You are on page 1of 9

Prevalence of Dental Caries in Children

Prevalensi Karies Gigi Pada Anak

Adilla Elsandi Putri Siregar

210600095

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara

Jl. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155

Email : Dillasiregar0210@gmail.com

Abstract

Dental caries is one of the dental health problems in Indonesia. Basic health research in 2013
showed that community dental caries status was still high. Many people assume that deciduous
teeth do not need to be treated because they will be replaced by permanent teeth so that they
pay less attention to the child’s primary teeth, and the condition of the primary teeth found in
dental practice often has suffered severe damage. Dental caries is a disease of dental hard tissue
characterized by demineralization of the inorganic substances and dissolving of the organic
substances. Early childhood caries (ECC) is a serious health problem especially in young
children. The prevalence of dental caries in pre-school children is still high which may due to
the imporer way of teeth brushing as well as consuming cariogenic foods. Based on existing
data, the number of active dental caries in Indonesia in 2007 was 43,4% then, in 2013 increased
to 53,2%. According to WHO, worldwide 60-90% of children have dental caries.
Key words: Early Childhood caries, tooth brushing, deciduous teeth
Abstrak

Karies gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi di Indonesia. Riset kesehatan dasar
tahun 2013 menunjukkan status karies gigi masyarakat masih tinggi. Banyak orang
beranggapan bahwa gigi sulung tidak perlu dirawat karena akan digantikan oleh gigi permanen
sehingga kurang memperhatikan kesehatan gigi sulung anak, akibatnya keadaan gigi sulung
yang dijumpai di praktek dokter gigi sering sekali mengalami kerusakan parah. Karies gigi
adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan terjadinya demineralisasi substansi
anorganik dan penghancuran substansi organik. Karies anak usia dini merupakan masalah
kesehatan yang serius terutama dikalangan anak-anak. Prevalensi karies gigi anak usia
prasekolah yang masih tinggi disebabkan antara lain karena kebiasaan menyikat gigi yang tidak
sesuai prosedur serta kegemaran mengonsumsi makanan kariogenik. Berdasarkan data yang
ada , angka karies gigi aktif di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 43,4%, meningkat menjadi
53,2% pada tahun 2013. Menurut WHO, diseluruh dunia 60-90% anak mengalami karies gigi.
Kata kunci: karies gigi pada anak, gosok gigi, gigi sulung
PENDAHULUAN

Sumawinata (2009) dalam bukunya menjelaskan bahwa karies gigi dalam Bahasa latin berarti
kebusukan yang disebabkan oleh kuman streptococcus yang mengikis daerah email gigi. Saat
daerah email gigi sudah berlubang, bakteri mulut terutama lactobakterius dan yang lain akan
menerobos kebagian dentil dibawahnya dengan mudah dan menyebabkan kehancuran pada
gigi lebih lanjut

Masalah kesehatan gigi dan mulut dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak-anak.
Akan tetapi, anak lebih rentan terkena masalah tersebut terutama pada anak dengan umur
dibawah 10 tahun. Early childhood caries (ECC) merupakan masalah kesehatan gigi yang
paling utama dan sering terjadi pada balita, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan gigi pada anak. Prevalensi dan keparahan karies gigi pada anak-anak dibawah
usia lima tahun dibeberapa negara cukup tinggi. Menurut data survei World Health
Organization (WHO), tercatat bahwa di seluruh dunia 60-90% anak mengalami karies gigi
(WHO, 2003). Pada tahun 2010, survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia (SDKI)
menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar 80-
90%, diantaranya adalah golongan anak.

Prevalensi karies gigi di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2007 penderiita karies gigi
aktif sebesar 43,4%. Kemudian, pada tahun 2013 meningkat menjadi 53,2%. Berdasarkan data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam waktu 6 tahun telah terjadi peningkatan prevalensi
karies gigi aktif di Indonesia sebesar 9,8%.

Pengalaman karies pada bayi dan anak-anak balita dengan usia dibawah 6 tahun (71 bulan
kebawah) disebut dengan Early childhood caries (ECC),yang merupakan adanya satu atau lebih
kerusakan, kehilangan, dan tumpatan pada permukaan gigi sulung. Pada anak usia 1 tahun,
beberapa anak telah memiliki lesi karies, dan pada usia 3 tahun, sekitar 30% anak memiliki
karies ( termasuk lesi karies tanpa kavitas). Early childhood caries biasanya pertama kali
melibatkan permukaan permukaan labial dan palatal gigi insisif sulung rahang atas.
Sebagaimana kerusakan gigi berlanjut, maka karies tersebut dapat melibatkan gigi molar
sulung rahang atas bahkan seluruh gigi sulung.

Menurut American Academy PediatricDentistry (AAPD), 70% anak-anak usia 2-5 tahun
ditemukan karies. Selama bertahun-tahun telah diketahui bahwa setelah gigi sulung mulai
erupsi, konsumsi susu dengan botol saat tidur pada malam maupun siang hari yang terlalu
sering dapat menyebabkan karies anak usia dini. Secara klinis, SECC muncul pada anak usia

2
2, 3, atau 4 tahun dengan mengikuti pola dan bentuk tertentu yang khas. Pengalaman karies ini
berhubungan dengan faktor sosial dan perilaku lain yang ada di dalam keluarga.

Para orangtua sering memberikan pola makan yang tidak tepat, yaitu susu atau minuman
yang mengandung gula diberikan saat anak berada di tempat tidur, sehingga ketika mereka
tertidur, maka cairan minuman akan menggenang pada permukaan gigi rahang atas (gigi
anterior rahang bawah biasanya terlindungi oleh lidah sehingga jarang terkena). Dapat terlihat
bahwa mikroorganisme kariogenik dapat berkembang biak di dalam rongga mulut akibat cairan
minuman yang mengandung karbohidrat tersebut. Aliran saliva menurun selama anak tidur,
sehingga clearance saliva terhadap cairan minuman pada rongga mulut juga lambat.

KARIES GIGI PADA ANAK

Sumawinata (2009) dalam bukunya menjelaskan bahwa karies gigi dalam bahasa Latin
berarti kebusukan yang disebabkan oleh kuman Streptococcus yang mengikis daerah email
gigi. Saat daerah email gigi sudah berlubang, bakteri mulut terutama lactobakterius dan yang
lain akan menerobos kebagian dentil dibawahnya dengan mudah dan menyebabkan kehancuran
gigi yang lebih lanjut.

Kesehatan gigi dipengaruhi oleh kondisi kebersihan gigi dan mulut. Dewi (2011)
menyatakan bahwa kebersihan gigi dan mulut merupakan suatu keadaan gigi geligi dalam
rongga mulut dalam keadaan bersih, permukaan gigi bebas dari plak dan kotoran lain seperti
sisa makanan, debris, karang gigi serta tidak tercium bau busuk dalam mulut. Tjahyadi dan
Andini (2011) menjelaskan bahwa kondisi gigi dan mulut yang bersih dan sehat dipengaruhi
oleh perilaku perawatan gigi. Jika perilaku perawatan gigi anak buruk, maka akan
menyebabkan anak sering mengalami masalah gigi yang salah satunya adalah karies. Adapun
bagian gigi yang mudah mengalami karies adalah mahkota geraham pada parit-parit yang kecil
dan daerah celah gigi yang sulit dicapai oleh sikat gigi karena daerah tersebut merupakan
bagian gigi yang sulit dibersihkan.

Karies terjadi karena beberapa hal, yaitu kurang menjaga kebersihan mulut dan gigi, cara
menggosok gigi dan penggunaan pasta gigi yang belum tepat serta kebiasaan waktu menggosok
gigi yang belum sesuai dengan yang disarankan (Tjahyadi dan Andini, 2011). Menurut Teori
Blum, status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh 4 faktor
penting, yakni keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku dan pelayanan

3
kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan penting dalam
mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Di samping mempengaruhi status kesehatan
gigi dan mulut secara langsung, perilaku dapat juga mempengaruhi faktor lingkungan dan
pelayanan kesehatan. (Spolsky, 2000). Sehubungan dengan penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa baik buruknya kondisi kebersihan gigi dan mulut dipengaruhi oleh
frekuensi gosok gigi yang merupakan bentuk perilaku untuk mencegah kejadian karies gigi.

Karies membawa dampak buruk dan dapat mempengaruhi kualitas hidup bagi anak.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zetu (2013), karies akan menimbulkan rasa nyeri dan
ketidaknyamanan. Hal ini akan mengganggu aktivitas anak di sekolah. Anak mengalami
penurunan kemampuan dalam belajar, anak yang mengalami nyeri gigi tidak akan mengerjakan
tugas dan menjawab pertanyaan sebaik anak yang tidak diganggu oleh nyeri gigi (Sheiham,
2005). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa beberapa dampak tersebut, secara
langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kualitas pembelajaran ketika di kelas.
Dampak lain yang muncul karena karies adalah anak dapat mengalami infeksi akut ataupun
kronis, bahkan dapat menimbulkan kecacatan. Karies juga akan berpengaruh terhadap kualitas
tidur anak dan pola makan anak karena rasa nyeri yang dirasakan. Kondisi ini akan
mempengaruhi nutrisi, pertumbuhan dan pertambahan berat badan anak. Menurut Zetu (2013)
bahwa karies juga merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan tinggi,

4
karena memiliki risiko tinggi untuk dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit. Oleh karena itu,
perlu adanya perhatian khusus terhadap kesehatan gigi dan mulut.

PENYEBAB TERJADINYA KARIES GIGI

Karies adalah hasil interaksi dari bakteri dipermukaan gigi, plak atau biofilm dan diet
(khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam,
terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan
memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya.(putrid kk, 2013).

Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya karies gigi, antara lain :

1. Host (tuan rumah).

Ada beberapa hal yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies
gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel (email), dan saliva. Kawasan-kawasan
yang mudah diserang karies adalah pit dan fissure pada permukaan oklusal molar dan
premolar. Permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak yang mudah
melekat dan membantu terjadinya perkembangan karies gigi.

2. Agen atau mikroorganisme

Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas
mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang
melalaikan atau bahkan tidak peduli terhadap kebersihan gigi dan mulutnya. Plak gigi
tidak dapat dibersihkan hanya dengan cara berkumur ataupun semprotan air dan hanya
dapat dibersihkan secara sempurna dengan cara mekanis. Bakteri yang terdapat didalam
plak memegang peranan penting dalam terjadinya kerusakan gigi. Bakteri penyebab
utama terjadinya karies adalah bakteri streptococcus mutans karena mempunyai sifat
asidogenik dan asidurik.

3. Substrat (Diet)

Orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami


kerusakan gigi. Karbohidrat mampu menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi
bakteri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karbohidrat pada makanan dan

5
minuman akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang
menyebabkan demineralisasi email.

4. Waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Adanya kemampuan saliva untuk
mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan
bahwa proses karies tersebut terdiri atas perusakan dan perbaikan yang silih berganti.

Frekuensi yang terkena kariogenik (asam) akan memengaruhi pembangunan karies.


Setelah makan atau makanan ringin, bakteri di mulut mengubah metabolisme gula,
menghasilkan asam produk yang menurunkan pH. Sesuai dengan perjalanan waktu pH
kembali normal karena kapasitas buffering dari air liur dan kandungan mineral terlarut
dari permukaan gigi.

PROSES TERJADINYA KARIES

Plak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva dan berpotensi cukup besar untuk
menimbulkan penyakit pada jaringan keras gigi. Keadaan ini disebabkan karena plak
mengandung berbagai macam bakteri dengan berbagai macam hasil metabolismenya. Bakteri
stropcocus dan lactobacillus yang terdapat dalam plak yang melekat pada gigi akan
memetabolisme sisa makanan yang bersifat kariogenik terutama yang berasal dari jenis
karbohidrat yang dapat difermentasi, seperti glukosa, sukrosa, fruktosa dan maltose. Gula ini
mempunyai molekul yang kecil dan berat sehingga mudah meresap dan dimetabolisme oleh
bakteri.

6
Asam yang terbentuk dari metabolisme ini dapat merusak gigi, juga dipergunakan oleh
bakteri untuk mendapatkan energi. Asam ini akan dipertahankan oleh plak di permukaan email
dan mengakibatkan turunnya pH di dalam plak. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa
waktu, untuk kembali ke pH normal dibutuhkan waktu 30-60 menit.

Oleh karena itu, jika seseorang sering dan terus menerus mengkonsumsi gula, pHnya akan
tetap berada dibawah pH normal dan mengakibatkan terjadinya dimeneralisasi dari permukaan
emai yang rentan, yaitu terjadinya pelarutan dari kalsium yang menyebabkan terjadinnya
kerusakan email sehingga terjadi karies.

PEMBAHASAN

Pada anak-anak yang diteliti, permukaan gigi yang paling banyak ditemukan karies
adalah sisi mesial gigi insisif sentral rahang atas. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan
minum susu saat sedang tidur sehingga ketika mereka tertidur, maka cairan minuman
akan menggenang pada permukaan gigi rahang atas. Gigi anterior rahang bawah biasanya
terlindungi oleh lidah sehingga jarang terkena. Berdasarkan kuesioner orang tua,
prosentase terbesar pekerjaan orangtua adalah sebagai ibu rumah tangga, dan
berpendidikan akhir di perguruan tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan dan
pendidikan dari orangtua tidak mempengaruhi ECC dan SECC. Berdasarkan kuesioner,
15% orangtua dengan berpendidikan rendah memiliki anak dengan ECC, dan 60%
orangtua yang berpendidikan tinggi memiliki anak dengan ECC maupun SECC. Hal ini
tergantung dari perawatan dan pemeliharaan orangtua terhadap gigi anak. Selain itu,
pekerjaan orangtua sebagai ibu rumah tangga, di mana mereka memiliki waktu luang
yang lebih banyak dengan anak-anak, memiliki anak- anak yang juga terkena karies. Hal
ini mungkin disebabkan karena pemberian pola makan yang tidak tepat.

Sebanyak 92,3% orangtua membiarkan anaknya mengonsumsi minuman manis atau


susu pada malam hari hingga tertidur pulas dan 74% orangtua memberikan makanan
manis pada anak, sehingga pola makan (diet) anak kurang teratur. ECC merupakan hasil
interaksi antar faktor yang terlibat dalam karies gigi (bakteri kariogenik, diet
karbohidrat, dan faktor host). Faktor diet mencakup seringnya mengkonsumsi minuman
yang mengandung karbohidrat fermentasi (laktosa, fruktosa, dan lain-lain), khususnya
dengan botol (dot) saat tidur. Ketika botol susu diberikan pada bayi saat sedang tidur,

7
cairan minuman tersebut akan menggenang di sekitar gigi insisif rahang atas dan dapat
menyebabkan perkembangan kerusakan struktur gigi yang parah dan cepat. American
Academy of Pediatric Dentistry tidak merekomendasikan bayi mengonsumsi minuman
saat tidur dengan botol dan pemberian ASI pada malam hari harus dihindari setelah gigi
sulung pertama erupsi. Penggunaan botol susu harus dihentikan saat usia 12 hingga 14
bulan.

Makanan yang menempel pada gigi akan lebih mungkin untuk meningkatkan produksi
asam dan memberikan lingkungan bagi pertumbuhan bakteri dan dekalsifikasi enamel.
Faktor kariogenik pada makanan yang dikonsumsi juga mencakup pH dari makanan
tersebut. Seringnya mengonsumsi makanan kariogenik memiliki hubungan erat dengan
resiko perkembangan karies. Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa anak-anak sering
mengonsumsi makanan yang mengandung gula (manis). Semakin sering kontak dengan
gula saat waktu makan dan sering mengonsumsi makanan ringan, maka akan
mengakibatkan gigi semakin rentan, dan memungkinkan untuk membersihkan mulut
dalam waktu yang lama, sehingga akhirnya anak-anak kurang dapat membersihkan gigi
secara maksimal. Terdapat anak-anak yang tidak mengonsumsi makanan manis dan
tidak minum susu atau minuman manis lainnya saat malam hari, namun memiliki karies.
Hal ini mungkin disebabkan faktor kerentanan gigi (host), di mana enamel belum matang

setelah erupsi, dan adanya kerusakan enamel seperti hypoplasia.6 Penelitian ini
menunjukkan bahwa permukaan gigi yang paling banyak ditemukan karies adalah sisi
mesial insisif sentral rahang atas, dengan jumlah 11 (45,8%) anak-anak usia 2 tahun, dan
semua anak-anak usia 3 tahun. Prevalensi ECC pada kelompok anak usia 6 bulan-3 tahun
adalah 30,8%; sedangkan prevalensi SECC adalah 29,2%.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Sujipto RA, Herawati, Kuntari S. Prevalensi early childhood caries dan severe
childhood caries pada anak prasekolah digunung anyar surabaya. Dental journal
majalah kedokteran gigi 2014; 47(4): 186-189.
2. Mukhibitin F. Gambaran kejadian karies gigi pada siswa kelas 3 MI-MUTMAINNAH.
Jurnal promkes desember 2018; 6 (2): 155-166.
3. Ni Made Dena ND, Rahina Y, Gst Ayu YL, Hubungan kebiasaan jajan di kalangan
anak sekolah dasar terhadap frekuensi karies. Dalam unmas press,ed. Preparing dentist
to approach industrial revolution 4.0, Bali, 2019: 855.
4. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi&mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan. Edisi
revisi. Medan: USU Press, 2019 : 109.
5. Prisinda D, Wahyuni IS, Andisetyano P, dll. Karakteristik karies periode gigi campuran
pada anak usia 6-7 tahun di kecamatan tanjungsari sumedang. Padjajaran J Dent Res
Student Februari 2017; 1(2): 95-101.
6. Mintjelungan CN. Prevalensi Karies Gigi Sulung Pada Anak Prasekolah Di Kecamatan
Malalayang Kota Manado. Jurnal Biomedik Juli 2014; 6(2): 105-109
7. Listrianah. Indeks karies gigi ditinjau dari penyakit umum dan sekresi saliva pada anak
di sekolah dasar negeri 30 palembang 2017. JPP (Jurnal kesehatan Palembang) 2017;
12(2): 136-148.

You might also like