You are on page 1of 47

LAPORAN TUGAS BESAR

BUILDING INSPECTION

PROSEDUR SCREENING LEVEL PERTAMA BERDASARKAN PEDOMAN


SEISMIC EVALUATION OF EXISTING REINFORCED CONCRETE BUILDINGS
SERTA EVALUASI STRUKTUR

Oleh :
Resti Khumairah
19323042

Dosen Pengampu :
Rusnardi Rahmat Putra, S.T., M.T., Ph.D.Eng.

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
DAFTAR ISI

Cover ··························································································
Daftar Isi ························································································
Ringkasan························································································
BAB I PENDAHULUAN·····································································
BAB II DASAR TEORI·······································································
A. First Screening Level··································································
B. Evaluasi Kapasitas Struktur··························································
C. Lendutan Izin···········································································
D. Kontrol Simpangan Antar Lantai····················································
BAB III METODE ANALISIS·······························································
BAB IV ANALISIS DATA···································································
A. First Screening Level··································································
B. Evaluasi Kapasitas Struktur··························································
C. Lendutan Izin···········································································
D. Kontrol Simpangan Antar Lantai····················································
BAB V KESIMPULAN·······································································
Daftar Pustaka···················································································
Lampiran ························································································
Ringkasan
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara yang paling tinggi aktifitas seismic-nya
dan merupakan teraktif di dunia. Indonesia sebagai salah satu dari beberapa negara
yang terletak di kawasan Zona Seismic Asia Tenggara. Dikelilingi oleh lempeng
Indo-Australia dan Pelat Laut Filipina yang meretas di bawah lempeng Eurasia,
dengan lima pulau besar dan beberapa semenanjung, Indonesia telah mengalami
ribuan gempa bumi dan ratusan tsunami pada rentang empat ratus tahun terakhir.
Sumatera dan Jawa adalah dua pulau yang paling rentan dampak tsunami ISSN 0853-
2982 karena terletak langsung di depan Lempeng Indo-Australia. Hingga tahun 2014
oleh IRBI, Sumatera Barat tercata sebagai salah satu provinsi dengan tingkat bencana
paling tinggi dengan indeks 203 diseluruh wilayah di Sumatera (Agus, 2016)
Setiap daerah memiliki bahaya atau resiko bencana yang berbeda-beda sesuai
dengan keadaan topografinya. Indonesia terletak diantara 2 samudra yang besar,
berada pada pertemuan tiga lempeng bumi yang aktif yaitu lempeng australia,
lempeng eurasia dan lempeng pasifik serta berada di jajaran pergunungan berapi
(Ring of Fire) yang membuat indonesia menjadi negara yang rawan akan bencana
alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, kekeringan
dan puting beliung. Bencana merupakan proses alam dan/atau bukan alam (perbuatan
manusia) yang menimbulkan kerusakan, jatuhnya korban jiwa, terjadinya kerugian
material, terjadinya kerusakan infrastruktur fisik serta terganggunya kegiatan normal
masyarakat.
Pertemuan antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Indo australia
membentuk zona penunjaman di sepanjang pantai barat Pulau Sumatera yang
terbentuk sekitar 65 juta tahun lalu dan masih aktif hingga saat ini sehingga wilayah
Sumatera Barat sangat rawan terjadinya bencana gempa bumi. Gempa bumi adalah
peristiwa berguncangnya bumi yang disebabkan oleh banyak hal diantaranya karena
adanya tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif akibat aktivitas gunung api, atau
terjadinya runtuhan batuan.
Gempa bumi berpotensi untuk menyebabkan banyak kerugian baik secara
fisik seperti rusaknya bangunan maupun moril manusia yang terdampak akibat
bencana gempa bumi. Dampak dari bencana gempa bumi antara lain hancurnya
bangunan-bangunan karena goncangan tanah, jatuhnya korban jiwa biasanya terjadi
karena tertimpa reruntuhan bangunan, dapat mendatangkan bencana yang lain seperti
tanah longsor, kebakaran dan jika sumber gempa bumi berada didasar lautan maka
dapat menyebabkan terjadinya bencana tsunami.
Dampak yang ditimbulkan gempa bumi kepada bangunan gedung yang
digunakan oleh masyarakat umum terbukti lebih serius daripada bangunan milik
pribadi, salah satu bangunan tersebut adalah bangunan sekolah. Indonesia sendiri
memiliki banyak bangunan sekolah yang tersebar dari ujung Sabang hingga Merauke
sehingga bangunan sekolah yang berdiri diderah potensi terjadi bencana gempa bumi
tentunya bangunan ini juga berpotensi terhantam atau rusak akibat bencana gempa
bumi.
Bencana gempa bumi tidak dapat diperkirakan kapan dan dimana akan
terjadinya, namun dalam meminimalisir dampak dari bencana gempa bumi salah satu
hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui data indeks seismik suatu
wilayah dan melakukan inspeksi bangunan untuk mengetahui kesiapsiagaan struktur
bangunan. Indeks seismik merupakan indeks yang menunjukkan tingkat kerentanan
lapisan permukaan tanah suatu wilayah terhadap deformasi tanah saat terjadi
gempabumi sedangkan kesiapsiagaan struktur bangunan sekolah perlu diperhatikan
karena bangunan atau struktur yang tidak kuat untuk menahan gempa akan berisiko
memperparah dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana gempa bumi.
Kesiapsiagaan struktur merupakan aspek yang sangat penting. Salah satu
bentuk dari aspek tersebut adalah gambaran bahwa kondisi komponen struktural
seperti balok dan kolom yang ada pada bangunan sekolah harus direncanakan dengan
baik dan sesuai standar bangunan sekolah yang tahan gempa bumi. Di Indonesia
sendiri, seluruh perencanaan bangunan tahan gempa saat ini diatur antara lain dalam
SNI 2847:2019 untuk perencanaan bangunan yang terbuat dari beton, SNI 1729:2015
untuk perencanaan bangunan yang terbuat dari baja, SNI 1726:2019 untuk standar
perencanaan bangunan tahan gempa, dan standar lain yang terkait.
Penerapan standar pada suatu bangunan perlu diperiksa ulang secara berkala
untuk memastikan bahwa setiap komponen struktural berada dalam kondisi yang baik
dan tetap memenuhi desain serta ketentuan eksisting atau yang sering disebut dengan
kegiatan inspeksi bangunan. Inspeksi bangunan dilakukan untuk memeriksa
karakteristik struktur bangunan yang diperlukan untuk menghitung indeks seismik
striktur (Is). Metode yang tepat untuk inspeksi bangunan harus dipilih sesuai dengan
lokasi bangunan, pengumpulan gambar desain dan pengujian material.
BAB II
DASAR TEORI
A. First Screening Level
First screening level merupakan inspeksi tingkat pertama pada bangunan.
Inspeksi tingkat pertama harus dilakukan terhadap item investigasi yang
diperlukan untuk perhitungan indeks seismik struktur. Adapun item investigasi
yang dibutuhkan yaitu kekuatan material dan dimensi penampang untuk
perhitungan kekuatan elemen struktural, keretakan pada beton dan deformasi
strutur untuk evaluasi indeks waktu, konfigurasi bangunan untuk evaluasi indeks
ketidakteraturan.
1. Indeks Seismik Struktur (Is)
Indeks seismik struktur merupakan indeks yang menunjukkan tingkat
kerentanan lapisan permukaan tanah suatu wilayah terhadap deformasi tanah
pada struktur bangunan saat terjadi gempa bumi. Indeks seismik struktur
dihitung untuk setiap tingkat dan untuk setiap arah utama pada bangunan.
Untuk mendapatkan nilai indeks seismik struktur (Is) digunakan persamaan
sebagai berikut :
Is = Eο . SD . T (1)
Dimana : Eο = Indeks seismik dasar struktur.
SD = Indeks ketidakteraturan.
T = Indeks waktu.
2. Indeks Seismik Dasar Struktur (Eο)
Indeks seismik dasar struktur (Eο) digunakan untuk mengevaluasi
kinerja struktur bangunan dalam menerima gaya gempa dan harus dihitung
untuk setiap lantai dan setiap arah berdasarkan kekuatan ultimate, mode
kegagalan dan daktilitas bangunan. Nilai Eο yang didapat untuk setiap lantai
pada suatu bangunan akan digunakan untuk mendapatkan nilai indeks
kekuatan (C) dan nilai indeks daktilitas (F) bangunan. Selain itu juga
digunakan faktor modifikasi geser lantai yang dinyatakan dengan persamaan
(2) berikut :
n+1
(2)
n+ i
Dimana : n = Jumlah lantai pada bangunan.
i = Lantai yang ditinjau.
Setiap elemen struktur vertikal harus diklasifikasikan terlebih dahulu
berdasarkan nilai perbandingan antara tinggi bersih kolom (hο) dengan
diameter kolom (D). Adapun klasifikasi elemen struktur vertikal dapat dilihat
pada tabel.
Tabel 1. Klasifikasi elemen vertikal

Elemen Vertikal Definisi


Kolom Jika nilai hο/D ˃ 2
Kolom Pendek Jika nilai hο/D  2
Dinding Bila tidak ada kolom
Indeks seismik dasar struktur (Eο) didapat dengan memperhatikan
klasifikasi elemennya. Digunakan persamaan (3) untuk elemen vertikal yang
tergolong kolom dan digunakan persamaan (4) untuk elemen vertikal yang
tergolong kolom pendek.
n+1
Eo = ( Cw + 1Cc ) . Fw (3)
n+ i
n+1
Eo = ( Csc + 2Cw + 3Cc ) . Fsc (4)
n+ i
Dimana :
Cw = Indeks kekuatan dinding.
Cc = Indeks kekuatan kolom.
Csc = Indeks kekuatan kolom pendek.
1 = Faktor kekuatan efektif kolom pada deformasi ultimate dari dinding yang
nilainya dapat diambil sebesar 0,7. Nilai 1 harus 1,0 jika Cw = 0.
2 = Faktor kekuatan efektif dinding pada deformasi ultimate dari kolom yang
nilainya dapat diambil sebesar 0,7.
3= Faktor kekuatan efektif kolom pada deformasi ultimate dari kolom
pendek yang nilainya dapat diambil sebesar 0,5.
Fw = Indeks daktilitas dinding (indeks daktilitas kolom dalam kasus Cw
hampir sama dengan 0), dapat diambil nilainya sebesar 1,0.
Fsc = Indeks daktilitas kolom pendek, dapat diambil nilainya sebesar 0,8.
3. Indeks Kekuatan (C)
Indeks kekuatan (C) pada inspeksi bangunan tingkat pertama didapat
dengan menggunakan luas penampang dinding dan kolom. Adapun persamaan
yang digunakan untuk mendapatkan nilai indeks kekuatan adalah sebagai
berikut :
τw 1. Aw 1+ τw 2. Aw2+ τw 3 . Aw 3
Cw = . βc
w
(5)
τc . Ac
Cc = . βc
w
(6)
τsc . Asc
Csc = . βc (7)
w
Fc
βc = F  20 (8)
20 c

βc =
√ Fc
20
Fc ˃ 20

Dimana :
Τw1 = Tegangan geser rata-rata pada keadaan ultimate dinding dengan dua
batas kolom, dapat diambil nilainya sebesar 3 N/mm2.
Τw2 = Tegangan geser rata-rata pada keadaan ultimate dinding dengan satu
kolom, dapat diambil nilainya sebesar 2 N/mm2.
Τw3 = Tegangan geser rata-rata pada keadaan ultimate dinding tanpa kolom,
dapat diambil nilainya sebesar 1 N/mm2.
Τc = Tegangan geser rata-rata pada keadaan ultimate kolom, dapat diambil
nilainya sebesar 1 N/mm2 jika ho/D lebih besar dari 6 atau 0,7 N/mm2.
Τsc = Tegangan geser rata-rata pada keadaan ultimate kolom pendek, dapat
diambil nilainya sebesar 1,5 N/mm2.
Aw1 = Total luas penampang dinding dengan dua kolom pembatas pada lantai
pada arah yang ditinjau (mm2).
Aw2 = Total luas penampang dinding dengan satu kolom pembatas pada lantai
pada arah yang ditinjau (mm2).
Aw3 = Total luas penampang dinding tanpa kolom pada lantai untuk tingkat
yang ditinjau (mm2).
Ac = Total luas penampang kolom pada lantai yang ditinjau (mm2).
Asc = Total luas penampang kolom pendek pada lantai yang ditinjau (mm2).
Af = Total luas lantai daerah yang ditinjau (mm2).
w = Total berat struktur
Fc = Kuat tekan beton (N/mm)
4. Indeks Daktilitas (F)
Indeks daktilitas elemen struktur vertikal harus dievaluasi dengan
mempertimbangkan tingkat inspeksi bangunan, mode kegagalan, dan
kapasitas deformasi struktur. Nilai standar indeks daktilitas harus
didefinisikan sebagai indeks daktilitas dinding geser dimana keruntuhan geser
mendahului mode kerutuhan lainnya. Besar nilai indeks daktilitas untuk
inspeksi bangunan tingkat pertama dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Indeks daktilitas inspeksi bangunan tingkat pertama

Elemen Vertikal Indeks Daktilitas (F)


Kolom 1,0
Kolom Pendek 0,8
Dinding 1,0

5. Indeks Ketidakteraturan (SD)


Indeks ketidakteraturan digunakan untuk memodifikasi indeks seimik
dasar struktur (Eo) dengan mengkuantifikasi efek dari komplektisitas bentuk
dan distribusi ketidakseimbangan kekakuan pada kinerja seismik struktur.
Metode perhitungan indeks ketidakteraturan untuk inspeksi bangunan tingkat
pertama harus dipilih dengan mempertimbangkan penyederhanaan dan akurasi
perhitungan serta pengaruh indeks. Adapun item yang harus dipertimbangkan
dalam inspeksi bangunan tingkat pertama adalah :
a. Hal-hal yang berkaitan dengan denah lantai atau keutuhan struktur denah
lantai seperti, keteraturan, rasio aspek, bagian yang sempit, sambungan
ekspansi, ukuran dan lokasi.
b. Hal-hal yang berkaitan dengan denah penampang atau keutuhan struktur
denah penampang seperti adanya basement, keseragaman ketinggian
lantai, dan adanya pilotis.
Tabel 3. Klasifikasi item dan nilai G,R
6. Indeks Waktu (T)
Indeks waktu (T) digunakan untuk mengevaluasi efek dari cacat yang
terjadi pada struktur seperti retak, defleksi, korosi dan lainnya terhadap
kinerja seismik suatu struktur. Nilai indeks waktu untuk inspeksi bangunan
tingkat pertama dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Indeks waktu
7. Indeks Demand/Keamanan Seismik Struktur (ISO)
Keamanan bangunan terhadap gempa harus dinilai berdasarkan
evaluasi seismik struktur dan non struktur. Nilai indeks seismik struktur dapat
dinyatakan aman bila memenuhi atau lebih besar dari indeks keamanan
seismik dan dapat dinyatakan tidak aman atau lemah bila tidak memenuhi
nilai indeks keamanan seismik struktur. Keamanan seismik struktur harus
dinilai dengan persamaan (9)
Is  Iso (9)
Dimana : Is = Indeks seismik struktur
Iso = Indeks keamanan seismik struktur
Indeks keamanan seismik struktur dihitung menggunakan persamaan berikut
Iso = Es . Z . G . U (10)
Dimana :
Es = Indeks keamanan seismik dasar untuk struktur, untuk inspeksi
bangunan tingkat pertama nilai Es = 0,8.
Z= Indeks zona, yaitu faktor modifikasi yang memperhitungkan aktifitas
seismik pada daerah bangunan.
G= Indeks tanah, yaitu faktor modifikasi yang memperhitungkan efek
amplifikasi tanah permukaan, kondisi geologi dan interaksi tanah
terhadap gerakan gempa.
U= Indeks penggunaan, yaitu faktor modifikasi yang memperhitungkan
penggunaan bangunan.
B. Evaluasi Struktur Beton Bertulang
Struktur beton bertulang merupakan beton yang diperkuat dengan tulangan
pada suatu sistem komponen struktur yang terdiri dari elemen struktur seperti
balok, kolom, sloof, dan fondasi yang dihubungkan sebagai struktur utama yang
akan memikul gaya – gaya yang bekerja pada struktur tersebut. Pada bangunan
struktur portal beton bertulang hendaknya dilakukan suatu evaluasi mengenai
kekuatan struktur. Evaluasi struktur portal beton bertulang adalah suatu cara
untuk menguji efektifitas atau kemampuan struktur dalam menahan beban yang
direncanakan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan suatu
evaluasi struktur portal beton bertulang adalah sebagai berikut :
1. Pembebanan Struktur
Beban-beban pada hakekatnya adalah setiap faktor yang menimbulkan
resultan dalam bentuk tegangan dan regangan di dalam struktur. Gaya beban
dapat berupa aksi terpusat, merata, momen, terbagi merata, tidak merata,
simetri, anti-simetri dan sebagainya. Sementara itu penggolongan beban
berdasarkan sifat alamiahnya dapat dirinci sebagai berikut :
a. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati (dead load) adalah beban gravitasi yang berasal dari
berat semua elemen struktur pada bangunan yang bersifat permanen
selama masa layan struktur tersebut. Untuk mendesain sebuah struktur
harus memperkirakan berat atau beban mati dari berbagai elemen struktur
yang akan digunakan dalam analisis. Perkiraan berat struktur harus
relevan dan dapat diperoleh dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pada evaluasi struktur bangunan ini menggunakan 2 jenis elemen struktur
yaitu beton bertulang dengan berat 2400 kg/m3 dan baja tulangan dengan
berat 7850 kg/m3.
b. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup (live load) adalah beban gravitasi yang timbul akibat
penggunaan suatu gedung selama masa layan gedung tersebut. Beban
hidup yang digunakan dalam perancangan bangunan gedung harus beban
maksimum yang mungkin terjadi selama penggunaan bangunan gedung,
akan tetapi tidak boleh kurang dari beban merata minimum yang di
tetapkan dalam SNI 1727:2019.

c. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban dalam arah horizontal yang bekerja pada
suatu struktur akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan karena
adanya gempa bumi (gempa tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi
struktur tersebut. Beban gempa dihitung dengan metode statik ekivalen.
Peraturan perencanaan beban gempa pada gedung-gedung di indonesia
yang berlaku saat ini diatur dalam SNI 1726:2019. Pada peraturan ini
dijelaskan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perhitungan
untuk analisis beban gempa sebagai berikut:
1) Geografis
Perencanaan beban gempa pada sebuah gedung tergantung dari
lokasi gedung tersebut dibangun. Hal ini disebabkan karena wilayah
yang berbeda memilki percepatan batuan dasar yang berbeda pula.
2) Faktor Keutamaan Gempa
Faktor ini ditentukan berdasarkan tabel jenis pemanfaatan
gedung berikut :
Tabel 5. Jenis pemanfaatan gedung
Dari tabel jenis pemanfaatan gedung didapat kategori resiko gedung
yang nantinya digunakan untuk mendapatkan nilai faktor keutamaan
gedung. Nilai faktor keutamaan gedung dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Faktor Keutamaan Gempa

3) Parameter Respon Spektral Desain


Parameter S1 untuk parameter respons percepatan spektral dari
peta periode 1 detik dan Ss untuk parameter respons percepatan
spectral dari peta periode pendek 0,2 detik. Nilai S1 dan Ss dapat
dicari menggunakan aplikasi yang dikeluarkan oleh Pusat Litbang
Perumahan dan Permukian (Puskim). Setelah mendapatkan nilai dari
S1 dan Ss maka tahap selanjutnya adalah menentukan nilai dari
koefisien situs berdasarkan tabel berikut:
Tabel 7. Tabel Koefisien Fa

Tabel 8. Tabel Kofisien Fv

Sehingga dapat ditentukan nilai dari parameter respons percepatan


spektral MCA dengan rumus sebagai berikut:
a) S1 untuk parameter percepatan respons spektral MCE pada
periode tinggi 1 detik
𝑆𝑀1 = 𝑆1 × 𝐹𝑉
b) SS untuk parameter percepatan respon spektral MCE pada periode
pendek 0,2 detik
𝑆𝑀𝑆 = 𝑆𝑆 × 𝐹𝑎
Nilai parameter percepatan respon spektral dicari untuk menentukan
kategori desain seismik bangunan dan didapatkan dari rumus:
a) S1 untuk parameter percepatanrespons spektral MCE pada periode
tinggi 1 detik
2
𝑆𝐷1 = 𝑆𝑀
3
b) SS untuk parameter percepatan respon spektral MCE pada periode
pendek 0,2 detik
2
𝑆𝐷𝑆 = 𝑆𝑀𝑆
3
4) Kategori Desain Seismik
Pembagian kategori desain seismik dari rendah ke tinggi yaitu
A,B,C,D,E,F. Kategori desain seismik didapat dari nilai SDS dan SD1.
Adapun tabel kategori desain seismik adalah sebagai berikut
Tabel 7. Kategori desain seismik

5) Sistem Pemikul Gaya Seismik


Sistem pemikul gaya seismik yang digunakan pada bangunan
yang dievaluasi adalah sistem rangka beton bertulang pemikul momen
khusus yang memiliki faktor reduksi gempa atau koefisien modifikasi
respon (R) = 8.
6) Periode Fundamental Struktur (T)
Periode fundamental struktur dalam arah yang ditinjau harus
diperoleh menggunakan sifat struktur dan karakteristik deformasi
elemen pemikul dalam analisis yang teruji. Periode fundamental
struktur tidak boleh melebihi hasil perkalian koefisien untuk batasan
atas pada periode yang dihitung (Cu) dari Tabel 8.
Tabel 8. Koefisien Cu

7) Periode fundamental pendekatan


Periode fundamental pendekatan (Ta) harus ditentukan dari
persamaan berikut:
Ta = Cthnx
Keterangan : hn adalah ketinggian struktur (m) dan koefisien Ct dan x
ditentukan dari tabel berikut
Tabel 8. Koefisien Ct dan X

8) Koefisien respons Seismik (Cs)


Untuk menentukan nilai Cs ditentukan dari rumus berikut:
Sds
Cs = R
( )
Ie
SD 1
Untuk T  TL , Cs = T R
Ie
SD 1 .TL
Untuk T ˃ TL , Cs = R

Ie
Cs min = 0,044 SDS . Ie  0,01
0,5 . S 1
Jika S1  0,6 maka nilai Cs tidak boleh kurang Cs = R
( )
Ie
9) Gaya Dasar Seismik (v)
Setelah mendapatkan nilai CS, gaya dasar seismik dapat dicari
dengan persamaan berikut:
𝑉 = 𝐶𝑆 × 𝑤
Dimana w = berat total struktur
10) Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya gempa lateral, Fx (kN) yang timbul disemua tingkat
harus ditentukan dari persamaan berikut:
Fx = CVX . V
Dimana:
Wxhxᵏ
n
CVX =
∑ wihiᵏ
i=1

Keterangan:
CVX = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)
W = Berat seismik efektif total struktur
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur
k = 1, untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau kurang
k = 2, untuk struktur yang mempunyai periode 2,5 detik atau lebih
k harus diinterpolasi linear apabila mempunyai periode diantar 0,5 dan
2,5 detik.
2. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan merupakan kombinasi beban-beban yang
dikalikan dengan suatu faktor beban dan bekerja pada waktu yang bersamaan.
Kombinasi pembebanan pada gedung merupakan kombinasi antara beban
mati, beban hidup dan beban gempa yang bekerja dalam satu waktu.

3. Evaluasi Kolom Struktur Portal Beton Bertulang


Kolom adalah elemen struktur yang menerima kombinasi beban aksial
dan lentur. Beban aksial yang terjadi berupa beban tekan meskipun pada
beberapa kasus kolom bisa menerima beban aksial tarik. Fungsi kolom sangat
penting bagi struktur karena berfungsi menahan beban yang terjadi pada
struktur. Bila suatu kolom tidak mampu menahan beban yang ada pada
bangunan, maka bangunan bisa dipastikan akan runtuh.
Kolom beton bertulang mempunyai tulangan longitudinal yang searah
dengan arah beban. Tulangan longitudinal ini yang akan menahan beban
aksial yang terjadi. Sepanjang tulangan longitudinal dipasang tulangan geser
sengkang yang berfungsi untuk menahan tulangan longitudinal agar tetap
kokoh dan juga mengurangi bahaya pecah beton yang dapat mempengaruhi
daktilitas atau kekakuan kolom.
Kapasitas suatu struktur kolom yang mendapatkan beban aksial yang menahan
berat sentris pada penampang kolom. Dalam kondisi seperti ini gaya dari luar
yang masuk akan ditahan dan dapat diperhitungkan secara matematis yang
dirumuskan dalam persamaan
Po= (0,85 . fc’ . (Ag –Ast) + Ast . fy )
Dimana :
Fc’ = Kuat tekan beton (Mpa)
Ag = Luasan penampang pada kolom
Ast = Total luasan tulangan
Fy = Kuat tarik pada tulangan baja (Mpa)
4. Evaluasi Balok Struktur Portal Beton Bertulang
Struktur balok pada portal beton bertulang merupakan struktur gabungan dari
beton dan baja tulangan didalamnya. Balok adalah elemen struktur bangunan
yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser.
Balok juga berfungsi untuk mengikat antar kolom agar mampu menahan gaya
horizontal. Apabila sebuah balok dibebani oleh beberapa gaya, aka akan
tercipta sejumlah tegangan dan regangan. Untuk menentukan berbagai
tegangan dan regangan tersebut harus dicara terlebih dahulu gaya internal
yang bekerja pada penampang balok. Adapun gaya yang bekerja pada
penampang balok diantaranya gaya geser dan momen lentur.
a. Gaya Geser (Shearing Force)
Gaya geser adalah jumlah dari semua komponen vertikal gaya-gaya luar
yang bekerja pada struktur balok tetapi dengan arah yang berlawanan.
Gaya geser dinotasikan dengan V. Penentuan gaya geser pada balok harus
memenuhi syarat kesetimbangan statis arah vertikal.
Fv = R1-P1-P2-V = 0 atau V = R1-P1-P2
b. Momen Lentur (Bending Momen)
Momen lentur adalah jumlah aljabar dari semua komponen momen gaya
luar yang bekerja pada balok. Momen lentur dinotasikan dengan M. Besar
M dapat ditentukan dengan persamaan keseimbangan statis
Mo = M – R1x + P1(x-a) + P2(x-b) = 0 atau M = R1x – P1(x-a) – P2(x-b)
Untuk evaluasi struktur, gaya geser dan momen lentur nominal harus lebih
besar dari gaya geser dan momen lentur yang terjadi pada struktur. Bila
memenuhi syarat diatas maka bangunan dapat dinyatakan kuat dalam
menahan gaya yang terjadi pada struktur.
C. Lendutan
Lendutan adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi pada
balok dapat dilihat berdasarkan defleksi balok dari posisi awal sebelum diberi
beban. Defleksi diukur dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi
deformasi. Penyebab terjadinya lendutan balok adalah bending momen, sehingga
perhitungan lendutannya cukup dengan menyelesaikan persamaan diferensial
garis elastis. Lendutan yang diizinkan pada suatu struktur sangat bergantung pada
besarnya lendutan yang masih dapat ditahan oleh balok tanpa kehilangan
kemampuannya untuk menahan beban yang diberikan.

D. Simpangan Antar Lantai


Simpangan adalah perpindahan lateral relatif antara dua tingkat bangunan yang
berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap–tiap tingkat bangunan.
Simpangan lateral dari suatu sistem struktur akibat beban gempa dilihat dari
kestabilan struktur, kesempurnaan arsitektural dan potensi kerusakan, serta
kenyamanan manusia. Simpangan antar lantai yaitu hasil dari pengolahan
perbedaan selisih nilai displacement pada tiap lantai yang ditinjau kemudian
dikali dengan faktor amplifikasi respon dan dibagi dengan nilai faktor keutamaan
resiko gempa.
BAB III
METODE ANALISIS
Direncanakan bangunan Ruko beton bertulang 3 lantai dengan menggunakan
sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK), akan dibangun di kota Padang.
Bangunan direncanakan terdiri dari tiga lantai. Sistem struktur yang digunakan adalah
sistem struktur beton bertulang pemikul momen khusus berdasarkan SNI 1726:2019.
di daerah domisili saya yaitu tepatnya di Kota Padang, Sumatera Barat.

Rencana bangunan :

 Panjang Bangunan : 14 m

 Lebar Bangunan : 10 m

 Jumlah Lantai : 3 Lantai

 Tinggi Lantai 1 : 4,0 m

 Tinggi Lantai 2 : 3,6 m

 Tinggi Lantai 3 : 3,5 m

 Konstruksi Atap : Pelat Atap

 Fungsi Bangunan : Ruko

 Lokasi Bangunan : Kota Padang, Sumatera Barat


Gambar 1. Potongan A-A dan B-B

Gambar 2. Denah Lantai 1


Gambar 3. Denah Lantai 2

Gambar 5. Denah Lantai 3


Gambar 6. Tampak Depan

Gambar 7. Tampak Samping


A. Propertis Material

1. Baja Tulangan

a. Mutu Baja

Menurut SNI 03-1729-2002, baja struktur dapat dibedakan


berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, besarnya
tegangan leleh (fy) dan tegangan ultimit (fu) sebagai jenis baja
struktur sesuai dengan SNI-1729- 2002. Dapat dilihat pada tabel
berikut

Tabel 1. Klasifikasi Mutu Baja

Jadi Mutu Baja yang akan saya gunakan pada perencanaan bangunan ruko ini
yaitu baja BJ 34 dengan spesifikasi :
Fy : 210 MPa

Fu : 340 Mpa

a) Berat Jenis Baja


= 7850 Kg/M3

b) Modulus Elastisitas Baja

= 200.000 Mpa

c) Poison Ratio Baja = 0,3

2. Beton

a) Mutu Beton = 25Mpa

b) Berat Jenis Beton = 2400 Kg/m3

c) Modulus Elastisitas Beton


= 4700√ 25 = 23500 MPA

d) Poison Ratio Beton = 0,3


Data – data yang diketahui :

Beton

• BJ Beton = 2400 Kg/m^3

• Fc = 25 Mpa

• E = 4700√25 = 23500 Mpa

• Ration concrete = 0.3

Tulangan

• BJ tulangan = 7850 kg/m^3

• Fy = 210 Mpa

• Fu = 240 Mpa

• E = 200.000 Mpa

• Ratio Steel = 0,3

B. Preliminary Design

1. Balok

Panjang balok, L = 5,0 m


h = L/16
= 5000/16
= 312,5 mm = 31,25 cm
=> Digunakan Panjang balok 35 cm
Lebar balok
b = (2/3) x h
= (2/3) x 35
= 23,3 cm
=> Digunakan lebar balok 25 cm

Sesuai dengan bangunan yang ada, dimensi baloknya adalah 350 x 250 mm

2. Kolom
b > (1/10) x Tinggi kolom
= (1/10) x 400 cm = 40 cm
=> Digunakan dimensi kolom 40 x 40 cm

Pada bangunan Sekolah tersebut, tidak memiliki kolom tengah, maka untuk dimensi
kolom pada bangunan ruko tersebut adalah 400 x 400 mm
3. Pelat

Berdasarkan gambar perencanaan pada bangunan ruko tersebut,


didapatkan tebal pelat dengan ketebalan 0,15 mm .

4. Identifikasi Pembebanan

1. Beban mati

Suatu beban yang konsisten dan berada pada posisi yang sama setiap
saat. Berat suatu beban mati (DL) terdiri dari berat beban itu
sendiri/berat suatu struktur itu sendiri.

a. Berat jenis beton = 2400 kg/m3

Lantai 1

 Pelat Lantai = 140 x 0,15 x 2400 = 50.400 kg

 Balok B1 = 50,8 x ( 0,35 x 0,25) x 2400 = 10.668 kg

 Kolom = 12 x (4 x 0,4 x 0,4) x 2400 = 18.432 kg

Total = 79.500 kg
Lantai 2

 Pelat Lantai = 140 x 0,15 x 2400 = 50.400 kg

 Balok B1 = 50,8 x ( 0,35 x 0,25) x 2400 = 10.668 kg

 Kolom = 12 x (3,6 x 0,4 x 0,4) x 2400 = 16.588 kg

Total = 77.656 kg

Lantai 3

 Pelat Atap = 140 x 0,1 x 2400 = 33.600 kg

 Balok B1 = 50,8 x ( 0,35 x 0,25) x 2400 = 10.668 kg

 Kolom = 12 x (3,5 x 0,4 x 0,4) x 2400 = 16.128 kg

Total = 60.396 kg

b. Beban Mati lantai 1 = 79.500 kg

c. Beban Mati lantai 2 = 77.656 kg

d. Beban Mati lantai 3 = 60.396 kg

2. Beban mati tambahan

SIDL adalah suatu beban mati tambahan yaitu beban yang ditopang
oleh struktur

3. Beban Hidup

a. Beban hidup lantai 1 = 250 kg/m2

b. Beban hidup lantai 2 = 200 kg/m2

c. Beban hidup lantai 3 = 100 kg/m2

4. Kombinasi Pembebanan
1) 1,4 D

2) 1,2 D + 1,6 L

3) 1,356 D + 1,3 EQx + 0,39 EQy + L

4) 1,356 D + 1,3 EQx _ 0,39 EQy + L

5) 1,356 D _ 1,3 EQx + 0,39 EQy + L

6) 1,356 D _ 1,3 EQx _ 0,39 EQy + L

7) 1,356 D + 0,39 EQx + 1,3 EQy + L

8) 1,356 D + 0,39 EQx _ 1,3 EQy + L

9) 1,356 D _ 0,39 EQx + 1,3 EQy + L

10) 1,356 D _ 0,39 EQx _ 1,3 EQy + L

11) 0,743 D + 1,3 EQx + 0,39 EQy + L

12) 0,743 D + 1,3 EQx _ 0,39 EQy + L

13) 0,743 D _ 1,3 EQx + 0,39 EQy + L

14) 0,743 D _ 1,3 EQx _ 0,39 EQy + L

15) 0,743 D + 0,39 EQx + 1,3 EQy + L

16) 0,743 D + 0,39 EQx _ 1,3 EQy + L

17) 0,743 D _ 0,39 EQx + 1,3 EQy + L

18) 0,743 D _ 0,39 EQx _ 1,3 EQy + L

C. Beban Gempa Statik ekuivalen

Nama Kota : Padang (P)


Bujur / Longitude : 100.2141 Degrees

Lintang / Latitude : -0.5616 Degrees

Kelas Situs : SE - Tanah Lunak

Fungsi bangunan : Ruko

Kategori resiko : II dengan Ie :1,0

Struktur : SRPMK

Koefisien modifikasi respon (R) : 8

PGA = 0.554696 g

PGAm = 0.635296 g

CRs = 0.000000

CR1 = 0.000000

Ss = 1.402857 g

S1 = 0.600000 g

TL = 20.000000 detik

Fa = 0.838857

Fv = 2.000000

Sms = 1.176797 g

Sm1 = 1.200000 g

Sds = 0.784531 g

Sd1 = 0.800000 g

T0 = 0.203943 detik
Ts = 1.01 9717 detik

Karena nilai Sds = 0.784531 ≥ 0,50 dan Sd1 = 0.800000 ≥ 0,20 , Maka Kota Padang
Termasuk Kategori Desain = D

1. Analisis Statik Ekivalen

Menentukan Periode Fundamental Struktur (Ta )

Ta = Ct.Hn ˣ ,Ct= 0,0466 X=0,9 Hn=10,1 m

= 0,0466 x 10,1 ^0,9

= 0,373 Detik

Sd1=0.8 > 0,37 detik maka Cu = 1,4

Tmax = Cu x Ta

= 1,4 x 0,373

= 0,5222 Detik
Ta = 0,1 N

= 0,1 X 3

= 0,3

Maka T yang digunakan adalah T= 0,522 detik

2. Perhitungan gaya geser seismic (V)

TL = 20 Detik, Karena T= 0,484 < TL=20 maka:

SD 1 0,8
Cs max = R = 8 = 0,206
T ( ) 0,484( )
Ie 1

Cs min = 0,044 SDs. Ie ≥ 0,01

0,044 x 0.784531 x 1 ≥ 0,01

0,034 ≥ 0,01

SDs 0,784531
Cs = R = 8 = 0,098
( ) ( )
Ie 1

Maka gunakan Cs= 0,206

3. Perhitungan Berat Seismik Efektif (w)

Panjang Bangunan =14 m

Lebar bangunan = 10 m

Jumlah portal arah memanjang = 3

Jumlah portal arah melintang = 4

Tinggi kolom lantai 1-3 = 4,5 m

Panjang total balok tiap bangunan= 50,8 m


Jumlah kolom = 12

Dimensi Kolom= 400 mm x 400mm= 0,4 m x 0,4 m

Dimensi Balok = 350 mm x 250 mm = 0,35 m x 0,25 m

Tebal Pelat lantai 1- 2 = 150 mm = 0,15 m

Tebal Pelat lantai 3 = 100 mm = 0,10 m

Berat jenis beton = 2400 kg/m^3

a. Berat Lantai 3 (W3)

 Pelat = 14 x 10 x 0,10 x 2400 = 33.600 kg

 Balok = 0,35 x 0,25 x 50,8 x 2400 = 10.668 kg

 Kolom = 0,4 x 0,4 x (3,5 /2) x 2400 x 12 = 8.064 kg

Berat Lantai 3 = 52.332 kg

b. Berat Lantai 2 (W2)

 Pelat = 14 x 10 x 0,15 x 2400 = 50.400 kg

 Balok = 0,35 x 0,25 x 50,8 x 2400 = 10.668 kg

 Kolom = 0,4 x 0,4 x 3,6 x 2400 x 12 = 16.558 kg

Berat Lantai 2 = 77.656 kg

c. Berat Lantai 1 (W1)

 Pelat = 14 x 10 x 0,15 x 2400 = 50.400 kg

 Balok = 0,35 x 0,25 x 50,8 x 2400 =10.668 kg


 Kolom = 0,4 x 0,4 x (4,0/2 + 4,0/2) x 2400 x 12 = 18.432 kg

Berat Lantai 1 = 79.500 kg

Berat lantai seismic (w) = 52.332+ 77.656 + 79.500

= 209.488 kg = 2094,88 kN

Maka V = Cs x W

= 0,206 x 2094,88

= 431,54528 kN

Untuk T = 0,484 detik maka:

0,484−0,5 K −1
=
2,5−0,5 2−1

−0,016 K−1
=
2 1

2(K-1) = - 0,016

2K-2 = -0,016

2K = -0,016 + 2

2K = 1,984

K = 0,992
Gaya lateral gempa tiap lantai

Tiap Portal ( KN )
Lantai Hi Wi
hi k WI hi k Cvx Fix-y Fix=(Fix- Fiy=(Fix-
ke i (m) (KN)
y)/5 y)/5

3 11,1 10,88 523.32 5,693.7216 0,2498 107,799 21,5598 21,5598

2 7,6 7,477 776.56 5,806.3391 0,3706 159,930 31,986 31,986

3,955 795.00 3,144.225 0,3796 171,107 34,2215185 34,2215185


1 4,0
5

∑ 2094.88 14,643.225 1

EQ arah X dan Y

1. EQ Lantai 1 = 34,22 Kn = 3422 kg

2. EQ Lantai 2 = 31,986 kN = 3198 kg

3. EQ Lantai 3 = 21,5598 kN = 2155 kg


BAB IV
ANALISIS DATA
A. First Screening Level
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Hanalde, dkk. 2016. “Analisis Gelombang Elektromagnetik dan Seismik Yang
Ditimbulkan Oleh Gejala Gempa” . Artikel Ilmiah. Jurnal Teknik Elektro
Universitas Andalas . Vol: 5, No. 3, November 2016. (online).
(ejournal.Unand.ac.id, diunduh 27 Desember 2022).

Chasanah, Uswatun., dkk. 2013. “Analisis Tingkat Seismisitas dan Periode Ulang
Gempa Bumi di Sumatera Barat pada Periode 1961-2010”. Artikel Ilmiah.
Jurnal Inovasi Fisika Indonesia. Vol. 02. No. 02. 2013. Hal 0-5. (online).
(ejournal.unesa.ac.id, diunduh 27 Desember 2022).

Murtianto, Hendro. 2016. “ Potensi Kerusakan Gempa Bumi Akibat Pergerakan


Patahan Sumatera Barat dan Sekitarnya”. Artikel Ilmiah. Jurnal Geografi Gea.
Vol 10. No. 01. 2016. Hal 80-86. (online). (ejournal.upi.edu, diunduh 27
Desember 2022).

Utami, Zahroh., dkk. 2017. “Analisis Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan


Pengukuran Sinyal Mikrotremor di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan
Gantiwarno Kabupaten Klaten”. Artikel Ilmiah. Jurnal Fisika. 2017. Hal 29-
36. (online). (eprints.uny.ac.id, diunduh 27 Desember 2022).

Standar for Seismic Evaluation of Existing Reinforced Concrate Buildings, 2001

Pala’biran, Oman Anri., dkk. 2019. “Perhitungan Lendutan Balok Taper Kantilever
Dengan Menggunakan Sap 2000”. Artikel Ilmiah. Jurnal Sipil Statik. Vol. 7.
No. 8. 2019. Hal 1039-1048. (online). (ejournal.unsrat.ac.id, diunduh 29
Desember 2022).

Irawan, Joshua., dkk. 2022. “Self-Assessment Tool Bagi Pihak Sekolah untuk
Mengukur Kesiapsiagaan Bencana Bangunan Sekolah Tahan Gempa Bumi”.
Artikel Ilmiah. Rekayasa Sipil. Vol. 11. No. 2. 2022. Hal 70-83. (online).
(researchgate.net, diunduh 27 Desember 2022).
Riyanto, Angghi. 2018. “Analisa Perhitungan Volume Besi dan Beton pada Struktur
Kolom Gedung Tower 1 Proyek Meisterstadt Batam”. Skripsi. (online).
(repository.uib.ac.id, diunduh 31 Desember 2022).

Almufid. 2016. “Kapasitas Momen dan Geser pada Struktur Balok di Bangunan
Tinggi Wilayah Rawan Gempa”. Artikel Ilmiah. (online). (jurnal.umt.ac.id,
diunduh 31 Desember 2022).

You might also like