You are on page 1of 7

Jurnal Mina Sains ISSN: 2407-9030 Volume 6 Nomor 1, April 2020 1

PENGARUH PERLAKUAN SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU


PENETASAN, DAYA TETAS TELUR DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP
LARVA IKAN BRUSHMOUTH ALBINO (Ancistrus cirrhosus)

THE EFFECT OF TEMPERATURE ON HATCHING TIME, HATCHING RATE


AND LARVAE SURVIVAL RATE IN BRITTLENOSE CATFISH ALBINO
(Ancistrus cirrhosus)

Dinna Yuliani1, Fia Sri Mumpuni2, Muarif2


1
Sekolah Vokasi, IPB University Bogor
2
Program Studi Akuakultur, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor
Jl. Tol Ciawi 1, Pos 35 Bogor 16720
Email: dinnayuliani03@gmail.com

ABSTRACT
The aim of this study was to determine the effect of different incubation temperature on hatching time,
hatching rate and larvae survival rate in brittlenose catfish albino Ancistrus cirrhosus eggs. A completely
randomized design is used in this study with 3 different treatments and 3 replications. The treatments were; A as
a control which room temperature had used (25-26oC), B 28oC and C 31oC. Based on the result at Least Significant
Different (LSD) test (P<0,05), treatment C hatch at 92,23 hours (3 days 20 hours) and B hatch at 93,29 hours (3
days 21 hours) had not significantly different in between, except A which hatch at 95,50 hours (3 days 23 hours)
had sicnificantly different with those both treatments. The hatching rate at LSD test result showed all treatments
were significantly different which A was the highest hatching rate 95,96% and C had the lowest 66,67%. Based
on ANOVA test, survival rate of larvae had not significantly different between treatments (P<0,05).

Keywords: brittlenose catfish albino, temperature, egg

ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadap waktu penetasan, derajat
penetasan telur, serta derajat kelangsungan hidup larva pasca pemaparan suhu pada proses penetasan (suhu air 25-
26oC). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan suhu inkubasi berbeda
dan 3 kali ulangan. Perlakuan meliputi A kontrol dengan perlakuan suhu ruang (suhu air 25-26oC), perlakuan B
dengan perlakuan suhu 28oC, perlakuan C dengan perlakuan suhu 31oC. Berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) (P<0,05) perlakuan C yang menetas selama 92,23 jam (3 hari 20 jam) dan B yang menetas selama 93,29
jam (3 hari 21 jam) tidak menunjukan perbedaan yang nyata diantara keduanya, namun berbeda nyata dengan
perlakuan A yang menetas selama 95,50 jam (3 hari 23 jam). Derajat penetasan telur berdasarkan uji BNT
menunjukan perbedaan yang nyata di setiap perlakuan, dimana perlakuan A menghasilkan nilai tertinggi sebesar
95,56% dan perlakuan C dengan nilai terendah sebesar 66,67%. Derajat kelangsungan hidup larva berdasarkan uji
analisis ragam (ANOVA) (P<0,05) hasil dari masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
perbedaan suhu pasca inkubasi.

Kata kunci: brushmouth albino, suhu, telur

Dinna Yuliani, Fia Sri Mumpuni, Muarif. 2020. Pengaruh Perlakuan Suhu yang Berbeda
terhadap Waktu Penetasan, Daya Tetas Telur dan Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Ikan
Brushmouth Albino (Ancistrus cirrhosus). Jurnal Mina Sains 6(1): 1-7.

PENDAHULUAN KKP (2015) terjadi peningkatan volume


produksi ikan sapu hias pada tahun 2014
Ikan brushmouth albino Ancistrus sebesar 13 ribu ekor, dari volume produksi
cirrhosis merupakan ikan dari jenis sapu-sapu sebelumnya di tahun 2013 sebesar 12 ribu
hias yang cukup banyak diminati masyarakat ekor. Terjadinya peningkatan volume
lokal maupun luar negeri. Berdasarkan data produksi menggambarkan bahwa kegiatan
2 Yuliani et al. Pengaruh Perlakuan Suhu yang Berbeda

budidaya ikan hias memiliki prospek usaha untuk mencapai keberhasilan kegiatan
yang baik kedepannya. pembenihan baik dari segi kualitas, kuantitas
Volume produksi sejalan dengan maupun waktu. Oleh sebab itu penelitian ini
banyaknya produk yang dihasilkan. Oleh dilakukan untuk mengefisiensikan waktu
sebab itu semakin tinggi kenaikan volume yang dibutuhkan dalam proses penetasan
produksi suatu kegiatan budidaya, maka dengan menggunakan suhu. Selain waktu
semakin tinggi pula ikan yang harus dipanen. penetasan, parameter yang diperhatikan pada
Meningkatnya volume produksi salah satunya penelitian ini yaitu berupa derajat penetasan
didasari dari banyaknya jumlah permintaan. telur dan derajat kelangsungan hidup larva
Namun banyaknya jumlah permintaan kurang pasca pemaparan suhu. Kedua parameter
bisa dipenuhi para pembudidaya salah satunya tersebut ditunjukkan untuk mengetahui
disebabkan oleh terbatasnya fasilitas dan kualitas penetasan maupun larva yang
biaya produksi untuk mencapai target, dihasilkan terkait metode peningkatan suhu
sehingga kapasitas produksi tidak sebanding yang dilakukan, sehingga nantinya didapatkan
dengan permintaan. Oleh sebab itu pola tanam data suhu yang optimal. Komoditas ini dipilih
perlu diterapkan untuk membuat siklus karena masih sedikit sekali kajian ilmiah
produksi teratur dengan baik. Selain itu, mengenai ikan brushmouth albino. Penelitian
efisiensi waktu kegiatan budidaya juga perlu ini dilaksanakan dengan harapan dapat
diperhatikan karena dapat mempengaruhi memberikan informasi kepada masyarakat
faktor lain seperti biaya produksi, jumlah mengenai besarnya pengaruh suhu dalam
produksi, dan lain sebagainya. Menurut kegiatan budidaya khususnya dalam proses
Effendi (2012) kegiatan budidaya perikanan penetasan telur.
merupakan kegiatan ekonomi yang mengarah
pada industri dimana memenuhi perinsip tepat BAHAN DAN METODE
waktu, tepat jumlah, tepat mutu, dan tepat
harga. Keempat perinsip tersebut saling Waktu dan Tempat
mempengaruhi satu sama lain. Salah satunya Penelitian ini dilaksanakan pada Januari-
perinsip tepat waktu dimana semakin cepat Oktober 2019. Percobaan uji dilaksanakan
suatu proses kegiatan budidaya berlangsung pada 23 Maret 2019 - 3 April 2019, bertempat
maka semakin banyak ikan yang diproduksi di Jl. Jabaru 4 Pasir Kuda Bogor.
dengan tetap menjaga kualitas dan mutu,
sehingga dapat menghemat waktu dan Alat dan Bahan
menekan biaya produksi. Peralatan yang digunakan dalam
Kualitas air merupakan salah satu faktor penelitian ini meliputi wadah percobaan
yang mempengaruhi produksi kegiatan berupa akuarium sebanyak 9 unit berukuran
budidaya, dimana parameter suhu merupakan 15 cm x 15 cm x 20 cm, aerator dan sistem
parameter yang memiliki keterkaitan kompleks aerasi, heater, pH meter, dan termometer.
terhadap kualitas air lainnya. Sehingga dapat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan meliputi telur ikan brushmouth albino
kelangsungan hidup (Muarif, 2016). Suhu dapat (Ancistrus cirrhosus) dan methylene blue.
mempengaruhi histopatologi ikan (Sumantri et
al. 2017), proses fisiologi dan biologi tubuh Rancangan Penelitian
ikan, dan berperan dalam proses Percobaan ini menggunakan Rancangan
perkembangan embrio pada telur (Putri et al. Acak Lengkap (RAL) sebanyak tiga
2013). Suhu juga dapat mempengaruhi waktu perlakuan. Perlakuan terdiri dari A kontrol
penetasan telur, karena selaput telur akan dengan penetasan telur perlakuan suhu
lebih cepat larut pada suhu yang tinggi ruangan (25-26oC), perlakuan B penetasan
dibandingkan pada suhu rendah (Hutagalung telur dengan perlakuan suhu sebesar 28oC dan
et al. 2016). Dapat disimpulkan bahwa perlakuan C penetasan telur dengan perlakuan
penanganan suhu yang baik perlu dilakukan suhu sebesar 31oC. Setiap perlakuan akan
Jurnal Mina Sains ISSN: 2407-9030 Volume 6 Nomor 1, April 2020 3

diberi ulangan sebanyak tiga kali untuk Parameter Pengamatan


mengurangi kekeliruan dalam penelitian. Waktu Penetasan
Data percobaan RAL di abstrasikan Data waktu penetasan telur diperoleh
melalui model persamaan linear sebagai dengan menghitung lama masa pengeraman
berikut; telur, yaitu dengan cara mencatat waktu
Yij = µ + Ƭi + εij penebaran dan waktu menetasnya telur di
Dimana: setiap perlakuan. Pengamatan waktu
µ = Nilai tengah populasi penetasan dilakukan secara periodik di hari
Ƭi = Pengaruh aditif (koefisien regresi menetasnya telur selama 60 menit sekali
parsial) dari perlakuan ke-i dengan cara menghitung jumlah telur yang
εij = Galat percobaan dari perlakuan ke-I pada menetas di waktu tersebut. Data masa waktu
pengamatan ke-j pengeraman pada akuarium dihitung rata-
ratanya untuk setiap perlakuan, selanjutnya
METODE PENELITIAN dilakukan perbandingan.

Persiapan Wadah Derajat Penetasan Telur (HR)


Sebelum digunakan, semua wadah Pengukuran daya tetas telur (HR)
percobaan dibersihkan dengan cara dilakukan pada saat telur menetas yaitu 4-5
menggosok pinggiran akuarium dengan busa hari pasca penebaran. Pengukuran dilakukan
lalu dibilas dengan air dan dikeringkan selama dengan cara menghitung jumlah telur yang
1 hari. Dilakukan pengisian air keesokan menetas dibagi dengan jumlah telur yang
harinya pada akuarium percobaan sebanyak terbuahi dan dikali seratus persen, hasil
3,3 L dengan ketinggian air sebesar 15 cm. dinyatakan dalam persen (%) dengan
Selanjutnya aerator dan heater dipasang lalu menggunakan rumus berikut:
suhu diatur sesuai perlakuan.
Jumlah telur yang menetas
HR = x 100%
Penebaran Telur Jumlah total telur
Telur yang ditebar merupakan telur
terbuahi yang didapat dari pembudidaya. Derajat Kelangsungan Hidup Larva (SR)
Telur dipisahkan dan dihitung untuk ditebar Pemeliharaan larva dilakukan selama
berdasarkan perlakuannya. Setiap satuan tujuh hari tanpa perlakuan suhu, sehingga
percobaan ditebar telur sebanyak 30 butir. suhu air inkubasi telur setiap perlakuan
Selanjutnya dilakukan penebaran telur di mengikuti suhu ruang (27-28oC). Pengukuran
masing-masing perlakuan melalui proses tingkat kelangsungan hidup larva (SR)
aklimasi. Proses aklimasi dilakukan selama 15 dilakukan dengan cara menghitung jumlah
menit untuk menyesuaikan kondisi air larva pada hari ke tujuh pemeliharaan dibagi
khususnya suhu air agar telur tidak stress. dengan jumlah larva awal pasca penetasan,
Keseluruhan percobaan akan membutuhkan lalu dikali seratus persen dan hasil dinyatakan
telur terbuahi sebanyak 270 butir. dalam persen (%), dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
Prosedur Percobaan
Jumlah ikan pada akhir
Media penetasan di setiap satuan SR larva = x 100%
Jumlah ikan pada awal
percobaan diiberi perlakuan obat berupa
methylene blue dengan dosis 3 mg L-1 untuk Parameter Penunjang
mencegah pertumbuhan jamur pada telur. Parameter Kualitas Air
Selama masa inkubasi, dilakukan pengamatan Kualitas air pada media inkubasi diukur
berdasarkan variabel pengamatan meliputi dengan parameter meliputi pH dengan
waktu penetasan, daya tetas telur dan tingkat menggunakan pH meter, oksigen terlarut
kelangsungan hidup larva. (DO) dengan menggunakan DO meter, dan
suhu dengan menggunakan termometer.
4 Yuliani et al. Pengaruh Perlakuan Suhu yang Berbeda

Analisis Data pada perlakuan C menetas lebih cepat


Data yang telah diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan kedua perlakuan
dianalisis menggunakan ANOVA (Analisis lainnya, yaitu selama 92,23 jam (3 hari 20
Ragam). Perbedaan yang nyata antar jam). Diikuti telur dengan perlakuan B yang
perlakuan selanjutnya akan dilakukan uji menetas selama 93,29 jam (3 hari 21 jam) dan
lanjut dengan menggunakan metode BNT telur dengan perlakuan A menetas selama
(Beda Nyata Terkecil). 95,50 jam (3 hari 23 jam). Hasil uji F
menunjukan adanya pengaruh yang nyata
HASIL DAN PEMBAHASAN antara waktu penetasan telur dengan
perlakuan suhu yang berbeda. Hasil uji BNT
Hasil menunjukan perlakuan C menghasilkan waktu
Waktu Penetasan Telur penetasan tercepat dibanding perlakuan
Hasil penelitian yang telah dilakukan lainnya. Data dapat dilihat pada Tabel 1.
menunjukan bahwa waktu penetasan telur

Tabel 1 Waktu Penetasan Telur Terhadap Perlakuan Suhu


Perlakuan
Ulangan Kontrol 28oC 31 oC
(Jam) (Jam) (Jam)
1 94,23 93,33 91,78
2 97,50 93,45 92,36
3 94,78 93,10 92,56
Rata-Rata 95,50a 93,29b 92,23b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil uji yang tidak berbeda nyata (P<0,05)

Derajat Penetasan Telur yaitu sebesar 66,67%. Hasil uji F menunjukan


Derajat penetasan telur tertinggi terjadi adanya pengaruh yang nyata antara derajat
pada perlakuan A yaitu sebesar 95,56%. penetasan telur dengan perlakuan suhu.
Diikuti telur pada perlakuan B dengan derajat Sedangkan hasil uji BNT menunjukan bahwa
penetasan telur sebesar 75,56% dan perlakuan perlakuan A menghasilkan derajat penetasan
C menghasilkan derajat penetasan terendah tertinggi. Data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Derajat Penetasan Telur Terhadap Perlakuan Suhu


Perlakuan
Ulangan
Kontrol (%) 28oC (%) 31 oC (%)
1 96,67 73,33 60,00
2 96,67 76,67 73,33
3 93,33 76,67 66,67
Rata-Rata 95,55a 75,55b 66,66c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil uji yang tidak berbeda nyata (P<0,05)

Derajat Kelangsungan Hidup Larva derajat kelangsungan hidup terendah yaitu


Derajat kelangsungan hidup larva pada sebesar 91,26%. Hasil uji F menunjukan tidak
perlakuan A menghasilkan nilai tertinggi adanya pengaruh yang nyata antara derajat
dibanding perlakuan lainnya, yaitu sebesar kelangsungan hidup larva terhadap paparan
95,40%. Diikuti larva pada perlakuan B suhu pada fase inkubasi telur. Data dapat
dengan derajat kelangsungan hidup sebesar dilihat pada Tabel 3.
94,07% dan perlakuan C menghasilkan
Jurnal Mina Sains ISSN: 2407-9030 Volume 6 Nomor 1, April 2020 5

Tabel 3 Derajat Kelangsungan Hidup Larva Pasca Perlakuan Suhu


Perlakuan
Ulangan
Kontrol (%) 28oC (%) 31 oC (%)
1 89,65 90,90 83,33
2 96,55 100 95,45
3 100 91,30 95
Rata-rata 95,40 94,07 91,26

Pembahasan choriolisis, keduanya dipengaruhi oleh suhu.


Waktu Penetasan Telur Suhu dapat menstimulasi sekresi enzim
Salah satu faktor luar yang dapat chorionase dan ketika choriolisis berlangsung,
mempengaruhi masa pengeraman yaitu suhu. aktivitasnya akan meningkat seiring dengan
Suhu inkubasi sangat mempengaruhi laju meningkatnya suhu. Suhu juga dapat
perkembangan embrio (Yang et al. 2015) dan mempengaruhi jumlah dan ukuran sel kelenjar
aktivitas enzim penetasan (Farida et al., endodermal yang mempengaruhi jumlah
2016). Hasil penelitian ini sesuai dengan enzim chorionase yang dihasilkan (Zarski et
penelitian yang dilakukan oleh Pangreksa et al. 2017), sehingga cangkang chorion lebih
al. (2016), yang membuktikan bahwa suhu cepat melunak dan mempengaruhi waktu
mempengaruhi waktu penetasan telur ikan penetasan. Proses choriolisis sendiri
sinodontis Synodontis eupterus dengan membutuhkan waktu cukup singkat untuk
penetasan tercepat terjadi pada suhu 31-32oC melebur sebagian besar bagian dalam
selama 1 120 menit (18 jam 40 menit), dengan cangkang chorion, yang terjadi pada ikan
perlakuan kontrol berlangsung selama 1 340 medaka Oryzias latipes selama ±30 menit
menit (22 jam 20 menit). Beberapa penelitian pada suhu 30oC. Uji kerja enzim penetasan
yang diuji pada spesies lain seperti ikan kakap yang dilakukan Yamagami (1981) yaitu
putih Lates calcariver, ikan betok Anabas dengan cara mengisolasi cangkang telur dan
testudineus, dan ikan gurame Osphronemus diinkubasi dengan enzim chorionase murni.
gouramy juga menghasilkan kesimpulan yang Hasilnya lebih dari 90% cangkang yang
sama (Hasibuan et al. 2018; Putri et al. 2013; melunak dalam waktu 1-1,5 jam pada suhu
Pratama et al. 2018), bahwa suhu 30oC.Berdasarkan hasil penelitian, rentan
mempengaruhi waktu penetasan telur dimana waktu penetasan antar perlakuan berjarak
semakin tinggi suhu maka semakin cepat telur selama 1-2 jam, sehingga memungkinkan jika
menetas. Penetasan telur berlangsung melalui terjadinya perbedaan waktu penetasan telur di
beberapa proses, dimana proses pelunakan setiap perlakuan suhu disebabkan oleh
cangkang chorion (choriolisis) oleh enzim aktivitas enzim penetasan. Sesuai dengan
merupakan proses yang terakhir dan esensial pernyataan Zarski et al. 2017 pada paragraf
(Yamagami, 1981). Yamagami (1988) sebelumnya, memungkinkan bahwa cepatnya
menjelaskan bahwa proses enzimatik tersebut telur ikan brushmouth albino menetas pada
terjadi berdasarkan 2 tahapan, yaitu sekresi suhu tinggi diakibatkan oleh suhu yang
enzim oleh sel kelenjar penetasan dan mempengaruhi jumlah dan ukuran sel kelenjar
choriolisis. Setelah enzim chorionase enzim penetasan telur, sehingga selain suhu
disekresikan, proses choriolisis dimulai dari yang dapat mempengaruhi kerja enzim, dua
bagian terdalam cangkang chorion (sisi ruang hal tersebut juga menyumbang peran dalam
periviteline). Enzim chorionase mencerna percepatan proses kerja enzim dalam
lapisan terdalam chorion dengan cara mencerna chorion menjadi lunak.
menghidrolisis beberapa ikatan peptida dari
protein penyusunnya untuk memisahkannya Derajat Penetasan Telur
menjadi dua kelompok glikoprotein yang larut Hasil penelitian menunjukan bahwa
dalam air. Baik proses sekresi enzim maupun peningkatan suhu menurunkan derajat
6 Yuliani et al. Pengaruh Perlakuan Suhu yang Berbeda

penetasan telur ikan brushmouth albino. sehingga terjadi kematian di fase gastrula
Sesuai dengan hasil penelitian dengan metode akhir. Nilai suhu inkubasi yang terlalu rendah
yang sama pada ikan sinodontis Synodontis atau terlalu tinggi dapat menyebabkan
eupterus, daya tetas telur tertinggi pada ikan perkembangan embrionik yang tidak tepat,
sinodontis terjadi pada perlakuan suhu sehingga dapat menyebabkan kelainan
inkubasi 25-26oC yaitu sebesar 94,67% perkembangan atau bahkan dapat terjadi
dibandingkan dengan perlakuan suhu lainnya kematian pada embrio (Zarski et al. 2017).
yaitu 28-29oC, 31-32oC dan kontrol
(Pangreksa et al. 2016). Kucharczyk et al. Derajat Kelangsungan Hidup Larva
(1997) menyatakan bahwa nilai derajat Berdasarkan hasil perhitungan uji F,
penetasan telur dipengaruhi oleh suhu, dimana perlakuan suhu inkubasi telur yang berbeda
nilai derjat penetasan yang tinggi akan tidak mempengaruhi derajat kelangsungan
dihasilkan jika suhu inkubasi telur sama hidup larva. Berdasarkan hasil, derajat
dengan kisaran suhu pada saat pemijahan. Hal kelangsungan hidup larva perlakuan C
tersebut dikarenakan kisaran suhu optimal mengasilkan derajat kelangsungan hidup
untuk perkembangan embrio memiliki terendah yaitu sebesar 91,26%, dibandingkan
korelasi dengan suhu ketika pemijahan dengan perlakuan A yang menghasilkan
berlangsung. Sehingga memungkinkan jika derajat kelangsungan hidup tertinggi yaitu
rendahnya derajat penetasan telur ikan sebesar 95,40%. Brysiewicz et al. (2011)
brushmouth albino pada perlakuan suhu 31oC melaporkan bahwa ikan dari genus Ancitrus
disebabkan oleh adanya perubahan suhu dapat bereproduksi pada kondisi suhu sebesar
ketika pemijahan dan inkubasi. Sehingga 24oC. Sedangkan suhu pemeliharaan larva
memungkinkan telur kurang bisa beradaptasi mencapai 25oC. Hal itu membuktikan bahwa
pada suhu inkbasi karena rentang suhu yang tingginya nilai derajat kelangsungan hidup
tinggi, dimana pada saat pemijahan suhu air larva pada ke-3 perlakuan uji memungkinkan
berkisar antara 24-25oC. disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
Suhu hingga mencapai level mematikan sesuai dengan habitatnya, dengan nilai DO
bervariasi berdasarkan tingkat adaptasi suatu sebesar 6,1-6,2 mg/L. Kesesuaian kondisi
organisme di tiap fase hidupnya (Blaxter, lingkungan perlakuan uji dengan habitatnya
1969). Sedangkan embrio memiliki batas juga dapat membuktikan bahwa kondisi
toleransi suhu dalam proses tersebut berada pada tingkat yang di toleransi
perkembangannya. Pada fase perkembangan oleh larva. Sehingga dapat disimpulkan
embrionik, rentang toleransi suhu lebih kecil bahwa perlakuan suhu inkubasi pada proses
dibandingkan pada fase hidup lainnya di penetasan telur tidak mempengaruhi derajat
sebagian besar spesies ikan. Di alam, rentang kelangsungan hidup larva.
suhu yang dapat ditoleransi telur untuk spesies
ikan yang hidup di iklim sedang hingga tropis KESIMPULAN DAN SARAN
sebesar ±5,8° C (Rombough, 1997). Faktor
utama rendahnya rentang suhu toleransi pada Kesimpulan
fase embrionik ialah karena ketidakmampuan Hasil peneitian menunjukan, waktu
embrio untuk menyesuaikan diri dalam penetasan tercepat terjadi pada perlakuan
mengompensasi suhu. Embrio tidak dapat suhu 31oC yaitu selama 92,23 jam, sedangkan
mengatur fluiditas membran selnya, dan pada waktu penetasan terpanjang terjadi selama
tingkat metabolismenya pun tidak 95,50 jam pada perlakuan kontrol. Derajat
menunjukkan adanya tanda-tanda aklimasi penetasan telur tertinggi terjadi pada
suhu (Rombough 1997). Yani et al. (2017) perlakuan kontrol sebesar 95,55% dan derajat
berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan penetasan telur terendah terjadi pada
bahwa rendahnya derajat penetasan telur pada perlakuan 31oC sebesar 66,66%. Pemaparan
suhu tinggi (32oC) disebabkan oleh suhu pada pada proses inkubasi telur tidak
terhambatnya perkembangan embrio,
Jurnal Mina Sains ISSN: 2407-9030 Volume 6 Nomor 1, April 2020 7

menghasilkan pengaruh yang nyata terhadap Pangreksa A, Mustahal, Indaryanto F R, Nur


derajat kelangsungan hidup larva. B. 2016. Pengaruh perbedaan suhu
inkubasi terhadap waktu penetasan dan
Saran daya tetas telur ikan sinodontis
Diharapkan agar kedepannya penelitian (Synodontis eupterus). Jurnal Perikanan
ini bisa lebih dikembangkan dengan dan Kelautan. 6(2):147-160.
memperbanyak perlakuan suhu dan variabel Pratama, B A, Susilowati T, Yuniarti T. 2018.
pengamatan. Seperti embriogenesis dan Pengaruh perbedaan suhu terhadap lama
tingkat abnormalitas larva agar dapat dikaji penetasan telur, daya teteas telur,
lebih spesifik. kelulushidupan dan pertumbuhan benih
ikan gurame (Osphronemus gouramy)
DAFTAR PUSTAKA strain bastar. Jurnal Sains Akuakultur
Tropis. 2(1):59-65.
Blaxter J H S. 1969. Chapter 4-Development: Putri D A, Muslim, Fitrani M. 2013.
Eggs and Larvae. Academic press Inc. Presentase penetasan telur ikan betok
3:177-252. (Anabas testudineus) dengan suhu
Brysiewicz A, J Szulc, K Formicki, A Tański, inkubasi yang berbeda. Jurnal Akuakultur
A Korzelecka-Orkisz. 2011. The structure Rawa Indonesia. 1(2):184-191.
and the embryogenetic role of eggs and Rombough P J. 1997. The effect of
egg membranes of Ancistrus temperature on embryonic and larval
dolichopterus (Actinopterygii: development. In: Global Warming:
Siluriformes: Loricariidae). Acta Implications for Freshwater and Marine
Ichthyologica et Piscatoria. 41(3):223– Fish. Ontario: Cambridge University
227. Press.
Farida, Rachimi, Adrianus. 2016. Pengaruh Sumantri A, Mulyana, Mumpuni F S. 2017.
suhu yang berbeda terhadap penetasan dan Pengaruh perbedaan suhu pemeliharaan
kelangsungan hidup larva ikan biawan terhadap hidtopatologi insang dan kulit
(Helostoma temmincki). Jurnal Ruaya. ikan komet (Carassius auratus). Jurnal
4(2):63-69. Mina Sains. 2(1):1-7.
Hasibuan R B, Irawan H, Yulianto T. 2018. Yamagami K. 1981. Mechanism of haching in
Pengaruh suhu terhadap daya tetas telur fish: secretion of hatching enzyme and
ikan kakap putih (Lates calcarifer). Intek enzymatic choryolisis. Amer Zool.
Akuakultur. 2(2):49-57. 21:459-471.
Hutagalung J, Alawi H. 2016. Pengaruh suhu Yamagami K. 1988. Fish physiology; 7.
dan oksigen terhadap penetasan telur dan Mechanisms of Hatching in Fish.
kelulushidupan awal larva ikan pawas Academic press. 11(A):447-499.
(Osteochilus hasselti CV). Jurnal Online Yang Z, Chen Y. 2005. Effect of temperature
Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan dan on incubation period and hatching success
Ilmu Kelautan. 4(1):1-13. of obscure Takifugu obscurus (Abe) eggs.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. Aquaculture. 246:173-179.
2015. Kelautan dan Perikanan Dalam Yani A, Wamnebo M I. 2017. Pengaruh suhu
Angka Tahun 2015. Jakarta:KKP. yang berbeda terhadap tingkat penetasan
Kucharczyk D, Luczynski M, Kujawa R, telur ikan kerapusunu (Plactropomus
Czerkies P. 1997. Effect of temperature on leopardus). Jurnal Airaha. 6(1):018-021.
embryonic and larval development of Żarski D, Horváth A, Bernáth G, Krejszeff S,
bream (Abramis brama L.). Aquatic Radóczi J, Palińska-Żarska K, Bokor K,
Sciences. 214-224. Kupren K, Urbányi B. 2017. Controlled
Muarif. 2016. Karakteristik suhu perairan di reproduction of wild eurasian perch A
kolam budidaya perikanan. Jurnal Mina Hatchery manual. Switzerland: Springer
Sains. 2(2):96-101. International Publishing AG. Hlm. 81-89.

You might also like