You are on page 1of 8

Suska Journal of Mathematics Education

(p-ISSN: 2477-4758|e-ISSN: 2540-9670)


Vol.4, No. 1, 2018, Hal. 1-8

Habits of Mind Calon Guru Matematika dalam Pemecahan


Masalah Matematis
Ahmad Dzulfikar

Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Pesantren Tinggi Darul’ Ulum


e-mail: ahmaddzulfikar@mipa.unipdu.ac.id

ABSTRACT. Habits of mind had the impact toward mathematical problem solving skills,
especially for the pre-service teacher who will facilitate the development of their students’
mathematical problem solving skills in the future. This qualitative descriptive study aimed to
analyze mathematical problem solving habits of mind of the pre-service teacher. 22 undergraduate
students were the research subject that was chosen by purposive sampling technique. The research
instrument was habits of mind scale, interview guide, and mathematical problem solving test. The
study found that level of mathematical problem solving habits of mind of the pre-service teacher
was apprentice and practitioner. Based on the indicators, habits of thinking flexibly had the largest
frequency of subject who had novice level. Whereas, flexibility in choosing and using strategy
determined whether the subject could solve the problem or not. This research hypothesized that
this condition was affected by prior mathematical ability. Therefore, future research and
development of mathematical problem solving habits of mind of the pre-service teacher were
needed.

Keywords: habits of mind, mathematical problem solving, pre-service teacher, pedagogical


content knowledge, prior mathematical ability

PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang diperlukan dalam pemecahan masalah matematis adalah habits of
mind. Habits of mind mendukung mahasiswa untuk lebih berpikir, reflektif, dan kreatif dalam
pemecahan masalah(Gordon, 2011; Mahmudi & Sumarmo, 2015). Keterampilan-keterampilan
tersebut menjadi penentu kemampuan pemecahan masalah matematis seseorang.
Habits of mind bertujuan membantu mahasiswa untukmeng adopsi cara matematikawan
berpikir dalam menghadapi masalah dan berpikir tentang matematika sebagaimana yang
matematikawan lakukan (Lim & Selden, 2009; Mark, Cuoco, Goldenberg, & Sword, 2010). Ketika
seseorang menghadapi masalah matematis, maka ia perlu untuk memahami masalah, melakukan
perencanaan dan memilih serta melaksanakan strategi yang sesuai, menginterpretasi hasil ke
masalah awal, dan melalukan looking back. Cara berpikir tersebut merupakan langkah pemecahan
masalah yang sangat terkenal yang dikembangkan oleh Polya.
Secara lebih luas habits of mind diperlukan dalam literasi, penalaran, pembuktian, dan
pemecahanmasalahmatematis, serta kepercayaan diri dalam pemecahan masalah (Elyousif &
Abdelhamied, 2013; KöSe & TanişLi, 2014; Li, 2013; Miliyawati, 2014; Seeley, 2014). Selain itu,
Perkembangan habits of mind berbanding searah dengan sikap positif dan prestasi matematika
(Johnson, 2012). Menjadi tidak mengherankan beberapa negara berusaha memasukkan habits of
mind dalam kurikulum pembelajarannya, misalnya Amerika Serikat. Gordon (2016) menyebutkan
bahwa Amerika Serikat berusaha memasukkan habits of mind dalam kurikulummatematikanya.
Berdasarkan uraian tersebut, habits of mind menjadi aspek yang penting untuk dimiliki

DOI: 10.24014/sjme.v3i2.3897
Ahmad Dzulfikar

calon guru matematika. Infiltrasi habits of mind menjadi suatu keharusan. Selain itu, mengasesmen
habits of mindmerupakan bagian esensial dalam pembelajaran (Elyousif & Abdelhamied, 2013;
Gordon, 2016). Hal ini dikarenakan dengan memahami habits of mind mahasiswa maka seorang
dosen dapat mengembangkan pembelajaran yang dapat mengakomodasi kebiasaan-kebiasaan
berpikir mahasiswa, yang muaranya adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Terkait asesmen habits of mind, Li (2013) menyebutkan bahwa terdapat tempat habits of
mind yang berperan penting dalam matematika. Keempatnya adalah habits of mind secara umum,
habits of mind yang biasa muncul pada matematika, habits of mind geometri, dan habits of mind aljabar.
Penelitian ini mengkaji partisi dari habits of mind yang biasa muncul dalam matematika,
yaitu habits of mind dalam pemecahan masalah matematis. Habits of mind dalam pemecahan masalah
matematis dipilih karena pemecahan masalah matematis merupakan salah satu daya matematis
dan kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan matematis
berpikir tingkat tinggi.
Habits of mind dalam pemecahan masalah matematis belum dikaji secara khusus dalam
penelitian-penelitian sebelumnya (King, 2013; KöSe & TanişLi, 2014; Lestari, Kusumah, &
Dewanto, 2016; Salwah, 2014; Sujana, 2015; Syukria, Johar, & Marwan, 2013). King (2013)
mengkaji habits of mind geometri, KöSe & TanişLi (2014) pada aljabar, dan Lestari, Kusumah, &
Dewanto (2016); Salwah (2014); Sujana (2015); serta Syukria, Johar, & Marwan(2013) mengkaji
habits of mind pada matematika.
Syukria, Johar, & Marwan (2013) mengkaji habits of mind mahasiswa dengan prestasi baik
dalam mata kuliah Teori Graph secara umum dengan menggunakan 15 indikator habits of mind dan
menemukan bahwa habits of mind berada pada level kurang, cukup, dan sangat baik. Sementara itu,
Johnson (2012) mengkaji habits of mind pada numerasi. Dalam penelitiannya ia menggunakan lima
indicator untuk mengidentifikasi habits of mind individu dalam numeracy, yaitucuriousity, respect for
evidence, persistence, ownership, dan reflection.
Lloyd (2009) menyebutkan bahwa aktivitas yang mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah matematis mendukung metacognition, flexibility, dan precision. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini ketiga habits tersebut menjadi indikator habits of mind dalam pemecahan
masalah matematis calon guru matematika. Akan tetapi, peneliti menambahkan tiga indikator,
yaitu persisting, managing impulsivity, dan using past knowledge to new situation. Penambahan ketiga
indikator dilatarbelakangi karena dalam pemecahan masalah kegigihan, kebiasaan mengatur
waktu, tindakan, dan membuat perencanaan, serta penggunaan pengetahuan yang dimiliki dalam
situasi baru juga menjadi kebiasaan yang menentukan seseorang menjadi problem solver yang baik.
Hal ini didukung oleh Handayani (2015) yang menyatakan bahwa seorang mahasiswa dengan
habits of mind yang baik lebih memiliki keterampilan mengatur diri dan metakognisi dalam
pemecahan masalah matematis.
Oleh karena habits of mind dalam pemecahan masalah matematis belum dikaji secara
spesifik dalam penelitian-penelitian terdahulu, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
habits of mind calon guru matematika dalam pemecahan masalah matematis. Hal ini dikarenakan
walaupun idealnya habits of mind mahasiswa telah banyak berkembang dibanding siswa yang
berada pada level pelajar (Lestari et al., 2016; Salwah, 2014). Akan tetapi, untuk memasukkan
pengembangan habits of mind dalam pembelajaran matematika bukanlah sesuatu yang mudah
(Gordon, 2011). Oleh karena itu, perlu analisis habits of mind calon guru matematika. Calon guru
matematika yang memahami habits of mind diharapkan memperhatikan habits of mind siswanya
dalam pemecahan masalah ketika mengajar nantinya mereka juga. Muara yang diharapkan adalah
meningkatnya kemampuan pemecahan masalah matematis mereka.

2 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No. 1, 2018


Habits of Mind Calon Guru Matematika dalam...

METODE
Metode deskriptif kualititatif digunakan dalam penelitian ini. Subjek penelitiannini adalah
22 mahasiswa calon guru matematika yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Skala habits of
mind dalam pemecahan masalah matematis menjadi salah satu instrumen dalam penelitian ini.
Skala habits of mind dalam pemecahan masalah matematis digunakan setelah divalidasi oleh
dua orang dosen Pendidikan Matematika Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum. Seluruh
item, berdasarkan analisis dinyatakan valid dan reliabel. Reliabilitas skala ini adalah 0,772 yang
tergolong tinggi.
Skala habits of mind dalam pemecahan masalah matematis dikembangkan berdasarkan
adaptasi dari indikator habits of mind yang dikembangkan oleh Costa & Kallick (2008); Jacobbe &
Millman (2009); dan Johnson (2012). Tes pemecahan masalah matematis dan pedoman
wawancara menjadi instrumen pendukung untuk menganalisis habits of mind calon guru
matematika dalam pemecahan masalah matematis. Wawancara menjadi teknik pendukung untuk
menggali lebih dalam habits of mind dalam pemecahan masalah matematis subjek.

HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis habits of mind mahasiswa calon guru
matematika dalam pemecahan masalah matematis. Gambar 1 menunjukkan bahwa secara umum
habits of mind dalam pemecahan masalah berada pada level pemula dan pelajar. Dari 22 subjek,
hanya sekitar sepertiga yang mencapai level praktisi. Sementara sisanya masih berada pada level
pelajar. Berikut ini disajikan deskripsi dari masing-masing indikator berdasar Gambar 1.

Habits of Mind dalam Pemecahan Masalah Matematis


18
16
14
Banyak Subjek

12
10
8
6
4
2
0

Habits of

Pemula Pelajar Praktisi Ahli


Gambar 1. Habits of mind dalam pemecahan masalah matematis calon guru matematika

Berdasarkan Gambar 1, habits of persisting atau kegigihan dalam menyelesaikan masalah


subjek berada pada level pelajar dan praktisi dengan persentase yang hampir berimbang. Hasil
tidak jauh berbeda tampak pada kebiasaan subjek dalam menggunakan pengetahuan dan
pengalamannya dalam pemecahan masalah matematis.
Gambar 1 juga menunjukkan bahwa persentase responden pada level praktisi semakin
menyusut berturut-turut pada habits of metacognition, managing impulsivity, striving for accuracy and
presicion, dan thinking flexibly. Pada habits of thinking flexibly hanya 18% responden yang mencapai
level praktisi. Pada keempat habit, subjek mayoritas berada pada level pelajar dengan persentase
hampir di atas 50% pada masing-masing indikator, dan sisanya berada pada level pemula.

Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No. 1, 2018 3


Ahmad Dzulfikar

Hasil tersebut menjadi perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan kesadaran guru tentang
habits of mind merupakan hal yang sangat penting (Elyousif & Abdelhamied, 2013; Miliyawati,
2014). Oleh karena itu, seorang guru maupun calon guru matematika seyogyanya memiliki habits of
mind yang baik. Hal ini dikarenakan agar mereka dapat memfasilitasi siswanya melalui
pembelajaran dalam mengembangkan habits of mind dan kemampuan pemecahan masalah
matematis. Untuk dapat menjadi fasilitator habits tersebut, mereka perlu untuk memiliki dan
memahami habits of mind yang baik terutama dalam pemecahan masalah. Temuan dari
penelitian ini belum menunjukkan hasil ideal tersebut.

DISKUSI
Pada penelitian ini, habits of mind dalam pemecahan masalah matematis calon guru matematika
diukur berdasarkan enam habits. Habits tersebut yaitu habits of persisting, managing impulsivity, thinking
flexibly, metacognition, striving for accuracy and precision, dan using past knowledge to new situation. Berikut disajikan
pembahasan dari masing-masing habits tersebut.
Habits of persisting, habits ini terkait kegigihan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah
matematis. Temuan penelitian ini adalah hanya 45% subjek yang berada pada level praktisi dan sisanya
berada pada level pelajar. Subjek pada level pelajar menyatakan bahwa subjek tersebut berusaha untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan. Akan tetapi, apabila subjek berpendapat bahwa masalah
tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, ia menyerah begitu saja. Hal ini terlihat dari beberapa jawaban
subjek tersebut yang hanya berusaha menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal, atau juga
membuat sketsa dari permasalahan yang diberikan, tetapi tidak menuliskan pemecahan masalahnya.
Hasil wawancara terhadap subjek dengan habits of persisting pada level praktisi diperoleh
informasi bahwa subjek tersebut tetap gigih menyelesaikan masalah-masalah matematis yang diberikan
sampai waktu yang diberikan berakhir. Walaupun, subjek tidak yakin apakah penyelesaian yang
diperoleh benar atau salah. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil analisis terhadap jawaban tes
pemecahan masalah subjek. Dari jawaban subjek, terlihat subjek berusaha untuk menemukan
pemecahan masalah yang diberikan, tetapi subjek belum memperoleh jawaban yang tepat.
Habits of managing impulsivity, kebiasaan calon guru matematika mengatur waktu dan tindakannya
dalam pemecahan masalah matematis. Kebiasaan ini termasuk kebiasaan membuat rencana serta
tenang dalam memikirkan dan memerika cara dan strategi pemecahan masalah.
Penelitian ini menemukan bahwa hanya sepertiga dari keseluruhan subjek yang mencapai level
praktisi dan dua kali lipatnya hanya mencapai level pelajar. Sementara itu, sisanya berada pada level
pemula.
Hasil analisis terhadap jawaban subjek dengan habits of managing impulsivity level pemula
ditemukan bahwa subjek hanya mampu menuliskan informasi yang tersurat dari masalah. Dari hasil
wawancara diketahui bahwa subjek tidak mampu memamahi masalah yang diberikan, sehingga mereka
tidak mengetahui apa yang diminta dari masalah. Lebih lanjut, hal tersebut mengakibatkan subjek tidak
mampu menentukan strategi untuk memecahkan masalah tersebut.
Subjek pada level pelajar menyatakan bahwa mereka kesulitan memahami apa yang diminta
dari soal, tetapi mereka tetap berusaha mengerjakan dengan mengikuti langkah Polya. Hal tersebut
ditemukan dari jawaban subjek dimana subjek berusaha menuliskan apa yang diketahui dan ditanya dari
soal, mencoba merepresentasikannya dalam model matematika dan gambar. Akan tetapi, tidak ada
proses yang jelas untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Subjek dengan level praktisi melakukan pemecahan masalah yang lebih baik dibandingkan
dengan subjek level pelajar. Subjek menuliskan strategi pemecahan masalah yang dibuat, misalkan
dengan membuat sketsa. Selain itu, mereka dengan jelas mampu memahami tujuan mereka melakukan
itu. Walaupun penyelesaian mereka tidak selalu benar.
Pada habits of thinking flexibly atau kebiasaan seseorang memiliki banyak ide dalam pemecahan
masalah matematis, sebanyak 68% responden berada pada level pelajar, 18% mencapai level praktisi,
dan sisanya berada pada level pemula.
Berdasarkan wawancara subjek dengan habits of thinking flexibly pada level pemula, mereka

4 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No. 1, 2018


Habits of Mind Calon Guru Matematika dalam...

kesulitan dalam mengembangkan ide untuk memecahkan masalah. Ide mereka terbatas pada langsung
mengaitkan dengan materi yang telah dipelajari. Akan tetapi, masalah matematis tidak jelas algoritma
penyelesaiannya sehingga mereka kesulitan dalam mengembangkan strategi. Hal ini mengakibatkan
dilihat dari jawaban mereka belum mampu mengembangkan strategi, misalnya dengan penyederhanaan
masalah atau juga dengan mengubah sudut pandang atau strategi lainnya.
Sementara, keluwesan berpikir subjek dengan level pelajar dan praktisi sudah tampak. Dilihat
dari jawaban subjek, subjek mampu mengembangkan strategi berbeda ketika mereka melakukan looking
back pemecahan masalah dibanding strategi pemecahan masalah pada beberapa masalah yang mampu
subjek selesaikan.
Kebiasaan berpikir tentang pemikirannya dalam pemecahan masalah atau habits of metacognition.
Kebiasaan ini terkait dengan kebiasaan melakukan refleksi dan memikirkan kembali tentang proses
pemecahan masalah matematis. Selain itu, kebiasaan ini terkait dengan refleksi tentang kemungkinan
lain dari strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa hampir 60% subjek berada pada level pemula dan pelajar. Subjek dengan level pemula tidak
terlalu menyadari pentingnya melakukan metakognisi. Sementara, subjek dengan level pelajar belum
terlalu menyadari pentingnya melakukan refleksi terhadap pemikirannya. Mereka hanya fokus pada satu
pemikiran dan proses pemikiran dan belum terlalu memperhatikan kemungkinan strategi lain yang
mungkin digunakan dalam pemecahan masalah.
Subjek dengan habits of metacognition level praktisi, memiliki keterkaitan dengan habits of thinking
flexibly. Dimana mereka berusaha setahap demi setahap melakukan refleksi terhadap ide dan proses
pemecahan masalah. Selain itu, mereka berupaya mempertanyakan apakah ada cara lain dalam
menyelesaikan masalah yang sama dan mengaplikasikannya dalam mengecek hasil dan prosesnya.
Walaupun beberapa masih tergolong strategi pemecahan masalah yang sama.
Dalam pemecahan masalah matematis, ketelitian dan akurasi menjadi salah satu faktor penting
agar memperoleh hasil yang tepat. Kebiasaan untuk teliti dan akurat ini disebut sebagai habits of striving
for accuracy and precision. Hasil penelitian ini menemukan bahwa hanya sekitar seperlima dari keseluruhan
subjek berada pada level praktisi. Sisanya mayoritas pada level pelajar dan sebagian kecil pada level
pemula.
Baik subjek dengan level pemula ataupun pelajar, mereka menyatakan bahwa mereka tidak
terlalu memperhatikan ketelitian dan presisi dalam pemecahan masalah matematis. Hal ini terlihat dari
jawaban subjek yang terlihat ditemukan beberapa salah perhitungan. Sementara itu, subjek dengan level
praktisi menyatakan bahwa mereka berusaha untuk teliti dengan meninjau kembali pemikiran dan
perhitungan mereka. Hal ini terkait juga dengan habits of managing impulsivity, dimana subjek secara
bertahap memerika proses yang mereka lakukan. Kebiasaan menggunakan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki pada situasi baru penting dimiliki ketika menghadapi masalah matematis.
Masalah matematis tidak memiliki algoritma yang jelas dalam pemecahannya. Oleh karena itu,
pengetahuan sebelumnya dan pengalaman dalam menghadapi masalah serupa terkait dengan berhasil
atau tidaknya dalam memecahkan masalah. Kebiasaan menggunakan pengetahuan dan pengalaman ini
disebut sebagai habits of using past knowledge to new situation.
Temuan penelitian ini adalah subjek pada habits ini berada pada level pelajar dan praktisi
dengan persentase yang hampir sama. Berdasarkan wawancara subjek menyatakan bahwa dalam
memecahkan masalah matematis, mereka berusaha mengingat dan mengaitkan pengetahuan yang
dimiliki. Namun, karena masalah yang dihadapi adalah sesuatu yang baru dan tidak jelas algoritma
penyelesaiannya, maka dari jawaban subjek terkadang mereka salah dalam memilih konsep yang sesuai.
Akibatnya beberapa solusi yang diperoleh tidak sesuai.
Secara umum, mayoritas habits of mind mahasiswa calon guru matematika dalam pemecahan
masalah matematis masih berada pada level pelajar. Level tersebut tergolong kurang baik dan kurang
sesuai bagi calon guru matematika tahun ketiga.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan temuan King (2013) dan KöSe & TanişLi
(2014). King yang meneliti habits of mind aljabar mahasiswa, menemukan bahwa habits of mind aljabar
mahasiswa belum baik. Sementara itu, KöSe&TanişLi menemukan bahwa calon guru sekolah dasar

Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No. 1, 2018 5


Ahmad Dzulfikar

belum memiliki habits of mind geometri sebagaimana yang diharapkan. Akan tetapi, temuan
penelitian ini berbeda dengan temuan Syukria, Johar, & Marwan (2013) yang mengkaji habits of
mind secara umum, yang menemukan bahwa habits of mind mahasiswa beragam dari tergolong
kurang, cukup, dan sangat baik.
Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi oleh kemampuan atau pengetahuan awal yang
dimiliki oleh responden. Hal ini dikarenakan perkembangan habits of mind seseorang berbanding
lurus dengan prestasinya (Johnson, 2012). Kemampuan atau pengetahuan awal responden
penelitian tersebut tergolong baik, hal ini ditunjukkan dari pemilihan responden dengan indeks
prestasi kumulatif yang lebih dari tiga yang tergolong memuaskan. Hal ini menjadi keterbatasan
penelitian ini. Berdasarkan tes pengetahuan awal yang dilakukan peneliti, ditemukan bahwa
pengetahuan awal seluruh subjek penelitian tergolong kurang baik.
Elyousif & Abdelhamied (2013) dan Gordon (2011) menyebutkan bahwa pembelajaran
matematika harus dapat mengembangkan habits of mind peserta didik. Oleh karena itu, idealnya
habits of mind mahasiswa telah berkembang. Hal ini dikarenakan pengembangan habits of mind
seharusnya telah dilakukan ketika individu berada pada jenjang sekolah pertama, karena mereka
berada pada masa transisi dari aritmetika kealjabar (Mark, Cuoco, Goldenberg, & Sword, 2010).
Berdasarkan temuan Lestari, Kusumah, & Dewanto (2016) dan Salwah (2014) habits of mind siswa
dalam matematika berada pada level pelajar. Idealnya habits of mind mahasiswa calon guru
matematika telah banyak berkembang. Akan tetapi, banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan habits of mind seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Gordon (2011) yang
menyebutkan bahwa untuk memasukkan pengembangan habits of mind dalam pembelajaran
matematika bukanlah hal yang mudah.

SIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa habits of mind calon guru
matematika dalam pemecahan masalah matematis berada pada level pelajar dan praktisi. Banyak
mahasiswa dengan level pelajar hampir mencapai dua kali lipat dibanding level praktisi. Hal ini
perlu menjadi perhatian karena idealnya habits of mind calon guru matematika telah banyak
berkembang dan mencapai level yang lebih baik.
Ditinjau dari masing-masing habits atau indikatornya ditemukan hasil yang tidak jauh
berbeda. Bahkan pada habits of thinking flexibly, persentase banyak mahasiswa dengan level pemula
paling banyak dibanding habits of mind lainnya. Padahal, dalam pemecahan masalah matematis
keluwesan berpikir dalam mengembangkan ide dan strategi mutlak diperlukan. Hal ini diduga
salah satunya karena kurangnya kemampuan awal matematis subjek.
Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengkaji
pengaruh kemampuan awal matematis terhadap habits of mind seseorang dalam pemecahan
masalah matematis. Muara yang diharapkan adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis mahasiswa calon guru matematika.

DAFTAR PUSTAKA
Costa, A. L., &Kallick, B. (2008). Learning and leading with habits of mind: 16 essential characteristics for success. (A.
L. Costa & B. Kallick, Eds.). Alexandria, Va: Association for Supervision and Curriculum
Development.

Elyousif, Y. A. K. & Abdelhamied, N. E. (2013). Assessing secondary school teachers’ performance in


developing habits of mind for the students. International Interdisciplinary Journal of Education, 2(2), 168–
180.

Gordon, M. (2011). Mathematical habits of mind: Promoting students’ thoughtful considerations. Journal of
Curriculum Studies, 43(4), 457–469. https://doi.org/10.1080/00220272.2011.578664

6 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No. 1, 2018


Habits of Mind Calon Guru Matematika dalam...

Gordon, M. (2016). Habits of Mind—The Heart of the Mathematics Curriculum: Some Instances. In M.
Gordon, Enabling Students in Mathematics, 31–45. Cham: Springer International Publishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-25406-7_3

Handayani, A. D. (2015). Mathematical habits of mind: urgensi dan penerapannya dalam pembelajaran
matematika. Jurnal Math Educator Nusantara, 1(2), 223–230.

Jacobbe, T & Millman, R. S. (2009). Mathematical Habits of the Mind for Preservice Teachers. School
Science and Mathematics, 109(5), 298–302.

Johnson, R. (2012). Developing Habits of Mind for Numeracy in a Low-Literacy Classroom: a Focus on
Attitudes. Minne WiTESOL Journal, 29, 154–161.

King. (2013). Aftermath: Mathematical Habits of Mind. Math Horizons, 20(4), 34–34.
https://doi.org/10.4169/mathhorizons.20.4.34

KöSe, N. Y., &TanişLi, D. (2014). Primary School Teacher Candidates’ Geometric Habits of Mind.
Educational Sciences: Theory and Practice, 14(3), 1220–1229.
https://doi.org/10.12738/estp.2014.3.1864

Lestari, W. D, Kusumah, Y. S & Dewanto, S. (2016). Improving Student’s Habits of Managing Impulsivity
Using Project-Assisted Group Investigation. In A. Permanasari, A. Shodikin, & A. Prisilya (Eds.),
Proceeding the 3rd IPCoRe International Postgraduate Colloquium of Research in Education, 205–212.
Bandung: FKM SPs UniversitasPendidikan Indonesia.

Li, X. (2013). Conceptualizing and cultivating mathematical practices in school classrooms. Journal of
Mathematics Education, 6(1), 60–73.

Lim, K. H & Selden, A. (2009). Mathematical Habits of Mind. 31st Annual Conference of the North American
Chapter of the Internatonal Group for the Psychology of Mathematics Education, 5, 1576–158. Georgia State
University, Atlanta, Georgia. https://works.bepress.com/kien_lim/13/

Lloyd, C. T. (2009). Discovering Habits of Mind in Mathematics. In A. L. Costa & B. Kallick (Eds.),
Habits of Mind Across The Curriculum: Practical and Creative Strategies for Teachers. Alexandria, Va:
Association for Supervision and Curriculum Development.

Mahmudi, A & Sumarmo, U. (2015). Pengaruh Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) Berbasis
Masalah terhadap Kreativitas Siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 30(2), 216–229.

Mark, J, Cuoco, A, Goldenberg, E. P, & Sword, S. (2010). Developing Mathematical Habits of Mind.
Mathematics Teaching in Middle School, 15(9), 505–509.

Miliyawati, B. (2014). Urgensistrategi Disposition Habits of Mind Matematis. Infinity Journal, 3(2), 174–188.
https://doi.org/10.22460/infinity.v3i2.62

Salwah. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Habits of Striving for Accuracy and Precision
(HSAP) melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbasis Gaya Kognitif Siswa Kelas VII :
Kuasi Eksperimen pada Siswa SMPN 5 Bandung. Tesis UniversitasPendidikan Indonesia.

Seeley, C. L. (2014). Developing Mathematical Habits of Mind. In Scholastic, 247–259.


http://www.mathsolutions.com/documents/Message31_9781935099369_SmarterThanWeThink.p
df

Sujana, A. (2015). Penerapan Model Pembelajaran PBL untuk Mengembangkan Habits of Mind
Mahasiswa. Mendidik: Jurnal Kajian Pendidikan Dan Pengajaran, 1(2), 85–93.

Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No. 1, 2018 7


Ahmad Dzulfikar

Syukria, A, Johar. R., & Marwan. (2013). Kemampuan Komunikasi Matematis dan Habits of Mind
Mahasiswa pada Materi Lintasan Terpendek Menggunakan Algoritma Floydwarshall. Jurnal Peluang,
1(2). http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/p

8 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No. 1, 2018

You might also like