You are on page 1of 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU TIDAK AMAN PADA

PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT CALPIS INDONESIA TAHUN 2020

Firdayani Muflihatin1, Cut Alia Keumala Muda, SKM., M.K.K.K2, Decy Situngkir, SKM., M.K.K.K.3,
Mayumi Nitaami, SKM., MKM.4
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul

Correspondence author: firdayanim@gmail.com

ABSTRACT

Unsafe behavior is an action taken at work that can lead to work accidents. Behavior carried out by workers that can
cause accidents to the detriment of the company and also the workers themselves. Factors that influence unsafe
behavior include knowledge, attitudes, motivation, availability of PPE, safety regulations, the role of supervisors, and
the role of co-workers. Based on a preliminary interview survey with PT Calpis Indonesia's HSE Officer, during
January to April, there were 7 Unsafe actions taken by PT Calpis Indonesia employees, including cleaning the engine
when it was running, using a broken machine, not concentrating (daydreaming, chatting, joking) , trying to fix machines
yourself, using someone else's machine or tools, failing to secure it, and wearing inappropriate PPE. This study aims to
determine the factors associated with unsafe behavior in production workers at PT Calpis Indonesia. The research
method used is quantitative with cross sectional research techniques. To obtain data as many as 29 respondents was
done by filling out a questionnaire via google form with simple random sampling technique. The results of the Chi
Square test showed that there was a relationship between knowledge, attitudes, the role of supervisors and unsafe
behavior in production workers at PT Calpis Indonesia. It is expected that the company will provide external K3
training to employees, especially in the production section, especially certified training, given the many sources of
danger in that section and provide internal K3 training not only to permanent employees but also to contract employees.
Keyword : Unsafe behavior, knowledge, attitudes, the role of supervisors,
X + 73 pages : 2 pictture; 17 table, 4 attachment
References : 39 (2008-2020)
ABSTRAK

Perilaku tidak aman adalah tindakan yang dilakukan pada saat bekerja yang dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja.
Perilaku yang dilakukan oleh para pekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan sehingga merugikan perusahaan dan
juga pekerja itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tidak aman antara lain pengetahuan, sikap,
motivasi, ketersediaan APD, peraturan keselamatan, peran pengawas, dan peran rekan kerja. Berdasarkan Survey
pendahuluan  wawancara dengan HSE Officer PT Calpis Indonesia, selama bulan januari hingga april, ada 7 Unsafe
action yang dilakukan oleh karyawan PT Calpis Indonesia diantaranya adalah membersihkan mesin saat keadaan
menyala, menggunakan mesin yang rusak, tidak konsentrasi (melamun, mengobrol, bercanda), mencoba membetulkan
mesin sendiri, menggunakan mesin atau alat orang lain,  gagal mengamankan, dan memakai APD yang tidak layak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tidak aman pada pekerja
bagian produksi di PT Calpis Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan teknik penelitian
cross sectional. Untuk memperoleh data sebanyak 29 responden dilakukan dengan cara pengisian kuesioner melalui
google formulir dengan teknik simple random sampling. Hasil penelitian uji Chi Square didapatkan Ada hubungan
antara pengetahuan, sikap, peran pengawas dengan perilaku perilaku tidak amzasssan pada pekerja bagian produksi di
PT Calpis Indonesia. Diharapkan pihak perusahaan memberikan pelatihan K3 eksternal kepada karyawan khususnya
bagian produksi terutama pelatihan yang tersertifikasi mengingat banyaknya sumber bahaya di bagian tersebut serta
memberikan pelatihan K3 internal kepada tidak hanya kepada karyawan tetap saja namun juga pada karyawan kontrak
Kata kunci : Perilaku tidak aman, pengetahuan, sikap, peran pengawas
X + 73 halaman : 2 gambar; 17 tabel, 4 lampiran
Pustaka : 39 (2008-2020)

PENDAHULUAN
ILO memperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta perempuan dan laki-laki di seluruh dunia meninggal
karena kecelakaan atau penyakit terkait pekerjaan setiap tahun yang mana sama dengan lebih dari
6000 kematian setiap hari. Di seluruh dunia, ada sekitar 340 juta kecelakaan kerja dan 160 juta
korban penyakit terkait pekerjaan setiap tahunnya. ILO memperbarui perkiraan ini secara berkala,
dan pembaruan menunjukkan peningkatan kecelakaan dan kesehatan yang buruk. Perkiraan
kecelakaan kerja yang fatal di negara-negara CIS (Common wealth of Indenpendent States) lebih
dari 11.000 kasus, dibandingkan dengan 5.850 kasus yang dilaporkan (kurang informasi dari 2
negara) (ILO, 2020). Kecelakaan kerja disebabkan oleh tindakan tidak aman atau kondisi tidak
aman atau kombinasi keduanya. Penelitian telah menunjukkan bahwa tidak ada kecelakaan yang
memiliki penyebab tunggal. International Loss Control Institute mengajukan teori penyebab
kecelakaan yang menyarankan beberapa penyebab kecelakaan seperti kurangnya pengendalian
manajemen, yaitu kurangnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan dan penyebab tidak
langsung (akar penyebab) (ILO, 2018).
Menurut Suma’mur dalam Sucipto, 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian (unsafe
human act) dan kesalahan manusia (human error). Kecelakaan dan kesalahan manusia tersebut
meliputi faktor usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan. Kesalahan akan meningkat
ketika pekerja mengalami stress pada beban pekerjaan yang tidak normal atau ketika kapasitas kerja
menurun akibat kelelahan (Sucipto, 2015). Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Depnakertrans) RI dalam Fitriana (2016) menyebutkan pada tahun 2010 terdapat 54.398 kasus
kecelakaan kerja karena 96% unsafeaction dan 4 % karena unsafecondition (Fitriana, 2016).
Kabupaten Bekasi sendiri ditemukan 38.429 kasus kecelakaan tenaga kerja, sementara itu Cikarang
sendiri ditemukan 5.523 total kasus (BPJS Ketenagakerjaan, 2020).
Suma’mur menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari perilaku tidak aman yaitu akibat
langsung diantaranya kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan cedera sampai dengan kematian,
sedangkan akibat tidak langsung antara lain penyakit akibat kerja yang dapat memberikan kerugian
diantaranya kerusakan lingkungan tempat kerja dan kerusakan organ tubuh yang mengalami
penyakit akibat kerja. selain itu jam kerja hilang, kerugian produksi, kerugian sosial serta citra
perusahaan dan kepercayaan konsumen pun akan menurun(Suma’mur, 2015). Sedangkan dampak
dari perilaku tidak aman yang dilakukan karyawan PT. Caplis adalah terjadinya kecelakaan kerja
yang mengakibatkan minor dan mayor injury, sehingga menyebabkan karyawan harus istirahat
bekerja dan secara tidak langsung menimbulkan kerugian pada perusahaan.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku tidak aman pada pekerja menurut Green
dalam Notoatmojo diantaranya yaitu pengetahuan, sikap, motivasi, masa kerja dan pengawasan
(Notoadmodjo, 2017). Pengetahuan yang kurang akan keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3) di
lingkungan kerja menyebabkan seseorang sulit untuk mengetahui potensi bahaya yang ada
disekitarnya, sehingga sulit untuk menentukan tindakan dalam mengendalikan potensi bahaya
tersebut. Oleh sebab itu seseorang akan menjadi kurang waspadaterhadap risiko yang dapat timbul
dariperilakunya selama bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian Tulaeka tahun 2018 menyebutkan adanya hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku tidak aman pada pekerja (Tulaeka, 2018). Selain itu, hasil penelitian
Sangaji ditemukan adanya hubungan antara sikap dengan perilaku tidak aman pada pekerja
(Sangaji, 2018).
Pengawasan juga merupakan salah satu tugas mutlak diselenggarakan dalam mengendalikan
kegiatan-kegiatan teknisyang dilakukan oleh pekerja. Bila fungsi pengawasan tidak dilaksanakan
makapenyebab dasar dari suatu insiden akan timbul yang dapatmengganggu kegiatan
perusahaan(Handoko, 2016).Listyandini dalam penelitiannya menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara pengawasan dengan kecelakaan kerja(Listyandini, 2019).
PT Calpis Indonesia berdiri pada september 1994 dan mulai beroperasi tahun 1995. PT Calpis
Indonesia merupakan salah satu perusahaan terkemuka yang memproduksi susu fermentasi merek
CALPICO terbesar di Indonesia yang memiliki pusat di di kawasan Ejip Cikarang. Adapun proses
produksi susu Calpico di PT Calpis Indonesia yaitu mulai dari blending (pencampuran), bottle
supply, unscramble (pencucian botol), filling (pengisian), retort pasteurization (pemasakan),
pelabelan (best before printing), lalu di visual check untuk memastikan produks sesuai standar,
kemudian produk tersebut jalan ke mesin case packer dan masuk ke proses pemalettan.
Menurut laporan bulanan P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) PT
Calpis Indonesia pada tahun 2017, 2018, dan 2020 telah terdapat 6 perilaku tidak aman yang
menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu tahun 2017 telah terjadi Kecelakaan yang menyebabkan
minor injury sehingga membutuhkan pertolongan pertama sebanyak 3 kali yaitu saat memindahkan
karton setelah packing manual, pekerja mengangkat beban karton bertumpuk sehingga menutupi
pandangannya lalu menabrak karton yang ada didepannya hingga terjatuh dan kakinya tertimpa
karton tersebut hingga memar. Kejadian ini membuat karyawan harus mendapatkan pertolongan
pertama berupa kompres dingin di kakinya. Kejadian serupa terjadi pada pekerja lain, karena ingin
cepat selesai sehingga pekerja melakukan short cut. Kecelakaan minor ketiga saat pekerja tangan
terjepit mesin case packer karena tidak fokus saat bekerja namun hanya menimbulkan luka memar
pada telunjuk. Pada tahun 2018 terjadi 1 kasus kecelakaan kerja mayor yang menyebabkan pekerja
harus absen bekerja yaitu, tangan terjepit mesin case packer dikarenakan kehilangan konsentrasi
saat bekerja dan menyebabkan robekan kecil sehingga mendapat 2 jahitan dan pada tahun 2019
terjadi 2 kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan mayor injury dimana pada kecelakaan ini
karyawan harus mendapatkan perawatan medis dan kehilangan waktu kerja yaitu terjatuh di
platform sehingga pekerja mengalami terkilir pada kaki kanannya sehingga harus absen kerja
selama 2 bulan dan kasus kecelakaan kerja berikutnya pekerja terjepit di mesin pallete sehingga
mengalami luka robek di bagian jempol dan mendapat 2 jahitan. Upaya yang sudah dilakukan
perusahaan terhadap kasus kecelakaan kerja yang terjadi yaitu dengan mengadakan safety talk
setiap sebelum memulai pekerjaan, sosialisasi dan penyuluhan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap seluruh pekerja secara rutin setiap bulan. Hasil dari upaya yang telah
dilakukan didapatkan perubahan perilaku karyawan dari berperilaku tidak aman menjadi perilaku
aman salah satunya yaitu tidak ada lagi karyawan yang melakukan short cut seperti mengangkat
karton melebihi batas keamanan supaya pekerjaan lebih cepat selesai serta angka kecelakaan kerja
yang menurun setelah tindakan yang perusahaan tersebut.
Studi pendahuluan terhadap seluruh karyawan produksi PT Calpis Indonesia yang berjumlah
150 orang dengan cara melakukan wawancara dengan HSE Officer PT Calpis Indonesia, selama
bulan januari hingga april, ada 7 Unsafe action yang dilakukan oleh 12 atau 8% dari karyawan
produksi PT Calpis Indonesia diantaranya adalah 2 membersihkan mesin saat keadaan menyala, 1
menggunakan mesin yang rusak, 2 tidak konsentrasi (melamun, mengobrol, bercanda), 1 mencoba
membetulkan mesin sendiri, menggunakan mesin atau alat orang lain, dan 6 memakai APD dengan
tidak tepat seperti menggunakan masker tidak sesuai prosedur dimana masker tidak digunakan
dalam posisi yang tepat misalnya hanya menutupi mulut saja. Adapun usaha yang telah dilakukan
perusahaan adalah dengan mengadakan safety talk setiap hari sebelum bekerja. Selain itu juga
membuat poster bertema K3 dan membuat rambu-rambu K3.
Berdasarkan latar belakang peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak Aman pada Pekerja Bagian Produksi di PT Calpis
Indonesia Tahun 2020”.

METODE
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian
cross sectional yang bertujuan untuk bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku tidak aman pada pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia. Pengumpulan
data primer melalui kuesioner dalam bentuk Google Formulir yang akan disebarkan ke pekerja
bagian produksi PT Calpis Indonesia menggunakan Link, sedangkan data sekunder diperoleh dari
berdasarkan wawancara dengan HSE.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja bagian produksi yang ada di PT Calpis
Indonesia yang berjumlah 150 orang dengan sampel yang dibutuhkan sebanyak 29 orang. Teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan cara pengundian
dengan melakukan pengocokan sebanyak 29 kali pada kertas yang telah diberi nomor 1 hingga 150.
HASIL
A. Analisis Univariat
Berdasarkan hasil uji Normalitas untuk mengetahui data terdistribusi normal atau dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk dalam pengambilan keputusan didapatkan nilai signifikan
Shapiro-Wilk pengetahuan yaitu 0,027, nilai Shapiro-Wilk sikap yaitu 0,01, nilai Shapiro-Wilk
perilaku 0,034, dan nilai Shapiro-Wilk pengawasan 0,000. Semua nilai Shapiro-Wilk tersebut <
0,05 sehingga data dikatakan tidak normal, maka diputuskan untuk menentukan nilai cut of
point mengunakan nilai median.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi responden tentang perilaku tidak
aman pada pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020dapat diketahui bahwa
proporsi tertinggi sebanyak 15 pekerja (51,7%) berperilaku aman, dan proporsi terendah
sebanyak 14 pekerja (48,3%) berperilaku tidak aman seperti pada table 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis
Indonesia Tahun 2020
Perilaku Tidak N Presentase (%)
Aman
Aman 15 48,3%
Tidak Aman 14 51,7%
Total 29 100%

Berdasarkan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi responden tentang pengetahuan


pada pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 dapat diketahui bahwa
proporsi tertinggi sebanyak 17 pekerja (58,6%) memiliki pengetahuan baik, dan proporsi
terendah sebanyak 12 pekerja (41,4%) memiliki pengetahuan Kurang baik seperti pada table
4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia
Tahun 2020
Pengetahuan Frekuensi Presentase (%)
Baik 17 41,4%
Kurang Baik 12 58,6%
Total 29 100%

Berdasarkan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi responden tentang sikap pada
pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 dapat diketahui bahwa proporsi
tertinggi sebanyak 15 pekerja (51,7%) bersikap positif, dan proporsi terendah sebanyak 14
pekerja (48,3%) bersikap negative seperti pada table 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Sikap Pada Pekerja Bagian Produksi Di


PT Calpis Indonesia Tahun 2020
Sikap Frekuensi Presentase (%)
Positif 15 48,3%
Negatif 14 51,7%
Total 29 100%

Berdasarkan hasil penelitian mengenai distribusi frekuensi responden tentang


pengawasan pada pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 dapat
diketahui bahwa proporsi tertinggi sebanyak 16 responden (55,2%) merasakan pengawasan
yang tinggi, dan proporsi terendah sebanyak 13 responden (44,8%) merasakan pengawasan
yang rendah seperti pada table 4.4 di bawah ini
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengawasan Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia
Tahun 2020
Pengawasan Frekuensi Presentase (%)
Tinggi 16 44,8%
Rendah 13 55,2%
Total 29 100%

B. Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi perilaku tidak aman adalah
responden dengan pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 12 (100%) responden dan proporsi
tertinggi perilaku aman adalah responden dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 15 (88,2%)
responden. Hasil pengujian hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman pada
pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 menggunakan uji chi-square
diperoleh diperoleh nilai P value 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna
antara Pengetahuan dengan perilaku tidak aman. Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR
(Prevalence ratio) = 8,5 dengan 95% CI = (2,312-31,246) pekerja yang memiliki pengetahuan
yang kurang baik akan 8,5 lebih berisiko berperilaku tidak aman dibandingkan pekerja yang
memiliki pengetahuan yang baik.

Tabel 4.5. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian
Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020
Pengetahuan Perilaku P Value PR
Tidak Aman Aman Jumlah (95%)
CI
N % N % N %
Kurang baik 12 100% 0 0% 12 100% 0,000 8,5
Baik 2 11,8% 15 88,2% 17 100% (2,312-
31,246)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi perilaku tidak aman adalah
responden dengan sikap yang negatif yaitu sebanyak 13 (92,9%) responden. Selanjutnya
proporsi tertinggi perilaku aman adalah responden dengan sikap yang positif yaitu sebanyak 14
(93,3%) responden. Hasil pengujian hubungan antara sikap dengan perilaku tidak aman pada
pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 menggunakan uji chi-square
diperoleh diperoleh nilai P value 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna
antara sikap dengan perilaku tidak aman. Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR
(Prevalence ratio) = 13,929 dengan 95% CI = (2,085-93,038) pekerja yang memiliki sikap yang
negatif akan13,929 lebih berisiko berperilaku tidak aman dibandingkan pekerja yang memiliki
sikap yang positif.

Tabel 4.6. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT
Calpis Indonesia Tahun 2020
Sikap Perilaku P Value PR
Tidak Aman Aman Jumlah (95%)
CI
N % N % N %
Negatif 13 92,9% 1 7,1% 14 100% 0,000 13,929
Positif 1 6,7% 14 93,3% 15 100% (2,085-
93,038)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi perilaku tidak aman adalah
responden dengan pengawasan yang rendah yaitu sebanyak 13 (100%) responden. Selanjutnya
proporsi tertinggi perilaku aman adalah responden dengan pengawasan yang tinggi yaitu
sebanyak 93,7% responden. Hasil pengujian hubungan antara pengawasan dengan perilaku tidak
aman pada pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 menggunakan uji chi-
square diperoleh nilai P value 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna
antara pengawasan dengan perilaku tidak aman. Dari uji statistik ini juga diketahui nilai PR
(Prevalence ratio) = 16 dengan 95% CI = (2,399-106,731) pekerja yang merasa mendapatkan
pengawasan yang rendah akan 16 lebih berisiko berperilaku tidak aman dibandingkan pekerja
yang merasa mendapatkan pengawasan yang tinggi.

Tabel 4.7. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian Produksi
Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020
Pengawasan Perilaku P Value PR
Tidak Aman Aman Jumlah (95%)
CI
N % N % N %
Rendah 13 100% 0 0% 13 100% 0,000 16,000
Tinggi 1 6,3% 15 93,7% 15 100% (2,399-
106,731)

PEMBAHASAN
Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia
Tahun 2020
Berdasarkan hasil tabel distribusi frekuensi perilaku tidak aman pada pekerja bagian produksi
di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 didapatkan proporsi tertinggi yaitu 15 pekerja (51,7%)
berperilaku aman. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prasanti pada karyawan Factory 5
Di Pt. X Serpong-Banten 2016 (Karyawan bagian produksi divisi 5) didapatkan bahwa proporsi
tertinggi adalah responden berperilaku aman yaitu sebanyak 56,1% (Prasanti, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi adalah responden yang berperilaku
aman dikarenakan perusahaan telah melakukan beberapa usaha untuk meningkatkan perilaku aman
pada pekerja yaitu dengan mengadakan safety talk setiap hari sebelum bekerja. Selain itu juga
membuat poster bertema K3 dan membuat rambu-rambu K3.

Berdasarkan hasil dari kuesioner perilaku tidak aman yang dilakukan oleh peneliti diperoleh
jawaban karyawan berperilaku tidak aman dengan presentasi tinggi lebih dari 30% responden yaitu
pada perilaku menjalankan peralatan atau mesin tanpa perintah dan wewenang, memperbaiki atau
melakukan perawatan terhadap peralatan kerja (mesin) yang sedang beroperasi, mengoperasikan
mesin tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur, dan mengangkat beban dengan posisi
membungkuk.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas HSE didapatkan informasi bahwa belum pernah
dilakukan evaluasi program K3 yang telah dibuat dan belum ada perencanaan program K3 yang
baru seperti jadwal pelatihan K3, program simulasi kecelakaan kerja, dan lain-lain. Untuk
mengatasi kendala ini, perusahaan sementara masih menggunakan program K3 yang lama dan
menambah budget untuk program K3 tersebut seperti untuk membuat poster-poster dan
memperbaiki rambu-rambu K3 yang rusak. Berdasarkan kendala di atas, Perusahaan diharapkan
dapat segera melakukan evaluasi program K3 yang telah dibuat serta membuat perencanaan
program K3 yang baru.
Gambaran Pengetahuan Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020

Berdasarkan hasil tabel distribusi frekuensi pengetahuan pada pekerja bagian produksi di PT
Calpis Indonesia Tahun 2020 diperoleh proporsi tertinggi yaitu sebanyak 17 pekerja (58,6%)
memiliki pengetahuan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purnomowati pada
pekerja di departemen produksi PT Mikuni Indonesia Tahun 2020 didapatkan bahwa proporsi
tertinggi sebanyak 52,5% karyawan memiliki pengetahuan yang baik (Purnomowati, 2020).

Pengetahuan sangat penting diberikansebelum individu melakukan suatu tindakan. Tindakan


akan sesuai dengan pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang cukup kuat untuk
memotivasi dia bertindak sesuai dengan pengetahuannya (Shiddiq, 2016). Pengetahuan yang kurang
akan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja menyebabkan seseorang sulit
untuk mengetahui potensi bahaya yang ada disekitarnya, sehingga sulit untuk menentukan tindakan
dalam mengendalikan potensi bahaya tersebut. Oleh sebab itu seseorang akan menjadi kurang
waspadaterhadap risiko yang dapat timbul dariperilakunya selama bekerja(Sangaji, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tertinggi adalah responden yang
memiliki pengetahuan yang baik. Berdasarkan hasil kuesioner, 3 pertanyaan yang dengan jawaban
paling banyak benar adalah pertanyaan mengenai pengertian bahaya dengan jumlah benar 100%,
program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di area produksi dengan jumlah benar 89%, dan hal
yang lakukan saat mesin tiba-tiba mengalami masalah saat bekerja dengan jumlah benar 72%. Hal
ini terjadi karena berdasarkan hasil wawancara pada petugas HSE diketahui bahwa perusahaan
sudah pernah memberikan sosialisasi mengenai pentingnya K3. Selain itu, pihak management K3
juga mengadakan safety talk setiap hari sebelum bekerja serta memberikan pelatihan internal
mengenai K3 untuk beberapa operator produksi yang telah menjadi karyawan tetap yang bertugas
mengoperasikan mesin dan mengawasi rekan-rekan kerja yang lain yang bertugas sebagai assistant
operator.

Gambaran Sikap Pada Pekerja Bagian Produksi di PT Calpis Indonesia Tahun 2020
Berdasarkan hasil tabel distribusi frekuensi sikap pada pekerja bagian produksi di PT Calpis
Indonesia Tahun 2020 didapatkan proporsi tertinggi yaitu sebanyak 15 pekerja (51,7%) bersikap
positif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purnomowati pada pekerja di departemen
produksi PT Mikuni Indonesia Tahun 2020 didapatkan bahwa proporsi tertinggi sebanyak 55,7%
karyawan memiliki sikap yang positif (Purnomowati, 2020).

Sikap merupakan faktor predisposisi terhadap suatu perilaku. Seseorang yang bekerja pada
tempat berbahaya akan terlebih dahulu memahami risiko yang ada sehingga sikap terhadap bahaya
akan berpengaruh pula terhadap pegambilan keputusan dalam berperilaku atau bertindak (Widarti,
2015). Sikap pekerja terbentuk dari pemahamanataupun pengetahuannya mengenaiperilaku tidak
aman. Sikap yang kurang baikakan tidak menerapkan perilaku amandalam bekerja(Listyandini,
2019). Selain itu untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perilaku atau tindakan makadiperlukan
faktor pendukung sepertifasilitas dan lainnya(Notoatmojo, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tertinggi adalah responden yang
memiliki sikap yang positif. Hal ini terjadi karena berdasarkan karyawan sudah memiliki
pengetahuan yang cukup baik mengenai K3. Sejalan dengan teori dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan yang baik, akan membentuk pemikiran yang baik, kemudian pemikiran yang baik akan
membentuk sikap yang baik juga. Selain itu adanya pemberian pelatihan internal K3 juga
memberikan pengaruh positif bagi sikaap karyawan. Namun dari hasil wawancara pada petugas
HSE menyebutkan perusahaan belum pernah memberikan penghargaan dalam hal K3 seperti hadiah
barang atau uang bagi karyawan dengan record belum pernah melakukan pelanggaran K3 dalam
jangka waktu tertentu. Sehingga masih ada katyawan yang memiliki sikap negative. Untuk
mengatasi kendala ini, perusahaan sementara memberikan motivasi dalam bentuk penilaian tahunan
saja dimana pelanggaran K3 akan dicatat dan mengurangi nilai karyawan yang akan berdampak
pada kenaikan gaji dan bonus.

Berdasarkan hal diatas, disarankan kepada pihak perusahaan untuk bisa memotivasi karyawan
agar mau mempelajari lebih dalam pengetahuan mengenai K3 dengan memberikan award khusus
bagi karyawan dengan record belum pernah melakukan pelanggaran K3 dalam jangka waktu
tertentu.

Gambaran Pengawasan Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukanmengenai Gambaran Pengawasan Pada Pekerja
Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 diperoleh sebanyak 13 responden (44,8%)
merasakan pengawasan yang rendah, dan sebanyak 16 responden (55,2%) merasakan pengawasan
yang tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prasanti pada Karyawan Factory 5 Di
Pt.X Serpong-Banten 2016 didapatkan bahwa proporsi tertinggi adalah 69,5% responden
menyatakan peran pengawasan yang tinggi (Prasanti, 2016).

Pengawasan kerja merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih
menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya (Siagian, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang merasakan pengawasan


yang tinggi lebih banyak dibanding dengan responden yang merasakan pengawasan yang rendah.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pengawas bagian produksi Di PT Calpis Indonesia secara
keseluruhan telah memastikan apa yag telah dilaksanakan oleh bawahannya sudah berjalan dengan
baik dan sesuai rencana yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan hasil kuesioner responden dengan jawaban terbanyak mengenai peran
pengawasan yang tinggi yaitu pada pertanyaan mengenai Pengawas (supervisor) bertindak tegas
dan tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai sudah dilakukan dengan objektif. Hal
ini sesuai dengan hasil wawancara dengan petugas HSE yang menyatakan bahwa para pengawas
atau supervisor selalu memperhatikan apa yang dilakukan karyawan saat bekerja dan memberikan
tindakan tegas apabila karyawan melakukan pelanggaran seperti memberikan sanksi berupa
skorsing dan pengurangan nilai karyawan yang akan berpengaruh pada kenaikan gaji dan bonus
pada tahun berikutnya.

Berdasarkan hal diatas, penulis menyimpulkan bahwa perusahaan telah melakukan


pengawasan yang baik dan sesuai terhadap pekerjaan karyawan. Disarankan kepada perusahaan
untuk tetap melakukan pengawasan agar tercipta perilaku yang aman saat bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukanmengenai Gambaran Pengawasan Pada Pekerja


Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 diperoleh sebanyak 13 responden (44,8%)
merasakan pengawasan yang rendah, dan sebanyak 16 responden (55,2%) merasakan pengawasan
yang tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prasanti pada Karyawan Factory 5 Di Pt.X
Serpong-Banten 2016 didapatkan bahwa proporsi tertinggi adalah 69,5% responden menyatakan
peran pengawasan yang tinggi (Prasanti, 2016).

Pengawasan kerja merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih
menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya (Siagian, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang merasakan pengawasan


yang tinggi lebih banyak dibanding dengan responden yang merasakan pengawasan yang rendah.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pengawas bagian produksi Di PT Calpis Indonesia secara
keseluruhan telah memastikan apa yag telah dilaksanakan oleh bawahannya sudah berjalan dengan
baik dan sesuai rencana yang sudah ditetapkan.

Berdasarkan hasil kuesioner responden dengan jawaban terbanyak mengenai peran


pengawasan yang tinggi yaitu pada pertanyaan mengenai Pengawas (supervisor) bertindak tegas
dan tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai sudah dilakukan dengan objektif. Hal
ini sesuai dengan hasil wawancara dengan petugas HSE yang menyatakan bahwa para pengawas
atau supervisor selalu memperhatikan apa yang dilakukan karyawan saat bekerja dan memberikan
tindakan tegas apabila karyawan melakukan pelanggaran seperti memberikan sanksi berupa
skorsing dan pengurangan nilai karyawan yang akan berpengaruh pada kenaikan gaji dan bonus
pada tahun berikutnya.

Berdasarkan hal diatas, penulis menyimpulkan bahwa perusahaan telah melakukan


pengawasan yang baik dan sesuai terhadap pekerjaan karyawan. Disarankan kepada perusahaan
untuk tetap melakukan pengawasan agar tercipta perilaku yang aman saat bekerja.

Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian
Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi perilaku tidak aman adalah responden
dengan pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 12 (100%) respondendan proporsi tertinggi
perilaku aman adalah responden dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 15 (88,2%)
responden.Berdasarkan hasil penelitian Uji analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara Pengetahuan dengan perilaku tidak aman (P value 0,000). Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sangaji di PT X tahun 2018 dimana ada
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman pekerja di PT. X dengan nilai p value
sebesar 0,037 (<0,050) (Sangaji, 2018).

Menurut Notoatmojo, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan
proses penginderaan terhadap objek yang diamatinya, melalui penginderaan, pengetahuan diperoleh
dengan cara membaca, melihat, dan mendengar.Pengetahuan merupakan salah satu faktor manusia
terkait penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja. Pengetahuan merupakan landasan seseorang
untuk melakukan sebuah tindakan. Selain melalui pendidikan formal, pengetahuan dapat diperoleh
melalui cara coba-coba, pengalaman sendiri, maupun pengalaman orang lain(Notoatmojo, 2010).
Semakin rendah pengetahuan seseorang maka akansemakin tinggi risiko kecelakaan kerja
sebaliknyasemakin tinggi pengetahuan seseorang maka akansemakin rendah risiko terjadinya
kecelakaan kerja,selanjutnya pekerja yang memiliki pengetahuan tinggiakan mampu membedakan
dan mengetahui bahayadisekitarnya serta dapat melakukan pekerjaan sesuaidengan prosedur yang
ada karena mereka sadar akanrisiko yang diterimanya, sehingga kecelakaan kerjadapat
dihindari(Siregar, 2011).

Berdasarkan hasil kuesioner sebanyak 100% pekerja yang berperilaku tidak aman memiliki
pengetahuan yang kurang baik. Hal ini bisa terjadi kurangnya pengetahuan karyawan akan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan
petugas HSE didapatkan data bahwa pelatihan K3 internal hanya diberikan kepada karyawan tetap
yang bertugas mengoperasikan mesin. Sedangkan untuk karyawan kontrak belum pernah
mendapatkan pelatihan K3 baik internal maupun eksternal. Sedangkan jumlah karyawan kontrak
lebih banyak daripada karyawan tetap. Sehingga masih banyak karyawan yang belum memiliki
pengetahuan yang dalam mengenai K3 dan bahaya dari perilaku tidak aman bagi keselamatan
mereka. Namun untuk mengatasi kendala ini, perusahaan sementara hanya memberikan tugas
sebagai assistant seperti membantu mengangkat karton kepada karyawan kontrak. Dan tidak
dizinkan untuk mengoperasikan mesin.
Berdasarkan hal diatas. Disarankan kepada pihak perusahaan untuk membantu karyawan
memperdalam pengetahuan mengenai K3 dengan memberikan pelatihan K3 internal kepada seluruh
karyawan termasuk karyawan kontrak.

Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT
Calpis Indonesia Tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan proporsi tertinggi perilaku tidak aman adalah
responden dengan sikap yang negatif yaitu sebanyak 13 (92,9%) responden. Selanjutnya proporsi
tertnggi perilaku aman adalah responden dengan sikap yang positif yaitu sebanyak 14 (93,3%)
responden. Berdasarkan hasil penelitian Uji analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman (P value 0,000). Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspasari pada Karyawan Di Unit Produksi 2 Pt Panata
Jaya Mandiri Tangerang- Banten Tahun 2018 didapatkan ada hubungan yang bermakna antara
variabel sikap (P value= 0,030) dengan perilaku tidak aman (Puspasari, 2018).

Sikap menurut (Azwar, 2018) adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan,
bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen
kognitif. Sikap merupakan faktor predisposisi terhadap suatu perilaku. Seseorang yang bekerja pada
tempat berbahaya akan terlebih dahulu memahami risiko yang ada sehingga sikap terhadap bahaya
akan berpengaruh pula terhadap pengambilan keputusan dalam berperilaku atau bertindak (Widarti,
2015). Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi hal yang
penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh
dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian karyawan (Endroyono, 2016).

Berdasarkan hasil kuesioner masih ada pekerja yang berperilaku tidak aman memiliki sikap yang
positif. Hal ini dapat dikarenakan oleh adanya sistem target yang harus dicapai karyawan setiap
hari. Dengan adanya pemenuhan target membuat karyawan ingin bekerja lebih cepat agar dapat
memenuhi target produksi sehingga sering melakukan short cut seperti membawa karton yang
melebihi beban tumpukan sampai menutupi batas pandangan. Hal ini dilakukan karyawan untuk
menghemat waktu dan mempercepat terpenuhi target pekerjaan. Tindakan seperti ini tidak
diperbolehkan oleh perusahaan karena berisiko menimbulkan bahaya bagi dirinya sendiri maupun
rekan kerja jika karton terjatuh. Untuk mengatasi kendala ini, perusahaan sudah melakukan upaya
yaitu memberikan sanksi tegas jika karyawan melakukan tindakan tidak aman seperti hal di atas
berupa teguran lansung, skorsing bahkan SP (Surat Peringatan). Berdasarkan kendala diatas
disarankan kepada pihak perusahaan agar menghilangkan sistem target tersebut agar karyawan bisa
bekerja sesuai dengan kapasitas waktu yang seharusnya sehingga tidak melakukan short cut.

Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Bagian Produksi
Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitianproporsi tertinggi perilaku tidak aman adalah responden dengan
pengawasan yang rendah yaitu sebanyak 13 (100%) responden. Selanjutnya proporsi tertinggi
perilaku aman adalah responden dengan pengawasan yang tinggi yaitu sebanyak 93,7%responden.
Hasil uji statistik analisa bivariat diperoleh nilai P value 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara pengawasan dengan perilaku tidak aman. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspasari pada Karyawan Di Unit Produksi 2 Pt
Panata Jaya Mandiri Tangerang- Banten Tahun 2018 didapatkan ada hubungan yang bermakna
antara pengawasan dengan perilaku tidak aman (P value= 0,022).
Menurut Heinrich dalam 10 aksioma keselamatan kerja, salah satunya menyatakan bahwa
pengawas adalah salah satu kunci pencegahan kecelakaan kerja akibat tindakan tidak aman
(Heinrich, 2016). Pengawasan merupakan suatu pekerjaan yang berarti mengarahkan
yaitumemberikan tugas, menyediakan instruksi, pelatihan dan nasihat kepada individu juga
termasuk mendengarkan dan memecahkan masalah yang berhubungan denganpekerjaan serta
menanggapi keluhan bawahan. Pengawasan kerja merupakan proses pengamatan dari seluruh
kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2015).

Menurut peneliti, adanya hubungan yang bermakna antara pengawasan dengan perilaku tidak aman
dikarenakan pengawas memiliki peran dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap keterampilan,
dankebiasaan akan keselamatan setiap pekerja dalam suatu areatanggung jawabnya. Bila fungsi
pengawasan tidak dilaksanakan makapenyebab dasar dari suatu insiden akan timbul yang
dapatmengganggu kegiatan perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil dilapangan dimana pengawasan
oleh pihak HSE berupa safety patrol belum bisa dilakukan secara rutin karena jumlah petugas HSE
yang belum mencukupi untuk melakukan tugas tersebut sehingga masih ada karyawan yang
melakukan perilaku tidak aman karena fungsi pengawasan yang tidak maksimal. Untuk mengatasi
kendala ini, perusahaan sudah melakukan upaya berupa menunjuk salah satu karyawan sebagai
penanggung jawab untuk mengawasi pekerjaan rekan kerjanya Berdasarkan hal diatas, disarankan
PT Calpis Indonesia untuk menambah tenaga petugas HSE supaya safety patrol bisa berjalan
optimal.

KESIMPULAN
1. Gambaran perilaku tidak aman pada pekerja bagian produksi di PT Calpis Indonesia Tahun
2020 yaitu sebanyak 14 pekerja (48,3%) berperilaku tidak aman, dan sebanyak 15 pekerja
(51,7%) berperilaku aman.

2. Gambaran Sikap Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020 yaitu
sebanyak 14 pekerja (48,3%) bersikap negatif, dan sebanyak 15 pekerja (51,7%) bersikap
positif.

3. Gambaran Pengawasan pada pekerja Bagian Produksi Di PT Calpis Indonesia Tahun 2020
yaitu sebanyak 13 responden (44,8%) merasakan pengawasan yang rendah, dan sebanyak 16
responden (55,2%) merasakan pengawasan yang tinggi.

4. Ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan dengan perilaku tidak aman. Dari uji
statistik ini juga diketahui nilai PR (Prevalence ratio) = 8,5 dengan 95% CI = (2,312-31,246)
pekerja yang memiliki pengetahuan yang kurang baik akan 8,5 lebih berisiko berperilaku tidak
aman dibandingkan pekerja yang memiliki pengetahuan yang baik.

5. Ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman. Dari uji statistik ini
juga diketahui nilai PR (Prevalence ratio) = 13,929 dengan 95% CI = (2,085-93,038) pekerja
yang memiliki sikap yang negatif akan 13,929 lebih berisiko berperilaku tidak aman
dibandingkan pekerja yang memiliki sikap yang positif.

6. Ada hubungan yang bermakna antara pengawasan dengan perilaku tidak aman. Dari uji
statistik ini juga diketahui nilai PR (Prevalence ratio) = 16 dengan 95% CI = (2,399-106,731)
pekerja yang merasa mendapatkan pengawasan yang rendah akan 16 lebih berisiko
berperilaku tidak aman dibandingkan pekerja yang merasa mendapatkan pengawasan yang
tinggi.
SARAN
1. Perusahaan disarankan dapat segera melakukan evaluasi program K3 yang telah dibuat serta
membuat perencanaan program K3 yang baru yaitu dengan memberikan pelatihan K3 Internal
kepada seluruh karyawan termasuk karyawan kontrak.
2. Perusahaan disarankan bisa memotivasi karyawan untuk mau mempelajari lebih dalam
pengetahuan mengenai K3 dengan memberikan award bagi karyawan dengan record belum
pernah melakukan pelanggaran K3 dalam jangka waktu tertentu.
3. Perusahaan disarankan menambah tenaga petugas HSE supaya safety patrol bisa berjalan
optimal
4. Perusahaan disarankan kepada pihak perusahaan agar menghilangkan sistem target agar
karyawan bisa bekerja sesuai dengan kapasitas waktu yang seharusnya sehingga tidak
melakukan short cut

REFERENSI
Azwar, S. (2018). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.
BPJS Ketenagakerjaan. (2020). No Title. https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/
Dirgagunarsa, D. (2015). Pengantar Psikologi. Mutiara Sumber.
DNV Modern Safety Management. (2016). Loss Control Managment Training (Revised ed).
Endroyono, B. (2016). Keselamatan Kerja untuk Teknik Bangunan. IKIP Semarang Press.
Fitriana, K. (2016). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kerja Pada Pekerja Di Pt
Dhl Supply Chain Indonesia Muf Cimanggis Tahun 2016. Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Respati Indonesia.
Geller, E. S. (2015). The Pshychologi Of Safety Handbook. Lewis Publiher.
Gunawan, I. (2015). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Bumi Aksara.
Halimah, S. (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan di PT. Suzuki
Indomobil motor Plant Tambun II Tahun 2018. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
Handoko, T. (2016). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE.
Hendrabuwana, L. O. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bekerja Selamat
Bagi Pekerja Di Depatemen Cor PT Pindad Persero Bandung Tahun 2017. Skripsi. Depok :
FKM UI.
ILO. (2018). What is Occupational safety and health.
ILO. (2020). World Statistic:The enormous burden of poor working conditions.
https://www.ilo.org/moscow/areas-of-work/occupational-safety-and-
health/WCMS_249278/lang--en/index.htm
Karyani. (2015). Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku aman (safe behavior) di
Schlumberger Indonesia tahun 2015. Tesis. FKM UI Depok.
Konradus, D. (2016). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT Percetakan Penebar Swadaya.
Lawton, R. (2018). Individual differences in accident liability: a review and integrative approach.
The Journal of the Human Factors and Ergonomics Society, Volume 40 No 4.
Listyandini, R. (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Tidak Aman Pada Pekerja Di
Pabrik Pupuk Npk. Hearty, 7(1). https://doi.org/10.32832/hearty.v7i1.2299
Margono, S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Pustaka Setia.
Maulidhasari, D. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Berbahaya (Unsafe
Action) Pada Bagian Unit Intake PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP)
Semarang. Jurnal Visikes, Volume 10 No 1. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.
Notoadmodjo. (2017). Pendidikan dan perilaku kesehatan.
Notoatmodjo, S. (2014). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Notoatmojo, S. (2010). Promosi Kesehatan Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba
Medika.
Prasanti, S. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Aman (Unsafe
Action) Dalam Bekerja Pada Karyawan Factory 5 Di Pt.X Serpong-Banten 2016.
Pratama, A. K. (2015). Pekerja dengan Unsafe Action pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di PT.
Terminal Petikemas Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health,
Volume 4 No 1.Health Safety Environment (HSE) PT. Petikemas Surabaya.
Puspasari, A. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak Aman (Unsafe
Action) Pada Karyawan Di Unit Produksi 2 Pt Panata Jaya Mandiri Tangerang- Banten
Tahun 2018.
Ramli, S. (2017). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Dian Rakyat.
Sangaji, J. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan PerilakuTidak Aman Pekerja Bagian
Lambung Galangan KapalPT X. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal)Volume 6, Nomor
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Shiddiq, S. (2016). Hubugan Persepsi K3 Karyawan dengan Perilaku Tidak Aman di Bagian
Produksi Unit IV PT. Semen Tonasa.
Siagian. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Siregar, R. . (2011). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Berkendara Dengan Aman
pada Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/3671
Sucipto, C. D. (2015). Keselamatan dan Kesehatan kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Suma’mur. (2015). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. PT Toko Gunung Agung.
Sutrisno. (2017). Manajemen SumberDaya manusia. (Kencana. (ed.)).
Tarwaka. (2018). Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen dan Implementasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Tempat Kerja. Harapan Press.
Tulaeka, K. I. (2018). Hubungan Safety Inspection dan Pengetahuan Dengan Unsafe Action di
Departemen Rolling Mill. Naskah Publikasi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.
Uda, S. A. K. . (2015). Evaluasi Perilaku Tindakan Tidak Aman (Unsafe Act) Dan Kondisi Tidak
Aman (Unsafe Condition) Pada Proyek Konstruksi Gedung Ruko Bertingkat Di Palangka
Raya. Jurnal Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7). Surakarta: UNS.
Utommi, S. (2017). Gambaran Tingkat Kepatuhan Pekerja Dalam Mengikuti Prosedur Operasi
pada Pekerja Operator Dump Truck di PT. Kaltim Primacoal tahun 2017.
Wanodya, C. (2014). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Motivasi Kerja
Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis Malang 9(1).
Widarti, I. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecelakaan Kerja pada Pekerja
Maintenance Elektrikal dalam Menerapkan Work Permit di PT. X Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Volume 3 Nomor 3. Universitas Diponegoro.

You might also like