Professional Documents
Culture Documents
Risalah Kebijakan
Nomor 14, Agustus 2021
Ringkasan
• Saat ini tenaga kerja lulusan SMK didominasi oleh bidang
keahlian teknologi dan rekayasa, bisnis dan manajemen, dan
bidang teknologi informasi dan komunikasi.
Konteks
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian dari agenda Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, yaitu meningkatkan
SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Pengembangan SDM juga telah tertuang dalam
Rancangan Teknokratik Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun
2020-2024, khususnya dalam visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu
“Terbentuknya sumber daya manusia Indonesia sebagai insan yang berkarakter dan sebagai
sumber daya pembangunan yang produktif”.
Salah satu upaya peningkatan mutu SDM dilakukan melalui pemerataan layanan pendidikan
yang berkualitas. Tenaga kerja berkualitas akan terlahir dari sistem pendidikan yang juga
berkualitas, yang mampu mengimplementasikan ilmu dengan keterampilan yang dibutuhkan
dunia usaha maupun dunia industri (DU/DI). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut,
pemerintah melaksanakan program pendidikan keahlian dan keterampilan melalui Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). SMK memiliki peran strategis dalam menghasilkan tenaga kerja
menengah yang terampil. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya meningkatkan mutu SMK
melalui berbagai kebijakan, di antaranya melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016
tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Inpres tersebut ditujukan kepada 12
menteri, 34 gubernur, dan 1 kepala badan. Inpres tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu
lulusan SMK dengan melakukan sinergi antara menteri, kepala lembaga, dan gubernur untuk
saling bekerja sama sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Inpres tersebut menjadi dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2018 untuk
melakukan revitalisasi SMK melalui Direktorat Pembinaan SMK dengan memberikan bantuan
dana revitalisasi kepada 219 SMK sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas sesuai
kebutuhan setiap sekolah. Ada 15 jenis bantuan yang diberikan kepada SMK, di antaranya:
pemberian bantuan teaching factory (105 SMK), bantuan technopark (31 SMK), dan bantuan
pengembangan SMK Pariwisata (47 SMK). Teaching factory merupakan konsep pembelajaran
berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur di industri. Sedangkan
technopark adalah suatu kawasan terpadu yang menggabungkan beberapa teaching factory di
SMK yang menghubungkan dunia pendidikan (SMK) dengan dunia industri dan instansi yang
relevan untuk bekerja sama.
Relevansi kompetensi lulusan SMK dan kebutuhan DU/DI menjadi salah satu permasalahan
pendidikan Indonesia. Riset menemukan, masih ada sekitar 12% lulusan SMK yang tidak terserap
di dunia kerja, termasuk kompetensi tenaga kerja lulusan SMK yang belum sesuai dengan
kebutuhan di sektor usaha di mana para lulusan tersebut bekerja (Widodo, 2016; Ngadi, 2014).
Oleh karena itu, upaya penguatan dilakukan meskipun strategi peningkatan mutu lulusan SMK
tidak dapat menunjukkan hasil seketika. Program revitalisasi SMK baru dapat dilihat hasilnya
setelah beberapa tahun dari pelaksanaan program, dengan indikator capaian program yaitu
meningkatnya mutu lulusan SMK dan banyaknya lulusan SMK yang bekerja di DU/DI. Hal ini
diharapkan dapat menurunkan tingkat pengangguran. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) menunjukkan, pada Agustus 2019 tingkat pengangguran terbuka SMK sebesar 11,24%
dan menurun 0.82% dibandingkan Agustus 2018 sebesar 10,42% (BPS, 2019).
Pusat Penelitian Kebijakan melakukan kajian daya serap lulusan SMK di dunia kerja yang
bertujuan untuk menggambarkan jumlah angkatan kerja lulusan SMK tahun 2019 dan
menganalisis sektor usaha yang banyak menyerap lulusan SMK. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan memanfaatkan data sekunder, di
antaranya data Sakernas (Agustus 2020), data lulusan SMK dari Direktorat Pembinaan SMK,
data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud, dan hasil-hasil penelitian terkait
daya serap lulusan SMK.
Lulusan dan angkatan kerja SMK didominasi oleh tiga bidang keahlian, yaitu Teknologi
dan Rekayasa, Bisnis dan Manajemen, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Data menunjukkan bahwa jumlah lulusan SMK tahun 2019 terbanyak pada bidang keahlian
Teknologi dan Rekayasa, Bisnis dan Manajemen, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Tabel 1).
Jumlah lulusan SMK bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa sebanyak 513.960 (32,4%), Bisnis
dan Manajemen 398.774 (25,1%), dan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebanyak 360.997
(22,7%). Secara akumulasi, jumlah lulusan dari tiga bidang keahlian tersebut mencapai 80,2% dari
keseluruhan lulusan SMK di Indonesia. Sementara jumlah lulusan SMK yang paling sedikit yaitu
bidang keahlian Energi dan Pertambangan 4.222 (0,3%) dan bidang keahlian Seni dan Industri
kreatif 19.279 (1,2%).
Tabel 1 Jumlah Lulusan SMK Tahun 2019 Per Bidang Keahlian
Jumlah
No Bidang Keahlian %
Lulusan
1. Energi dan Pertambangan 4.222 0,3%
2. Seni dan Industri Kreatif 19.279 1,2%
3. Kemaritiman 28.154 1,8%
4. Kesehatan dan Pekerja Sosial 68.886 4,3%
5. Agribisnis dan Agroteknologi 69.213 4,4%
6. Pariwisata 123.950 7,8%
7. Teknologi Informasi dan Komunikasi 360.997 22,7%
8. Bisnis dan Manajemen 398.774 25,1%
9. Teknologi dan Rekayasa 513.960 32,4%
Sejalan dengan data lulusan tersebut, data juga menunjukkan angkatan kerja berlatar pendidikan
SMK terbanyak juga pada bidang Teknologi dan Rekayasa (48,15%), bidang Bisnis dan Manajemen
sebesar (28,93%), dan bidang Teknologi dan Informasi sebesar 7,75%. Jumlah angkatan kerja SMK
dari tiga bidang keahlian ini mencapai 84,83%.
Keterserapan di dunia kerja menjadi penting. Data menunjukkan, jumlah angkatan kerja dari
lulusan SMK tahun 2019 adalah sebesar 16.568.084 orang yang 89,58%-nya bekerja dan
10,42%-nya tidak bekerja. Jika dilihat dari jenjang usia lulusan, angkatan kerja SMK berusia 18 – 21
tahun (atau yang lulus SMK 4 tahun terakhir) ada sebanyak 3.425.959 orang, di mana 72,2%-nya
bekerja dan 27,8%-nya tidak bekerja. Namun, tenaga kerja yang lulus SMK pada empat tahun
terakhir justru memiliki tingkat pengangguran lebih tinggi jika dibandingkan dengan usia
angkatan kerja lain hingga usia 65 tahun. Maknanya, semakin lama masa lulusan, maka semakin
rendah tingkat penganggurannya. Data ini dapat mengindikasikan bahwa peluang bekerja lulusan
SMK yang lebih tua, lebih tinggi dibandingkan lulusan SMK yang baru saja menyelesaikan
pendidikannya (fresh graduate).
Sebaran pekerja dan sektor usaha penyerap tenaga kerja lulusan SMK masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Berdasarkan data, sebaran pekerja lulusan SMK dan sektor usaha penyerap tenaga kerja lulusan
SMK masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sebaran tertinggi berada di Jawa Barat (3.089.765
orang) dan paling rendah di Maluku Utara (28.185 orang). Secara persentase, pekerja lulusan
SMK dari angkatan kerja SMK tertinggi berada di Provinsi Bali, yaitu sebesar 97,1%, terendah di
Sulawesi Utara 86,5% (Grafik 1). Artinya, hampir seluruh lulusan SMK di Provinsi Bali, terserap
bekerja.
85,5
3.089.765
91,4
89,8
2.383.237
2.151.813
90,4
91,5
87,0
1.023.124
972.165
95,8
90,5
770.347
97,1
90,2
90,3
91,4
90,5
90,4
90,9
88,3
86,5
89,7
89,7
443.573
92,7
92,8
93,8
90,5
398.474
92,8
89,2
86,5
87,5
89,4
90,4
92,5
88,7
94,7
313.389
92,1
305.130
74.176 94,0
317.437
258.283
251.472
169.233
152.937
281.111
124.700
132.263
142.849
143.455
103.072
90.335
104.657
109.342
40.509
76.160
89.848
124.211
40.541
51.529
28.185
51.774
31.824
Kalbar
Sultra
Sulbar
Lampung
Bali
Riau
Kaltim
Kepri
NTT
Sulut
NTB
Aceh
Sulteng
Bengkulu
Maluku
Kalsel
Jambi
Sulsel
Jabar
Jatim
Jateng
DKI
Sumut
Banten
DIY
Sumsel
Kalteng
Babel
Papua
Gorontalo
Papua Barat
Kaltara
Malut
Sumbar
Sektor usaha yang banyak mempekerjakan tenaga kerja lulusan SMK adalah sektor
perdagangan besar dan eceran, serta reparasi dan perawatan mobil-motor (sebanyak lebih dari
3,8 juta orang atau 25,7% lulusan), industri pengolahan (menyerap hampir 3,5 juta orang atau
23,5% lulusan), dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (menyerap 1.379.142 orang
lulusan) (Grafik 2).
Bidang keahlian yang terbanyak menyerap tenaga kerja adalah bidang keahlian Teknologi dan
Rekayasa yang bekerja pada tiga sektor usaha terbesar dan secara akumulatif menyerap lebih
dari 58% lulusan SMK. Sektor tersebut adalah industri pengolahan (27,46%); perdagangan besar
dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan motor (21,74%); dan sektor pertanian, kehutanan,
dan perikanan (9,31%).
Lulusan SMK bidang keahlian Seni dan Industri Kreatif memiliki tingkat
kebekerjaan paling tinggi (90,92%), sedangkan bidang keahlian Teknologi
Informasi dan Komunikasi memiliki paling rendah (80,45%).
Tingkat kebekerjaan lulusan SMK tahun 2019 adalah sebesar 89,58%. Lulusan SMK bidang keahlian
seni dan industri kreatif merupakan lulusan SMK dengan tingkat keterserapan di dunia kerja yang
paling tinggi (90,92%) diikuti SMK bidang Agribisnis dan Agroteknologi (90,6%) dibandingkan
lulusan SMK bidang keahlian lain (Grafik 3). Tingginya tingkat kebekerjaan SMK bidang seni dan
industri kreatif serta bidang agribisnis dan agroteknologi ini terkait dengan jumlah lulusan yang
jumlahnya sedikit sehingga lebih banyak mendapat kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.
Namun, industri kreatif menjadi sektor yang patut diperhitungkan mengingat kontribusinya yang
cukup besar terhadap ekonomi nasional saat ini. Menurut rilis Kemenko Perekonomian, ekonomi
kreatif berkontribusi terhadap 7,44% Produk Domestik Bruto (PDB), 14,28% tenaga kerja, dan
13,77% ekspor (Kemenko Perekonomian, 2021). Oleh karena itu, rendahnya jumlah lulusan SMK
dari bidang keahlian seni dan industri kreatif ini patut disayangkan jika melihat potensinya yang
besar.
Sementara itu, lulusan SMK bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan lulusan SMK
dengan bidang pekerjaan terendah yang terserap di dunia kerja, yaitu sebesar 80,45%. Artinya,
tingkat pengangguran lulusan SMK bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah yang
paling tinggi dibandingkan lulusan SMK bidang lain. Secara berturut-turut, tingkat pengangguran
terbuka lulusan SMK menurut bidang keahlian terbanyak adalah pada bidang Teknologi Informasi
dan Komunikasi (19,55%), bidang Kesehatan dan Pekerja Sosial (16,92%), dan bidang Energi dan
Pertambangan (16,06%) (Grafik 3). Lulusan SMK dari bidang keahlian Seni dan Industri Kreatif
menjadi lulusan dengan tingkat pengangguran terendah.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Bekerja Menganggur
Grafik 3 Tingkat Kebekerjaan dan Pengangguran Lulusan SMK berdasarkan Bidang Keahlian
Sumber: Sakernas (BPS) 2019, diolah oleh Puslitjak 2020
Sementara data mengenai jumlah pengangguran berdasarkan kompetensi keahlian dipilih sepuluh
kompetensi keahlian dengan tiga terbesar yang memiliki penganggur terbanyak adalah
kompetensi keahlian Teknik Otomotif di urutan pertama (373.442 orang), Teknik Komputer dan
Informatika di urutan kedua (246.091 orang), dan Teknik Mesin di urutan ketiga (221.368 orang).
Tingginya tingkat pengangguran pada tiga kompetensi keahlian tersebut antara lain disebabkan
oleh jumlah lulusan yang cukup banyak, sehingga tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan
tenaga kerja di industri. Indikatornya adalah kompetensi keahlian Teknik Otomotif dan Teknik
Mesin merupakan bagian dari rumpun bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa dengan jumlah
lulusan terbanyak mencapai 32,4% dari sembilan bidang keahlian lulusan SMK tahun 2019.
Demikian pula dengan kompetensi keahlian teknik komputer dan informatika yang merupakan
bagian dari bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan jumlah lulusan terbanyak
ketiga mencapai 360.997 lulusan (22,7%), sementara untuk kebutuhan dunia industri pada tenaga
kerja bidang ini terbatas.
Farmasi 18,597
Keperawatan 15,558
Masih tingginya tingkat pengangguran SMK saat ini menunjukkan bahwa pembelajaran di SMK
lebih diarahkan pada kompetensi keahlian teknis (hard skill) yang sasarannya untuk menjadi
pekerja di dunia industri yang jumlah kebutuhan tenaga kerjanya melebihi jumlah lulusan.
Pembelajaran kurang mengarah pada soft skill, khususnya keterampilan berwirausaha sendiri.
Argumen ini selaras dengan hasil survei BPS mengenai jumlah lulusan SMK yang menjadi
usahawan baru sebanyak 27,1%, masih di bawah lulusan SMA sebesar 34,4% (Sakernas 2019).
Rekomendasi
Berdasarkan berbagai temuan di atas, kajian ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut.
1. Pemerataan sebaran jumlah bidang keahlian di SMK negeri dan swasta di setiap provinsi.
Pemerintah perlu membuat skema perbandingan jumlah bidang keahlian dan kompetensi
keahlian di SMK negeri dan swasta di setiap provinsi sehingga sebaran jumlah lulusan bidang
keahlian dan kompetensi keahlian SMK negeri dan swasta di setiap provinsi proporsional dan
sesuai dengan kebutuhan DU/DI. Sebanyak 25% SMK di Indonesia berstatus negeri dan 75%
adalah SMK swasta. Selain status sekolah, sebaran SMK antarprovinsi juga tidak merata. Oleh
karena itu, pemerintah provinsi perlu membatasi perizinan pendirian SMK swasta baru pada
bidang keahlian/kompetensi keahlian yang jumlah lulusannya banyak menganggur, dengan
pola buka tutup sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja pada sektor usaha yang berada di
suatu wilayah.
3. Memperkuat bidang-bidang keahlian yang relevan dengan tren pertumbuhan industri dan
memiliki potensi tingkat kebekerjaan tinggi seperti seni dan industri kreatif.
Data Sakernas menunjukkan bahwa lulusan bidang keahlian Seni dan Industri Kreatif menjadi
kelompok dengan penyerapan tertinggi di dunia kerja. Hal ini sejalan dengan tren
perkembangan sektor ekonomi kreatif yang semakin memberi kontribusi pada pertumbuhan
ekonomi nasional. Sayangnya, di SMK sendiri bidang keahlian ini belum banyak dibuka dan
bukan termasuk yang paling diminati. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu melihat celah
ini dengan memperkuat kapasitas bidang keahlian seni dan industri kreatif yang sudah ada
dan mengidentifikasi kemungkinan membuka sekolah dengan bidang keahlian ini untuk
mendukung potensi ekonomi kreatif di masing-masing daerah.
4. Menyiapkan lulusan SMK agar tidak hanya siap bekerja, tetapi juga mampu berwirausaha.
Tingkat pengangguran SMK masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan lulusan dari
jenis pendidikan lainnya. Oleh karena itu, upaya peningkatan kompetensi lulusan SMK tidak
hanya diarahkan pada kesiapan lulusan untuk bekerja, namun menjadi pekerja mandiri
(wirausaha) dan dapat membuka lapangan pekerjaan baru. Data Sakernas 2019
menunjukkan, persentase lulusan SMK yang bekerja sebagai wirausaha masih lebih rendah
dari lulusan SMA yang bekerja sebagai wirausahawan. Kemandirian bekerja ini akan dapat
menurunkan tingkat pengangguran lulusan SMK dan mendorong pemberdayaan lulusan
untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2019). Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka
Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Ngadi. (2014). Relevansi Pendidikan Kejuruan Terhadap Pasar Kerja Di Kota Salatiga. Jurnal
Kependudukan Indonesia, Vol. 9 No. 1.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana
Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.
Widodo, Gunawan. (2016). Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Lulusan SMK Fresh Graduate
Jurusan Tata Boga pada Bidang Food and Beverage di Hotel Bintang Empat Kota
Yogyakarta. Thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.