Professional Documents
Culture Documents
I Wayan Rai S
ISBI Tanah Papua
Jalan Raya Sentani, EXPO Waena, Kota Jayapura
Pos-el : iwayanrais@gmail.com
Tifa adalah salah satu jenis alat musik tradisi di Tanah Papua. Sampai saat ini
studi tentang Tifa masih sangat terbatas, walaupun ada beberapa artikel tentang
alat musik ini, namun tulisan-tulisan tersebut masih sangat ringkas dan tidak
lengkap. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih
mendalam tentang musik Tifa di Tanah Papua. Tifa dipandang sebagai instrumen
musik penting bagi masyarakat Papua yang telah diwarisi sejak masa yang
lampau. Selain itu juga untuk mengetahui konteks sosial-budaya tifa itu pada
masyarakat pendukungnya di Tanah Papua. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah musik Tifa itu
sendiri, para informan terpilih antara lain kepala suku, para pemain, dan
budayawan daerah setempat. Seluruh data yang telah dikumpulkan melalui
observasi partisipasi, wawancara, dan rekaman, dianalisis dengan menggunakan
teori musik dan teori fungsional struktural. Berdasarkan hasil analisis data dapat
disimpulkan bahwa: (1) Tifa adalah instrumen musik tradisi di Tanah Papua yang
terbuat dari kayu dengan membrane dari kulit binatang dan tergolong single-
headed frame drum. Asal usul Tifa terkait erat dengan foklor. Badan Tifa dihiasi
dengan motif-motif tertentu sesuai kepercayaan masyarakat pendukungnya Alat
musik ini dimainkan oleh seorang pemain dengan jalan memukul bagian
membrane nya dengan basis empat pola ritme. (2) Dalam konteks sosisal budaya,
tifa memiliki fungsi sebagai atribut kebesaran Ondoafi (kepala suku), sebagai
sarana komunikasi, sarana penghubung kepada Tuhan, leluhur, serta kekuatan
alam lainnya. Sebagai hasil kebudayaan ekspresif, alat musik ini dipergunakan
sebagai pengiring nyanyian wor dan pengiring tari. Masyarakat Papua memaknai
tifa sebagai karya budaya yang dijadikan simbol jati diri, pemberi identitas, dan
sarana penguat ikatan relasi sosial.
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 115
PENDAHULUAN Papua adalah pulau terbesar kedua
didunia setelah Greenland, Kanada dengan
Papua adalah bagian paling timur dari
penduduk termasuk rumpun Melanesia yang
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
memiliki ciri-ciri seperti berkulit hitam,
yang berbatasan langsung dengan Papua
berambut keriting dan berombak, memiliki
Nugini (PNG). Papua, yang dikenal pula
badan yang kekar dan tinggi (Wetipo dan
dengan sebutan Bumi Cenderawasih atau
Wedlama, 2015: 1). Melalui sentuhan dengan
Bumi Matahari Terbit, terbagi menjadi dua
dunia luar, terutama terjadinya perkawinan
provinsi, yaitu: provinsi Papua dengan ibu
silang, telah menghasilkan keturunan yang
kota Jayapura, dan provinsi Papua Barat
memiliki ciri-ciri fisik yang berbeda dengan
dengan ibu kota Manokwari. Provinsi Papua
penduduk asli. Kenyataan itu tampak jelas
adalah provinsi induk sedangkan provinsi
pada penduduk yang hidupnya didaerah pesisir
Papua Barat adalah provinsi pemekaran sejak
atau pantai.
tahun 2003.
Penduduk Papua terdiri atas lebih dari
Nama Papua berasal dari pelaut
250 etnik, mereka hidup berkelompok dalam
Portugis, ketika pertama kali mereka melihat
unit-unit kecil, memiliki adat-istiadat, budaya,
pulau ini pada tahun 1511 yang kemudian
dan bahasa tersendiri. Karena masing-masing
mereka namakan ilhas dos Papuas yang
suku memiliki bahasa yang berbeda
berarti kurang lebih pulau yang dihuni orang
menyebabkan adanya kesulitan komunikasi
berambut halus. Pelaut Belanda kemudian
antara satu suku dengan suku yang lainnya.
menyebut Papua sebagai New Guinea karena
Seiring dengan berjalannya waktu dan
kulit orang Papua yang hitam mengingatkan
perubahan yang terjadi, kesulitan
mereka dengan orang Guinea di Afrika,
berkomunikasi ini secara berangsur-angsur
sedangkan New artinya Baru (Wetipo dan
semakin bisa diatasi dengan dipakainya bahasa
Wedlama, 2015: 1).
Indonesia sebagai alat komunikasi antar suku
Setelah New Guinea, maka pada masa maupun sesama warga Indonesia. Perlu dicatat
pemerintahan Belanda, Papua dikenal dengan pula bahwa apabila mereka berkomunikasi
sebutan Dutch Nieuw Guinea; dan ketika dengan sesama warga sukunya, mereka akan
wilayah ini menjadi bagian dari Negara tetap berkomunikasi sesuai bahasa lokalnya
Kesatuan Republik Indonesia pada tahun atau sudah menggunakan bahasa campuran
1963, namanya diubah menjadi Irian Barat, antara bahasa lokal dan bahasa Indonesia logat
lalu diganti lagi menjadi Irian Jaya. Pada masa Papua.
pemerintahan Presiden Abdulrahman Wahid
Secara garis besarnya, Papua terbagi
nama pulau ini dikembalikan menjadi Papua.
yang diharapkan sebagai generasi penerus dengan menggunakan teori musik dan teori
Indonesia maupun pop Barat dan seni virtual Studi tentang Teks (interms of itself)
lainnya. Oleh karena itu, langkah cepat dan
Ada enam hal yang dibahas pada bagian
tepat harus segera dilakukan. Kalau tidak,
ini, yaitu: asal-usul tifa, kajian organologi,
maka dikhawatirkan bahwa pada suatu saat
ornamen pada tifa, ornamen pada tubuh
nanti salah satu warisan budaya yang
pemain (body painting), teknik bermain tifa,
mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa
dan pola ritme.
hanya akan tinggal nama.
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 117
Asal-usul Tifa di Tanah Papua sebagaimana halnya masyarakat kampung
lainnya.
Asal-usul tifa di Tanah Papua
berkaitan erat dengan foklor (tradisi lisan). Dengan langkah yang lunglai, dia pergi
Setiap suku yang mewarisi Tifa secara turun ke hutan, lalu duduk dan berteduh di bawah
temurun, memiliki cerita lisan tentang tifa pohon kayu. Sambil menangis dia berdoa
yang dikaitkan dengan mitos tentang sukunya kepada leluhurnya agar diberikan jalan keluar
sendiri maupun mitos tentang kedekatan sehingga dia tidak menanggung malu dengan
mereka dengan lingkungan alam. Oleh karena warga kampung lainnya. Ketika sedang asyik
itu tidaklah mengherankan apabila didapatkan berdoa, tiba-tiba dia mendengar suara aneh
berbagai versi tentang asal-usul tifa di Tanah dari atas pohon kayu. Suara itu tidaklah lain
Papua. Sebagai produk masyarakat komunal, suara dari seekor biawak yang sedang
asal-usul tifa itu adalah anonim dan pewarisan memukul-mukul perutnya. Anak yatim itu pun
maupun penyebarannya dilakukan dari mulut terus berusaha mencari tahu sumber suara
ke mulut, dari satu generasi ke generasi tersebut. Melihat ada yang memperhatikan
berikutnya. Pewarisan itu telah berlangsung maka biawak itu bertanya kepada anak yatim
sejak masa yang lampau hingga sekarang itu “apa yang sedang kau pikirkan nak?” Anak
sehingga model pewarisan dan penyebaran itu menjawab “nanti akan ada pesta besar di
seperti itu sangat memungkinkan terjadinya kampung. Saya tak punya apa-apa untuk
interpolasi (penambahan atau pengurangan). persembahan”. “Oh, kalau begitu, saya akan
Sebagai sebuah contoh, berikut ini adalah ikut dengan kamu”, kata biawak. Anak itu
salah satu mitos tentang asal-usul tifa di Biak. terdiam sejenak, lalu dia bertanya lagi “kamu
kan hanya biawak, bagaimana bisa?” Biawak
Pada suatu hari, di sebuah kampung di
pun menjawab “bawa kulitku dan ikatkan pada
Biak, akan diadakan pesta besar yang akan
kayu yang dilubangi. Kau mainkan, dan akan
diikuti oleh semua warga. Seluruh penduduk
mengeluarkan bunyi seperti bunyi yang tadi
kampung tampak sangat antusias dalam
kau dengar”. Anak itu menimpali lagi “wah,
mempersiapkan pesta tersebut. Namun, di
kalau begitu, untuk mendapatkan kulitmu, kau
tengah semaraknya persiapan pesta, ada
kan harus kubunuh? Aku akan menyesal kalau
seorang anak yatim piatu tampak kebingungan
sampai membunuh kamu”. “Tidak begitu”
dan bermuram durja. Dalam hati dia bertanya,
jawab biawak dengan tegas. Lalu biawak
apa kiranya yang bisa dia sumbangkan untuk
berkata lagi “ku serahkan diriku padamu.
acara pesta tersebut. Sebagai anak yatim piatu,
Anakku, cepat bunuh aku, kuliti, dan lepas
dia sangat miskin, namun sebagai warga
dagingku”. Anak itu semakin penasaran dan
masyarakat, dia wajib berpartisipasi
kembali bertanya “nanti kalau kulitmu sudah
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 119
panas yang telah dibakar pada rencana lubang sampai kering, dikencangkan, dipotong dan
yang dikehendaki sampai tembus dari ujung dihaluskan, kemudian dipasang pada bagian
yang satu ke ujung yang lain. Teknik atas dari tifa, dan diikat dengan tali. Sebelum
melubangi kayu seperti ini sekarang telah diikat dengan tali membran itu dilem dengan
diganti dengan jalan menggunakan pahat menggunakan getah pohon lengkuas atau
untuk melubangi kayu sehingga proses lenggua. Getah lenggua ini pula yang
pembuatannya jauh lebih cepat dan praktis. dipergunakan untuk mengencangkan membran
dengan jalan menaruh beberapa getah yang
Ukuran panjang tifa sangat bervariasi,
telah dibentuk menjadi bulatan kecil-kecil.
tergantung dari ukuran tinggi rata-rata dari
warga suatu suku. Ukuran Tifa yang terpendek Selain kulit biawak (Varanus sp.), pada
adalah sekitar 60 cm dan yang terpanjang bisa suku Marweri di Sentani Barat, dapat
mencapai lebih dari satu meter. Konon ada tifa dijumpai pula bahwa membran yang
dari suku Marind yang hidup di daerah dipergunakan berasal dari kulit rusa (Cervus
Merauke memiliki ukuran panjang sampai sp.). Sama halnya dengan kulit biawak,
empat (4) meter. Tifa itu kabarnya sekarang terlebih dahulu kulit rusa itu dikeringkan dan
disimpan di salah satu museum di Belanda. dikencangkan. Bedanya adalah bulu dari rusa
Kenapa tifa suku Marind bisa begitu panjang? itu dibiarkan secara alami pada membran, dan
Hal ini tidak terlepas dari bentuk dan ukuran lama-lama bulu itu akan rontok dengan
fisik dari orang-orang Marind yang pada sendirinya apabila tifa itu sering dimainkan.
umumnya kekar dan tinggi. Meskipun Mengingat bahwa ukuran tifa itu bermacam-
demikian, pada suku Marind masih dapat pula macam maka suara yang dihasilkan pun akan
dijumpai tifa dengan ukuran yang pendek, berbeda-beda pula. Semakin kecil ukuran tifa
dengan ukuran panjangnya sekitar 60 cm. Tifa itu akan menghasilkan suara yang semakin
dengan ukuran pendek ini biasanya tinggi, sebaliknya semakin panjang dan besar
dipergunakan untuk mengiringi tarian, dan ukuran tifa itu akan menghasilkan suara yang
kadang-kadang pemain tifa itu ikut menari semakin rendah atau besar.
sambil bermain tifa.
Apabila dilihat dari bahan tifa itu yaitu
Selain kayu, bahan yang dibutuhkan jenis kayu dan jenis kulit binatang yang
untuk membuat tifa adalah kulit sebagai dipergunakan, maka akan dapat menjadi
membran. Pada umumnya jenis kulit binatang indikasi secara geografis Papua, di daerah
yang dipergunakan adalah kulit biawak atau mana jenis kayu itu dapat tumbuh dan di
istilah lokalnya dikenal dengan nama soasoa. daerah mana pula jenis binatang itu dapat
Kulit biawak tersebut mula-mula dijemur hidup. Dengan kata lain bahwa kedekatan
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 121
ada yang dihiasi secara penuh dan ada pula bawah pegangan diisi dengan ornamen yang
yang dihiasi hanya pada bagian tertentu saja. menjalar dan bagian samfar (gelang pengikat)
Kecendrungan dari ornamen tersebut adalah dihiasi dengan ornamen kerang. Karena
berupa motif-motif yang dipercaya sangat membran dari tifa ini diambil dari kulit biawak
penting dari suku tertentu. Ornamen itu telah maka dari bagian patung abai sampai ke
diwarisi secara turun temurun dari nenek bagian paling bawah diinterpretasikan sebagai
moyang mereka, memiliki kekhasan dan ekor biawak.
keunikan dengan kandungan makna yang
Ornamen tifa Kampung Inggros dari
sangat dalam.
Teluk Youtefa, Jayapura menampilkan motif
Tifa Biak biasanya menggunakan ikan, jaring, dan teluk. Motif itu kadang-
motif-motif yang disebut karerin. Dalam kadang dibuat secara utuh kadang-kadang
karerin digambarkan binatang yang berkaitan tidak. Motif ikan misalnya, yang ditampilkan
dengan kehidupan manusia di Biak, seperti hanya bagian ekornya saja, motif jaring dibuat
jangkrik dan burung camar, sebab menurut menyatu dengan motif teluk. Dari simbol
kepercayaan orang Biak hewan-hewan tersebut dapat diketahui bahwa tifa itu adalah
tersebut selalu memberi tanda kepada berasal dari suku yang hidupnya di pantai
manusia. Misalnya, kalau jangkrik itu dengan mata pencaharian utama menangkap
berbunyi, itu menandakan bahwa air laut itu ikan.
akan surut atau air laut itu akan pasang.
Pada suku Marweri yang hidup di
Burung camar memberi tanda bahwa di tempat
Sentani Barat, ornamen pada bagian paling
tersebut banyak ikannya sehingga dapat
atas dan bagian tengah tifa dihiasi dengan
menjadi semacam petunjuk bagi nelayan yang
motif kereiapa dan bagian paling bawah
ingin mencari ikan. Selain itu ada pula tifa
dengan motif yotase. Ornamen tersebut adalah
yang dihiasi dengan ornamen hewan laut
ornamen khas suku Merweri yang
seperti gurita, kerang, ikan hiu, dan terumbu
menggambarkan keperkasaan kepala suku.
karang. Motif-motif tersebut memberi makna
Pegangan tifa dibuat dengan bentuk buaya
bahwa orang Biak itu adalah pelaut yang
dengan bagian kepala menghadap ke atas.
tangguh dan mereka sangat menghormati alam
Menurut penjelasan ondoafi Marweri yaitu k
dan lingkungan. Contoh lain dari Biak adalah
Adolf Marweri, penggunaan simbol buaya
tifa yang dibuat seorang seniman bernama
pada pegangan tifa erat kaitannya dengan
Hendrik Baransano. Ornamen dari tifa karya
kepercayaan bahwa buaya itu adalah saudara
seniman ini ditekankan pada bagian di atas
dari suku Marweri karena dilahirkan oleh
dan di bawah pegangannya. Di atas pegangan
nenek moyang mereka. Penggunaan simbol
diisi dengan hiasan sebuah patung Abai, di
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 123
Yoniki adalah simbol dari marga dan ondoafi indikasi bahwa pemain tifa itu memiliki
tertentu yang tidak boleh dipakai oleh marga kewibawaan dan kekuatan bagaikan seorang
atau ondoafi yang lain; sedangkan katak kepala suku atau ondoafi. Yoniki ini sering
adalah simbol kesuburan (komunikasi pribadi pula ditambahkan goresan lain, namun
dengan Erick Rumbrawer, Oktober 2017). fungsinya hanya sebagai penambah keindahan
Ketika merias pemain tifa, bagian (estetika).
wajah pemain dihiasi dengan ornamen pusaran
air dan titik-titik putih. Ornamen ini
melambangkan seseorang yang berwibawa
dan terkadang bisa sangat berbahaya bagaikan
air yang sedang berputar ditengah lautan. Pada
dagu diberi hiasan berupa tiga garis putih yang
menggambarkan bahwa apa yang dilakukan
oleh pemain tifa merupakan sebuah tugas yang
Gambar 3. Tifa (Dokumentasi: I Wayan Rai S)
suci.
Pada bagian dada dan perut, ornamen Teknik Bermain Tifa
yang dipergunakan disebut manbewor, sebuah
Cara memainkan tifa adalah pertama-
ornamen yang menggambarkan orang yang
tama pemain itu memegang instrumen pada
pintar dalam menciptakan syair dan lagu Wor.
pegangan yang ada dengan tangan kiri, dengan
Warna dasar yang dipergunakan adalah putih
posisi sandip (membran) menghadap ke atas.
dilapisi dengan warna merah dan hitam.
Membran dipukul dengan tangan kanan, posisi
Ornamen pada bagian punggung juga
telapak tangan kanan tepat di atas lingkaran
manbewor, tetapi di tengahnya diisi dengan
luar membran sehingga pada saat bermain
ornamen anak panah. Anak panah
membran itu dipukul dengan bagian depan
menggambarkan bahwa dia adalah seorang
telapak tangan dan empat jari tangan kecuali
yang gagah berani dan siap melindungi
ibu jari. Kadang-kadang bisa juga dimainkan
warganya dari serangan musuh. Pada kedua
dengan menggunakan ke lima jari tangan,
tangan pemain dihiasi dengan ornamen
tergantung dari kualitas suara tifa yang
tumbuh-tumbuhan yang menjalar dan
dimainkan. Apabila tifa itu dipakai untuk
bergerombol yang bernama mampenas yang
mengiringi tarian, maka permainan tifa itu
berasal dari wilayah budaya Seireri.
akan dibuat bervariasi sesuai dengan gerakan
Pada bagian kaki dihiasi dengan motif pemain tifa itu sendiri. Sebagaimana
yoniki yang merupakan simbol dari ondoafi disampaikan di muka bahwa besar kecilnya
atau marga tertentu. Simbol ini memberi suara tifa akan ditentukan oleh besar kecilnya
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 125
Sentani, maka sejak mendarat di airport dan dalam ungkapan ini bukanlah semata-mata
sepanjang perjalanan menuju kota Jayapura dimaksudkan mati secara badan kasar saja,
misalnya, akan dapat disaksikan bagaimana melainkan “mati” jiwanya. Kalau jiwanya
tifa itu benar-benar sebagai identitas Papua. sudah mati tentu seseorang tidak akan bisa
melakukan aktivitas secara normal sesuai
Selanjutnya, untuk menjawab
tradisi yang telah membudaya di Tanah Papua.
pertanyaan yang ke dua yaitu apa hakikat
Tifa dalam Nyanyian Tradisi Wor
bermain Tifa bagi masyarakat Papua? maka
akan dilihat mulai dari pandangan masyarakat Wor mempunyai dua arti, yaitu: (1)
Papua tentang seni dan hakikat berkesenian. Upacara adat atau pesta adat, dan (2)
Nyanyian adat (Kapissa, 1994: 11-12). Dalam
Dalam pandangan dan pemahaman
nyanyian tradisi wor, Tifa digunakan sebagai
Papua-Melanesia, Seni adalah kebenaran, dan
sebagai pengiring nyanyian. Sambil menyanyi
kebenaran itu adalah etika moral. Kebenaran
para pelantun akan memainkan Tifa sekaligus.
dalam batin bahwa itu adalah kedamaian,
Tifa itu akan dibunyikan setelah salah seorang
kepuasan, pemaafan, kearifan yang
pelanntun menyanyikan bagian kadwor dan
terlaksanakan dan berbagai aspek rasa hati
fuar sampai selesai. Kadwor adalah bagian
yang lainnya. Dengan singkat tetapi padat
depan lagu dan fuar adalah bagian
dikatakan, etika dengan demikian adalah
pengulangan dari kadwor yang berfungsi
kasih, setia dan jujur (Flassy, 2016: 3). Sesuai
memperjelas makna kadwor. Setelah bagian
dengan pandangan itu, hakikat berkesenian
kadwor dan fuar dinyanyikan, selanjutnya tifa
bagi masyarakat Papua adalah jalan menuju
dibunyikan dengan tempo lambat dan dengan
kebenaran sebab diyakini seni itu adalah
satu ketukan atau pukulan. Sementara itu
kebenaran. Sebagai bagian dari seni budaya
pengulangan nyanyian terus bersahut sahutan
Papua, tifa mengandung nilai-nilai luhur yang
dan berlangsung dinamis sampai pada tempo
telah diwariskan sejak masa yang lampu
cepat dengan pola permainan Tifa berubah
sebagai pegangan hidup. Nilai-nilai luhur yang
menjadi cepat. Gerakan badan para pelantun
terkandung dalam tifa itu telah dianut dan
nyanyian wor bergerak dinamis mengikuti
membudaya pada masyarakat Papua.
nyanyian (komunikasi pribadi dengan Hendrik
Ungkapan tradisi terkait dengan tifa di Baransano dan Septina Layan, Oktober 2019).
atas, masih dipertajam lagi oleh ungkapan
Di bawah ini adalah contoh lagu wor
tradisi lainnya yang berbunyi “Nggo Wor
yang berjudul Kankarem dan Kankarem Yei
Baido Na Nggo Mar”. Ungkapan dalam
Wo Papua. Lagu pertama dinotasi dengan
bahasa Biak ini berarti “Kalau tidak menyanyi
notasi angka dan tanpa notasi tifa; sedangkan
dan menari, kami akan mati”. Kata “mati”
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 127
Gambar 5. Not Balok nyanyian tradisi Wor Biak
Konteks Adat
komunikasi dan iringan tari; cendrawasih
Masyarakat Papua memiliki adat-
adalah simbol mahkota; dan pelataran adalah
istiadat yang sangat kuat yang telah
tempat untuk melaksanakan kegiatan adat
berlangsung sejak masa lampau. Sesuai yang
(komunikasi pribadi dengan Theo Yeppese,
di uraikan di depan, bahwa dalam kaitannya
Maret 2017).
dengan adat, Tifa merupakan bagian penting
Sebagai instrumen yang disakralkan,
dan tidak bisa dipisahkan. Tifa merupakan
tifa disimpan di rumah adat yang bernama
salah satu dari lima atribut yang harus dimiliki
obhe dan hanya dimainkan dalam konteks
seorang ondoafi. Kelima atribut itu adalah:
kegiatan adat. Tifa dipercaya memiliki
noken, tombak, tifa, burung cenderawasih, dan
kekuatan gaib, sebagai sarana untuk
pelataran. Noken adalah simbol tempat
mengumpulkan masyarakat dan sebagai media
penyimpanan harta kekayaan; tombak adalah
untuk berhubungan dengan roh leluhur atau
simbol keperkasaan; tifa simbol dari media
kekuatan alam lainnya. Apabila tifa itu
128 Tifa Di Tanah Papua dalam Perspektif Etnomusikologi, I Wayan Rai S.
dibunyikan oleh salah seorang yang telah pada relief yang terdapat pada tembok
ditugaskan oleh ondoafi, maka dengan segera penyengker pura. Uniknya, tembok
masyarakat tahu bahwa ada kegiatan yang penyengker pura yang memakai gaya Bali
diperintahkan oleh kepala suku mereka. Suara dihiasi dengan ornamen episode cerita Tantri
tifa tersebut merupakan sebuah sistem dimana dalam relief itu diisi pula dengan
komunikasi, meliputi suara yang telah ornamen tifa. Misalnya, salah satu relief
terstruktur dihasilkan atau ditata oleh anggota Tantri yang mengambil episode perkelahian
masyarakat (seniman) dalam suatu masyarakat antara singa dengan lembu, diisi pula ornamen
tertentu. Suara tifa dengan struktur dan ritme tifa, padahal tifa itu tidak ada disebutkan
tertentu itu dengan segera dapat dipahami oleh dalam cerita aslinya. Demikian seterusnya,
masyarakat pendukungnya karena telah pada setiap episode cerita Tantri yang
mentradisi dan membudaya. Dalam konteks digambarkan selalu ditambahkan instrumen
musik menurut Anthony Seeger dalam Myers tifa, baik tifa secara mandiri maupun tifa
(1992: 89) menyebutnya sebagai “ humanly dengan burung Cenderawasih. Tifa adalah
organized sound” sebab menyangkut suara sebuah instrumen sakral bagi masyarakat
Tifa dan manusia yang menata suara tersebut Papua, sedangkan burung Cenderawasih juga
sehingga terstruktur. Dalam hubungan ini, sangat dihormati karena dianggap burung
suara Tifa itu menjadi sebuah sistem budaya surga yang dikenal dengan nama bird of
(sound as a cultural system) yaitu sebuah paradise. Relief tifa di Pura Agung Surya
sistem simbol dari masyarakat Tanah Papua Bhuvana dapat pula disaksikan pada balai
pada umumnya (Feld, 1990: 3). wantilan pura, misalnya pada bagian depan
wantilan, bagian depan panggung, serta
Tifa Sebagai Ornamen di Pura Agung
Surya Bhuvana, Jayapura ornamen pada tiang penyangga wantilan.
Ornamen pada wantilan, merupakan
Pura Agung Surya Bhuvana, Jayapura
perpaduan ornamen gaya Bali dengan gaya
adalah salah satu dari 36 pura yang kini
Sentani Papua.
tersebar di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Pura Agung Surya Bhuvana telah dirintis
pendiriannya sejak tahun 1970-an, kini telah
ditetapkan sebagai Padma Bhuana Indonesia
Timur. Pura ini terletak di daerah Skyland,
Kota Jayapura.
Di Pura Agung Surya Bhuvana ini,
penyangga papan nama Pura dibuat berbentuk Gambar Tifa di Pura Agung Surya Bhuvana
(Dokumentasi: I Wayan Rai S)
tifa. Selanjutnya ornamen tifa dapat dijumpai
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 129
Kenapa tifa digunakan sebagai relief di Asal-usul tifa itu berkaitan erat dengan
Pura Agung Surya Bhuvana, Jayapura? tradisi lisan yaitu foklor. Setiap suku di Tanah
Menurut penjelasan dari pemangku gede dan Papua memiliki cerita lisan tersendiri yang
tokoh-tokoh umat Hindu di Jayapura, bahwa dikaitkan dengan mitos tentang sukunya
pemakaian tifa sebagai relief pura sendiri, sehingga didapatkan berbagai versi
dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan tentang asal-usul tifa tersebut. Karena
umat Hindu kepada kepercayaan dan kearifan penyebaran dan pewarisannya dilakukan dari
lokal masyarakat Papua. Dalam kaitannya mulut ke mulut dan dari satu generasi ke
dengan pendirian Pura baru di suatu tempat generasi berikutnya, maka tidak tertutup
atau daerah, hendaknya dapat dilakukan kemungkinan terjadinya interpolasi. Badan
dengan fleksibel tanpa mengurangi tifa dilengkapi dengan ornamen yang memiliki
substansinya sebagai tempat suci. Pendirian makna yang sangat dalam.
pura itu dianalogikan bagaikan aliran Sungai Tifa adalah instrumen yang sangat
Gangga yaitu ketika air Sungai Gangga itu disakralkan masyarakat pendukungnya sebab
mengalir ke anak sungai maka air itu selalu instrumen itu mengandung simbol-simbol
akan menyesuaikan dengan tempatnya yang penting dari suku tertentu,. Fungsi tifa adalah
baru. Konsep desa, kala, patra (tempat, waktu, sebagai simbol kebesaran Ondoafi, sebagai
dan keadaan) juga dijadikan pertimbangan sarana komunikasi, media komunikasi dengan
penting. Dalam hubungan inilah dapat dilihat Tuhan, leluhur, serta kekuatan alam lainnya
bagaimana tifa itu menjadi sebuah sarana dan sebagai iringan tari. Bagi masyarakat
penguatan ikatan relasi sosial. Papua, tifa juga dipandang sebagai pemberi
identitas dan jati diri yang telah membudaya.
PENUTUP Pada jaman kesejagatan ini, tifa dapat
Tifa adalah salah satu jenis alat musik berfungsi sebagai sarana penguatan ikatan
tradisi di Tanah Papua. Instrumen musik ini relasi sosial.
tergolong ke dalam klasifikasi
membranophone yaitu sebuah alat musik
dengan sumber suara yang berasal dari kulit
yang dikencangkan. Secara lebih spesifik, tifa
termasuk alat musik perkusi yang disebut
single-headed frame drum.
Althen, Gary (ed.). 1993. Learning Across Cultures. Iowa City: NAFSA.
Banundi, Roberto dan Bernard Banundi. 2014. Asal Usul, Silsilah Keturunan dan Struktur
Kelembagaan Adat Suku Moi-Munggei yang Mendiami Lembah Depau (Kampung Maribu).
Jayapura: ARIKA Offset.
Crossly-Holand, Peter. 1982. Musical Instruments in Tibetan: Legend and Foklore. Los Angeles,
California: Program in Ethnomusicology, Dept. Of Music, UCLA.
Danandjaja, James. 1986. Foklor Indonesia: ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain (2nd ed.). Jakarta:
Pustaka Grafitipers.
Dharmojo. Sistem Simbol Dalam Manuba Waropen Papua. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional.
Ebin, Victoria. 1979. The Body Decorated. London: Blacker Calmann Cooper Ltd.
Feld, Steven. 1990. Sound and Sentimen: Birds, Weeping, Poetics, and Song in Kaluli Expression
(2nd). Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
Griapon. Alexander Leonard, dkk. 2010. Cerita Rakyat Papua dari Jayapura. Jayapura: Penerbit
Arika dan Pemkab Jayapura.
Griapon, Alexander Leonard, dkk. 2012. Cerita Rakyat Papua dari Jayapura: Untuk Generasi yang
Sedang Terhempas Dalam Goncangan Peradaban. Jayapura: Penerbit Arika dan Pemkab
Jayapura.
Hall, Edward T., and Mildred Reed Hall. 1990. Understanding Cultural Differences. Boston:
Intercultural Press.
Hood, Mantle. 1982. The Ethnomusicologist. Ohio: Kent State University Press.
Jones, Stephen. Folk Music of China: Living Instrumental Traditions. New York: Oxford University
Press.
Kunst, Jaap. 1968. Hindu-Javanese Musical Instruments. The Hague: Martinus Nijhoff.
Liliweri, Alo. 2007. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (2nd). Yogyakarta: LkiS.
Merriam, Allan P. 1964. The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern University.
Midgley, Ruth (Managing editor). 1976. Musical Instruments of the World. New York: Facts on File,
Inc.
Pekei, Titus. 2013. Cermin Noken Papua: Perspektif Kearifan Mata Budaya Papuani. Kalibobo,
Nabire, Papua: Ecology Papua Institute.
Rai S., I Wayan, at.al. 2019. “Tifa From the Land of Papua: Text and Context”. The Asian
International Journal of Life Sciences, Vol 28 (2), July-December 2019.
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 12 No. 2/November 2020 : 115 - 132 131
Spradley, James P. 1980. Participant Observation. Orlando: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Spradley, James P. 1979. The Ethnographic Interview. Orlando: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Silak, Ismael Roby. 2011. Konflik Perang dan Perdamaian Orang Yali di Angguruk. Makassar:
Pustaka Refleksi.
Sumiarni, Endang, dkk. 2010. Hukum Adat dan Kearifan Lokal Suku Sentani. Jayapura: Biro
Hukum Setda Papua.
Vansina, Jan. 2014. Tradisi Lisan Sebagai Sejarah (Penerjemah Astrid Reza, dkk). Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Warsito, Tulus, dan Wahyuni Kartikasari. 2007. Diplomasi Kebudayaan, Konsep dan Relevansi Bagi
Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Woodson, Craig DeVere. 1986. The Atumpan Drum in Asante: A Study of Their Art and Technology.
Ann Arbor, Michigan: University Microfilms International.