You are on page 1of 23

Anestesi Umum

Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan


keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk
menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesi umum adalah suatu tindakan yang membuat pasien tidak sadar selama
prosedur medis, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat apapun yang terjadi.
Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi
otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasanpemantauan fungsi-
fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan
pemulihan. Anestesi umum diberikan oleh dokter yang memiliki keahlian khusus yang
disebut ahli anestesi, ataupun dapat juga dilakukan oleh perawat anestesi yang kompeten.

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal
terdiri dari:1
 Hipnosis
Keadaan tertidur, Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,
isofluran, sevofluran).
 Analgesia
Bebas dari nyeri, Analgesia didapat dari analgetika narkotik, NSAID tertentu.
 Relaksasi otot
Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan
mempermudah tindakan pembedahan. Relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas
otot (muscle relaxant). Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi
modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh
dengan menggabungkan berbagai macam obat.

Pilihan Cara Anestesi


Pemilihan cara anestesi dapat berdasarkan beberapa kondisi pasien di bawah ini:
o Umur
 Bayi dan anak – anak paling baik menggunakan anestesi umum
 Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya diperbolehkan dilakukan

1
anestesi lokal atau umum
o Status Fisik
 Riwayat penyakit dan anestesi terdahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit yang dulu pernah diderita pasien yang
dapat berkaitan dengan penyakitnya sekarang dan juga riwayat anestesi
terdahulu agar dapat diketahui jenis anestesi yang diberikan dan apakah
terdapat komplikasi anestesi dan paska bedah.
 Gangguan fungsi paru dan jantung yang berat diusahakan untuk menghindari
penggunaan anestesi umum.
 Pasien yang gelisah, cemas, takut, tidak kooperatif, serta mengalami gangguan
jiwa sebaiknya menggunakan anestesi umum.
 Pasien obesitas bila disertai leher yang pendek sering ditemukan gangguan
jalan napas, sehingga pilihan anestesi yang terbaik adalah anestesi regional,
anestesi umum endotrakeal.
o Posisi Pembedahan

2
 Posisi seperti miring, tengkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesi
umum endotrakeal untuk menjamin ventilasi selama pembedahan. Demikian
juga untuk pembedahan yang berlangsung lama.
o Ketrampilan dan Kebutuhan Dokter Bedah
 Pemilihan anestesi disesuaikan dengan kemampuan dokter, antara lain teknik
untuk menngurangi perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian
adrenalin pada bedah plastik, dll
o Ketrampilan Dokter Anestesi
o Permintaan Pasien
o Bahaya Kebakaran atau Ledakan

Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Anestesi


Faktor Respirasi
Sesudah obat anestesi inhalasi sampai di alveoli, maka akan mencapai tekanan parsial
tertentu, makin tinggi konsentrasi zat yang dihirup tekanan parsielnya makin tinggi.
Perbedaan tekanan parsiel zat anestesi dalam alveoli dan di dalam darah menyebabkan
terjadinya difusi.

Faktor Sirkulasi
Aliran darah paru menentukan pengangkutan gas anestesi dari paru ke jaringan dan
sebaliknya. Pada gangguan pembuluh darah paru makin sedikit obat yang dapat diangkut
demikian juga pada keadaan cardiac output yang menurun.
Blood gas partition coefisien adalah rasio konsentrasi zat anestesi dalam darah dan
dalam gas bila keduanya dalam keadaan keseimbangan. Bila kelarutan zat anestesi dalam
darah tinggi/BG koefisien tinggi maka obat yang berdifusi cepat larut di dalam darah,
sebaliknya obat dengan BG koefisien rendah, maka cepat terjadi keseimbangan antara alveoli
dan sirkulasi darah, akibatnya penderita mudah tertidur waktu induksi dan mudah bangun
waktu anestesi diakhiri.
Faktor Jaringan
 Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.
 Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesika,
kecuali halotan.
 Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
o Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal.
Organ- organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial
zat

3
anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak menerima
14% curah jantung.
o Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
o Lemak : jaringan lemak
o Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah :
ligament dan tendon.

Faktor Obat Anestesi


Tiap-tiap zat anestesi mempunyai potensi yang berbeda. Untuk mengukur potensi
obat anestesi inhalasi dikenal adanya MAC (minimal alveolar concentration). Menurut
Merkel dan Eger (1963), MAC adalah konsentrasi obat anestesi inhalasi minimal pada
tekanan udara 1 atm yang dapat mencegah gerakan otot skelet sebagai respon rangsang sakit
supra maksimal pada 50% pasien. Makin rendah MAC makin tinggi potensi obat anestesi
tersebut.

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESI


Penilaian prabedah
Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi bukan cerita untuk menakut-nakuti
atau dibuat-buat, karena memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas setiap pasien harus
lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi
mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan di operasi.

Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga
kita dapat merancang anestesia berikutnya dengan lebih baik.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelum nya untuk eliminasi
nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk
mengaktfkan kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi
sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.

Pemeriksaan fisik

 Tinggi dan berat badan untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang

4
diperlukan dan jumlah urin selama dan paska bedah.

5
 Keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi, pola

dan frekuensi pernafasan.


 Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda

sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian temporo mandibula.
 Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu, sianosis,

hipertensi.
 Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat tekanan

intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.


 Pemeriksaan grade Mallampati berguna untuk menentukan tingkat kesulitan saat

intubasi.

Tabel.1 Grade Mallampati

Gradasi Pilar faring Uvula Palatum Molle


1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -

6
Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit

yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin (Hb,

leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50

tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.

Kebugaran untuk anestesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien

dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus

dihindari.

Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang biasa digunakan adalah klasifikasi berdasarkan The American Society of

Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi ini bukan alat perkiraan risiko anestesi.

 Kelas I
Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Contoh: pasien sehat, tidak merokok, tidak meminum alkohol atau pengguna minimal.
 Kelas II
Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Contoh: riwayat merokok hingga sekarang, peminum alkohol, obesitas ( 30 < IMT <
40) , DM/HT terkontrol, penyakit paru ringan.
 Kelas III
Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Contoh: DM/HT tidak terkontrol, obesitas dengan IMT > 40, PPOK, hepatitis
aktif, ketergantungan alkohol, penggunaan pacu jantung, gagal ginjal stadium akhir
yang sedang dalam dialisis rutin, bayi prematur, riwayat ( > 3 bulan) MI, CVA,
TIA,
CAD/stents.
7
 Kelas IV

8
Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Contoh: riwayat MI, CVA, TIA atau CAD/stents dibawah 3 bulan, gangguan katup
jantung parah, sepsis, DIC, ARD atau ESRD yang tidak secara rutin melakukan
dialisis.
 Kelas V
Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam.
Contoh: ruptur aneurisma abdominal/toraks, trauma masif, perdarahan intrakranial
dengan penekanan, kegagalan multipel organ – organ tubuh.
 Kelas VI
Pasien yang sudah dinyatakan mati batang otak yang organnya akan didonorkan.

Diet

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4

jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman seperti

air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah

terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi.

PREMEDIKASI

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:

 Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam.


 Memperlancar induksi anestesia, misalnya petidin.
 Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropin dan hiosin.
 Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya petidin.
 Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron.
 Menciptakan amnesia, misalnya diazepam, midazolam.
 Mengurangi isi lambung.
 Mengurangi refleks yang membahayakan, misalnya trakurium, sulfas atropin.

9
Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian

premedikasi intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila

diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropin dan hiosin.

Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.

Obat – obat premedikasi yang sering digunakan:

1 Analgesik narkotik: Petidin, morfin, fentanil.


2 Analgesik non narkotik: Ponstan, tramadol.
3 Hipnotik: Ketamin, pentotal.
4 Sedatif: Diazepam/valium/stesolid, midazolam, propofol.
5 Anti emetik: Sulfas atropin, narfoz, primperan.

INDUKSI ANESTESI

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga

memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara

intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia

langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:2,3

 S : Scope
Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah
atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
 T : Tube
Pipa trakea pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun
dengan balon (cuffed).
 A : Airway
Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal
airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya
lidah tidak menyumbat jalan napas.
 T : Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
 I : Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah dibengkokan
untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
 C : Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.

10
 S : Suction
Penyedot lendir, ludah, dll.

Induksi intravena
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena,
baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada
didalam pembuluh darah vena, obat – obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh
melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing – masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing. Anestesi yang ideal akan
bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah
pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek
samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping
yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan
tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.4
- Propofol
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek
anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan
pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia
lebih dari 3 tahun. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg). Mekanisme kerjanya sampai
saat ini masih kurang diketahui, tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di
reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid) dan reseptor glisin, yang
menyebabkan terhambatnya penutupan kanal ion. Digunakan secara intravena dan
bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di
hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar
antara 2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena
propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat
menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri
ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol
dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat
diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal

11
tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah
juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis
- Etomidate
Etomidate merupakan agen anestetik intravena kerja cepat yang digunakan sebagai
induksi dan sedasi dalam prosedur operasi singkat, seperti reduksi dislokasi sendi dan
kardioversi. Etomidate merupakan derivat imidazol yang mengalami karboksilasi,
dengan potensi anestesi dan amnesi. Pada dosis tipikal, etomidate bekerja dalam
rentang 5 – 10 menit dan memiliki waktu paruh 2-5 menit dan akan habis setelah 75
menit. Etomidate mengikat kuat protein plasma dan dimetabolisme oleh enzim
esterase plasma dan hepatik. Dosis anestetik induksi rata-rata untuk dewasa adalah 0,3
mg/Kg intravena, dengan dosis tipikal antara 20-40 mg. Dosis inisial adalah 0,2 – 0,6
mg/Kg dengan masa kerja 30-60 menit. Dosis pemeliharaan adalah 5-20 µg/Kg/menit
intravena. Seperti halnya anestesi umum lainnya, etomidat menyebabkan hilangnya
kesadaran. Untuk prosedur kardioversi, dosis yang digunakan adalah 10 mg dan
pemberian ini dapat diulang
- Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan
sedatif. Namun sekarang, kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik,
barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman,
pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak
digunakan. Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata
karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan
benzodiazepine. Penggunaan pada anestesi masih banyak obat golongan barbiturat
yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.
- Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam
tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia
dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri
atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah,
midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan
dengan pH 3,5.
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri. Untuk preoperatif
digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb. Dalam sistem saraf pusat, dapat menimbulkan amnesia,

12
anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak
ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme. Pada sistem kardiovaskular,
benzodiazepin menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan
cardiac output. Tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan
hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan
opioid. Pada sistem respirasi, mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume
tidal, depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru
atau pasien dengan retardasi mental. Benzodiazepin dapat menimbulkan penurunan
tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering
digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.
- Ketamin
Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya
kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah
(anestesi disosiasi). Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang
berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan
demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Dosis intravena ketamin, yaitu 1-4
mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja 15-20 menit, dosis
tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Ketamin merupakan analgesi yang sangat
kuat, sehingga meskipun penderita sudah sadar, efek analgesiknya masih ada.
Anestetik ini tidak mempunyai daya pelemas otot, kadang-kadang malah tonus otot
meningkat disertai gerakan-gerakan yang tidak terkendali, sehingga ketamin tidak
begitu baik bila digunakan sebagai obat tunggal, seperti pada operasi intra abdominal
dan operasi lain yang membutuhkan penderita diam. Anestesi ini sering digunakan
untuk induksi dan disusul dengan pemberian eter atau N2O. Karena anestetik ini
menimbulkan nistagmus, maka tidak dapat digunakan untuk operasi mata khususnya
strabismus. Ketamin juga berefek gangguan psikis setelah siuman dan gejala kejang
sewaktu dalam anestesi. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian valium. Ketamin
menyebabkan dilatasi bronkhus dan bersifat antagonis terhadap efek kontraksi
bronkhus oleh histamin. Baik untuk penderita asma dan untuk mengurangi spasme
bronkhus pada anestesi umum yang ringan. Tekanan darah akan naik baik sistol
maupun diastol. Kenaikan rata-rata antara 20-25 % dari tekanan darah semula,
mencapai maksimal beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam
15 menit kemudian. Ketamin dapat meningkatkan gula darah 15 % dari keadaan
normal, walaupun demikian bukan merupakan kontraindikasi mutlak untuk penderita

13
dengan DM. Ketamin juga dapat menyebabkan hipersalivasi, tapi efek ini dapat
dikurangi dengan pemberian premedikasi antikolinergik. Aliran darah ke otak,
tekanan intrakaranial dan tekanan intra okuler meningkat pada pemberian ketamin.
Karena itu sebaiknya jangan digunakan pada pembedahan pasien dengan tekanan
intrakranial yang meningkat (edema serebri, tumor intracranial) dan pasien pada
pembedahan mata

Induksi intramuskular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskular dengan
dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Anestesi inhalasi
Konsentrasi Alveoli Minimal (MAC)
Efek farmakodinamik gas inhalasi didasarkan atas dosis. Dosis ini disebut konsentrasi
alveoli minimal (minimal alveolar concentration, MAC). Definisi MAC minimal adalah
konsentrasi alveoli pada tekanan 1 atmosfer yang dapat mencegah 50% pasien saat dilakukan
stimulus pembedahan.
- Eter
Eter tidak berwarna , mudah menguap, dan berbau khas. Eter tidak bereaksi dengan
soda lime, mudah terbakar atau meledak, dan dapat terurai oleh cahaya, panas, atau
udara. Secara farmakologi klinis, eter mempengaruhi sejumlah fungsi sistem organ
tubuh. Eter mampu meningkatkan denyut nadi, merangsang simpatis, dan mendepresi
vagal. Keuntungan penggunaan eter adalah harganya yang murah dan mudah didapat,
tidak perlu digabung dengan obat anestesi lain, karena memenuhi trias anestesi.
- Halotan
Halotan merupakan satu dari dua agen anestetik inhalasi yang terdaftar dalam
formulasi WHO 2004 untuk anestesi induksi dan pemeliharaan, selain eter.
Perbedaannya adalah halotan merupakan agen anestetik yang bersifat terfluorinasi.
Halotan memiliki karakter fisik bersih, tidak berwarna, tidak mudah terbakar, dan
tidak iritatif. Penggunaan halotan perlu mempertimbangkan fisiologis hepar, karena
halotan secara bermakna dapat memicu hepatitis fulminan. Halotan juga bersifat
mendepresi miokardial sehingga menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
- Enfluran
Induksi dengan enfluran terjadi secara cepat dan lancar. Jarang terdapat mual dan
muntah. Pemulihan paska anestesi enfluran juga cepat. Enfluran merupakan anestesi

14
poten, mendepresi SSP dan menimbulkan efek hipnotik. Pada anestesi yang dalam
dapat menimbulkan penurunan tekanan darah disebabkan depresi pada miokard.
Selain itu, enfluran juga mendepresi napas dengan menurunkan volume tidal. Pada
otot, terjadi efek relaksasi sedang dan efek ini meningkatkan kinerja obat-obat
relaksan otot. Enfluran tidak memiliki efek hepatotoksik atau nefrotoksik. Namun,
beberapa literatur melaporkan adanya efek nefrotoksik dan kegagalan ginjal akut
akibat metabolit yang dihasilkan oleh metabolisme enfluran.
- Desfluran
Desfluran memiliki onset kerja yang sangat singkat dan kelarutan dalam darahnya
sangat rendah. Kelemahan desfluran adalah potensinya yang kurang kuat, perih, dan
harga yang mahal. Desfluran juga dapat menyebabkan takikardi dan iritasi saluran
napas bila digunakan pada konsentrasi lebih dari 10%.
- Isofluran
Isofluran mengikat reseptor GABA, reseptor glutamat, dan reseptor glisin, serta
menghambat konduksi kanal kalium. Penghambatan glisin akan membantu
menghambat fungsi motorik. Isofluran memiliki MAC 1,15. isofluran juga
mendepresi napas. Volume tidal dan frekuensi napas dapat menurun menimbulkan
dilatasi bronkus, sehingga baik untuk kasus penyakit paru obstruksi menahun.Depresi
terhadap jantung minimal dibandingkan enfluran dan halotan. Pada beberapa kasus
dapat menyebabkan takikardi. Isofluran memiliki efek relaksasi otot yang baik dan
berpotensiasi dengan obat relaksan otot, namun tidak terlalu merelaksasi otot uterus
pada kasus obstetri.
- Sevofluran
Sevofluran memiliki MAC 2. Onset kerja obat sangat cepat, dan konsentrasinya
dalam darah relatif rendah. Sevofluran dapat membentuk 2 senyawa hasil degradasi
selama anestesi dilakukan, yaitu senyawa A dan senyawa B, yang pembentukannya
akan meningkat terutama bila suhu terlalu tinggi atau soda lime telah rusak. Senyawa
A dapat menyebabkan nekrosis renal pada tikus, sedangkan pada manusia, derajat
kerusakan jaringan ginjal masih sedang dalam penelitian. Dengan memperhatikan hal
ini, sevofluran dianjurkan diberikan dengan minimum aliran gas 2 liter/menit, karena
aliran yang rendah akan memicu peningkatan temperatur soda lime.
- Dinitrogen Oksida (N2O)
Dinitrogen oksida merupakan gas inhalan yang digunakan sebagai agen pemelihara
anestesi umum. Penggunaan N2O bersama dengan oksigen atau udara. Efek anestesi
nitrous oksida menurun bila digunakan secara tunggal, sehingga perlu pula
penambahan agen anestetik lainnya dengan dosis rendah. N2O nerupakan zat anestesi

15
lemah, menimbulkan efek analgesia dan hipnotik lemah. Efek kardiovaskular
minimal, sehingga perubahan pada frekuensi jantung, irama, dan curah jantung
maupun EKG juga minimal. Pernapasan tidak banyak dipengaruhi. Depresi napas
terjadi pada pemakaian N2O tanpa oksigen.

Induksi Per Rektal


Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan tiopental atau midazolam.

Obat relaksan
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau
untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu
operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. Obat relaksan otot yang beredar di
Indonesia terbagi dalam dua kelompok obat yaitu obat pelumpuh otot dan obat pelemas otot
yang bekerja sentral.
- Succinylcholine
Succinylcholine mengalami hidrolisis secara cepat oleh plasma cholinesterase
menjadi succinylmonocholine, yang mempunyai efek blok sangat lemah dan
selanjutnya dalam waktu yang lebih lama menjadi asam suksinil dan kolin, waktu
paruhnya sekitar 2-4 menit. Dosis yang diperlukan untuk menimbulkan blok pada 95
% penderita (ED95) pada otot adductor pollicis adalah 0,3 - 0,5 mg / kg. Sedangkan
dosis efektif yang menimbulkan efek pada 50 % penderita (ED50) adalah 0,2 - 0,3
mg/kg. Pada kedua keadaan tersebut, pemberian obat anestesi inhalasi akan
menyebabkan penurunan dosis.
- Pancuronium bromide
Pancuronium bromide adalah pelumpuh otot golongan non-depolarisasi dengan mula
kerja yang lambat dan masa kerja panjang. Masa kerja obat golongan ini ditentukan
oleh konsentrasinya di plasma yang akan menurun sampai batas minimal yang dapat
menimbulkan efek blok pada otot skeletal. Pancuronium diberikan dengan dosis 0,1
mg/kg. Obat ini sebagian besar diekskresi dalam bentuk asalnya.
- Vecuronium
Vecuronium mempunyai rumus bangun yang menyerupai pancuronium, namun
mempunyai masa kerja yang lebih singkat, sekitar setengah kali masa kerja
pancuronium. Metabolisme dilakukan di hati dengan ekskresi utamanya melalui
empedu dan sebagian kecil melalui urine. Ekskresi melalui urine pada 24 jam pertama
adalah 15% dari jumlah obat yang diberikan, persentase yang kecil disini

16
menunjukkan vecuronium lebih aman digunakan pada penderita kelainan fungsi ginjal
dibandingkan dengan pancuronium. Dosis awal yang dibutuhkan adalah 0,1 mg/kg
dan dapat ditingkatkan sampai 0,3 mg/kg, namun dosis 0,15 mg/kg sudah cukup
untuk memberikan efek blok dengan mula kerja 1-2 menit setelah pemberian sebagai
sarana intubasi trakea.

MONITORING PERI ANESTESI


Saat ini sudah terdapat standar monitoring anestesi yang diadopsi dari ASA. Standar ini
berlaku untuk semua perawatan anestesi meskipun, dalam keadaan darurat, tindakan dukungan
kehidupan yang sesuai lebih diutamakan. Standar ini juga dapat dilampaui setiap saat berdasarkan
penilaian dari ahli anestesi yang bertanggung jawab pada saat itu. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas perawatan pasien, tetapi mengamati dan mengikuti standar ini juga tidak dapat
menjamin hasil dari setiap pasien.5

STANDAR 1
Ahli anestesi yang memenuhi syarat harus hadir di ruangan sepanjang pelaksanaan semua prosedur
anestesi umum, anestesi regional, dan perawatan anestesi yang membutuhkan pemantauan.
Tujuan: dikarenakan dapat terjadi perubahan yang cepat dalam status pasien selama anestesi, ahli
anestesi yang memenuhi syarat harus terus hadir untuk memantau pasien dan memberikan perawatan
anestesi.

STANDAR 2
Selama anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan suhu pasien harus terus dievaluasi.

Oksigenasi
Tujuan: Untuk memastikan konsentrasi oksigen yang cukup dalam udara inspirasi dan darah selama
semua prosedur anestesi.
Metode:
1. Udara inspirasi: Selama setiap pemberian anestesi umum menggunakan mesin anestesi,
konsentrasi oksigen dalam sistem pernapasan pasien harus diukur oleh oxygen analyzer
dengan penggunaan alarm dengan batas konsentrasi oksigen yang rendah.
2. Oksigenasi darah: Selama anestesi, metode kuantitatif untuk menilai oksigenasi seperti pulse
oximetry harus digunakan.

Ventilasi
Tujuan: Untuk memastikan ventilasi yang memadai terhadap pasien selama semua prosedur anestesi.

17
Metode:
1. Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus memiliki kecukupan ventilasi yang terus
dievaluasi. Tanda-tanda klinis kualitatif seperti pengapatan pengembangan dada, reservoir
breathing bag, dan auskultasi suara nafas sangat berguna.
2. Apabila tracheal tube atau laryngeal mask dimasukkan, posisi yang benar harus diverifikasi
oleh penilaian klinis dan dengan identifikasi konsentrasi karbon dioksida dalam udara
ekspirasi. Analisis End-Tidal CO2 yang terus-menerus, yang digunakan dari waktu intubasi,
sampai ekstubasi atau memindahkan pasien ke lokasi perawatan pascaoperasi, harus terus
dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif seperti capnography, atau capnometry.
3. Bila ventilasi dikendalikan oleh ventilator mekanik, sebaiknya digunakan sebuah perangkat
yang mampu mendeteksi bila ada komponen yang terputus dari sistem pernapasan. Perangkat
harus memberikan sinyal yang dapat terdengar saat alarm telah melampaui ambang batas.
4. Selama anestesi regional dan perawatan anestesi yang memerlukan pengawasan, kecukupan
ventilasi harus dievaluasi, setidaknya, dengan pengamatan terus-menerus tanda-tanda klinis
kualitatif.

Sirkulasi
Tujuan: Untuk memastikan kecukupan fungsi peredaran darah pasien selama semua prosedur
anestesi.
Metode:
1. Setiap pasien yang menerima anestesi harus memiliki elektrokardiogram terus
ditampilkan dari awal anestesi sampai saat bersiap-siap meninggalkan lokasi anestesi.
2. Setiap pasien yang menerima anestesi harus diukur tekanan darah arteri dan denyut jantung
nya dan dievaluasi setidaknya setiap 5 menit.
3. Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus terus dievaluasi setidaknya salah satu dari
hal berikut: palpasi denyut nadi, auskultasi bunyi jantung, pemantauan dari penelusuran
tekanan intraarterial, pemantauan USG denyut perifer, pulse plethysmography atau
oksimetri.

Suhu Tubuh
Tujuan: Untuk membantu dalam pemeliharaan suhu tubuh yang tepat selama semua prosedur
anestesi.
Metode:
Setiap pasien yang menerima anestesi harus dipantau suhu tubuhnya pada keadaan yang diperkirakan
dan diantisipasi, akan tejadi perubahan suhu tubuh yang signifikan secara klinis.
Monitoring Kardiovaskular
- Non Invasif
o Nadi

18
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan sirkulasi
sering terjadi selama anestesi. Pemantauan frekuensi dan irama nadi dapat
dilakukan dengan mudah, misalnya dengan meraba arteri temporalis, arteri
radialis, arteri femoralis atau arteri karotis. Dengan meraba nadi, kita
mendapat informasi tentang kuat lemahnya denyut nadi, teratur tidaknya irama
nadi, frekuensi denyut nadi.
o Tekanan darah
Tekanan darah dapat diukur secara manual atau otomatis dengan manset yang
harus tepat ukurannya (lebarnya kira – kira 2/3 jarak olekranon – akromion
atau 40% dari keliling besarnya lengan) karena terlalu lebar menghasilkan
nilai yang rendah dan terlalu sempit menghasilkan nilai yang lebih tinggi.
Tekanan sistolik dan diastolik diketahui dengan cara auskultasi, palpasi,
sedangkan Mean Arterial Pressure (MAP) diketahui secara langsung dengan
monitor atau dengan rumus 1/3 (tekanan sistolik + 2 X tekanan diastolik) atau
tekanan diastolik + 1/3 (tekanan sistolik – tekanan diastolik).
o Banyaknya perdarahan
Dapat dilakukan dengan cara menimbang kain kasa sebelum terkena darah dan
sesudahnya, mengukur jumlah darah di botol pengukur darah ditambah 10-
20% untuk yang tidak dapat diukur.

- Invasif
Biasa dikerjakan pada pasien dengan keadaan umum kurang baik atau bedah khusus:
 Dengan kanulasi arteri melalui a.radialis, a.dorsalis pedis, a.karotis,
a.femoralis dapat diketahui secara kontinyu tekanan darah pasien.
 Dengan kanulasi vena sentral, v.jugularis interna-eksterna, v.subklavia,
v.basilika, v.femoralis, dapat diketahui tekanan vena sentral secara kontinyu.
 Dengan kanulasi a.pulmonalis (Swan-Ganz) dapat dianalisa curah jantung.
 Pada bayi baru lahir dapat digunakan arteri atau vena umbilikalis. Kanulasi
arteri ini dapat digunakan untuk memonitor ventilasi dengan mengukur kadar
pH, PO2, PCO2, bikarbonat dengan lebih sering sesuai dengan kebutuhan. Pada
bedah jantung yang kompleks digunakan ekokardiografi transesofageal.
Monitoring Respirasi
- Tanpa alat
Dengan inspeksi kita dapat mengawasi pasien secara langsung gerakan dada-perut
baik pada saat bernapas spontan atau dengan napas kendali dan gerakan kantong
cadang apakah sinkron. Untuk oksigenasi warna mukosa bibir, kuku pada ujung jari
dan darah pada luka bedah apakah pucat, kebiruan, atau merah muda.
- Stetoskop

19
Dengan stetoskop prekordial atau esophageal dapat didengar suara pernapasan.
 Stetoskop prekordial: terbuat dari metal, sangat berat dan berbentuk seperti
bel. Stetoskop ini diletakkan di atas dada atau pada suprasternal notch.
Meskipun berat disini bertujuan untuk mempertahankan posisinya saat
dipasang, tetapi masih diperlukan perekat dua sisi untuk lebih memperkuat,
disamping untuk memperjelas suara yang keluar.
Stetoskop ini dihubungkan dengan menggunakan extension tubing ke telinga
dokter anestesi, dan dapat memantau keadaan pasien dan lingkungan kamar
operasi secara bersama-sama. Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan
alat ini adalah reaksi alergi pada kulit, abrasi kulit dan rasa sakit saat
pelepasan stetoskop dari tubuh pasien.
 Stetoskop esophageal: terbuat dari plastic lembut berbentuk seperti kateter
dengan ujung distal yang dilindungi dengan balon. Meskipun kualitas
pemantauan napas dan suara jantung lebih baik dibandingkan stetoskop
prekordial, tapi penggunaannya tebatas pada pasien yang dilakukan intubasi.
- Pulse Oximetry
Hasil yang didapatkan dengan menggunakan pulse oximetry ini dapat dipercaya dalam
mengukur frekuensi denyut nadi dan tingkat saturasi oksigen hemoglobin secara
noninvasif, sehingga alat ini digunakan sebagai peralatan standar dalam pemantauan
selama anestesi. Komplikasi penggunaan pulse oximetry sangat jarang terjadi, tetapi
bila probe dipasang pada ekstremitas untuk jangka waktu yang lama, akan dapat
menimbulkan kerusakan kulit. Sayangnya, kelemahan dari pulse oximetry ini adalah
tanda yang diterima apabila terjadi kegagalan oksigenasi biasanya terlambat, yaitu
setelah pasien mengalami hipoksemia yang mungkin terjadi beberapa menit
sebelumnya, contohnya pada terputusnya sistem pernafasan dari mesin anestesi ke
pasien.

- Kapnometer
Kapnometer adalah alat non invasif untuk mengukur kadar CO2 pada satu siklus
respirasi di dalam sirkuit napas. Alat ini menggambarkan kadar CO2 pada fase
inspirasi dan ekspirasi serta menunjukkan kadar CO2 pada akhir ekspirasi (End Tidal
CO2 atau ETCO2). Pengukuran kadar CO2 dalam sirkuit nafas ini berguna untuk
menilai ventilasi yang adekuat, deteksi intubasi esofageal, diskoneksi sirkuit nafas
atau ventilator, problem sirkulasi dan deteksi hipertermia maligna.
Kapnografi adalah pemeriksaan gold standard pada intubasi esofageal, dimana tidak
ada atau sangat kecil CO2 terdeteksi bila dilakukannya pemasangan intubasi

20
esofageal. Peningkatan tekanan intrakranial dengan menurunkan PaCO2 dapat dengan
mudah dipantau dengan menggunakan analisa ETCO2. Penurunan secara cepat
ETCO2 adalah indikator yang sensitif terhadap terjadinya emboli udara yang sering
terjadi pada kraniotomi dengan posisi duduk.

Monitoring Suhu Tubuh


Dilakukan pada bedah lama atau pada bayi dan anak kecil. Pengukuran suhu sangat
penting pada anak terutama bayi, karena bayi mudah sekali kehilangan panas secara radiasi,
konveksi, evaporasi dan konduksi, dengan konsekuensi depresi otot jantung, hipoksia,
asidosis, pulih anestesia lambat.

Monitoring Ginjal
Indikasi untuk dilakukan pemasangan kateter urin adalah pada pasien dengan penyakit
jantung kongestif, gagal ginjal, penyakit hati lanjut, atau pasien syok. Selain itu kateterisasi
urin merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pembedahan jantung, bedah aorta atau
pembuluh darah ginjal, kraniotomi, bedah abdomen mayor, pembedahan dengan waktu lama
dan pembedahan yang kemungkinan memerlukan cairan yang banyak serta pemberian obat
diuretika selama pembedahan.
Jumlah urin yang keluar menggambarkan fungsi dan perfusi dari ginjal. Semua ini
adalah peunjuk keadaan fungsi ginjal, kardiovaskular dan volume cairan. Urin yang keluar
dianggap baik apabila volumenya lebih atau sama dengan 0,5 ml/kgBB/jam, dan bila kurang
dari jumlah tersebut perlu mendapatkan perhatian.

Monitoring Blokade Neuromuskular


Stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah cukup baik atau
sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal.

Monitoring Sistem Saraf


Pada pasien sehat sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau orientasi terhadap
personal, waktu dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak sadar, monitoring
terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respons pupil terhadap cahaya, respon terhadap
trauma pembedahan, respons terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.
21
MAINTENANCE/RUMATAN ANESTESI
Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau
dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu
tidur rinan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama
dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50
µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga
tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan
opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam.
Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk
mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan
perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol%
atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.

PEMULIHAN ANESTESI
Pada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri dengan
menghentikan pemberian obat anestesi. Pada anestesi inhalasi bersamaan dengan penghentian
obat anestesi aliran oksigen dinaikkan, hal ini disebut oksigenisasi. Dengan oksigenisasi
maka oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi inhalasi
diaveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi.
Ekstubasi pada waktu penderita masih teranestesi dalam mempunyai resiko tidak
terjaganya jalan nafas, dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai sadar. Tetapi ada operasi
tertentu ekstubasi dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam. Pada penderita
yang mendapat balance anestesi maka ekstubasi dilakukan setelah napas penderita adekuat.
Untuk mempercepat pulihnya penderita dari pengaruh muscle relaxant maka dilakukan
reverse, yaitu memberikan obat antikolinesterase.
Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan terus diobservasi dengan cara menilai
Aldrette’s score nya, nilai 9-10 bisa dipindahkan ke ruang perawatan, 6-8 observasi secara
ketat, kurang dari 5 pindahkan ke ICU, penilaian meliputi:

22
Hal yang dinilai Skor
1 Kesadaran:
Sadar penuh 2
Bangun bila dipanggil 1
Tidak ada respon 0
2 Respirasi:
Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batuk 2
Sesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan 1
Apnoe 0
3 Sirkulasi: perbedaan dengan tekanan preanestesi
Perbedaan tekanan darah diantara 20 mmHg 2
Perbedaan tekanan darah diantara 20-50 mmHg 1
Perbedaan tekanan darah lebih dari 50 mmHg 0
4 Aktivitas: dapat menggerakkan ekstremitas atas perintah:
4 ekstremitas 2
2 ekstremitas 1
Tidak dapat digerakkan 0
5 Warna kulit
Normal 2
Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik 1
Sianotik 0

Steward Score digunakan untuk anak – anak

Skor > 5 pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

23

You might also like