You are on page 1of 17

Proposal

Pengaruh Pemberian Jenis Pakan Alami Berbeda Cacing Sutra (Tubifex sp) Dan Jentik
Nyamuk (Culicidae sp) Terhadap Pertumbuhan Ikan Cupang (Betta sp)

Oleh :

Nama : Indrawan Abas

NIM: 1111419045

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puji untuk Allah SWT yang sudah memberi saya kekuatan
serta petunjuk untuk menyelesaikan proposal ini. Tanpa pertolongan Allah subhanahu wa
ta’ala, saya tidak akan sanggup menyelesaikan proposal ini dengan baik. Proposal ini di
susun dengan mengalami berbagi keterbatasan tetapi dengan penuh kesabaran saya berupaya
untuk menyelesaikan proposal ini.

Proposal ini berjudul “Pengaruh Pemberian Jenis Pakan Alami Berbeda Cacing Sutra
(Tubifex sp) Dan Jentik Nyamuk (Culicidae sp) Terhadap Pertumbuhan Ikan Cupang (Betta
sp)” tema yang di bahas dalam proposal ini secara sadar di pilih untuk dikaji lebih dalam dan
dijadikan sebagai judul penelitian.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini belum mencapai


kesempurnaan, sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagi pihak
sangat diharapkan agar bisa lebih baik kedepani. Saya berharap semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.. Terima kasih.

Gorontalo, April 2021

Indrawan Abas
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan cupang hias merupakan salah satu di antara banyaknya jenis ikan hias yang
memiliki prospek pasar dengan hasil pendapatan keuntungan yang cukup besar. Hal ini
dikarenakan tingginya peminat akan ikan cupang hias, mulai dari kaum pinggiran hingga
mereka yang memiliki ekonomi tinggi, baik anak-anak, remaja hingga orang dewasa.
Keindahan warna, ekor dan sirip yang dimiliki oleh ikan cupang saat memamerkan nya
adalah ciri khas dari ikan cupang hias. Keindahan tersebut merupakan faktor yang dapat
menjadikan harga ikan cupang melesat hingga mencapai ratusan bahkan jutaan rupiah per
ekornya. Namun ada pula yang harganya hanya ribuan rupiah saja, tergantung pada kualitas,
jenis, warna dan ukurannya. (Agus et al, 2010).
Pada umumnya masyarakat awam menganggap bahwa ikan cupang merupakan
sebatas ikan aduan. Padahal pada kenyataannya asumsi tersebut tidak seluruhnya benar. Ikan
cupang hias memiliki tubuh, bentuk sirip, dan warna yang lebih indah jika dibandingkan
dengan ikan cupang aduan. Umumnya, ikan cupang hias kelas unggul memiliki ciri-ciri
berupa bentuk tubuh proporsional, tubuh dan sirip yang tidak cacat, sirip-siripnya lebar dan
panjangnya optimal, serta warna tubuhnya cemerlang Agus et al, 2010).
Keindahan tubuh nilai ekonomis nya dan ciri-ciri yang spesifik yang dimiliki oleh
setiap ikan hias adalah faktor utama yang sangat perlu diperhatikan dalam upaya budidaya
ikan hias. Ikan cupang hias merupakan ikan yang mempunyai ragam bentuk seperti sirip,
ekor dan warna. Berdasarkan ketiga hal tersebut, sangat menentukan nilai estetika dan nilai
harga komersial dari ikan cupang (Hartami et al, 2013).
Ikan cupang hias memiliki nama latin Betta splendens, termasuk dalam famili
Anabantidae (Labirynth Fisher). Oleh karena itu, ikan cupang mempunyai kemampuan yang
bisa bernapas dengan mendapatkan oksigen langsung dari udara. Di alam bebas, ikan cupang
banyak dijumpai pada genangan-genangan air, rawa yang dangkal dan berlumpur dengan
kadar oksigen terlarut yang rendah (Agus et al, 2010).
Popularitas dari ikan cupang hias pun didorong oleh adanya berbagai ajang kontes dan
kompetisi di kota - kota besar. Ikan yang berhasil meraih kemenangan dalam dalam sebuah
ajang kontes sangat berpengaruh terhadap nilai jual dari ikan cupang hias yang menjadi juara
( Arman 2001 ). Tidak hanya sampai di situ, anakannya pun juga bakal laku di pasaran, yang
berarti keuntungan sudah di depan mata. Tentu saja keberhasilan tersebut tidak bisa diraih
dengan mudah. Perlu dilakukan budidaya secara intensif.
Dalam budidaya masih ditemui banyak masalah, salah satu masalah adalah
pertumbuhan ikan cupang hias yang relatif lambat, karena untuk mendapatkan ukuran
pasaran dibutuhkan waktu yang relatif lama. Hal tersebut membuat pendapatan pembudidaya
menjadi terganggu. Perkembangan perdagangan ikan cupang semakin hari semakin
menggembirakan sampai menjualnya diekspor. Namun, didalam usaha budidaya tidak luput
dari kendala. Kendala tersebut adalah penyediaan pakan yang berkualitas dan berprotein
tinggi supaya menghasilkan benih ikan yang bermutu baik. Untuk itu perlu dilakukan
pemanfaatan pakan alami yang ada di lingkungan perairan sampai ke makanan (Renita et al,
2016).
Upaya yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ikan di antaranya
melalui pendekatan nutrisi pada pakan yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan ikan
cupang hias. Menurut Taringan (2017) bahwa ikan cupang hias sebagai ikan karnivora
sangat menyukai pakan alami. Pakan alami sangat baik untuk ikan cupang karena kandungan
gizi yang terdapat di dalamnya lengkap, meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral. Setidaknya ada dua jenis pakan alami yang biasanya diberikan untuk ikan cupang
hias dalam suatu pemeliharaan larva yaitu Tubifex dan jentik nyamuk. Padahal, kedua jenis
pakan alami tersebut diduga mempunyai kandungan nutrisi (gizi) yang berbeda. Kandungan
nutrisi yang terdapat dalam pakan sangat berpengaruh terhadap hasil panen, yang merupakan
tujuan akhir dari proses budidaya. Nutrisi yang baik, tentunya akan memacu pertumbuhan
yang baik pula (Agus et al, 2010).
Pakan alami merupakan pakan hidup bagi larva ikan yang mencakup fitoplankton,
zooplankton, dan benthos. Pakan alami untuk larva ikan mempunyai beberapa kelebihan
karena ukurannya relative kecil dan sesuai dengan bukaan mulut larva ikan, nilai nutrisinya
yang tinggi, mudah dibudidayakan, gerakannya dapat merangsang ikan untuk
merangsangnya, dapat berkembang biak dengan cepat sehingga ketersediannya dapat
terjamin, dan biaya pembudidayaan relative murah (Simbolon, 2018)
Pakan alami merupakan pakan yang cocok untuk diberikan pada masa larva. Pakan
alami umumnya bergerak dan ada juga tidak bergerak dan mengandung nutrisi yang berbeda-
beda. Tanpa kita sadari, pakan alami dapat kita jumpai di sekitar kita seperti di selokan air,
padi.
Salah satu cara untuk mengatasi tingkat kelulusan hidup larva ikan adalah dengan
memberikan pakan alami. Pakan alami merupakan pakan yang biaya relative murah yaitu
dengan memanfaatkan pakan alami yang ada di sekitar kita untuk diberikan pada larva ikan.
Terkait hal itu, perlu adanya sebuah penelitian tentang jenis pakan alami yang berbeda
sehingga bisa diketahui jenis pakan alami mana, yang sesuai dengan pertumbuhan ikan
cupang hias (Betta splendens).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditentukan masalah utama
dalam penelitian ini adalah:
1. Kurangnya tersedia pemberian pakan alami terhadap larva ikan cupang hias.
2. Lambatnya pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada larva ikan cupang hias.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tersedianya pemberian pakan alami terhadap larva ikan cupang hias.
2. Meningkatnya pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada larva ikan cupang hias.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi manfaat pemberian pakan alami terhadap larva ikan cupang hias.
2. Sebagai penerapan bagi pelaku budidaya ikan cupang hias guna pertumbuhan dan
kelangsungan hidup yang optimal pada larva ikan cupang hias.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Cupang
Ikan cupang merupakan ikan hias air tawar yang pada umumnya hidup di daerah
rawa-rawa, persawahan, dan daerah aliran sungai yang dangkal. Ikan ini mempunyai ciri
yang unik yaitu kemampuannya bernapas dengan memperoleh oksigen langsung dari
permukaan. Hal ini dimungkinkan karena pada ikan cupang terdapat alat pernapasan
tambahan yaitu labyrinth, yang terletak di dalam rongga insang sebelah atas (Sugandy,
2001). Ikan cupang menyukai tempat yang terdapat jentik nyamuk.
Klasifikasi ikan cupang menurut regan (1910) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Perciformes
Family : Osphronemidae
Genus : Betta
Species : Betta splendens
Gambar 1. Ikan Cupang (google, fatasama.com)
Ikan Cupang (Betta splendens) merupakan ikan yang memiliki bentuk beragam,
seperti ekor bertipe mahkota crown tail, ekor penuh full tail dan bertipe slayer, dengan
sirip Panjang dan berwarna warni. Ikan cupang jantan memiliki warna mencolok (seperti
pada Gambar 2), sirip Panjang dan ukuran tubuh lebih kecil dibanding betinanya
(Hartami et al., 2013).
Cupang memiliki keunikan dengan kelincahannya dan kegemarannya berkelahi
sesama jenisnya, sehingga dinamakan fighting fish, warna tubuh ikan itu berwarna-warni
sehingga menjadi daya tarik penggemar untuk mengoleksinya. Warna-warna ikan cupang
jika dilihat dengan pengamatan langsung bermacam-macam, seperti merah, hijau, biru,
abu-abu, kuning, putih, jingga, hingga warna-warna metalik, seperti tembaga, platimun,
emas dan kombinasinya (Fauzi, 2015).
2.2 Habitat Ikan Cupang
Ikan cupang pertama kali ditemukan di perairan Thailand, Malaysia, atau Asia
Tenggara. Ikan cupang di Indonesia hidup di perairan Kalimantan, Sumatra, Jawa,
Sulawesi, dan Irian. Di alam, ikan cupang banyak ditemukan di daerah beriklim tropis
dan hidup di sungai, rawa, persawahan, serta perairan tawar dangkal. Ikan cupang hidup
di perairan yang memiliki kisaran pH 6.5-7.5, dan suhu berkisar 24-30ºC. Ikan cupang
memiliki daya tahan yang baik terhadap rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air.
Hal ini berarti bahwa pada kondisi air yang memiliki oksigen terlarut 3 mg/L, ikan
cupang masih sanggup hidup dengan baik karena mampu mengambil oksigen langsung
dari udara dan memiliki alat bantu pernafasan yaitu labirin. Kandungan oksigen terlarut
dalam air untuk media pemeliharaan ikan cupang yaitu di atas 5 mg/L (Armando, 2018).
2.3 Pakan Alami Ikan Cupang
Pakan alami berarti pakan yang berasal dari alam tanpa proses lanjutan.
Walaupun asalnya dari alam, tetapi diberikaan dengan terlebih dahulu diolah maka pakan
tersebut sudah bukan alami lagi. Kategori pakan demikian adalah pakan buatan.
Keberadaan pakan alami sangat diperlukan dalam budidaya ikan dan
pembenihan, karena akan menunjang kelangsungan hidup benih ikan. Pada saat telur ikan
baru menetas maka setelah makanan cadangan habis, ikan tersebut membutuhkan pakan
yang sesuai dengan ukuran tubuhnya. Dengan bentuk dan ukuran mulut yang kecil, benih
ikan sangat cocok diberikan pakan alami. Pakan alami merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan produksi benih ikan hias.
Cacing tubifex digunakan sebagai pakan alami untuk ikan. Cacing ini tubuhnya
berukuran kecil, ramping, bulat, dan terdiri atas 30-60 segmen. Tubuh cacing ini terdiri
dari dua lapis otot yang membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya. Panjangnya antara
10-30 mm dengan warna tubuh kemerah-merahan.
Cacing ini hidup di dasar perairan seperti di sungai dan comberan. Cacing ini
mirip benang kusut berwarna merah. Ujung tubuhnya yang bebas melambai lambai,
meliuk-liuk. Sebagai pakan yang diberikan kepada cupang hias, cacing sutra terkenal
mampu memacu pertumbuhan burayak cupang hias. Namun, untuk cupang hias yang siap
bertelur, cacing sutera sebaiknya tidak diberikan sebab kandungan lemaknya menyumbat
saluran telur sehingga menghambat proses kematangan kelamin cupang hias, khususnya
si betina yang tak mampu mengeluarkan telur (Armando, 2018).
Penggunaan jentik nyamuk sebagai pakan alami sudah banyak diaplikasikan pada
ikan. Perkembangbiakan nyamuk terjadi melalui perkawinan. Antara 1-8 hari setelah
menghisap darah, nyamuk betina mulai bertelur yang diletakkan di permukaan air.
Setelah telur menetas, larva inilah yang disebut dengan jentik-jentik. Larva dan pupa
bersifat akuatik, dapat dijumpai di kolam, atau wadah-wadah yang berisi air. Pernafasan
jentik nyamuk menggunakan trakea, dan pengambilan pernafasan tersebut terjadi pada
waktu jentik-jentik menyembulkan bagian ekornya ke permukaan air. Pada umumnya,
bentuk tubuh jentik nyamuk memanjang yang terdiri dari 12 ruas, kakinya sangat pendek
sehingga gerakannya hanya meliuk-liukkan tubuhnya, serta makanannya berupa detritus
(kotoran yang membusuk dalam air) dan beberapa jenis jasad renik seperti ganggang,
bakteri dan lain-lain (Mudjiman, 1999).
2.4 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan
Rendahnya produksi benih ikan hias sering kali disebabkan oleh tingginya
kematian benih pada tahap larva akibat wabah penyakit atau tidak tersedianya pakan yang
tepat waktu, kuantitas, dan kualitasnya. Setelah telur menetas dan menjadi larva seperti
pada Gambar 6, kemudian pada saat kantong telurnya hampir habis, larva mulai belajar
memperoleh makanan dari luar tubuhnya. Masa peralihan cara memperoleh makanan ini
dikenal sebagai masa kritis. Dalam masa ini biasanya terjadi kematian yang sangat tinggi.
Penyediaan pakan yang memenuhi syarat bagi larva merupakan upaya yang tepat untuk
mengatasi masa kritis tersebut (Daelami, 2001).
Sintasan ikan atau kelangsungan hidup ikan merupakan presentase jumlah ikan
yang hidup dari jumlah ikan yang dipelihara dalam suatu wadah. Sintasan sangat
ditentukan oleh ketersediaan pakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Sintasan
ditunjukkan oleh mortalitas (kematian). Sintasan yang rendah terjadi karena tingginya
mortalitas. Mortalitas dapat terjadi karena ikan mengalami kelaparan berkepanjangan,
akibat tidak terpenuhinya energi untuk pertumbuhan dan mobilitas karena kandungan gizi
pakan tidak mencukupi sebagai sumber energi (Wijayanti, 2010 diacu dalam Amanta,
2015).
Pertumbuhan adalah pertambahan panjang atau berat dalam kurun waktu tertentu.
Pertumbuhan dalam individu diperoleh dari penambahan jaringan akibat penambahan sel
secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan sejumlah besar zat makanan
penghasil energid an asam amino yang mengandung proses pertumbuhan (Effendie,
dalam Sinaga, 2015).
Protein berfungsi tidak hanya sebagai zat pembangun tetapi juga dapat
menghasilkan kalori untuk dipergunakan sebagai zat tenaga. Bila karbohidrat dan lemak
tidak dapat mencukupi kebutuhan kalori tubuh, maka protein dioksidasi untuk
menambahkan kalori tersebut. Nilai mutu protein tergantung pada asam amino yang
dikandungnya, yang merupakan bagian terkecil dari zat protein (Muchtadi, 1997 diacu
dalam Amanta, 2015).
Kualitas air akan menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan
Betta. Berikut niai-nilai parameter kulitas air yang dapat ditolerir oleh ikan untuk dapat
hidup dan tumbuh dengan baik menurut Budiardi et al (2005) akan ditunjukkan pada
Tabel 1.
Parameter Satuan
Tabel 1. Kisaran
Nilai Suhu ⁰C 29,5 – 30,5 Kualitas
Air pH - 6,73 – 7,83

Oksigen Terlarut Mg/L 5,42 – 7,12

Alkalinitas Mg/L 15,93 – 38,83

Kesadahan Mg/L 22,57 – 30,19

Amoniak Mg/l 0,0013 – 0,0321


2.5. Kerangka Pemikiran
Faktor keberhasilan dari pembudidaya ikan terkhusus cupang hias adalah hama
dan penyakit, pakan, dan kualitas air. Masalah yang umum terjadi pada kegiatan
pemberian ikan cupang hias adalah kematian larva yang salah satu penyebabnya adalah
pemberian pakan. Pakan menjadi komponen utama dalam budidaya perikanan.
Keberhasilan dalam budidaya perikanan salah satunya ditentukan oleh pakan yang baik.
Pakan terbagi atas dua macam yaitu pakan alami dan buatan. Pakan alami
merupakan pakan yang terdapat dari alam dan tidak ada campur tangan dalam pembuatan
pakan tersebut oleh manusia. Pakan alami merupakan pakan yang cocok untuk pada masa
larva karna sesuai dengan ukuran mulutnya. Pakan alami juga mengandung nutrisi yang
cukup untuk kebutuhan makan ikan.
Pakan alami merupakan pakan yang bergerak sehingga menarik perhatian untuk
santapan bagi ikan. Pakan ini biasanya ditemukan di lingkungan perairan. Pakan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain Tubifex, daphnia sp, dan Infusoria. Dari ketiga
pakan alami tersebut mempunyai kandungan nutrisi yang berbeda-beda. Penggunaan
pakan alami tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis pakan apa saja yang sangat
membantu dalam pertumbuhan, dan kelangsungan hidup pada ikan yang dipelihara dalam
kegiatan budidaya perikanan. Kerangka pemikiran penelitian yang akan dilakukan dapat
dilihat pada Gambar1.

Budidaya Ikan Cupang Hias


(Betta splendens)

Hama dan Penyakit Pakan Kualitas Air


Alami Buatan

Tubifex Culicidae sp

Pertumbuhan Kelangsungan Hidup

Pertambahan Panjang Peningkatan Berat Kecerahan Warna

BAB III
METODE PENELITIAN
2.5 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni Di
Laboratorium Pakan dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Negeri Gorontalo. Dulalowo Timur, Kecamatan Kota Tengah, Kota
Gorontalo.
2.6 Alat dan Bahan
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium dengan ukuran 30 x
25 x 25 cm yang berjumlah 9 buah, dengan padat tebar 8 ekor ikan/akuarium dan volume
air sebanyak 16 L .timbangan analitik untuk mengukur berat larva, kamera untuk
dokumentasi, DO meter untuk mengukur DO, pH meter untuk mengukur pH, termometer
untuk mengukur suhu, ember untuk mengendapkan air, alat penyifonan untuk melakukan
penyifonan, penggaris untuk mengukur panjang larva, sendok untuk meletakkan dan alat
tambahan untuk mengukur pertumbuhan larva, alat tulis untuk mencatat hasil, dan
saringan halus untuk menangkap pakan alami.
Air yang digunakan dalam media penelitian adalah air sumur yang diberi daun
ketapang kering.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan cupang hias
jenis Plakat Koi dengan ukuran panjang tubuh 1-1,5 cm yang diperoleh dari pembudidaya
ikan cupang hias di Pekalongan. Padat tebar dalam penelitian ini adalah 8 ekor
ikan/akuarium. Padat tebar tersebut disesuaikan dengan ukuran ikan dan volume air
dalam wadah penelitian. Air bersih sebagai media pemeliharaan, garam non beryodium
dan Methylen Blue untuk membunuh parasite yang tidak diinginkan, dan daun ketapang
untuk menetralkan pH air. Sebagai pakan uji, Tubifex yang dibeli dari pedagang
akuarium, sedangkan jentik nyamuk diperoleh dari kultur mandiri.
2.7 Prosedur Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Menurut
Gasperz (1991) model linear yang digunakan dari Rancangan Acak Lengkap adalah
sebagai berikut :

Xij = μ + σi + €ij

Dimana :
Xij : Hasil pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangaan ke-j
μ : Rataan Umum
Σi : Pengaruh perlakuan ke-i
€ij : Pengaruh faktor random pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
Dengan perlakuan yang diterapkan seperti :
Perlakuan A: Pemberian pakan Tubifex sp.
Perlakuan B : Pemberian pakan Jentik Nyamuk
2. Menyiapkan Wadah Penelitian
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akuarium sebanyak 9 buah dengan
ukuran masing-masing 30 x 25 x 25 cm. Sebelum dilakukan penelitian, wadah terlebih
dahulu dicuci dan dibersihkan menggunakan air bersih.
3. Air Media
Persiapan air media merupakan hal yang cukup penting dalam pemeliharaan ikan.
Adapun tahapan yang dilakukan selama penelitian dalam melakukan persiapan air media
ialah, air dari sumur gali yang dinaikkan melalui pompa, ditampung dalam bak tandon.
Selanjutnya, air tersebut dialirkan ke dalam ember penampung yang berfungsi untuk
mengendapkan kotoran-kotoran dalam air.
Air diendapkan dan dimasukkan daun ketapang yang sudah dibersihkan dan
dijemur terlebih dahulu. Proses endapan menggunakan daun ketapang berlangsung
selama 3 hari guna untuk menetralkan pH air. Air tersebut akan berubah warnanya
menjadi kuning kecokelatan. Perlakuan tersebut dilakukan agar kondisi ikan uji terjaga
kesehatannya. Untuk setiap akuarium tidak dilengkapi dengan perlengkapan aerasi karena
ikan cupang termasuk labirint fisher yang mampu hidup pada kadar oksigen terlarut yang
rendah.
4. Tahap Adaptasi
Ikan yang akan digunakan sebagai ikan uji diadaptasikan terlebih dahulu dengan
lingkungan penelitian dan pakan uji selama 3 hari, sehingga ikan uji terbiasa dengan
kondisi lingkungan dan pakan uji yang diberikan.
5. Menebarkan Ikan Uji
Ikan uji yang sebelumnya telah diadaptasikan terhadap lingkungan dan pakan uji.
Kemudian dimasukkan ke dalam akuarium dengan kepadatan 8 ekor ikan/akuarium.
Sebelum ditebar, dilakukan pengukuran panjang dan bobot larva ikan sebagai data awal
sebelum larva ikan dimasukkan pada akuarium penelitian. Diukur kualitas air pada tiap
akuarium penelitian sebelum larva ikan dimasukkan sebagai data awal. Kemudian larva
dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium.
6. Menyiapkan Pakan Uji
Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tubifex sp. diperoleh dari
pedagang akuarium dan jentik nyamuk diperoleh dari kultur. Sebelum diberikan pada
ikan uji, kedua pakan tersebut disterilkan terlebih dahulu dengan direndam dalam garam
non beryodium selama beberapa detik untuk membunuh berbagai penyakit dan parasit
yang terdapat pada pakan tersebut. Dibersihkan dengan diberi larutan Methylen Blue
sebanyak satu tetes untuk 6 – 8 liter air. Perlakuan tersebut dilakukan untuk membunuh
bakteri yang mungkin terbawa bersama dengan pakan alami (Agus et al, 2010).
7. Memberikan Pakan Uji pada Larva Ikan Uji
Jumlah pakan yang diberikan pada ikan uji ini dilakukan secara adlibitum dan
diberikan 3 kali sehari pada waktu pagi, siang dan sore hari. Pakan diberikan kembali jika
pakannya sudah habis di setiap wadah penelitian.
8. Memelihara Larva Ikan Uji
Pemeliharaan larva ikan dilakukan selama satu bulan. Evaluasi dilakukan setiap 7
hari sekali dengan cara menangkap larva, lalu menimbang bobot tubuhnya dan mengukur
panjang tubuhnya. Sedangkan kualitas air media pemeliharaan juga akan dilakukan
penyiponan air dan pergantian air setiap seminggu sekali. Penyiponan air dilakukan
sebanyak 10% dari air yang ada di media kemudian air diisi kembali seperti semula.
9. Pengamatan Hasil
Pertambahan Panjang
Pada budidaya ikan, panjang merupakan salah satu faktor penanda pertumbuhan
ikan. Pengukuran panjang dilakukan setiap 7 hari. Pengukuran dilakukan dengan cara
ikan diletakkan diatas sendok dan menggunakan mangkok yang terdapat millimeter blok
kemudian di catat panjang ikan. Pengukuran panjang ikan menggunakan rumusan
pertumbuhan panjang menurut Effendie (1997) yaitu:
L= Lt-L0

Keterangan:
L = Pertumbuhan panjang (cm)
Lt = Panjang akhir ikan (cm)
L0 = Panjang awal ikan (cm)
Peningkatan Berat
Pengukuran berat ikan menggunakan timbangan analitik dengan metode basah.
Berat ikan yang telah di timbang kemudian di catat. Pengukuran dilakukan setiap 7 hari.
Pertumbuhan berat menggunakan rumus pertumbuhan menurut Effendie (1997) yaitu :
ΔW =Wt –W0

Keterangan:
ΔW = Pertumbuhan mutlak (mg)
Wt = Berat akhir (mg)
W0 = berat awal (mg)
Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup adalah dengan membedakan jumlah ikan yang hidup pada
akhir periode dengan jumlah ikan yang mati pada akhir periode tertentu. Kelangsungan
Hidup larva Ikan Cupang yang diamati setiap harinya yaitu dengan melakukan sampling
pengamatan setiap 7 hari sekali. Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR)
diukur dengan menggunakan rumus menurut Efendie (1997) sebagai berikut:

SR =Nt/N0× 100%

Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup ikan (%)
N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)
Nt = Jumlah benih pada akhir penelitian (ekor)
Pengukuran Kualitas Air
Untuk mengetahui kondisi media pemeliharaan, dilakukan pengukuran peubah
kualitas air meliputi suhu, pH dan DO air. Pengukuran suhu, pH dan DO air masing-
masing dilakukan 3 kali sehari pada jam 08.00, 13.00 dan 17.00 WIB menggunakan
thermometer Hg (untuk pengukuran suhu air), menggunakan kertas indikator universal
(pengukuran pH) dan DO meter ( pengukuran oksigen terlarut dalam air).
Analisis Kecerahan Warna
Parameter lain yang diamati yaitu kecerahan warna ikan cupang, pengamatan
kualitas warna pada sirip ekor ikan cupang menggunakan Metode skoring Toca Colour
Finder (TCF). Pengamatan dilakukan dengan mencocokan warna ikan dengan warna
standar yang diberi nilai 1 untuk warna awal ikan, sedangkan perubahan warna kearah
yang lebih kontras diberi skoring atau nilai 1,2,3,4,5. Penetapan standar warna dilakukan
oleh 5 orang penelis untuk menghindari terjadinya bias dalam melakukan penilaian..
Penelis yang dipilih adalah penelis yang tidak buta warna. Pengamatan dilakukan pada
awal dan akhir penelitian.
Analisa Data
Hasil perhitungan data dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel
untuk tabulasi data dan penyajian grafik. SPSS digunakan untuk Analisis Ragam
(ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%. Program tersebut digunakan untuk
menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan. Jika berpengaruh nyata, dilakukan uji
lanjut antar perlakuan dengan menggunakan uji beda nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, M., T. Yusufi dan B. Nafi. 2010. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Alami Daphnia,
Jentik Nyamuk dan Cacing Sutera Terhadap Pertumbuhan Ikan Cupang Hias (Betta
splendens). Pena Akuatika 2 (1): 21-29.
Amanta, R. 2015. Pengaruh Kombinasi Pakan Alami Dengan Pakan Buatan Terhadap
Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).
Armando Oscar Simbolon. (2018). PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Tubifex
sp., Daphnia sp., Infusoria) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN CUPANG HIAS (Betta splendens)
SKRIPSI Universitas Sumatera Utara.
Budiardi, T., Nursyams dan A.O.Sudrajat. 2005. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Larva Ikan Betta (Betta splendens Regan) yang Diberi Berbagai Jenis Pakan Alami.
Jurnal Akuakultur Indonesia 4(1): 13-16.
Fauzi, F. A. 2015. Ikan Cupang Sebagai Objek Penciptaan Kriya Logam. [SKRIPSI].
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Hartimi, P., Asyaf dan M. Hatta. 2013. Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta
splendens) yang berumur 5 hari dengan hormone 17a-Metiltestoren Terhadap
Keberhasilan Monosex Jantan. Koeferensi Akuakultur Indonesia: 1-8.
Renita, Rachimi, dan E. I. Raharjo. 2016. Pengaruh Suhu Terhadap Waktu Penetasan , Daya
Tetas Telur dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Cupang (Betta splendens).
Universitas Muhammadiyah Pontianak, Pontianak.
Sinaga, D. 2015. Tingkat Penggunaan Azolla pinnata Pada Pakan Terhadap Pertumbuhan
Ikan Nila (Oreochromis niloticus). [SKRIPSI]. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tarigan, Mhd. Rafi’i Ma’arif dan Masnadi (2017). Pengaruh Pemberian Jentik Nyamuk
(Culex sp.) dan Cacing Sutera (Tubifex sp.) terhadap Pertumbuhan Ikan Cupang
(Betta splendens). Prosiding Seminar Nasional Hayati V. ISBN : 978-602-61371-1-1
Wijayanti, K. 2010. Pengaruh Pemberian Pakan Alami yang Berbeda Terhadap Sinntasan dan
Pertumbuhan Benih Ikan Palmas (Polypterus senegalus Cuvier,1982). [SKRIPSI].
Universitas Riau, Pekanbaru.

You might also like