You are on page 1of 14

Accelerat ing t he world's research.

GULMA TUSUK KONDE (Wedelia


trilobata) DAN KIRINYU
(Chlomolaena odorata) SEBAGAI
PUPUK ORGANIK PADA SAWI
(Brass...
A. C. Hanafia

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Prosiding Seminar Nasional Pengent asan Kemiskinan 2018


Risvan Anwar, Andi Ishak, ikhsan hasibuan

Buku Panduan Pert anian di Lahan Gambut .pdf


Sarwant o Sarwant o

PROSIDING SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL Peran Perguruan T inggi Pert anian dalam Menghasil…
Muhammad Habibullah
1

GULMA TUSUK KONDE (Wedelia trilobata) DAN KIRINYU (Chlomolaena


odorata) SEBAGAI PUPUK ORGANIK PADA SAWI (Brassica chinensis L.).

Nanik Setyowati, Uswatun Nurjanah dan Devi Haryanti


Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jl. Raya Kandang Limun, BENGKULU 38371
e-mail : nanik_srg@yahoo.com

ABSTRACT

Pak choi (Brassica chinensis L.) yield can be increase by improvement of soil fertility
through organic fertilizer application. Several weeds species can be used as source of
organic fertilizer due to high N, P and K nutrient content. The objectives of the
research were to compare the influence of wedelia (Wedelia trilobata) and
chromolaena (Chromolaena odorata) organic fertilizer dosage on the growth and
yield of pak choi and to compare between organic fertilizer and inorganic fertilizer
(urea) on the growth and yield of pak choi. The experiment was conducted in
November 2006 through February 2007 in Agriculture Faculty, University of
Bengkulu using Randomized Complete Design replicated three times. The treatments
consisted of pak choi organic fertilizer at dosage of 18; 23 and 28 ton/ha and
chromolaena organic fertilizer 15; 20.6 and 25 ton/ha. There were 4 plants in each
treatment. Urea at 160 kg/ha was used a control treatment. The result showed that
increasing both wedelia and chromolaena organic fertilizer dosage also increased the
growth and yield of pak choi. Wedelia organic fertilizer was better source of organic
fertilizer than chromolaena. Wedelia organic fertilizer at dosage of 23 ton/ha resulted
in better pak choi yield as compared to that fertilized by urea at 160 kg/ha. Compared
to urea, wedelia organic fertilizer increased 81.74% pak choi number of leaf and
29.80% of shoot length. Shoot fresh and dry weight increased 3 and 1.6 times while
root fresh and dry weight increased 3.1 and 2.7 times respectively.

Key words : weed, Wedelia trilobata, Chromolaena odorata, tusuk konde, kirinyu, organic fertilizer,
compost.

ABSTRAK

Hasil sawi (Brassica chinensis L.) yang masih rendah dapat ditingkatkan dengan cara
memperbaiki kesuburan tanah melalui pemupukan organik. Berbagai jenis gulma
dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karena mengandung unsur hara N,
P dan K yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh dosis
pupuk organik gulma tusuk konde (Wedelia trilobata) dan kirinyu (Chromolaena
odorata) terhadap pertumbuhan dan hasil sawi serta membandingkan antara pupuk
organik dengan pupuk anorganik (urea) terhadap pertumbuhan dan hasil sawi.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2006 sampai Februari 2007 di
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Perlakuan terdiri dari pupuk organik tusuk konde dengan dosis 18; 23 dan 28
ton/ha dan kirinyu dengan dosis 15; 20,6 dan 25 ton/ha. Masing - masing perlakuan
diulang tiga kali dan setiap unit percobaan terdiri dari 4 tanaman. Sebagai kontrol
digunakan pupuk anorganik urea pada dosis 160 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan
kenaikkan dosis pupuk organik tusuk konde dan kirinyu diikuti dengan semakin
baiknya pertumbuhan dan hasil sawi. Kualitas pupuk organik tusuk konde lebih baik
dibandingkan kirinyu. Sawi yang dipupuk dengan pupuk organik tusuk konde pada
2

dosis 23 ton/ha hasilnya lebih baik dibandingkan dengan jika dipupuk dengan urea
dengan kandungan setara N yang sama atau 160 kg/ha. Dibandingkan pupuk urea,
pupuk organik tusuk konde dapat meningkatkan jumlah daun 81,74% dan panjang
tajuk 29,80%. Bobot segar dan bobot kering tajuk masing-masing naik 3 dan 1,6 kali
lipat serta bobot segar dan bobot kering akar berturut-turut naik 3,1 dan 2,7 kali lipat.
Kata kunci : gulma, Wedelia trilobata, Chromolaena odorata, tusuk konde, kirinyu, pupuk organik.

PENDAHULUAN
Potensi hasil sawi dapat mencapai 40 ton/ha namun rata-rata hasil sawi di
Indonesia hanya 9 ton/ha (Rukmana,1994). Jika bibitnya disemaikan dalam pot
perkecambahan, hasilnya dapat mencapai 89,23 ton/ha (Kalisz dan Cebula, 2002). Di
Bengkulu, hasil sawi baru mencapai 7 ton/ha (BPS, 2000). Salah satu kendala yang
dihadapi adalah faktor tanah. Sebagian besar tanah di Bengkulu adalah jenis Ultisol
yang tingkat kesuburannya rendah dengan pH antara 4 – 5, sedangkan sawi
menghendaki tanah yang subur dengan drainase yang baik dan pH sekitar 5,5 -7.
Untuk itu diperlukan pengelolaan tanah yang lebih intensif yang diikuti dengan usaha
perbaikan kesuburan tanah, salah satunya adalah dengan penambahan bahan organik
berupa kompos.
Pupuk organik dapat berperan meningkatkan aktivitas biologi tanah yang
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, memperbaiki sifat fisik
tanah serta dapat mengurangi pemakaian pupuk anorganik (Asikin dan Najib, 2005).
Pupuk organik dapat bersumber dari kotoran hewan, limbah rumah tangga serta dari
seresah tumbuhan. Pupuk kandang telah lama dan umum dipakai dan peranannya
sebagai sumber hara bagi tanaman dan juga terhadap perubahan sifat fisik dan biologi
tanah telah diketahui secara luas. Namun demikian kotoran hewan maupun limbah
rumah tangga sebagai bahan baku pupuk organik tidak selamanya tersedia. Disisi lain,
banyak jenis gulma (tumbuhan pengganggu) yang berpotensi sebagai sumber pupuk
organik. Hal ini dimungkinkan karena banyak gulma yang tumbuh di lahan.
Gulma azolla telah lama dijadikan pupuk organik pada tanaman kubis dan
kentang (Marquez, 1998; Carrapico, et al., 2000), tanaman kopi (Titus and Pereira,
2007) maupun tanaman padi (Mazid and Datta, 1987) karena mengandung N yang
tinggi. Tithonia diversifolia mengandung unsur hara N, P dan K berturut-turut sebesar
3,5%; 0,37% dan 4,1% sehingga berpotensi sebagai pupuk organik (Jama et al.,
2000). Kompos Salvinia molesta pada dosis 6 ton/ha dan Chromolaena dengan
kandungan N= 2,65% dan K = 1,90% terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan,
biomasa dan hasil tanaman padi (Raju and Gangwar, 2004; Chandrashekar and
Gajanana, 2006). Crotolaria dan T. diversifolia sebagai pupuk organik dapat
merangsang pertumbuhan akar jagung dan kacang serta dapat menurunkan adsorpsi
(daya jerap) unsur P dalam tanah sehingga tersedia bagi tanaman (Angakkara et al.,
2004; Nziguheba et al., 1998). Gulma lain, tusuk konde (Wedelia trilobata), yang
banyak tumbuh di Bengkulu mempunyai potensi sebagai sumber bahan organik
karena mengandung N yang tinggi (Handayani, et al., 2002). Disamping itu tusuk
konde juga dapat memperbaiki agregat tanah, porositas tanah serta kandungan C-
organik tanah (Dewi, 2003).
Dengan demikian, gulma memiliki potensi yang besar sebagai sumber bahan
organik yang dapat menggantikan atau mensubstitusi pupuk kimia dalam budidaya
tanaman pertanian. Masing-masing gulma memiliki karakteristik yang spesifik
sehingga pengaruhnya terhadap tanaman juga akan berbeda-beda. Untuk itu, tujuan
penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh dosis kompos tusuk konde dan
3

kirinyu terhadap pertumbuhan dan hasil sawi; menentukan sumber bahan organik
yang lebih baik dari kedua bahan organik tersebut serta membandingkan antara pupuk
organik tusuk konde dengan pupuk anrorganik (urea) terhadap pertumbuhan dan hasil
sawi.

METODE PENELITIAN

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2006 sampai Februari 2007
di Rumah Kawat Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal.
Perlakuan terdiri dari beberapa dosis pupuk organik tusuk konde (t) dan kirinyu
(k) yaitu t1 = 18 ton/ha (45 g/tan); t2 = 23 ton/ha (57,5 g/tan); t3 = 28 ton/ha (70 g/tan);
k1 = 15 ton/ha (37,5 g/tan); k2 = 20,6 ton/ha (51,5 g/tan) dan k3 = 25 ton/ha (62,5
g/tan). Masing - masing perlakuan diulang tiga kali dan setiap unit percobaan terdiri
dari 4 polibag. Sebagai kontrol digunakan pupuk anorganik urea pada dosis 4 g/tan
(160 kg/ha).
Tusuk konde dan kirinyu yang digunakan sebagai pupuk organik dikomposkan
terlebih dahulu dengan menambahkan EM-4 dalam proses pembuatan kompos.
Lamanya pengomposan 14 hari. Sebagai media tanam digunakan campuran tanah (top
soil) dan pupuk organik. Tanah dan pupuk organik dicampur secara merata sesuai
dengan perlakuan dan penanaman dilakukan dalam polibag dengan media tanam
sebanyak 5 kg.
Media tanam yang digunakan untuk menyemaikan benih sawi berupa campuran
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan berat 2:1. Bibit yang telah berumur 3
minggu selanjutnya dipindahkan ke dalam polibag. Masing-masing polibag ditanami
satu tanaman. Polibag kemudian disusun sesuai dengan rancangan penelitian yang
telah ditetapkan dengan jarak antar polibag + 15 cm.
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari, pada pagi dan sore hari sejak tanaman di
persemaian hingga panen. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan
mencabut gulma yang tumbuh. Selama penelitian tidak dilakukan pengendalian
terhadap hama dan penyakit.
Empat tanaman dari setiap perlakuan dipanen pada waktu yang berbeda-beda,
masing-masing pada umur 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah tanam. Panen dilakukan
dengan cara mencabut tanaman. Variabel yang diamati meliputi jumlah daun,
panjang tajuk, tingkat kehijauan daun (Chlorofilmeter SPAD-502 Minolta), bobot
segar tajuk dan akar serta bobot kering tajuk dan akar. Sebagai data pendukung
dilakukan analisis tanah pada awal penelitian, analisis kompos tusuk konde dan
kirinyu serta analisis media tanam di akhir penelitian. Analisis dilakukan terhadap
kandungan hara N, P, K dan C - organik.
Sebelum dianalisis, data diuji normalitasnya kemudian dilanjutkan dengan
analisis varian (ANAVA) taraf 5%. Apabila uji F menunjukkan perbedaan yang
nyata maka diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk
membandingkan respon perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil sawi dan uji t
untuk membandingkan pupuk organik tusuk konde dengan kirinyu dan untuk
membandingkan pupuk organik dengan pupuk anorganik (urea) terhadap
pertumbuhan dan hasil sawi.
4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis tanah yang digunakan yaitu Ultisol dengan kandungan hara N-total =
0,20% (sangat rendah), P = 2,30 ppm (sangat rendah), K= 0,16 me/100 g (rendah),
dan C - organik = 0,77 % (sangat rendah). Disisi lain, kompos tusuk konde dan
kirinyu kandungan C - organik, N dan K nya sangat tinggi sedangkan kandungan P-
totalnya sangat rendah.

Pertumbuhan dan hasil sawi pada berbagai dosis pupuk organik tusuk konde
dan kirinyu

Meningkatnya dosis kompos tusuk konde dan kirinyu diikuti dengan


meningkatnya bobot segar dan bobot kering daun serta bobot segar dan bobot kering
akar (Gambar 1 - 4). 4.5
4
t1

Bobot kering tajuk (g/tan)


35 3.5
t1
Bobot segar tajuk (g/tan)

t2
t2 3 t3
30 k1
t3 2.5
25 k1 2
k2
k3
20 k2 1.5 Urea
15 k3 1
Urea
10 0.5
5 0
1 2 3 4
0
M inggu Setelah Tanam (M ST)
1 2 3 4
M inggu Setelah Tanam (M ST)

Gbr.1. Grafik pertumbuhan bobot segar tajuk. Gbr.2. Grafik pertumbuhan bobot kering tajuk.

0.8
t1
Bobot segar akar (g/tan)

Bobot kering akar (g/tan)

3.5 0.7 t2
t1
3 t2 0.6 t3
2.5 t3 0.5 k1
k1 k2
2 0.4 k3
k2
1.5 k3 0.3 Urea
1 Urea 0.2
0.5 0.1
0 0
1 2 3 4 1 2 3 4
Minggu Setelah Tanam (MST) M inggu Setelah Tanam (M ST)

Gbr.3. Grafik pertumbuhan bobot segar akar. Gbr.4. Grafik pertumbuhan bobot kering akar

Keterangan: t = tusuk konde, k = kirinyu. t1 = 45 g/tan, t2 = 57,5 g/tan, t3 = 70 g/tan, k1= 37,5 g/tan, k2
= 51,5 g/tan, dan k3 = 62,5 g/tan, Urea 4 g/tan.

Gambar 1 - 4 menunjukkan, bertambahnya umur tanaman diikuti dengan


bertambahnya bobot segar dan bobot kering tajuk serta bobot segar dan bobot kering
akar. Pola pertumbuhan tanaman menggambarkan perubahan ukuran tanaman secara
periodik. Pola pertumbuhan tanaman sawi pada penelitian ini pada minggu pertama
setelah pindah tanam relatif sama pada setiap perlakuannya (Gambar 1 – 4). Hal ini
diduga, tanaman yang baru saja dipindahkan masih dalam kondisi penyesuaian
5

dengan lingkungan tumbuh sehingga pupuk organik (kompos) yang diberikan belum
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sawi.
Pemberian kompos tusuk konde pada dosis 57,5 g/tan (kandungan N-nya setara
dengan urea 4 g/tan) menghasilkan sawi yang lebih baik dibandingkan aplikasi urea
pada dosis 4 g/tan. Hal ini membuktikan bahwa kompos tusuk konde mampu berperan
sebagai pensuplai unsur hara serta dapat memperbaiki struktur tanah karena secara
visual struktur tanah lebih remah. Setyowati, et al. (1999) menyatakan, keberhasilan
budidaya sawi sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah sebagai media tanam. Tanah
yang diberi kompos tusuk konde pada dosis yang lebih tinggi (70 g/tan) kondisinya
lebih baik yang ditunjukkan dengan pertumbuhan dan hasil sawi yang lebih baik
Sebagaimana kompos tusuk konde begitu juga dengan respon pemberian kompos
kirinyu. Pada dosis 51,5 g/tan kompos kirinyu menghasilkan tanaman yang lebih baik
dibandingkan urea pada dosis 4 g/tan.
Kedua perlakuan kompos ini mengandung hara N yang sama namun
menghasilkan respon pertumbuhan dan hasil tanaman sawi yang berbeda. Kompos
tusuk konde pada dosis 57,5 g/tan menghasilkan pertumbuhan dan hasil sawi yang
lebih baik dibandingkan kompos kirinyu pada dosis 51,5 g/tan. Hasil analisis media
tanam diakhir penelitian menunjukkan bahwa kandungan C - organik dan rasio C/N
pada media tanam dari kompos tusuk konde pada dosis 57,5 g/tan lebih rendah (C –
organik = 2,94 % dan rasio C/N = 13,36) dibandingkan kompos kirinyu pada dosis
51,5 g/tan (C – organik = 4,20 %, dan rasio C/N = 20,00).
Media tanam dengan rasio C/N rendah menunjukkan telah terjadinya
dekomposisi bahan organik yang dapat memicu proses pelepasan unsur hara yang
dapat diserap oleh akar tanaman. Peningkatan dosis kompos kirinyu tidak begitu
memberikan peningkatan pertumbuhan dan hasil seperti halnya peningkatan dosis
kompos tusuk konde. Kompos kirinyu pada dosis 62,5 g/tan menghasilkan
pertumbuhan dan hasil sawi sedikit lebih tinggi dibandingkan dosis 51,5 g/tan.
Pertumbuhan dan hasil sawi yang paling baik dihasilkan dari kompos tusuk konde
pada dosis 70 g/tan.
Peningkatan dosis kompos yang diberikan ke dalam tanah diikuti dengan
meningkatnya kandungan bahan organik. Kondisi media tanam yang memiliki bahan
organik yang lebih tinggi memicu aktivitas mikroorganisme. Sedangkan aktivitas dan
populasi mikroorganisme dalam tanah berkorelasi positif dengan bahan organik tanah
yang mudah terdekomposisi (Handayani et al. 2002). Selanjutnya aktivitas
mikroorganisme akan mempengaruhi porositas tanah yang pada akhirnya berpengaruh
pada pembentukan struktur tanah (Ecochem, 2006). Struktur tanah yang baik dan
gembur serta aerasi yang baik ini mempengaruhi aktivitas akar tanaman sawi yang
pada akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman sawi. Sifat media
tanam yang gembur memungkinkan peredaran udara dan air yang diperlukan untuk
respirasi akar dan keperluan fotosintesis tanaman (Hermansyah, 2001).

Pengaruh dosis pupuk organik tusuk konde dan kirinyu terhadap pertumbuhan
dan hasil sawi

Metode Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji normalitas data. Data


yang tidak normal kemudian ditransformasi dengan pendekatan x . Setelah itu
dilanjutkan dengan analisis varian pada taraf kepercayaan 5%.
6

Tabel 1. F – hitung dan F-tabel pengaruh pemberian kompos tusuk konde dan
kirinyu pada berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan hasil sawi

Variabel F- hitung F-tabel 5% Notasi


jumlah daun 4,00 3,11 *
panjang tajuk 9,47 3,11 *
bobot segar tajuk 5,86 3,11 *
bobot segar akar 4,27 3,11 *
tingkat kehijauan daun 0,98 3,11 ns
bobot kering tajuk 4,19 3,11 *
bobot kering akar 2,51 3,11 ns
Keterangan: * = berbeda nyata, ns = tidak berbeda nyata.

Tingkat kehijauan daun yang tidak berbeda antar perlakuan disebabkan, pada
setiap perlakuan mengandung N - total yang relatif sama yaitu pada kisaran 0,19 –
0,22 %. Tanaman memerlukan unsur N untuk pertumbuhan tajuk dan zat warna hijau
daun (klorofil) (Dwijoseputro, 1984). Kandungan N dalam tanah dapat mempengaruhi
jumlah klorofil yang terdapat dalam daun dan kandungan N yang tinggi diikuti
dengan banyaknya klorofil yang terbentuk sehingga daun menjadi hijau.. Keberadaan
klorofil pada daun ini sangat penting untuk proses fotosintesis tanaman dalam
penyerapan cahaya matahari (Sutedjo, 2002). Hasil penelitian ini menunjukkan sawi
yang dipupuk dengan kompos tusuk konde dan kirinyu tingkat kehijauan daunnya
relatif sama.
Bobot kering akar mencerminkan pertumbuhan akar selama pertumbuhan
tanaman. Jenis dan dosis kompos yang diberikan tidak berpengaruh terhadap bobot
kering akar sawi (Tabel 1). Hal ini diduga, fotosintat yang dihasilkan lebih banyak
ditranslokasikan ke bagian atas tanaman dibandingkan ke akar. Secara umum
biomassa tumbuhan tercurahkan ke tajuk karena penyerapan garam mineral sebagian
dikendalikan oleh aktivitas tajuk. Sebagaimana diketahui terdapat hubungan yang erat
antara laju pertumbuhan tajuk dan laju penyerapan hara. Tajuk akan meningkatkan
penyerapan garam mineral oleh akar dengan cepat dan menggunakan garam mineral
tersebut untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman seperti protein, asam nukleat dan klorofil. Disamping itu tajuk juga memasok
karbohidrat melalui phloem yang digunakan oleh akar untuk berespirasi menghasilkan
ATP dan ATP ini dapat membantu penyerapan garam mineral (Salisbury dan Ross,
1992).
Perbedaan dosis kompos tusuk konde dan kirinyu menghasilkan respon yang
berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil sawi (Tabel 2).
7

Tabel 2. Hasil uji lanjut DMRT (5%) terhadap variabel jumlah daun, panjang
tajuk, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk dan bobot segar akar

Perlakuan jd pt bst bkt bsa


(helai) (cm) (g/tan) (g/tan) (g/tan)
t1 5,67 bc 21,33 bc 11,27 cd 0,83 bcd 0,99 bc
t2 6,67 abc 26,00 ab 18,29 b 1,05 b 1,15 bc
t3 8,00 a 29,00 a 32,35 a 1,66 a 3,21 a
k1 5,00 c 14,66 d 3,91 e 0,53 d 0,21 c
k2 6,67 abc 20,33 c 11,20 de 0,63 cd 0,97 bc
k3 7,33 ab 26,17 ab 16,80 bc 1,07 b 1,36 b
Keterangan: Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata. t = tusuk konde, k = kirinyu. t1 = 45 g/tan, t2= 57,5 g/tan, t3 = 70
g/tan, k1 = 37,5 g/tan, k2 = 51,5 g/tan, k3 = 62,5 g/tan. jd = jumlah daun, pt = panjang
tajuk, bst = bobot segar tajuk, bkt = bobot kering tajuk, bsa = bobot segar akar,.

Tabel 2 menjelaskan, aplikasi kompos tusuk konde pada dosis 70 g/tan


menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan dosis 45 g/tan
dan kompos kirinyu pada dosis 37,5 g/tan. Hal ini sejalan dengan hasil analisis media
tanam yang menunjukkan, kompos tusuk konde pada dosis 70 g/tan dan 57,5 g/tan
dan kompos kirinyu pada dosis 51,5 g/tan dan 62,5 g/tan kandungan hara N-nya
relatif lebih tinggi yaitu pada kisaran 21 - 22% (sedang). Sutedjo (2002) menyatakan,
N merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang sangat diperlukan
untuk pertumbuhan vegetatif seperti daun, batang dan akar.
Respon perlakuan yang diberikan terhadap variabel panjang daun sejalan
dengan jumlah daun. Sawi yang dipupuk dengan kompos tusuk konde pada dosis 70
g/tan menghasilkan daun yang lebih panjang namun tidak berbeda dengan dosis yang
lebih rendah yaitu 57,5 g/tan dan kompos kirinyu pada dosis 62,5 g/tan. Hal ini
sejalan dengan hasil analisis media tanam yang menunjukkan kompos tusuk konde
pada dosis 70 g/tan dan 57,5 g/tan dan kompos kirinyu pada dosis 62,5 g/tan selain
memiliki kandungan hara N yang relatif lebih tinggi juga rasio C/N yang lebih rendah
(kurang dari 20).
Rasio C/N merupakan faktor penting dalam menentukan kecepatan dekomposisi
bahan organik. Nilai kritis rasio C/N agar dapat segera terjadi dekomposisi dan
mineralisasi N adalah kurang dari 20 (Murayama dan Zahari, 1991 dalam Raihan,
2005). Media tanam dengan rasio C/N rendah membuktikan telah terjadi dekomposisi
bahan organik yang akan memicu proses pelepasan unsur hara yang dapat diserap
oleh akar tanaman. Marsono dan Sigit (2001) menyatakan pertumbuhan vegetatif
sangat dipengaruhi oleh ketersedian N dalam tanah. Nitrogen sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman sebagai penyusun protoplasma, klorofil, asam nukleat dan
asam amino (Subhan dan Nunung, 2002). Simatupang (1992) juga menyatakan bahwa
unsur hara yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman menjadikan fotosintesis berjalan
dengan aktif sehingga proses pemanjangan dan pembelahan sel akan lebih cepat.
Terjadinya peningkatan penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat meningkatkan
proses pemanjangan tanaman.
Kompos tusuk konde pada dosis 70 g/tan menghasilkan bobot segar dan bobot
kering tajuk serta bobot segar akar sawi yang berbeda dan lebih baik dibandingkan
perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan, dosis kompos yang diberikan lebih tinggi
dibandingkan perlakuan yang lain. Dosis kompos yang tinggi dapat meningkatkan
kandungan bahan organik tanah dan media yang memiliki kandungan bahan organik
yang lebih tinggi menjadikan aktivitas mikroorganisme semakin meningkat
8

(Ecochem, 2006). Aktivitas mikroorganisme salah satunya dipengaruhi oleh jumlah


energi yang tersedia. Energi yang digunakan oleh mikroorganisme ini dapat berasal
dari senyawa karbon yang terdapat di dalam bahan organik (Suhardi, 1997). Aktivitas
biologi tanah akan membentuk porositas tanah lebih baik, sehingga dapat
memperbaiki struktur tanah, dan hal ini berpengaruh terhadap perkembangan dan
aktivitas akar dalam menyerap unsur hara yang diperlukan pada proses pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Ecochem, 2006).

Perbandingan antara pupuk organik tusuk konde dan kirinyu pada tanaman
sawi

Untuk mengetahui pengaruh kompos tusuk konde dan kirinyu terhadap


pertumbuhan dan hasil sawi, dilakukan uji t. Hasil uji t menunjukkan, kedua jenis
bahan organik berpengaruh terhadap semua variabel yang diamati kecuali variabel
jumlah daun, tingkat kehijauan daun dan bobot kering akar (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil uji t antara kompos tusuk konde dan kirinyu

Variabel T – hitung T- tabel 5% Notasi


jumlah daun - 0,94 2,30 ns
panjang tajuk 5,88 2,30 *
tingkat kehijauan daun -1,00 2,30 ns
bobot segar tajuk 5,00 2,30 *
bobot segar akar 2,32 2,30 *
bobot kering tajuk 3,15 2,30 *
bobot kering akar 2,03 2,30 ns
Keterangan: * = berbeda nyata pada, ns = tidak berbeda nyata.

Pertumbuhan dan hasil sawi yang dipupuk dengan kompos tusuk konde dan
kirinyu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh kompos tusuk konde dan kirinyu terhadap pertumbuhan


dan hasil sawi

Variabel tusuk konde kirinyu


jumlah daun (helai) 6,78 a 6,33 a
panjang daun (cm) 25,44 a 20,39 b
tingkat kehijauan daun 35,02 a 36,82 a
bobot segar tajuk (g/tan) 20,64 a 10,64 b
bobot segar akar (g/tan) 1,78 a 0,85 b
bobot kering tajuk (g/tan) 1,65 a 0,62 b
bobot kering akar (g/tan) 0,43 a 0,32 a
Ket: angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata.

Tabel 4 menjelaskan kompos tusuk konde menghasilkan respon pertumbuhan


yang lebih baik dibandingkan kompos kirinyu. Meskipun kedua gulma tersebut dapat
dijadikan sebagai sumber bahan organik tetapi kompos tusuk konde lebih mampu
menyediakan unsur hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan kirinyu. Hasil
analisis media tanam menunjukkan media yang diberi kompos tusuk konde memiliki
rasio C/N yang relatif lebih rendah (16,20) dibandingkan kompos kirinyu (18,77). Fox
et al., (1990) dalam Hermansyah (2001) menyatakan, jika bahan organik mempunyai
9

rasio C/N tinggi, maka laju pelepasan N dan P selama proses dekomposisi
berlangsung relatif lambat.
Disisi lain ketersedian hara bagi tanaman dari kompos sangat dipengaruhi oleh
faktor mineralisasi dari bahan organik tersebut. Hasil mineralisasi ini akan
membebaskan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Handayani et al. (2002)
menyatakan, tusuk konde memiliki potensi sebagai sumber bahan organik karena
kandungan N-nya lebih tinggi dibandingkan kirinyu, Imperata cylindrica (alang-
alang) dan Saccharum spontaneum. Hasil penelitian Meylani (2005) menunjukkan,
kirinyu dapat terdekomposisi dan melepaskan unsur hara dalam waktu 8 bulan.
Meskipun kirinyu lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman, tetapi tetap
memberikan kontribusi dalam menyediakan unsur hara di dalam tanah dan dapat
memperbaiki kondisi fisik tanah (Chandrashekar and Gajanana, 2006).
Perbedaan dosis kompos tusuk konde dan kirinyu tidak berpengaruh terhadap
variabel jumlah daun, tingkat kehijauan daun dan bobot kering akar. Kondisi ini
disebabkan karena setiap perlakuan memiliki kisaran kandungan N yang relatif sama .
Walaupun nilai rata - rata hara N pada media tanam yang diberi kompos tusuk konde
= 0,21 % dan kirinyu = 0,20 %, tetapi kondisi ini belum menghasilkan perbedaan
yang nyata terhadap variable-variabel tersebut. Tanaman memerlukan unsur N untuk
pertumbuhan tajuk dan warna hijau daun untuk proses fotosintesis (Dwijoseputro,
1984).

Perbandingan antara pupuk organik tusuk konde dan pupuk anorganik (urea)

Secara umum, sawi memerlukan unsur N yang diberikan dalam bentuk pupuk
urea sebanyak 3 g/tanaman (Nazarudin, 1999). Kompos tusuk konde pada dosis 57,5
g/tan memiliki kandungan hara N setara dengan urea pada dosis 4 g/tanaman. Hasil
uji t antara keduanya menghasilkan perbedaan yang nyata pada semua variabel yang
diamati kecuali pada tingkat kehijauan daun (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil uji t antara kompos tusuk konde dengan pupuk anorganik urea

Variabel T- hitung T- tabel 5% Notasi


jumlah daun 9,09 4,30 *
panjang tajuk 5,13 4,30 *
tingkat kehijauan daun - 0,17 4,30 ns
bobot segar tajuk 10,49 4,30 *
bobot segar akar 70,16 4,30 *
bobot kering tajuk 37,86 4,30 *
bobot kering akar 55,88 4,30 *
Keterangan: * = berbeda nyata, ns = tidak berbeda nyata.

Pertumbuhan dan hasil sawi yang dipupuk dengan kompos tusuk konde pada
dosis 57,5 g/tan dan yang dipupuk dengan urea pada dosis 4 g/tan dapat dilihat pada
Tabel 6.
10

Tabel 6. Perbandingan pertumbuhan dan hasil sawi yang dipupuk dengan


kompos tusuk konde dan pupuk urea

Variabel tusuk konde urea


jumlah daun (helai) 6,67 a 3,67 b
panjang tajuk (cm) 5,14 a 3,96 b
tingkat kehijauan daun 35,77 a 37,73 a
bobot segar tajuk (g/tan) 4,27 a 1,05 b
bobot segar akar (g/tan) 1,15 a 0,28 b
bobot kering tajuk (g/tan) 1,05 a 0,06 b
bobot kering akar (g/tan) 0,26 a 0,07 b
Ket: angka - angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata.

Dari Tabel 6 terlihat, pertumbuhan dan hasil sawi yang dipupuk kompos tusuk
konde pada dosis 57,5 g/tan lebih baik dibandingkan dengan pupuk urea 4 g/tan. Hal
ini dipengaruhi oleh kondisi media tanam karena bahan organik merupakan bahan
multi fungsi yang tidak hanya berfungsi untuk pensuplai hara yang dibutuhkan
tanaman, namun juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah (Ecochem, 2006).
Hasil analisis media tanam yang dipupuk dengan kompos tusuk konde
menunjukkan kandungan C – organiknya relatif lebih tinggi (2,94%) dibandingkan
dengan yang diberi urea (2,38%). Unsur C merupakan unsur yang penting di tanah
karena kandungan C- organik di tanah sangat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Unsur C memiliki peran yang penting sebagai salah satu kriteria dalam
penilaian kesuburan tanah.
Ketersedian hara di dalam media tanam dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia
maupun biologi tanah. Bahan organik tusuk konde mempunyai fungsi yang luas
dalam memperbaiki kondisi fisik, kimia, maupun biologi tanah. Sifat fisik tanah yang
dapat dipengaruhi adalah agregat tanah, struktur tanah, dan aerasi. Sifat biologi tanah
diantaranya melalui potensinya sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah.
Mikroorganisme tanah dapat beraktivitas maksimal sehingga pengaruhnya pada sifat -
sifat fisik dan kimia tanah dapat optimal (Ecochem, 2006).
Media tanam yang banyak mengandung bahan organik mampu mengikat
partikel - partikel tanah ke dalam bentuk agregat yang stabil, sehingga aliran air dan
sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan kemampuan tanah menahan air juga
meningkat (Ecochem, 2006). Kondisi tanah yang demikian akan menunjang
pertumbuhan tanaman. Dalam penelitian ini bahan organik yang diberikan tidak
hanya berfungsi untuk mensuplai hara yang dibutuhkan tanaman, namun juga dapat
memperbaiki sifat fisik tanah. Sementara media yang hanya dipupuk urea strukturnya
lebih padat, sedangkan perkembangan akar di dalam tanah sangat tergantung pada
struktur tanah.
Kemampuan akar memperoleh nutrisi dan air tergantung pada penyebaran akar
(Angakkara et al., 2004). Pembentukan akar mempunyai hubungan timbal balik
dengan hasil suatu tanaman. Dengan adanya akar maka unsur hara dapat terserap
sehingga pertumbuhan tajuknya tidak mengalami gangguan. Kondisi ini sejalan
dengan hasil pengamatan yang menunjukkan tanaman sawi yang media tanamnya
dopupuk dengan kompos tusuk konde menghasilkan sawi yang lebih baik
dibandingkan yang hanya dipupuk urea.
Meskipun perbedaan jenis pupuk tidak berpengaruh terhadap tingkat kehijauan
daun, namun nilainya lebih tinggi yang dipupuk urea dibandingkan dengan kompos
tusuk konde. Urea merupakan salah satu sumber nitrogen (N) yang lebih mudah
11

tersedia bagi tanaman dibandingkan pupuk organik. Dengan demikian tingkat


kehijauan daunnya lebih tinggi. Sebagaimana diketahui, salah satu fungsi nitrogen
yaitu membentuk klorofil (Farabee, 2007). Hasil analisis menunjukkan, kandungan N
pada media tanam kompos tusuk konde dosis 57,5 g/tan sebesar 0,22 % sedangkan
pada pupuk urea 0,24 %. Pada kisaran nilai N- total yang sedang ini, responnya tidak
berbeda pada tingkat kehijauan daun. Klorofil banyak terdapat di dalam kloroplas dan
berfungsi untuk menyerap cahaya (Salisbury dan Ross, 1992). Meski demikian hasil
penelitian ini menunjukkan keberhasilan budidaya tanaman sawi lebih banyak
dipengaruhi oleh kondisi media tanamnya bukan tingkat kehijauan daun.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :


1. Semakin tinggi dosis kompos tusuk konde dan kirinyu yang diberikan pada
media tanam, semakin baik pertumbuhan dan hasil sawi.
2. Kompos tusuk konde memberikan respon yang lebih baik terhadap
pertumbuhan dan hasil sawi dibandingkan dengan kompos kirinyu.
3. Sawi yang dipupuk kompos tusuk konde pada dosis 23 ton/ha (setara dengan
1,84 g N/tan) hasilnya lebih baik dibandingkan jika dipupuk dengan urea pada
dosis 160 kg/ha (setara dengan 1,84 g N/tan).
4. Jumlah daun dan panjang tajuk sawi yang dipupuk dengan kompos tusuk
konde meningkat 81,74 % dan 29,80 % dibandingkan jika dipupuk urea.
Bobot segar dan bobot kering tajuk sawi meningkat 3 dan 1,6 kali lipat
sementara bobot segar dan bobot kering akar sawi meningkat 3,1dan 2,7 kali
lipat jika dipupuk dengan kompos tusuk konde dibandingkan dipupuk urea.

DAFTAR PUSTAKA

Angakkara, U.R., P. Stamp, A. Soldati and M. Liedgens. 2004. Green manures


stimulate root development of maize and mungbean seedlings. Proceeding of
the 4 th International Crop Science Congress, Brisbane, Australia 26
September-1 October 2004.
Asikin, E.M., dan M. Najib. 2005. Potensi gulma Cromolaena odorata dan
Agerathum conyzoides sebagai sumber pupuk N dan P untuk menuju sistem
pertanian organik. Hlm: 47- 50. Prosiding Konferensi Nasional XVII
Himpunan Ilmu Gulma Indonesia (HIGI). Yogyakarta, 20 - 21 Jun 2005.
BPS. 2000. Produksi sayur - sayuran dan buah - buahan di Propinsi Bengkulu. BPS
Bengkulu.
Carrapico, F., G. Terxeira and M.A. Diniz. 2000. Azolla as a biofertilizer in Africa: A
challenge for future. Reviste de Ciencias Agrarias 23 (3-4):120-138
Chandrashekar, S.C. and G.N. Gajanana. 2006. Exploitation of Chromolaena odorata
(L.) Kling and Robinson as green manure for paddy.
http://www.ehs.cdu.edu.au/chromolaena/fourth/chan2.htm download 12
September 2006
Dewi, M. S. 2003. Distribusi mikroorganisme dan bahan organik tanah pada berbagai
tipe penutup tanah di Bengkulu. Skripsi. Fakultas Pertanian.Universitas
Bengkulu, Bengkulu (tidak dipublikasikan).
Dwijosoepoetro, D. 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Ecochem. 2006. Benefits of natural organic biofertilizer.
http://www.ecochem.com/t_organic_fert2.html. download 20 Desember 2007
12

Farabee. 2007. Photosynthesis. http://www.emc.maricopa.edu/faculty/farabee/


BIOBK/ BioBookPS.html download 2 Desember 2007
Handayani, I.P., P. Prawito, Z. Muktamar. 2002. Lahan pasca deforestasi di
Bengkulu, kajian peranan vegetasi invasi. Jurnal Ilmu - Ilmu Pertanian
Indonesia 4 (1): 10-17.
Hermansyah. 2001. Manipulasi bahan organik dan pemberian Efektif
Mikroorganisme (EM-4) terhadap pertumbuhan stek panili (Vanilla
planitolia Andrew) di pembibitan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Laporan Penelitian. Bengkulu.
Jama, B., C.A. Palm, R.J. Buresh, A. Niang, C. Gachengo, G. Nziguheba and B.
Amadalo. 2000. Tithonia diversifolia as a green manure for soil fertility
improvement in Western Kenya: A review. Agroforestry System 49(2):201-
221.
Kalisz, A. and S. Cebula. 2002. The effect of transplant production methods on the
yield and quality of some Chinese cabbage (Brassica pekinensis Rupr.)
cultivars grown for autumn harvest. Folia Horticulturae 142 (2):35-44.
Marquez, M.M. 1998. Utilization of azolla as organic fertilizer for cabbage and white
potato. Benguet State University, La Trinitad, Bengiet, Philippines.
http://www.fao.org/agris/search/display.do;jsessionid. download 20 Desember
2007
Marsono dan Sigit. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasi. Cetakan pertama. Penerbit
Penebar Swadaya, Jakarta.
Mazid, M.A. and S.K.D. Datta. 1987. Use of supplementary sources of nitrogen to
increase fertilizer efficiency in wetland rice in Philippines. Agriculture
Information Center, Bangladesh Agricultural Research Council, Dhaka,
Bangladesh.
Meylani, U. 2005. Komponen C dan ketersedian N- total setelah penanaman vegetasi
pioner di lahan marginal. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu,
Bengkulu (tidak dipublikasikan).
Nziguheba, G., C.A. Palm, R.J. Buresh and P.C. Smithson. 1998. Soil phosphorus
fraction and adsorption as affected by organic and inorganic sources. Plant and
Soil 198(2):159-168.
Raihan, S. 2005. Kompos gulma di lahan rawa untuk memperbaiki kesuburan tanah.
Prosiding Konfensi XVII Himpunan Ilmu Gulma Indonesia (HIGI).
Yogyakarta, 20- 21 Juni 2005.
Raju, R.A. and B. Gangwar. 2004. Utilization of potassium rich green leaf manures
for rice (Oryza sativa) nursery and their effect on crop productivity. Indian
Journal of Agronomy 49(4):244-247
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius, Yogyakarta.
Salisbury, F,B., W.C. Ross. 1985. Plant Physiology. Wadsworth Publishing,
California. diterjemakan oleh Dian, R. Lukman dan Sumaryono. 1995.
Fisiologi Tumbuhan, jilid 3. Penerbit ITB Bandung, Bandung.
Setyowati, N., B. Hermawan., Yunita. 1999. Kascing hasil dekomposisi sampah
organik sebagai pupuk alternatif dalam meningkatkan hasil sawi. Jurnal
Akta Agrosia III (1): 30 – 36.
Simatupang. 1992. Pengaruh beberapa bahan organik terhadap pertumbuhan dan
produksi wortel. Jurnal Hortikultura 2 (1): 16 – 18.
Subhan dan Nunung. 2002. Aplikasi dan dosis pupuk majemuk NPK terhadap hasil
tomat dalam sistem tumpang sari dengan kubis dan petsai. Jurnal Ilmu
Pertanian IX (2): 65 – 73.
13

Suhardi. 1997. Bahan Ajar Perkuliahan Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Laboratorium
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Sutejo, M. M., dan Kartasapoetra. 2002. Pupuk dan Cara pemupukan. PT Bina
Aksara, Jakarta.
Titus, A. and G.N. Pereira. 2007. Azolla as a Biofertilizer in Coffee Plantations.
http://www.ineedcoffee.com/06/azolla download 1 Desember 2007

You might also like