You are on page 1of 15

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK (IN VITRO)

BATANG PISANG (Musa paradisiaca) PRODUK ENSILASE DENGAN


PENAMBAHAN SUMBER NITROGEN DAN
SULFUR SEBAGAI PAKAN SAPI

DRY MATTER AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY (IN VITRO) OF


BANANA PSEUDOSTEM (Musa paradisiaca) ENSILAGE
PRODUCT WITH SOURCE NITROGEN AND
SULPHUR ADDITION AS CATTLE FEED

Bartholomeus Galih Yuliarto*, Budi Ayuningsih** dan Ana Rochana**


*
Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
**
Staff Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
1
Email : bartolomeusgalih@gmail.com

ABSTRACT
The aim of the research was to know dry matter and organic matter digestibility
(in vitro) of banana pseudostem (Musa paradisiaca) ensilage product with source
nitrogen and sulphur addition as cattle feed. The research was conducted from
January-February 2015 at Laboratory of Ruminants Nutrition and Feed
Chemistry, Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University. Research
methods used Complete Randomized Design with 3x3 factorial. The first factor
was addition of 2%, 2,5% and 3% nitrogen, and second factor was addition of
0,1%, 0,15% and 0,2% sulphur, each treatment was repeated three times. The
variables measured were the digestibility of dry matter and organic matter. The
data were analyzed using analysis of varian and Duncan’s multiple range test. The
result showed that the adittion of source nitrogen and sulphur on banana
pseudostem ensilage proccess had affect on dry matter and organic matter
digestibility (P<0,05). Conclusion of this research is the addition of 2,5% nitrogen
and 0,15% sulphur on banana pseudostem ensilage proccess produced dry matter
(64,48%) and organic matter (56,18%) digestibility highest.

Key words : banana pseudostem, nitrogen, sulphur, ensilage, digestibility

ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan
organik (in vitro) batang pisang (Musa paradisiaca) produk ensilase dengan
penambahan sumber nitrogen dan sulfur sebagai pakan sapi. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2015 di Laboratorium Nutrisi Ternak
Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 1


Padjadjaran. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pola faktorial 3x3. Faktor pertama adalah penambahan 2%, 2,5% dan 3%
nitrogen, sedangkan faktor kedua adalah penambahan 0,1%, 0,15% dan 0,2%
sulfur dan setiap perlakuan diulang 3 (tiga) kali. Peubah yang diukur kecernaan
bahan kering dan bahan organik. Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan
uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase batang pisang memberikan
pengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik (P<0,05).
Kesimpulan penelitian adalah bahwa penambahan 2,5% nitrogen dan 0,15% sulfur
dalam proses ensilase batang pisang menghasilkan kecernaan bahan kering
(64,48%) dan kecernaan bahan organik (56,18%) (in vitro) paling tinggi.
Kata kunci : batang pisang, nitrogen, sulfur, ensilase, kecernaan

PENDAHULUAN
Pemanfaatan limbah perkebunan pisang berupa batang pisang telah banyak

digunakan sebagai pakan sumber serat untuk ternak ruminansia namun dalam

aplikasinya batang pisang hanya diberikan secara langsung tanpa melalui

pengolahan terlebih dahulu sehingga nilai manfaatnya rendah. Batang pisang

mengandung TDN 38,9% (Sutardi, 1980). Kandungan air batang pisang sebesar

96,4% dan komposisi zat makanannya berdasarkan bahan kering mengandung

protein kasar 2,4% (Pezo dan Fanola, 1980). Kandungan Serat kasar 31,7%,

lemak kasar 3,2%, abu 18,4%, dan BETN 31,6%. Kandungan hemiselulosa

18,7%, selulosa 35,2% dan lignin 9,2% berdasarkan bahan kering batang pisang

(Poyyamozhi dan Kadirvel, 1986; Gerona dkk., 1987). Berdasarkan hasil analisis

tesebut batang pisang memiliki TDN yang rendah, kandungan serat kasar yang

tinggi, dan kandungan protein kasar yang rendah.

Tingginya kandungan lignin pada batang pisang akan berpengaruh

terhadap kerja enzim mikroba dalam mencerna selulosa dan hemiselulosa dalam

rumen (Sutardi, 1980). Selulosa dan hemiselulosa merupakan komponen utama

penyusun dinding sel tanaman dan berikatan dengan zat kompleks yang sulit

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2


dicerna yaitu lignin yang membentuk lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Selain

itu terdapatnya tannin yaitu, suatu senyawa phenol yang akan mengganggu

kecernaan bahan organik, khususnya protein dengan terbentuknya ikatan

kompleks tannin – protein yang sulit dicerna dalam sistem pencernaan domba

(Dhalika dkk., 2011).

Aplikasi teknologi untuk meningkatkan nilai manfaat biologis limbah

perkebunan seperti batang pisang perlu dilakukan, antara lain dengan bioproses

menggunakan metode fermentasi anaerob (ensilase). Metode ini dapat digunakan

untuk mengawetkan dan meningkatkan nilai nutrien bahan pakan yang kualitas

nutriennya rendah, dengan menambahkan sumber nitrogen dan sulfur.

Penambahan seperti nitrogen dan sulfur yang akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan bakteri asam laktat didalam substrat. Tujuan

pemberian sumber nitrogen dan sulfur yaitu untuk menghindari mikroba

memanfaatkan nutrien yang terkandung dalam batang pisang yang diawetkan dan

memberi nutrien pada mikroba supaya tumbuh cepat dan stabil (Sapienza dan

Bolsen 1993).
Sumber nitrogen mempunyai fungsi fisiologis bagi mikroba karena

merupakan bagian dari protein, asam nukleat dan koenzim (Fardiaz, 1988).

Sumber nitrogen yang biasa digunakan adalah nitrogen anorganik yaitu berupa

urea. Urea, yaitu senyawa yang mengandung unsur nitrogen yang cukup tinggi

sekitar 46,67% sehingga dapat menyokong perkembangbiakan bakteri.

Penambahan 0,5% urea pada fermentasi anaerob (ensilage) dapat meningkatkan

konsentrasi asam laktat, dan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap proses

fermentasinya (Ceci dkk., 2001). Penambahan urea dapat menghasilkan ammonia

sehingga dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 3


komponen dinding sel berupa selulosa dan hemiselulosa dari bahan pakan yang

difermentasi secara anaerob (Bolsen dkk., 1992).

Pertumbuhan mikroba yang optimal memerlukan ketersediaan nutrien

yang cukup seperti nitrogen, asam-asam amino, mineral dan vitamin. Salah

satunya ialah sulfur. Fungsi utama S adalah untuk menyokong pembentukan

asam amino yang mengandung sulfur seperti sistein dan methionin untuk sintesa

protein mikroba, di samping itu juga penting untuk sintesa beberapa vitamin

(thiamin dan biotin) serta koenzim. Jumlah sulfur yang dibutuhkan untuk

perkembangan mikroba rumen sangat dipengaruhi oleh laju metabolisme protein

dan berbanding lurus dengan kebutuhan nitrogennya (Arora, 1995). Sumber sulfur

yang dapat dipergunakan sebagai suplemen, diantaranya adalah garam sulfat

seperti ammonium sulfat, natrium sulfat dan kalsium sulfat (Preston dan Leng,

1987).

Kecernaan bahan kering diukur untuk mengetahui jumlah nutrien yang

diserap oleh tubuh. Melalui analisis, jumlah bahan kering dalam ransum maupun

dalam feses dapat diketahui selisihnya yang merupakan jumlah bahan kering yang
dapat dicerna. Semakin sedikit jumlah bahan kering yang terdapat dalam feses

maka semakin tinggi kecernaan bahan kering dalam suatu bahan pakan. Hal ini

disebabkan oleh banyaknya zat-zat makanan yang dapat diserap oleh tubuh

(Tilman, dkk., 1998).

Bahan organik merupakan sumber energi untuk fungsi tubuh dan produksi.

Pengukuran kecernaan bahan organik dalam pasca rumen meliputi kecernaan zat-

zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak,

dan vitamin (Gatenby, 1986). Kecernaan bahan kering dan bahan organik dapat

dijadikan indikator tingkat kemudahan bahan kering dan bahan organik pakan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 4


atau ransum didegradasi oleh mikroba rumen dan dicerna oleh enzim pencernaan

di pasca rumen (Tanuwiria, 2004).

MATERI DAN METODE

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan

Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.

Materi Penelitian
Materi penelitian terdiri atas batang pisang limbah pemanenan buah pisang

ambon, batang pisang yang digunakan yaitu bagian pertengahan diperoleh dari

Desa Cijeruk, Kecamatan Pamulihan, Sumedang. Bahan yang dipergunakan

sebagai sumber nitrogen, adalah urea yang diproduksi PT. Pupuk Kujang,

Cikampek dengan kandungan nitrogen sebesar 46,67%. Bahan yang dipergunakan

sebagai sumber sulfur, yaitu Natrium Sulfat (Na 2SO4) yang diperoleh dari PT.

Brata Chem, Bandung dengan kandungan sulfur sebesar 22,5%. Molases

digunakan untuk sumber energi bagi pertumbuhan mikroba pada proses ensilase.
Molases ditambahkan sebanyak 5% dari bobot segar batang pisang pada setiap

satuan percobaan yang dibuat. Molases diperoleh dari KSU Tandangsari,

Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Cairan rumen yang digunakan

dalam penelitian diambil dari rumah pemotongan hewan Ciroyom, Bandung.

Cairan rumen ini diambil dari rumen sapi potong.

Rancangan Percobaan

Percobaan dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan

Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 3 x 3. Faktor pertama adalah

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 5


penambahan 2%, 2,5% dan 3% nitrogen, sedangkan faktor kedua adalah

penambahan 0,1%, 0,15% dan 0,20% sulfur, setiap perlakuan diulang 3 (tiga) kali.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, dilanjutkan dengan uji

Jarak Berganda Duncan (Gaspersz, 1995).

Prosedur Pembuatan Produk Ensilase Batang Pisang

Batang pisang yang telah dibersihkan dari beberapa helai seludang daun

yang telah kering dicacah dengan ukuran 2-3 cm. Berdasarkan kapasitas silo

ditimbang batang pisang hasil cacahan sebanyak 1,3 kg, kemudian ditebarkan
diatas plastik alas secara merata, selanjutnya ditaburkan molases sebanyak 5%

dari bobot segar batang pisang secara merata, sebelumnya pada molases telah

ditambahkan sumber nitrogen dan sulfur sesuai perlakuan dan diaduk supaya

larut. Batang pisang yang telah ditambah molases, sumber nitrogen (urea) dan

sulfur (natrium sulfat) diaduk sampai homogen, semua bahan tercampur merata.

Masukan bahan tersebut secara bertahap kedalam toples yang telah dilapisi

plastik, setiap tahap pengisian dilakukan pemadatan untuk mengeluarkan oksigen

semaksimal mungkin dari dalam toples yang dilapisi plastik dan dilakukan vacum
untuk mengeluarkan udara yang tersisa di dalam. Kemudian tutup rapat

menggunakan penutupnya untuk mendapatkan kondisi anaerob. Simpan selama

21 hari, setelah fermentasi selesai, diambil sampel untuk keperluan analisis kimia

dan keperluan penelitian.

Prosedur Analisis In Vitro

Prosedur pengujian secara in vitro berpedoman kepada metode Tilley dan

Terry (1963). Pengukuran nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan

organik diukur dengan menggunakan metode Tilley dan Terry (1963).

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 6


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering suatu bahan pakan adalah kecernaan bahan

organik dan anorganik bahan pakan tersebut. Kecernaan bahan kering yang tinggi

menunjukkan tingginya nutrien yang dicerna. Semakin tinggi nilai kecernaan

suatu bahan pakan, berarti semakin tinggi kualitas bahan pakan tersebut. Hasil

penelitian pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses

ensilase batang pisang terhadap kecernaan bahan kering disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Nilai Kecernaan Bahan Kering Hasil Penelitian


Ulangan
Perlakuan Rataan
1 2 3
.............................................%..........................................
P1 59,47 59,95 59,35 59,59
P2 60,79 60,88 59,53 60,40
P3 59,35 59,57 58,65 59,19
P4 61,74 62,08 61,44 61,75
P5 64,80 64,03 64,60 64,48
P6 61,97 60,78 61,82 61,52
P7 58,18 57,90 59,20 58,43
P8 56,43 56,82 57,24 56,83
P9 54,40 54,72 55,17 54,76
Keterangan:
P1 = N1S1 (Nitrogen 2% + Sulfur 0,10%)
P2 = N1S2 (Nitrogen 2% + Sulfur 0,15%)
P3 = N1S3 (Nitrogen 2% + Sulfur 0,20%)
P4 = N2S1 (Nitrogen 2,5% + Sulfur 0,1%)
P5 = N2S2 (Nitrogen 2,5% + Sulfur 0,15%)
P6 = N2S3 (Nitrogen 2,5% + Sulfur 0,2%)
P7 = N3S1 (Nitrogen 3% + Sulfur 0,10%)
P8 = N3S2 (Nitrogen 3% + Sulfur 0,15%)
P9 = N3S3 (Nitrogen 3% + Sulfur 0,20%)

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa nilai kecernaan bahan kering

hasil penelitian berkisar antara 54,76% sampai 64,48%. Nilai kecernaan bahan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 7


kering tertinggi dicapai oleh P5 yaitu sebesar 64,48%, dan nilai terendah

dihasilkan oleh P9 yaitu sebesar 54,76%.

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan nyata

(P<0,05) mempengaruhi kecernaan bahan kering. Selain itu terdapat pengaruh

interaksi antara penambahan nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase batang

pisang terhadap kecernaan bahan kering. Guna mengetahui perbedaan antar

perlakuan maka dilakukan uji Duncan yang hasilnya tertera Tabel 2.

Tabel 2. Signifikansi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan


Kering dengan Uji Jarak Berganda Duncan
Sulfur (S)
Nitrogen (N) Rataan
0,10% (S1) 0,15% (S2) 0,20% (S3)
2,00% (N1) 59,59 ab 60,40 b 59,19 a 59,73 b
B B B
2,50% (N2) 61,75 a 64,48 b 61,52 a 62,58 c
C C C
3,00% (N3) 58,43 c 56,83 b 54,76 a 56,67 a
A A A
Rataan 59,92 B 60,57 C 58,49 A
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda ke arah
kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), sedangkan huruf kapital yang
berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat hasil interaksi antara N dan S yang

menghasilkan nilai kecernaan bahan kering paling tinggi diperoleh pada interaksi

N2S2 dengan nilai 64,48%. Tingginya kecernaan bahan kering pada perlakuan N

2,5% dan S 0,15% adalah karena imbangan N dan S tersebut sesuai dengan

imbangan yang dibutuhkan oleh bakteri pada saat ensilase dan mikroba rumen.

Hal ini sejalan dengan pendapat Bird (1973) bahwa imbangan N : S (15 : 1) sesuai

untuk sintesis protein mikrobial dalam rumen serta pendapat Walker dan Nader

(1968) rasio N : S dalam protein mikroba berkisar antara 11 : 1 hingga 22 : 1,

dengan perbandingan rata-rata 14 : 1.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 8


Terpenuhinya kebutuhan N dan S yang berfungsi dalam pembentukan sel

dan metabolit bakteri ensilase menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan

bakteri menjadi optimal, akibatnya populasi bakteri dalam proses ensilase menjadi

seimbang, bakteri saat proses ensilase akan menghasilkan asam laktat. Asam

laktat yang dihasilkan menyebabkan terjadinya proses pelonggaran ikatan

lignoselulosa dan lignohemiselulosa pada substrat batang pisang dan mengubah

karbodidrat dalam bentuk yang kompleks menjadi gula sederhana. Akibatnya

kecernaan meningkat karena selulosa, hemiselulosa dan gula sederhana lebih

mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Jackson

(1977) penambahan sumber nitrogen dan sulfur dapat melarutkan sebagian

komponen serat kasar termasuk silika, dan longgarnya ikatan lignoselulosa.

Dengan demikian ketersediaan zat makanan untuk dicerna semakin tinggi.

Melonggarnya ikatan lignoselulosa akan memudahkan penetrasi enzim yang

dihasilkan mikroba rumen lebih sempurna serta meningkatkan kecernaan bahan

kering, dinding sel, TDN (Total Digestible Nutrient) dan DE (Digestible Energy).

Hasil kecernaan bahan kering penelitian menunjukkan masih dalam


kisaran normal. Hal ini sesuai pendapat Schneider dan Flatt (1975) bahwa kisaran

normal kecernaan bahan kering suatu bahan pakan adalah 50,7 - 59,7%. Sejalan

pula dengan penelitian Nurhaita dkk., (2010) kecernaan bahan kering daun sawit

terfermentasi yang disuplementasi nitrogen, sulfur, fosfor dan daun ubi kayu

berkisar 51,51 - 61,59%.

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik terdiri atas kecernaan karbohidrat, protein,

lemak dan vitamin serta erat kaitannya dengan kandungan bahan anorganik (abu).

Kecernaan bahan organik dapat dipengaruhi oleh kandungan abu. Jika kandungan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 9


abu tinggi akan mengakibatkan kandungan bahan organik menjadi lebih rendah.

Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur

dalam proses ensilase batang pisang terhadap kecernaan bahan organik disajikan

pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa nilai kecernaan bahan organik

berkisar antara 39,27% - 56,18%. Nilai kecernaan bahan organik tertinggi

terdapat pada P5 yaitu sebesar 56,18%, dan nilai kecernaan bahan organik

terendah terdapat pada P9 yaitu sebesar 39,27%.

Tabel 3. Rataan Nilai Kecernaan Bahan Organik Hasil Penelitian


Ulangan
Perlakuan Rataan
1 2 3
.............................................%..........................................
P1 46,68 47,02 46,52 46,74
P2 46,59 48,96 48,21 48,25
P3 47,49 41,75 39,79 41,34
P4 50,83 51,74 51,69 51,42
P5 55,42 56,17 56,94 56,18
P6 49,30 49,85 48,42 49,19
P7 44,39 48,96 48,21 47,19
P8 44,15 46,43 46,02 45,53
P9 40,09 39,51 38,22 39,27
Keterangan:
P1 = N1S1 (Nitrogen 2% + Sulfur 0,10%)
P2 = N1S2 (Nitrogen 2% + Sulfur 0,15%)
P3 = N1S3 (Nitrogen 2% + Sulfur 0,20%)
P4 = N2S1 (Nitrogen 2,5% + Sulfur 0,10%)
P5 = N2S2 (Nitrogen 2,5% + Sulfur 0,15%)
P6 = N2S3 (Nitrogen 2,5% + Sulfur 0,20%)
P7 = N3S1 (Nitrogen 3% + Sulfur 0,10%)
P8 = N3S2 (Nitrogen 3% + Sulfur 0,15%)
P9 = N3S3 (Nitrogen 3% + Sulfur 0,20%)
Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan nyata

(P<0,05) mempengaruhi kecernaan bahan organik. Selain itu terdapat pengaruh

interaksi antara penambahan nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase batang

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 10


pisang terhadap kecernaan bahan organik. Guna mengetahui perbedaan antar

perlakuan maka dilakukan uji Duncan yang hasilnya tertera Tabel 4.

Tabel 4. Signifikansi Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan


Organik dengan Uji Jarak Berganda Duncan
Sulfur (S)
Nitrogen (N) Rataan
0,10% (S1) 0,15% (S2) 0,20% (S3)
2,00% (N1) 46,74 b 48,25 b 41,34 a 45,45 b
A B B
2,50% (N2) 51,42 b 56,18 c 49,19 a 52,26 c
B C C
3,00% (N3) 47,19 b 45,53 b 39,27 a 43,10 a
A A A
Rataan 48,45 B 49,99 C 43,27 A
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda ke arah kolom
menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), sedangkan huruf kapital yang
berbeda ke arah baris menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat hasil interaksi antara N dan S yang

menghasilkan nilai kecernaan bahan organik paling tinggi diperoleh pada interaksi

N2S2 dengan nilai 56,18%. Tingginya kecernaan bahan organik pada perlakuan

N 2,5% dan S 0,15% adalah karena kebutuhan nitrogen dan sulfur telah tercukupi

untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada saat proses ensilase dan untuk

mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Cassio dkk., (2014) bahwa

penambahan sulfur perlu dilakukan apabila unsur nitrogen mudah terdegradasi

seperti urea ditambahkan dalam ensilase, dengan perbandingan S : N untuk

protein mikrobial sebesar 0,067 atau perbandingan N : S sebesar 15 : 1. Hal ini

diperkuat oleh pernyataan Kushver (2013) penambahan sulfur sangat diperlukan

untuk menyokong pembentukan asam amino yang mengandung gugus sulfur yaitu

metionin dan sistein. Asam amino yang mengandung gugus sulfur tersebut akan

dijadikan prekursor untuk pembentukan protein mikroba. Jumlah sulfur yang

dibutuhkan oleh mikroba dalam rumen untuk sintesis protein mikroba berkisar

dari 0,11 % hingga 0,20 %.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 11


Tingginya nilai kecernaan bahan organik yang dihasilkan karena terjadi

pemuaian jaringan dinding sel substrat batang pisang sehingga meningkatkan

fleksibilitas dinding sel, dan pada akhirnya akan memudahkan penetrasi enzim

selulase yang dihasilkan mikroba rumen. Semakin banyak penetrasi enzim maka

semakin baik degradasi bahan organik dan akan meningkatkan kecernaan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Fathul dan Wajizah (2010) bahwa banyaknya bahan

organik yang didegradasi akan meningkatkan kecernaan bahan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kecernaan bahan organik rata-

rata berada di bawah kisaran normal dan ada pula yang di atas kisaran nilai

normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Firsoni dkk., (2008) nilai kecernaan

bahan organik berkisar antara 48,26 - 53,75%. Demikian pula hasil penelitian

Nurhaita dkk., (2008) kecernaan bahan organik daun sawit terfermentasi yang

disuplementasi mineral sulfur dan fosfor berkisar 49,15% - 52,68%.

KESIMPULAN

1) Penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase batang

pisang memberikan pengaruh positif terhadap kecernaan bahan kering dan

bahan organik.

2) Penambahan 2,5% nitrogen dan 0,15% sulfur dalam proses ensilase batang

pisang menghasilkan kecernaan bahan kering (64,48%) dan kecernaan

bahan organik (56,18%) (in vitro) paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R.


Muwarni. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 12


Bird, P.R. 1973. Sulphur metabolism and excretion studies in ruminant. XII.
Nitrogen and Sulphur composition of ruminal bacteria. Aust. J. Biol. Sci.
26: 1429
Bolsen, K.K., G. Ashbell., and J.M. Wilkinson, 1992. Silage Additifs in
Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. R.J. Wallace and A.
Chesson Eds. VCH, Weinheim.
Cassio, J. S., Fernando, P. L., Jose, C. P., Marcone G. C., Leonardo M. M., Tadeu
S. O., and Claudilene L. A. 2014. Sulfur Sources in Protein Supplements for
Ruminant. Revista. Brasileira de Zootecnia. 43(10):537-543.
Cecci. I.H., P. Tatli., F. Gurdogan and N. Birben. 2001. The Effect on The
Digestibility Nutrients Matter and Metabolism in The Ruminant. University
of New England, Armidale. Australia.
Dhalika T, A. Budiman, Mansyur, dan B. Ayuningsih. 2011. Nilai Nutrisi Batang
Pisang dari Produk Bioproses (Ensilage) Sebagai Ransum Lengkap. Jurnal
Ilmu Ternak. 11 (1): 17-23.
Fardiaz, S. 1988. Mikrobiologi Pangan I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Fathul, F dan S. Wajizah. 2010. Penambahan Mikromineral Mn dan Cu dalam
Ransum terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba secara In Vitro.
JITV 15(1) : 9-15.
Firsoni, J. Sulistyo, A.S. Tjakradijaja dan Suharyono. 2008. Uji Fermentasi In
Vitro Terhadap Pengaruh Suplemen Pakan dalam Pakan Komplit. Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. hal : 233-240
Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Jilid 1.
Bandung : Tarsito.
Gatenby, R.M. 1986. Sheep Production in the Tropics and Sub Tropics. Edisi ke-
1. Longman inc., New York.
Gerona, G.R, S.L. Sanchez, O.B. Posas, G.A.P. Anduyan, A.F. Jaya, and C.G.
Barrientos. 1987. Utilization of banana plant residue by ruminants. In:
Dixon. R.M. ed. Ruminants Feeding System Utilizing Fibrous Agricultural
Residues. Canberra. p. 147-151.
Jackson, M.G. 1977. The alcali treatment of straw, Anim. Feed Sci and Tech. 2 :
105 – 130.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 13


Kushver, Q. M. 2013. Synthesis of Microbial Protein in Rumen and the Influence
of Different Factors on this Process. J. Fac. Vet. Med. istanbul Univ. 39 (1),
131-135.
Nurhaita, N. Jamarun, L Warly, Mardiati Z., dan R. Saladin. 2008. Efek
suplementasi mineral Sulfur dan Phosporpada daun sawit amoniasi
terhadap kecernaan zat makanan secara in-vitro dan karakteristik cairan
rumen. J. Pengembangan Peternakan Tropis 33: 51-58.
________________________________________. 2010. Sintesis protein mikroba
pada domba yang mendapat ransum daun sawit amoniasi yang
disuplementasi mineral S,P dan daun ubi kayu. Jurnal Penelitian Universitas
Jambi Seri Sains. 12: 107-114.
Pezo, D. and A. Fanola. 1980. Chemical composition and in vitro digestibility of
pseudostem and leaves of banana. Trop. Anim. Prod. 5:81-86.
Poyyamozhi, V.S and Kadirvel, R. 1986. The nutritive of banana stalk as a feed
for goats. Anim. Feed Sci. Tech. 15:95-100.
Preston and J. A. Leng, 1987. Drought Feeding Strategies Theory and Fractice.
Feel Valley Printery, New South Wales. Hal 15.
Sapienza, D.A., dan K. Bolsen, 1993. Teknologi Silase. Diterjemahkan oleh Rini
Budiastiti. Pioneer – Hi– Bred International Inc.
Schneider, B. H and W. P. Flatt. 1975. Evaluation of Feed Trough Digestibility.
The University of Georgia, Athens, G. A.

Sutardi. T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi, Jilid I. Departemen Ilmu Makanan


Ternak. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tanuwiria, U. H. 2004. Pengaruh Penambahan Kompleks Mineral- Asam Lemak


Terhadap Kecernaan Ransum dan Populasi Mikroba Rumen Domba
Priangan Betina. J Ilmu Ternak. 4(2) : 70-76.
Tilley, J.M.A. and R.A. Terry. 1963. A Two Stage Technique for the In Vitro
Digestion of Forage Crops. J. Br. Grassl. Soc. 18: 104-111.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S.P. kusumo dan S.
Lendosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam.
Fakultas Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Walker, D.J. and Nader, C.J. 1968. Method for Measuring Microbial Growth in
Rumen Content. Appl. Microbiol. 16:1124-31.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 14


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 15

You might also like