Professional Documents
Culture Documents
Lapkas Anestesi
Lapkas Anestesi
OLEH:
Mukhsin Daulay 110100146
Rizki Hariansyah 110100176
Roushan Fikri 110100221
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Manajemen Anestesi Pada Perdarahan Epidural”.
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melengkapi persyaratan
kepanitraan klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intesif RSUP H.
Adam Malik Medan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari laporan kasus ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
kita semua terutama untuk pengembangan ilmu kedokteran.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar...................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 2
2.1 Anatomi ................................................................................ 2
2.2................................................................................................ 4
2.3.............................................................................................. 9
2.4................................................................................................ 15
KESIMPULAN.................................................................................…. 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 19
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Lobus frontal memuat korteks motorik dan area yang berkaitan dengan
intelektual dan kebiasaan. Lobus parietal memuat korteks sensoris. Lobus
temporal berkaitan dengan sensasi auditori dan intergrasi terhadap rangsang
lainnya. Lobus osipital memuat korteks visual. Bagian medial dari korteks juga
memuat sistem limbik yang berkaitan dengan emosi dan kebiasaan.4
4
Aliran darah ke spinal cord berasal dari arteri spinal anterior, terbentuk
pada foramen magnum merupakan cabang dari tiap arteri vertebra, dan m dan dari
pasangan arteri spinal posterior. Arteri anterior mengalirkan darah ke dua per tiga
cord. Terdapat aliran tambahan dari arteri segmental dan aliran langsung dari
aorta biasanya setingkat rongga intervertebral thorakal kesebelas. Arteri ini
dinamakan arteri Adamkiewicz dan merupakan sumber besar darah ke setengah
bawah spinal cord pada kebanyakan orang.4
2.2.2 Etiologi5
Kausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :
- Trauma kepala
- Sobekan a/v meningea mediana
- Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum
- Ruptur v diplorica
Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya
fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea
mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95 % kasus, sedang
sisanya ( 9 % ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur
terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara.
7
Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi,
umumnya disebabkan oleh laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal
atau tulang sfenoid.
2.2.3 Klasifikasi5
Berdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi :
1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma
2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam – 7 hari
3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7
2.2.4 Patofisiologi5
Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam
waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu
berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan
terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah
meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal
pada squama temporal.
2.2.6 Terapi5
Hematom epidural adalah tindakan pembedahan untuk evakuasi secepat mungkin,
dekompresi jaringan otak di bawahnya dan mengatasi sumber perdarahan.
Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 jam untuk menghindari
terjadinya pengumpulan darah yamg baru.
- Trepanasi–kraniotomi, evakuasi hematom
- Kraniotomi-evakuasi hematom
memberikan posisi netral untuk intubasi pada pasien trauma. Jika terjadi kesulitan
intubasi dengan laringoskopi video, fiberoptik atau teknik lain (seperti intubasi
LMA) dapat dilakukan. Jika usaha jalan nafas gagal, jalan nafas surgical harus
diperoleh. Intubasi nasal blind dikontraindikasikan pada kejadian fraktur dasar
tengkorak, yyang ditandai dengan rinorea cairan serebrospinal atau otorea,
hemotimpanum, ekimosis jaringan periorbital (raccoon sign) atau di belakang
telinga (battle’s sign).
Hipotensi pada pasien trauma kepala sering terjadi disertai cedera lainnya
(sering cedera intra abdomen). Pada anak-anak, sering disebebkan pendarahan
dari laserasi kulit kepala. Hipotensi juga dapat ditemukan pada cedera spinal cord
karena simpatektomi berhubungan dengan syok spinal. Pada pasien dengan cedera
kepala, koreksi hipotensi dan kontrol pendarahan didahulukan daripada
pemeriksaan radiologi dan terapi definitif bedah saraf karena tekanan sistoloik
arteri yang kurang dari 80 mmHg diprediksi memiliki luaran yang buruk. Larutan
mengandung glukosa atau hipotonik tidak boleh digunakan, sedangkan campuran
koloid, kristaloid, dan produk darah dapat diberikan bila perlu. Pendarahan berat
pada pasien dengan cedera multipel harus mengikuti protokol pemberian transfusi
darah untuk memenuhi kebutuhan platelet, fresh frozen plasma, dan packed red
blood cells. Monitoring tekanan ateri invasif, tekanan vena sentral, dan tekanan
intra kranial bermanfaat namun jangan sampai menunda diagnosis dan
penatalaksanaan. Aritmia dan kelainan elektrokardiografi pada gelombang T,
gelombang U, segmen ST dan QT interval sering terjadi pada cedera kepala,
namun belum tentu akibat dari cedera jantung karena lebih menggambarkan
gangguan fungsi otonom.
Pemilihan antara manajemen operatif atau obat-obatan pada trauma kepala
didasarkan pada temuan radiologis dan klinis. Pasien harus stabil terlebih dahulu
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pasien dengan kondisi kritis harus di
monitoring ketat selama pemeriksaan. Pasien yang tidak koperatif atau gelisah
mungkin memerlukan tambahan general anestesia. Sedasi tanpa kontrol jalan
nafas harus dihindari karena berisiko terjadi peningkatan tekanan intra kranial
akibat hiperkapnia atau hipoksemia.
11
atau toraks, penyakit sebelumnya, dan tingkat kesadaran sebelum operasi. Pasien
berusia muda yang sadar sebelum operasi dapat di ekstubasi saat penanganan lesi
lokal, dimana pasien dengan cedera otak difus harus tetap di intubasi. Hipertensi
intrakranial persisten memerlukan paralisis, sedasi, dan hiperventilasi yang
berkelanjutan.
2.3.3 Manajemen Postoperatif6
Bila pasien prabedah GCS 8 kebawah, pasca bedah tetap diintubasi. Bila
masih tidak sadar, pasien mungkin dilakukan ventilasi mekanik atau nafas
spontan. Harus diperhatikan bahwa pasien dalam keadaan posisi netral-head up,
jalan nafas bebas sepanjang waktu, normokapni, oksigenasi adekuat, normotensi,
normovolemia, isoosmoler, normoglikemia, normotermia (35-360C). Berikan
fenitoin sampai 1 minggu pascabedah untuk profilaksis kejang. Nutrisi enteral
dimulai dalam 24 jam pascabedah.
13
BAB 3
LAPORAN KASUS
1. Anamnesis
H, Lelaki 56 tahun, dibawa ke IGD RSUP HAM dengan keluhan utama luka
robek pada kepala sejak ±1 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien
berkelahi dengan tetangga kemudian pasien dibacok dengan menggunakan parang
Riwayat Mual (-) , muntah(-). Pingsan (-) kejang (-).
RPT : Tidak ada
RPO : Tidak ada
2. Time Sequence
08 Desember 2016 23.30 WIB Pasien tiba di IGD RSUP HAM
09 Desember 2016 00.00 WIB Hecting situational
09 Desember 2016 00.15 WIB Konsul anestesi untuk pendampingan CT-SCAN
09 Desember 2016 00.20 WIB ACC pendampingan anestesi
Konsul tindakan anestesi pro Craniectomy
09 Desember 2016 01.10 WIB
debridement + evulsi EDH
09 Desember 2016 02.50 WIB ACC tindakan operasi
09 Desember 2016 14.17 WIB Operasi dimulai
09 Desember 2016 16.10 WIB Operasi selesai
09 Desember 2016 16.25 WIB Pasien dipindahkan ke RR IGD
Pasien dipindahkan ke ruangan RB4A Bedah
10 Desember 2016 22.30 WIB
Syaraf
3. Primary Survey
Crowing (-)
C-spine stabil
HR: 110x/menit,
regular
Perdarahan: +
15
UOP =sudah
terpasang kateter
100 cc warna
kuning pekat
4. Secondary Survey
B1 : Airway clear, C-spine stabil, RR: 20 x/menit, SP : Vesikuler, ST: -/- ,
S/G/C : -/-/-, riwayat asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/-, SaO2 : 99% ,
gerakan leher: terbatas
B2 : Akral: H/M/K, TD: 120/80 mmHg, HR: 110 x/menit, reg, T/V: cukup,
CRT: < 2 detik,
B3 : Sens: Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), pupil: isokor, RC : +/+
B4 : UOP (+) volume: ±125cc/jam, warna : kuning jernih terpasang kateter
urine
B5 : Abdomen: simetris, soepel, peristaltik (+) normal
B6 : Edema (-), fraktur (+),
16
A : Tidak ada
M : Tidak ada
P : Tidak jelas
L : Tidak jelas
E : Pasien mengalami luka dibagian kepala
5. Penanganan IGD
Head up 30°
Pemasangan IV line 18G, threeway, transfusion set, pastikan lancar
Beri oksigen 8 L/menit via Non-Rebreathing Mask
IVFD RL guyur
Pasang monitor untuk memantau hemodinamik
Pasang foley catheter untuk memantau urine output
Ambil sampel darah pemeriksaan laboratorium darah rutin, cross
match
Pemeriksaan penunjang : EKG, radiologi foto thorax dan Head CT-
Scan
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium IGD
08 Desember 2016 (23.55)
Pemeriksaan Elektrokardiografi
18
Pemeriksaan Radiologi
6. Diagnosis
HI GCS 15 + EDH (R) frontal + Open (R) frontal depressed Fx.
7. Penatalaksanaan
IVFD RL guyur
Inj Ketorolac 30 mg/8jam
Inj Ranitidine 50 mg/12jam
Inj ceftriaxone 1 gr /12 jam
Inj tetagam 200 iu
Inj metronidazol 500 mg/ 12 jam
Cek elekrtolit , KGDS , Albumin, AGDA
RENCANA TINDAKAN
Tindakan : Craniectomy + evaluasi EDH
PS-ASA : 3E
Teknik Anestesi : GA-ETT
Posisi : supine
Operasi selesai pada pukul 16.10 dan pasien dipindahkan ke RR IGD tanggal 09
20
11/12/2016
S:Nyeri luka post Op.
O:
B1: Airway clear. S/G/C: -/-/-, RR 18 x/i, SaO2 99% .
B2: Akral : H/M/K, CRT < 2’ , TD: 120/80 mmHg , HR: 100x
21
12/11/2016
S: Nyeri luka Post op
O:
B1: Airway clear. S/G/C: -/-/-, RR 18 x/i, SaO2 99% .
B2: Akral : H/M/K, CRT < 2’ , TD: 120/70 mmHg , HR: 88x/i
B3: Sens CM, Pupil isokor
B4: OUP (+)
B5: Abdomen soepel, peristaltik (+)
B6: edema (-), fraktur (-)
13/11/2016
S: -
O:
B1: Airway clear. S/G/C: -/-/-, RR 18 x/i, SaO2 99% .
B2: Akral : H/M/K, CRT < 2’ , TD: 120/70 mmHg , HR: 80x/i
B3: Sens CM, Pupil isokor
B4: OUP (+)
B5: Abdomen soepel, peristaltik (+)
B6: edema (-), fraktur (-)
BAB 4
DISKUSI KASUS
3. Anisokor pupil
4. Terapi
Hematom epidural adalah tindakan Pasien ini dilakukan operasi
pembedahan untuk evakuasi secepat kraniektomi dan evakuasi EDH
mungkin, dekompresi jaringan otak <24 jam.
di bawahnya dan mengatasi sumber
perdarahan.
Biasanya pasca operasi dipasang
drainase selama 2 x 24 jam untuk
menghindari terjadinya pengumpulan
darah yamg baru.
- Trepanasi–kraniotomi, evakuasi
hematom
- Kraniotomi-evakuasi hematom
25
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Olson DA, 2016. Head Injury. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1163653-overview [diakses tanggal 14
Desember 2016]
2. Liebeskind DS, 2014. Epidural Hematoma. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1137065-overview [diakses tanggal 14
Desember 2016]
3. Adrian S, Rahardjo S, Saleh SC, 2015. Penatalaksanaan Perioperatif pada
Epidural Hemorrhage Dengan Herniasi Serebral. Jurnal Neuroanestesi Indonesia.
h:187-92
4. Nathanson M, Mopet IK, Wiles M, 2011. Anatomy and Physiology in
Oxford Specialist Handbook in Anaesthesia Neuroanaesthesia. Oxford University
Press. Nottingham, UK. h:2-5.
5. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD, 2013. Anesthesia for
Neurosurgery in Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. Mc Graw-Hill
Education. 5th ed. h: 602-4
6. Bisri T, 2008. Dasar-Dasar Neuroanestesi. Olah Saga Citra. Bandung.