You are on page 1of 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324889057

Pemanfaatan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Agensia


Anti-Pullorum dalam Imbuhan Pakan Ayam Broiler

Article · March 2009

CITATIONS READS

10 1,447

4 authors:

Ema Damayanti Ahmad Sofyan


Indonesian Institute of Sciences National Research and Innovation Agency (BRIN)
70 PUBLICATIONS   226 CITATIONS    65 PUBLICATIONS   291 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Hardi Julendra Tri Untari


Indonesian Institute of Sciences Universitas Gadjah Mada
38 PUBLICATIONS   189 CITATIONS    22 PUBLICATIONS   56 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

IN-VITRO, IN-VIVO STUDIES THE ADHERENCE ABILITY OF INTESTINAL MUCOSA OF LACTIC ACID BACTERIA AND YEAST CONCORTIA OF BROILER CHICKEN View project

Characterization of Lactobacillus plantarum AKK30 View project

All content following this page was uploaded by Ema Damayanti on 02 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DAMAYANTI et al. Pemanfaatan tepung cacing tanah Lumbricus rubellus sebagai agensia anti-pullorum dalam imbuhan pakan

Pemanfaatan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Agensia


Anti-Pullorum dalam Imbuhan Pakan Ayam Broiler
EMA DAMAYANTI1, AHMAD SOFYAN1, HARDI JULENDRA1 dan TRI UNTARI2

1
Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK) - LIPI
Jl. Jogja - Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, 55861
E-mail: ema.damayanti@lipi.go.id
2
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

(Diterima dewan redaksi 14 Maret 2009)

ABSTRACT

DAMAYANTI, E., A. SOFYAN, H. JULENDRA and T. UNTARI. 2009. The use of earthworm meal (Lumbricus rubellus) as anti-
pullorum agent in feed additive of broiler chicken. JITV 14(2): 83-89.
The aim of this research was to study the use of earthworm meal (TCT) L. rubellus as anti pullorum agent in poultry feed
additive (IP). The antibacterial activity of TCT against Salmonella pullorum was examined using diffusion agar method at each
of the following concentrations: 0, 25, 50, 75 and 100% (w/v) in 100 µL DMSO. In vivo test was conducted using 80 broiler
chicken and were infected by S. pullorum with treatments of: IP0: IP contained 0% TCT, IP1: IP contained 25% TCT, IP2: IP
contained 50% TCT, IP3: IP contained 75% TCT and IP4: IP contained 100% TCT. Each treatment was replicated 4 times with
4 chicks each. Feed additive was periodically fed to broiler during 7 days before and 10 days after infection. Anti-pullorum
activities were evaluated using serology test, isolation and biochemical identification of S. pullorum. The results showed that
75% TCT was optimum to inhibit S. pullorum in vitro. The isolation and identification of S. pullorum results showed that 0 out
of 8 (0%) broilers treated with IP4 was not infected by S. pullorum whereas 1 out of 2 (50%) broilers treated with IP0 were
infected by S. pullorum. The reduction of S. pullorum prevalence as followed by increasing TCT in feed additive. In conclusion,
TCT as poultry feed additive could inhibit S. pullorum infection.
Key words: Earthworm Meal, Feed Additive, S. Pullorum

ABSTRAK

DAMAYANTI, E., A. SOFYAN, H. JULENDRA dan T. UNTARI. 2009. Pemanfaatan tepung cacing tanah Lumbricus rubellus sebagai
agensia anti-pullorum dalam imbuhan pakan ayam broiler. JITV 14(2): 83-89.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tepung cacing tanah (TCT) L. rubellus sebagai agensia anti-pullorum
dalam imbuhan pakan (IP) unggas. Aktifitas antibakteri TCT secara in vitro terhadap Salmonella pullorum diuji dengan
menggunakan metode difusi agar pada taraf: 0, 25, 50, 75 dan 100% (b/v) dalam 100µL DMSO, sedangkan uji in vivo TCT
dalam imbuhan pakan dilakukan pada 80 ekor ayam broiler yang diinfeksi bakteri S. pullorum dalam suatu rancangan yang
terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan berisi 4 ekor. Perlakuan yang dicobakan yaitu IP0: IP
mengandung 0% TCT, IP1: IP mengandung 25% TCT dan IP2: IP mengandung 50%TCT, IP3: IP mengandung 75% TCT, IP4:
IP mengandung 100% TCT. Pemberian imbuhan pakan secara periodik (setiap 3 hari) dilakukan selama 7 hari sebelum infeksi
hingga 10 hari setelah infeksi dengan S. pullorum. Kemampuan TCT sebagai anti-pullorum diuji secara serologis yang
dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi S. pullorum secara biokimia. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa secara in vitro
taraf 75% TCT optimum menghambat S. pullorum. Hasil isolasi dan identifikasi, menunjukkan bahwa pada ayam yang diberi
perlakuan IP4 tidak ditemukan (0%) ayam yang terinfeksi S. pullorum sedangkan pada perlakuan IP0 ada 50% ayam yang
terinfeksi S. pullorum. Prevalensi S. pullorum juga menunjukkan pola penurunan sebanding dengan peningkatan penggunaan
TCT dalam imbuhan pakan. Disimpulkan bahwa penggunaan TCT dalam imbuhan pakan unggas dapat mencegah terjadinya
infeksi bakteri S. pullorum.
Kata kunci: Tepung Cacing Tanah, Imbuhan Pakan, S. pullorum

PENDAHULUAN kurang dengan tingkat mortalitas antara 20–80%


(PORTER, 1998; PURNOMO, 2004). S. pullorum adalah
Penyakit pullorum merupakan penyakit unggas yang bakteri Gram negatif yang dapat menekan sistem
disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella pullorum. kekebalan tubuh unggas (immuno-suppression) dan
Penyakit pullorum dapat menyebabkan kematian jika dapat menyebabkan kematian ayam pedaging sampai
menyerang unggas muda pada umur 3 minggu atau 80-100% (SHIVAPRASAD, 2003; MCMULLIN, 2004).

83
JITV Vol. 14 No. 2 Th. 2009: 83-89

Gejala klinis infeksi S. pullorum pada unggas ditandai Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada
dengan adanya ekskreta yang bewarna putih (berak bulan Desember 2007 - Januari 2008. Uji pendahuluan
kapur), dehidrasi dan unggas terlihat lemas. Penyakit secara in vitro untuk mengetahui daya hambat TCT
ini juga sangat merugikan peternak ayam petelur karena terhadap bakteri patogen S. pullorum dilakukan di
dapat menyebabkan penurunan produksi telur dan Laboratorium Mikrobiologi, Balai Pengembangan
kematian. Telur yang dihasilkan dapat terkontaminasi Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK) – LIPI
dan menjadi media transmisi bagi bakteri patogen ini Yogyakarta pada bulan Oktober – Nopember 2007.
(PORTER, 1998; SHIVAPRASAD, 2000).
Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi Pembuatan tepung cacing tanah (TCT)
bakteri patogen mulai dihindari karena efek negatif
yang ditimbulkan. Penggunaan antibiotik pada pakan Cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang digunakan
terbukti dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen dalam penelitian ini berumur ± 3 bulan, diperoleh dari
(KHACHATRYAN et al., 2006) dan berpeluang terjadinya peternak cacing di Yogyakarta. Tepung cacing tanah
transmisi materi bakteri patogen dari unggas ke dibuat dengan metode yang dimodifikasi dari EDWARDS
manusia (VAN DEN BOGAARD et al., 2001). Pada abad (1985) dan MIHARA et al. (1991). Cacing tanah
21 ini, isu keamanan daging dan unggas menjadi dibersihkan dari media tumbuhnya dan kotoran lain
perhatian masyarakat, khususnya yang terkait dengan yang menempel, kemudian dicuci dengan air mengalir.
cara penanganan mikroba patogen yang memungkinkan Cacing yang telah bersih disimpan dalam lemari
terjadinya meningkatnya virulensi dan menurunnya pendingin pada suhu + 40C selama + 12 jam.
dosis infeksi akibat penggunaan antibiotik (SOFOS, Selanjutnya cacing tanah dicampur dengan larutan asam
2008). format (80%) sebanyak 3 ml per 100 g bobot cacing dan
Penggunaan imbuhan pakan dari bahan alami dihaluskan hingga menjadi pasta. Pasta kemudian
merupakan cara alternatif untuk mencegah penyakit dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50 - 700C selama 4-
meningkatkan performa ternak. Tepung cacing tanah 6 jam. Setelah kering digiling dengan ukuran partikel ±
(Lumbricus rubellus) merupakan salah satu bahan alami 40 mesh kemudian diambil sampelnya.
yang berpotensi untuk dijadikan imbuhan pakan.
Beberapa jenis cacing tanah telah dilaporkan Uji aktivitas antibakteri
mempunyai senyawa bioaktif dan terbukti dapat
menghambat bakteri patogen. Zat-zat aktif itu antara Isolat bakteri S. pullorum diperoleh dari
lain berupa gliko-lipoprotein G-90 dan fetidin dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran
cacing Eisenia foetida (Annelida, Lumbricidae) (LIU et Hewan UGM, Yogyakarta. Aktivitas antibakteri TCT
al., 2004; POPOVIC et al., 2005), lysozyme dari E. fetida dilakukan terhadap S. pullorum dengan metode difusi
andrei (SALZET et al., 2006), hestidin dari cacing Nereis agar (agar well) dengan parameter diameter zona
diversicolor (TASIEMSKI et al., 2006) dan cacing tanah hambat (SCHLEGEL dan SCHMIDT, 1994). Taraf TCT
Dendrobaena veneta (KALAC et al., 2002). yang diuji cobakan adalah 0, 25, 50, 75, dan 100% (b/v)
Selain memiliki daya hambat terhadap bakteri yang dipersiapkan secara berturut-turut dengan 0, 25,
patogen, tepung cacing tanah L. rubellus juga banyak 50, 75 dan 100 mg TCT dalam 100 µL
mengandung protein, yaitu 65,63% dari bahan kering dimethylsulfoxide (DMSO). Setiap perlakuan dilakukan
(BK) (DAMAYANTI et al., 2008) dan mengandung asam ulangan sebanyak 2 kali. Inokulum S. pullorum dalam
amino prolin sekitar 15% dari 62 asam amino (CHO et media Nutrient Broth (NB) berumur 1 x 24 jam
al., 1998). Penggunaan tepung cacing tanah sebagai (jumlah sel 107 - 108 cfu/ml) sebanyak 200 µL
imbuhan pakan diharapkan dapat menghambat penyakit diinokulasikan ke dalam cawan yang berisi 30 ml media
akibat infeksi bakteri patogen khususnya S. pullorum Nutrient Agar (NA) yang masih cair. Setelah NA
yang merupakan penyebab penyakit pullorum pada memadat, dibuat sumuran menggunakan bor gabus
unggas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui steril berdiameter 9 mm, kemudian dimasukkan TCT
kemampuan tepung cacing tanah L. rubellus sebagai sampel ke dalam sumuran. Selanjutnya diinkubasi pada
imbuhan pakan dalam menghambat pertumbuhan suhu 370C selama 2 x 24 jam. Aktivitas antibakteri TCT
bakteri S. pullorum pada ayam broiler. terhadap S. pullorum diketahui dari zona jernih yang
terbentuk di sekitar sumuran yang diukur pada jam ke
MATERI DAN METODE 24 dan 48 setelah inkubasi menggunakan jangka
sorong. Nilai diameter zona hambat TCT (mm)
Penelitian tentang pemanfaatan tepung cacing tanah diperoleh dari nilai diameter zona jernih yang terbentuk
(mm) dikurangi diameter sumuran (mm).
(TCT) (L. rubellus) sebagai agensia anti-pullorum
dalam imbuhan pakan dilakukan uji in vivo pada ayam
broiler di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH)

84
DAMAYANTI et al. Pemanfaatan tepung cacing tanah Lumbricus rubellus sebagai agensia anti-pullorum dalam imbuhan pakan

Uji coba pakan ke ayam Isolasi dan identifikasi S. pullorum


Penelitian menggunakan 80 ekor ayam Broiler strain
Isolasi dan identifikasi S. pullorum secara biokimia
Cobb umur 14 hari, dibagi dalam 5 kelompok
mengacu pada metode dalam SEELEY et al. (2001).
percobaan yaitu:
Isolasi dilakukan dengan cara swab dari bagian kloaka
IP0 = Imbuhan pakan mengandung 0% TCT (kontrol)
ayam menggunakan cutton bud steril, kemudian sampel
IP1 = Imbuhan pakan mengandung 25% TCT
langsung diinokulasikan ke dalam media cair kaldu
IP2 = Imbuhan pakan mengandung 50% TCT
selenit (selenite cycteine broth) dan dilanjutkan dengan
IP3 = Imbuhan pakan mengandung 75% TCT
plating pada media selektif brilliant green agar (BGA).
IP4 = Imbuhan pakan mengandung 100% TCT
Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam pada suhu 370C.
Masing-masing kelompok percobaan dibagi menjadi
Koloni yang diduga Salmonella adalah berwarna merah,
4 ulangan yang masing-masing berisi 4 ekor. Ayam
kemudian dimurnikan lagi dalam media salmonella
dipelihara dari umur 1 hari (DOC) sampai umur 35 hari
shigela (SS) Agar. Biakan yang sudah murni
dan diberi perlakuan mulai umur 14 hari. Infeksi S.
selanjutnya diuji secara biokimia yang terdiri dari uji
pullorum terhadap ayam broiler dilakukan dengan
triple sugar iron (TSI) (tegak dan miring), pepton,
metode peroral dosis infeksi 108 cfu/ml/ekor.
voges-proskauer (VP), methyl red (MR), citrate, urease,
Imbuhan pakan yang digunakan dalam penelitian ini
glukosa, sukrosa, laktosa. Sampel yang positif
dibuat dengan formula yang terdiri atas tepung cacing
ditemukan S. pullorum dihitung dan dibandingkan
tanah (TCT) dan bahan pengisi (filler). Formula
dengan jumlah sampel.
imbuhan pakan dibuat dengan kandungan TCT yang
berbeda yaitu 0, 25, 50, 75 dan 100% (b/v). Komposisi
nutrien imbuhan pakan pada berbagai perlakuan Analisis Data
ditampilkan pada Tabel 1. Pakan dan air minum
diberikan ad libitum, sedangkan pemberian imbuhan Data diameter zona hambat TCT terhadap S.
pakan dilakukan sebelum dan sesudah infeksi S. pullorum dari uji aktivitas antibakteri secara in vitro dan
pullorum sebanyak 2,5 - 5 g per ekor yang disesuaikan data hasil uji serologis dianalisis secara deskriptif,
dengan bobot hidup ayam. Pemberian imbuhan pakan sedangkan data yang diperoleh dari isolasi dan
dilakukan secara periodik 7 hari sebelum infeksi hingga identifikasi S. pullorum dianalisis regresi linier
10 hari setelah infeksi dengan interval waktu pemberian sederhana untuk menghitung prevalensi S. pullorum
3 hari. pada tiap perlakuan.

Uji serologis HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji serologis anti-pullorum menggunakan metode Aktivitas Antibakteri


uji penggumpalan secara cepat (rapid whole blood plate
agglutination test) dengan parameter terjadinya Hasil uji in-vitro menunjukkan bahwa tepung cacing
penggumpalan atau tidak (GAST, 1997). Uji serologis tanah (TCT) dari L. rubellus menghambat pertumbuhan
dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu 1) 1 minggu sebelum bakteri S. pullorum berdasarkan zona hambat yang
infeksi S. pullorum, 2) 1 minggu setelah infeksi dan 3) 2 terbentuk selama 2 x 24 jam pengamatan (Tabel 2).
minggu setelah infeksi.

Tabel 1. Komposisi nutrien (%) imbuhan pakan pada berbagai perlakuan

Parameter IP0 IP1 IP2 IP3 IP4


………………..……….……… % BK ………………..……….………
Bahan kering 92,63 89,61 89,94 88,54 88,57
Kadar abu 12,18 13,44 8,39 6,46 5,81
Protein 20,66 26,05 38,39 48,39 63,06
Lemak 4,98 11,15 11,38 15,01 18,49
Serat kasar 12,21 3,28 7,09 3,52 0,19

IP0: imbuhan pakan mengandung 0% TCT


IP1: imbuhan pakan mengandung 25% TCT
IP2: imbuhan pakan mengandung 50% TCT
IP3: imbuhan pakan mengandung 75% TCT
IP4: imbuhan pakan mengandung 100% TCT

85
JITV Vol. 14 No. 2 Th. 2009: 83-89

Tabel 2. Rataan diameter zona hambat tepung cacing tanah terhadap S. pullorum (mm)

Taraf TCT (Perlakuan)


Waktu pengamatan
IP0 IP1 IP2 IP3 IP4

24 jam 0,00 1,40 5,50 13,00 6,65


48 jam 0,65 0,80 5,60 12,80 3,63

Rata-rata 0,32 1,10 5,55 12,90 5,14

Tepung cacing tanah (TCT) pada taraf 25% telah terhadap mikroba sampai saat ini belum diketahui
memberikan efek penghambatan terhadap S. pullorum secara pasti. Beberapa jenis peptida antimikroba yang
dan cenderung meningkat sebanding peningkatan sejenis dengan Lumbricin antara lain apidaecins,
konsentrasi hingga taraf TCT 75%. Diameter zona bactenecins dan antimikroba ‘PR-39’. Mekanisme
hambat tertinggi didapatkan pada taraf TCT 75%, penghambatan bactenecins terhadap bakteri dengan
diikuti taraf TCT 50, 25, 100 dan 0% yaitu 12,90; 5,55; cara meningkatkan permeabilitas membran sehingga
5,14; 1,10 dan 0,32 mm. kehilangan metabolit sel dan PR-39 diketahui mampu
Dari tingkat kandungan 0 – 75% TCT, makin tinggi menghambat sintesis protein dan DNA dalam sel.
persentase TCT, makin tinggi daya hambatnya, setelah
itu menurun pada tingkat 100%. Daya hambat optimum Uji serologis
terhadap pertumbuhan S. pullorum adalah taraf 75%.
Berdasarkan analisis regresi dapat diketahui, TCT pada Hasil dari 3 kali uji serologis dari serum darah ayam
taraf 75% optimum menghambat pertumbuhan (Gambar broiler yang diinfeksi S. pullorum negatif (Tabel 3),
1). JULENDRA dan SOFYAN (2007) juga melaporkan yang mengindikasikan bahwa ayam broiler yang
bahwa TCT L. rubellus pada taraf 75% optimum digunakan pada penelitian ini bebas dari S. pullorum
menghambat S. pullorum dan pada taraf 50% optimum sebelum diinfeksi.
menghambat Escherichia coli. CHO et al. (1998) Pemberian pakan yang mengandung TCT dilakukan
melaporkan bahwa dalam 1 gram cacing tanah L. 7 hari sebelum infeksi hingga 10 hari setelah infeksi.
rubellus terdapat 1 µg senyawa bioaktif Lumbricin I. Hasil uji serologis yang negatif pada semua ayam
Dengan demikian, pada taraf TCT yang lebih tinggi perlakuan yang diinfeksi dengan S. pullorum baik yang
akan mengandung lebih banyak senyawa bioaktif diberi imbuhan pakan mengandung TCT maupun yang
Lumbricin I. HANDAYANI (2007) juga melaporkan tidak mengandung TCT, belum tentu menunjukkan
bahwa ekstrak cacing tanah yang diperoleh dengan cara bahwa TCT tidak berpengaruh terhadap infeksi S.
merebus dalam air pada taraf 0, 20, 40, 60, 80 dan pullorum. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu
100% mempunyai daya hambat terhadap S. thypi yang pengambilan sampel yang belum cukup untuk
besarnya sebanding dengan peningkatan konsentrasi terbentuknya antibodi pada ayam pasca infeksi. Hasil
ekstrak cacing. penelitian GAST (1997) menunjukkan bahwa uji
Pada penelitian ini, TCT pada taraf 100% cenderung serologis terhadap ayam yang diinfeksi S. pullorum
mengalami penurunan daya hambat. Hal ini disebabkan menghasilkan persentase sampel ayam positif yang
pada taraf 100%, TCT yang terlarut dalam DMSO mempunyai antibodi lebih tinggi terjadi pada
(pelarut polar) cenderung lebih pekat dan diduga sulit pengambilan sampel minggu ke 5–6 pasca infeksi
masuk ke dalam sel sehingga daya hambatnya menurun. dibandingkan pengambilan sampel pada minggu ke 1–
PELCZAR dan CHAN (1986) menyebutkan bahwa 2 pasca infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan
masuknya zat-zat ke dalam sel melalui membran sel waktu pengambilan sampel pasca infeksi menjadi faktor
dibantu oleh adanya pelarut. yang penting. GAST (1997) juga melaporkan bahwa
Aktivitas antibakteri yang dimiliki TCT L. rubellus frekuensi terdeteksinya serum antibodi S. pullorum
berasal dari Lumbricin I yang merupakan senyawa akan lebih tinggi jika menggunakan tube tests daripada
antibakteri yang berhasil diisolasi dan dikarakterisasi plate tests dan ada korelasi antara hasil uji antibodi
dari cacing tanah L. rubellus (CHO et al., 1998; SALZET serologi dengan isolasi S. pullorum dari organ internal.
et al., 2006). CHO et al. (1998) menyatakan bahwa hasil Dengan demikian untuk mengetahui pengaruh
uji in vitro menunjukkan Lumbricin I mempunyai pemberian TCT terhadap infeksi S. pullorum secara in
aktivitas antimikroba berspektrum luas, yaitu vivo dilakukan uji lanjutan dengan cara melakukan
menghambat bakteri Gram positif, bakteri Gram negatif isolasi dan identifikasi S. pullorum dari sampel ayam
dan fungi. Mekanisme penghambatan Lumbricin I percobaan.

86
DAMAYANTI et al. Pemanfaatan tepung cacing tanah Lumbricus rubellus sebagai agensia anti-pullorum dalam imbuhan pakan

Y=-3E-0,5X3 + 0,045X2-0,0895X+0,5261
Diameter zona hambat (mm) 5

4 R2= 0,9827

0 25 50 75 100

Taraf TCT (%)

Gambar 1. Pola hubungan taraf penggunan TCT terhadap penghambatan S. pullorum secara in vitro

Tabel 3. Hasil uji serologis ayam broiler yang diinfeksi S. pullorum

Hasil uji serologis (ekor)


Perlakuan Jumlah ayam (ekor) Jumlah sampel (ekor)
1 minggu 1 minggu 2 minggu
sebelum infeksi setelah infeksi setelah infeksi
IP0 10 3 - - -
IP1 16 8 - - -
IP2 16 8 - - -
IP3 16 8 - - -
IP4 16 8 - - -

Isolasi dan identifikasi S. pullorum Tabel 4. Hasil uji biokimia isolat S. pullorum yang diisolasi
dari ayam broiler
Isolasi dan identifikasi S. pullorum dilakukan dari
Uji Reaksi
sampel kloaka ayam menggunakan metode swab. Isolat
murni yang diduga Salmonella dari media selektif Triple sugar iron (TSI) tegak kuning, terbentuk gas (+)
selanjutnya dikonfirmasi dengan uji biokimia (Tabel 4). Triple sugar iron (TSI) miring Merah (+)
Hasil uji biokimia dengan media TSI tegak didapatkan Pepton -
reaksi berwarna kuning sedangkan pada media TSI
Voges-proskauer (VP) -
miring berwarna merah. Hal ini menunjukkan isolat
yang didapat tersebut hanya memfermentasi glukosa Methyl red (MR) +
dalam media TSI. Reaksi positif dalam uji MR, sitrat Sitrat +
dan glukosa menunjukkan bahwa isolat tersebut mampu Urea -
memetabolisme sumber karbon sitrat, memfermentasi
Glukosa +
campuran asam, butanediol dan glukosa, sesuai dengan
karakteristik biokimia bakteri Gram negatif S. pullorum Sukrosa -
(SEELEY et al., 2001). Laktosa -
(+) : tejadi reaksi, (-): tidak terjadi reaksi

87
JITV Vol. 14 No. 2 Th. 2009: 83-89

55

50
Prevalensi S. pullorum (%)

45

40

35

30

25

20

15

10

0
0 25 50 75 100
% TCT dalam Imbuhan Pakan

Gambar 2. Prevalensi S. pullorum pada ayam broiler yang diberi imbuhan pakan mengandung TCT

Pada perlakuan IP0 (imbuhan pakan mengandung kekebalan alami yang berperan utama sebagai
0% TCT) dari 2 sampel ayam ditemukan 1 positif S. pertahanan pertama terhadap mikroba yang salah
pullorum, pada perlakuan IP1 (imbuhan pakan satunya berasal dari peptida atau protein yang bersifat
mengandung 25% TCT) dari 8 sampel ayam ditemukan antimikroba. Annelida mengembangkan sistem
1 positif terinfeksi S. pullorum, sedangkan pada kekebalan seluler terhadap patogen meliputi fagositosis,
perlakuan IP4 (imbuhan pakan mengandung 100% enkapsulasi dan sitotoksitas, dan kekebalan humoral
TCT) dari 8 sampel ayam semua negatif S. pullorum. berdasarkan sifat antimikroba, hemolitik dan
Hasil analisis regresi menunjukkan, prevalensi S. pembekuan dari cairan tubuhnya.
pullorum dari sampel ayam broiler pada perlakuan IP0,
IP1, IP2, IP3 dan IP4 berturut-turut adalah 50; 12,5; 6, 3
dan 0%. Peningkatan taraf TCT dalam imbuhan pakan KESIMPULAN
sebanding dengan penurunan prevalensi S. pullorum
dari sampel ayam broiler (Gambar 2.). Berdasarkan hal Tepung cacing tanah Lumbricus rubellus secara in
tersebut, pemberian TCT memiliki respon positif vitro dapat menghambat pertumbuhan Salmonella
terhadap penurunan jumlah ayam yang positif terinfeksi pullorum. Taraf tepung cacing tanah yang optimum
S. pullorum. dalam menghambat S. pullorum adalah 75% (b/v)
Mekanisme TCT L. rubellus dalam menghambat dalam 100 µL DMSO. Penggunaan tepung cacing tanah
infeksi bakteri S. pullorum diduga karena terjadinya sebanyak 25 – 100% (b/v) dalam imbuhan pakan dapat
peningkatan kekebalan pada tubuh ayam. Indikator menghambat infeksi S. pullorum sehingga diharapkan
peningkatan kekebalan (immunity) adalah persentase akan mengurangi resiko munculnya penyakit pullorum
jumlah ayam yang positif terinfeksi S. pullorum. pada ayam broiler.
Kemampuan TCT dalam meningkatkan imunitas
terhadap pullorum juga sesuai dengan laporan LIU et al. UCAPAN TERIMAKASIH
(2004) bahwa cacing tanah L. rubellus dapat
menstimulasi sistem kekebalan. SALZET et al. (2006) Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak
menyatakan bahwa secara alamiah cacing tanah L. Drh. M. Haryadi Wibowo, M.P. (Fakultas Kedokteran
rubellus yang termasuk golongan Annelida mempunyai

88
DAMAYANTI et al. Pemanfaatan tepung cacing tanah Lumbricus rubellus sebagai agensia anti-pullorum dalam imbuhan pakan

Hewan UGM) yang telah membantu pelaksanaan MIHARA, H., H. SUMI, T. YONETA, H. MIZUMOTO, R. IKEDA, M.
penelitian ini. SEIKI and M. MARUYAMA. 1991. A novel fibrinolityc
enzyme extracted from the earthworm, Lumbricus
rubellus. Japan J. Physiol. 41: 461–472.
DAFTAR PUSTAKA
PELCZAR, M.J. dan E.C.S. CHAN. 1986. Dasar-dasar
Mikrobiologi I. Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S.
CHO, J.H., C.B. PARK, Y.G. YOON and S.C. KIM. 1998.
Tjitrosomo dan S.L. Angka (Penerjemah). Universitas
Lumbricin I, a novel proline-rich antimicrobial peptide
Indonesia (UI) Press, Jakarta.
from the earthworm: purification, cDNA cloning and
molecular characterization. Biochim. Biophys. Acta. POPOVIC, M., M. GRDISA and T.M. HRZENJAK. 2005.
1408: 67-76. Glycolipoprotein G-90 obtained from the earthworm
Eisenia foetida exerts antibacterial activity. Veterinarski
DAMAYANTI, E., H. JULENDRA dan A. SOFYAN. 2008. Aktivitas
Arhiv. 75: 119–128.
antibakteri tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus)
dengan metode pembuatan yang berbeda terhadap PORTER, R.E. 1998. Bacterial enteritides of poultry. Poult. Sci.
Escherichia coli. Prosiding Seminar Nasional Pangan. 77: 1159-1165.
Yogyakarta, 17 Januari 2008. Yogyakarta. hlm. 54–60.
PURNOMO, J.S. 2004. Variasi tipe antigen Salmonella pullorum
EDWARDS, C.A. 1985. Production of feed protein from animal yang ditemukan di Indonesia dan penyebaran serotipe
waste by earthworms. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B 310: Salmonella pada ternak. Wartazoa 14: 143-159.
299–307.
SALZET, M., A. TASIEMSKI and E. COOPER. 2006. Innate
GAST, R.K. 1997. Detecting infections of chickens with recent immunity in Lophotrochozoans: The Annelids. Curr.
Salmonella pullorum isolates using standard serological Pharm. Des. 12: 1–8.
methods. Poult. Sci. 76: 17-23.
SCHLEGEL, H.G. dan K. SCHMIDT. 1994. Mikrobiologi Umum.
HANDAYANI, L. 2007. Pengaruh Ekstrak Cacing Tanah R.M.T. Baskoro (Penerjemah). Universitas Gadjah
(Lumbricus rubellus) terhadap Pertumbuhan Bakteri Mada (UGM) Press, Yogyakarta.
Salmonella typhi dengan Metode Sumuran. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. SEELEY, H.W., P.J. VAN DEMARK and J.J. LEE. 2001. Microbes
in Action: A Laboratory Manual of Microbiology 4th
JULENDRA, H. dan A. SOFYAN. 2007. Uji in-vitro Edition. W.H. Freeman and Company, New York.
penghambatan aktivitas Escherichia coli dengan tepung
cacing tanah (Lumbricus rubellus). Med. Petern. 30: 41- SHIVAPRASAD, H.L. 2003. Pullorum Disease and Fowl
47. Typhoid. in: Disease of Poultry. SAIF, Y.M. (Ed). 11th
Edition. Iowa State Press, Ames, Iowa.
KALAC, Y., A. KIMIRAN, G. ULAKOGLU and A. COTUK. 2002.
The role of opsonin in phagocytosis by coelomocytes of SHIVAPRASAD, H.L. 2000. Fowl typhoid and pullorum disease.
earthworm Dendrobaena veneta. J. Cell Mol. Biol. 1: 7– Rev. Sci. Tech. 19: 405-424.
14. SOFOS, J.N. 2008. Challenges to meat safety in the 21st
KHACHATRYAN, A.R., T.E. BESSER, D.D. HANCOCK and D.R. century. Meat Sci. 78: 3–13.
CALL. 2006. Use of a nonmedicated dietary supplement TASIEMSKI, A., D. SCHIKORSKI, F. LE MARREC-CROQ, C.P-V.
correlates with increased prevalence of streptomycin- CAMP, C. BOIDIN-WICHLACZ and P.E. SAUTIERE. 2006.
sulfa-tetracycline-resistant Escherichia coli on a dairy Hestidin: A novel antimicrobial peptide containing
farm. Appl. Environ. Microbiol. 72: 4583-4588. bromotryptophan constitutively expressed in the NK
LIU, Y-Q., Z-J. SUN, C. WANG, S-J. LI and Y-Z. LIU. 2004. cells-like of the marine annelid, Nereis diversicolor.
Purification of a novel antibacterial short peptide in Dev. Comp. Immunol. 31: 749-762.
earthworm Eisenia foetida. Acta Biochim. Biophys. Sin. VAN DEN BOGAARD, A.E., N. LONDON, C. DRIESSEN and E.E.
36: 297–302. STOBBERINGH. 2001. Antibiotic resistance of faecal
MCMULLIN, P. 2004. A Pocket Guide to Poultry Health and Escherichia coli in poultry, poultry farmers and poultry
Disease. 5M Enterprises Limited. Sheffield. slaughterers. J. Antimicrob. Chemoter. 47: 767-771.

89

View publication stats

You might also like