits yang secara operasional
dikembangkan dalam ilmu fiqh, ilmu aqidah/kalam, ilmu akhlak, ilmu tafsir dan
hadits pada sisi yang lain.

52
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

Gambar 1. Posisi Ilmu Bimbingan dan Konseling Islam di Tengah Ilmu-ilmu


Lainnya

Paradigma dan gambaran posisi ilmu BKI tersebut telah menjadi dasar dan
sumber pemikiran yang mempengaruhi pengembangan BKI di PTKI. Program Studi
BKI dengan itu pasti berbeda dengan BK di PT umum. Kalau kemudian ada
ungkapan yang mengatakan bahwa BKI itu bukan BK, maka bisa dibenarkan karena
pijakan dan tujuannya tidak sama persis. Namun jika ada yang menyebut
keberadaan BKI tidak sah, maka perlu ditanya balik, tidak sah menurut apa dan
siapa. Jika BK di PT umum memakai paradigmanya untuk menilai BKI di PTKI,
tentu akan menemukan ketidakcocokan, dan kemudian BKI dianggap bukan BK
seperti mereka. Sebaliknya, jika BKI menggunakan paradigmanya untuk menilai
BK, maka akan menemukan sesuatu yang hilang.
Memang dalam realitasnya, banyak dosen program studi dan jurusan BKI
lahir/ lulusan dari BK di PT umum yang sedikit banyak mengenal filsafat ilmu BK
saja dan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang filsafat ilmu BKI. Hal
ini kemudian melahirkan perdebatan di kalangan BKI sendiri, tentang apakah BKI
diarahkan pada pendidikan atau sosial, padahal berada di lingkungan fakultas

53
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

Dakwah (ilmu sosial). Hingga saat ini, program pascasarjana program studi BKI
belum tersedia secara memadai. Begitu pula, kurikulum pada program studi BKI juga
banyak yang bercampur dengan BK pendidikan sebagai warisan studi di BK pada
PT umum. Belum lagi persoalan rebutan ”lahan pekerjaan” yang saling mengklaim,
dimana BK mengharapkan bisa memberikan layanan di sekolah dimana BKI tidak
diperkenankan karena seharusnya di lembaga lain yang bergerak di bidang sosial.

Simpulan
Membahas bimbingan dan konseling Islam (BKI) sebagai ilmu dalam kajian
filsafat memerlukan energi yang tidak ringan. Persoalan pengertian ilmu BKI,
tujuan, dan metode pemerolehan kebenaran masih memerlukan perjalanan yang
panjang menuju kemapanan paradigma. Sebagai sebuah ilmu terapan, yang lahir dan
berada di tengah kemapanan dan kedewasaan BK yang fokus pada layana
pendidikan, BKI pada PTKI perlu terus bergerak, berbenah dan berubah bersama
dengan perkembangan ilmu ”ilmiah” dan ”ilahiah” yang menjadi landasannya.
Pertentangan dan dinamika yang muncul antara BK pada PT umum dan BKI
pada PTKI tidak dapat dielakkan karena perbedaan paradigma secara filosofis.
Selain itu, persoalan yang masih terus terjadi adalah masalah bidang layanan,
dimana BK fokus pada individu berkenaan dengan bidang pendidikan dan BKI
mengarah pada individu berkenaan dengan semua aspek hidupnya baik dari segi
fisik-jasmani, psikis, dan rohani/agama. Sehingga, seringkali lulusan BKI yang
bekerja di sekolah akan mendapatkan respon (protes) dari kalangan BK.
Para pegiat, pemerhati, pelaku dan ilmu BK dan BKI perlu saling mengkaji
paradigma filosofis masing-masing ilmu dan terus mengembangkannya hingga
mencapai tingkat kematangan. Masing-masing pihak perlu saling menghargai posisi
dan wilayah kajiannya. Saling belajar dan saling menghargai paradigma dan layanan
BK dan BKI lebih dibutuhkan dibanding saling mengklaim kebenaran. Kerjasama
dalam membantu masyarakat lebih berdaya dan lebih bahagia lebih penting dan
perlu diutamakan dibanding upaya saling menegasikan.

54
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

Daftar Pustaka
Adz-Dzaky, H. B. (2000). Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru.
Al-Attas, S. M. N. (1989). Islam dan Filsafat Sains. Bandung: Mizan.
Al-Jabiri, M. ‘Abid. (2003). Kritik Pemikiran Islam: Wacana Baru Filsafat Islam.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
All Habsy, B. (2017). Filosofi Keilmuan Bimbingan dan Konseling. Jurnal
Pendidikan, 2(1).
Ancok, D. (1994). Kata Pengantar Buku. In Fuat Nasori (ed.), Membangun Paradigma
Psikologi Islami. Yogyakarta: Sipress.
Bahm, A. J. (1985). What is Science? Mexico: Alburque.
Blocher, D. H. (1974). Developmental Counseling. New York: Ronald Press.
Dorcas. (2015). Functional Guidance and Counselling Centre In Tertiary Institution.
The Journal of International Social Research.
Drees, W. B. (2003). Is Nature Ever Evil?: Religion, Science and Value. New York:
Routledge.
Faqih, A. R. (2001). Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: UII Press.
Farid, A. (2015). Model Bimbingan Konseling Islam Anwar Sutoyo dalam
Mengatasi Kenakalan remaja. Konseling Religi: Jurnal Bimbingan Konseling
Islam, 6(2).
Farid, I. S. (2007). Pokok-pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama sebagai
Tenik Dakwah. Jakarta: Bulan Bintang.
Farida, & Saliyo. (2008). Teknik Layanan Bimbingan Konseling Islami. Kudus: STAIN
Kudus.
Gibson, R. L., & Mitchel, M. H. (1981). Intorduction to Guidence. USA: Macmillan
Publishing.
Gie, T. L. (1997). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Gladding, S. T. (2012). Effective Group Counseling. Greensboro NC: ERIC/CASS.
Hanurawan, F. (2012). Filsafat Ilmu Psikologi. Malang: Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Malang.
Hanurawan, F. (2014). Filsafat Ilmu dalam Bidang Pendidikan. Makalah Kuliah Tamu
pada Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Banding, 25 November 2014.
Hasyim, F., & Mulyono. (2010). Bimbingan & Konseling Religius. Yogyakarta: AR-
RUZZ Media.

55
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

Jalaluddin. (2014). Filsafat Ilmu Pengetahuan: Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban.
Jakarta: Rajawali Press.
Kartanegara, M. (2003). Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam.
Bandung: Mizan.
Kirom, S. (2011). Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya
dalam Mengatasi Persoalan Bangsa. Jurnal Filsafat, 21(2).
Krech, D., Ballachey, E. L., & Crutchfield, R. S. (1962). Individual in Society. Tokyo:
McGraw-Hill.
Lacey, A. R. (1996). A Dictionary of Philosophy, 3rd edition. London: Routledge.
Machamer, P. (1992). Philosophy of science: An overview for educators. Science &
Education, 7, 1-11. In R.W. Bybee et al. (Eds.). 1992. Teaching About the History
and Nature of Science and Technology: Background Papers, USA: Colorado Springs,
CO (pp. 1–11).
McLeod, J. (2003). Doing Counselling Research. Second Edition. London: SAGE
Publications Inc.
Mumford, S. (2008). “Metaphysics.” In Psillos, Stathis and Curd, Martin. 2008. The
Routledge Companion to Philosophy of Science. Canada: Routledge.
Musnamar, T. (1992). Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami.
Yogyakarta: UII Press.
Nasution, H. (1973). Falsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
PMA. (2016). Peraturan Menteri Agama Nomor 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. (p. 33). p. 33.
PMA. (2017). Peraturan Menteri Agama Nomor 38 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Agama Nomor 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (p. 38). p. 38.
Rusuli, I., & Daud, Z. F. M. (2015). Ilmu Pengetahuan dari John Locke ke Al-Attas.
Jurnal Pencerahan, 9(1), 12–22.
Sardar, Z. (ed. . (2000). Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suhartono, S. (1997). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Makassar: Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
Suryabrata, S. (1995). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.
Sutoyo, A. (2013). Bimbimbngan dan Konseling Islami: Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sutoyo, A. (2015). Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Thohir, M. (2020). Wawancara dengan Abd. Basyid, alumni Jurusan BPM UIN Sunan

56
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

Ampel lulus tahun 1987.


Uinsuka, B. (2020). Selayang Pandang. Retrieved from http://bki.uin-
suka.ac.id/id/page/prodi/687-Selayang-Pandang
Van Peursen. (1985). Susunan Ilmu Pengetahuan: Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu.
Jakarta: Gramedia.
Widodo, & Ardi, S. (2007). Nalar Bayani, Irfani dan Burhani dan Implikasinya
terhadap Ilmu Pesantren. Hermenia: Jurnal Islam Interdisipliner, 6(1).
Wikipedia. (2020). Philosophy of science. Retrieved from
https://en.wikipedia.org/wiki/Philosophy_of_science
Wilkins, William, D., & Perlmutter, B. J. (1960). The Philosophical Foundations of
Guidance and Personnel Work. Sage Journals, 30(2), 97–104.
Yusuf, S. (2005). Psikologi Belajar Agama: Perspektif Agama Islam. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.
Yusuf, S., & Nurihsan, J. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

57
Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 1 (2021), pp. 41-58

58

You might also like