You are on page 1of 15

Jurnal Psikologi Talenta Mahasiswa

Volume 1, No 3, Februari 2022


e-ISSN 2807-789X

Gambaran Persepsi Pola Asuh Helikopter Pada Generasi Milenial


di Masa Emerging Adulthood

Nurul Awaliah Arwing1*, Muh. Daud 2, Kurniati Zainuddin 3


Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar, Indonesia
E-mail: awaliah.ar@gmail.com

Abstract
Helicopter parenting makes the millennial generation have a low level of
independence. The purpose of this study is to describe the perception of helicopter
parenting accepted by individuals belonging to the millennial generation in emerging
adulthood. Respondents were selected using the helicopter parenting instrument (HPI)
scale with hypothetical normalization. Respondents as many as five individuals were
then selected with a total score above 56. This study uses a qualitative method with a
phenomenological approach. The results of the study show that the millennial
generation's perception of helicopter parenting is a parenting pattern that is accepted
as normal and reasonable, is the best parenting pattern and tries to accept it even
though it experiences a little pressure due to the parenting received. The positive
impact of helicopter parenting is the fulfillment of developmental tasks in emerging
adulthood, including the decision to build a more intimate relationship, improvement
in education and career, and the attachment between parents and children. The
negative impact of the parenting style that is accepted is the lack of independence such
as continuing to depend on parents, always needing others, not having a picture of the
future and and lack of independence in personal financial arrangements. This study
implies that children are able to communicate well the negative feelings they feel
without trying to ignore the obedience factor to their parents.

Keywords: Emerging Adulthood, Helicopter Parenting, Millenials Generation,


Perception.

Abstrak
Pola asuh helikopter membuat generasi milenial mengalami ketidakmandirian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran persepsi pola asuh
helikopter yang diterima oleh individu yang termasuk ke dalam generasi milenial di
masa emerging adulthood. Pemilihan responden dilakukan menggunakan skala
helicopter parenting instrument (HPI) dengan penormaan hipotetik. Responden
sebanyak lima individu kemudian dipilih dengan jumlah skor di atas 56. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian
menunjukkan gambaran persepsi generasi milenial terhadap pola asuh helikopter
adalah pola asuh yang diterima normal dan wajar, merupakan pola asuh yang terbaik
serta berusaha menerima meskipun mengalami sedikit tekanan akibat pola asuh yang
diterima. Dampak positif pola asuh helikopter yang diterima adalah terpenuhinya
tugas-tugas perkembangan di masa emerging aduulthood diantaranya keputusan
membangun hubungan yang lebih intim, peningkatan dalam hal pendidikan dan karir
serta munculnya kelekatan antara orang tua dan anak. Adapun dampak negatif dari
pola asuh yang diterima adalah ketidakmandirian seperti terus bergantung pada
orang tua, selalu membutuhkan orang lain, tidak memiliki gambaran masa depan
serta ketidakmandirian dalam pengaturan keuangan pribadi. Penelitian ini
berimplikasi agar anak mampu mengomunikasikan dengan baik perasaan negatif
yang dirasakan tanpa berusaha mengabaikan faktor kepatuhan pada orang tua.

Kata Kunci: Generasi Milenial, Masa Emerging Adulthood, Persepsi, Pola asuh
Helikopter.

PENDAHULUAN
Orang tua menjadi dasar pertama terbentuknya kepribadian anak dan membentuk baik
buruknya anak. Pola asuh yang orang tua terapkan di dalam keluarga memiliki pengaruh
terhadap kompetensi anak ketika berhadapan dengan dunia luar. Hal tersebut disadari secara
penuh oleh orang tua sehingga tiap orang tua berusaha menemukan pola asuh terbaik untuk
anak. Kesalahan pola asuh berdampak pada masalah kesehatan mental, perilaku dan karakter
anak. Pola asuh yang tidak efektif dan berdampak buruk pada anak khususnya di zaman
modern dikenal juga dengan istilah pola asuh mematikan. Salah satu yang termasuk ke dalam
pola asuh mematikan adalah pola asuh helikopter (Borba, 2009).
Pola asuh helikopter mengacu pada orang tua yang terlalu terlibat dan protektif. Orang tua
secara terus-menerus berkomunikasi dengan anak-anak mereka, serta campur tangan dalam
urusan anak-anak mereka (Odenwaller, Butterfield dan Weber, 2014). Fenomena pola asuh
helikopter dibahas dalam buku How to Raise an Adult: Break Free of the Overparenting Trap
and Prepare Your Kid for Success oleh Julie Lythcott-Haims tahun 2015. Istilah “pola asuh
helikopter” pertama kali muncul dalam buku seri pengasuhan Cline dan Fay, lalu
dipopulerkan oleh artikel Newsweek. Peneliti perkembangan anak Cline dan Fay menciptakan
istilah orangtua helikopter merujuk pada orang tua yang terus melayang disekitar anak seperti
helikopter. Cline dan Fay menemukan perubahan pola asuh terhadap anak di Amerika terjadi
sekitar sejak 25 tahun lalu. Hal itu berarti pola asuh helikopter baru muncul pada generasi Y
atau generasi milenial (Lythcott-Haims, 2015). Odenweller, Butterfield, dan Weber (2014)
mengemukakan lima aspek yang terkait dengan pola asuh helikopter diantaranya komunikasi
secara konstan dengan anak, turut campur dalam urusan pribadi anak, terlibat dengan tujuan
anak secara pribadi, membuat keputusan untuk anak, serta menyingkirkan rintangan yang
dihadapi anak.
Generasi milenial atau dikenal juga dengan generasi Y adalah generasi yang lahir antara
65
tahun 1982 sampai tahun 2000 (Strauss & Howe, 1991). Sulaiman dan Al-Muscati (2017),
mengemukakan bahwa generasi milenial memiliki kesamaan dengan generasi orang tua
mereka dalam hal nilai-nilai budaya dan nilai-nilai kerja. DeVaney (2015) mengemukakan
bahwa generasi milenial saat ini tengah berkutat dengan pendidikan dan sebagian telah
memasuki dunia kerja. Maka dapat disimpulkan bahwa generasi milenial mayoritas telah
memasuki masa emerging adulthood.
Masa transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal ini dikenal juga dengan masa
emerging adulthood. Masa emerging adulthood dimulai sejak individu berusia 18-25 tahun.
Miller (2011) mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan dimasa emerging adulthood
diantaranya tinggal terpisah dari orang tua, peningkatan dalam hal pendidikan dan karir,
membangun hubungan yang lebih intim, mengambil keputusan secara mandiri dan
kematangan dalam hal emosi.
Pengambilan data awal dilakukan untuk menentukan pengkategorian responden penelitian
termasuk kedalam pola asuh helikopter. Peneliti menggunakan skala helicopter parenting
instrument yang diadaptasi dari Khairunnisa dan Trihandayani (2018) berdasarkan aspek-
aspek yang dikembangkan oleh Odenwaller, Butterfield dan Weber pada 2014. Hasil
penelitian terhadap 31 orang responden diperoleh gambaran adanya mahasiswa yang
mengalami ciri-ciri dari pola asuh helikopter.
Responden ASH mengatakan bahwa orang tua responden mencoba untuk membuat semua
keputusan penting termasuk pekerjaan dan hubungan sosial responden. Orang tua responden
akan merasa bersalah dan merasa menjadi orang tua yang buruk apabila responden salah
mengambil keputusan. Selain itu orang tua responden berpikir bahwa kewajiban mereka
adalah menyelamatkan responden dari semua situasi yang dianggap akan menyulitkan
kehidupan responden meskipun responden tidak memintanya.
Responden NFK mengatakan bahwa orang tua responden meminta untuk melaporkan
seluruh kegiatan responden, termasuk menceritakan hubungan pribadi responden. Orang tua
responden baru akan menyebut diri mereka orang tua yang baik jika mampu menyelesaikan
permasalahan responden. Sebaliknya, orang tua responden akan merasa sangat buruk apabila
responden mengambil keputusan yang berujung kegagalan.
Sejalan dengan dua responden di atas, responden RW mengemukakan bahwa orang tua
responden mengorbankan lebih banyak waktu untuk mengurusi responden termasuk masalah
mencuci pakaian, membersihkan kamar dan kontrol masalah kesehatan, dibanding responden
sendiri. Orang tua responden juga meminta laporan mengenai aktifitas harian responden dan

66
kehidupan pribadi responden, termasuk masalah pertemanan dan pasangan. Selain itu, orang
tua responden selalu mencoba membuat keputusan-keputusan penting untuk pemenuhan
harapan mereka mengenai karir masa depan responden.
Hasil dari data awal yang diperoleh peneliti menunjukkan adanya individu yang diasuh
dengan pola asuh helikopter. Odenwaller, Butterfield dan Weber (2014) mengemukakan
bahwa pola asuh helikopter ditandai dengan pemberian saran yang berlebihan dari orang tua
kepada anak. Orang tua memiliki keterlibatan berlebihan terhadap kehidupan anak yang
berdampak pada kurangnya penyesuaian terhadap kebutuhan anak akan otonomi. Pola asuh
helikopter menciptakan kontrol yang tinggi terhadap anak sejalan dengan intervensi yang
diberikan.
Pengasuhan helikopter adalah pengasuhan dengan pengawasan yang bersifat menyeluruh.
Orang tua dengan pola asuh helikopter akan mengambil tindakan seperti menunggu anak di
sekolah hingga jam pulang, serta berusaha menyelesaikan pekerjaan rumah anak yang didapat
di sekolah. Semua itu dilakukan guna memastikan anak memperoleh nila yang bagus dan
memuaskan. Tipe pengasuhan ini akan menjadikan anak-anak sangat bergantung sampai
dewasa, yang membuat anak tidak siap menangani turun naiknya kehidupan yang akan
mereka alami. (Borba, 2009).
Meskipun orang tua dengan tipe pengasuhan helikopter berniat baik dan mengklaim demi
kepentingan anak, namun hasil penelitian membuktikan keterlibatan berlebihan orang tua
telah berdampak negatif pada anak. Penelitian oleh LeMoyne dan Buchanan (dalam
Odenweller, Butterfield & Weber, 2014) menunjukkan hasil bahwa anak menggunakan obat-
obat penghilang rasa sakit, serta obat untuk mengatasi kecemasan dan depresi. Sedangkan
penelitian oleh Padilla-Walker dan Nelson (dalam Odenweller, Butterfield & Weber, 2014)
menunjukkan dampak negatif pola asuh helikopter diantaranya adalah berkurangnya
kemandirian dan krisis identitas menjelang dewasa.
Berbagai penelitian terkait pola asuh helikopter menunjukkan perbedaan dampak terhadap
anak. Hasil penelitian oleh Ulutas dan Aksoy (2014) terhadap 422 mahasiswa di Turki
menunjukkan bahwa pola asuh helikopter dapat meningkatkan kecemasan pada anak.
Sedangkan, Odenwaller, Butterfield dan Weber (2014) mengemukakan bahwa pola asuh
helikopter berasosiasi positif dengan gaya pengasuhan otoriter, kecenderungan neurotik pada
generasi milenial serta menghambat pengambilan keputusan secara efektif. Penelitian lain
juga dilakukan di Asia yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Negara-negara di
Asia dikenal sebagai penganut budaya konfusianisme yang menekankan pada aspek disiplin

67
dan kepatuhan. Bentuk pengasuhan dalam budaya konfusianisme melibatkan pemberian
kontrol tinggi secara simultan dan dukungan yang intensif, dua faktor independen yang
membentuk pola asuh helikopter namun ke level yang lebih tinggi. Hal ini menjadi alasan
mengapa pola asuh helikopter lebih mungkin ditemukan pada negara-negara konfusianisme
(Lee dan Kang, 2018).
Lee dan Kang (2018) mengemukakan bahwa dalam budaya konfusianisme, orang tua
memikul otoritas dan tanggung jawab untuk memberikan bimbingan dan nasihat bagi anak-
anak mereka bahkan hingga dewasa. Berdasarkan penekanan budaya pada saling
ketergantungan antargenerasi dan otoritas orang tua, masih normatif bagi orang tua untuk
mengontrol dan terlibat aktif dalam kehidupan dan keputusan anak mereka bahkan setelah
mencapai usia dewasa. Dipengaruhi oleh pandangan budaya yang saling bergantung dan
kolektivitas orang tua Asia sering melihat anak sebagai perpanjangan dari diri mereka sendiri.
Kesuksesan anak lebih sebagai kehormatan keluarga daripada pencapaian individu (Kim dan
Hong 2007).
Penjelasan di atas menunjukkan adanya perbedaan pandangan terkait dampak dari pola
asuh helikopter terhadap generasi milenial. Perbedaan tersebut juga dipengaruhi oleh persepsi
anak terhadap pola asuh helikopter yang dilakukan oleh orang tua. Berdasarkan fakta-fakta
yang telah dipaparkan maka peneliti tertarik untuk mengetahui mengenai bagaimana persepsi
generasi milenial terhadap pola asuh helikopter yang diberikan orang tua pada masa emerging
adulthood serta bagaimana dampak pola asuh helikopter yang diterima terhadap tugas-tugas
perkembangan di masa emerging adulthood.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pendekatan fenomenologi.
Responden penelitian diperoleh dengan menyebar skala helicopter parenting instrument
(HPI) yang diadaptasi dari Khairunnisa dan Trihandayani (2018) berdasar pada aspek-aspek
yang dikembangkan oleh Odenwaller, Butterfield dan Weber pada 2014. Peneliti melakukan
adaptasi skala dengan uji coba terpakai sehingga tersisa 11 aitem dari total 15 aitem skala
(skala terlampir). Skala yang telah diuji cobakan memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,81.
Helicopter parenting instrument digunakan untuk menentukan kategori dari masing-masing
responden penelitian yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Kemudian didapatkan 5 orang
responden dengan kategori skor HPI tinggi (skor 56 ke atas berdasarkan penormaan
hipotetik), domisili Makassar dan berusia antara 20-25 tahun.

68
Tabel 1. Blue Print Helicopter Parenting Instrument
Aspek Nomor Aitem
Komunikasi secara konstan dengan anak 8
Turut campur dalam urusan pribadi anak 6, 9, 10
Terlibat dengan tujuan anak secara
3, 7
pribadi
Membuat keputusan untuk anak 1, 5
Menyingkirkan rintangan yang dihadapi
2, 4, 11
anak
Total aitem keseluruhan : 11 aitem

Selanjutnya, proses pengambilan data dilakukan dengan menyusun pedoman wawancara


berdasarkan aspek-aspek dari pola asuh helikopter. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dalam wawancara yaitu pandangan responden mengenai sosok orang tua, bentuk
pola asuh yang diterima dari orang tua, serta pendapat dan perasaan responden terhadap pola
asuh yang diterima. Pertanyaan lain yang diajukan berkaitan dengan interaksi responden
dengan orang tua diantaranya bagaimana responden menceritakan masalah yang dihadapi
dengan orang tua, pandangan orang tua terkait hubungan pertemanan dan hubungan pasangan
responden serta ajaran yang konsisten dari orang tua yang berpengaruh dalam hidup
responden dan bagaimana orang tua mengajarkannya kepada responden. Sebagai penutup
wawancara, responden diminta memaparkan mengenai rencana karir masa depan serta
rencana pernikahannya.
Setelah pedoman wawancara rampung, peneliti melakukan wawancara kepada 5 orang
responden. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala dan
wawancara semi terstruktur. Teknik analisis data dilakukan dengan melakukan coding
terhadap 5 data responden yang telah diperoleh. Kemudian menggunakan coding untuk
mengembangkan gambaran yang lebih umum tentang data dan disusun menjadi transkrip
hasil wawancara. Selanjutnya, transkrip disusun menjadi matriks berdasarkan fokus
penelitian. Teknik verifikasi data dilakukan dengan metode member checking dan external
audit. Dalam hal ini, peneliti melakukan diskusi baik dengan pembimbing utama maupun
pembimbing pendamping untuk melakukan evaluasi terhadap data-data yang telah diperoleh.

HASIL
Hasil penelitian ini berfokus pada persepsi pola asuh helikopter yang diterima oleh
responden serta dampaknya terhadap penyelesaian tugas-tugas perkembangan di fase
69
emerging adulthood. Berdasarkan hasil wawancara yang telah ditentukan, berikut uraian hasil
penelitian yang diperoleh:
a. Persepsi individu terhadap pola asuh yang diterima
1) Pola asuh yang diterima adalah hal yang normal
Pola asuh helikopter yang diterima oleh responden dianggap sebagai sesuatu
yang normal. Bahkan, menurut responden ibunya dianggap terlalu santai sebagai
orang tua, berbeda dengan orang tua teman-temannya. Selain itu, menurut
reaponden pola asuh yang diterapkan oleh orang tua adalah sesuatu yang ideal.
Responden menganggap perlakuan yang diterima sudah selayaknya sesuai dengan
orang tua pada umumnya.
2) Pola asuh yang terbaik
Pola asuh helikopter yang diterapkan oleh orang tua dipandang sebagai pola
asuh yang terbaik. Responden menggambarkan sosok orang tua berhasil
menjalankan perannya dengan baik. Orang tua dipandang luar biasa dalam
memberikan didikan khususnya dalam hal agama dan motivasi untuk meraih cita-
cita.
3) Berusaha menerima meskipun tertekan
Pola asuh helikopter yang diterima oleh responden dari orang tua berusaha
untuk diterima dengan berbagai alasan. Responden merasa perlakuan orang tua
seperti selalu dituntun dan diarahkan adalah apa yang dibutuhkan oleh responden.
Meski demikian, responden kadang kala mengalami perasaan tertekan. Timbul
perasaan jengkel dan merasa tertekan sebagai akibat dari aturan-aturan dari orang
tua. Responden merasa suduh cukup dewasa untuk diberi kesempatan menentukan
pilihannya sendiri. Namun, responden berusaha menerima dan mengakui bahwa
niat baik orang tuanya semata-mata sebagi bentuk kasih sayang dan menginginkan
yang terbaik untuk anak.
b. Dampak pola asuh helikopter terhadap tugas-tugas perkembangan fase emerging
adulthood.
1) Kelekatan antara orang tua dan anak
Pola asuh helikopter yang diterima oleh responden memberikan dampak yaitu
kelekatan antara orang tua dan anak. Responden mengakui bahwa perlakuan yang
diterima membuat merasa lebih dekat dan intens berkomunikasi dengan orang tua.
Responden dan orang tua saling berbagi banyak membahas terkait hal-hal bersama.

70
Responden merasa lebih terbuka untuk membicarakan masalah yang dihadapi dan
berbagi mengenai kegiatan sehari-hari.
2) Keputusan membangun hubungan yang lebih intim
Dampak yang dialami oleh responden sebagai akibat dari pola asuh helikopter
yang diterima adalah kemampuan responden untuk mengambil keputusan menjalin
hubungan yang lebih intim. Responden mengambil keputusan untuk menikah meski
ditengah-tengah kesibukan perkuliahan.
3) Peningkatan dalam hal pendidikan dan karir
Salah satu tugas perkembangan fase emerging adulthood yang terpenuhi
sebagai dampak dari pola asuh helikopter adalah peningkatan dalam hal pendidikan
dan karir. Pola asuh helikopter yang diterima individu memberi dampak berupa
kemampuan individu untuk lebih siap menentukan pilihan karir untuk masa
depannya. Responden telah menentukan pekerjaan yang hendak dilakukan serta
menyusun rencana untuk mencapainya. Responden telah memiliki gambaran terkait
karir dan masa depan yang akan dijalani setelah menyelesaikan pendidikan strata
satu di perguruan tinggi.
4) Ketidakmandirian
Pola asuh helikopter yang diterima dari orang tua responden memberi dampak
yaitu ketidakmandirian. Ketidakmandirian yang terjadi pada responden mencakup
banyak hal diantaranya terus bergantung kepada fasilitas yang diterima dari orang
tua. Hal ini membuat responden menunda untuk memasuki jenjang pernikahan
karena pertimbangan kecukupan yang diperoleh dari orang tua sulit didapatkan
setelah menikah.
Responden juga mengalami ketidakmandirian dalam hal pengambilan
keputusan. Ketidakmampuan untuk mengambil keputusan membuat responden
terus bergantung pada orang tua. Responden tidak memiliki gambaran terkait karir
yang akan dijalani untuk masa depannya. Responden merasa aneh jika
dipertanyakan mengenai keinginannya sebab telah terbiasa ditentukan oleh orang
tua. Responden justru merasa butuh untuk terus diarahkan sebab sering
kebingungan memikirkan mengenai rencana hidupnya kedepan. Responden merasa
butuh untuk terus diarahkan agar tetap pada jalur dan tinggal melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang tidak diinginkan.

71
Gambaran lain dari ketidakmandirian responden adalah tidak ada keinginan
untuk tinggal terpisah dari orang tua. Responden merasa nyaman dengan rumah dan
fasilitas yang disediakan sehingga tidak ingin mencoba untuk tinggal terpisah dari
orang tua atau keluarga. Selain itu, responden menolak tinggal sendiri atau
menyewa kamar kost karena alasan keamanan dan kenyamanan. Menurut
responden, selain nyaman jika tinggal bersama keluarga karena ramai, juga dirasa
lebih akan lebih aman sebab dapat terhindar dari bahaya tindakan kriminal.
Pola asuh helikopter yang diterima membuat responden mengalami
ketidakmandirian dalam hal pengaturan keuangan. Responden mengakui sampai
saat ini masalah keuangan pribadi masih dipegang dan diatur oleh orang tua. Orang
tua responden masih memantau dan mengarahkan terkait pengeluaran responden.

Pola Asuh yang normal

Persepsi individu terhadap pola asuh Pola asuh terbaik


yang diterima

Berusaha menerima meskipun


tertekan

Pola asuh helikopter

Kelekatan antara orang tua dan anak

Keputusan membangun hubungan


yang lebih intim
Dampak pola asuh helikopter
Peningkatan dalam hal pendidikan dan
karir

Ketidakmandirian

Gambar 1. Bagan Hasil Penelitian

72
DISKUSI
Peneliti mengklasifikasikan hasil wawancara yang telah dilakukan ke dalam beberapa
bagian guna memudahkan pembahasan terkait subfokus dalam penelitian. Pembahasan lebih
lanjut mengenai gambaran persepsi pola asuh helikopter pada generasi milenial di masa
emerging adulthood sebagai berikut:
a. Latar belakang keluarga responden
Perubahan dalam pengasuhan anak mengalami banyak perubahan selama beberapa
dekade terakhir. Orang tua berusaha untuk menemukan pola asuh yang tepat untuk anak
agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Memasuki era generasi milenial, berkembang
jenis pola asuh baru yang disebut pola asuh helikopter. Menurut Kantrowitz dan Tyre
(dalam Odenweller, Butterfield & Weber, 2014), para orang tua helikopter umumnya
memiliki latar belakang pendidikan yang baik, keterampilan negosiasi, koneksi yang luas
serta penghasilan diatas rata-rata.
Orang tua responden umumnya berasal dari latar belakang pekerjaan yang baik serta
memiliki koneksi termasuk anggota keluarga yang memadai. Orang tua maupun anggota
keluarga responden kebanyakan memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan dunia
pendidikan, misalnya tenaga pengajar. Oleh sebab itu, orang tua maupun anggota keluarga
yang membantu responden menekankan perhatian pada bidang akademik. Mereka
berusaha memberi responden kemudahan untuk mengakses pendidikan dengan layak,
bahkan lebih baik.
Secara umum, orang tua tidak menyadari bahwa perlakuan yang diberikan kepada
anak mengarah pada pola asuh helikopter. Hal ini disebabkan karena pola asuh helikopter
lebih mungkin ditemukan di negara-negara konfusianesmi khsusunya negara di Asia.
Penelitian yang dilakukan di Asia oleh Lee dan Kang (2018) yang memiliki latar belakang
budaya yang berbeda dengan negara-negara di barat. Asia dikenal sebagai negara
konfusianisme, dimana orang tua memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan anak di
masa depan. Adalah hal yang bersifat normatif apabila orang tua terlibat secara aktif
terhadap keputusan anak meskipun anak telah dewasa.
b. Persepsi Pola Asuh Helikopter
Persepsi adalah proses penerjemahan stimulus yang diperoleh dari luar, dikirim ke
otak untuk diberi makna (Sarwono, 2012). Stimulus dalam hal ini adalah pola asuh
helikopter yang diterapkan oleh orang tua. Pola asuh helikopter sendiri menurut
Odenwaller, Butterfield dan Weber (2014) adalah perilaku orang tua yang dicirikan

73
dengan pemberian saran yang berlebihan serta intervensi yang dilakukan sejalan dengan
kontrol yang tinggi terhadap anak. Sedangkan, menurut Padilla-Walker dan Nelson
(dalam Cui, Darling, Coccia, Fincham dan May, 2019) pola asuh helikopter mengacu pada
perilaku orang tua yang terus terlibat dalam urusan anak mereka, bahkan meski anak telah
beranjak dewasa.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi yang secara
umum mirip terhadap pola asuh diterima. Responden menganggap bahwa pola asuh yang
diterima adalah normal dan wajar. Selain itu, responden juga menganggap pola asuh yang
diterima adalah yang terbaik yang bisa diberikan oleh orang tua dan atau keluarga yang
turut serta berkontribusi terhadap pengasuhan tersebut. Meski demikian, beberapa
responden mengakui munculnya kadang-kadang perasaan jengkel dan tertekan dengan
pola asuh yang diterima. Namun, responden berusaha menerima perlakuan dan
mengecualikan perasaan yang dirasakan, dengan dalih demi kebaikan responden sendiri.
Responden menilai setiap orang tua hanya berusaha memberi yang terbaik untuk anak
mereka.
Lee dan Kang (2018) mengemukakan bahwa budaya konfusianisme yang banyak
dianut di negara-negara Asia menekankan pada pentingnya penghargaan dan bakti
terhadap kerja keras orang tua. Budaya ini mengajarkan orang tua agar mendidik anak
untuk mejadi anak yang patuh dan hormat kepada yang lebih tua. Yoo dan Liu (2014)
mengemukakan bahwa konfusianisme di Asia mensosialisasikan kepada anak untuk
menghargai keterlibatan dan kontrol orang tua mereka tanpa syarat, terlepas dari seberapa
berlebihan hal tersebut.
Penelitian oleh Kwon, Yoo dan De Gagne (2017) menunjukkan hasil bahwa anak
dengan orang tua helikopter menganggap orang tua berusaha mengarahkan mereka ke
arah yang benar dan membantu pencapaian akademik dan persiapan karir mereka.
Meskipun anak tidak menyukai pola asuh helikopter yang diterima, mereka cenderung
mengalah, memendam, menghindar, atau melakukan hal yang diinginkan secara diam-
diam. Hal ini sejalan dengan budaya konfusianisme yang dianut, dimana anak dituntut
untuk mengabaikan emosi negatif dan fokus pada nilai budaya kepatuhan kepada orang
tua sebagai fitur otoritas dalam keluarga.

74
c. Dampak Pola Asuh Helikopter Terhadap Tugas-tugas Perkembangan di Fase Emerging
Adulthood
Fase emerging adulthood adalah fase peralihan dari remaja akhir menuju dewasa awal
dengan kisaran usia 18 hingga 25 tahun (Arnett, 2000). Arnett (2004) mengemukakan
bahwa fase emerging adulthood memiliki karakteristik diantaranya sebagai fase
eksplorasi, fase ketidakstabilan dan fokus pada diri pribadi. Selain itu, fase emerging
adulthood juga merupakan fase transisi serta fase kemungkinan-kemungkinan untuk mulai
mengembangkan harapan akan masa depan.
Miller (2011) mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan pada fase emerging
adulthood diantaranya adalah kematangan secara emosi, merantau atau tinggal secara
terpisah dari orang tua, memulai hubungan romantis yang lebih intim, serta pengambilan
keputusan secara mandiri, khususnya dalam hal pendidikan dan karir. Semua tugas
perkembangan yang ada selama fase emerging adulthood wajib terpenuhi sebab akan
berdampak pada kesuksesan individu untuk menjalani kehidupan di fase selanjutnya.
Pemenuhan tugas-tugas perkembangan selama fase emerging adulthood salah satunya
dipengaruhi oleh pola asuh yang diterima. Pola asuh helikopter dinilai dapat memberi
dampak baik secara positif maupun negatif terhadap kesuksesan pemenuhan tugas-tugas
perkembangan fase emerging adulthood.
Dampak positif yang terjadi pada responden akibat dari pola asuh helikopter yang
diterima diantaranya kesuksesan eksplorasi bidang pendidikan dan karir yang diinginkan
serta mampu mengambil keputusan untuk membangun hubungan yang lebih intim. Hal ini
mengarah pada pemenuhan tugas-tugas perkembangan di fase emerging adulthood yang
akan memengaruhi kesuksesan fase selanjutnya. Dampak positif lain yang muncul adalah
kelekatan antara orang tua dan anak, dimana responden lebih mampu untuk menceritakan
keseharian yang dilewati maupun masalah yang sedang dihadapi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Woo, Hur dan Ahn (2017) menunjukkan bahwa
pola asuh helikopter memiliki efek positif yang signifikan dengan keterkaitan secara
emosional dengan orang tua. Temuan serupa dari penelitian yang dilakukan oleh Hesse,
Mikkelson dan Saracco (2017) menunjukkan hubungan positif antara pola asuh helikopter
dengan kepuasan relasional orang tua-anak. Hal ini berkaitan dengan niat baik orang tua
untuk membantu anak, membuat orang tua menjadi terlalu terikat dengan anak sehingga
anak merasa menjadi dekat dengan orang tua mereka.

75
Dampak negatif dari pola asuh helikopter yang dialami responden berdasarkan hasil
wawancara adalah ketidakmandirian. Efek dari ketidakmandirian menimbulkan masalah
baru seperti ketergantunagn secara terus-menerus dengan orang tua dan atau orang lain,
ketakutan menjalin hubungan lebih serius seperti menikah, tidak memiliki gambaran karir
di masa depan yang lebih jelas, ketidakmampuan mengelolah keuangan pribadi serta tidak
ingin tinggal terpisah dari orang dan atau keluarga. Dengan kata lain, efek negatif dari
pola asuh yang diterima menyebabkan beberapa tugas perkembangan di fase emerging
adulthood tidak terpenuhi. Hal ini akan menghambat kesuksesan perkembangan di fase
selanjutnya.
Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama yaitu korelasi negatif
antara pola asuh helikopter dan kemandirian. Penelitian oleh Odenwaller, Butterfield dan
Weber (2014) menunjukkan dampak negatif dari pola asuh helikopter yang diterima
generasi milenial diantaranya menghambat kemandirian, pengambilan keputusan dan
kepercayaan diri mereka secara efektif. Selain itu, campur tangan secara berlebihan dan
terus menerus dari orang tua memungkinkan terjadinya ketergantungan abadi pada anak
yang menghambat perkembangan kemampuan pemecahan masalah anak secara mandiri.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semua respoden
memersepsi positif pola asuh helikopter yang diterima dari orang tua mereka. Kelima
responden mengungkapkan bahwa pola asuh helikopter yang diterima adalah hal yang normal
selayaknya orang tua pada umumnya, sudah ideal dan merupakan yang terbaik. Meskipun
demikian, beberapa responden mengakui adanya perasaan tertekan akibat pola asuh helikopter
yang diterima. Namun, menurut responden perlakuan orang tua adalah untuk kebaikan
responden sehingga responden memilih mengabaikan dan berusaha menerima pola asuh yang
diberikan.
Adapun, dampak positif yang dirasakan oleh responden adalah kelekatan dan relasi
emosional yang kuat antara orang tua-anak, serta terpenuhinya beberapa tugas-tugas
perkembangan fase emerging adulthood diantaranya keputusan pemilihan karir untuk masa
depan serta menjalin hubungan yang lebih intim yaitu pernikahan. Meski demikian,
pemenuhan tugas perkembangan ini tidak berlaku sama di semua responden. Responden juga
mengalami dampak negatif akibat pola asuh helikopter, khususnya dalam hal pemenuhan
tugas perkembangan fase emerging adulthood. Hasil wawancara menunjukkan bahwa kelima

76
responden memiliki masalah yang sama dalam hal ketidakmandirian, diantaranya ketidak
mampuan responden untuk lepas dari bantuan orang tua. Hal ini menyebabkan kegagalan
untuk menjalin hubungan yang lebih intim berupa pernikahan, tidak ingin tinggal terpisah dari
orang tua, ketidakmandirian dalam pengelolaan keuangan serta tidak memiliki gambaran karir
yang jelas.
Adapun beberapa saran yang dapat dipertimbangkan, yaitu:
a. Bagi responden penelitian, agar mampu mengkomunikasikan dan mendiskusikan
dengan baik kepada orang tua terkait keinginan dan atau rencana masa depan jangka
panjang.
b. Bagi orang tua, agar mampu melakukan komunikasi yang sehat dan tidak mendoktrin
harapan dan keinginan terhadap anak. Selain itu, orang tua diharapkan dapat lebih
bijak menerapkan pola asuh sesuai dengan tahapan perkembangan anak, agar anak
dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan di tiap tahapan perkembangannya.
c. Bagi penelitian selanjutnya, agar bisa meneliti topik mengenai pola asuh helikopter
yang dikaitkan dengan variabel lain yang mungkin terkait, sebab penelitian mengenai
pola asuh helikopter masih belum banyak diteliti. Selain itu, penelitian yang sama juga
dapat dilakukan namun dengan memilih responden dari generasi yang berbeda, fase
perkembangan yang berbeda, latar belakang budaya atau suku, serta perbedaan pola
asuh ditinjau dari perbedaan gender.

REFERENSI
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens through
the twenties. Journal of American Psychologist, 55(5), 469-480. doi: 10.1037//0003-
066X.55.5.469.
Arnett, J. J. (2004). Emerging adulthood: The winding road from the late teens through the
twenties. New York: Oxford University Press.
Borba, M. (2009). The Big Book of Parenting Solutions. San Fransisco: Jossey Bass.
Cui, M., Darling, C. A., Coccia, C., Fincham, F. D., & May, R., W. (2019). Indulgent
parenting, helicopter parenting, and well-being of parents and emerging adults. Journal of
Child and Family Studies. doi: 10.1007/s10826-018-01314-3.
DeVaney, S. A. (2015). Understanding the millennial generation. Journal of Financial
Service Professionals, 69(6), 11–14.
Hesse, C., Mikkelson, A., C & Saracco, S. (2017). Parent–child affection and helicopter
parenting: exploring the concept of excessive affection. Western Journal of
Communication, 00(00), 1-18. doi: 10.1080/10570314.2017. 1362705.
Khairunnisa, Ria., & Trihandayani, Dewi. (2018). Hubungan antara helicopter parenting
dengan kesepiaan pada generasi milenial di masa emerging adulthood. Jurnal Ilmiah
Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris, 4(1), 23-32.

77
Kwon, K. A., Yoo, G., & De Gagne, J. C. (2017). Does culture matter? A qualitative inquiry
of helicopter parenting in Korean American college students. Journal of Child and Family
Studies, 26(7), 1979-1990. doi: 10.1007/s10826-017-0694-8.
Lee, J., & Kang, S. (2018). Perceived helicopter parenting and korean emerging adults’
Psychological adjustment: the mediational role of parent–child affection and pressure from
parental career expectations. Journal of Child and Family Studies, 27(11), 3672-3686.. doi:
10.1007/s10826-018-1193-2.
Lythcott-Haims, J. (2015). How to raise an adult: Break free of the overparenting trap and
prepare your kid for success. New York: Henry Holt and Co.
Miller, J, L. (2011). The relationship between identity development processes and
psychological distress in emerging adulthood. (Disertatiton, The George Washington
University).
Odenweller, K. G., Butterfield, M. B., & Weber, K. (2014). Investigating helicopter
parenting, family environments, and relational outcomes for millennials. Communication
Studies, 65(4), 407-425. doi: 10.1080/10510974.2013. 811434.
Sarwono, S. W. (2012). Pengantar psikologi umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Strauss, W., & Howe, N. (1991). Generations: The history of america’s future , 1584 to 2069.
USA: William Morrow and Company, Inc.
Sulaiman, S. M. A., & Al-Muscati, S. A. R. (2017). Millenial generation and their parents:
Similarities and differences. International Journal of Psychological Studies, 9(1), 121-131.
doi: 10.5539/ijps.v9n1p121.
Ulutas, I., & Aksoy, A, B. (2014). The impact of helicopter parenting on the social
connectedness and anxiety level of university students. The International Academic
Conference on Social Sciences and Humanities.
Woo, Jin. Ju., Hur, Yun. Ra., & Ahn, Hye., Young. (2017). The influence of mothers'
helicopter parenting behaviours on the psychological well-being of college students.
Information, 20(12), 8605-8612. Japan: International Information Institute.

78

You might also like