You are on page 1of 8

Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself

HOW IT ACTUALLY FEELS TO LOVE YOURSELF


BAGAIMANA SESUNGGUHNYA MERASAKAN MENCINTAI DIRI SENDIRI

 Perhaps it will help if I share with you some of my own experiences of


coming to love myself. The first one that comes to mind as I write is a
moment on an airplane a while back. I have been making two and
sometimes more airplane trips a month for the past fifteen years, and
usually I never even think of being afraid. However, on a trip to Seattle,
I felt a wave of fear as we took off and banked steeply. The feeling
remained for a few more minutes, while part of my mind wondered,
“What's going on here?” I remembered to love myself for feeling afraid.
I located the sensations of fear in my body-slight nausea, tight belly
muscles, an acrid taste. I relaxed into those sensations and loved them
just as I might feel toward my daughter or my wife. I reached out to the
fear feelings and surrounded them with the body feeling of love,
accepting them. At that moment they ceased. There was no more fear.

Mungkin akan membantu, jika saya bagikan pada anda


beberapa pengalaman saya mencintai diri sendiri. Yang pertama
muncul dalam pikiran saya saat saya menulis adalah peristiwa
di pesawat, beberapa waktu yang lalu. Selama 15 tahun terakhir,
dalam sebulan, saya melakukan dua atau lebih perjalanan
menggunakan pesawat dan biasanya saya tidak pernah takut.
Namun dalam perjalanan ke Seattle, saya merasakan gelombang
ketakutan saat lepas landas dan terhempas tiba-tiba. Perasaan
itu terus ada hingga beberapa menit, sayapun bertanya-
tanya,”Apa yang sedang terjadi?” Saya ingat untuk mencintai diri
saya sendiri ketika merasa takut. Saya menandai lokasi sensasi
rasa takut di tubuh saya - sedikit mual, otot perut kencang, rasa
yang menusuk. Saya menenangkan diri, masuk ke dalam
sensasi-sensasi itu dan mencintai mereka seperti yang saya
rasakan terhadap anak perempuan saya atau istri saya. Saya
menjangkau rasa takut saya dan mengelilingi rasa itu dengan
perasaan tubuh akan cinta, menerima rasa itu. Pada saat itu,
rasa itu berhenti. Tidak ada lagi rasa takut.

 A split second later I had a realization which explained why I had


experienced the wave of fear, I had been feeling so close to my wife
lately that I was afraid of dying. I had never experienced so much love
and intimacy in my life -- I had exceeded my upper limit of how much
love I thought I could handle -- and so I had imagined the worst that
could happen. In my busyness of getting ready for the trip I had failed
to acknowledge and process these feelings, so they had to wait until I
was comfortably seated on the airplane before knocking on my door.
Fortunately, I was able to greet them with love and hear their message.
Ten years ago I might have called for a glass of wine to drown them
out. Five years ago I might have stuffed myself turgid with a load of
airplane food. Now I knew to love my feelings and listen to them. (5-6)

6
Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself
Beberapa detik kemudian, saya menyadari mengapa saya
mengalami gelombang rasa takut ini, saya dekat sekali dengan
istri saya akhir-akhir ini dan saya takut mati. Saya tidak pernah
mengalami begitu banyak cinta dan keintiman dalam hidup
saya.—saya telah melampaui batas teratas dari seberapa besar
cinta yang saya pikir saya bisa miliki. – jadi saya membayangkan
hal terburuk yang bisa terjadi. Dalam kesibukan saya
mempersiapkan diri untuk perjalanan, saya gagal mengakui dan
memproses perasaan ini, jadi perasaan ini harus menunggu
hingga saya duduk nyaman di pesawat sebelum mengetuk pintu
saya. Untungnya, saya mampu menyapa rasa ini dengan cinta
dan mendengar pesannya. Jika ini terjadi sepuluh tahun lalu,
saya mungkin akan meminta segelas anggur untuk
menenggelamkan perasaan itu. Lima tahun lalu mungkin saya
menimbuni diri saya dengan tumpukan makanan di pesawat.
Sekarang saya mengerti untuk mencintai perasaan saya dan
mendengarkannya. (5-6)

 Another personal example: I have had weight problems since I arrived


here on earth. I was an extremely fat baby and the situation didn't
improve. I was a fat child, a fat teenager, and a fat young adult -- I
mean really fat. At my most expanded, I was about a hundred pounds
overweight. The story was that I had glandular problems, but that
never helped me lose weight, nor did the various pills I was prescribed.
Then, in my mid-twenties, I had a series of revelations about myself that
resulted in my shedding the weight to my present level 190 pounds (I
am a little over six feet tall). But I still must watch my diet carefully.
Too much fat or sugar and I can put on five pounds overnight. (6)

Contoh pengalaman pribadi lainnya: saya mempunyai masalah


berat badan sejak saya lahir. Saya adalah bayi gendut dan situasi
ini tidak mengalami kemajuan. Saya adalah anak yang gendut,
remaja gendut dan orang muda gendut. – maksud saya benar-
benar gendut. Paling banyak, saya pernah kelebihan berat
sebanyak 45 kg. Ceritanya saya punya masalah kelenjar, tetapi
itu tidak pernah menolong saya menguruskan badan, tidak juga
semua pil yang diresepkan untuk saya. Kemudian di
pertengahan usia 20-an, saya mengalami rangkaian pengenalan
diri saya yang hasilnya terlihat dalam berat badan sekarang
86kg (tinggi saya sedikit lebih dari 182cm). Tetapi saya masih
harus mengawasi makanan saya secara hati-hati. Terlalu
banyak lemak atau gula dan saya dapat bertambah 2 kg dalam
semalam.

 That is exactly what happened to me recently. I was on a speaking tour


during which I had no chance to exercise and plenty of opportunities to
visit fancy restaurants. But on the next to the last night of the tour I
happened to be where there were some scales. I stepped on and was
pleasantly surprised to find that I was still the same weight as when I
left home. So I used this as an excuse to gorge myself at a wonderful
French restaurant. The next day when I got back home I found I had
7
Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself
gained five pounds. Either the scales were wrong or had put on a lot of
weight practically overnight. I felt like crying. As those of you over forty
may have noticed, it's harder to take it off than when you are twenty or
thirty. And it stayed. Two or three days of earnest dieting went by with
only a pound or so off. Then I had a realization: I was beating myself up
for gaining the weight. What was required was loving discipline, not
self-criticism and self-hatred. I stopped in the middle of walking across
the room and loved myself for being the weight I was. I located the
feelings of self-hate and anger in my body -- a squir my sensation in my
chest and stomach -- and I loved those feelings just the way they were. I
loved myself for hating myself. This brief moment of self-love was the
boost I needed. The weight disappeared effortlessly over the next few
days. (6-7)

Ini yang terjadi baru-baru ini pada saya. Saya sedang ada
kunjungan berbicara dimana saya tidak punya kesempatan
untuk olahraga malahan banyak kesempatan mengunjungi
restoran enak. Tetapi di malam terakhir kunjungan di tempat
itu, ada timbangan badan tersedia. Saya menaikinya dan
terkejut senang karena berat badan saya masih sama seperti
saat saya meninggalkan rumah. Jadi saya menggunakan hal ini
untuk alasan memanjakan diri saya di sebuah restoran Prancis.
Hari berikutnya ketika saya kembali ke rumah saya temukan
bahwa saya sudah bertambah 2 kg. Mungkin timbangannya yang
salah atau memang telah bertambah dengan mudahnya dalam
semalam. Saya merasa mau menangis. Jika anda berusia lebih
dari 40 tahun anda pasti tahu, sangat sulit untuk menurunkan
berat badan dibanding ketika berusia 20 atau 30 tahun. Dan
berat itu bertahan. Dua atau tiga hari diet sungguh-sungguh
hanya bisa mengurangi 0.5 kg kurang lebih. Kemudian saya
sadar: saya telah menyakiti diri saya sendiri karena bertambah
berat badan. Apa yang diperlukan adalah mencintai yang
berdisiplin, bukan kritik diri atau membenci diri. Saya berhenti
di tengah ruangan dan mencintai diri saya atas berat badan yang
saya miliki. Saya menemukan lokasi perasaan benci diri dan
amarah di dalam tubuh – sensasi di dada dan perut— dan saya
mencintai perasaan-perasaan itu sebagaimana adanya mereka.
Saya mencintai diri saya karena membenci diri saya. Peristiwa
singkat dari mencintai diri adalah dorongan yang saya perlukan.
Kelebihan berat badan saya menghilang tanpa usaha berlebihan
setelah beberapa hari. (6-7)

 Learning to love myself has often involved finding something I do not


like, something I wish to be rid of and loving it the way it is. I love
myself for wanting to be rid of it, and I love the thing itself. It is really
very simple, and it always works. But -- and this is a big but -- we
human beings are so programmed to feel bad about ourselves that we
often wait until the minute before we direct love toward ourselves.
Don't wait until a crisis forces you learn to love yourself. Go ahead. Do
it now. You have nothing to lose. (7)

8
Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself
Belajar mencintai diri sendiri sering terkait menemukan
sesuatu yang saya tidak suka, sesuatu yang saya harapkan untuk
disingkirkan dan mencintainya sebagaimana itu ada. Saya
mencintai diri saya karena menginginkan untuk
menyingkirkannya dan saya mencintai hal itu sendiri. Adalah
sangat sederhana dan selalu berhasil. Tetapi --- dan ini tetapi
yang besar—kita manusia terprogram untuk merasa buruk
mengenai diri kita sendiri dan kita sering menunggu hingga
menit sebelum kita memberi cinta kepada diri kita sendiri.
Jangan menunggu hingga krisis memaksa anda untuk belajar
mencintai diri anda sendiri. Maju saja. Lakukan sekarang. Anda
tidak rugi apapun.

BEFRIENDING AND LOVING YOUR FEELINGS


BERLAKU SEPERTI SAHABAT DAN MENCINTAI PERASAAN ANDA

 Human beings are a fountain of feelings. We are always registering


fear, anger, sadness, and excitement as the day goes along, whether or
not we choose to pay attention to those feelings. There is a delicate
balance between how much feeling to let into your consciousness and
how much to filter out. Let in too much and you are awash in a sea of
emotions, a quivering jellyfish of swirling feelings. Let in too little and
you lose touch with your vital energy, becoming a rigid automation. In
learning handle your feelings effectively, be prepared to spend many
years calibrating yourself. You will open up to too much feeling and
suffer the consequences then you may shut too many feelings out of
your consciousness and suffer the consequences of that. Think of the
automatic pilot on an airplane. The plane drifts; the automatic pilot
says, ”Going too far to the left -- correct by going right.” Then the plane
drifts too far to the right – “Correct to the left.” It does this hundreds of
times a minute. The plane is only on exactly the right track a small
amount of the time. The rest of the time it is drifting off-center and
correcting itself. The plane gets where it's going by being wrong most
of the time. The same process applies to dealing with our feelings. Few
people would he righteous enough to claim that they have a perfect
relationship with their feelings. Most of us are in the process of drifting
out of touch with our feelings, then correcting by getting back in touch
again. (8)

Manusia adalah mata air perasaan. Kita selalu menyatakan


takut, marah, sedih dan kegembiraan sepanjang hari, entah kita
memilih untuk memperhatikan perasaan-perasaan itu atau
tidak. Ada keseimbangan yang lembut antara seberapa banyak
perasaan yang anda biarkan masuk ke dalam kesadaran anda
dan berapa banyak yang disaring keluar. Membiarkannya
masuk terlalu banyak dan anda akan terendam dalam lautan
emosi, seperti ubur-ubur yang gemetaran karena putaran
perasaan. Membiarkannya masuk terlalu sedikit dan anda
hilang kontak dengan energi utama anda, menjadi otomatisasi
kaku. Belajar menguasai perasaan anda dengan efektif,
bersiaplah untuk menghasilkan banyak tahun untuk
9
Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself
menyesuaikan diri anda. Anda akan terbuka luas untuk
perasaan berlebihan dan menderita konsekuensinya. Kemudian
anda menutup perasaan berlebihan itu keluar dari kesadaran
anda dan menderita konsekuensi dari itu. Pikirkan pilot
otomatis dari sebuah pesawat terbang. Saat pesawat
menyimpang, pilot otomatis akan berkata,”terlalu jauh ke kiri --
perbaiki dengan pergi ke kanan. Lalu pesawat menyimpang jauh
ke kanan – “koreksi ke kiri”. Dia lakukan ini ratusan kali dalam
semenit. Sebuah pesawat berada pada jalur yang benar hanya
sebentar. Sisa waktunya adalah menyimpang dari –pusat dan
koreksi dengan sendirinya. Sebuah pesawat mencapai
tujuannya dengan banyak kesalahan sepanjang waktu. Proses
yang sama berlaku berkaitan dengan perasaan kita. Beberapa
orang mungkin akan cukup benar untuk menyatakan bahwa ia
memiliki hubungan yang sempurna dengan perasaannya.
Sebagian besar dari kita sedang dalam proses menyimpang dari
terhubung dengan perasaan kita, kemudian koreksi untuk
terhubung kembali.

 There is no mystery to befriending your feelings. It is simply a learning


process. When you first hear a symphony orchestra in a live
performance, you may be overwhelmed by the complexity of the sound.
Later, as your appreciation of music grows, you may be able to listen
selectively -- to hear the piccolo or the timpani, for example. Learning
to listen to your feelings is a similar process. (8-9)

Tidak ada misteri untuk bersahabat dengan perasaan anda. Ini


adalah proses belajar yang sederhana. Ketika anda pertama kali
mendengar sebuah orkestra simfoni secara langsung, anda
mungkin dibanjiri dengan kompleksitas suara. Selanjutnya,
seiring dengan apresiasi musik anda bertumbuh, anda mungkin
dapat mendengarkan secara lebih selektif – mendengarkan
picolo atau genderang, contohnya. Mendengarkan perasaan
anda adalah proses yang serupa. (8-9)

 Fear is the biggest barrier we need to overcome. We are afraid of the


unknown. Unless while growing up we have been encouraged to
develop an inner life, we are often in a position of utter ignorance with
regard to our feelings. We learned our fear of the unknown through
millions of years of evolution. Imagine your small band of cave dwellers
huddled around the fire in your cave. You hear an awesome and
unfamiliar roar at the mouth of the cave. What is it? Will you eat it, or
will it eat you? (9)

Takut adalah hambatan terbesar yang perlu kita atasi. Kita


takut pada sesuatu yang tidak kita ketahui. Kecuali sementara
bertumbuh dewasa kita telah didorong untuk mengembangkan
kehidupan di dalam diri kita, kita sering dalam posisi sama
sekali tidak peduli untuk menghormati perasaan kita. Kita
belajar rasa takut akan sesuatu yang tidak diketahui melalui
jutaan tahun evolusi. Bayangkan anda sebagai gerombolan kecil
10
Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself
penghuni gua, berhimpitan di sekeliling api di gua anda. Anda
mendengar raungan yang menakjubkan dan tidak biasa di
mulut gua. Apakah itu? Apakah akan anda makan, atau akan
memakan anda? (9)

 Project yourself to one hundred years ago. Your small pioneer family is
huddled in your cabin when you hear a strange sound outside. Is it an
Indian raid or a grazing buffalo? Project yourself to now. Will the bomb
drop? Will the atmosphere turn deathly toxic? Will you get cancer, even
if you live a healthy life-style? Human beings have a great deal of
practice in fearing the unknown. We carry this fear into our self-
inquiry. We become afraid of the contents of our own minds and bodies.
In therapy over the years I have heard at least a thousand people say
things like:

Proyeksikan diri anda ke 100 tahun yang lalu. Keluarga kecil


anda sebagai perintis berhimpitan dalam kamar ketika anda
mendengar sebuah suara aneh dari luar. Apakah itu serangan
Indian atau gerombolan kerbau? Proyeksikan diri anda
sekarang. Apakah bom akan jatuh? Apakah atmosfer akan
berubah beracun mematikan? Akankah anda mendapat kanker,
meski anda hidup dengan gaya hidup sehat? Manusia sangat
berhasil mempraktekkan takut pada sesuatu yang tidak
diketahui. Kita membawa rasa takut ini pada daftar
penyelidikan kita. Kita menjadi takut pada isi pikiran dan tubuh
kita. Dalam terapi bertahun–tahun saya telah mendengar
setidaknya ribuan orang berkata begini:

 “If I open up to my feelings it will be like opening Pandora's box.”


“If I let myself feel my sadness I'll cry forever.”
“If I open up to my anger I'll kill somebody.”
“If I let myself feel all my sexual feelings I'll turn into a mad rapist.”(9-
10)

“Jika saya membuka diri pada perasaan-perasaan saya, itu akan


seperti membuka kotak Pandora”
“Jika saya membiarkan diri saya merasakan kesedihan saya
akan menangis selamanya.”
“Jika saya membuka diri pada kemarahan saya, saya akan
membunuh seseorang.”
“ Jika saya membuka diri pada semua perasaan seksual saya,
saya akan berubah menjadi pemerkosa gila.” (9-10)

 We all have to make a leap into the unknown to get to know our
feelings. In other cultures where having an inner life is highly valued,
children learn early to identify and communicate about their feelings.
In these cultures you do not find many headaches, ulcers, or bad
dreams. We in Western cultures are only recently catching on to the
importance of this skill. (10)

11
Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself
Kita semua harus membuat lompatan ke dalam yang tidak
diketahui untuk mengetahui perasaan-perasaan kita. Di budaya
lain, dimana memiliki kehidupan batiniah sangat dihargai,
anak-anak belajar lebih dini untuk mengenali dan
mengkomunikasikan perasaan-perasaan mereka. Dalam budaya
ini anda tidak menemui sakit kepala, sakit maag atau mimpi
buruk. Kami di budaya barat baru sekarang mengejar
pentingnya keterampilan ini. (10)

 As a therapist, mainly see people who have capped their feelings too
tightly. A small percentage of my clients are on the other end of the
spectrum: they spill their feelings all over themselves and those around
them. No matter which end of the spectrum you occupy, take on the
project of getting to know yourself and your feelings. (10)

Sebagai terapis, seringnya melihat orang-orang yang


menyumbat perasaan-perasaan mereka terlalu rapat.
Persentase kecil dari klien saya ada di akhir spektrum yang lain:
mereka menumpahkan perasaan mereka kepada diri mereka
sendiri dan orang-orang di sekitar mereka. Tak peduli dimana
ujung spektrum yang anda tempati, buatlah proyek untuk
mengenali diri anda dan perasaan-perasaan anda.

 Let me give you a short list of discoveries about feelings I have seen
people make in the couple of weeks before I wrote this section:

Ijinkan saya memberikan pada anda daftar pendek penemuan


mengenai perasaan, yang saya lihat dibuat oleh orang-orang
dalam beberapa minggu sebelum saya menulis bagian ini:

 “I get scared when talking to male authority figures.”


”I get angry when I don't get what I want.”
“I still feel sad about my husband's death even though it's been
twenty years.”
“I feel sexual feelings for just about every woman who walks by. But I
don't have to act on those feelings or shut them out of my awareness.”
(10)

“Saya menjadi takut saat berbicara dengan figur berkuasa laki-


laki”
“Saya menjadi marah saat saya tidak mendapat apa yang saya
mau.”
“Saya masih merasa sedih mengenai kematian suami saya
meskipun sudah 20 tahun berlalu.”
“Saya merasakan perasaan seksual dengan setiap perempuan
yang lewat. Tetapi saya tidak harus bertindak berdasar
perasaan-perasaan itu atau mengusir mereka dari kesadaran
saya.

 Do these sound simple? Of course they are, but so is piloting an airplane


or playing the cello. It is simple once you have learned it. Before these
12
Life Reconstruction Series 【1】: Learning to Love Yourself
people came to learn these simple things, their lives were made
unpleasant by being in the dark. (10-11)

Apakah ini terdengar sederhana? Tentu saja, begitu juga dengan


mempiloti sebuah pesawat atau bermain cello. Ini sederhana
hanya jika anda mempelajarinya. Sebelum orang-orang ini
belajar hal-hal sederhana ini, hidup mereka tidak
menyenangkan karena berada dalam kegelapan.

13

You might also like