You are on page 1of 9

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran

MISKONSEPSI SISWA DIKAJI DARI GAYA KOGNITIF DALAM MATERI


JAJARGENJANG DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Putri Dayanti, Sugiatno, Asep Nursangaji


Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: putridayanti2@gmail.com

Abstract
In studying mathematics, the structure of concepts will be more difficult than studying
facts and algoritms. And to study mathematics, the understanding of previous concepts
must be well controlled because it becomes a prerequisite for the understanding of
subsequent concepts. The concepts that is taught correctly on the students from the
foundation is very important in the learning of mathematics to avoid misconception of
the concepts, especially the material of geometry. Misconception are also seen as
cognitive structure that are firmly attached to students who deviate from the conceptions
of the experts. So that misconception is very closed related to cognitive style. The
purpose of this research is to describe misconception of the concepts parallelogram
based on cognitive style in SMP. This research method used is descriptive with case
study. Data collection uses test data collection tools and interviews. The results of this
research are the students with field dependent model of cognitive style have 20
misconception. Meanwhile the students with field independent model of cognitive style
have 4 misconception. There are 3 characteristic of a misconception that is a
misconception to teoritikal, a misconception klasifikasional, and a misconception
correlation.
Keywords: Cognitive Style, Misconception, Paralellogram

PENDAHULUAN (mathematical representation). Kelima


National Council of Teachers of standar proses yang dirumuskan oleh NCTM
Mathematics atau NCTM (2000) mengatakan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik
bahwa didalam mempelajari matematika, tanpa penguasaan konsep matematika yang
setiap siswa harus mempelajarinya melalui benar, sehingga dengan demikian penguasaan
pemahaman dan aktif dalam membangun konsep matematika merupakan faktor penting
pengetahuan baru baik dari pengalaman dan dalam pengajaran matematika (Akib, 2015).
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Melakukan pembelajaran matematika
Terdapat 5(lima) standar proses dalam tidaklah mudah. Salah satu faktor yang
pembelajaran matematika yang menyebabkan hal tersebut adalah matematika
direkomendasikan oleh NCTM, yaitu: mempunyai karakter objek kajian yang
pertama, belajar matematika untuk bersifat abstrak (Sumardyono, 2004). Sifat
memecahkan masalah (mathematical problem abstrak ini yang menyebabkan siswa kesulitan
solving); kedua, belajar matematika untuk dalam memahami sebuah konsep. Dalam
bernalar dan bukti (mathematical reasoning matematika mempelajari struktur konsep akan
and proof); ketiga, belajar matematika untuk lebih sulit dibandingkan mempelajari fakta-
berkomunikasi (mathematical fakta dan algoritma dalam matematika. Selain
communication); keempat, belajar itu untuk mempelajari matematika, konsep
matematika untuk mengaitkan ide sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus
(mathematical connections); dan kelima, benar-benar dikuasai agar dapat memahami
belajar matematika untuk mempresentasikan topik atau konsep selanjutnya. Karena

1
konsep-konsep di dalam matematika tersusun merupakan suatu sistem yang saling berkaitan
secara terstruktur, logis, dan sistematis mulai antara konsep, gagasan, teori dan sebagainya.
dari konsep yang paling sederhana sampai Miskonsepsi dapat dipandang sebagai suatu
pada konsep yang paling kompleks. konsepsi atau struktur kognitif yang melekat
Geometri merupakan salah satu cabang dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang
matematika yang memiliki objek-objek yang sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang
abstrak. Menurut Biber, Tuna dan Korkmaz dikemukakan oleh para ahli. Sehingga
(2013) geometri adalah cabang matematika miskonsepsi sangat erat kaitannya dengan
yang berkaitan dengan titik, garis lurus, gaya kognitif yang dimiliki seseorang
bidang, ruang, dan hubungan diantara mereka. (Irawan, 2012).
Clements dan Battista (1992) menunjukkan Gaya kognitif adalah cara siswa yang
bahwa melalui pengetahuan geometri khas dalam penggunaan fungsi kognitifnya
membantu siswa menggambarkan, seperti : berpikir, mengingat, memecahkan
menganalisis, dan memahami kehidupan masalah, membuat keputusan,
sehari-hari. Bahkan Ozerem (2012) mengorganisasi dan memproses informasi,
berpendapat bahwa pemahaman tentang dan seterusnya, yang bersifat konsisten dan
kehidupan di lingkungan sekitar dan lama. Gaya kognitif berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukannya dengan bagaimana mereka belajar melalui cara-cara
baik sangat bergantung pada pemahaman kita sendiri yang melekat dan menjadi kekhasan
tentang geometri. pada masing-masing individu. Gaya kognitif
Namun faktanya, kenyataan di lapangan sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara
menunjukkan bahwa materi geometri kurang menerima dan memproses segala informasi
dikuasai oleh sebagian besar siswa. khususnya dalam pembelajaran. Berbagai
Berdasarkan hasil pra riset yang dilakukan kecenderungan-kecenderungan dalam belajar
kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 23 mereka dapat diidentifikasi dan kemudian
Pontianak diperoleh informasi bahwa 90% diklasifikasikan apakah anak tersebut
siswa keliru dalam memahami konsep termasuk gaya kognitif Field Independent
jajargenjang dan keliru dalam menentukan (cenderung memiliki pandangan sendiri) atau
contoh dan bukan contoh jajargenjang. Secara Field Dependent (cenderung memiliki
keseluruhan siswa tahu konsep jajargenjang pandangan bergantung pada lingkungan)
tetapi sangat disayangkan siswa belum (Uno, 2012: 187).
mampu menjawab soal dengan benar. Hal ini Miskonsepsi yang terjadi pada siswa
diduga terjadi karena adanya kesalahan pada harus dihilangkan dan harus menjadi
penguasan konsep siswa. Menurt Suparno perhatian khusus bagi guru serta siswa itu
(2013: 4) penguasaan suatu konsep yang tidak sendiri, karena dapat berakibat kesalahan
sesuai dengan pengertian ilmiah atau konsep pada konsepsi berikutnya. Apabila
pengertian yang diterima para pakar dalam tidak segera diatasi siswa akan tetap
bidang itu disebut miskonsepsi. Miskonsepsi mempertahankan konsep yang salah, dan itu
dapat berdampak buruk bagi siswa karena akan membuat guru mengalami kesulitan
dapat menghambat proses belajar akibat dalam melaksanakan proses pembelajaran
adanya pemahaman konsep yang salah. untuk mengubah atau membenarkan konsep
Miskonsepsi terutama di dalam yang salah tersebut. Maka dari itu, peneliti
matematika dapat menjadi masalah serius jika tertarik untuk melakukan penelitian dengan
tidak segera diperbaiki dan dicari judul “Miskonsepsi Siswa Dikaji Dari Gaya
penyebabnya. Sebab kesalahan satu konsep Kognitif Dalam Materi Jajargenjang Di
dasar matematika saja dapat menuntun Sekolah Menengah Pertama”.
seorang siswa pada kesalahan yang terus
menerus. Suparno (1997) menyatakan bahwa METODE PENELITIAN
setiap pengetahuan baru harus cocok dengan Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
struktur kognitif, dimana struktur kognitif mendeskripsikan miskonsepsi siswa dikaji

2
dari gaya kognitif dalam materi jajargenjang. Kemudian enam subjek tersebut
Sehingga, metode penelitian yang digunakan diwawancarai.
dalam penelitian ini adalah metode penelitian Penyajian Data
deskriptif. Bentuk penelitian yang digunakan Dalam tahap penyajian data, proses yang
adalah studi kasus. Subjek dalam penelitian dilakukan adalah menyjikan hasil test GEFT
ini adalah siswa kelas VIII G SMP Negeri 23 dan hasil test pemahaman konseptual disertai
Pontianak yang diambil sampel sebanyak 6 CRI.
siswa yang terdiri dari 3 siswa Strongly Field Penarikan Kesimpulan
Dependent dan 3 siswa Strongly Field Setelah dilakukan reduksi dan penyajian
Independent. Objek dalam penelitian ini data, tahap selanjutnya adalah menyimpulkan
adalah gaya kognitif dan miskonsepsi siswa hasil yang diperoleh selama penelitian
dalam pembelajaran matematika tentang berlangsung yaitu mengenai miskonsepsi
materi jajargenjang. siswa yang dikaji dari gaya kognitif dalam
Test yang diberikan pada penelitian ini materi jajargenjang.
adalah test GEFT dan test pemahaman
konseptual disertai CRI. Sebelum instrumen HASIL PENELITIAN
test pemahaman konseptual diberikan kepada DAN PEMBAHASAN
subjek penelitian, instrumen test divalidasi
terlebih dahulu oleh validator kemudian Hasil
Penelitian ini diawali dengan
diujicobakan di kelas VIII SMP Islam
memberikan test GEFT kepada 29 siswa kelas
Terpadu Al-Mumtaz. Test pemahaman
VIII G SMP Negeri 23 Pontianak. Pemberian
konseptal disertai CRI merupakan test yang
test GEFT bertujuan untuk mengetahui gaya
diberikan setelah test GEFT. Tujuan test
kognitif siswa berdasarkan aspek
pemahaman konseptual disertai CRI adalah
psikologinya yaitu gaya kognitif field
untuk mengungkapkan bentuk-bentuk
dependent dan gaya kognitif field
miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
independent. Adapun interpretasi skor GEFT
Wawancara dalam penelitian ini
yang digunakan dalam penelitian ini menurut
dilakukan setelah data hasil test didapat.
Jeff Q. Bostic (1988: 191) sebagai berikut :
Tujuan dilakukannya wawancara adalah
untuk memastikan bentuk miskonsepsi yang
dialami siswa dan memverifikasi hasil data Tabel 1. Pedoman Penskoran GEFT
test. Menurut Jeff Q. Bostic
Teknik yang dipergunakan dalam Skor Skor Siswa
analisis data ini adalah teknik data kualitatif. Kategori Siswa Perempuan
Langkah analisis data dalam penelitian Laki-
kualitatif dilakukan dalam tiga tahap, yaitu Laki
reduksi data, penyajin data, dan penarikan Strongly Field 0–9 0–8
kesimpulan. Dependent
Reduksi Data Slightly Field 10 – 12 9 – 11
Siswa kelas VIII G SMP Negeri 23 Dependent
Pontianak yang menyelesaikan test GEFT ada Slightly Field 13 – 15 12 – 14
29 siswa. Setelah dianalisis hasil test GEFT- Independent
nya, maka diambil siswa strongly field Strongly Field 16 – 18 15 – 18
dependent dan strongly field independent Independent
sebagai subjek penelitian. Subjek yang
diambil sebanyak 6 siswa yaitu subjek SAJ,
RF, CA, MEP, AWP, dan DDU. Setelah Berdasarkan Tabel 1 didapat hasil tipe
diberikan test GEFT, subjek diberikan test gaya kognitif siswa. Berikut pengelompokkan
pemahaman konseptual disertai CRI. gaya kognitif siswa disajikan pada Gambar 1.

3
Jawaban Jawaban Jawaban
salah salah salah tapi
dan CRI CRI tinggi
5 rendah berarti
9 berarti mengalami
tidak miskonsepsi
paham
konsep

8 Test pemahaman konseptual disertai CRI


ini diberikan kepada 6 siswa yang dijadikan
sebagai subjek. Setelah hasil test pemahaman
7 konseptual disertai CRI dianalisis maka
diperolehlah bentuk-bentuk miskonsepsi yang
Strongly Field Dependent dialami subjek disajikan pada Tabel 3 berikut.

Slightly Field Dependent Tabel 3. Hasil Bentuk Miskonsepsi


Slightly Field Independent Gaya Kode Bentuk Miskonsepsi
Strongly Field
Kognitif Siswa MT MKO MKL
Independent Strongly SAJ ̶ ̶ 5
Field
Gambar 1. Hasil GEFT Dependent RF 5 1 ̶

Setelah memberikan test GEFT, peneliti CA 4 4 1


memberikan test pemahaman konseptual. Test Strongly MEP ̶ ̶ 1
pemahaman konseptual ini disertai suatu Field
metode identifikasi Certainty of Response Independent AWP ̶ ̶ 1
Index (CRI). CRI didasarkan pada suatu skala
dan diberikan bersamaan dengan setiap DDU ̶ ̶ 2
jawaban suatu soal. Tujuan digunakannya
metode identifikasi CRI adalah untuk
Keterangan :
mengelompokkan siswa yang paham konsep,
MT : Miskonsepsi Teoritikal
miskonsepsi, dan tidak paham konsep. Untuk
MKO : Miskonsepsi Korelasional
membedakan siswa paham konsep,
MKL : Miskonsepsi Klasifikasional
miskonsepsi, dan tidak paham konsep dapat
menggunakan pedoman sebagai berikut :
Pembahasan
Tabel 2. Pedoman Penilaian Interpretasi
Penelitian ini mengungkap miskonsepsi
Test Pemahaman Konseptual Disertai CRI
yang dialami subjek penelitian dikaji dari gaya
Kriteria CRI CRI tinggi
kognitif dalam materi jajargenjang. Adapun
Jawaban rendah ( > 2,5 )
bentuk miskonsepsi yang dialami siswa ketika
( < 2,5 )
menyelesaikan soal pemahaman konseptual
Jawaban Jawaban Jawaban terbagi menjadi 3 yaitu miskonsepsi teoritikal,
benar benar benar dan miskonsepsi korelasional, dan miskonsepsi
dan CRI CRI tinggi
klasifikasional. Dari ketiga bentuk
rendah berarti miskonsepsi tersebut yang paling banyak
berarti paham
muncul dan hampir dialami seluruh siswa
tidak konsep adalah miskonsepsi klasifikasional yaitu
paham sebesar 41,7%. Kemudian miskonsepsi
konsep
teoritikal sebesar 37,5% dan miskonsepsi

4
korelasional sebesar 20,8%. Berikut akan field dependent sebanyak 10 miskonsepsi.
dibahas secara detail bentuk miskonsepsi yang Pada bentuk miskonsepsi ini siswa
dialami siswa. strongly field dependent paling banyak
1. Miskonsepsi Teoritikal mengalami miskonsepsi pada indikator
Miskonsepsi teoritikal merupakan bentuk (1)menentukan macam-macam bangun
miskonsepsi yang didasarkan atas dalam jajargenjang, (2)memahami sifat
kesalahan dalam mempelajari fakta-fakta sudut jajargenjang, (3)memahami sifat
atau kejadian-kejadian dalam sistem yang diagonal jajargenjang, (4)memahami sifat
terorganisir. sisi sejajar jajargenjang
a. Gaya Kognitif Strongly Field Dependent b. Gaya Kognitif Strongly Field
Siswa strongly field dependent Independent
mengalami miskonsepsi teoritikal pada Siswa strongly field independent
semua indikator miskonsepsi teoritikal. mengalami miskonsepsi klasifikasional
Siswa strongly field dependent mengalami pada beberapa indikator miskonsepsi
miskonsepsi dalam (1) menentukan sisi klasifikasional. Dari 4 miskonsepsi
jajargenjang, (2) menentukan dua pasang klasifikasional yang dialami siswa strongly
sisi berhadapan sama panjang pada field independent, 3 diantaranya
jajargenjang miskonsepsi pada indikator dalam
b. Gaya Kognitif Strongly Field (1)menentukan macam-macam
Independent jajargenjang khusus, dan (2)dalam
Untuk siswa strongly field independent, memahami sifat diagonal jajargenjang.
berdasarkan analisis data hasil test dan
analisis data wawancara tidak mengalami Berdasarkan data total miskonsepsi yang
miskonsepsi teoritikal. dialami siswa dimana siswa strongly field
2. Miskonsepsi Korelasional dependent memperoleh total miskonsepsi
a. Gaya Kognitif Strongly Field Dependent sebanyak 20 miskonsepsi dan siswa strongly
Siswa strongly field dependent field independent memperoleh total
mengalami miskonsepsi korelasional pada miskonsepsi sebanyak 4 miskonsepsi, dapat
semua indikator miskonsepsi korelasional. disimpulkan bahwa miskonsepsi yang muncul
Pada bentuk miskonsepsi ini siswa pada siswa sangat dipengaruhi oleh gaya
strongly field dependent mengalami kognitif yang dimiliki siswa. Seperti yang
miskonsepsi dalam (1) menjelaskan diungkapkan oleh Suparno (2013) bahwa
jajargenjang dalam berbagai bentuk dan setiap pengetahuan baru harus cocok dengan
(2) menjelaskan hubungan antara struktur kognitif, dimana struktur kognitif
jajargenjang dengan bangun segiempat merupakan suatu sistem yang saling berkaitan
lainnya. antara konsep, gagasan, teori, dan sebagainya.
b. Gaya Kognitif Strongly Field Miskonsepsi juga dapat dipandang sebagai
Independent struktur kognitif yang ada dalam diri siswa
Untuk siswa strongly field independent, yang tidak sesuai dengan konsepsi yang
berdasarkan analisis data hasil test dan dikemukakan oleh para ahli dibidangnya
analisis data wawancara tidak mengalami khususnya Matematika. Sehingga
miskonsepsi korelasional. miskonsepsi dengan gaya kognitif yang
dimiliki setiap siswa mempunyai saling
3. Miskonsepsi Klasifikasional keterkaitan. Sejalan dengan pendapat Ghufron
a. Gaya Kognitif Strongly Field Dependent dan Risnawati (2012) yang menyatakan
Siswa strongly field dependent bahwa gaya kognitif menjadi salah satu faktor
mengalami miskonsepsi klasifikasional penyebab terjadinya miskonsepi, karena
pada semua indikator miskonsepsi struktur kognitif siswa dalam mengingat,
klasifikasional. Miskonsepsi menerima informasi, memecahkan masalah
klasifikasional muncul pada siswa strongly

5
akan berbeda-beda sesuai dengan gaya yang diberikan guru kurang dipahami siswa,
kognitif yang mereka miliki. kemudian siswa diberikan permasalahan yang
Kemudian Dwyer dan Moore (1995) menuntut pemahamannya maka siswa
meneliti pengaruh gaya kognitif pada hasil tersebut akan merasa kesulitan dan melakukan
belajar siswa. Mereka menemukan bahwa kesalahan dalam menyelesaikan
gaya kognitif berpengaruh signifikan terhadap permasalahan tersebut.
hasil belajar. Lebih jauh dikatakan bahwa Selain karena karakteristik siswa
siswa field independent lebih unggul dari strongly field dependent yang tergantung
siswa field dependent. Laurdusamy (1994) dengan orang lain, siswa strongly field
menyatakan bahwa siswa field independent dependent bisa mengalami miskonsepsi
lebih cenderung atau lebih mudah menguasai diindikasikan juga karena siswa strongly field
pelajaran sains dan matematika sedangkan dependent cenderung tidak berpikir secara
siswa field dependent cenderung menguasai analitis dan sistematis. Seperti dialami siswa
ilmu pengetahuan sosial. Hasil yang sama CA yang mengatakan bahwa lebih suka
juga ditemukan Almolhodaei (2012) yang menghafal gambar daripada memahami
mengungkapkan bahwa cara berpikir siswa gambar. Apabila CA lebih suka menghafal
field independent lebih tinggi dalam gambar, namun ada kemauan untuk
pemecahan masalah matematika menganalisis gambar yang diberikan secara
dibandingkan dengan siswa field dependent. seksama maka kemungkinan timbulnya
Dengan kata lain siswa strongly field miskonsepsi menjadi berkurang. Tetapi
independent mampu memahami konsep dan karena kecenderungan CA yang tidak berpikir
menyelesaikan soal dengan lebih baik jika secara analitis dan sistematis maka memicu
dibanding dengan siswa strongly field timbulnya miskonsepsi.
dependent sehingga miskonsepsi yang dialami Berbeda dengan siswa strongly field
siswa strongly field independent cenderung dependent, siswa strongly field independent
lebih sedikit yaitu 4 miskonsepsi jika memiliki kecenderungan mampu
dibanding dengan siswa strongly field menganalisis dan lebih sistematis dalam
dependent yaitu 20 miskonsepsi. menerima informasi dan tidak mudah
Siswa strongly field dependent memiliki terpengaruh dengan lingkungan. Tetapi
karakteristik dan satu diantaranya adalah walaupun siswa strongly field independent
tergantung dengan lingkungan. berpikir lebih analitis dan matematis, tidak
Ketergantungan dengan lingkungan yang menutup kemungkinan siswa strongly field
dialami siswa strongly field dependent diduga independent tidak bisa mengalami
menjadi salah satu penyebab munculnya miskonsepsi seperti yang dialami siswa MEP.
miskonsepsi. Seperti yang dialami siswa SAJ Miskonsepsi yang dialami MEP diduga
dimana SAJ tergantung dengan guru les dan karena (1) tahap perkembangan kognitif siswa
ketika tidak ada bantuan dari guru les, SAJ dimana siswa memang belum mengetahui
merasa kesulitan dan akhirnya melakukan bahwa bangun jajargenjang juga memiliki
kesalahan. Kemudian dialami juga oleh siswa bentuk khusus yang sering dinamakan bangun
RF dimana sangat tergantung dengan guru, jajargenjang khusus dan (2) pemahaman
cenderung menerima struktur yang sudah ada konsep awal yang siswa terima selama ini
dan memerlukan petunjuk yang lebih banyak bahwa bentuk jajargenjang hanya satu bangun
untuk memahami sesuatu. RF hanya yaitu bentuk umum bangun jajargenjang.
menerima pengetahuan dari guru atau buku Menurut Suparno (2013), konsep awal ini
saja dan tidak ada usaha atau kemauan untuk sering mengandung miskonsepsi sehingga
memahami konsep tersebut lebih luas dan berdampak untuk materi selanjutnya dan
dalam. Seyogyanya pengetahuan yang siswa tahap perkembangan kognitif siswa menjadi
terima dari guru atau buku diperdalam lagi faktor yang sangat penting dalam proses
oleh siswa agar yang awalnya hanya tahu pembelajaran. Karena jika siswa masih dalam
menjadi paham. Karena ketika pengetahuan tahap operasional konkret apabila

6
mempelajari bahan yang abstrak akan terbentuk pernyataan lain berupa teorema,
kesulitan dan sering miskonsepsi. Memang corrolory, lemma (Akib, 2015). Ini
siswa MEP mengalami miskonsepsi tetapi menunjukkan bahwa suatu pernyataan dalam
berdasarkan data hasil wawancara, setidaknya matematika dapat dipahami dengan baik
siswa MEP ada kemauan atau usaha untuk setelah mengerti konsep yang telah mendasari
memecahkan masalah dengan cara pernyataan tersebut. Misalnya apabila siswa
menganalisis fakta yang diberikan. Hanya saja kurang paham konsep hubungan antara
hasil analisis MEP kurang tepat. jajargenjang dengan bangun segiempat
Melihat hasil analisis siswa strongly field lainnya yang merupakan konsep dasar maka
independent (MEP) yang kurang tepat dan siswa tentu akan kesulitan dalam menentukan
mengingat karakteristik siswa strongly field bangun segiempat yang mempunyai
dependent yang mudah terpengaruh dengan hubungan dengan jajargenjang atau yang
lingkungan maka peneliti mengindikasikan dinamakan jajargenjang khusus. Siswa
bahwa salah satu penyebab miskonsepsi yang beranggapan bahwa setiap bangun segiempat
dialami siswa strongly field dependent adalah tidak saling berhubungan, seperti antara
siswa strongly field independent yang jajargenjang dengan persegi, jajargenjang
miskonsepsi. Unsur lingkungan sangat dengan persegi panjang, dan jajargenjang
berpengaruh besar terhadap cara berpikir dan dengan belah ketupat. Sedangkan konsep
mengambil keputusan siswa field dependent, dasarnya Oleh karena itu siswa yang
dengan demikian sering gagal dalam mengalami miskonsepsi korelasional juga
mengisolasi informasi target karena informasi mengalami miskonsepsi klasifikasional
lainnya cenderung untuk menyamarkan apa seperti yang dialami siswa CA. Sama halnya
yag mereka cari (Jonassen & Grabowski, apabila siswa keliru dalam memahami definisi
1993). Tercermin dari siswa strongly field jajargenjang maka siswa juga akan keliru
dependent dan strongly field independent dalam memahami hubungan jajargenjang
yang sama-sama mengalami miskonsepsi dengan bangun segiempat lainnya atau keliru
klasifikasional pada beberapa indikator yaitu dalam menentukan bangun segiempat yang
dalam menentukan jajargenjang khusus dan mempunyai hubungan dengan jajargenjang.
dalam menentukan sifat diagonal Oleh karena itu siswa yang mengalami
jajargenjang. Selain memiliki persamaan, miskonsepsi teoritikal juga mengalami
siswa dengan gaya kognitif strongly field miskonsepsi korelasional atau miskonsepsi
dependent dan strongly field independent juga klasifikasional seperti yang dialami siswa RF
memiliki perbedaan. Perbedaannya siswa dan CA.
strongly field dependent tidak mengalami
miskonsepsi teoritikal dan korelasional.
Sedangkan siswa strongly field dependent SIMPULAN DAN SARAN
mengalami miskonsepsi teoritikal pada Simpulan
indikator menentukan sisi jajargenjang. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
Sedangkan pada bentuk miskonsepsi disimpulkan bahwa: (1) Total miskonsepsi
korelasional siswa strongly field dependent yang dialami keseluruhan siswa yaitu
mengalami miskonsepsi pada indikator sebanyak 24 miskonsepsi yang terdiri dari
menjelaskan hubungan antar bangun. miskonsepsi teoritikal sebanyak 9
Kemudian berdasarkan Tabel 4.5, miskonsepsi, miskonsepsi korelasional
terlihat bahwa bentuk miskonsepsi yang sebanyak 5 miskonsepsi, dan miskonsepsi
dialami siswa saling berhubungan. Hal ini klasifikasional sebanyak 10 miskonsepsi.
dapat dikarenakan konsep matematika saling Bentuk miskonsepsi yang paling banyak
berhubungan. Konsep terbentuk dari dialami keseluruhan siswa adalah
pengertian dangkal dan konsep-konsep lain miskonsepsi klasifikasional. (2) Total
yang telah terbentuk sebelumnya, dan dari miskonsepsi siswa strongly field dependent
konsep yang dinyatakan denan definisi dapat yaitu sebanyak 20 miskonsepsi yang terdiri
dari miskonsepsi teoritikal sebanyak 9

7
miskonsepsi, miskonsepsi korelasional Saran
sebanyak 5 miskonsepsi, dan miskonsepsi Beberapa saran yang diajukan
klasifikasional sebanyak 6 miskonsepsi. berdasarkan rtemuan-temuan dalam penelitian
Miskonsepsi teoritikal yang dialami siswa ini yaitu : (1) Guru seharusnya lebih
strongly field dependent meliputi: kesalahan memperhatikan gaya kognitif yang dimiliki
dalam mendefinisikan jajargenjang dan siswa agar miskonsepsi dapat diminimalisir.
kesalahan dalam mendefinisikan sisi (2) Penelitian ini masih terbatas mencari
jajargenjang. Miskonsepsi korelasional yang bentuk miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
dialami siswa strongly field dependent Penelitian selanjutnya harus dikembangkan
meliputi: kesalahan dalam menjelaskan mungkin mencari penyebabnya dan cara
konsep jaajrgenjang dalam berbagai bentuk bagaimana mengurangi atau mencegah
dan kesalahan dalam menjelaskan hubungan terjadinya miskonsepsi. (3) Penelitian ini
antara jajargenjang dan jajargenjang khusus. masih terbatas pada siswa strongly field
Sedangkan miskonsepsi klasifikasional yang dependent dan siswa strongly field
dialami siswa strongly field dependent independent saja. Penelitian selanjutnya
meliputi: kesalahan dalam menentukan sisi mungkin saja bisa meneliti siswa slightly field
sejajar jajargenjang, kesalahan dalam dependent dan slightly field independent. (4)
menentuukan sudut jajargenjang, kesalahan Penelitian selanjutnya disarankan untuk
dalam menentukan diagonal jajargenjang, dan mencoba materi bangun datar lain.
kesalahan dalam menentukan jajargenjang
khusus. Penyebab miskonsepsi siswa strongly
field dependent diduga berasal dari DAFTAR RUJUKAN
prakonsepsi yang salah, cenderung menerima Akib, Irwan. 2015. Implementasi Teori
struktur yang sudah ada dan memerlukan Belajar Robert Gagne Dalam
petunjuk yang lebih banyak untuk memahami Pembelajaran Konsep Matematika
sesuatu, kurangnya penekanan materi pada (Suatu Alternatif Kegiatan Mengajar
siswa, ketergantungan dan pengaruh dari Belajar Konsep Matematika). Makasar:
lingkungan. (3) Total miskonsepsi siswa Universitas Muhammadiyah Makasar
strongly field independent yaitu sebanyak 4 Dwyer, F. M., & Moore, D. M. (1995). Effect
miskonsepsi yang terdiri dari miskonsepsi of Color Coding and Test Type
klasifikasional sebanyak 4 miskonsepsi. (Visual/Verbal) on Students Identified as
Miskonsepsi klasifikasional yang dialami Possesing Different Field Dependence
siswa strongly field independent meliputi: Level. ERIC Document No. Ed 380 078
kesalahan dalam menentukan diagonal Irawan, Edi., Riyadi dan Triyanto. (2012).
jajargenjang dan kesalahan dalam Analisis Miskonsepsi Mahasiswa STKIP
menentukan jajargenjang khusus. Siswa Pacitan pada Mata Kuliah Pengantar
strongly field independent tidak mengalami Dasar Matematika Pokok Bahasan
miskonsepsi teoritikal dan miskonsepsi Logika Ditinjau dari Gaya Kognitif
korelasional. Penyebab miskonsepsi siswa Mahasiswa. JMME. Vol.2 No.2. 643-652
strongly field independent diduga berasal Laurdusamy, A. (1994). Perbedaan Gaya
siswa yaitu tahap perkembangan kognitif Kognitif Individu dan Implikasinya
siswa dimana siswa memang belum Terhadap Pendidikan. Dalam : Siri
mengetahui bahwa bangun jajargenjang juga Syarahan Perlantikan Profesor (1995/3),
memiliki bentuk khusus yang sering 5 Februari 1994, Pulau Pinang:
dinamakan bangun jajargenjang khusus dan Universitas Sains Malaysia.
pemahaman konsep awal yang siswa terima
selama ini bahwa bentuk jajargenjang hanya NCTM. (2000). Principle and Standards for
satu bangun yaitu bentuk umum bangun School Mathematics. USA: The National
jajargenjang. Council of Teacher Mathematics, Inc

8
Ozerem, Asyen. (2012). Misconception in Suparno, Paul. (2013) Miskonsepsi dan
Geometry And Suggested Solutions For Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.
Sevent Grade Students. International Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Journal of New Trend in Arts, Sports & Indonesia
Science Education Uno, Hamzah B. (2016). Orientasi Baru
Dalam Psikologi Pembelajaran.
Sumardyono. (2004). Karakteristik (Cetakan ke-6). Jakarta: Bumi Aksara.
Matematika dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:
Paket Pembinaan Penataran

You might also like