Professional Documents
Culture Documents
Abdul Karim
Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya,
50603 Kuala Lumpur, Malaysia
E-mail: abdulkarim678@gmail.com
Fazzan
Jabatan Fiqh dan Ushul, Akademi Pengajian Islam
Universiti Malaya, 50603 Kuala Lumpur, Malaysia
E-Mail: fazzan75@gmail.com
Zulqarnain
Jabatan Fiqh dan Ushul, Akademi Pengajian Islam
Universiti Malaya, 50603 Kuala Lumpur, Malaysia
E-Mail: izul1975@gmail.com
Naskah diterima tanggal 15 Maret 2016, revisi I tanggal 18 April 2016, dan revisi II tanggal 22 Mei 2016
Abstract: Gratification has been practiced by Muslim since centuries ago untill now. Basically, gratifica-
tion is a paying a tribute from one to another. But today, there is a legislation rule ban gratification practice.
Therefore, this study will be examined the concept of gratification based on Islamic law. This study used
descriptive-analytic method and normative approach, which means gratification concept is observed as accord-
ing to al-Qur’an, hadist and opinion of theologians. The result of this study shows that, gratification has a very
broad meaning in Islam, which may take forms in any kinds of tributes or charity. The gratification concept
sometimes means shadakah, hibah, gift and risywah. The sort of gratification in Islam is classified to positive
categories and negative categories. Shadakah, hibah and gift are including to positive dividend, these are rec-
ommended in Islam. Yet, it will be negative dividend if state officials are as receivers. While risywah and gift
(state officials) are including to negative gratification, these practices are prohibited and immoral (maksiat)
based on al-Qur’an, hadist and opinion of theologians. Risywah and gift (state officials) are categorized to
jarimah ta’zir, the doer can be punished with ta’zir penalty, ranging from the heaviest to it should be heaviest
and lightest punishment.
Abstrak: Gratifikasi merupakan perbuatan yang sudah dipraktekkan oleh umat Islam semenjak dahulu
sampai sekarang. Karena pada intinya gratifikasi adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain. Namun
dewasa ini ada aturan perundang-undangan yang melarang amalan gratifikasi. Untuk itu, dalam kajian
ini akan ditelaah konsep berkaitan dengan gratifikasi dalam tinjauan Hukum Islam. Kajian ini dilakukan
dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan normatif, yaitu meninjau konsep grati-
fikasi berdasarkan al-Qur’an dan hadis serta pendapat para ulama yang telah ada yang berkaitan dengan
gratifikasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa, dalam Islam gratifikasi mempunyai makna yang sangat luas,
yaitu segala bentuk pemberian. Konsep gratifikasi dalam Islam adakala berupa sedekah, hibah, hadiah, dan
risywah. Bentuk-bentuk gratifikasi dalam Islam tersebut ada yang termasuk ke dalam kategori positif dan
kategori negatif. Gratifikasi dalam bentuk sedekah, hibah, dan hadiah termasuk ke dalam amalan grati-
fikasi positif, amalan tersebut memang dianjurkan dalam Islam. Namun, amalan ini dapat berubah menjadi
amalan negatif apabila penerimanya adalah petugas negara. Adapun gratifikasi dalam bentuk hadiah kepada
penguasa dan risywah termasuk ke dalam gratifikasi negatif, karena dua bentuk amalan gratifikasi ini telah
disebutkan dalam al-Qur’an, hadis, maupun pendapat para ulama sebagai amalan yang dilarang syara’, yaitu
suatu amalan maksiat (jarimah). Gratifikasi dalam bentuk hadiah kepada penguasa dan risywah termasuk
kedalam kategori jarimah ta’zir, maka pelakunya dapat dihukum dengan hukuman ta’zir, mulai hukuman
terberat hingga hukuman teringan.
luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, lebih luas dari sekedar material.5 Ahmad Mus-
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa tafa al-Maraghi menjelaskan, bahwa yang di-
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, maksudkan dengan sedekah ialah bukan saja
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, memberikan suatu zat (benda) kepada orang
dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik lain dengan tujuan karena Allah, tetapi boleh
yang diterima di dalam negeri maupun di luar juga suatu perkhidmatan. Sebagaimana hadis
negeri dan yang dilakukan dengan mengguna- Rasul SAW yang diriwayatkan daripada Abu
kan sarana elektronik atau tanpa sarana elek- Aiyub yang artinya:
tronik.3 akan kutunjuki kepada kalian tentang sebaik-
Ringkasnya, dalam tinjauan undang-un- baik sedekah dari pada memberikan suatu
dang tidak semua gratifikasi dilarang. Grati- benda, ialah bersedekah dengan mendamaikan
kedua kelompok yang sedang bersengketa,
fikasi yang dibolehkan oleh undang-undang
menyatukan kedua kelompok yang sedang ber-
adalah pemberian yang dilakukan dengan niat pecah belah.
yang tulus dari seseorang kepada orang lain
Dalam hadis yang lain yang diriwayatkan
tanpa memikirkan diri sendiri artinya pembe-
dari ‘Abd Allah Ibn ‘Umar, Rasulullah bers-
rian dalam bentuk “tanda terimakasih” tanpa
abda yang artinya; “sebaik-baik sedekah ialah
mengharapkan balasan apa-apa. Sedangkan
mendamaikan kedua kelompok yang sedang
gratifikasi yang dilarang dalam undang-un-
bertelagah”.6
dang adalah perbuatan penerimaan gratifikasi
Dari beberapa definisi tersebut di atas,
oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Neg-
dapat disimpulkan bahwa sedekah merupakan
ara yang dianggap sebagai perbuatan korupsi
suatu amalan menyerahkan sesuatu barang/
apabila pemberian tersebut dilakukan karena
zat untuk dipergunakan atau dimiliki oleh
berhubungan dengan jabatannya dan berten-
orang lain karena mengharapkan pahala di-
tangan dengan kewajiban atau tugasnya.
akhirat nanti, atau mengharapkan ridha Allah.
Sedekah boleh berupa zat (benda) yang ketara
Konsep Gratifikasi dalam Hukum Islam
(materi) boleh juga juga berupa jasa (non ma-
teri).
1. Gratifikasi dalam Bentuk Sedekah
Ulama fikih sepakat mengatakan bahwa
Sedekah ialah pemberian berupa sesuatu yang sedekah merupakan salah satu amalan yang
berguna bagi orang lain yang memerlukan ban- disyari’atkan dan hukumnya ialah sunnah.
tuan (fakir dan miskin) dengan tujuan beriba- Kesepakatan mereka didasari pada surat al-
dah (mencari pahala) kepada Allah semata.4 Baqarah 2: 280.7 Sedekah ini disunnatkan di
Quraish Shihab mengartikan sedekah sebagai setiap saat, tanpa ada batas waktu. Sedekah se-
pengeluaran harta secara ikhlas yang bersi-
fat sunnah atau anjuran. Jika infaq berkenaan 5 Quraish Shihab, Quraish Shihab Menjawab:
dengan materi maka sedekah mempunyai arti 1001 Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Ja-
karta: Lentera Hati, 2008), hlm. 191.
6 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,
3 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Jilid Ke-2, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. al-Tijariyah, t.t), hlm. 154.
4 Kamus Istilah Fiqh, Abdul Mujieb dan Mabruri 7 Abdul Aziz Dahlan, (ed.), Ensiklopedi Hukum
Tholhah Syafi’ah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003),
1994), hlm. 311. hlm. 1619.
bagai amalan sunnah diterangkan melalui dal- milik seseorang kepada orang lain dikala dia
il al-Qur’an dan hadis. Adapun dalil tentang masih hidup tanpa adanya imbalan. Imam
anjuran bersedekah dalam al-Qur’an separti Taqy al-Din dalam kitab Kifayat al-Akhyar
yang dinyatakan di dalam nas QS. al-Baqarah menjelaskan, yang dimaksud dengan hibah
2: 245. Dan masih banyak lagi ayat al-Qur’an ialah tamliku bi‘ayri ‘iwad (pemilikan tanpa
yang bercakap tentang sedekah. Adapun dasar penggantian).11
hukum sedekah dalam hadis ialah hadis dari Berdasarkan berbagai definisi di atas,
Abu Hurayrah.8 dengan mudah boleh dikatakan bahwa hibah
Disamping sunnah, adakalanya hukum ialah suatu akad pemberian hak milik oleh
sedekah menjadi haram yaitu dalam kasus seseorang kepada orang lain ketika ia masih
seseorang yang bersedekah mengetahui pasti hidup tanpa mengharapkan imbalan dan balas
bahwa orang yang akan menerima sedekah jasa. Oleh sebab itu, hibah merupakan pem-
tersebut akan mempergunakan harta sedekah berian yang murni bukan karena mengharap-
untuk kemaksiatan. Adakalanya hukum kan pahala dari Allah SWT serta tidak pula
sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika terbatas berapa jumlahnya. Maka apabila ses-
seseorang berjumpa dengan orang lain yang eorang memberikan hartanya kepada orang
sedang kelaparan hingga dapat mengancam lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan
keselamatan jiwanya, sementara dia mempu- kepadanya hak pemilikan maka hal itu tidak
nyai makanan yang lebih dari apa yang diper- disebut hibah, ia disebut dengan i’arah (pinja-
lukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi man). Begitu juga, apabila seseorang member-
wajib jika seseorang bernazar hendak ber- ikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan
sedekah kepada seseorang atau lembaga. memperoleh pahala, hal separti ini disebut
dengan sedekah. Lain halnya jika tujuannya
2. Gratifikasi dalam Bentuk Hibah untuk menghormati atau sebagai penghargaan
atas prestasi seseorang baik ia berharap pahala
Hibah menurut syara’ juga diartikan ialah
atau tidak, itu dinamakan dengan hadiah.
pemilikan yang sunnat ketika hidup.9 Hibah
Adanya hibah juga didasari al-Qur’an
juga bermakna memberikan pemilikan harta
al-Karim. Dalam al-Qur’an, penggunaan kata
kepada orang lain di saat masih hidup tanpa
hibah digunakan dalam konteks pemberian
imbalan.10 Pengartian yang hampir sama
anugerah Allah SWT kepada utusan-utusan-
juga dikemukakan Sayid Sabiq dalam kitab-
nya, do’a-do’a yang dipanjatkan oleh hamba-
nya Fiqh al-Sunnah, yaitu suatu akad yang
hambanya, terutama para Nabi, dan menjelas-
pokok perpertanyaannya pemberian harta
kan sifat Allah yang Maha Memberi Kurnia.
Namun ayat tersebut boleh digunakan anjuran
8 Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, al-Maktabah al- secara awam, agar seseorang memberikan se-
Syamilah, Bab Sadaqah, Jilid Ke-2, Hadis No.
bahagian rezekinya kepada orang lain, mis-
1410, (t.tp: Dar Tuq al-Najah, 1422 H), hlm.108.
9 Al-Sayyid Abū Bakr, I‘ānah al-Tālibīn, Jilid. alnya, QS. al-Baqarah 2: 262 dan QS. al-Mu-
Ke-4, (Beirut: Dār al-Fikr, t.t), hlm. 141. nafiqun 63: 10.
10 ‘Abd al-‘Adim Ibn Badawi al-Khalafi, al-Wajiz
fi fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-‘Aziz: Kitab
al-Taharah wa al-Salah, Alih Bahasa oleh Tim
Tashfiyah LIPIA, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 11 Taqy al-Din Abu Bakar Ibn Muhammad, Kifayat
2006), hlm. 66. al-Akhyar (Bandung: al-Ma’arif, t.t), hlm. 323.
3. Gratifikasi dalam Bentuk Hadiah Dari dua dalil tersebut dapat ditarik
Najamuddin Ahmad Ibn al-Rafi’ah dalam pemahaman bahwa pemberian hadiah
kitabnya Kifayah Rasulullah SAW fi Syarh dianjurkan oleh Allah dan disunnahkan
al-Tanbih yang dikutip oleh ‘Abd Ghani Ibn oleh Rasulullah. Hadiah merupakan suatu
Isma’il dalam Tahqiq al-Qadiyah fi al-Farq lambang kasih sayang diantara sesama
Bayna al-Risywah wa al-Hadiyah, ia berkata, manusia. Tidak dilihat besar dan kecilnya
hadiah ialah jenis-jenis kebaikan (pemberian) pemberian tersebut.
yang mengandung makna adanya peminda- Adapun tentang menerima hadiah
han hak milik tanpa alat tukar, yang mana ke- dibolehkan juga berdasarkan firman Al-
baikan itu dibawakan ke tempat orang yang lah SWT dalam QS. al-Nisa’ 4: 4 di atas.
diberi sebagai bentuk penghormatan untuk Dan hadis-hadis yang menunjukkan di-
memupuk silaturrahim.12 bolehkannya menerima hadiah sangatlah
Adapun tinjauan Islam berkenaan dengan banyak. Di antaranya ialah hadis riwayat
hukum memberi dan menerima gratifikasi da- al-Bukhari dari Ibn ‘Umar,15 hadis riwayat
lam bentuk hadiah dapat penulis jelaskan se- Malik dari ‘Ata’ Ibn Yasar,16 hadis riwayat
bagai berikut: Ahmad dari al-Muttalib Ibn ‘Abd Allah
a) Dibolehkan Memberi Hadiah. Ibn Hantab,17 hadis riwayat Ahmad dari
Memberi hadiah dan menerimanya Khalid Ibn ‘Ady al-Juhany,18 dan hadis ri-
serta membalas kepada yang memberi wayat Ahmad dari Abu Hurayrah.19
hadiah itu dibolehkan (tidak dimakruh- b) Rasulullah juga Menerima Hadiah.
kan) saling memberi hadiah sesama Rasulullah ialah manusia yang dija-
orang Islam, hukum ini disepakati oleh min oleh Allah terhindar dari kesalahan
mayoritas, walaupun ada sebahagian me- (ma’sum). Beliau ialah manusia yang
makruhkannya.13 Hadiah yang diberikan
15 Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Op. Cit., hlm.
dapat melahirkan kasih sayang dalam
123.
hati, maka sangat wajar jika Rasulullah 16 Malik, Mawata’ al-Imam Malik, al-Maktabah
menganjurkan untuk saling memberi al-Syamilah, Bab Ma Ja’a fi al-Ta’afuf ‘an al-
dan menerima hadiah, karena faedah dan Masa’alah, Jil. Ke-2, Hadis No. 9, (Beirut: Dar
manfaatnya amat besar bagi umat Islam. Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, 1985), hlm. 998. Lihat
‘Abd Ghani Ibn Isma’il, Tahqiq al-Qadiyah fi
Memberi hadiah ialah dibolehkan, hal ini al-Farq Bayna al-Risywah wa al-Hadiyah (t.tp.:
berdasarkan firman Allah SWT dalam al- Maktabah al-Qur’an, 2003), hlm. 38.
Qur’an al-Karim QS. al-Nisa’ 4: 4 dan 17 Al-Bayhaqi, al-Sunan al-Kubra, al-Maktabah al-
sabda Nabi Muhammad SAW dari Abu Syamilah, Bab I ’ta’ al-Ghani min al-Tatawu’, Jil.
Ke-6, Hadis No. 12043, (Beirut: Dar al-Kutb al-
Hurayrah.14
‘Ilmiyah, 2003), hlm. 305.
18 Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad, al-
12 Ibid., 80-81. Maktabah al-Syamila, Bab Hadith Khalid Ibn
13 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh ‘Ady al-Juhany ‘an al-Nabi SAW, Jil. Ke-29,
Islam, (Jakarta: Putra Rizki Putra, 1997), hlm. Hadis No. 17936, (t.tp: Mu’assasah al-Risalah,
445. 2001), hlm. 456. Sanad hadis ini sahih. Disamp-
14 Al-Turmidhi, Sunan al-Turmidhi, al-Maktabah ing itu, hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu
al-Syamilah, Bab fi Hassi, Jilid Ke-4, Hadis No. Ya’la, al-Tabrani, Ibn Hibban dan Hakim.
2130, (Mesir: Syirkah Maktabah wa Matba'ah 19 Ahmad bin Hambal, Musnad Imam, Jilid Ke-13,
Mustafa al-Babi al-Halabi, 1975), hlm. 441. Op. Cit., hlm. 299.
sempurna, karena setiap amalan yang ia but di Madinah dan mengambil salah satu
lakukan tidak terlepas dari pantauan dan hamba sahaya itu untuk dirinya, yang ke-
tuntunan Allah. Ia melakukan sesuatu mudian melahirkan Ibrahim. Sedangkan
bukan mengedepankan keinginannya se- hamba sahaya yang satu lagi diberikan
mata, tetapi selalu dibimbing oleh wahyu. kepada Hasan Ibn Thabit, yang kemudian
Untuk itu, Rasulullah sekalipun men- melahirkan anak yang bernama Muham-
erima hadiah, sudah pasti akan terhindar mad.25
dari amalan-amalan yang menyimpang. Sekurang-kurangnya dari bebera-
Keputusan yang ia berikan boleh dipas- pa hadis yang telah penulis kemukakan
tikan tidak akan terpengaruh oleh had- jelaslah Rasulullah menerima pemberian
iah yang beliau terima. Oleh karena itu, hadiah, mulai dari pemberian oleh masa-
hadiah yang Nabi terima bukanlah hadiah yarakat biasa hingga para bangsawan
yang terlarang dan risywah. negara atau penguasa. Penerimaan Rasu-
Banyak dalil yang menerangkan ten- lullah SAW terhadap hadiah merupakan
tang Rasulullah SAW menerima pembe- salah satu wujud kemurahan hatinya dan
rian hadiah dari orang lain. Hal itu boleh satu bentuk akhlak yang baik yang akan
dilihat dari beberapa hadis Nabi yang di- menyatukan hati. Memakan makanan
riwayat al-Bukhari dari Abi Hurayrah,20 yang dihadiahkan dan memakai baju yang
21
hadis riwayat al-Bukhari dari Anas, merupakan hadiah ialah salah satu syi’ar
hadis riwayat al-Tabrani dari Anas Ibn Rasulullah SAW dan salah satu ciri beliau
22
Malik, hadis riwayat al-Bukhari dari sebagaimana tersurat dalam nas.
Abi Hurayrah,23 dan hadis riwayat Abu c) Tidak Boleh Memberi Hadiah kepada Ha-
Dawud dari Anas Ibn Malik.24 kim dan Pejabat.
Sebagai contoh lainnya, Nabi Mu- Dalam perbahasan yang lalu, di-
hammad SAW pernah menerima hadiah bolehkan memberi dan menerima hadiah
dari penguasa Qibti. Penguasa Koptik per- kepada sesama rakyat biasa, menerima
nah memberikan hadiah kepadanya beru- hadiah dari penguasa, dan Rasulullah pun
pa dua hamba sahaya perempuan yang pernah menerima hadiah. Akan tetapi bagi
bersaudara dan seekor hewan sejenis pejabat atau pegawai negara separti hakim
kuda. Lalu Nabi memandu hewan terse- dan lain-lain dilarang menerima hadiah.
Dengan begitu dilarang juga bagi yang
20 Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Jilid Ke-3., Op.
Cit., hlm. 155.
21 Ibid., Bab I’za Tahawalat al-Sadaqah, Jilid Ke-2, 25 Qutaybah al-Daynuri menulis dalam kitabnya
hlm. 128. al-Ma’arif, sebagaimana yang dikutip oleh ‘Abd
22 Al-Tabrani, al-Mu’jam al-Awsat, al-Maktabah Ghani bin Isma’il dalam Tahqiq al-Qadiyah,
al-Syamilah, Bab Man Baqiyah min Awali Ismi- ketika menyebut anak-anak Rasulullah SAW.
hi Mim min Ismihi Musa, Jilid Ke-8, Hadis No. Qutaybah al-Daynuri mengatakan, Ibrahim Ibn
8235, (al-Qahirah: Dar al-Haramayn, t.t), hlm. Mariyah al-Qibtiyah dilahiirkan di Madinah
150. selepas lapan tahun kedatangan Rasulullah SAW
23 Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Jilid Ke-3, Op. ke sana, ia hidup selama satu tahun, sepuluh bu-
Cit., hlm. 153. lan, dan lapan hari. ibunya, Mariyah al-Qibtiyah
24 Abu Dawud, Musnah Abi Dawud, al-Maktabah merupakan hadiah dari Muqawqis, penguasa Is-
al-Syamilah, Jilid Ke-3, Hadis No. 2169, (Mesir: kandariyah, untuk Rasulullah SAW. Lihat, ‘Abd
Dar Hijr, 1999), hlm. 537. Ghani bin Isma’il, Op. Cit., hlm. 70-71.
hukumnya karena andaikan pejabat terse- kebatilan atau untuk menghancurkan ke-
but tidak sedang menjabat dan hanya ting- benaran. Syaykh ‘Abd al-‘Azīz bin ‘Abd
gal di rumahnya nescaya tidak akan ada Allāh bin Baz mendefinisikan risywah
orang yang memberinya hadiah. dengan memberikan harta kepada ses-
Dengan demikian, hadiah juga seru- eorang sebagai pampasan pelaksanaan
pa dengan pemberian yang diharamkan, maslahat (tugas/kewajiban) yang tugas
apabila hadiah itu diberikan kepada pen- itu harus dilaksanakan tanpa menunggu
guasa. Hanya saja hukum hadiah boleh ganjaran atau uang tip.33
berubah bergantung pada masing-masing Dalam kitab Kasyf al-Qanna’an
atau pihak yang berkaitan dengannya. Jadi Matn al-Iqna’, karangan Mansur Ibn
dapat disimpulkan sebagai berikut, dalam Yunus Idris al-Bahuti. Definisi yang ada
Islam dibolehkan memberi hadiah kepada dalam kitab ini menurut penulis cukup
sesama dan boleh menerima hadiah dari menarik sebab ia mengemukakan bahwa
orang yang sederajat dan penguasa asal- jika pihak pertama memberikan sesuatu
kan hadiah itu berpunca dari harta yang kepada pihak kedua dalam rangka mence-
baik, bukan diperolehnya dengan cara gah pihak kedua agar tidak menzaliminya
yang haram. Adapun memberikan hadiah dan agar pihak kedua mahu melakukan
kepada penguasa dilarang, karena ditakut- kewajibannya maka pemberian semacam
kan akan menyimpang dari prinsip-prin- ini tidak dianggap risywah yang dila-
sip pemberian hadiah, artinya kemungki- rang agama.34 Senada dengan penganda-
nan tidak lagi hanya sekedar kasih sayang ian yang dikemukakan oleh al-Bahuti di
dan penghargaan, tetapi ditakutkan punya atas, Syams al-Haq al-‘Adim juga mem-
maksud-maksud tertentu. Untuk mengan- punyai pandangan yang hampir sama
tisipasi perkara tersebut, maka Rasulullah dengan al-Bahuti.35 Akan tetapi menurut
dan para sahabat menjangka sejak awal Syams al-Haq, pemberian atau risywah
dengan mengharamkan pemberian hadiah itu dilakukan harus dengan niat agar pe-
kepada penguasa, hakim dan pelaksana nyimpangan dan penyelewengan pihak
negara lain. penerima risywah boleh diubah semakin
d) Gratifikasi dalam Bentuk Risywah. baik. Dalam definisi ini dikemukakan
Al-Sayyid Abū Bakr mendefinisikan sebuah pengandaian, yaitu seandainya
risywah dengan “memberikan sesuatu pihak kedua melakukan kezaliman terh-
agar hukum diputuskan secara tidak be- adap pihak pertama dan pihak kedua tidak
nar/tidak adil, atau untuk mencegah putu- melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
san yang benar/adil.”31 Definisi yang leb- seharusnya ia lakukan terhadap pihak per-
32
ih kurang sama diberikan oleh al-Jurjāni. tama, maka dalam isu ini boleh diberikan
Sedangkan menurut Ibrahim al-Nakha’ī,
33 Abū Abdul Halim Ahmad. S., Suap, Dampak dan
risywah ialah sesuatu yang diberikan Bahyanya Bagi Masyarakat, Cet. Ke-1, (Jakarta:
kepada seseorang untuk menghidupkan Pustaka al-Kautsar, 1996), hlm. 20-21.
34 Al-Bahuti, Kasyf al-Qanna’an Matn al-Iqna’
31 Al-Sayyid Abū Bakr, Op. Cit., hlm. 232. Jilid Ke-6, (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), hlm. 316.
32 ‘Ali al-Jurjānī, al-Ta‘rīfāt, al-Maktabah al- 35 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana
Syāmilah, http://alwarraq.com, al-Isdār al-Thānī, Islam, Cet. Ke-1, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm.
hlm. 111. 90.
penulis tambah, segala bentuk amalan grati- sampai membinasakan. Dengan begitu sehar-
fikasi dalam Islam, sekalipun pada awalnya usnya dalam hukuman terhadap amalan ta‘zīr
bukan maksiat, maka boleh dikumpulkan ke tidak termasuk pemotongan anggota badan,
dalam al-ta‘zīr li al-maslahah al-‘ammah jikaapalagi sifatnya sampai menghilangkan nya-
amalan tersebut boleh terbukanya peluang ke- wa. Akan tetapi, ada sebahagian ahli hukum
pada kemaksiatan, misalnya sedekah, hibah, Islam memberikan pengecualian dari keteta-
waqaf, yang mana penerimanya ialah pen- pan awam tersebut, sehingga dibolehkannya
guasa. Hal ini untuk menjangka kemungkinan pemberian hukuman hukuman mati dalam kat-
berlakunya risywah. egori jarimah ta‘zīr. Hal demikian dibolehkan
Maka dari itu, hukuman untuk amalan jika kepentingan awam menghendakinya atau
gratifikasi yang diharamkan dalam Islam ialah apabila pembasmian terhadapnya tidak boleh
dalam bentuk hukuman ta’zir, hakim diberikan terealisasi kecuali dengan jalan menghukum-
kuasa untuk menjatuhkan hukuman untuknya, nya sampai mati (membunuhnya).
mulai dari hukuman yang paling ringan sam- Hukuman mati yang merupakan huku-
pai kepada hukuman yang paling berat sesuai man bagi pelaku jarimah ta‘zīr boleh dijatuh-
dengan pesalahan atau kesalahan dalam grati- kan separti kepada pelaku jarimah mata-mata,
fikasi. Untuk itu, jenis-jenis hukuman untuk pembuat fitnah, pelaku bid‘ah dan perogol
amalan gratifikasi tersebut sangat berbeda, yang membahayakan. Sukar memang menga-
dan hakim mempunyai hak untuk menetapkan takan bahwa di dalam jarīmah ta‘zīr tidak ada
salah satunya. Jadi jenis-jenis hukuman atau hukuman mati.49 Oleh karena itu hukuman da-
hukuman untuk kategori jarimah ta‘zīr grati- lam bentuk hukuman mati boleh dilaksanakan
fikasai ialah sebagai berikut:47 bagi pelaku jarimah ta‘zir tertentu. Karena
kasusan kerosakan yang ditimbulkannya cu-
1. Hukuman Mati kup luar biasa. Kasusan ini sama halnya den-
gan apa yang berlaku pada gratifikasi, kasu-
Hukuman mati dalam jarimah ta‘zīr disebut
san yang ditimbulkannya sudah merosakkan
dengan al-qatl al-siyāsah.48 Pada hakikat-
tatanan sosial masyarakat.
nya, tujuan utama hukuman ta‘zīr ialah untuk
memberikan pengajaran (ta’dib) dan tidak
2. Hukuman Cambuk
47 ‘Abd al-Qādir ‘Awdah, al-Tasyrī‘ al-Jina’ī al- Para ulama sepakat memasukkan cambuk ke
Islāmī, Jilid Ke-1, (Beirut: Dār al-Kutub, 1963), dalam salah satu daripada hukuman terhadap
hlm. 687-708. jarīmah ta‘zīr. Namun para ulama berselisih
48 Hukuman mati dalam jarimah ta‘zīr disebut den-
pendapat dalam menetapkan batas tartinggi
gan al-qatl al-siyāsah karena dalam penetapan-
nya ada campur tangan penguasa atau hakim. hukuman cambuk dalam ta‘zīr. Imām Abū
Tentunya hal ini berbeda dengan hukuman mati Hanīfah dan Muhammad berpendapat bahwa
pada kasus qisās-diyāt dan hudūd yang dikenal batas tartinggi hukuman cambuk dalam ta‘zīr
dengan sebutan al-qatl al-syar‘ī. Penyebutan al- ialah tiga puluh sembilan kali, dan menu-
qatl al-syar‘ī terhadap hukuman mati pada huku-
rut Abū Yūsuf ialah tujuh puluh lima kali.
man qisās-diyāt dan hudūd dikarenakan ketentu-
annya sendiri sudah diatur oleh nas (al-Qur’ān Sementara di kalangan Syāfi‘iyyah ada tiga
atau hadis) sehingga tidak ada peluang bagi pen- pendapat. Pertama, sama dengan pendapat
guasa atau hakim untuk merubahnya, baik dalam
artian menambah ataupun menguranginya. Ibid. 49 Ibid.
Abū Hanīfah dan Muhammad, yaitu batas tart- mungkin penjara seumur hidup atau sampai
inggi hukuman dalam ta‘zīr ialah tiga puluh batasan bertaubat).51
sembilan kali. Kedua, sama dengan pendapat
Abū Yūsuf yaitu tujuh puluh lima kali jilid. 4. Hukuman Disalib
Dan pendapat ketiga, hukuman cambuk pada
Hukuman dalam bentuk salib selain terda-
ta‘zīr boleh lebih dari tujuh puluh lima kali,
pat pada hukuman untuk jarīmah ta‘zīr juga
tetapi tidak sampai seratus kali, dengan syarat
tedapat pada hukuman untuk jarīmah hudūd.
bahwa jarīmah ta‘zīr yang dilakukan hampir
Akan tetapi hukuman dalam bentuk salib
sejenis dengan jarīmah hudūd.
pada hukuman ta‘zīr tidak disertai oleh huku-
Menurut pendapat yang popular di kalan-
man mati, namum pelakunya disalib dalam
gan ahli fikih Mālikī, batas tartinggi diserah-
keadaan hidup dan dibolehkan untuk makan
kan kepada penguasa karena hukuman ta‘zīr
dan minum, tidak dilarang mengerjakan wud-
didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan
hu’, tetapi dalam mengerjakan solat cukup
disesuaikan berdasarkan berat dan ringannya
dengan isyārah saja. Dan batasnya menurut
pesalahan.50 Jadi dalam pendapat ini tidak
ahli fikih tidak boleh melebihi dari tiga hari
adanya sekatan minimum dan maksimum
lamanya.52
dalam pemberian hukuman ta‘zīr, hukuman
yang diberikan sangat bergantung kepada situ-
asi dan keadaan dengan partimbangan utama 5. Hukuman Pengasingan
ialah kemaslahatan bagi masyarakat awam, Pengasingan yang dalam bahasa Arabnya
bukan partimbangan individu atau kelompok disebut dengan al-hajr merupakan salah satu
tertentu. daripada hukuman untuk jarīmah ta‘zīr yang
boleh dipilih oleh hakim untuk ditetapkan ke-
3. Hukuman Penjara pada pesalah jarīmah ta‘zīr. Rasulullah per-
nah melakukan hukuman untuk jarīmah ta‘zīr
Hukuman dalam bentuk penjara atau dis-
dalam bentuk pengasingan bagi para pelaku
ebut juga dengan hukuman kurungan dalam
jarīmah, yaitu terhadap tiga orang (Ka‘ab bin
Hukum Islam ada dua bentuk, yaitu pertama
Mālik, Mirārah Ibn Rubay‘ah, dan Hilāl Ibn
penjara terhad atau sementara (ada batas
‘Umayyah) yang mana ketiganya tidak ikut
masa tertentu). Batas terendah dari hukuman
serta dalam perang Tabuk. Mereka dipulaukan
dalam bentuk penjara terhad ini ialah satu
oleh masyarakat dengan tidak diajak bicara se-
hari, sedangkan batas tartingginya menurut
lama lima puluh hari, sehingga pada akhirnya
Syāfi‘iyyah ialah selama satu tahun, dengan
turunlah ayat QS. al-Tawbah 9: 118.
mempersamanakan (menganalogikan)-nya
kepada pengasingan dalam jarīmah al-zinā.
Sedangkan ulama lain menyerahkan semuanya 6. Hukuman Denda
kepada penguasa dengan mempartimbangkan Islam juga mengenakan hukuman denda terh-
al-maslāhāh. Kemudian yang kedua penjara adap pelaku jarīmah yang digolongkan dalam
tidak terhad (tidak ditentukan batas masanya, kategori ta‘zīr. Misalnya mengenai pencurian
buah yang masih di pohonnya, hukuman-
50 Ibid., 689-694. Lihat juga, Wahbah al-Zuhaylī,
al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhū, (Damsyiq: Dār 51 Abd al-Qādir ‘Awdah, Loc. Cit.
al-Fikr, 1989), hlm. 5601. 52 Ibid., hlm. 689.
nya berupa denda dua kali ganda harga buah berikut. Pertama, sedekah ialah penyerahan
tersebut, di samping hukuman lain yang ses- pemilikan harta kepada orang lain tanpa adan-
uai dengan amalannya tersebut. Demikianlah ya alat tukar, dilakukan hanya demi mem-
yang ditegaskan oleh Nabi SAW berikut ini, peroleh pahala di akhirat. Kedua, hibah ialah
“Dan barangsiapa yang membawa sesuatu ke penyerahan pemilikan harta kepada orang lain
luar, maka atasnya denda sebanyak dua kali tanpa adanya alat tukar dan tanpa mengharap-
beserta hukuman”. Dan hukuman yang sama kan balasan apapun. Ketiga, hadiah ialah pe-
juga dikenakan kepada orang yang menyem- nyerahan pemilikan harta kepada orang lain
bunyikan barang hilang.53 tanpa adanya balasan atau alat tukar, yang
Di samping hukuman yang telah dis- mana penyerahan itu dihantar ke tempat
ebutkan di atas, masih ada beberapa bentuk orang yang diberi sebagai penghormatan atau
hukuman ta‘zīr lain yang boleh dikenakan ke- karena prestasi. Jadi perbedaan hibah dengan
pada pelaku gratifikasi menurut hukum Islam, hadiah ialah, hadiah diberikan karena peng-
misalnya hukuman dalam bentuk pengasin- hormatan atau karena prestasi seseorang. Dan
gan, hukuman dalam bentuk celaan, huku- keempat, risywah ialah sesuatu yang diberi-
man dalam bentuk tasyhir (yaitu penerbitan kan kepada hakim atau penguasa dan lainnya
dengan tujuan untuk memaklumkan kepada dengan segala bentuk dan caranya. Pemberian
masyarakat tentang kejahatan yang dilaku- itu adakalanya berupa harta atau sesuatu yang
kannya, ini termasuk hukuman moral), huku- bermanfaat bagi penerima, sehingga keingi-
man dalam bentuk ancaman, hukuman dalam nan pemberi tersebut terwujud.
bentuk teguran, dan hukuman dalam bentuk Bentuk gratifikasi dalam Islam tersebut
peringatan,54 dan lain-lain. Intinya, jarīmah ada yang termasuk ke dalam kategori positif
ta‘zīr gratifikasi dalam bentuk risywah dan dan kategori amalan negatif. Gratifikasi dalam
hadiah kepada penguasa ialah amalan maksiat bentuk sedekah, hibah, dan hadiah termasuk
yang merugikan atau mengganggu kepentin- ke dalam amalan gratifikasi positif, amalan-
gan awam dan merupakan kuasa hakim atau amalan tersebut memang dianjurkan dalam
penguasa untuk menjatuhkan hukuman terten- Islam. Kepada pelaku amalan gratifikasi ini
tu sesuai dengan berat ringannya amalan yang akan mendapat ganjaran berupa syurga dan di
diperbuat. Karena tidak ada peraturan syar‘ī dunia ini akan semakin dilipatkan gandakan
yang menetapkan hal itu secara konkrit. hartanya, karena amalan yang tersebut ter-
masuk bahagian dari bentuk syukur terhadap
Penutup harta yang telah diamanahkan Allah padanya.
Adapun gratifikasi dalam bentuk hadiah
Dari uraian tentang gratifikasi dapat disim-
kepada penguasa dan risywah termasuk ke
pulkan bahwa, dalam Islam gratifikasi mem-
dalam amalan gratifikasi negatif, karena dua
punyai makna yang sangat luas, yaitu segala
bentuk amalan gratifikasi ini amalannya telah
bentuk pemberian. Amalan-amalan gratifikasi
disebutkan dalam al-Qur’an maupun hadis
dalam Islam adakala berupa sedekah, hibah,
sebagai amalan yang dilarang syara’, yaitu
hadiah, dan risywah. Di antara beberapa ben-
suatu amalan maksiat (jarimah), sementara
tuk gratifikasi itu dapat dibezakan sebagai
dalam nas tidak diterangkan jenis hukuman
untuknya. Dan memberikan risywah dalam
53 Ibid., hlm. 703-704.
54 Ibid., hlm. 702-703. keadaan untuk menegakkan kebenaran dan
Awali Ismihi Mim min Ismihi Musa, Jilid Muhammad Yūsuf al-Qardāwī, al-Halāl wa
Ke-8, Hadis No. 8235, al-Qahirah: Dar al-Harām fī al-Islām, Beirut: al-Maktab
al-Haramayn, t.t. al-Islāmī, 1994.
Eddy OS Hiareij, “Memahami Gratifikasi”, Muhammad Amin Ibn ‘Abidin, Rad al-
Kompas.com, 13 Juni 2011. Mikhtar ‘alā al-Dār al-Mukhtar Hasyi-
Hamd Ibn ‘Abd al-Rahman al-Junayd, Atharu yat Ibn ‘Abidin, Jilid Ke-4, Beirut: Dār
Risywah fi Ta’thuri Namwi al-Iqtisadi wa al-Ihyā’, 1987.
Asalib Daf’iha fi Zilli Syari’ah Islami- Muslim, Sahih Muslim, al-Maktabah al-
yah, Riyad: al-Markas al-‘Arabi li Dira- Syamilah, Bab Tahrim Hadaya al-‘Amal,
sah al-Amniyyah wa Tadrib, 1982. Jilid Ke-3, Hadis No. 30, t.tp: Dar Tuq
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, al-Maktabah al-Najah, 1422 H.
al-Syamilah, Bab al-Ta’liz fi al-Hayf wa Quraish Shihab, Quraish Shihab Menjawab:
al-Risywah, Jilid Ke-2, Hadis No. 2313, 1001 Keislaman yang Patut Anda Keta-
t.tp: Dar ‘Ihya’ al-Kitab al-‘Arabiyah, t.t. hui, Jakarta: Lentera Hati, 2008.
M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Tanti Yuniar, Kamus Lengkap Bahasa Indone-
Islam, Jakarta: Putra Rizki Putra, 1997. sia, Jakarta: Agung Media Mulia, t.t.
M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pi- Taqy al-Din Abu Bakar Ibn Muhammad, Ki-
dana Islam. Cet. Ke-1, Jakarta: Amzah, fayat al-Akhyar, Bandung: al-Ma’arif,
2011. t.t.
Malik, Mawata’ al-Imam Malik, al-Maktabah Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 ten-
al-Syamilah, Bab Ma Ja’a fi al-Ta’afuf tang Pemberantasan Tindak Pidana Ko-
‘an al-Masa’alah, Jilid Ke-2, Hadis No. rupsi.
9, Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, Wahbah al-Zuhaylī, al-Fiqh al-Islāmī wa
1985. Adillatuhū, Damsyiq: Dār al-Fikr, 1989.
Muhammad Amin, Khususyiyah Ibn ‘Abidin,
Beirut: Dar al-Fikr, 1386 H.