You are on page 1of 7

ISSN:2527-273X (Online) JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis) : Jurnal

Accredited by Ministry of Research, Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian


Technology, and Higher Education with the 2021:6(3):107-113
ranking of Sinta (S5) SK NO.28/E/KPT/2019, http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIA
26th September 2019 doi: http://dx.doi.org/10.37149/JIA.v6i3.18150

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN GULA PASIR MILIK PETANI


DI KECAMATAN GEDEG MOJOKERTO JAWA TIMUR
1 1 1
Tri Endar Suswatiningsih , Erwin Maryana , Arum Ambarsari
1
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Instiper Yogyakarta,
Jl. Nangka II, Maguwoharjo, Yogyakarta 55282

*Corresponding author: endar_instiper@yahoo.co.id

To cite this article:


Suswatiningsih, T., Maryana, E., & Ambarsari, A. (2021). Analisis Saluran dan Marjin Pemasaran Gula Pasir Milik
Petani di Kecamatan Gedeg Mojokerto Jawa Timur. JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis) : Jurnal Agribisnis dan Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, 6(3), 107 - 113. doi:http://dx.doi.org/10.37149/jia.v6i3.18150

Received: May 17, 2021; Accepted: June 29D, 2021; Published: June 30, 2021

ABSTRACT

This study analyzes the marketing channels and efficient distribution channels carried out by
farmers in marketing sugar products to consumers, knowing how the most economically efficient
distribution channels and the obstacles faced by each distribution institution. The essentials primary
method used in this research was descriptive. Determination of the location of the study was done
purposively. Farmer samples were taken by simple random sampling, and the example of traders was
taken by snowball sampling. The entire selection was 28 famers and eight merchants. The research
was conducted in May 2018. Data analyzes by calculating the marketing margin and efficiency of
each marketing channel. This study indicates that farmers chose four distribution channels to
distribute the sugar they have to consumers. The most economically efficient distribution channel was
distribution channel III, with an IDR 7,61/kg marketing efficiency value and a marketing margin was
IDR 1.000/kg.

Keywords: distribution channels; granulated sugar farmers; marketing margin.

PENDAHULUAN

Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia serta salah
satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan pangan yang sangat penting bagi kebutuhan sehari-hari,
bagi rumah tangga maupun industri makanan dan minuman Gula dunia sebesar 70% diproduksi dari
tebu yang pada umumnya tumbuh di daerah tropis di belahan selatan bumi, sedangkan sisanya gula
bit yang tumbuh di belahan utara bumi (Rukmana, 2015). Gula kristal putih berbasis tebu di Indonesia
diproduksi oleh 62 unit pabrik yang terdiri dari 50 unit dikelola BUMN dan 12 pabrik swasta. Propinsi
Jawa Timur pada tahun 2014 menjadi propinsi dengan luas panen tebu terbesar dan menjadi sentra
industri gula di Indonesia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2015). Produksi yang dihasilkan provinsi
Jawa Timur mencapai 40-50% dari produksi nasional (Direktorat Jendral Perkebunan, 2016). Kondisi
tersebut menggambarkan bahwa komoditas gula telah menjadi salah satu sektor sub pertanian yang
mampu menggerakkan perekonomian di Jawa Timur.
Salah satu Pabrik Gula yang dinaungi oleh PTPN X di Jawa Timur adalah Pabrik Gula (PG)
Gempolkrep di Kabupaten Mojokerto. Produksi perkebunan tebu Kabupaten Mojokerto tahun 2018
mencapai 56.581 ton dengan produktivitas 7,7 Ton/Ha (BPS, 2020). Pabrik Gula Gempolkrep
memperoleh bahan baku tebu dari petani mitra melalui kontrak kerjasama yang disepakati oleh
kedua belah pihak. Salah satu kontrak yang tertera dalam perjanjian bahwa petani mitra bebas
menjual gula atas pembagian hasil yang diperoleh dan tidak mengharuskan petani menjual ke pabrik
gula kembali.
Penentuan bagi hasil gula milik petani dengan PG didasari dari hasil rendemen tebu petani.
Sistem bagi hasil ini digunakan untuk menghitung SHU (Sisa Hasil Usaha) petani. Setelah dilakukan
bagi hasil antara petani dengan PG Gempolkrep, gula pasir sisa bagi hasil adalah milik petani
sepenuhnya. Gula SHS (Superium Hoofd Suiker) hasil dari tebu milik petani akan dibagi dengan
proporsi 10% dan 90% per petani. 10% gula SHS akan diberikan ke petani berupa gula natura,
JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis): Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
2021: 6(3):107-113

sedangkan 90% gula SHS akan dijual di pelelangan gula yang diadakan oleh APTR (Asosiasi Petani
Tebu Rakyat). Artinya, petani yang menjual gula pasir di luar pabrik gula akan membentuk saluran
distribusi yang berbeda dengan pabrik gula.
Kurfiyati (2003) menyebutkan perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan saluran
distribusi yang akan digunakan karena saluran distribusi mempengaruhi semua keputusan
pemasaran lainnya. Bulog merupakan salah satu lembaga distribusi gula pasir hingga ke konsumen.
BULOG membeli gula dari empat sumber yaitu gula bagian petani, gula milik PG-PNP, gula milik PG
non PNP dan gula impor (Manik, 2007). Selain BULOG terdapat lembaga pemasaran lain yang
terlibat dalam pemasaran gula pasir (Rofiq, 2011), seperti pedagang besar, pemborong, koperasi
hingga pengecer.
Sari dan Nofialdi (2017) menyebutkan bahwa produk gula merah tebu petani dipasarkan di
beberapa pasar tradisional dan ke pedagang pengumpul dengan harga berkisar Rp 10.000,- hingga
Rp 15.000,- per kilogramnya, dengan sistem pembayaran tunai. Lebih lanjut (Efendi et al., 2017)
menyebutkan bahwa distribusi gula merah di Desa Kubangkangkung, Kecamatan Kawunganten
Kabupaten Cilacap melalui saluran langsung ke konsumen dan saluran tidak langsung melalui
pedagang pengepul dan pengecer. Pemilihan saluran pemasaran oleh petani berhubungan erat
dengan kepercayaan petani terhadap pedagang yang menjadi pelanggannya (Mokuna et al., 2017).
Saluran pemasaran yang berbeda akan menghasilkan marjin pemasaran yang berbeda (Harifudin et
al., 2011). Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga beli dengan harga jual. Pasar yang efisien
ketika marjin pemasarannya merata di semua lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran.
Panjang pendeknya saluran distribusi pemasaran suatu produk akan mempengaruhi marjin
keuntungan dan efisiensi pemasaran suatu produk. (Ariani, 2000) menyatakan bahwa marjin
pemasaran gula pasir di Kabupaten Bogor dari distributor hingga konsumen akhir sekitar Rp 653 per
kilogram gula pasir. Berdasarkan faktor jarak dan perbedaan harga jual gula pasir ditingkat distributor
hingga konsumen diperoleh bahwa pemasaran gula pasir cukup efisien. (Mubyarto, 1989)
menyebutkan bahwa syarat untuk memperoleh pemasaran yang efisien yaitu: 1. Mampu
menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen ke konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan
2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari seluruh harga yang dibayar konsumen akhir bagi
semua yang terlibat dalam pemasaran. (Sustiyana et al., 2013) menyebutkan bahwa saluaran
pemasaran harus dipilih yang paling efisien agar diperoleh distribusi keuntungan yang adil bagi
lembaga pemasaran yang terlibat.
Faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasaran antara lain:
keuntungan pemasaran, harga yang diterima konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran untuk
melancarkan transaksi dan transportasi serta kompetisi pasar atau persaingan antar pelaku
pemasaran (Soekartawi, 1993).
Gula pasir milik petani mitra PG Gempolkrep Kabupaten Mojokerto selama ini dijual sendiri
sesuai keinginan petani dan membentuk saluran distribusi yang berbeda dengan distribusi gula pasir
yang dimiliki PG Gempolkrep. Selama ini penelitian lebih banyak mengarah pada produksi dan
pemasaran gula pasir oleh PG, sehingga perlu dikaji bagaimana saluran distribusi dan marjin
pemasaran gula pasir milik petani hingga ke konsumen akhir beserta efisiensi saluran pemasarannya.
.
MATERI DAN METODE

Penelitian menggunakan metode dasar diskriptif kuantitatif (Sugiyono, 2012). Penentuan


lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) di Desa Gempolkrep, Kecamatan Gedek,
Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei
2018.
Populasi sampel petani yang diambil yaitu petani tebu yang bermitra dengan Pabrik Gula
Gempolkrep di Kecamatan Gedek. Sampel diambil secara simple random sampling sebanyak 28
orang. Sampel pedagang diambil secara snow ball sampling (Martono, 2010) sebanyak 8 pedagang.
Pengambilan sampel dimulai dari (PG) pabrik gula untuk menunjukkan petani yang bermitra dengan
PG. Selanjutnya petani diminta untuk menunjukkan kemana ia menjual gula pasir, dilakukan beruntun
sampai pada pedagang tingkat akhir yang menjual langsung ke konsumen.

Margin pemasaran
Perbedaan harga yanga terjadi di tingkat produsen (harga jual) dengan harga ditingkat
konsumen (harga beli). (Adiwilaga, 1996) untuk menghitung jumlah margin pemasaran yang
diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran, digunakan rumus sebagai berikut:

Suswatiningsih et al 108 eISSN: 2527-273X


JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis): Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
2021: 6(3):107-113

M = Hp – Hb
Keterangan:
M = Margin Pemasaran
Hb = Harga Pembelian
Hp = Harga Penjualan

Keuntungan Pemasaran
Selisih dari margin yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan pada setiap lembaga
pemasaran (Harifudin et al., 2011). Menurut (Adiwilaga, 1996) untuk mengetahui jumlah keuntungan
yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran, digunakan rumus sebagai berikut:
Π = M – Bp
Keterangan:
Π = Keuntungan Lembaga Pemasaran
M = Margin Pemasaran
Bp = Biaya Pemasaran

Efisiensi Pemasaran
Menurut (Harifudin et al., 2011) merupakan perbandingan antara total keuntungan dengan
total biaya pemasaran (Rp/Kg). Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran secara ekonomis yang
diperoleh masing-masing lembaga pemasaran, digunakan rumus sebagai berikut:

Efisiensi ekonomi =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Tabel 1. Karakteristik petani dan pedagang berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pendidikan
Petani Pedagang
No. Karakteristik Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1. Usia (tahun)
35 - 49 9 32,1 3 37,5
50 - 64 10 35,7 5 62,5
> 64 9 32,1
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 27 96,3 7 87,5
Perempuan 1 3,7 1 12,5
3. Pendidikan
Sekolah Dasar 6 21,4 4 50,0
SMP 6 21,4 3 37,5
SMA 10 35,7 1 12,5
Perguruan Tinggi 6 21,4
Sumber : Analisis Data Primer (2018)

Petani tebu sebagian besar berusia 50 hingga 64 tahun (35,7%), sedangkan pedagang gula
pasir (62,5%). Hal ini menunjukkan usia petani dan pedagang masih produktif. Baik petani maupun
pedagang didominasi laki-laki. Petani 35,7% berpendidikan SMA sedangkan pedagang gula pasir
50% berpendidikan SD. Pendidikan merupakan hal penting karena mempengaruhi pola berfikir petani
maupun pedagang.

Saluran Distribusi Gula Pasir Milik Petani


Berdasarkan Gambar 1. Saluran distribusi gula pasir milik petani di Kecamatan Gedeg
mempunyai empat saluran distribusi yang berbeda. Terdapat 39,29% petani memilih saluran
distribusi I, yaitu dari petani ke pedagang tingkat Kabupaten kemudian ke pedagang tingkat
Kecamatan dilanjutkan ke pedagang tingkat Desa/pengecer hingga akhirnya sampai ke tangan
konsumen. Sedangkan 28,57% memilih saluran distribusi II, yaitu gula pasir dari petani dijual kepada
pedagang tingkat Kecamatan kemudian ke pedagang tingkat Desa/pengecer sampai kemudian ke
tangan konsumen. Saluran distribusi III dimintai 25% petani yaitu gula pasir dari petani dijual kepada

Suswatiningsih et al 109 eISSN: 2527-273X


JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis): Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
2021: 6(3):107-113

pedagang tingkat Desa/pengecer kemudian sampai ke tangan konsumen. Saluran distribusi IV hanya
dipilih oleh 7,14% petani, yaitu gula pasir dari petani dijual langsung kepada konsumen tanpa
melewati pedagang perantara. Perbedaan pemilihan saluran pemasaran, di pengaruhi oleh beberapa
hal diantaranya banyaknya gula yang dimiliki oleh petani, luas lahan yang dimiliki bahkan sampai
pada hubungan kekerabatan. Hal ini sejalan dengan penelitian (Erviyani et al., 2017) dan (D. D. A.
Putri et al., 2020) bahwa petani akan menjual produknya ke pedagang karena hubungan kekerabatan
dan kepercayaan.

Gambar 1. Saluran Distribusi Gula Miliki Petani

Petani sebagian besar memilih menjual gula pasirnya langsung ke pedagang tingkat
kabupaten (39,29%) (Tabel 2). Hal ini karena petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
transportasi, administrasi dan tenaga kerja. Pedagang yang akan mengambil sendiri gula di gudang
PG. Pedagang tingkat kabupaten relatif memiliki modal lebih besar dan langsung membayar dalam
bentuk tunai. Hal ini sejalan dengan (D. D. A. Putri et al., 2020) bahwa sistem pembayaran
mempengaruhi pemilihan pedagang oleh petani.

Tabel 2. Lembaga yang dipilih petani untuk memasarkan gula pasir


No Pedagang Yang Dipilih Petani Persentase (%)
1 Pedagang Tingkat Kabupaten 39,29
2 Pedagang Tingkat Kecamatan 28,57
3 Pedagang Tingkat Desa 25,00
4 Langsung ke konsumen 7,14
Sumber: Analisis Data Primer (2018)

Penentuan harga gula pasir di dasarkan atas kesepakatan bersama antara petani dan
pedagang berdasarkan harga yang lebih tinggi dari harga beli di dalam pabrik. Harga gula pasir
sesuai dengan harga pasaran yang berlaku di tingkat produsen dan pedagang. Kesepakatan
bersama dilakukan dengan tujuan agar kedua belah pihak saling menguntungkan satu sama lain. Hal
ini yang membuat petani menjual ke pedagang pengecer langsung (7,4%) karena menurut (Magfiroh
dan Wibowo, 2019) petani akan menerima harga yang cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan (Efendy,
2001) bahwa penentuan harga jual pleh pedagang gula aren akan mempengaruhi penjualan gula
aren oleh petani. (Rasihen, 2018) menyatakan bahwa petani gula aren menjual produksi langsung ke
konsumen karena harga yang lebih tinggi.

Efisiensi Saluran Distribusi

Tabel 3. Harga jual dan harga beli gula pasir oleh pedagang di setiap saluran distribusi
Pedagang Pedagang Pedagang
No. Saluran Distribusi Konsumen
Kabupaten Kecamatan Desa
1 Saluran I
Harga Beli (Rp/Kg) 9.600 10.500 11.300 12.000
Harga Jual (Rp/Kg) 10.500 11.300 12.000 0
2 Saluran II
Harga Beli (Rp/Kg) 0 9.800 10.900 11.500
Harga Jual (Rp/Kg) 0 10.900 11.500 0

Suswatiningsih et al 110 eISSN: 2527-273X


JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis): Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
2021: 6(3):107-113

Tabel 3. Harga jual dan harga beli gula pasir oleh pedagang di setiap saluran distribusi
Pedagang Pedagang Pedagang
No. Saluran Distribusi Konsumen
Kabupaten Kecamatan Desa
3 Saluran III
Harga Beli (Rp/Kg) 0 0 10.000 11.000
Harga Jual (Rp/Kg) 0 0 11.000 0
4 Saluran IV
Harga Beli (Rp/Kg) 0 0 0 0
Harga Jual (Rp/Kg) 0 0 0 11.000
Sumber: Analisis Data Primer (2018)

Harga jual gula pasir tertinggi adalah di saluran distribusi I yaitu Rp 12.000/Kg, pada saluran
II harga jual gula pasir adalah Rp 11.500/Kg dan harga jual terendah adalah harga jual gula pasir
pada saluran III dan IV yaitu Rp 11.000/Kg. (Tabel 3).Hal ini berarti, semakin panjang saluran
distribusi, maka semakin tinggi harga yang diterima oleh konsumen, (Efendi et al., 2017), (Rasihen,
2018), dan (D. D. A. Putri et al., 2020).

Tabel 4. Biaya pemasaran gula pasir setiap saluran distribusi


Biaya Pemasaran Pedagang Pedagang Pedagang
No Petani Total Biaya
(Rp/Kg) Kabupaten Kecamatan Desa
1 Saluran I
Biaya transportasi 19,18 46,09 177,96 0 243,23
Biaya Tenaga Kerja 200,00 225,00 0 0 425,00
Biaya Penyimpanan 4,30 17,50 6,32 0 28,12
Biaya administrasi 25,00 0 0 0 25,00
Biaya Pengepakan 0 0 51,13 0 51,13
Total Biaya 248,48 288,59 235,41 0 772,48
2 Saluran II
Biaya transportasi 0 124,03 0 0 124,03
Biaya Tenaga Kerja 0 180,00 0 0 180,00
Biaya Penyimpanan 0 0 3,58 0 3,58
Biaya administrasi 0 30,00 0 0 30,00
Biaya Pengepakan 0 0 51,03 0 51,03
Total Biaya 334,03
0 54,61 0 388,64
3 Saluran III
Biaya transportasi 0 0 11,03 0 11,03
Biaya Tenaga Kerja 0 0 0 0 0
Biaya Penyimpanan 0 0 2,70 0 2,70
Biaya administrasi 0 0 50,00 0 50,00
Biaya Pengepakan 0 0 52,35 0 52,35
Total Biaya 0 0 116,18 0 116,18
4 Saluran IV
Biaya transportasi 0 0 0 37,08 37,08
Biaya Tenaga Kerja 0 0 0 0 0
Biaya Penyimpanan 0 0 0 0 0
Biaya administrasi 0 0 0 166,67 166,67
Biaya Pengepakan 0 0 0 13,80 13,80
Total Biaya 0 0 0 217,55 217,55
Sumber: Analisis Data Primer (2018)

Biaya transportasi berbeda berdasarkan jarak tempuh yang dilalui. Lebih lanjut (Kuntari et al.,
2019) menyebutkan bahwa, biaya transportasi mempengaruhi harga gula yang dijual di tingkat
konsumen. Biaya tenaga kerja pada saluran I dan II muncul karena pedagang tingkat Kabupaten dan
pedagang tingkat Kecamatan menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Biaya penyimpanan pada
saluran distribusi I tinggi karena biaya membangun gudang yang dikeluarkan oleh pedagang cukup
tinggi sedangkan pada saluran II, III dan IV pedagang tidak menyimpan gula pasir di gudang tetapi
hanya di lemari rak (Tabel 4). Biaya administrasi yang dikeluarkan tiap saluran berbeda. 1 lembar DO
bisa terdiri dari 50 kg gula pasir sampai 2,7 ku gula pasir. Semakin banyak jumlah gula pasir yang
diambil, maka biaya administrasi yang dikeluarkan akan semakin sedikit dan semakin sedikit gula
yang diambil maka biaya administrasi akan semakin banyak. Biaya pengepakan pada saluran I, II

Suswatiningsih et al 111 eISSN: 2527-273X


JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis): Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
2021: 6(3):107-113

dan III tidak juah berbeda karena jumlah gula yang dijual hampir sama. Semakin tinggi biaya
pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang, maka semakin tinggi harga yang dikeluarkan oleh
konsumen (Kuntari et al., 2019) .Namun, pada saluran IV harga yang dikeluarkan oleh konsumen
sama dengan harga yang dikeluarkan oleh konsumen pada saluran III. Hal ini karena petani pada
saluran IV menganggap bahwa harga yang diberikan kepada konsumen adalah harga karena
hubungan kekerabatan hal ini sejalan dengan penelitian (D. D. A. Putri et al., 2020).

Tabel 5. Keuntungan lembaga berdasarkan saluran distribusi gula pasir petani


Keuntungan Pedagang Pedagang Pedagang Total
No Petani
(Rp/kg) Kabupaten Kecamatan Desa Keuntungan
1 Saluran I 651,52 511,41 464,59 0 1.627,52
2 Saluran II 0 765,97 545,39 0 1.311,36
3 Saluran III 0 0 883,82 0 883,82
4 Saluran IV 0 0 0 1.282,45 1.282,45
Sumber: Analisis Data Primer (2018)

Keuntungan lembaga pemasaran yang tertinggi adalah pada saluran I yaitu Rp 1.627,52,
kemudian saluran II Rp 1.311,36, saluran III Rp 883,82 dan saluran IV Rp 1.282,45. (Tabel 5).
Sejalan dengan penelitian (Sustiyana et al., 2013), (Arbi et al., 2018) dan (Rofiq, 2011), semakin
panjang saluran yang dilewati maka keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasaran akan
semakin sedikit

Tabel 6. Efisiensi pemasaran


Marjin Pemasaran Farmer’s Share Efidiensi pemsaran
No Saluran distribusi
(Rp/kg) (%) (Rp/kg)
1 Saluran I 2.400 92,89 2,11
2 Saluran II 1.700 92,41 3,37
3 Saluran III 1.000 90,90 7,61
4 Saluran IV 0 86,36 5,89
Sumber: Analisis Data Primer (2018)

Share harga yang diterima petani yang paling tinggi terdapat pada saluran I dengan jumlah
92,98%. Saluran II dengan jumlah 92,41%, saluran III 90,90% dan saluran IV 86,36% (Tabel 6). Hal
ini menunjukkan pemasaran gula petani di semua saluran sudah efisien. Hal ini sejalan dengan
penelitian (C. F. Putri et al., 2018), karena nilai Farmer’s share lebih besar dari 40 %. Lebih lanjut
(Arbi et al., 2018): (Rofiq, 2011), menyebutkan bahwa, semakin banyak lembaga yang terlibat dalam
pemasaran gula petani maka share harga yang diterima petani akan semakin kecil.
Semakin besar nilai margin pemasaran yang diperoleh setiap lembaga pemasaran maka
efisiensinya akan semakin kecil. Efisiensi saluran pemasaran yang paling besar yaitu saluran III
dengan jumlah Rp 7,61/kg, dan yang paling kecil yaitu saluran I dengan jumlah Rp 2,11kg. Efisiensi
pemasaran sebesar Rp 2,11/kg berarti untuk setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1/kg
keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasaran adalah Rp 2,11/kg. Saluran distribusi yang
paling efisien adalah saluran distribusi III karena setiap lembaga pemasaran akan memperoleh
keuntungan sebesar Rp 7,61/kg. Hal ini sejalan dengan (Erviyani et al., 2017), (Mokuna et al., 2017)
(C. F. Putri et al., 2018) bahwa semakin panjang saluran distribusi maka semakin tidak efisien saluran
pemasaran dan sebaliknya semakin pendek saluran pemasaran maka semakin efisien saluran
pemasaran.

KESIMPULAN DAN SARAN

Saluran distribusi yang dipilih oleh petani tebu untuk menyalurkan gula pasir yang dimiliki
yaitu: (1) Petani, Pedagang Kabupaten, Pedagang Kecamatan, Pedagang Desa dan konsumen, (2)
Petani, Pedagang Kecamatan, Pedagang Desa, konsumen, (3) Petani, Pedagang Desa, konsumen
dan (4) Petani langsung ke konsumen. Saluran distribusi yang paling efisien adalah saluran distribusi
III dengan marjin pemasaran Rp 1.000/kg dan nilai efisiensi pemasaran sebesar Rp 7,61/kg. Petani
tebu dapat menitipkan gula miliknya dahulu di gudang PG agar bisa menjualnya saat harga naik.

Suswatiningsih et al 112 eISSN: 2527-273X


JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis): Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian
2021: 6(3):107-113

REFERENSI

Adiwilaga. (1996). Ilmu Usahatani. Penerbit Alumni Bandung.


Arbi, M., Thirtawati, T., & Junaidi, Y. (2018). Analisis Saluran Dan Tingkat Efisiensi Pemasaran Beras
Semi Organik Di Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin. JSEP (Journal of Social and
Agricultural Economics), 11(1), 22. https://doi.org/10.19184/jsep.v11i3.7151
Ariani, R. (2000). Studi Distribusi Gula Pasir dalam upaya Efisiensi Pemasaran di Kabupaten. Institut
Pertanian Bogor.
BPS. (2020). Jawa Timur Dalam Angka 2020. In BPS-Statistics of Jawa Timur Province (Issues
0215–2193). BPS. http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf
Direktorat Jendral Perkebunan. (2015). Outlook Perkebunan Tebu. Kementrian Pertanian. Jakarta
Direktorat Jendral Perkebunan. (2016). Luas Tanam dan Produksi tebu Menurut Propinsi dan Status
Pengusahaan.
Efendi, F., Pujiharto, & Dumasari. (2017). Analisis Produksi dan Pemasaran Gula Merah di Desa
Kubangkangkung Kabupaten Cilacap. Agritech, 19(2), 110–120.
Efendy. (2001). Penampilan Pasar Gula Aren Di Nusa Tenggara Barat. Agrimansion, 1(2), 104–112.
Erviyani, E., Makkarennu, M., Sahide, M. A. K., & Asar Said Mahbub. (2017). Analisis Tata Niaga
Rotan di Kelurahan Batu Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidenreng Rappang. Jurnal Hutan
Dan Masyarakat, 9(1), 1. https://doi.org/10.24259/jhm.v9i1.2040
Harifudin, Aisyah, & Budiman. (2011). Analisis Marjin Dan Efisiensi Pemasaran Rumput Laut Di Desa
Mandalle Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep. Agribisnis, X(3), 38–48.
Kuntari, R. S., Suraharta, I. M., & Tarli. (2019). Kajian kemahalan harga gula di Kabupaten Manokwari
ditinjau dari transportasi darat. Jurnal Transportasi Multimoda, 16(2), 111–124.
https://doi.org/10.25104/mtm.v16i2.968
Kurfiyati, E. (2003). Analisis Saluran Distribusi Pada PT Suprasurya Di Karanganyar. Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Magfiroh, I. S., & Wibowo, R. (2019). Manajemen Risiko Rantai Pasok Tebu (Studi Kasus di PTPN X).
Jurnal Pangan, 28(3), 203–212.
Manik, O. M. (2007). Tataniaga Gula Pasir di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Sumatera
Utara
Martono, N. (2010). Metode Penelitian Kuantitas. Rajagrafindo Persada. Jakarta
Mokuna, A. C., Makkarennu, M., & Ridwan, R. (2017). Sistem Pemasaran Gula Semut Kelompok Tani
Hutan ( KTH ) Buhung Lali Pada Hutan Kemasyarakatan ( HKm ) Bangkeng Bukit di Desa
Bukit Harapan. Hutan Dan Masyarakat, 9(2), 83–92.
Mubyarto. (1989). Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Putri, C. F., Prayuginingsih, H., & Hadi, S. (2018). Analisis Pemasaran Agroindustri Rumah Tangga
Gula Kelapa Di Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember. Jurnal Agribest, 2(1), 24–31.
https://doi.org/10.32528/agribest.v2i1.1371
Putri, D. D. A., Susrusa, K. B., & Arisenna, G. M. K. (2020). Marketing System of “Gula Pasir” Snake
Fruit in Bebandem District, Karangasem Regency. Agrisocionomics, 4(2), 255–265.
Rasihen, Y. (2018). Analisis Efisiensi Dan Perilaku Pasar Gula Aren Di Kecamatan Rambah Samo
Kabupaten Rokan Hulu. SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 14(1), 47.
https://doi.org/10.20961/sepa.v14i1.21044
Rofiq, A. (2011). Analisis Saluran Distribusi di PG Mojo Sragen. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rukmana, R. (2015). Untung Selangit Dari Agribisnis Tebu. Lily Publisher. Yogyakarta
Sari, R., & Nofialdi, N. (2017). Kajian Hubungan Kebijakan Bauranpemasarandan Volume Penjualan
Gula Merah (Saka) Rakyat Di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Jurnal AGRISEP,
16(1), 1–12. https://doi.org/10.31186/jagrisep.16.1.1-12
Soekartawi. (1993). Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif R and R).
Alfabeta. Bandung
Sustiyana, Syafrial, & Purnomo, M. (2013). Analisis Supply Chain Dan Efisiensi Pemasaran Gula
Siwalan di Kabupaten Sumenep Jawa Timur (Kasus di Kecamatan Dungkek Kabupaten
Sumenep). Habitat, XXIV(2), 110–119.

Suswatiningsih et al 113 eISSN: 2527-273X

You might also like