You are on page 1of 118

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN

ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG


KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

1i

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penggunaan Lahan
Eksisting Dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya
Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.

Bogor, Januari 2009

Nina Restina
NRP A353060031
ABSTRACT
NINA RESTINA. An Evaluation of The Existing Land Use and Direction of
Drafting Urban Spatial Plan of Tasikmalaya City , West Java Province. Under
Direction of SANTUN R.P. SITORUS and ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Tasikmalaya city is located in the east priangan region of west java


province, having acceleration in its development. The development of
Tasikmalaya city has caused extensive need of space which affects improper use
of the land. The objectives of this research are to evaluate the compability usage
of the existing land use in Tasikmalaya city, to analyze the factors which
influenced the deviation and to compile direction for arranging new RTRW. The
research method is using the (GIS), principal component analysis (PCA),
regression analysis and descriptive analysis. The existing land use which is
appropriate to the RTRW is 15,571.16 hectares (90.76%) and the digressing is
1,585.04 hectares (9.24%). Most of the improver use appear at the agriculture
areas. The factors which influence the deviation were as follows, population
density, the buildings at the river bank, the area of agriculture farm, and the
distance to the downtown. The inconsistence of the land use in Tasikmalaya is
influenced by education status rates, occupations and people's income. Most of the
society knowledge, couldn’t understand about urban and spatial plan due to the
lack of the socialization from the city government about RTRW. Direction
arranging of the new RTRW is based on the existing land use and deviation of
existing land use, Tasikmalaya city as an urban functional region and to lessen the
dense of activities in the city center with a purpose to reach development balance
in every district.

Key words: Existing Land Use, Inconsistency, Urban Spatial Plan, GIS Method
RINGKASAN

NINA RESTINA. Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan


Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh:
SANTUN R.P. SITORUS dan ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Kota Tasikmalaya telah mengalami percepatan perkembangan wilayah yang


diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Perkembangan Kota
Tasikmalaya menyebabkan kebutuhan akan ruang meningkat, sedangkan ruang itu
terbatas. Hal tersebut dengan mudah mendorong terjadinya penyimpangan
penggunaan lahan terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota
Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan
lahan eksisting terhadap RTRW, menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi
penyimpangan, serta merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang
wilayah Kota Tasikmalaya yang baru.
Penggunaan lahan eksisting diperoleh dari interpretasi foto udara tahun
2007 serta ground check ke lapangan. Untuk mengetahui apakah penggunaan
lahan eksisting masih sesuai dengan RTRW, dilakukan tumpang tindih peta
penggunaan lahan eksisting dengan peta peruntukkan penggunaan lahan RTRW
tahun 2004-2014 Kota Tasikmalaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
penyimpangan dianalisis berdasarkan peubah pend uga yang berasal dari data
PODES Kota Tasikmalaya tahun 2006 yang diolah dengan metode Principal
Component Analysis (PCA). Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda
(multiple regression analysis) untuk mengetahui luas penyimpangan, dengan
Faktor skor hasil PCA sebagai variabel bebas dan luas penyimpanga n sebagai
variabel tak bebas.
Berdasarkan hasil analisis, penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW
adalah 15.571,16 ha atau 90,76 % dari luas Kota Tasikmalaya dan penggunaan
lahan yang tidak sesuai (menyimpang) dengan RTRW adalah 1.585,04 ha atau
sekitar 9,24% dari luas Kota Tasikmalaya. Secara umum penggunaan lahan
permukiman belum melebihi luas yang ditetapkan dalam RTRW. Begitu pula
penggunaan lahan pertanian (lahan basah dan kering) penurunannya belum
melampaui batas yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014. Jenis penyimpangan
adalah permukiman berada pada lahan Sawah dan lahan kering, permukiman
berada di bawah SUTET dan permukiman pada area Hutan serta permukiman
berkembang di kawasan perdagangan dan industri. Penyimpangan terbesar
terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,94% dan kecamatan
Indihiang seluas 319,74 ha atau sekitar 1,86%. Sedangkan luas penyimpangan
terkecil ada di kecamatan Cihideung 7,15 ha (0,04%), karena kecamatan
Cihideung kedudukannya sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan tertinggi
(kepadatan penduduk 13.775 orang/km2 ), sehingga tidak memungkinkan lagi
untuk dikembangkan.
Hasil survei lapangan didapat penggunaan lahan ya ng tidak sesuai dengan
RTRW 2004-2014 secara umum dibagi dalam tiga kategori penyimpangan
sebagai berikut: 1) terjadi penyimpangan dari RTRW, karena belum diperbaruinya
batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal
penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak
sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW 2004-2014; 2) penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan RTRW, terjadi penyimpangan yang sebenarnya berupa
pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ada atau
ditetapkan dalam RTRW, dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan,
nilai lahan yang cukup tinggi (nilai ekonomis); dan 3) penyimpangan yang terjadi
karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan
perbedaan skala peta yang digunakan. Pada RTRW 2004-2014 skala peta yang
digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses tumpang tindih dengan
peta land use dilakukan, ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang
sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap
poligon-poligon kecil (digeneralisasi) ke dalam poligon yang lebih besar.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan hasil
PCA adalah: kepadatan penduduk, pemukiman di bantaran sunga i, luas lahan
sawah dan jarak ke pusat kota. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi
penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pekerjaan sebagai petani
dan buruh dan pendapatan masyarakat rendah dapat mempengaruhi terjadinya
penyimpangan. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Hal
tersebut memperlihatkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai
RTRW Kota Tasikmalaya.
Arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru adalah
berdasarkan penyimpangan yang terjadi dilapangan, dengan mempertimbangkan
Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan
aktifitas di pusat Kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan dan pemerataan
pembangunan di setiap kecamatan.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang- undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN
ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG
KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Tesis : Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya
Provinsi Jawa Barat
Nama : Nina Restina
NRP : A.353060031
Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Alinda Fitriany M.Zain, M,Si
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir.Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr.Ir.Khairil A..Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 19 Januari 2009 Tanggal Lulus: 06 Februari 2009


Karya ini kupersembahkan untuk :
Seluruh keluarga besar atas segala dukungan dan bantuannya baik moril
maupun materil serta doa dan restunga.
Tak terkecuali kedua anakku yang selama ini dengan setia mendampingiku
dalam mewujudkan cita-cita
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan dan persembahkan kepada yang Maha Besar
Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya-Nya yang dianugerahkan kepada
penulis dalam berfikir sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul Evaluasi
Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang
Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tesis ini merupakan karya akhir
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan
memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir.
Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Komisi Pembimbing Tesis, Dr. Ir. Alinda
Fitriany M. Zain, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Ernan
Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Perencanaan Wilayah,
yang sela lu memberikan saran dan masukan kepada penulis selama menyusun
tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada orang tua dan keluarga yang selalu
mendukung moril maupun materil serta doa. Terimakasih juga penulis sampaikan
kepada rekan-rekan atas saran dan dukungannya dari awal hingga
terselesaikannya tesis ini.
Akhirnya, penulis harapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk
perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Untuk itu penulis ucapkan banyak
terimakasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

Nina Restina
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Desember 1959 dari


pasangan Abdul Kodir dan Siti Turyati. Penulis merupakan putri keenam dari
delapan bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Tasikmalaya
Provinsi Jawa Barat. Tahun 1987 penulis lulus sebagai Sarjana dari Perguruan
Tinggi Swasta Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik. Tahun 1989 penulis diangkat sebagai asisten dosen di jurusan
Teknik Sipil Universitas Siliwangi Tasikmalaya, kemudian pada tahun 1999
penulis diterima sebagai staf pengajar di Perguruan Tinggi swasta di Jakarta
(Universitas Bung Karno).
Kesempatan melanjutkan pendidikan diperoleh pada tahun 2006 di Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB dengan bantuan biaya
DIKTI melaluiBPPS.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xiv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xv
DAFAR LAMPIRAN……………………………………………………… xvi
I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
I.I. Latar Belakang……………………………………………….. 1
1.2. Perumusan Masalah…………………………………………… 4
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 5
1.4. Manfaat penelitiaan…………………………………………… 5
1.5. Lingkup penelitian…………………………………………… 5
II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….. 6
2.1. Penggunaan Lahan……………………………………………… 6
2.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan…………………………….. 9
2.3. Penataan Ruang………………………………………………. 9
2.4. Konsep Kota................................................................................. 14
2.5. Sistem Informasi Geografis......................................................... 16
2.6. Analisis Spasial............................................................................. 17
III METODE PENELITIAN........................................................................ 19
3.1. Kerangka Pemikiran penelitian……………………………….. 19
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 20
3.3. Alat dan Jenis data yang digunakan.............................................. 20
3.4. Pendekatan Metode Penelitian...................................................... 22
3.5. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 22
3.6. Pengolahan dan Analisis Data..................................................... 23
3.7. Analisis Penggunaan Lahan Eksisting.......................................... 23
3.8. Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW............ 24
3.9. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan....... 25
3.10 Analisis Deskriptif........................................................................ 27
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.................................... 30
4.1. Luas Wilayah................................................................................ 30
4.2. Letak Geografis............................................................................ 30
4.3. Kondisi Geologis.......................................................................... 32
4.4. Kondisi Topografi......................................................................... 33
4.5. Kependudukan.............................................................................. 34
4.6. Dinamika Perkembangan penduduk............................................. 35
4.7. Kondisi Ekonomi.......................................................................... 36
4.8. Alokasi Penggunaan Lahan.......................................................... 37
4.9. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang............................................... 38
410. Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah........................................ 39
4.11 Rencana Terminal......................................................................... 40
4.12 Jasa Perhubungan dan Jasa Transportasi...................................... 41
V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 40
5.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya....... 40
5.2. Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya.......................... 47
5.3. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya............... 54
5.4. Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan......................................... 57
5.5. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan............................... 62
5.6. Arahan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya.......................... 67
VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 69
6.1. Kesimpulan................................................................................... 69
6.2. Saran............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 75

LAMPIRAN.................................................................................................... 76
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Variabel Penduga Penyimpangan…………………………………. 26
2 Matrik Tujuan dan Out Put Penelitian…………………………….. 29
3 Pembagian Luas Wilayah Kecamatan……………………………... 32
4 Jenis dan Bahan Tambang Galian…………………………………. 33
5 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk…………………………… 34
6 Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2002-2006…………. 35
7 Distribusi Setiap Sektor Terhadap PDRB………………………… 36
8 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2002………………………... 38
9 Distribusi Rencana BWK…………………………………………. 40
10 Cakupan Struktur Ruang Kota Tasikmalaya……………………… 40
11 Jumlah Panjang Jalan Kecamatan…………………………………. 41
12 Pola Pemanfaatan Ruang RTRW………………………………….. 45

13 Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang ……………………………. 46


14 Distribusi Penggunaan Lahan Eksisting 2007…………………….. 47
15 Padanan Penggunaan Lahan Eksisting Dengan RTRW…………… 51
16 Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Dengan RTRW………….. 52
17 Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan …………………………. 54
18 Distribusi Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW………... 55
19 Distribusi Penyimpangan Berdasarkan hasil Koreksi…………….. 61
20 Eigenvalues Hasil PCA…………………………………………… 62
21 Nilai Faktor Loadings Variabel Penentu Penyimpangan………….. 63
22 Hasil Pengolahan Re gresi…………………………………………. 65
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Alir Kerangka Penelitian Pemikiran ...................................... 21
2. Bagan Alir Tahapan Panelitian........................................................... 28
3. Peta Wilayah Administrasi Kota Tasikmalaya……………………... 31
4. Peta RTRW 2004-2014…………………………………………….. 48
5. Land Use Tahun 2006……………………………………………… 49
6. Peta Penggunaan Lahan Eksisting 2007……………………………. 50
7. Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya………... 56
8. Penyimpangan Lahan Basah Menjadi Permukiman………………... 57
9. Penyimpangan Lahan Kering Menjadi Permukiman………………. 58
10. Lahan Hutan Menjadi Sebagian Permukiman……………………… 60
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Ketinggian Wilayah Kota Tasikmalaya……………………………… 75
2. Penggunaan Lahan Eksisting 2006 Kota Tasikmalaya………………. 76
3. Ruang Terbuka Hijau per Kecamatan……………………………….. 78
4. Peta Geologi dan Kemiringan………………………………………... 79
5. Peta Struktur Ruang Bagian Wilayah Kota………………………… 80
6. Peta Bagian Wilayah Kawasan (BWK) …………………………….. 81
7. Faktor Skor………………………………………………………….. 82
8. Faktor Loading Hasil PCA………………………………………….. 84
9 Grafik Scree Plot Eigenvalues………………………………………. 85
10 Faktor Penentu Penyimpangan………………………………………. 86
11 Kuesioner untuk Responden Pemerintah…………………………….. 87
12 Kuesioner untuk Responden Masyarakat ……………………………. 93
13 Hasil Kuesioner di Lokasi Penyimpangan…………………………… 97
14 Indikator Makro Kota Tasikmalaya………………………………….. 98
15 Profil dan Dinamika Perkembangan Penduduk……………………… 99
16 KomposisiPenduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………………. 100
17 Posisi Titik Pengamatan Lokasi Penyimpangan……………………. 101
18 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2006………………………….. 102
19 Perkembangan Pendapatan………………………………………….. 103
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi
dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi
maupun kabupaten/kota dalam mengelola pelaksanaan pembangunan di
wilayahnya perlu ditingkatkan. Paradigma baru pembangunan menyepakati bahwa
prasyarat tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya
keseimbangan dalam tiga aspek utama, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi.
Paradigma pembangunan ini mencoba menyelaraskan pembangunan ekonomi dan
konservasi lingkungan yang selama ini dianggap bertentangan.
Penataan ruang dapat menjadi aktifitas yang mengarah pada kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia
usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, melainkan
penataan ruang harus merupakan aktifitas yang terus- menerus dilakukan untuk
mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya
(Darwanto 2000).
Penyusunan rencana tata ruang perlu memperhatikan fungsi yang harus
diemban oleh masing- masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan optimal
jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses penataan ruang
mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan dan ketersediaan
lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan berkelanjutan (Azhari
2004).
Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tanpa
memperhatikan aspek-aspek kelestarian dan daya dukung lingkungan akan
menyebabkan perubahan kondisi lingkungan hidup dengan cepat.
Fenomena yang nampak dalam penggunaan lahan selama ini, adalah ketidak
konsistenan rencana tata ruang dengan penggunaannya. Disisi lain pertumbuhan
penduduk yang cepat akan meningkatkan kebutuhan sumberdaya alam dan akan
memberikan tekanan pada lingkungan. Hal ini akan berpengaruh pada
peningkatan kebutuhan ruang yang mewadahi berbagai aktifitas manusia dalam
melangsungkan kehidupannya. Dengan terbatasnya ketersediaan lahan maka akan
terjadi berbagai permasalahan dalam pengalokasian ruang karena faktor
kepentingan.
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk
penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk
peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga
tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak
sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan
lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya.
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).
Jumlah penduduk dan urbanisasi di kota Tasikmalaya pada tahun 2005
sebesar 593.044 orang. Laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,94 persen
pertahun (BPS, 2006). Melihat kondisi diatas, terjadi peningkatan aktivitas
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang berimplikasi pada meluasnya
kebutuhan ruang. Karena adanya kebutuhan ruang maka terjadi perkembangan
sarana dan prasarana potensial sebagai akses perkembangan permukiman-
permukiman baru, yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Hal tersebut dapat menimbulkan persoalan baru dalam pemenuhan kebutuhan
ruang dan lingkungan, sehingga menyebabkan terdesaknya ruang terbuka,
khususnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di walayah Kota.
Pada tahun 1976 luas wilayah Kota Tasikmalaya 1.912,5 ha. Pada saat itu
pemerintahan sebagai Kota Administatif yang merupakan bagian dari kabupaten
Tasikmalaya. Pada tahun 1988 luas wilayah Kota Tasikmalaya telah berkembang
menjadi 5.553,0 ha, dan hasil evaluasi tata ruang pada tahun 1995, luas wilayah
Kota Tasikmalaya menjadi 17.156,2 ha atau sekitar 171,56 km2 dan ditetapkan
berdasarkan U U No. 10 Th. 2001.
Di sisi lain kedudukan Kota Tasikmalaya berdasarkan Peraturan
Pemerintah No 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN), RTRW Provinsi dan RTRW kabupaten/kota ditetapkan sebagai
kawasan andalan bagi Wilayah Priangan Timur dan ditetapkan pula sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW). Selain itu berdasarkan visi Kota Tasikmalaya adalah
sebagai pusat perdagangan dan industri termaju di kawasan Priangan Timur.
Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat
dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya.
Penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya perlu
dievaluasi disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota
Tasikmalaya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dapat mendorong terjadinya ketidak seimbangan pembangunan dengan kelestarian
lingkungan hidup serta akan terjadi penurunan kualitas lahan, sehingga
penggunaan lahan tidak optimal.
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) perlu ditetapkan, karena manusia
sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai akal dimana setiap individu
manusianya mempunyai keinginan untuk berubah sehingga keinginan itu kadang-
kadang tidak sama bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut
menimbulkan suatu pemikiran tentang perlunya suatu perencanaan dan
pengaturan, khususnya dalam hal perencanaan tata ruang agar dalam
pelaksanaannya kedepan dapat lebih optimal.
Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara
dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya
waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai
dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang
perlu dievaluasi atau disempurnakan secara berkala, lima tahun sekali (UU
26/2007 tentang Penataan Ruang). Evaluasi atau review RTRW Perkotaan
dilakukan sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kawasan
perkotaan dan dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.

Evaluasi Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan termasuk ke dalam


kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang, dan dibutuhkan manakala dirasakan
bahwa secara internal ada perkembangan pemanfaatan ruang yang tidak terkendali
sehingga potensial terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan ruang. Sedangkan
secara eksternal muncul berbagai kebijakan yang tidak terakomodasikan dalam
RTRW lama. Kegiatan evaluasi RTRW Kota, diselenggarakan tetap dengan
menghormati hak perorangan atau lembaga berdasarkan peraturan perundang-
undangan, hukum adat atau kebiasaan yang berlaku. Secara umum faktor- faktor
yang menentukan perlu tidaknya kegiatan evaluasi dan peninjauan kembali
RTRW dilakukan, terbagi atas dua faktor utama, yaitu faktor eksternal dan faktor
internal.

1.2. Perumusan Masalah

Kota Tasikmalaya terdiri dari 8 kecamatan, yaitu kecamatan Cihideung,


Tawang, Cipedes, Indihiang, Mangkubumi, Kawalu, Taman Sari dan Cibeureum
yang dikelilingi oleh hinterland kota yang berada di wilayah Kabupaten
Tasikmalaya dan merupakan daerah yang potensial untuk kegiatan perdagangan
dan industri, sesuai dengan visi dari Kota Tasikmalaya yang diuraikan dalam
rencana tata ruang wilayah (RTRW), bahwa kota Tasikmalaya diharapkan
menjadi pusat perdagangan dan industri termaju di Wilayah Priangan Timur
tahun 2012.
Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat
dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya. Hal tersebut berimplikasi pada
meluasnya kebutuhan lahan dan menimbulkan persoalan dalam pemenuhan
kebutuhan ruang dan lingkungan. Terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan
cepat, seringkali di lapangan terjadi berbagai penyimpangan dari rencana tata
ruang, dimana salah satunya dipengaruhi oleh kepentingan antar sektor.
Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW antara lain karena
lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan aturan hukum ya ng berlaku tentang
penataan ruang, kurangnya informasi bagi masyarakat dan kurangnya pemahaman
masyarakat tentang penataan ruang.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah penggunaan lahan eksisting sesuai dengan rencana tata ruang Kota
Tasikmalaya?
2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan penggunaan lahan
dari rencana tata ruang Kota Tasikmalaya?
3. Bagaimana arahan dalam penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya
yang baru ?
1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap rencana tata


ruang Kota Tasikmalaya.
2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan dari
rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.
3. Merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya
yang baru.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran


dan masukan bagi pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menyusun rencana tata
ruang wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya yang akan datang. Selain itu dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam
menentukan kebijakan-kebijakan tata ruang terkait pemanfaatan lahan untuk
saat ini dan masa depan, sehingga dapat terwujudnya tertib hukum dan
terarahnya penggunaan lahan bagi setiap orang, badan hukum dan pemerintah.

1.5. Lingkup Kegiatan Penelitian


Lingkup dari penelitian ini adalah di wilayah Kota Tasikmalaya wilayah
Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, dengan mengamati penggunaan lahan
eksisting dan penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW Kota Tasikmalaya,
sehingga rencana tata ruang ke depan diharapkan dapat mengacu pada hasil
analisis dan output penelitian ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan


memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan bagi
penggunaan lahan, karena lahan sifatnya terbatas. Sumberdaya lahan yang paling
menguntungkan dari lahan yang terbatas perlu dipertimbangkan untuk
penggunaan dan pemanfaatannya di masa mendatang. Beberapa permasalahan
dalam penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang adalah lemahnya
penegakan hukum, kurangnya informasi tentang potensi lahan dan rendahnya
tingkat kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang penggunaan ruang tata
ruang. Tindakan pengelolaan diperlukan bagi setiap areal lahan yang dapat
digunakan sebagai pegangan dalam pe manfaatan areal tersebut. (Sitorus, 1998).
Banyak definisi yang dikembangkan untuk mendifinisikan penatagunaan
tanah, diantaranya Canadian Institute of Planners mendefinisikan bahwa:
"Perencanaan (penatagunaan) tanah merupakan pendekatan keilmuan, estetika,
dan pengaturan penggunaan lahan, sumber daya, fasilitas dan pelayanan untuk
menjamin efisiensi fisik, ekonomi dan sosial serta kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat perkotaan dan pedesaan. Untuk mengetahui perubahan penggunaan
lahan bahkan bisa sampai melihat dampak penggunaan lahan terhadap urbanisasi,
Negara Canada menggunakan data Landsat (Zhang, 2005).
Analisis terhadap perubahan penggunaan lahan, baik pola/bentuk, proses,
metode dan peralatan (tools), penyebab serta dampaknya, telah banyak dilakukan
(Kartodiharjo, 2007). Akan tetapi perubahan penggunaan lahan terus terjadi dan
dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan seolah sulit dikendalikan.
Ketika dulu perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi hutan menjadi
lahan pertanian, maka sekarang terdapat kecenderungan perubahan penggunaan
lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan industri.
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk
penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk
peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga
tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak
sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan
lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lain,
bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang sebelumnya telah
berkembang (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).
Sitorus (1998) menyatakan bahwa pada dasarnya evaluasi kesesuaian lahan
memerlukan informasi yang menyangkut tiga aspek utama, yaitu: lahan,
penggunaan lahan dan aspek ekonomi. Manfaat yang mendasar dan evaluasi
sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan
tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan
lahan yang akan dilakukan.
Penggunaan lahan adalah setiap campur tangan manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhannya, baik material maupun spiritualnya (Vink
1975 dalam Sitorus 2001). Menurut Barlowe (1986), faktor- faktor yang
mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor
pertimbangan ekonomi dan kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup
kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-
tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor ekonomi dicirikan oleh keuntungan,
kondisi pasar dan transportasi. Faktor kelembagaan dicirikan oleh hukum dan
pertahanan, situasi politik, sosial ekonimi dan secara administrasi dapat
dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Bagi seorang perencana, pengetahuan mengenai penggunaan lahan dan
penutupan lahan sangatlah penting dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan pengelolaan sumberdaya lahan yang memperhatikan aspek lingkungan.
Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) merupakan dua
istilah yang sering diberi pengertian sama, padahal keduanya mempunyai
pengertian berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1987), penggunaan lahan
berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutupan
lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa
mempersoalkan kegiatan manusia pada obyek-obyek tersebut.
Irawan (2005) mengemukakan bahwa, konversi lahan pertanian pada
dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antar sektor
pertanian dan sektor non-pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut
muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu : (a) keterbatasan
sumberdaya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan
non-pertanian pada tingkat yang lebih tinggi di bandingkan permintaan lahan
untuk kegiatan pertanian. Ini disebabkan karena permintaan produk non-pertanian
lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan (akibat
pertumbuhan penduduk), yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan
untuk kegiatan non-pertanian (akibat pertumbuhan Penduduk) mendorong
terjadinya konversi lahan pertanian.
Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat akan berpengaruh terhadap
berbagai macam aktivitas di dalam kota dan konsekwensinya akan berdampak
pada pembangunan perkotaan itu sendiri (Masri, 2008).
Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan
pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk
pertanian maupun non pertanian. Menurut Winoto et al. (1996), perubahan
penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata- mata fenomena
fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang
menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat
dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat.
Sementara Sumaryanto et al. (1994) menjelaskan alih fungsi lahan dari segi
pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi
sumber daya antar sektor penggunaan. Akibat struktur perekonomian yang
mengarah pada semakin meningkatnya peranan sektor non pertanian,
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi besaran dan laju penggunaan
sumberdaya (tenaga kerja, modal dan tanah) antar sektor. Lazimnya, sektor-sektor
ekonomi dengan pertumbuhan yang tinggi akan diikuti dengan laju penggunaan
sumberdaya yang lebih tinggi.
Lahan pertanian yang berpeluang untuk terkonversi lebih besar adalah lahan
sawah dibandingkan lahan kering. Sawah secara spasial memiliki alasan yang
kuat untuk dikonversi menjadi kegiatan non-pertanian karena (1) kebutuhan lahan
untuk kegiatan non-pertanian lebih menguntungkan di lahan yang datar dimana
sawah pada umumnya ada, (2) infrastruktur seperti jalan lebih tersedia di daerah
persawahan, (3) daerah persawahan pada umumnya lebih mendekati wilayah
konsumen yang relatif padat penduduk dibandingkan lahan kering yang sebagian
besar terdapat di daerah bergelombang, perbukitan dan pegunungan (Nofarianty,
2006).
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, disamping merupakan
berubahnya fenomena fisik luasan tanah pertanian, juga berkaitan erat dengan
berubahnya orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Sementara
Sumaryanto et al. (1994) menjelaskan alih guna lahan dari segi pengembangan
sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumber daya antar
sektor penggunaan.

2.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan


Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar dapat dibagi
dua, yaitu: 1) ruang sebagai objek, dan 2) manusia sebagai pelaku. Keduanya
saling berkaitan satu sama lain. Dari aspek manusia sebagai pelaku, dalam
penggunaan lahan dipengaruhi oleh: faktor pengetahuan, faktor pekerjaan dan
faktor pendapatan.
Ruang memiliki keterbatasan sehingga dapat dilihat semakin langkanya
lahan di pusat kota, sementara masih banyak lahan- lahan tidak produktif/belum
optiomal dalam pemanfaatannya yang jauh dari pusat kota. Karena persaingan dan
faktor kepentingan terjadilah penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan
penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang
masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya permukiman kumuh dan
bangunan sekitar bantaran memperlihatkan cirri perilaku penghuninya. Tindakan
manusia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan cara pandangnya
(Budihardjo, 1993). Dari landasan ini manusia menumbuhkan rasa memiliki dan
mempertahankannya.

2.3. Penataan ruang

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang
adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah
upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang (UU No. 26/2007 Pasal 1).
Menurut Yuwono (2008), penggunaan lahan sangat me nentukan wujud
keruangannya serta caca-cara manusia beraktifitas. Penyebab penyimpangan
penggunaan lahan secara garis besar ada dua, yaitu ruang sebagai objek dan
manusia sebagai pelaku. Dari aspek ruang, pengambilalihan lahan dari masyarakat
yang berpenghasilan rendah oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah atau
tinggi menunnjukkan pembentukkan ruang dilatarbelakangi oleh nilai ekonomi.
Semakin tinggi nilai ruang meningkatkan daya tarik masyarakat yang mampu
untuk menguasainya. Dari aspek pelaku, kota merupakan hasil kreatifitas yang
mencerminkan pandangan manusia yang membentuknya. Budiharjo (1999)
mengemukakan bahwa manusia memegang peranan penting dalam mengatur
pemanfaatan ruang. Penyimpangan terjadi akibat ledakan penduduk yang tidak
terkendali.
Perencanaan tata ruang merupakan metode yang digunakan oleh sektor
publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang
skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat
penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional,
perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional
seperti Uni Eropa. Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari
European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos
Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang
bertanggung jawab atas Regional Planning, yang berbunyi: "Perencanaan tata
ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi,
sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah
ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai
pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan
regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama."
Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap
rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah (Sunardi,
2004). Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata
ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota.
Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan
indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah kurang adanya koordinasi antar
dinas/instansi lain dan kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi
masyarakat tidak terakomodasi di dalam rencana tata ruang kota.
Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007, ruang didefinisikan sebagai
ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara. termasuk rua ng
didalam bumi, sebagai tempat manusia dan mahluk hidup melakukan kegiatan
dan memelihara kelangsungan hidupnya. Suatu kesatuan wilayah tempat manusia
dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya. Pada pasal 9 ayat 1, dikemukakan bahwa penyelenggarakan penataan
ruang dianalisis oleh seorang menteri. Penataan ruang berazaskan: a) pemanfaatan
ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna,
serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan, b) keterbukaan, persamaan, keadilan
dan perlindungan.
Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan fungsi yang harus
diemban oleh masing- masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan
diperoleh jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses
penataan ruang mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan
dan ketersediaan lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan
berkelanjutan (Azhari, 2004).
Mengapa perencanaan tata ruang itu perlu?, karena manusia sebagai
makhluk berbudaya yang mempunyai pemikiran dan keinginan tidak sama. Setiap
individu manusia bahkan bertentangan satu sama lainnya, sehingga pertentangan
tersebut menimbulkan suatu pemikiran-pemikiran yang berbeda tentang suatu
perencanaan dan pengaturan serta pengembangan kualitas lingkungan hidupnya.
Beberapa alasan tentang pentingnya arti dari suatu penataan ruang adalah:
1. Yang optimal bagi suatu individu tidak selalu optimal bagi masyarakat karena
itu perencanaan tata ruang dianggap perlu.
2.Salah satu faktor dari ruang, yaitu atmosfir adalah merupakan suatu sumberdaya
yang bersifat public goods.
3.Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi- fungsi ekologis dari
ruang dalam suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas
dari suatu sistem.
Pengaturan pemanfaatan ruang yang paling dikenal saat ini adalah
pengaturan penggunaan lahan yang didahului oleh penyusunan perencanaan
penggunaan lahan (land use planning). Perencanaan penggunaan lahan merupakan
perencanaan fisik yang paling utama dalam proses penataan ruang (Rustiadi,
2006).
Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, penataan ruang diatur
berdasarkan fungsi utama kawasan dan terdiri atas kawasan lindung seperti suaka
alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan sebagainya, serta
kawasan budidaya seperti industri, permukiman, pertanian. Untuk aspek
administratif, penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi
dan wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hierarki dari
level yang paling atas ke level yang paling bawah agar penataan ruang bisa
dilakukan secara terpadu.
Menurut Rustiadi et al. ( 2004 ), penataan ruang pada dasarnya merupakan
perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan
melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka
penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yaitu: 1) optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), 2) alat dan wujud distribusi
sumberdaya ( prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan ), 3) keberlanjutan
prinsip (sustainability).
Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan pola pemanfaatan ruang
yang meliputi tata guna lahan, air dan udara serta tata guna sumberdaya alam yang
menurut Undang-Undang pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, negara mengatur
penggunaan tanah agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Tata guna lahan adalah struktur dan pola pemanfaatan lahan, baik yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan yang meliputi persediaan
peruntukan dan penggunaan lahan.
Pemanfaatan ruang mempunyai tiga tujuan, yaitu optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya (productivity), keberimbangan dan keadilan (equity) dan
keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al. 2004). Penyimpangan penggunaan
lahan dari rencana tata ruang dikhawatirkan akan menghambat tujuan tersebut
diatas. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi penggunaan lahan sesuai dengan
rencana tata ruang Kota Tasikmalaya sebagai bahan pertimbangan dalam
penyempurnaan kebijakan rencana tata ruang yang baru.
Konsep secara teoritis alokasi penggunaan lahan melalui beberapa
mekanisme, yaitu: 1) Penggunaan oleh pemerintah berdasarkan peraturan
perundangan; 2) Mekanisme pasar dan 3) kombinasi keduanya. Alokasi
berdasarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah: dilihat dari aspek
pembangunan, aspek hukum, aspek organisasi dan aspek teknis.
Menurut Darwanto (2000) penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya
penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan
pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya sehingga tercipta
pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang ini juga
dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan yang sangat
penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.
Konsep penataan ruang dapat menjadi aktivitas yang mengarah kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia
usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhent i, melainkan
penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terus-menerus dilakukan untuk
mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya,
(Darwanto, 2000).
Diatas kertas, penetapan tata ruang dipandang seringkali hanya
mempertimbangkan aspek fisik wilayah (land suitability dan land capability) dan
aspek-aspek kelestarian lingkungan. Di dalam pelaksanaannya perencanaan tata
ruang juga seringkali dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berorie ntasi
pada kepentingan publik/masyarakat luas ( Rustiadi dan Saefulhakim, 2006).
Sasaran utama dari Perencanaan Tata Ruang pada dasarnya adalah untuk
menghasilkan penggunaan lahan terbaik, namun biasanya dapat dikelompokkan
atas tiga sasaran umum: (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat,
dan (3) keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana
dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan
dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenya perencanaan yang disusun
harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus
berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial sehingga menjamin
peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan (sustainable).
Berdasarkan Pasal 12 UU No. 24 tahun 1992 tentang penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah, pihak masyarakat merupakan pihak yang akan menerima
hasil- hasil dari produk RTRW, dengan demikian, sebaiknya dalam penyusunan
RTRW pihak masyarakat diikutsertakan. Begitu pun dalam pembangunan, dimana
penduduk diharapkan berperan serta dalam proses pembangunan daerahnya. Oleh
karena itu, sebagai pihak yang akan merasakan dan sekaligus malaksanakan
pembangunan daerahnya, diperlukan tinjauan mengenai kependudukan yang
merupakan salah satu bentuk pengakomodasian kepentingan penduduk, misalnya
dengan menemukenali karakteristik umum penduduk maka dapat diperkirakan
kebutuhan- kebutuhan masyarakat di masa depan. Menurut istilah geografi
regional rua ng sering diartikan sebagai suatu wilayah yang mempunyai batas
geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan yang terjadi
dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di bawahnya serta lapisan udara
di atasnya (Jayadinata, 1999).

Menurut Wegener (2001), terdapat tiga kategori model spasial, yaitu model
skala, model konseptual dan model matematik. Model skala adalah model yang
merepresentasikan kondisi fisik yang sebenarnya, seperti data ketinggian. Model
konseptual adalah model yang menggunakan pola-pola aliran dari komponen-
komponen sistem yang diteliti dan menggambarkan hubungan antar kedua
komponen tersebut. Model matematik digunakan dalam model konseptual yang
merepresentasikan beberapa komponen dan interaksinya dengan hubungan
matematik.
2.4. Konsep Kota

Kota adalah suatu bentukan manusia yang terjadi akibat kegiatan manusia
dalam mengelola kepentingan hidupnya, sehingga faktor- faktor sosial, ekonomi,
budaya, kelembagaan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi
perubahan lanskap perkotaan juga akan berkontribusi terhadap lingkungan fisik
kota (Simons, 1992). Setiap rencana yang dibuat haruslah efsien baik ditinjau dari
aspek ekonomi maupun dari aspek sosial sebagai akibat dari proses normal alam
dan kehidupan manusia yang tercermin dari keterkaitan fungsi dan makna kota.
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerint ahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi (UU No. 26 Th 2007). Misalnya salah satu definisi menyatakan
sebuah kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen,
terdiri dari kelompok individu- individu yang heterogen dari segi sosial, yang

dijabarkan dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk merumuskan kota,


menurut Rapoport (1982) sebagai berikut :
1. Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat.
2. Bersifat permanen.
3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat.
4. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan
ruang-ruang perkotaan yang nyata.
5. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.
6. Fungsi perkotaan minimum meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administrasi
atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah
pusat aktivitas intelektual.
7. Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hierarkis pada masyarakat.
8. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian
ditepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.
9. Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat.
10. Sebagai pusat penyebaran.
Pengorganisasian sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah
kota bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertentu atau bahkan kumpulan ciri-
cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah
dan menciptakan ruang-ruang efektif. Menurut Sujarto (1998) ada lima paradigma
baru yang menyebabkan perubahan dan perkembangan pola pikir dalam
perencanaan wilayah dan kota, adalah sebagai berikut : 1) Perekonomian global,
2) Orientasi pembangunan, 3) Kemitraan pemerintah dan masyarakat, 4)
Perkembangan sistem dan teknologi informasi dan 5) Pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkunga n.
Kota yang berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu
berkompetisi secara sukses dalam pertarungan global dan mampu pula
mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan. Konsep kota yang
berkelanjutan merupakan suatu konsep global yang kuat yang diekspresikan dan
diaktualisasikan secara lokal.
Pendekatan dalam penataan kota yang dilakukan dewasa ini banyak
menyimpang dan meninggalkan aspek kesejahteraan dan pelestarian. Menurut
Antariksa (2004), hal ini banyak terjadi dibeberapa kota dunia, dimana latar
belakang dari sejarah besar. Pembangunan dan penataan kota menjadi bagian dari
modernisasi perkotaan tanpa memperhitungkan lagi aspek kultur masyarakat
sebagai penghuninya.
Menurut Yunus (2000) di dalam kota terdapat kekuatan-kekuatan dinamis
yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota, artinya di dalam
pergerakkannya terdapat penambahan dan pengurangan bangunan, fungsi fisik,
struktur penduduk, nilai kehidupan dan aspek-aspek kehidupan (politik, sosial,
ekonomi, dan budaya). Ada 4 macam dimensi yang perlu diperhatikan dalam
mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada suatu kota, yaitu: 1)
dimensi lokasi, 2) dimensi perumahan, 3) dimensi siklus kehidupan dan 4)
dimensi penghasilan.
Barcelona berkembang menjadi kota metropolitan diawali pada tahun 1972
dengan mempertimbangkan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
melalui spekulasi membuka lahan subur dan lembah sungai yang kemiringannya
< 20% menjadi suatu kota pusat perbelanjaan dan tempat wisata dengan
dilengkapi berbagai fasilitas pendukung. Spekulasi tersebut menyebabkan nilai
dari lahan menjadi tinggi dan kehidupan masyarakatnya secara ekonomi
meningkat, dikut ip dari jurnal Papayanis (2000).

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem perangkat kerja


komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan data, analisis data dan
tampilan geografi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem
komputer ini terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software)
dan manusia (personal) yang sengaja dirancang untuk secara efisien
memasukkan, menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan semua
jenis informasi yang berorientasi geografis ( ESRI, 1990 ). Analisis dengan SIG
dapat memperoleh jawaban dari permasalahan-permasalahan keruangan. Hal ini
tergantung dari bagaimana analisis melakukan klasifikasi atau simbolisasi suatu
fitur. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan penganbilan keputusan
(Mitchell, 2005).
SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau
geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Pada pengertian
yang lebih luas SIG mencakup pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi
opersi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan
dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus &
Wiradisastra, 2000). Burrough (1986) mendefinisikan SIG sebagai seperangkat
alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan,
mentransformasikan dan menyajikan data spasial obyek atau aspek permukaan
bumi untuk tujuan tertentu. SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada
kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengelola (memberi dan
mengambil kembali), memanipulasi dan menganalisis data (Aronoff, 1989).
Analisis SIG dapat dipakai untuk mendukung berbagai aplikasi terhadap
fenomena geografis yang penting dalam kegiatan pembangunan, misalnya dalam
perencanaan tata ruang (spatial planning). Dalam perencanaan pembangunan
tersebut perlu dilakukan analisis spasial dari berbagai kondisi fisik dan sosial
ekonomi suatu daerah untuk dapat menentukan pemanfaatan sumberdaya yang
optimal. Untuk keperluan analisis keruangan, SIG mempunyai kemampuan yang
sangat fleksibel dan akurat.
Keunikan SIG lainnya jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan basis
data adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial
secara bersama-sama. Sebagai contoh, data SIG penggunaan lahan dapat disajikan
dalam bentuk batas-batas luasan yang masing- masing mempunyai atribut dalam
bentuk tulisan maupun angka. Informasi dalam tema umumnya disajikan dalam
lapisan (layer) informasi yang berbeda. Oleh karena SIG merupakan
penyederhanaan dari fenomena alam/geografi yang nyata, maka SIG harus betul-
betul mewakili kondisi, sifat-sifat (atribut yang penting) bagi suatu aplikasi/
pemanfaatan tertentu (Raharjo, 1996).
Tahap terakhir kelengkapan SIG adalah pengambilan keputusan. Pada tahap
ini digunakan model- model untuk mendapatkan evaluasi secara real time yang
kemudian hasilnya didapatkan dari pemodelan dibamdingkan dengan kondisi
dilapangan (Robinson et al, 1995).

2.6. Analisis Spasial

Menurut Rustiadi et al. (2004), pengertian analisis spasial dipahami secara


berbeda antara ilmuwan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar
belakang sosial (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari
perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang
itu sendiri dan kedua fokus kajiannya. Dari pandangan geografi, pengertian
spasial adalah pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang
menyangkut lokasi atau tempat. Definisi suatu ”tempat” atau lokasi secara
geografis sangat jelas, tegas, dan lebih terukur karena setiap lokasi diatas
permukaan bumi dalam ilmu geografi dapat diukur secara kuantitatif.
III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian


Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17
Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat. Hal itu sejalan dengan tujuan pembentukan Kota
Tasikmalaya yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001,
terpisah dari Kabupaten Tasikmalaya dengan luas wilayah ditetapkan 17.156,20
ha atau 17,15 km² . Pertumbuhan penduduk yang terjadi sangat pesat di Kota
Tasikmalaya menyebabkan aktivitas ekonomi meningkat. Hal tersebut
menyebabkan kebutuhan lahan (ruang) bertambah, terutama untuk memenuhi
kebutuhan tempat tinggal (perumahan)
Penyusunan RTRW dan Peraturan-Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya
merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk memajukan daerahnya, berbagai aktivitas pembangunan di rencanakan dan
dibuat sehingga dalam pelaksanaannya sekecil mungkin terjadi penyimpangan
penggunaan lahan dan pemanfaatannya. Berbagai hal yang dapat menyebabkan
terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW diantaranya dapat
diakibatkan dari: ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat mengenai
RTRW, kurangnya koordinasi antar Satuan Kerja Pemerintahan, lemahnya
pengawasan dan ketidak konsistenan pemberian ijin pembangunan. Hal ini
mendorong terjadi perubahan fungsi lahan/konverasi lahan, yang dapat berakibat
terjadi penurunan kualitas lingkungan.

Perubahan penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya untuk tujuan


pemanfaatan ruang, menimbulkan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan ruang
dan lingkungan. Karena lemahnya pengawasan, ditambah kurangnya informasi
dan sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang penggunaan laha n dan
penataan ruang, sehingga kurangnya pemahaman masyarakat tentang itu.
Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan lahan dilakukan
analisis spasial dengan sistem informasi geografis, yaitu proses tumpang tindih
land use eksisting dan peta RTRW. untuk mengetahui daerah penyimpangan dan
luas penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW. Kemudian dilakukan survei
lapangan (ground check) ke lapangan untuk mengetahui penggunaan lahan secara
langsung serta kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya di daerah terjadinya
penyimpangan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan dilakukan wawancara serta menyebar kuesioner. Selanjutnya
dilakukan analisis deskriptif untuk dapat merumuskan arahan dalam penyusunan
rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya.
Adapun kerangka pemikiran dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini, secara garis besar di jabarkan pada Gambar 1.

3.2. Lokasi dan waktu Penelitian


Lokasi penelitian adalah di Kota Tasikmalaya Wilayah Prianga n Timur
Propinsi Jawa Barat, terdiri dari 8 kecamatan dan berada diantara Kabupaten
Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis.
Penelitian dimulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan September 2008,
yang meliputi tahap: pra-penelitian, pengumpulan data, analisis dan penyusunan
laporan, seminar,ujian tesis dan perbanyakan tesis.

3.3. Alat dan jenis data yang digunakan


Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer dan printer, software
Arc View Versi 3.3, GPS dan statistika versi 6. Jenis data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder. Data sekunder berupa data spasial digital
diantaranya berupa peta wilayah administrasi, peta Land Use 2006, Foto Udara
Tahun 2007, Potensi Desa (Podes) tahun 2006, Kota Tasikmalaya Dalam Angka
tahun 2003-2006 dan dokumen RTRW tahun 2004-2014. Data primer berupa
hasil survei, kuesioner dan wawancara.
Latar Belakang:
- Bagan
Jumlah
alir penduduk dan urbanisasi
kerangka pemikiran terus meningkat
penelitian di pada
dapat dilihat Kota Gambar
Tasikmalaya
1.
- Undang-Undang No. 10 Th 2001 tentang Pemisahan wilayah Kota dan
Kabupaten Tasikmalaya
- Visi Kota Tasikmalaya sebagai Pusat Perdagangan dan Industri Termaju
di Priangan Timur
.

Permasalahan:
Adanya indikasi penggunaan lahan tidak sesuai dengan RTRW

Evaluasi Penggunaan Lahan eksisting

Rencana Tata Ruang /RTRW Penggunaan Lahan Eksisting


Kota Tasikmalaya Kota Tasikmalaya

Peta RTRW Peta Land Use


Eksisting

Kriteria kesesuaian/
Penyimpangan RTRW

Kondisi Sosial Kebijakan Kondisi Fisik


Ekonomi Pemerintah Wilayah

Analisis Deskriptif

Arahan Penyusunan Rencana


Tata Ruang wilayah/ RTRW

Gambar 1. Ba gan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian.


3.4. Pendekatan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis yang


dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan dan pemasukan data, analisis
serta penyajian hasil analisis. Analisis yang dilakukan adalah analisis spasial.
Hasil analisis yaitu berupa peta penggunaan lahan eksisting tahun 2007 dan peta
penyinpangan penggunaan lahan dari RTRW 2004-2014 dengan referensi
geografis yang selanjutnya dilakukan interpretasi dari informasi yang ditampilkan
dalam peta, faktor–faktor penduga penyimpangan dengan analisis Principal
Component Analysis dan berupa arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Tasikmalaya yang baru.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan data sekunder.
Untuk memperoleh data primer dilakukan survei lapangan, wawancara dengan
menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai
sumber, melalui studi pustaka dan konsultasi dengan instansi terkait diantaranya:
Bappeda, Dinas Kimpraswil, BPN dan Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya. Data
tersebut berupa data peta dijital, Podes, data ekonomi serta dokumen RTRW Kota
Tasikmalaya.
Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman
masyarakat mengenai rencana tata ruang dan penyimpangan penggunaan lahan
(penggunaan yang tidak searah dengan RTRW). Dalam melakukan kuesioner
pengambilan responden dipilih secara purposive sampling, yaitu pengambilan
sampel dipilih secara cermat dan selektif kepada orang yang dianggap dapat
mewakili dalam memberikan informasi yang representatif mengenai kondisi sosial
ekonomi masyarakat terutama di lokasi penyimpangan. Informasi yang diperlukan
antara lain mengenai pekerjaan, pendapatan, tingkat pend idikan, kepemilikan
lahan, serta pengetahuan masyarakat terhadap mengenai rencana tata ruang dan
penyimpangan penggunaan lahan. Selain itu dilakukan wawancara dengan instansi
pemerintah yang terkait dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya, antara lain
dari: Bappeda, Dinas Kimpraswil Kota Tasikmalaya, BPN dan Dinas Pertanian
Kota Tasikmalaya. Selanjutnya data hasil wawancara diolah untuk mengetahui
kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan dan bagaimana
persepsi masyarakat mengenai rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan untuk mendapatkan penggunaan


lahan eksisting yang dilakukan dengan cara interpretasi foto udara tahun 2007 dan
land use tahun 2006. Untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan dan
luas penyimpangan dari RTRW dilakukan proses tumpang tindih antara land use
eksisting dengan peta RTRW Kota Tasikmalaya tahun 2004-2014. Faktor- faktor
yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan melalui proses
analisis PCA (Principal Component Analysis) dan wawancara dengan kuesioner
pada masyarakat dan instansi pemerintah. Terakhir dilakukan analisis deskriptif
untuk menyusun arahan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya yang baru.

3.7. Analisis Penggunaan Laha n Eksisting

Analisis untuk mendapatkan peta penggunaan lahan eksisting meliputi


analisis spasial dan analisis atribut. Analisis peta penggunaan lahan eksisting
berdasarkan peta land use Kota Tasikmalaya tahun 2006 dan interpretasi foto
udara tahun 2007 yang menghasilkan poligon-poligon baru berupa kelas
penggunaan lahan. Interpretasi secara visual dilakukan dengan melihat pola,
warna, tekstur, bayangan, bentuk, rona dan lain sebagainya yang sejenis dan
dikelompokan sehingga didapat poligon-poligon baru yang dapat memberikan
informasi kelas penggunaan lahan. Hasil klasifikasi penggunaan lahan ini
kemudian dilanjutkan ground check ke lapangan dengan bantuan alat GPS, untuk
melihat lokasi- lokasi yang dianggap perlu pembuktian untuk melihat jenis
penggunaannya dilapangan. Sebelum kelapangan terlebih dahulu menentukan titik
koordinat tempat-tempat yang akan ditinjau di dalam peta, selanjutnya titik-titik
tersebut di setting ke GPS untuk memudahkan pencarían lokasi yang dimaksud
(yang dituju). Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta penggunaan lahan
eksisting tahun 2007 Kota Tasikmalaya. Analisis data atribut dilakukan untuk
mengetahui jenis penggunaan lahan dan luas penyimpangan. Basis data SIG yang
menyangkut data atribut dan penutupan lahan dieksport ke microsoft excel dan
diolah. Pengolahan dilakukan dengan cara membuat kolom baru yang
memberikan informasi mengenai jenis penutupan lahan yang berada pada
kawasan-kawasan yang telah ditetapkan dalam RTRW. Selanjutnya hasil
pengolahan data tersebut dikembalikan ke dalam basis data SIG, agar dapat
dimanipulasi untuk menampilkan data spasial berupa peta penggunaan lahan
eksisting.
Proses selanjutnya adalah menganalisis penyimpangan penggunaan lahan.
Penyimpangan adalah kondisi akhir dari penutupan/penggunaan lahan yang tidak
sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Peta
penyimpangan diperoleh dengan melakukan tumpang tindih antara peta land use
eksisting tahun 2007 dengan peta RTRW tahun 2004-2014. Dari proses tersebut
menghasilkan peta, luas dan jenis-jenis penyimpangan penggunaan lahan dari
Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya. Kemudian dilakukan check lapangan.
Untuk mengetahui faktor- faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan
penggunaan lahan dilakukan: 1) analisis Principal Component Analysis (PCA)
untuk menduga faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpangan yang kemudian
dilanjutkan dengan analisis regresi berganda untuk mengetahui keeratan hubungan
antara peubah-peubah penduga dengan luas penyimpangan, 2) wawancara dan
kuesioner dilokasi penyimpangan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan
lahan.

3.8. Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW

Tujuan analisis ini adalah untuk melihat penggunaan lahan yang sejalan
dengan RTRW dan yang tidak sejalan (menyimpang) dari RTRW. Analisis
dilakukan dengan menumpangtindihkan peta Land Use Eksisting dengan RTRW
tahun 2004-2014. Proses tumpang tindih menghasilkan sebuah peta
penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW, atau penggunaan lahan yang tidak
sejalan dengan arahan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya.
Kriteria penyimpangan adalah bentuk penggunaan lahan yang menyimpang
atau merupakan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam
(RTRW). Kategori/bentuk penyimpangan penggunaan lahan yang dianalisis
adalah penyimpangan permukiman pada lahan pertanian (lahan basah dan lahan
kering), pada kawasan hutan dan pada garis sempadan (SUTET, Sungai dan
Danau). Bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang adalah pemukiman berada di
kawasan peruntukkan Perdagangan dan Industri dan pemukiman pada lahan
peruntukkan TPU.

3.9. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan

Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang


diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan. Dalam
penelitian ini análisis yang digunakan adalah PCA. PCA merupakan salah satu
bentuk analisis variabel ganda (multivariate). Tujuan PCA adalah untuk
menemukan suatu variabel- variabel baru, yang disebut komponen utama, yang
dapat mewakili variabel- variabel indikator asal. Komponen utama tersebut
mencerminkan sebagian atau semua variabel yang saling berkaitan (berkorelasi)
diubah menjadi saling ortogonal, menyederhanakan variabel dan mentransformasi
secara linier variabel asal menjadi variabel baru yang lebih sederhana. Dalam
penelitian ini, data yang digunakan adalah data dari Podes tahun 2006 Kota
Tasikmalaya. Data-data tersebut adalah variabel yang digunakan untuk menduga
faktor- fakrtor yang mempengaruhi penyimpangan penggunaan lahan Kota
Tasikmalaya yang meliputi data kependudukan, struktur penutupan lahan, struktur
aktifitas perekonomian masyarakat, struktur pendidikan dan ketersediaan fasilitas
umum. Variabel asal yang terkoleksi (81 variabel) disederhanakan menjadi 15
variabel. Analisis PCA merupakan salah satu teknik analisis untuk mereduksi
suatu set data/peubah dengan jumlah yang banyak menjadi set data baru yang
lebih sederhana dengan jumlah data/peubah lebih sedikit dan saling orthogonal
(tidak saling berkorelasi) (Rustiadi, et. al 2004). Sebelum data tersebut diolah
dengan metode PCA, terlebih dahulu dilakukan seleksi dan standarisasi data.
Seleksi data dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif yang terkait dengan
penggunaan lahan, sedangkan standarisasi dilakukan untuk memperoleh
keseragaman satuan data. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam
menginterpretasikan hasil analisis data.

Program ststistika versi 6 digunakan dalam proses analisis PCA yang


menghasilkan antara lain: Faktor Loading, Faktor skor dan akar ciri (eigenvalues)
yang menunjukan bobot dan skor dari peubah komponen utama. Semakin besar
total kumulatif Eigenvalue maka semakin besar pula keragaman data awal yang
dapat diterangkan. Variabel penduga penyimpangan tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Variabel Penduga Penyimpangan Penggunaan Lahan dari data Podes.
Var Variabel Penduga
1 Kepadatan Penduduk
2 jumlah petani
3 jumluh rumah permukiman kumuh
4 jumal keuarlga pemukiman kumuh
5 jumlah keluarga di sekitar bantaran
6 jumlah bangunan rumah di sekitar bantaran
7 luas lahan sawah
8 luas lahan sawah dengan pengairan yang diusahakan
9 luas lahan bukan sawah
10 luas lahan pertanian
11 Luas ladang yang diusahakan
12 luas lahan untuk non pertanian
13 jarrk desa. ke pusat Kota
14 Jumhah jenis Fasilitas pasilitas
15 Jumlah fasilitas pelayanan
Analisis Regresi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
faktor- faktor penduga penyimpangan dengan luas penyimpangan dari RTRW.
Atribut Peta penyimpangan berupa data luas penyimpangan penggunaan lahan
dalam unit analisis desa yang dijadikan variabel bebas di regresikan dengan
variabel faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpangan dari RTRW, atau
Faktor skor hasil analisis PCA dijadikan sebagai variabel bebas (x), sedangkan
luas penyimpangan RTRW dijadikan sebagai variabel tak bebas (y).

Secara umum hubungan antara variabel- variabel tersebut dapat dirumuskan


dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Yi = A + B1X 1i + B2X2i + .... + BjXji + …. + BnXni

Dimana : Yi = Luas Area penyimpangan pada desa ke –i (%)


A = Intercept adalah nilai yang berpengaruh
B = Koefisien variabel j (Xj)
Xji = faktor- faktor yang mempengaruhi ke – j di desa ke –i
Dengan analisis regresi berganda dapat diketahui model persamaan yang
menjelaskan hubungan antara luas penyimpangan dan faktor-faktor yang
menentukan penyimpangan.
Wawancara dan kuesioner bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial
ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan serta persepsi/tingkat pemahaman
masyarakat terhadap rencana tata ruang Kota Tasikmalaya. Pengambilan sampel
diambil secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dipilih secara
cermat dan selektif yang dianggap dapat mewakili orang-orang sekitarnya dalam
memberikan informasi yang representatif tentang masyarakat setempat dan
kondisi lapangan. Pertanyaan diarahkan pada penghasilan, pekerjaan, pendidikan,
luas lahan yang dikuasai, ijin kepemilikan. Dari hasil kuesioner dapat diketahui
faktor–faktor yang mempengaruhi penyimpangan di daerah penyimpangan.
Matrik tujuan dan 0ut put penelitian tertera pada Tabel 2.

3.10. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi lapangan dan


membuat arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru. Gambaran
kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang terjadi dilapangan
serta faktor- faktor yang diduga penyebab terjadinya penyimpangan didapat dari
hasil analisis spasial, analisis PCA dan survei lapangan. Analisis dilakukan
terhadap peta-peta yang dihasilkan dari analisis spasial, yaitu mengenai luasan dan
persentase penggunaan lahan (permukiman, pertanian/sawah, perkebunan, hutan,
danau) serta distribusi penyebarannya. Penyusunan Rencana Tata Ruang
berdasarkan pada hasil temuan eksisting dilapangan dan kebijakan pemerintah
yang tertuang dalam RTRW Th 2004-2014. Tahapan penelitian disajikan pada
Gambar 2.
Land use Th 2006, Land use Peta RTRW Potensi Desa Kota
Interpretasi Foto Udara 2007 Eksisting 2007 2004-2014 Tasikmalaya Tahun 2006
dan ground Check Lapangan

Tahap Pengumpulan Data


Overlay

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Penyimpangan Luas Analisis PCA


Penyimpangan Regresi berganda
dari RTRW

Tahap Analisis Data


Faktor penentu
Aspek Sosial, Ekonomi Analisis Deskriptif
Responden Penyimpamgan

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahap Penyajian Hasil Arahan Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Kota Tasikmalaya

Gambar 2. Bagan Alir Tahapan Penelitian


Tabel 2. Matrik Tujuan dan Outpput penelitian

No Tujuan Jenis Data Sumber Teknik Keluaran


Penelitian Data Analisis (Output)
1 Mengevaluasi -Foto Udara -Bapeda -Interpretasi -Peta Land Use
kesesuaian Th 2007 -Dinas PU -Proses Eksisting
penggunaan - Land use Th Kota tumpang -Peta
lahan eksisting 2006 tindih penyimpangan/
terhadap -Peta Tasikmalaya -Ground kesesuaian
RTRW Administrasi check penggunaan
lahan
terhadap
RTRW

2 Menganalisis -Podes 2006 -Bappeda -PCA -Faktor-Faktor


faktor- faktor -Luas -Biro Pusat (Principal yang
yang penyimpangan Statistik
mempengaruhi -Hasil Components mempengaruhi
terjadinya kuesioner Analysis)
penyimpangan -Analisis penyimpangan
Regresi dari
Berganda RTRW

3 Merumuskan -Kondisi -kondisi -Analisis -Arahan


arahan dalam eksisting lapangan deskriptif penyusunan
penyusunan -Bappeda rencana tata
rencana tata - Hasil ruang
ruang analisis Kota
(RTRW) -kuesioner Tasikmalaya
yang
baru
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Luas Wilayah

Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat,


letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.
Kedudukan atau jarak dari ibukota propinsi Jawa Barat, yaitu Bandung ±105 km
kearah selatan dan dari Ibukota Negara, Jakarta adalah ±255 km. Kota
Tasikmalaya dilewati arah jalur selatan dari arah kota Jakarta atau Bandung bagi
kendaraan yang menuju daerah jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu dilewati
jalur pariwisata ke arah pantai Pangandaran kabupaten Ciamis. Selain itu juga
merupakan akses keluar- masuk bagi wilayah kecamatan sekitar kota atau
kabupaten Tasikmalaya.

Luas wilayah Kota Tasikmalaya adalah 17.156,20 ha atau 171,56 km2 yang
ditetapkan dalam Undang- undang No. 10 Tahun 2001 tentang pembentukan
pemerintah Kota Tasikmalaya. Wilayah Kota Tasikmalaya terbagi menjadi 8
kecamatan, yaitu kecama tan Cihideung, Cipedes, Tawang, Indihiang, Cibeureum,
Tamansari, Kawalu dan 69 kelurahan yang berada di kaki gunung Galunggung.
Kecamatan Kawalu merupakan kecamatan yang paling luas, menempati 23,97%
dari luas wilayah Kota dan berada di bagian selatan Kota Tasikmalaya. Sedangkan
kecamatan Cipedes, Cihideung dan Tawang dengan luas wilayah relatif kecil
berada di pusat kota yang merupakan daerah relatif datar. Luas wilayah
kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

4.2. Letak Geografis

Secara geografis Kota Tasikmalaya terletak antara 1080 08’51,62’’–1080


18’31,77” BT dan 70 16’ 14,64” - 70 27’ 2,5” LS dengan batas administratif
sebagai berikut dan terlampir pada Gambar 3.

o Sebelah Utara : Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis


o Sebelah Barat : Kabupaten Tasikmalaya
o Sebelah Timur : Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis
o Sebelah Selatan : Kabupaten Tasikmalaya
PETA ADMINISTRASI

1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0
9
1
9
0
0
0 5
0
KOTA TASIKMALAYA
0
5
9
1
9 0 PROPINSI JAWA BARAT
N

W E
INDIHIANG KAB. CIAMIS
S
9
1
9 1 0 1 2 Km
0
0 CIPEDES 0
0
0
0
0
9
1 0
9

LEGEN DA
CIHIDEUNG
Jalan
TAWANG Batas Kecamatan
CIBEUREUM Batas Kabupaten
MANGKUBUMI
Batas Kecamatan
9
CIBEUREUM
1 CIHIDEUNG
8
0
0
KOTA TASIKMALAYA 5
0
0
5
8
1 0
0
CIPEDES
9 INDIHIANG
KAWALU
MANGKUBUMI
TAMANSARI
TAWANG
TAMANSARI
KAWALU
SUMBER :
Ba ppe da Kota T asikmalaya
9
0 1
8
0
0
0 0 I ndek Pet a
0
0
0
8
1
9

KAB. TASIKMAL AYA

PS. ILMU PER ENCANAAN WILAYAH


INSTITU T PERTANIAN BO GOR
1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0

T AHU N 2008

Gambar 3, Peta Administrasi Kota Tasikmalaya

Tabel 3. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Tasikmalaya

Jmlh Desa/ Luas Persentase


No Kecamatan
Kelurahan (ha) (%)

1 Cihideung 6 kelurahan 530,02 3,09


2 Cipedes 4 kelurahan 810,01 4,72
3 Tawang 5 kelurahan 533,03 3,11
4 Indihiang 13 kelurahan 3.010,03 17,54
5 Cibeureum 15 kelurahan 2.941,03 17,14

6 Tamansari 8 kelurahan 2.852,02 16,62


7 Kawalu 10 kelurahan 4.112,04 23,97
8 Mangkubumi 8 kelurahan 2.368,02 13,80

Kota Tasikmalaya 69 kelurahan 17.156,20 100,00

Sumber :BPS Kota Tasikmalaya Dalam Angka (2006)


4.3. Kondisi Geologis
Kondisi Kota Tasikmalaya secara geologis ditunjukkan dengan struktur
geologi yang dihasilkan oleh bentukan material- material/breksi gunung berapi.
Material asal yang memberi pengaruh terhadap pembentukan struktur geologi di
wilayah Kota Tasikmalaya merupakan dominasi dari pengaruh Gunung
Galunggung. Pengaruh lainnya berasal dari Gunung Sawal dan Gunung
Cakrabuana.
Karakteristik material berupa batuan induk telah mendasari bentukan
struktur geologi Kota Tasikmalaya, yaitu berupa susunan batuan yang terdiri dari
breksi gunung api termampat lemah dan bongkah lava andesit yang dihasilkan
pada tingkatan gunung api tua. Pada tingkatan gunung api muda susunan batuan
yang dihasilkan mulai dari breksi gunung api, lahar, tufa tersusun, batuan andesit
sampai basal. Sedangkan pada formasi bentang, strukturnya terdiri dari batu pasir
tufa, batu pasir, tanah gamping, dan lainnya.
Jenis tanah yang menjadi struktur permukaan, yang terjadi secara merata di
wilayah Kota Tasikmalaya, adalah jenis tanah asosiasi regosol kelabu, regosol
kelabu coklat, litosol dan latosol coklat kemerah- merahan. Jenis tanah yang
mempunyai sebaran terluas adalah dari jenis asosiasi regosol kelabu dan litosol
yang tersebar di bagian tengah, selatan, timur dan barat. Sedangkan di bagian
utara wilayah Kota Tasikmalaya, sebaran terdiri dari jenis tanah latosol coklat
kemerah- merahan. Jenis bahan tambang dan galian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis Bahan Tambang & Galian


Jenis Bahan
No. Lokasi
Tambang/Galian
1. Fospat Ds. Urug, Kec. Kawalu
2. Pasir Kec. Indihiang, Kec. Mangkubumi
3. Lempung Kec. Cibeureum
4. Dolomit Ds. Setiawangi, Kec. Cibeureum
5. Sirtu Kec. Indihiang, Kec. Mangkubumi
6. Batu Gunung Ds. Bantarsari, Kec. Indihiang
7. Batu Kali Kec. Indihiang, Kec. Mangkubumi
Sumber : RTRW Kota Tasikmalaya (2004)
Berdasarkan kedalamannya, kondisi kedalaman efektif tanah di Kota
Tasikmalaya terdapat dua bagian, yaitu pada tingkatan kedalaman efektif tanah
adalah 30 – 660 cm dengan sebaran di bagian barat dan timur. Pada bagian
lainnya, di bagian utara, selatan, dan tengah wilayah Kota Tasikmalaya tingkatan
kedalaman efektif tanahnya adalah 60 – 90 cm.

4.4. Kondisi Topografi

Wilayah Kota Tasikmalaya berada pada ketinggian berkisar antara 201-503


m diatas permukaan laut (dpl) dan mempunyai dataran dengan kemiringan relatif
datar (sebagian besar), agak landai dan relatif curam. Daerah tertinggi berada di
Desa Bungursari Kec. Indihiang (kaki G.Galunggung) yaitu 503 m dpl sedangkan
yang terendah berada di Desa Urug Kec. Kawalu arah selatan Kota Tasikmalaya,
yaitu sekitar 201 m dpl. Sementara itu di pusat kota, yaitu kecamatan Cihideung,
Cipedes dan Tawang daerahnya relatif datar.

4.5. Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2006 adalah 617.767 orang.


Jumlah penduduk ini mengalami pertumbuhan sebesar 1,56% bila dibandingkan
dengan jumlah penduduk Tahun 2005. Dilihat dari komposisinya, penduduk Kota
Tasikmalaya lebih banyak laki- laki dari pada perempuan, yaitu terdiri dari
309.842 orang laki- laki dan 307.925 orang perempuan. Pertumbuhan penduduk
yang tinggi menyebabkan naiknya kepadatan penduduk. Pada tahun 2006
kepadatan penduduk sebesar 3.601 jiwa/km² dan kepadatan tertinggi terdapat di
kecamatan Cihideung sebesar 13.775 jiwa/km², sedangkan terendah dikecamatan
Kawalu, yaitu sebesar 2.028 jiwa/km². Kepadatan penduduk juga dapat dilihat
dari rata-rata penduduk per rumah tangga yang mencapai 3,71 jiwa, sehingga
secara umum setiap rumah tangga memiliki 3 sampai 4 orang anggota. Pembagian
luas wilayah dan kepadatan penduduk pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Rata-Rata Kota Tasikmalaya

Jumlah Kepadatan
Luas Daerah
Nama Kecamatan Penduduk Penduduk
(Km2 )
(Jiwa) (Jiwa / Km2 )
1. Kec. Kawalu 41,12 83.403 2.028
2. Kec. Tamansari 28,52 58.852 2.064
3. Kec. Cibeureum 29,41 95.704 3.254
4. Kec. Tawang 5,33 66.823 12.537
5. Kec. Cihideung 5,30 73.007 13.775
6. Kec. Mangkubumi 23,68 78.506 3.315
7. Kec. Indihiang 30,10 83.955 2.789
8. Kec. Cipedes 8,10 77.517 9.570
Jumlah 171,56 617.767 3.601
Sumber : Monografi dan Profil Kecamatan (2006)

4.6. Dinamika Perkembangan Penduduk

Pola ruang permukiman dan jasa komersial perkembangannya sangat terkait


dengan dinamika kependudukan yang mencakup sebaran dan mobilitas penduduk.
Jumlah penduduk di Kota Tasikmalaya mengalami perkembangan yang cepat dan
cukup tinggi. Pada tahun 2006 jumlah penduduk sekitar 617.767 jiwa, sedangkan
jumlah penduduk pada tahun 2002 adalah 547.576 jiwa. Selama kurun waktu
tersebut laju pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya rata-rata sekitar 3,20% per
tahun. Sementara itu prediksi pada tahun 2008 jumlah penduduk mencapai
652.863 jiwa.

Jumlah penduduk Kota Tasikmalaya tersebar di delapan kecamatan.


Diantara kedelapan kecamatan tersebut, kecamatan Cibeureum mempunyai
jumlah penduduk terbanyak, yaitu 95.704 jiwa dengan luas wilayah 29,41 km2 .
Kecamatan yang jumlah penduduknya paling rendah adalah Kecamatan
Tamansari, jumlah penduduknya 58.852 jiwa dengan luas wilayah 28,52 km2 .
Sementara itu kepadatan penduduk terpadat di kecamatan Cihideung dan
kecamatan Tawang, yaitu masing- masing 13.775 jiwa dan 12..537 jiwa per km2 .
Profil dan dinamika penduduk dapat dilihat pada Gambar 5 dan data Jumlah
Penduduk dari tahun 2002 – 2006 per kecamatan di Kota Tasikmalaya dapat di
lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2002 - 2006


Jumlah Penduduk (Jiwa)
Perkembangan
No Kecamatan
2002 2003 2004 2005 2006 Per Tahun
%
1 Kawalu 70.442 76.850 80.427 82.332 83.403 3,68
2 Tamansari 50.947 55.375 56.976 58.292 58.852 3,10
3 Cibeureum 87.308 91.256 91.494 93.671 95.704 1,92
4 Tawang 60.302 62.192 64.469 65.957 66.823 2,16
5 Cihideung 67.104 67.056 69.949 71.829 73.007 1,76
6 Mangkubumi 68.307 72.708 75.325 77.337 78.506 2,98
7 Indihiang 76.682 80.841 80.649 82.379 83.955 1,89
8 Cipedes 66.484 69.809 73.755 76.486 77.517 3,31
Jumlah 547.576 576.087 593.044 608.283 617.767 12,82
S UMBER : BPS ( 2006)

4.7. Kondisi Ekonomi


Pertumbuhan perekonomian Kota Tasikmalaya dapat dilihat dari pada
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan digerakkan oleh pertumbuhan
beberapa sektor. Ada tiga sektor yang peranannya cukup besar, yaitu sektor
pertanian, perdagangan hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan. Dari
ketiga sektor tersebut pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap
pembentukan nilai tambah mencapai 29,92 % pada tahun 2002.

PDRB kota Tasikmalaya pada tahun 2006 atas dasar harga berlaku menurut
lapangan usaha sebesar 4,62 triliun rupiah atau naik 21,9 persen dibanding Tahun
2005. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha tanpa
dipengaruhi harga dan inflasi mencapai 2,95 triliun rupiah atau 4.24 persrn
dibanding tahun sebelumnya. Kontribusi setiap sektor terhadap PDRB Kota
Tasikmalaya tertera pada Tabel 7. Sektor perdagangan, Hotel dan Komunikasi
memberkan nilai pendapatan tertinggi, kemudian berturut-turut sector Industri dan
pengolahan serta Pengangkutan dan komunikasi.
Tabel 7. Kontribusi setiap Sektor Terhadap PDRB Kota Tasikmalaya
Tahun 2005 Tahun 2006
No Sektor % %
1 Pertanian 8,54 7,91
2 Pertambangan dan Galian 0,75 0,70
3 Idustri dan pengolahan 14,52 14,66
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,90 1,98
5 Bangunan 8,91 9,42
6 Perdagangan, Hotel dan jasa 28,51 29,96
7 Pengangkutan dan Komunikasi 13,38 13,69
8 Persewaan dan Jasa Perusahaan 10,60 9,24
9 Jasa-Jasa Lainnya 13,45 13,12
Sumber: Kota Tasikmalaya Dalam Angka (2006)

Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Tasikmalaya tahun 1997-


2000 menunjukkan, bahwa pada 1997–1998 laju pertumbuhan ekonomi
mengalami penurunan dari 1,83 % menjadi –12,06%. Keadaan tersebut terjadi
sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda negara kita secara keseluruhan.
Pada tahun 1999 laju pertumbuhan ekonomi mulai membaik lagi menjadi 1,63 %,
tahun 2000 menjadi 2,12 % dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 4,05 %. Hal
ini disebabkan oleh naiknya kembali perkembangan produksi yang menyumbang
cukup besar bagi PDRB Kota Tasikmalaya yaitu sektor Pengangkutan dan
komunikasi dengan laju pertumbuha n pada tahun 2000 sebesar 6,62% pada tahun
2001 meningkat menjadi 9,76%. Kedua yaitu sektor Keuangan Persewaan dan
Jasa Perusahaan pada tahun 2000 sebesar –13,73% dan pada tahun 2001 menjadi
sebesar 6,80%. Sub sektor yang ketiga adalah sewa bangunan pada tahun 2000
laju pertumbuhannya sebesar 2,84% pada tahun 2001 menjadi 4,87%, dan sub
sektor yang terakhir yaitu Jasa Perusahaan pada tahun 2000 laju pertumbuhannya
sebesar 1,76% pada tahun 2001 sebesar 5,77%.

Besarnya inflasi pada tahun 2000 di Kota Tasikmalaya sebesar 4,57% dan
pada tahun 2001 mengalami kenaikan dibanding tahun 2000 yaitu sebesar
16,71%. Hal ini dipengaruhi oleh keluarnya kebijakan pemerintah dengan
menaikan harga BBM pada bulan Juni 2001, kenaikan ini mempengaruhi
kenaikan hampir semua kelompok barang dan jasa. Besarnya PDRB perkapita
Kota Tasikmalaya pada tahun 2000 sebesar Rp. 3.692.282,01 dan pada tahun
2001 menjadi sebesar Rp. 4.136.695,35 atau selama kurun waktu 2000 – 2001
mengalami kenaikan Rp. 444.413,34,- atau sebesar 12,04%.

4.8. Alokasi Penggunaan Lahan

Meskipun keseluruhan wilayah Kota Tasikmalaya merupakan wilayah


fungsional yang dapat dikembangkan menjadi wilayah perkotaan, namun
penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya pada saat ditetapkannya sebagai wilayah
perkotaan masih tetap didominasi oleh kegiatan di sektor pertanian. Ini dapat
dilihat dari pola penggunaan lahan yang sebagian besar masih dipergunakan untuk
kegiatan pertanian yang mencakup areal seluas 12.756,79 ha atau sebesar 74,35%
dari lahan efektif yang tersedia. Kegiatan sektor pertanian itu mencakup
penggunaan lahan untuk sawah, perkebunan rakyat, pertanian lahan kering,

penggunaan untuk hutan negara, serta untuk empang/kolam. Selain untuk lahan
pertanian, sektor lain yang dominan adalah untuk perumahan dan permukiman
yang dimanfaatkan untuk rumah dan pekarangan dengan persentase 19,96% atau
3.425,72 ha. Distribusi penggunaan lahan tahun 2002 pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Penggunaan Lahan Di Kota Tasikmalaya Tahun 2002


Luas
No. Penggunaan
(ha) (%)
1. Permukiman 3.425,72 19,96
2. Sawah Irigasi Teknis 6.030,00 35,14
3. Sawah Tadah Hujan 2.465,00 14,38
4. Kebun 219,25 1,27
5. Kebun Campuran 3.823,82 18,29
6. Hutan 342,90 1,90
7. Danau/Rawa 177,44 1,03
8. Tegalan 243,28 1,42
9. Dadaha/Rekreasi dan Olah Raga 423,31 2,24
10. Bandara 5,48 0,74

Jumlah Wilayah Kota 17.156,20 100,00


Sumber: Bapeda (2002)
4.9. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang

Rencana pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Tasikmalaya ditetapkan


meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung atau kawasan
berfungsi lindung yang direncanakan dan ditetapkan dalam wilayah kota

Tasikmalaya, meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan jaringan listrik


dan sempadan situ/danau. Luas perkiraan sempadan sungai adalah 449,9 ha atau
seluas 2,62 % dari luas wilayah kota.Tasikmalaya. Sempadan jaringan listrik
sesuai dengan Permentamben No. 01. P/47/ MPE/1992 tentang ruang bebas
saluran udara tegangan tinggi SUTET. Sempadan Situ/Danau di kawasan Kota
Tasikmalaya ditetapkan sebagai kawasan fungsional cadangan air, konservasi
setempat dan objek wisata air.

Kawasan budidaya perkotaan, ditetapkan sebagai berikut: 1) kawasan


budidaya berfungsi lindung seperti hutan produksi milik perhutani dan hutan
rakyat berada di kecamatan Kawalu, yang keberadaannya tetap dipertahankan
sebagai kawasan konservasi. 2) Kawasan budidaya yang meliputi: kawasan
budidaya perkotaan, yaitu kawasan pusat kota (CBD), sebagian wilayah
kecamatan Cihideung dan sebagian wilayah kecamatan Tawang. 3) Perdagangan
dan Jasa Regional, yang terletak di bagian tengah wilayah kota (CBD). 4) Koridor
Perdagangan dan Jasa, yang terletak sepanjang jalan, denga n lebar 100 m kiri
kanan jalan, yang menyambung dengan kawasan pusat kota (CBD) hingga ke
batas kota sebelah barat dan timur maupun utara dan selatan.
Koridor perdagangan dan jasa ini bahkan cenderung menyebar dengan
maksud untuk mengurangi beban pada jalan-jalan utama kota dan membuka akses
baru bagi daerah yang belum berkembang. 5) Pemerintahan, yang terletak
menyebar dengan perkiraan luas atau kegiatan atau penggunaan lahan sebesar
15,82 ha atau 0,47 % dari luas lahan kota. 6) Pendidikan, yang terletak menyebar
dan Setingkat Sekolah Menengah Atas. 7) Kesehatan, yang terletak di sekitar
pusat kota yang terdiri dari perluasan RS umum dan RS Swasta. 8) Kawasan
Industri merupakan pengembangan dari lokasi industri yang diprioritaskan untuk
industri kecil menengah (IKM) dan industri besar yang mendukung
terselenggaranya pengembangan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dan sentra
Kawasan Andalan Priangan Timur. Dengan tersedianya ruang bagi kegiatan
industri diharapkan akan memicu investasi bagi perkembangan industri kecil dan
menengah. 11) Kawasan Pergudangan, yang merupakan rencana pergudangan
baru, sebagai upaya mengakomodasi kecenderungan perkembangan yang ada
dewasa ini, yang terletak di Kecamatan Mangkubumi. 12) Fasilitas Umum dan
Sosial, yang merupakan rencana pengembangan fasilitas umum dan sosial
lainnya, seperti ruang parkir, ruang publik (plaza) puskesmas, sekolah, jalan, dll.
13) Rekreasi dan Olahraga (objek wisata), yang merupakan kegiatan rekreasi
dan olah raga dari pengembangan fasilitas yang telah ada.

4.10. Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah

RTRW Kota Tasikmalaya telah disusun pada tahun 2003 dan di-Perdakan
dengan Nomor 8 Tahun 2004, terbagi menjadi lima Bagian Wilayah Kota (BWK).
Pembagian tersebut dimaksudkan untuk mengurangi pemusatan kegiatan di pusat
kota, sehingga pengembangan di distribusikan ke pinggiran kota sesuai dengan
kecenderungan perkembangan dan potensi yang dimiliki. Pertimbangan lain
dalam pembagian BWK, yaitu memudahkan dalam mengamati intensitas
perkembangan penggunaan lahan, pola pergerakan dan aksesibilitas. Pembagian
BWK tertera pada Tabel 9 dan cakupan struktur ruang pada Tabel 10.

Tabel 9. Distribusi BWK Di Kota Tasikmalaya sampai Tahun 2014


No Pembagian Luas (ha) Jumlah Peduduk Kepadatan
BWK (jiwa) (jiwa/ha)
1 BWK – I 601,53 41.097 68
2 BWK – II 2.785,38 110.978 40
3 BWK – III 6.862,22 241.437 35
4 BWK – IV 2.893,75 114.446 40
5 BWK - V 4.013,33 150.273 37
Jumlah 17.156,20 658.231 44
Sumber: Hasil Rencana strategis Kota Tasikmalaya ( 2006)
Tabel 10. Cakupan Struktur Ruang Kota Tasikmalaya
BWK Cakupan Kecamatan Peruntukan Pemanfaatan
Ruang
BWK I Cihideung, Sebagian Cipedes, Pusat Kota/Central CBD
sebagian Tawang
BWK II Sebagian Cihideung, Tawang, Cipedes Permukiman, Pendidikan
Kesehatan
BWK III Sebagian Indihiang, Mangkubumi Permukiman, perdagangan,
Industri
BWK IV Sebagian Tamansari, Kawalu, Permukiman, Industri,
Mangkubumi Perdagangan,
Pemerintahan,
BWK V Sebagian Cihideung, Cipedes, Terminal, Perdagangan
Indihiang

4.11. Rencana Terminal

Terminal merupakan salah satu fasilitas umum yang sangat menunjang


dalam percepatan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di Kota Tasikmalaya.
Kota Tasikmalaya sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Kawasan Andalan
Priangan Timur, dimana untuk angkutan jarak jauh (antar kota, antar provinsi dan
dalam propinsi) masih akan terintegrasi dengan pelayanan terminal di Indihiang.
Sementara untuk angkutan antara Kota Tasikmalaya dengan wilayah sekitarnya
dan internal Kota Tasikmalaya direncanakan pengembangan sub-terminal
(Kawalu, Mangkubumi dan Cibeureum). Untuk ini diperlukan tempat
pemberangkatan khusus. Dengan pertimbangan aksesnya ke sistem jalan regional,
maka tempat pemberangkatan khusus ini direkomendasikan untuk menjadi faktor
pendorong sebagai pusat pengembangan

4.12. Jasa Perhubungan dan Transportasi

Prasarana jalan yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya sepanjang 680,241


km terdiri dari Jalan Propinsi, Jalan Kota, Jalan Desa dan Jalan Lingkungan.
Adapun sebaran panjang jalan per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 11.
Mengingat kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah kecamatan Kawalu dan
Tamansari, maka akses jalan yang terpanjang terdapat di dua kecamatan tersebut,
yaitu 136,60 km dan 119,35 km.

Tabel 11. Jumlah Panjang Jalan Per Kecamatan


Panjang
No. Kecamatan
(km)
1 Cihideung 49,907
2 Tawang 48,530
3 Cipedes 37,112
4 Mangkubumi 82,800
5 Tamansari 112,550
6 Indihiang 119,350
7 Kawalu 136,600
8 Cibeureum 93,392
Jumlah 680,241
Sumber : Dinas Kimpraswil (2006)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya

Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan pengisian ruang oleh


unsur-unsur pembentuk ruang dengan harapan tercapainya tata ruang yang
mencerminkan keseimbangan antara fungsi ruang yang diemban dengan
mekanisme kegiatan yang diperkirakan akan berlangsung. Menurut Dardak
(2005), Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan dasar bagi pemanfaatan
ruang/lahan. Rencana tata ruang adalah produk rencana yang berisi rencana
pengembangan struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang yang hendak
dicapai pada akhir tahun perencanaan. Sasaran yang ingin dicapai dalam
mewujudkan tujuan diatas adalah terumuskannya tata ruang ruang wilayah Kota
Tasikmalaya sesuai dengan visi, misi dan tujuan pengembangan wilayah Kota
Tasikmalaya.
Peraturan perundangan yang dijadikan Landasan Penyusunan RTRW
2004-2014 Kota Tasikmalaya adalah :
1. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
2. Perda Kota Tasikmalaya No. 2 Tahun 2003 tentang Renstra Kota Tasikmalaya
3. Perda Kabupaten Tasikmalaya No. 9 Tahun 1999 tentang RUTR Wilayah
Pengembangan Kota Tasikmalaya.
4. Undang-undang No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya;
5. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang;
6. Peraturan Pemerintah No, 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
Dalam menetapkan RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya dipengaruhi oleh
faktor kebijakan, analisis daya dukung lahan dan faktor kelembagaan, yang
selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2004. Faktor
kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan pemerintah dalam menetapkan
rencana tata ruang dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah
fungsiona l perkotaan, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi. Analisis daya dukung lahan dalam
menyusun RTRW menghasilkan indikator lahan- lahan mana saja yang layak
dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dengan kriteria, kondisi kemiringan
dan kesetabilan lahan. Faktor kelembagaan dalam proses penyusunan RTRW
Kota Tasikmalaya yang terlibat adalah: lembaga formal pemerintahan, lembaga
fungsional, dan organisasi kemasyarakatan.

Proses penyusunan RTRW 2004-2014 disesuaikan dengan kondisi dan


kebutuhan kota yang sejalan dengan penerapan Otonomi Daerah. Pihak yang
memiliki peranan penting dalam kegiatan penataan ruang dan sebagai pengambil
keputusan adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya, dimana Kepala Bapeda
selaku ketua, Dinas PU, Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan
dan Perekebunan, Dinas Pertanian, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan, Badan Kesatuan Bangsa,
BPS, Bagian Hukum, Bagian Ad ministrasi pemerintahan dan Camat-camat,
Koperasi dan UKM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Dinas Pertambangan dan Energi.

Rencana struktur tata ruang Kota Tasikmalaya disusun pada tahun 2003 dan
di-Perdakan dengan Nomor 8 Tahun 2004, terbagi menjadi lima Bagian Wilayah
Kota (BWK). Pembagian tersebut dimaksudkan untuk mengurangi pemusatan
kegiatan di pusat kota, sehingga pengembangan di distribusikan ke pinggiran kota
sesuai dengan kecenderungan perkembangan dan potensi yang dimiliki.
Pertimbangan lain dalam pembagian BWK, yaitu memudahkan dalam mengamati
intensitas perkembangan penggunaan lahan, pola pergerakan dan aksesibilitas.
Pembagian diatas meliputi :

- BWK-I Pusat Kota sebagai Central Business District (CBD),dengan cakupan


sebagian kecamatan Cihideung, sebagian kecamatan Tawang dan sebagaian
kecamatan Cipedes, dengan fungsi utama sebagai pusat perdagangan dan jasa
regional. Arahan pusat kota dalam rencana tata ruang Kota Tasikmalaya adalah
sekitar Alun-Alun kota diperuntukan kawasan komersil dan dalam arahan ini
diusulkan untuk mendukung terwujudnya PKW di Kota Tasikmalaya dan sentra
kegiatan komoditas di Kawasan Andalan Priangan Timur.
- BWK-II sebagai kawasan perumahan dan permukiman, dengan cakupan
sebagian Kecamatan Cihideung sebagian Kecamatan Cipedes dan sebagian
Kecamatan Indihiang dengan arahan sekitar perumahan perumnas Cisalak.
- BWK-III sebagai pusat permukiman, perumahan, pusat industri kecil dan
kerajinan, militer, dan kompleks pendidikan, dengan cakupan sebagian
kecamatan Mangkubumi, sebagian kecamatan Tawang dansebagian kecamatan
Cihideung
- BWK-IV dengan fungsi utama sebagai kawasan perumahan dengan industri
kecil, perdagangan dan pemerintahan sebagai penunjang. dengan cakupan
sebagian kecamatan Tamansari, sebagian kecamatan Mangkubumi dan
sebagian kecamatan Kawalu.
- BWK-V sebagai kawasan perdagangan, terminal dan jasa skala regional, dengan
cakupan sebagian kecamatan Cihideung, sebagian kecamatan Cipedes dan
sebagian kecamatan Indihiang. Arahan yang diusulkan sekitar pusat kecamatan
Indihiang atau berdekatan dengan Terminal baru Indihiang.

Pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Tasikmalaya ditetapkan meliputi


kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung atau kawasan
berfungsi lindung yang direncanakan dan ditetapkan dalam wilayah kota
Tasikmalaya, meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan jaringan listrik
tegangan tinggi/SUTET dan sempadan danau. Kawasan budidaya di Kota
Tasikmalaya adalah kawasan budidaya perkotaan yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi seperti diuraikan dalam PERDA No. 8 Th.
2004 sebagai berikut:

1. Kawasan budidaya berfungsi lindung seperti Hutan Negara dan Hutan Rakyat
yang keberadaannya tetap dipertahankan sebagai kawasan konservasi dan
pengawasannya oleh Dinas Kehutanan Kota Tasikmalaya.

2. Kawasan budidaya perkotaan yang meliputi, yaitu kawasan pusat kota (CBD),
Perdagangan, Koridor Perdagangan, Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan,
Kawasan Pergudangan, Pasar, pemukiman, Gardu PLN, Rekreasi dan Olahraga
(obyek wisata) dan Terminal. Pola pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW
2004-2014 dapat dilihat pada Tabel 12 dan peta RTRW pada Gambar 4.
Tabel 12. Pola Pemanfaatan Ruang RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya
Luas
No Pola Pemanfaatan Ruang ha %
Kawasan Lindung 473 ,86 2,76
1 Sempadan Danau 42,43 0,25
2 Sempadan Sutet 431,43 2,51
Kawasan Budidaya 16.682,34 97,24
3 Hutan 155,74 0,85
4 Industri 70,73 0,41
5 Kesehatan 7,72 0,04
6 Koridor Perdagangan 918,04 5,35
7 Makam dan TPU 104,27 0,61
8 Pasar 12,43 0,07
9 Pendidikan 12,87 0,07
10 Pergudangan 53,46 0,31
11 Perkantoran 22,37 0,13
12 Permukiman 4.638,02 27,03
13 Pertanian Lahan Basah 5.061,35 29,50
14 Pertanian Lahan Kering 5.040,36 29,38
15 Pusat Kota 113,02 0,66
16 Rekreasi dan Olah Raga 423,31 2,47
17 Rencana Gardu PLN 49,45 0,29
18 Terminal 8,92 0,05
Jumlah 17.156,20 100,00
Sumber: Bapeda (2004)

Wilayah Kota Tasikmalaya luasnya 17.156,20 ha, terbagi menjadi 8


kecamatan dan 69 kelurahan. Pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya ditetapkan
dalam RTRW Tahun 2004-2014 menunjukkan karakter kegiatan perkotaan yaitu
sebagai pusat pelayanan wilayah sekitarnya. Namun demikian lahan pertanian
untuk sawah/lahan basah dan lahan kering menempati porsi terbesar yang
ditetapkan dalam RTRW masing- masing luasnya 5.061,35 ha (29,50%) dan
5.040,36 ha (29,38%) dari wilayah Kota Tasikmalaya. Pemanfaatan ruang untuk
permukiman yang didistribusikan menjadi Pemukiman/perumahan, koridor
Perdagangan, Industri, Pasar, Terminal, Pergudangan, Perkantoran, Pendidikan,
Pusat Kota, dan Kesehatan, Gardu PLN, Rekreasi dan Olah Raga dan Terminal
dengan total luasnya 6.761,77 ha (39,41%). Pemanfaatan lainnya berupa Hutan
luasnya 155,35 ha, Sempadan SUTET Danau luasnya 473,86 ha, Makam dan TPU
luasnya 104,27 ha. Rencana alokasi pemanfaatan ruang dalam RTRW 2004-2014
Kota Tasikmalaya seperti tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang dalam RTRW 2004-2014

Pemanfaatan Alokasi Pemanfaatan


Ruang
No Kelurahan Kecamatan

1 Danau Tamanjaya, Linggajaya Tamansari


2 Sutet Melintasi beberapa Tawang, Kawalu,
kelurahan Cihideung, Indihiang,
Mangkubumi
3 Hutan Urug Kawalu
4 Industri Sambong jaya. Kawalu Mangkubumi, Kawalu
5 Kesehatan Tugujaya, Mangkubumi Mangkubumi
6 Koridor Menyebar Sepanjang jalan Arteri,
Perdagangan jalan primer, jalan
sekunder
7 Makam dan TPU Setianegara Cibeureum
8 Pasar Tuguraja Cihideung
9 Pendidikan Kahuripan Tawang
10 Pergudangan Sambongpari Mangkubumi
11 Perkantoran Tawangsari,Yudanegara, Cihideung
Empangsari
12 Pemukiman Menyebar Seluruh kecamatan
13 Lahan Basah Menyebar Kecuali Cihideung
14 Lahan Kering Menyebar Seluruh Kecamatan
15 Pusat Kota Tawangsari,Yudanegara, Cihideung
Empangsari
16 Rekreasi dan Olah Tamanjaya Tamansari
Raga
17 Gardu PLN Tamanjaya Tamansari
18 Terminal Menyebar Indihiang, Kawalu,
Mangkubumi
Pemanfaatan jalur SUTET melintasi beberapa kelurahan di kecamatan
Tawang, Kawalu, cihideung, Mangkubumi dan Indihiang. Koridor Perdagangan
ditetapkan dalan RTRW menyebar sepanjang jalan arteri, jalan kolektor dan
jalan primer, sedangkan kawasan perkantoran ditempatkan menyebar di kelurahan
Tawangsari, Empangsari dan Yudanegara di kecamatan Cihideung. Ruang
permukiman menyebar di seluruh kecamatan dan terkonsentrasi di kecamatan
Cihideung. Penempatan al han basah menyebar diseluruh kecamatan, kecuali di
kecamatan Cihideung yang merupakan pusat Kota, sedangkan lahan kering juga
menyebar di seluruh kecamatan namun terbanyak penyebarannya di kecamatan
Kawalu dan Tamansari.

5.2. Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya

Hasil analisis peta land use tahun 2006 (Gambar 5) dan interpretasi foto
udara tahun 2007 didapat kelas penggunaan lahan eksisting di Kota Tasikmalaya
yang terdiri dari: Bandara, Danau, Hutan, Padang Rumput, Perkebunan,
Permukiman, Sawah, Kebun Campuran, Tanah Berbatu, Tanah Ladang dan
Danau/Situ. Distribusi penggunaan lahan eksisting dapat dilihat pada Tabel 14
dan peta penggunaan lahan eksisting Tahun 2007 pada Gambar 6.
Tabel 14. Distribusi Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Tahun 2007
Tahun 2007
No Penggunaan Lahan
ha %
1 Bandara 32,70 0,19
2 Danau 48,50 0,28
3 Hutan 150,30 0,87
4 Padang Rumput 32,70 0,19
5 Perkebunan 1.729,10 10,07
6 Permukiman 4.718,10 25,75
7 Sawah 5.106,30 29,76
8 Kebun campuran 4.639,70 27,04
9 Tanah Berbatu 1,90 0,01
10 Tanah Ladang 696,80 4,06

Jumlah 17.156,20 100,00


Sumber: Hasil olahan
PETA RTRW

1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0
9
1
9
0
0
5 KOTA TASI KMALAYA
0 0
0 PROPINSI JAWA BARAT
5
9
1 0
9

W E

INDIHIANG S
1 0 1 2 Km
9
0 CIPEDES 1
9
0
0
0 0 Batas Kecamatan
0
0
9
1 0 RTRW Kota Tas ikmal aya
9
Hutan
Industri
CIHIDEUNG Kesehatan
Kori dor Perdagangan
TAWANG Mak am dan TP U
CIBEUREUM Pasar
MANGKUBUMI Pendidik an
Pergudangan
9 Perkantoran
0 1
8
0
0 5
0
Permukim an
0
5
8
1 0 Pertanian Lahan Basah
9
Pertanian Lahan Kering
Pusat Kota
Rek reas i dan Ol ah Raga
Rencana Gardu PLN
Sempadan Danau
TAMANSARI Sempadan Sutet
KAWAL U Termi nal
SUM BER :
9 Peta R TRW Kota Tasikm alaya Tahun 2004-2014
0 1
8
0
0
0 0
0
0
8
1 0 Indek Peta
9

PS. ILM U PEREN CANAAN WILAYAH


INST ITUT PERTAN IAN BO GOR
1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0

TAHUN 2008

Gambar 4. Peta RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya

Gambar 5. Peta Land Use Kota Tasikmalaya Tahun 2006


1
8
6
0
0
0

1
8
9
0
0
0

1
9
2
0
0
0

1
9
5
0
0
0

1
9
8
0
0
0

2
0
1
0
0
0

2
0
4
0
0
0
9
1
9
0
5
0
0 0
5
9
1
0
0
PETA PENGGUNAAN
9
LAHAN EKSISTING
KOTA TASIKMALAYA
TAHUN 2007
9
0 KEC. INDIHIANG 1
9
2
0
0
0
0
2
9
1 0
9 N
1 0 1 2 Kilometers
KEC. CIPEDES
9
1
8
0
9
0
0 0 LEGEN DA
0
9
8 0
KEC. CIHEDEUNG
1
9
Bts_kec_grs.shp
Tatguna eksisting.shp
KEC. MANGKUBUMI KEC. CIBEUREM Bandara
9
1 Danau
8
0
0
0 KEC. TAWANG 6
0 Hutan
0
6
0
8
Padang Rumput
1
9

Perkebunan
Permukiman
9
1
Sawah
0 8
3 Kebun Campuran
0
0
0
0
3
8
1 0 Tanah Berbatu
9
KEC. TAMANSARI Tanah Ladang

9
0 1
8
0
0
0
0 KEC. KAWALU 0
0
8 0
1
9 PS. PER ENCANAAN WILAYAH
INSTITUT PER TANIAN BOGOR
TAHUN 2009
9
1
7
0
0
7 Indeks Peta
0
0
0
7
7
1 0
9
1
8
6
0
0
0

1
8
9
0
0
0

1
9
2
0
0
0

1
9
5
0
0
0

1
9
8
0
0
0

2
0
1
0
0
0

2
0
4
0
0
0

Gambar 6. Peta Land Use Existing Tahun 97

Distribusi penggunaan lahan eksisting, yaitu berupa lahan basah (sawah) luasnya
mencapai 5.106,35 ha atau 29,76% dan tersebar di seluruh kecamatan.
Penggunaan lahan eksisting berupa Padang Rumput, Perkebunan, Kebun
Campuran, Tanah Berbatu dan Tanah Ladang dengan luas total 7.100,10 ha
(41,38%), dimana pemanfaatannya dalam RTRW sebagai lahan kering.
Penggunaan lahan hutan hanya berada di kecamatan Kawalu yang luasnya 150,3
ha atau 0,87%, sedangkan penggunaan lahan permukiman seluas 4.718,10 ha atau
27,5 % dari luas wilayah Kota Tasikmalaya dimana sebagian besar terkonsentrasi
di pusat kota dan pemanfaatannya dalam RTRW 2004-2014 adalah sebagai
pemukiman/perumahan, Industri, kesehatan, Perdagangan, Makam/TTPU, Pasar,
Pendidikan, Pergudangan, Perkantoran, Pusat Kota, Rekreasi dan Olah Raga
sertaTerminal yang luasnya 6.761,77ha. Penggunaan lahan lainnya seperti:
Bandara, Danau, porsinya tidak begitu besar yaitu masing- masing 32,70 ha dan
48,5 ha. Pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014, jika
dipadukan dengan penggunaan lahan eksisting tahun 2007 tertera pada Tabel 15
serta perbandingan luas penggunaan lahan eksisting dan RTRW 2004-2014 pada
Tabel 16.

Tabel 15. Padanan Penggunaan Lahan Eksisting dan Pemanfaatan Ruang


(RTRW)

No Penggunaan Lahan Rencana Pemanfaatan Ruang


Eksisting (RTRW)

1 Permukiman Industri, Perdagangan, Pasar,


Pendidikan, Pergudangan,
Perkantoran, Pusat Kota, Pemukiman,
Rekreasi dan Olah Raga, Sempadan
SUTET dan Terminal.
2 Sawah Lahan Basah
3 Padang Rumput, Perkebunan, Lahan Kering
Semak Belukar, Tanah
Berbatu, Tanah Ladang.
4 Danau Sempadan Danau
5 Hutan Hutan Negara
6 Bandara Sebagian Makam/TPU

Tabel 16. Perbandingan Luas Penggunaan Laha n Eksisting dan RTRW 2004-2014
Jenis Luas Land RTRW Kesesuaian Luas
No Penggunaan Use Eksisting 2004-2014 Penggunaan
ha ha
1 Permukiman 4.718,10 6.761,77 Belum terealisasi
seluruhnya
2 Lahan Basah 5.959,35 5.061,35 Melebihi rencana
3 Lahan Kering 6.200,02 5.040,36 Melebihi rencana
4 Bandara 32,70 104,27 Beralih fungsi
5 Hutan 150,30 155,74 Terjadi penurunan
6 Danau 48,50 42,43 Melebihi rencana
Jumlah 17.156,20 17.156,20

Permukiman yang belum terealisasi berdasarkan rencana tata ruang wilayah


(RTRW) seluas 2.043,67 ha, pada kondisi eksisting berupa lahan basah dan lahan
kering seperti terlihat pada tabel diatas, sedangkan penggunaan lahan basah dan
lahan kering pemanfaatannya melebihi rencana tata ruang. Penggunan lahan
Bandara (32,70 ha) beralih fungsi pemanfaatannya dalam RTRW menjadi
makam/TPU seluas 104,27 ha dan sebagian memanfaatkan lahan basah.
Penggunaan lahan Hutan eksisting (150,30 ha) di kecamatan Kawalu mengalami
penurunan luas dari ketetapan dalam RTRW, yaitu seluas 155,74 ha. Hal ini
terjadi karena adanya permukiman di areal Hutan. Penggunaan lahan Danau
(48,50 ha) melebihi rencana tata ruang (42,43 ha), karena telah dibangunnya
tempat-tempat rekreasi berupa pemancingan dan restoran yang luasnya mencapai
6,07 hadan terlihat menyerupai danau di kecamatan Cibeureum, sehingga luas
Danau bertambah.
Ruang terbuka hijau (RTH) baik ditingkat kecamatan maupun di wilayah
Kota Tasikmalaya secara keseluruhan masih memenuhi syarat, yaitu 53,84%.
Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, ruang terbuka hijau sekurang-
kurangnya 30% dari luas wilayah. Ruang Terbuka Hijau di Kota Tasikmalaya
ditetapkan dalam RTRW 2004-2014 terdiri dari lahan pertanian (lahan kering dan
basah) dan taman kota.

Peningkatan luas penggunaan lahan permukiman di Kota Tasikmalaya dapat


dipengaruhi oleh aksesibilitas di Kota Tasikmalaya yang semakin baik, misalnya:
adanya jalan lingkar (Ring Road) yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Tasikmalaya menuju Terminal atau Kota, dibangunnya jalan-jalan
kolektor dan berkembangnya jalan desa dan jalan lingkungan serta dibangunnya
pusat pemerintahan Kota Tasikmalaya yang baru. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan luas penggunaan lahan kebun campuran/tegalan atau pertanian lahan
sawah yang dikonversi menjadi kawasan terbangun, yaitu berupa permukiman dan
sarana prasarana sebagai penunjang kegiatan ekonomi dan pemerintahan.
Konversi lahan di Kota Tasikmalaya banyak terjadi pada pertanian lahan
kering dan lahan basah, misalnya di kecamatan Mangkubumi kelurahan
Cilembang telah dibangun fasilitas-fasilitas kantor pemerintah Wali Kota dan
dinas-dinas lainnya yang mendukung kegiatan pemerintahan Kota. Terjadinya
perubahan penggunaan lahan untuk suatu kegiatan, mendorong berkembangnya
penggunaan lahan disekitarnya berupa pemukiman-pemukiman baru dan sarana
pendukung lainnya. Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata
ruang karena terdesak untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal, seperti
terjadi dibeberapa kecamatan yaitu perubahan dari pertanian lahan basah dan
lahan kering menjadi beberapa perumahan dan sarana lainnya. Hal tersebut dapat
berdampak negatif terhadap kualitas lahan, seperti penurunan kapasitas air dalam
tanah, penyerapan air (infiltrasi) berkurang sehingga terjadi aliran permukaan (run
off) meningkat yang berdampak pada peningkatan erosi dan sedimentasi serta
potensi banjir.
Perubahan penggunaan lahan disebabkan karena terdesak kebutuhan ruang
sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kota
Tasikmalaya. Pertumbuhan penduduk mencapai 2,95% per-tahun (BPS, 2006)
menyebabkan terjadinya peningkatan pada kegiatan ekonomi, terutama pada
sektor Jasa, Perkantoran, Industri dan Perdagangan. Persaingan dalam
pemanfaatan ruang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan guna
memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal.
Perubahan penggunaan lahan pertanian di Kota Tasikmalaya menjadi
permukiman (kawasan industri, perdagangan, jasa, sarana pendidikan, sarana olah
raga dan lain- lain) memiliki dampak terhadap peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD) Kota Tasikmalaya antara tahun 2003-2006, rata-rata mencapai 21,04% per-
tahun. Hal tersebut terjadi karena adanya tambahan dari sektor pajak (PBB) serta
pertambahan lapangan pekerjaan, yang berarti juga peningkatan aktivitas
perekonomian. Indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita. Semakin
tinggi pendapatan yang diterima penduduk disuatu wilayah maka tingkat
kesejahteraan di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik.

5.3. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya


Penyimpangan penggunaan lahan adalah kondisi akhir dari penggunaan
lahan yang tidak sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilaya h
(RTRW) Kota Tasikmalaya, atau dengan kata lain Penyimpangan merupakan
bentuk perubahan/konversi penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW.
Peta penyimpangan diperoleh dengan melakukan overlay antara peta land use
eksisting dengan peta RTRW tahun 2004-2014. Penggunaan lahan yang tidak
sesuai dengan RTRW di Kota Tasikmalaya adalah 1.585,04 ha atau sekitar
9,24%. Penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah 15.571,16 ha atau
90,76 % dari luas Kota Tasikmalaya. Luas penyimpangan tertera pada Tabel 17.
Tabel 17. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya
Luas Luas Penyimpangan
No Kecamatan Wilayah
(ha) (ha) %
1 Cihideung 530,02 7,15 0,04
2 Cipedes 810,01 168,56 0,98
3 Tawang 533,03 111,20 0,65
4 Indihiang 3.010,03 319,74 1,86
5 Cibeureum 2.941,03 177,67 1,03
6 Tamansari 2.852,02 333,37 1,94
7 Kawalu 4.112,04 169,98 0,99
8 Mangkubumi 2.368,02 297,37 1,73
Kota Tasikmalaya 17.156,20 1.585,04 9,24
Sumber : Hasil olahan
Berdasarkan Tabel diatas, penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan
Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,94% dan kecamatan Indihiang seluas 319,74
ha atau sekitar 1,86%. Di kecamatan Mangkubumi luas penyimpangan adalah
297,77 ha atau sekitar 1,73% dan kecamatan Kawalu luasnya 169,98 ha atau
penyimpangan sekitar 0,99%. Luas penyimpangan terkecil ada di kecamatan
Cihideung sebesar 7,147 ha (0,04%), karena kecamatan Cihideung kedudukannya
sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, yait u
mencapai 13.775 orang/km2 , sehingga tidak memungkinkan lagi untuk
berkembang. Peta penyimpangan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 7.
Penyimpangan permukiman seluas 841,08 ha, dimana dalam RTRW
ditetapkan sebagai Pertanian Lahan Basah dari luas Kota Tasikmalaya. Sementara
itu penyimpangan terbesar ada di kecamatan Indihiang, Cibeureum dan Tamansari
masing- masing sebesar 228,72 ha, 151,26 ha dan 139,75 ha. Penyimpangan
permukiman yang berada di pertanian lahan kering luasnya mencapai 288,57 ha
atau 1,7% dan tebesar ada di kecamatan Tamansari seluas 154,39 ha, sedangkan
kawasan hutan di kecamatan Kawalu, tepatnya di kelurahan Urug yang menjadi
permukiman sebesar 3,96 ha, sebagian menjadi rumah penduduk dan kebun
campuran. Permukiman yang tidak sesuai dengan RTRW yang berada di
sepanjang jalur SUTET, luasnya mencapai 69,06 ha, sedangkan lokasi terbesar
berada di kecamatan Mangkubumi dan kecamatan Kawalu. Distribusi
penyimpangan penggunaan lahan tertera pada Tabel 18.

Tabel 18. Distribusi luas Penyimpangan Penggunaan Lahan per kecamatan


Lhn SUTT Lhn Htn-
Bsh- - kr- Prdg- TPU- Indtr- Indtr- Prm
Prmk Prmk Prmk Prmk Prmk Prmk Swh k
Kecamatan (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)
228,7
Indihiang 2 5,93 37,57 47,52 0 0 0 0

Kawalu 88,68 15,72 49,66 11,79 0,03 0,13 0 3,96


Mangkubu 111,9 123,8
mi 3 17,46 42,56 6 0 0 1,55 0

Cipedes 97,10 0 0 71,45 0 0 0 0


139,7 154,3
Tamansari 5 4,91 9 25,09 5,08 0 0 0

Tawang 23,63 13,65 0 65,92 8,00 0 0 0


151,2
Cibeureum 6 8,57 4,39 13,45 0 0 0 0
Cihideung 0 2,83 0 0 0 3,97 0,35 0
841,0 288,5 359,1
Jumlah 8 69,06 7 0 13,11 4,10 1,90 3,96
Sumber: Hasil Olahan
PETA PENYIMPANGAN

1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0
9
1
9
0
0
0 5
0
PENGGUNAAN LAHAN
0
5
9
1 0 KOTA TASIKMALAYA
9
PROPINSI JAWA BARAT
N

W E
INDIHIANG
S
9
1
1 0 1 2 Km
0
0 CIPEDES 9
0
0 0
0
0
9
1 0
9
LEG ENDA
Batas Kecamatan
CIHID EUNG Bentuk Penyimpangan
TAWANG RTRW : hutan exist: mukim
CIBEU REUM RTRW: T PU, exist: mukim
MANGKUBUMI RTRW: industr i, exist: mukim
RTRW: industr i, exist: sawah
9
1 RTRW: kntor , exist: gudang
8
0
0 5
0 RTRW: ptanian lhn bsh, exist: mukim
0
0
5
8 0
1
9 RTRW: semp sutet, exist: mukim
RTRW:lhn kering, exist: mukim

SUMBER :
1. Peta RT RW Kota T asi kmalaya Tahun 2 004 -201 4
2. Peta Batas Administrasi Kota Ta sikmalaya
TAMANSARI 3. Hasi l pengecekan ke lapangan
KAWALU
9 Indek P eta
1
8
0
0 0
0
0
0
0
8
1 0
9

PS. ILMU PERE NCANAAN WILAY AH


INSTITUT PERTANIA N BOGOR
TAHUN 2008
1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0

Ganbar 7. Peta Penyimpangan dari RTRW Kota Tasikmalaya

Perubahan penggunaan lahan disebabkan karena terdesak kebutuhan ruang


sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kota
Tasikmalaya. Pertumbuhan penduduk mencapai 2,95% per-tahun (BPS, 2006)
menyebabkan terjadinya peningkatan pada kegiatan ekonomi, terutama pada
sektor Jasa, Perkantoran, Industri dan Perdagangan. Persaingan dalam
pemanfaatan ruang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan guna
memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal ataupun untuk tempat usaha dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara lahan yang tersedia sifatnya terbatas,
pada akhirnya mendorong orang untuk membuka lahan baru, terutama pada areal
pertanian. Hal ini banyak terjadi pada kecamatan-kecamatan yang mempunyai
lahan pertanian cukup luas, misalnya kecamatan Indihiang, Kawalu, Cibeureum
dan Mangkubumi.

5.4. Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan


Pertanian lahan basah menjadi permukiman seluas 841,08 ha.
Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan-kecamatan Indihiang, Mangkubumi,
Kawalu dan Cibeureum, mengingat di kecamatan tersebut luas penggunaan lahan
sawah cukup besar. Di kecamatan Cihideung tidak terjadi penyimpangan
penggunaan lahan sawah, karena kedudukannya sebagai pusat kota sangat padat
dan luas penggunaan lahan basah semakin berkurang, sehingga tidak
memungkinkan lagi untuk dikembangkan menjadi permukiman-permukiman
baru. Selain itu, penyimpangan penggunaan lahan pertanian (sawah) menjadi
permukiman mengindikasikan lemahnya lembaga perijinan, sehingga banyak
berdiri bangunan di areal yang seharusnya untuk penggunaan lahan pertanian.
Permukiman berada pada lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Penyimpangan lahan basah menjadi permukiman.

Hasil temuan dilokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan


rendah, pendapatan rata-rata endah, pekerjaan sebagai petani dan buruh,
kepemilikan lahan rata-rata milik sendiri atau tanah warisan. Pengetahuan
masyarakat tentang RTRW sangat rendah disebabkan kurangnya sosialisasi dari
pemerintah.
Pertanian lahan kering menjadi permukiman seluas 288,57 ha, terjadi di
kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari dan Cibeureum.
Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 154,39 ha,
mengingat di kecamatan Tamansari penggunaan lahan kering (berupa kebun
campuran) masih cukup luas. Penyimpangan terkecil berada di kecamatan
Cibeureum seluas 4,37 ha. Penggunaan lahan kering menjadi permukiman,
diantaranya telah dibangunnya perumahan real eastate oleh pengembang dengan
perijinan yang legal dan perumahan tradisional yang terbentuk karena
kepemilikan lahan. Hasil temuan dilapangan menunjukkan tingkat pendidikan
renbah, pendapatan rata-rata rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh.
Kepemilikan lahan adalah milik sendiri dan pengetahuan tentang tata ruang sangat
rendah (tidak tahu). Contoh penyimpangan penggunaan pertanian lahan kering
menjadi pemukiman dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Penyimpangan lahan kering menjadi permukiman.

Permukiman berada di bawah jalur SUTET, tersebar sepanjang jalur


SUTET dan melewati kecamatan-kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi,
Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di
kecamatan Mangkubumi sebesar 17,461 ha dan terkecil di kecamatan Cihideung
seluas 2,828 ha. Hasil pengamatan di lapangan permukiman sudah ada sebelum
jalur SUTET dibuat dan dibangun, sebagian sudah dibebaskan karena
pembebasan lahan belum menyeluruh dan masyarakat kurang peduli terhadap
pelanggaran tersebut. Tingkat pendidikan rendah, pendapatan rendah dan
pekerjaan rata-rata sebagai buruh serta pengetahuan masyarakat mengenai
RTRW sangat rendah. Karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota.
Permukiman berada di kawasan perdagangan seluas 359,10 ha, dan
tersebar di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Cipedes, Tamansari,
Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan
Mangkubumi sebesar 13,868 ha. Kawasan Perdagangan yang ditetapkan dalam
RTRW disepanjang koridor jalan utama dan jalan kolektor. Hal tersebut terjadi
disebabkan lokasi yang diperuntukan kawasan perdagangan, ternyata yang
berkembang permukiman karena kebutuhan akan tempat tinggal lebih mendesak
sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Hasil kuesioner
menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan masyarakat rendah dan
pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat kurang, sehingga lahan tersebut
tidak digunakan sebagaimana fungsinya yang ditetepkan dalam RTRW.
Permukiman berada di kawasan TPU seluas 13,11 ha, terjadi di
kecamatan Kawalu, Tamansari dan Tawang. Penyimpangan terbesar terjadi di
kecamatan Tawang sebesar 8,03 ha. Hasil temuan dilapangan, permukiman
sebagian sudah ada pada saat penetapan TPU dalam RTRW. Permukiman
berkembang turun-temurun, karena kepemilikan tanah sendiri dan tanah warisan.
Permukiman berada di kawasan Peruntukan Industri dalam RTRW
seluas 4,1 ha, terjadi di kecamatan Kawalu dan Cihideung. Penyimpangan terbesar
di kecamatan Cihideung, luasnya mencapai 3,97 ha. Hasil temuan dilapangan,
dalam RTRW telah ditetapkan kawasan Industri, tetapi Pemukiman sudah
berkembang lebih dulu bahkan bercampur dengan home industry (kerajinan
anyaman dan bordir), sehingga yang lebih dominan berkembang adalah
pemukiman.

Kawasan Industri mwnjadi lahan Sawah menjadi terjadi di kecamatan


Mangkubumi luasnya mencapai 1,55 ha dan Cihideung. Hasil temuan di lapangan
tidak terjadi penyimpangan yang sebenarnya, karena kawasan industri yang
ditetapkan dalam RTRW belum seluruhnya terjadi (sebagian masih berupa
sawah).
Permukiman berada di kawasan Hutan terjadi di kecamatan Kawalu
tepatnya di kelurahan Urug, luasnya mencapai 3,967 ha. Pemukiman penduduk
menyebar di sekitar kawasan Hutan. Pada umumnya penduduk yang tinggal
sekitar hutan adalah petani penggarap tanaman tumpang sari di kawasan Hutan
yang berkembang turun-temurun. Pendidikan dan penghasilan rata-rata rendah.
Pekerjaan sebagai petani penggarap dan buruh. Pengetahuan masyarakat
mengenai RTRW sangat rendah dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota
mengenai rencana tata ruang. Penyimpangan penggunaan lahan di kawasan Hutan
mengindikasikan lemahnya pengawasan dan manjemen dari pengelolaan kawasan
Hutan yang ditetapkan dalam RTRW sebagai kawasan lindung. Penyimpangan
sebagian kawasan Hutan menjadi permukiman dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar10. Lahan Hutan menjadi sebagian permukiman.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan terhadap penggunaan lahan yang


tidak sejalan dengan RTRW 2004-2014 secara umum dibagi dalam tiga kategori
penyimpangan, yaitu sebagai berikut:
1. Terjadi penyimpangan dari RTRW 2004-2014, karena belum diperbaruinya
batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal
penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak
sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW 2004-2014. Penyimpangan tersebut
bukan merupakan pelanggaran batas-batas RTRW, me lainkan terjadi karena
belum terealisasinya penggunaan lahan tersebut.

2. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW yang merupakan


penyimpangan sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas
penggunaan lahan yang sudah ditetapkan dalam RTRW. Hal ini dapat
disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan sejalan dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan karena nilai lahan yang cukup tinggi, menyebabkan
terjadinya konversi lahan.

3. Penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena


perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. pada
RTRW 2004-2014 skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga
ketika proses overlay dengan peta land use (1 : 100.000) ditemui beberapa
jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan.
Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil
(digeneralisasi) kedalam poligon yang lebih besar.
Penyimpangan penggunaan lahan yang sebenarnya terjadi adalah sebagai
berikut, dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Distribusi Penyimpangan sebenarnya hasil koreksi


Luas Penyimpangan
No Penyimpangan
ha %
1 Pemukiman pada areal Hutan 3,96 0,02
2 Lahan basah menjadi pemukiman 841,08 4,96
3 Pemukiman pada sempadan sutet 69,06 0.59
4 Lahan kering menjadi pemukiman 288,57 2,35
5 Permukiman pada TPU 13,11 0,07
Jumlah 1.215,78 7,08

Luas penyimpangan sebesar 7,08% dari luas wilayah Kota Tasikmalaya


pada Tabel 19 adalah merupakan penyimpangan sebenarnya yang harus menjadi
pertimbangan dalam penyusunan RTRW yang akan datang, karena merupakan
pelanggaran pada batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW
2004-2014. Penyimpangan tersebut berupa lahan pertanian ( lahan basah dan
lahan kering), areal Hutan dan TPU. Pemukiman di bawah SUTET merupakan
pelanggaran pada batas sempadan, karenanya harus ditertibkan atau direlokasi.

5.5. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Penggunaan Lahan

Faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dari data Potensi Desa


Kota Tasikmalaya Tahun 2006, menunjukan bahwa dari 81 variabel asal yang
terkoleksi diperoleh kelompok data baru sebanyak 15 variabel dasar, yaitu
variabel- variabel dasar tersebut mengandung informasi setara dengan informasi
yang terkandung dalam satu variabel asal. Nilai eigenvalues dari scree plot yang
diperoleh dari hasil pengolahan PCA dengan menggunakan software statistika
6.0, terlihat bahwa hasil grafik yang lebih curam yang ditentukan oleh titik yang
berada di atas nilai 1 terdapat 4 titik, yang artinya terdapat 4 faktor terpilih yang
memenuhi syarat ( > 70%) diduga sebagai penentu penyimpangan dari RTRW.
Nilai prosentase total komulatif eigenvalue yang dihasilkan dari analisis PCA
adalah sebesar 95,78% yang artinya, bahwa ke-4 faktor tersebut dapat
menerangkan 95,78% keragaman data awal 15 variabel yang terkoleksi menjadi
12 variabel yang berpengaruh terhadap penyimpangan. Hasil proses PCA dapat
dilihat pada Tabel 20 (Eigenvalues) dan Tabel 21 adalah faktor loading yang
memiliki bobot dalam setiap variabel yang dikandungnya.

Tabel 20. Eigenvalues Hasil PCA


Eigenvalues
Extraction: Principal components
Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative
variance Eigenvalue %
1 3,846383 38,46 3,846383 38,46
2 2,961912 29,62 6,808295 68,08
3 1,747986 17,48 8,556281 85,56
4 1,022298 10,22 9,267579 95,78

Sumber data: Hasil Olahan

Tabel 21. Nilai Faktor Loading Variabel Penentu Penyimpangan dari RTRW

Factor Loadings (Varimax normalized) (podes kota tasik terbaru)


Extraction: Principal components
(Marked loadings are > .700000)

variabel faktor 1 faktor 2 faktor 3 faktor 4

Kepadatan Penduduk -0.770468 -0.316913 -0.311063 0.024373


jumlah petani 0.102329 0.795604 0.120562 -0.005750
jml rmh prmk kmh -0.781097 -0.150584 -0.256820 0.300366
jml kelg pmk kumuh -0.797499 -0.105422 0.079783 0.340180
jml kelg di sektr bantaran -0.187941 -0.087884 -0.953715 0.065327
jml bang rmh di sekitr bantaran -0.138802 -0.078343 -0.968555 0.067976
luas lahan sawah 0.810205 0.079000 0.153785 0.350232
luas lhn swh yang diusahakan 0.735249 -0.223986 0.045269 0.348765
luas lahn bukan sawah 0.088951 0.950859 0.020913 0.038042
luas lahan pertanian 0.036280 0.914786 0.049375 -0.186016
luas lahan utk non pertanian 0.122789 0.131951 -0.157843 0.759072
jrk desa. ke pst Kota 0.142068 0.260888 -0.018279 -0.710764
Expl.Var 3.146310 2.663921 2.085110 1.577180
Prp.Totl 0.262192 0.221993 0.173759 0.131432
Sumber: Hasil Olahan PCA
Berdasarkan Tabel 21 dapat dijelaskan, hasil olahan PCA ada 4 faktor yang
diduga berpengaruh terhadap penyimpangan penggunaan lahan adalah sebagai
berikut:
• Faktor ke-1 yang paling berpengaruh terhadap penyimpangan penggunaan
lahan, yaitu kepadatan penduduk, jumlah rumah dan keluarga
dipemukiman kumuh, luas lahan sawah dan lahan yang diusahakan. Hal
tersebut menunjukkan hubungan kepadatan penduduk dimana tingginya
kepadatan penduduk akan diikuti oleh tingginya pemukiman kumuh serta
luas lahan sawah akan berpengaruh terhadap luas ladang yang diusahakan.
Hal ini berarti dengan bertambahnya jumlah penduduk dipermukiman
kumuh akan bertambah pula penggunaan lahan untuk pemukiman dan
fasilitas pendukungnya, sehingga mendorong terjadinya penyimpangan
dari RTRW.
• Faktor 2 yang berpengaruh adah luas lahan sawah dan luas ladang yang
diusahakan. Hal tersebut menunjukkan hubungan penggunaan lahan,
dimana meningkatnya luas lahan sawah sejalan dengan meningkatnya luas
lahan sawah pengairan yang diusahakan.
• Faktor ke- 3 yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah jumlah
keluarga dan jumlah rumah di sekitar Bantaran, yaitu menunjukkan
hubungan penggunaan lahan, dimana menurunnya jumlah keluarga di
sekitar bantaran mengakibatkan menurun pula bangunan-bangunan di
sekitar bantaran. Penggunaan lahan sisekitar bantaran merupakan
pelanggaran garis sempadan Sungai yang selanjutnya diduga berpengaruh
terhadap penyimpangan, karena menurunnya luas lahan pertaninan
disebabkan penggunaan lahan untuk permukiman, sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan luas ladang (lahan pertanian) yang diusahakan.
• Faktor ke- 4 yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah luas lahan
non pertanian dan jarak desa ke pusat kota. Hal tersebut menunjukkan
semakin besar luas lahan non pertanian akan semakin mendekati pusat
kota, dimana setiap pembangunan cenderung mendekati pusat-pusat kota.
Tabel 22. Hasil pengolahan Regresi untuk penyimpangan penggunaan lahan.

Regression Summary for Dependent Variable: PENYIMPANGAN R= .13431085


R²= .01803940 Adjusted R²= ----- F(4,64)=.29393 p<.88087 Std.Error of estimate:
54.709

N = 69 Beta Std.Err. B Std.Err. t(64) p-level


Intercept 34.4874 6.586178 5.236329 0.000002
Factor 1
0.109380 0.123867 5.85846 6.634433 0.883039 0.380520
Factor 2
-0.023327 0.123867 -1.24941 6.634427 -0.188323 0.851219
Factor 3
0.073271 0.123867 3.92446 6.634428 0.591529 0.556250
Factor 4
-0.012754 0.123867 -0.68311 6.634425 -0.102965 0.918313
Sumber: Hasil olahan

Hasil diatas menunjukan bahwa: kepadatan penduduk (F1) mengakibatkan


terjadinya peningkatan luas lahan permukiman. Bertambahnya jumlah keluarga di
permukiman kumuh, akan bertambah pula bangunan disekitarnya. Bertambahnya
luas lahan sawah sejalan dengan luas lahan yang diusahakan. Hal ini berarti
dengan bertambahnya jumlah penduduk akan mendorong terjadinya berbagai
penyimpangan. Demikian juga yang dipengaruhi oleh faktor 2 adalah luas lahan
sawah akan berpengaruh terhadap pertambahan luas lahan bukan sawah
(terbangun) dalam memenuhi kebutuhan ruang. Faktor yang ke 3 adalah bangunan
di sekitar Bantaran, jika terus meningkat maka penyimpangan akan terus
bertambah. Faktor ke 4 adalah pengaruh jarak ke pusat Kota cenderung terjadinya
penyimpangan, dimana permukiman berkembang selalu mendekati lokasi
kerja/pusat Kota.
Pada Tabel 22, selanjutnya dilakukan analisis untuk mengkorelasikan secara
langs ung variabel penentu penyimpangan dengan proporsi luas penyimpangan
dari RTRW. Hasil regresi luas penyimpangan penggunaan lahan disajikan berikut
ini :

Y = 34,4874 + 5,85846 X1 – 1,24941 X2 + 3,92446 X3 - 0,68311 X4


Dimana : Y = luas penyimpangan
X1 = Faktor 1 (Kepadatan penduduk)
X2 = Faktor 2 (lahan pertanian)
X3 = Faktor 3 (bangunan di bantaran sungai)
X4 = Faktor 4 (jarak ke pusat kota)

Faktor yang mempengaruhi penyimpangan berdasarkan hasil wawancara


dan kondisi lapangan:
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lapangan, hasil wawancara dan
kuesioner secara purposive sampling dengan masyarakat di lokasi penyimpangan
adalah sebagai berikut:
1) Tingkat pendidikan masyarakat rata-rata rendah
2) Pekerjaan sebagai petani, buruh dan pengangguran
3) Kepemilikan tanah, sebagian besar adalah lahan sendiri dan warisan.
4) Pengetahuan masyarakat mengenai rencana tata ruang sangat rendah.
5) Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat mengenai RTRW.
Penyimpangan penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku
serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya
permukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran atau terbentuknya ruang-ruang
hunian sederhana atau kumuh dibagian kota yang sebenarnya terlarang untuk
menjadi tempat tinggal. Hal ini memperlihatkan ciri-ciri perilaku penghuninya
dalam penggunaan lahan, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah membuat orang cenderung untuk
melangga r aturan. Bagi masyarakat yang berpendidikan cara penggunaan lahan
yang menyimpang mengandung resiko. Dengan demikian dapat dikatakan
seseorang yang memiliki pendidikan tinggi memiliki pengetahuan untuk tidak
menggunakan lahan yang tidak syah. Pengetahuan dalam menentukan
keputusan untuk bertindak atau memilih suatu resiko didasarkan pada
pandangan rational choice. Sastraprateja (1993) mengemukakan bahwa
pengetahuan menghasilkan nilai untuk menentukan atau memilih.
2. Pekerjaan dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan
untuk menempati lahan, misalnya masyarakat yang berpenghasilan rendah
cenderung untuk mengabaikan faktor legal dalam memiliki tanah karena
keterbatasan biaya, sehingga mempunyai keterbatasan dalam melakukan
investasi pembelian lahan yang dapat dijadikan tempat tinggal.
3. Kepemilikan lahan (sebagian besar lahan sendiri dan warisan) di lokasi
penyimpangan dapat mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan.
Pada lahan tersebut dapat dengan mudah berpindah tangan/kepemilikan, karena
terdesak kebutuhan dan nilai ekonomis lahan cukup tinggi. Sehingga sulit
untuk mencegah terjadinya konversi lahan.
4. Pengetahuan masyarakat yang rendah mengenai rencana tata ruang dapat
menyebabkan orang tidak menyadari bahwa telah menempati tempat yang
salah atau tidak sesuai.
5. Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat mengenai RTRW
menyebabkan masyarakat tidak tahu rencana apa yang akan dibangun di lokasi
tempat tinggalnya. Namun demikian ada usaha pemerintah Kota untuk
menertibkan atau meminimalkan berbagai penyimpangan yang terjadi, yaitu
menertibkan/merelokasi hunian tempat-tempat kumuh, mempertahankan
kawasan resapan air yang dimiliki penduduk di kecamatan Tawang.
Pertumbuhan Industri (rumahan) di Kota Tasikmalaya, berupa Kerajinan
Tangan dan Bordir cukup pesat sejalan dengan visi Kota Tasikmalaya dalam
RTRW 2004-2014 sebagai pusat Perdagangan dan Industri termaju di wilayah
Priangan Timur. Hal tersebut membawa konsekwensi logis terhadap datangnya
tenaga kerja dari luar Kota Tasikmalaya. Persoalan muncul dalam hal
mengimplementasikan RTRW Kota Tasikmalaya dalam mengakomodasi
dinamika perkembangan pemanfaatan ruang. Penurunan luas Hutan sejalan
dengan tumbuhnya pemukiman di areal Hutan yang dihuni sebagian besar oleh
petani penggarap tanaman Tumpang sari, demikian juga penurunan luas lahan
pertanian karena bertambah/terdesak kebutuhan akan permukiman

5.6. Arahan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya yang baru

Arahan penyusunan Rencana Tata Ruang yang dilakukan berdasarkan


kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang terjadi di lapangan,
dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional
perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat kota dengan tujuan
tercapainya keseimbangan pembangunan disetiap kecamatan. Karena keterbatasan
data, maka dalam menyusun arahan ini tidak didukung oleh data analisis
kesesuaian lahan dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota Tasikmalaya.
Arahan penyusunan RTRW yang akan datang adalah sebagai berikut:
1. Pada beberapa lokasi (terutama di BWK II dan BWK V) dengan cakupan
Kecamatan Cihideung, sebagian Kecamatan Cipedes dan sebagian Kecamatan
Indihiang telah terjadi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW.
Peregeseran fungsi kawasan BWK II dalam RTRW diarahkan untuk fungsi
kawasan perumahan dan permukiman, sedangkan kondisi eksisting menjadi
fungsi kawasan industri (mendong). Pada BWK V dalam RTRW diarahkan
fungsi utamanya sebagai kawasan terminal regional, kawasan perdagangan,
dan jasa regional bergeser me njadi kegiatan pemerintahan.
2. Kawasan perdagangan dan Industri di kecamatan Mangkubumi dan Kawalu,
yang sudah terlanjur menjadi permukiman diarahkan untuk dipertimbangkan
pada penetapan RTRW 2014-2024. Permukiman sebagian sudah ada pada saat
ditetapkannya RTRW 2004-2014
3. Sawah dan lahan kering yang belum terealisasi menjadi kawasan Industri dan
Perdagangan sebagaimana ditetapkan dalam RTRW 2004-2014, diarahkan
untuk dipertahankan. Kawasan Industri dan perdagangan yang belum
terealisasi dapat diarahkan menyebar ke tingkat kecamatan yang belum
berkembang.
4. Permukiman berada di bawah SUTET, hal ini merupakan pelanggaran pada
garis sempadan, maka arahan bagi pemerintah kota untuk menertibkan
bangunan-bangunan yang berada dibawah SUTET.
5. Permukiman yang menempati lahan TPU (Taman Pemakaman Umum),
sebagian sudah terbangun sebelum RTRW 2004-2014 ditetapkan dan
berkembang karena terdesak kebutuhan ruang permukiman. Arahan dalam
RTRW yang akan datang supaya permukiman dibatasi perkembangannya dan
ditetapkan dalam RTRW yang baru dengan mempertahankan TPU yang
belum termanfaatkan untuk keperluan RTH (Ruang Terbuka Hijau).
6. Permukiman yang berkembang di kawasan Hutan di kecamatan Kawalu
(berupa Hutan Negara), diarahkan untuk ditertibkan dengan merelokasi ke
luar sekitar Hutan, untuk mencegah terjadinya penurunan luas Hutan lebih
lanjut.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan:

1. Penggunaan lahan eksisting di Kota Tasikmalaya sebagian besar sudah


sesuai dengan RTRW 2004-2014, yaitu seluas 15.571,16 ha (90,76%),
sedangkan penggunaan lahan yang tidak sesuai (menyimpang) hanya
1.585,04 ha (9,24%). Penyimpangan penggunaan lahan terjadi sebagian
besar pada lahan pertanian (sawah) menjadi permukiman. Bentuk
penyimpangan ada dua, yaitu: 1) karena belum terealisasinya rencana
pemanfaatan ruang sebesar 2,16%, yaitu sebagian kawasan Industri dan
Perdagangan masih berupa sawah, 2) karena melanggar (menyimpang)
batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW sebesar
7,08%, berupa pemukiman berada pada lahan pertanian (sawah dan lahan
kering), areal Hutan dan TPU. Secara umum penggunaan lahan
permukiman di Kota Tasikmalaya belum melampaui batas penggunaan
yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan adalah
kepadatan penduduk, luas lahan pertanian, bangunan di bantaran sungai
dan jarak ke pusat Kota. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat
mempengaruhi terjadinya penyimpangan adalah: pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, kepemilikan lahan serta tingkat pengetahuan masya rakat
tentang rencana tata ruang yang masih sangat rendah disebabkan
kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai RTRW Kota
Tasikmalaya ke masyarakat bawah.
3. Arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang yang baru disusun
berdasarkan kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang
terjadi di lapangan, dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai
wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat
kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan pembangunan disetiap
kecamatan dan mengantisipasi kebutuhan ruang permukiman sejalan
dengan pertumbuhan penduduk.
6.2. Saran:
1. Mengingat pemahaman masyarakat tentang RTRW masih sangat rendah,
maka disarankan perlu dilakukan sosialisasi mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dari Pemerintah Kota sampai ke tingkat bawah
(masyarakat), minimal di setiap kecamatan harus ada papan pengumuman
mengenai RDTR per kecamatan.
2. Penelitian lanjutan disarankan perlu untuk mengkaji sub-sub pusat
pertumbuhan wilayah yang baru, untuk mencegah terkonsentrasinya
kegiatan di pusat kota.
3. Dalam menyusun Rencana Tata Ruang (RTRW) yang baru disarankan
dilengkapi dengan data analisis kesesuaian lahan dan dibuat Rencana Detil
Tata Ruang (RDTR) Kota Tasikmalaya.
4. Pemerintah kota disarankan lebih berperan dalam mengendalikan
penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW melalui pemberian
ijin mendirikan bangunan yang diperketat sesuai dengan RTRW dan
memberlakukan sistem insentif dan disinsentif sesuai dengan Undang-
Undang No.26 Tahun 2007.
DAFTAR PUSTAKA

Antariksa. 2004. Pendekatan Sejarah dan Koservasi Perkotaan Sebagai Dasar


Penataan Kota, [Jurnal] PlanNit, Jurusan Planologi, Institut Teknologi
Nasional Malang.

Aronoff S. 1989. Geographical Information System: A Management


Perspective. Otawa Canada : WDL Publication.

Azhari B. 2004. Kawasan Lindung Harus Difungsikan Untuk Menegah


Kerusakan: Masih Perlukah Rencana Tata Ruang Kota? (Bagian I)
Kaltim Post 9 April 2004. http://www.Kaltim Post.web.id. (3 Juni 2007).

Bengen. D.G. 2000. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat
kajian sumberdaya alam.

Budiharjo, E. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. PT Alumni, Bandung.

Budiharjo, E. 1999. Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta:


Penerbit Andi Yogyakarta.

Barlowe R. 1986. Land Recources Economic The Economics of Real Estate. 4th
Edition New Jersey. Prentice Hall

Barus B, Wiradisastra U.S. 2000. Sistem Informasi Geografis : Sarana Manajemen


Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Burrough, P.A. 1986. Principles Of Geographical Information Systems for Land


Resources Assment. Monograph on Soil and Resources Surveys. No. 12.
Oxford Science Publication, 194p.

Budiharsono. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Kelautan.


Jakarta: Pradnya Paramita

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2005. Kota Tasik Dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Kota Tasikmalaya.

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2006. Kota Tasik Dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Kota Tasikmalaya.

Darwanto H. 2000. Mekanisme Pengelolaan Penataan Ruang Wilayah


Pesisir Laut dan Pulau-pulau kecil. Jakarta : Direktorat Jenderal Urusan
Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Dardak , H. 2005. Pemanfaatan Lahan Berbasis Rencana Tata Ruang Sebagai
Upaya Perwujudan Ruang Hidup yang Nyaman, Produktif dan
Berkelanjutan. Makalah, disampaikan dalam Seminar Nasional “Save Our
Land” for The Better Environment, Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor, 10 Desember 2005.
Djakapermana, R. D. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur.
Didalam: Prosiding Seminar Terbatas Penataan Ruang, Pemanfaatan
Ruang, dan Permasalahan Lingkungan di Jabodetabek. Bogor, 2004.
Swara Darmaga-Fakultas Pertanin IPB.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2007,
Undang-Undang-Undang Republik Indonesia. No 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang.

[ESRI] Environmental at System Research Institute, 1976. Understanding GIS :


The Arc Info Method. Redlands, Ca.USA.

Hardjowigeno, S., Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata


Guna Tanah. Bogor : Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian
Bogor.
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah:Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya
dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian, Balitbang Pertanian Departemen Pertanian.21(2):
145-174.
Jayadinata, J.T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan
dan Wilayah. Edisi ketiga. ITB, Bandung.

Junaedi A. 2007. Analisis Konsistensi/Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang dan


Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Kabupaten
Sumedang [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Ianstitut Pertanian Bogor

Kartodiharjo, 2007. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Hijau: Implikasi bagi


Kebijakan Pembangunan Kehutanan. Kementrian Koordinator Bidang
Perekonomian. Jakarta.

Lillesand T.M. Kiefer R.W. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Terjemahan. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Malczewski, J. 1999. GIS and Multicriteria Desicion Analysis, Department of


Geography University of Western Ontario USA.

Masri, R.M. 2008. Strategi Penataan Ruang Bervisi Lingkungan, [Jurnal] In


Environmental the State And City Planning in Japan. http://okmasri.
Multiply.com/reviews/item/20.

Mitchell, A. 2005. The ESRI Guide to GIS Analysis Volume 2: Spatial


Measurement & Statistics. ESRI, California, USA.
Nofarianty. 2006. Analisa Potensi Lahan Sawah untuk Barat. Tesis Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Pencadangan Kawasan Produksi
Beras di Kabupaten Agam - Sumatera

Papayanis, T. 2000. Land Use Planning And Transformation Of Space. [Jurnal]


The European Consultative Forum, on the Environment and Sustainable
Development. Barcelona.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional.
Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Informatika
Bandung.

[Puslittanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004.


Laporan Akhir Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Banjir dan Longsor
di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa Barat berbasis
Sistem Informasi Geografi. Bogor.

Raharjo, S. 1996. Pendidikan dan Pelayanan Penerapan Teknologi Penginderaan


Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Lokakarya Nasional Penyiapan SDM
dalam Bidang Teknologi PJ dan SIG untuk Pelestarian SDA. Bogor, 26-27
Maret 1996.

Rapoport, A. 1982. The meanin gof the built environment. Sage Publications.
Beverly Hills.

Robinson, A.H., Morrison, J.L, Muehercke PC, Kimerling AJ, Guptil SC. 1995.
Elements Of Cartography , Canada

Rustiadi, E. 2004. Kapasitas Pemerintah dalam Pengembangan Sistem


Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat.
Prosiding Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. Bajawa, 7
Februari 2004. Kabupaten Ngada Flores, Nusa Tenggara Barat.

Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D.R. 2006. Perencanaan dan


Pengembangan Wilayah. Diktat Kuliah Edisi: 12 Agustus 2004 . Bogor:
Faperta IPB

Rustiadi E. 2006. Bahan Kuliah Sistem Perencanaan Wilayah. Program Studi


Ilmu Perencanaan Wilayah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya
Lingkungan. Bogor: IPB.

Saefulhakim, R.S., Panuju, D.R., Nasution, L.I. 1997. Perumusan Kebijaksanaan


Penataan Pemilikan, Penguasaan, Konsolidasi dan penanganan
Penggunaan Tanah Menuju Pengembangan Sumberdaya Lahan. Bogor:
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. IPB.
Savitri, A. 2007. Analisis Pemanfaatan Ruang Dalam Kaitan Dengan Resiko
Tanah Longsor di Kabupaten Tanah Datar [Tesis]. Bogor. Program
Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor

Sanudin. 2005. Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis


[Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sastraprateja. 1993. Pendidikan nilai dalam EM. K. Kaswardi (Ed), Pendidikan


nilai memasuki Tahun 2000, Jakarta : Penerbit Gramedia Indonesia
Widiasarana Indonesia bekerjasama dengan komisi Pendidikan.
KWI/MNPK

Simons, D.B.,and Senturk, F.1992. Sediment Transport Technology: Water and


Sediment Dynamics. Water Resources Publications. Colorado.

Sitorus, SRP. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan . Edisi Ketiga. Bandung :Tarsito

Sondakh, L. 2002. Menyiasati Dampak Degradasi Ekosistem dalam Penataan


Ruang dan Pemukiman pada Otonomi Daerah. Prosiding Lokakarya
Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman. Jakarta 28-30 Oktober 2002.

Sumaryanto. 1994. Analisis Kebijakan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan


Lahan non Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Proyek
Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional.

Sunardi. 2004. Reformasi Perencanaan Tata Ruang Kota. Bahan Diskusi pada
Workshop dan Temu Alumni MPKD UGM, Yogyakarta.
(http://mpkd.ugm.ac.id).

Sujarto D. 1998. Perkembangan Teori Perencanaan, Mimeograf, Jurusan Teknik


Planologi. FTSP, ITB, Bandung.

Suparlan, P. 1996. Antropologi Perkotaan [Diktat]. Jakarta : Jurusan Antropologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia.

Wegener, M. 2001. New Spatial Planning Models. Judge Advocate General 3 (3):
224/237
Winoto, J. 1995. Alih Guna Lahan Pertanian, Permasalahan dan Implikasinya.
Jurusan Tanah. Faperta IPB. Bogor.
Winoto, J., Selari, M., Achsani, N.A., dan Panuj u D.R. 1996. Alih Guna Tanah
tudi Kasus Tujuh Propinsi.

Yunus, H.S. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Lampiran
Lampiran 1: Ketinggian Wilayah Kota Tasikmalaya

No Kecamatan Ketinggian Tempat ( m dpl)

1 Cihideung 349 (Kel Nagarawangi) – 365 (Kel Cilembang)

2 Cipedes 333 (Kel. Sukamanah) – 398 (Kel Cipedes)

3 Tawang 340 (Kel. Lengkosari) – 359 (Kel Kahuripan)

4 Indihiang 410 (Kel. Sukajaya) – 503 (Kel. Bungusari)

5 Cibeureum 250 (Kel. Singkup) – 362 (Kel. Setiajaya)

6 Tamansari 347 (Kel. Setiamulya) – 448 (Kel. Setiawangi)

7 Kawalu 201 (Kel. Urug) – 445 (Kel. Gunung Tadala)

8 Mangkubumi 343 (Kel. Sambongjaya) – 473 (Kel. Cipawitra)

Sumber : Hasil Delineasi Peta Rupa Bumi - Bakosurtanal (1999)


Lampiran 2. Penggunaan Lahan Th 2006 Kota Tasikmalaya

Kecamatan Guna Lahan Luas (Ha)


Cibeureum Permukiman 583,30
Kuburan 52,79
Pertanian 1.514,64
Taman 10,05
Perkantoran 114,28
Kolam 71,76
Lahan tidak produktif 14,06
Lanud dan transportasi 15,80
Kebun campuran 388,63
Prasarana umum 176,00
Jumlah 2.941,31
cihideung Perumahan 26,73
Pertanian 371,8
Fasum 125,16
Perkantoran 8,60
Jumlah 531,86
Mangkubumi Perumahan 653,90
Fasum 85,77
Sawah 816,35
Kolam 117,63
Kebun 160,64
Pekarangan 108,29
Pemakaman 55,04
Jumlah 1.997,62
Indihiang Permukiman 495,99
Perkantoran 8,14
Fasum 84,23
Pertokoan/Perdagangan 4,08
Makam 18,25
Lainnya 213,36
Pertanian 976,75
Perkebunan 42,57
Hutan 17,20
Rekreasi dan Olahraga 1,13
Perikanan 110,34
Jumlah 1.972,05
Cipedes Permukiman 382,94
Kuburan 4,54
Perkantoran 2,92
Lahan Pertanian 220,92
Taman 1,93
Prasarana umum 8,12
Lain- lain 15,00
Kecamatan Guna Lahan Luas (Ha)
Jumlah 636,36
Belukar 0,9984
Empang 9,507
Kebun 2.031,802
Permukiman 469,472
Sawah 988,881
Situ 14,535
Tanah kosong 0,016
Tegalan 13,388
TPU 11,554
Jumlah 3.540,139
Kawalu Belukar 9,469
Empang 53,354
Hutan 161,849
Kebun 2.374,586
Permukiman 539,304
Sawah 1.347,928
Tanah kosong 11,085
Tegalan 21,763
TPU 1,911
Jumlah 4.521,249
Tawang Empang 19,225
F.Sosial 16,627
F.Olahraga 1,768
Industri 6,144
Jasa 10,975
Kebun 6,624
Militer 16,343
Pusat Pemerintah 16,561
Perkantoran 8,512
Permukiman 418,244
Pertamina 0,146
Ruang terbuka 2,796
Sarana Olahraga 0,028
Sawah 240,114
Stasiun 1,033
Tanah Kosong 6,762
TMP 5,784
TPU 0,074
Jumlah 777,76
Jumlah Total 19,376,313
Sumber : Bapeda Profil Kecamatan
Lampiran 3. Ruang Terbuka Hijau per Kecamatan Kota Tasikmalaya

No Kecamatan Luas Wilayah RTH %


ha
1 Cibeureum 2.941 1.913,32 67,33
2 Cihideung 530 371,18 86,32
3 Mangkubumi 2.368 1.032,03 43,58
4 Indihiang 3.010 1.036,25 34,42
5 Cipedes 810 227,47 28,08
6 Tamansari 2.852 2.031,80 74,01
7 Kawalu 4.112 2.374,05 57,73
8 Tawang 533 252,14 47,30
Jumlah 17.156 9.238,24 53,84
Lampiran 4. Peta Geologi dan kemiringan

Gambar
LahanPeta Kemiringan
dengan
kemiringan

Gambar Peta Geologi Kota Tasikmalaya

: Pergerakan
tanah yang cukup
tinggi ? fungsi Kaw.
Lindung sebaiknya

Gambar Peta Kemiringan Kota Tasikmalaya


Lampiran 5. Peta Struktur Ruang Bagian Wilayah Kota (BWK) Tasikmalaya
Lampiran 6. Peta Pembagian Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kota Tasikmalaya
Lampiran 7. Faktor Loadings

Factor Scores (podes kota tasik terbaru)


Rotation: Unrotated
Extraction: Principal components

Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4


LEUWILIANG 0.54255 -0.55657 -0.19341 -0.08102
URUG 1.27505 -2.50113 -0.01793 -0.51617
GUNUNGTANDALA 1.02276 -0.42487 0.42433 0.29946
GUNUNGGEDE 0.52823 -1.19403 -0.25365 -0.03383
TALAGASARI 0.26179 -0.09562 -0.28941 0.14374
TANJUNG 0.78818 -1.25576 -0.09587 0.24793
CIBEUTI 0.25994 0.55752 -0.02311 0.5422
KARANGANYAR 0.87105 1.37647 0.29389 -0.08339
CILAMAJANG 0.21566 0.70007 -0.32749 0.09183
KARSAMENAK 0.56737 1.55786 0.73699 0.94579
SETIAMULYA 0.25959 0.13558 0.35063 0.99637
SETIAWARGI 1.74749 -3.27989 0.8959 0.67
SUMELAP 0.26885 0.2504 -0.56172 -0.49831
SUKAHURIP 0.25661 0.42013 -0.34666 -0.00335
TAMANSARI 2.49989 -4.29455 1.59547 1.16715
TAMANJAYA 0.54679 -0.45841 0.54543 1.24305
MULYASARI 0.47983 -0.30128 0.20218 0.69839
MUGARSARI 0.72422 -0.47789 -0.21412 0.11064
CIHERANG 0.06972 0.3189 -0.04019 -0.25206
CIAKAR 0.36372 0.16769 -0.07345 -0.13932
MARGABAKTI 0.1812 0.56659 -0.37928 -0.43217
AWIPARI -0.01791 0.43682 -0.61892 -0.07869
KOTABARU -0.05148 0.39768 0.30032 -0.0209
KERSANAGARA 0.41598 0.39601 0.71453 -0.03977
SETIAJAYA 0.09869 0.42829 0.13822 -1.29976
SETIARATU 0.30617 0.21942 -0.621 -0.66753
SETIANEGARA -0.33631 0.20081 0.17691 -0.55187
SINGKUP 0.63974 -1.04807 -0.36774 -1.43812
PURBARATU 0.26136 0.14727 -0.37322 -1.7666
SUKANAGARA -0.22787 -0.16511 0.08107 -0.61944
SUKAASIH 0.22953 -0.48993 -0.95986 -1.8069
SUKAJAYA 0.43428 -0.25043 -0.83914 -1.70735
SUKAMENAK 0.11161 -0.0151 -0.93724 -1.25681
KAHURIPAN 0.08175 0.88306 0.22229 0.79858
CIKALANG -0.4392 0.13541 -0.56997 0.02312
EMPANGSARI -2.03342 -0.86123 -1.59493 0.69719
TAWANGSARI -1.09518 -0.51408 -1.06333 -0.64155
Lanjutan

LENGKONGSARI -2.89431 -1.08523 1.01444 -1.01526


TUGUJAYA -1.56467 -0.65167 -1.05195 2.64259
TUGURAJA -1.75937 -0.5198 -1.02245 2.49536
NAGARAWANGI -0.96861 -0.3016 -1.20931 -0.01859
YUDANAGARA -1.2734 -0.4376 -1.54248 -0.11156
CILEMBANG -2.44207 -0.98421 -1.51973 2.78221
ARGASARI -2.27819 -0.70122 0.93978 -0.53834
CIPARI 0.61321 1.03221 0.27436 0.30083
CIPAWITRA 0.64655 0.23544 -0.19812 -0.3366
KARIKIL 0.76097 0.95964 0.36073 0.41414
MANGKUBUMI 0.61739 1.20305 1.06305 1.42076
LINGGAJAYA -0.17171 0.88451 -0.46458 0.40677
SAMBONGJAYA 0.66245 1.16011 2.15028 2.76656
CIGANTANG 0.68709 1.72093 0.29229 0.16746
SAMBONGPARI 0.13821 0.78195 -0.10391 0.35304
CIBUNIGEULIS 0.64586 0.15056 -0.17322 -0.51066
BANTARSARI 0.27951 0.14229 -0.5925 -0.69663
SUKAJAYA 0.47595 0.43004 -0.34024 -0.46808
SUKAMULYA 0.07259 0.19743 -0.87412 -0.74607
PANYINGKIRAN -0.59932 -0.17095 -0.86464 -0.76885
PARAKANNYASAG 0.30744 0.87328 -0.32513 -0.35173
SIRNAGALIH -0.05199 0.2298 -0.90983 -0.54682
INDIHIANG -0.15689 0.19241 -0.62282 -0.06162
SUKARINDIK 0.42433 0.83348 -0.27303 -0.23918
BUNGURSARI 0.58355 0.21053 -0.32051 -0.51309
SUKALAKSANA 0.70362 0.57114 -0.0683 -0.30821
SUKAMAJUKIDUL 0.40498 1.12967 -0.03146 0.14265
SUKAMAJUKALER 0.42305 0.86622 0.47359 0.80972
PANGLAYUNGAN -2.76564 -0.80336 3.92769 -2.62202
CIPEDES -1.62296 -0.4618 0.22434 0.5529
NAGARASARI -0.67212 0.70885 2.15587 -0.38375
SUKAMANAH -1.33378 0.49186 3.71539 0.24155
Lampiran 8. Tabel Faktor loadings Proses PCA

Factor Loadings (Varimax normalized) (podes kota tasik terbaru)

Extraction: Principal components

(Marked loadings are > .700000)

variabel faktor 1 faktor 2 faktor 3 faktor 4


No
Kepadatan Pddk -0.770468 -0.316913 -0.311063 0.024373
1
Jumlah petani 0.102329 0.795604 0.120562 -0.005750
2
Jml rmh prmk kmh -0.781097 -0.150584 -0.256820 0.300366
3
Jml kelg pmk kumuh -0.797499 -0.105422 0.079783 0.340180
4
5 Jml kelg di sektr bantaran -0.187941 -0.087884 -0.953715 0.065327

-0.138802 -0.078343 -0.968555 0.067976


6 Jml bang rmh di sekitr bantaran

7 Luas lahan sawah 0.810205 0.079000 0.153785 0.350232

Luas lhn swh dg pngran yang 0.735249 -0.223986 0.045269 0.348765


8
Luas lahn bukan sawah 0.088951 0.950859 0.020913 0.038042
9
Luas lahan pertanian 0.036280 0.914786 0.049375 -0.186016
10
Luas lahan utk non pertanian 0.122789 0.131951 -0.157843 0.759072
11
12 Jrk desa. ke pst Kota 0.142068 0.260888 -0.018279 -0.710764

Expl.Var 3.146310 2.663921 2.085110 1.577180

Prp.Totl 0.262192 0.221993 0.173759 0.131432


Lampiran 9. Grafik Scree Plot

Plot of Eigenvalues
4,5

4,0

3,5

3,0

2,5
Value

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0
1 2 3 4 5 6 7 8
Number of Eigenvalues

Gambar 11 . Grafik Scree Plot Eigenvalues


Lampiran 10. Faktor Penentu Penyimpangan

Faktor Variabel Faktor Penentu Penyimpangan

I 1 Kepadatan penduduk

3 jml rmh prmk kmh

4 jml kelg pmk kumuh

7 luas lahan sawah

8 Luas lhn swh dg pngran yang diusahakan

9 luas lahn bukan sawah


II

10 luas lahan pertanian

III 5 ml kelg di sektr bantaran

6 jml bang rmh di sekitr bantaran

11 luas lahan utk non pertanian


IV

12 jrk desa. ke pst Kota


Lampiran 11. Kuesioner untuk responden Pemerintah

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENYUSUNAN


RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA
PROVINSI JAWA BARAT

Nama : ……………………………….

Umur : ……………………………….

Alamat : ……………………………….

Jabatan : ……………………………….

Pendidikan : ………………………………

Hari/Tanggal : ………………………………

Wawancara

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
A. PENATAAN RUANG dan PENYIMPANGAN PENGGUNAAN
LAHAN

1. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota
Taskmalaya?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang penggunaan lahan?
a. Tahu b. Tidak tahu

3. Apakah penggunaan lahan Kota Tasikmalaya ada penyimpangan dari RTRW?


a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

4. Jika ada penyimpangan, menurut bapak/ibu apa yang menyebabkan terjadinya


penyimpangan?

---------------------------------------------------------------------------------------

5. Apa akibatnya jika terjadi penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW? -------

---------------------------------------------------------------------------------------

6. Dengan keluarnya U U No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, apakah


isinya sudah sesuai untuk keperluan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya?
a. Ya b.. Tidak c. Tidak tahu

7. Menurut bapak/ibu apakah masyarakat tahu tentang adanya penyimpangan


penggunaan lahan?
a. Tahu b. Tidak

8. Menurut bapak/ibu bagaimana caranya mengatasi terjadinya penyimpangan


penggunaan
lahan?
--------------------------------------------------------------------------------------------

9. Apakah ada peraturan/ketentuan mengenai sangsi pelanggaran penggunaan


lahan?
a. Ya b. Tidak

c. Seperti apa ?---------------------------------------------------------------------------

10. Apakah selama ini dapat dilaksanakan sansi tersebut?


a. Ya b. Tidak

11. Jika tidak apa permasalahannya?--------------------------------------------------

12. Apakah Bapak/Ibu tahu adanya peta penggunaan lahan?


a. Ya b. Tidak

13. Apakah peta penggunaan lahan telah disosialisasikan kepada masyarakat?


a. Ya b. Tidak

14. Menurut Bapak/Ibu pernah dilakukan kajian tentang penggunaan lahan dan
penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak

15. Apakah Pemerintah telah mempunyai program kebijakan tentang penggunaan


lahan bagi masyarakat?
a. Ya b. Tidak

16 Apakah me nurut Bapak/Ibu kebijakan tersebut dibuat melibatkan antara


masyarakat?
a. Ya b. Tidak

17 Apakah pemerintah mempunyai lembaga khusus yang mengawasi


penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak
c. Jika ada seperti apa?----------------------------------------------------------------

18.Apakah menurut Bapak/Ibu masyarakat perlu dibekali pengetahuan dan


pemahaman tentang penggunaan lahan dan akibat dari penyimpangan
penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak

PERTANYAAN ISIAN

1.Jika ada Penyimpangan, bagaimana menurut bapak/ibu menertibkan


penyimpangan penggunaan lahan di masyarakat?

2. Apakah selama ini ada kebijakan- kebijakan tertentu yang dilakukan


pemerintah dalam menertibkan penyimpangan penggunaan lahan? Dalam
kaitan penyesuaian dengan RTRW

3. Siapa/dari instansi mana saja yang dilibat dalam penyusunan RTRW?


9. Status kepemilikan lahan/rumah:
1. Milik sendiri 2. Sewa/kontrak 3. Garap 4. Lain- lain

10. Jenis penutupan /penggunaan lahan:


1. Permukiman/perumahan 2. Pertanian lahan basah 3. Ladang
4. Kebun campuran 5. Jasa dan perdagangan 6. Hutan negara

11. Apakah mempunyai ijin kepemilikan tanah/sertifikat?


1. Ya 2. Tidak

C. PENGETAHUAN TENTANG PENATAAN RUANG

1. Apakah Bapak/Ibu Tahu tentang penataan ruang ?


a. Tahu b. Tidak tahu

2.Jika tahu, bagaimana menurut bapak/ibu tentang penataan ruang di Kota


Tasikmalaya?
a. Sesuai b. Tidak sesuai c. Tidak tahu
3. Apakah menurut bapak/ibu ada penyimpangan dalam penataan ruang?
a. Ya b. Tidak c. . Tidak tahu
4. Apakah bapak/ibu tahu mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Tasikmalaya?
a. Tahu b. Tidak tahu
. 5. Apakah pernah ada pemberitahuan/sosialisasi tentang rencana tata ruang Kota
Tasikmalaya?
a. Ya b. Tidak tahu
6. Kalau ya, bagaimana cara menyampaikannya?
a. sebutkan ...........................................................
b. Tidak tahu
7. Apakah Bapak/ibu tahu tentang sempadan sungai, danau?
a. Tahu b. Tidak tahu
8. Apakah bapak/ibu mengetahui rencana pembangunan yang akan dilakukan
atau sudah dilakukan di wilayah ini ?
a. Tahu b. Tidak tahu
9. Dalam membangun /mengelola lahan, apakah bapak/ibu pernah mendapat arahan
tentang penggunaan lahan dari pemerintah ?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah Bapak/ibu pernah membaca/mengetahui tentang peraturan / Undang-
undang mengenai tata ruang?
a. Ya b. Tidak
11. Apakah bapak/ibu tahu mengenai peraturan daerah/PERDA?
a. Tahu b. Tidak tahu
12. Menurut bapak/ibu , apakah pengetahuan tentang PERDA diperlukan bagi
masyarakat?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

D. PENGETAHUAN PENGGUNAAN LAHAN dan PENYIMPANGAN

1. Apakah Bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan di wilayah ini ?


a. Tahu b. Tidak
2. Kalau tahu, dari mana bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan
tersebut?
a. Pemerintah b. Masyarakat c. Lainnya (sebutkan)................
3.Apakah Bapak/Ibu tahu tentang penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya, dari mana-------------- b. Tidak
4. Apakah di lokasi Bapak/Ibu terjadi penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Bapak/Ibu tahu penyebab terjadinya penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah Bapak/Ibu tahu akibat dari penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah lokasi yang Bapak/Ibu tempati terletak di daerah penyimpangan
penggunaan lahan?
a. 8Ya b. Tidak tahu
8. Kalau ya, apakah Bapak/ Ibu sudah siap jika sewaktu-waktu terjadi penertiban
atau pemindahan ?
a. Siap b. Tidak
9. Apakah pernah ada pemberitahuan tentang penyimpangan penggunaan lahan di
wilayah ini?
a. Ya b. Tidak
13. Apakah bapak/ibu membuat /mengurus ijin penggunaan lahan atau sertifikat?
a. Ya b. Tidak
14. Jika ya, apakah mengalami kesulitan dalam membuat perijinan tersebut?
a. Ya b. Tidak

PERTANYAAN ISIAN
Apa ada saran dari bapak/Ibu untuk penertiban penyimpangan penggunaan lahan di
Kota Tasikmalaya?
Lampiran1 12. Kuesioner untuk Responden Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUISIONER
EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG
KOTA TASIKMALAYA
PROPINSI JAWA BARAT

A. KETERANGAN TEMPAT

1. Kabupaten/Kota :.....................................................
2 Kecamatan/Kelurahan :.....................................................
3. Kampung/Dusun :......................................................
4. Nama Responden :......................................................
5. Hari/tanggal wawancara :.......................................................
6. Posisi (lokasi) :.......................................................

B. IDENTITAS RESPONDEN

1. Status perkawinan :
1. Belum kawin 2. Kawin 3. Cerai Hidup 4.Cerai mati

2. Umur / Jenis kelamin :............... tahun L/P

3. Agama :1. Islam 2. Protestan 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha


6. Lainnya :.........................

4. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan :


1. Tidak/belum pernah sekolah 5. SLTA/Sederajat
2. Tidak/ belum tamat SD 6. Diploma I/II
3. SD/Sederajat 7. Diploma III/Akademi
4. SLTP/Sederajat 8. Sarjana/S1 keatas

5. Jika tidak sekolah / tidak tamat SD apakah dapat membaca dan menulis :
1. Huruf lain 2. Huruf lainnya 3. Tidak dapat membaca dan menulis

6. Pekerjaan utama saat ini :


1. Pedagang 2. Tukang ojek 3. Petani 4. Buruh
5. Pegawai Negri 6. Sopir 7. Ibu rumah tangga
8. Lainnya...........

7. Pendapatan bersih dalam sebulan dalam rupiah :


1. = 1.000.000 2. > 1.000.000

8. Luas lahan /rumah yang dikuasai (kira-kira)......................m² dan ..................m²


9. Status kepemilikan lahan/rumah:
1. Milik sendiri 2. Sewa/kontrak 3. Garap 4. Lain- lain

10. Jenis penutupan /penggunaan lahan:


1. Permukiman/perumahan 2. Pertanian lahan basah 3. Ladang
4. Kebun campuran 5. Jasa dan perdagangan 6. Hutan negara

11. Apakah mempunya i ijin kepemilikan tanah/sertifikat?


1. Ya 2. Tidak

C. PENGETAHUAN TENTANG PENATAAN RUANG

1. Apakah Bapak/Ibu Tahu tentang penataan ruang ?


a. Tahu b. Tidak tahu

2.Jika tahu, bagaimana menurut bapak/ibu tentang penataan ruang di Kota


Tasikmalaya?
a. Sesuai b. Tidak sesuai c. Tidak tahu
3. Apakah menurut bapak/ibu ada penyimpangan dalam penataan ruang?
a. Ya b. Tidak c. . Tidak tahu
4. Apakah bapak/ibu tahu mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Tasikmalaya?
a. Tahu b. Tidak tahu
. 5. Apakah pernah ada pemberitahuan/sosialisasi tentang rencana tata ruang Kota
Tasikmalaya?
a. Ya b. Tidak tahu
6. Kalau ya, bagaimana cara menyampaikannya?
a. sebutkan ...........................................................
b. Tidak tahu
7. Apakah Bapak/ibu tahu tentang sempadan sungai, danau?
a. Tahu b. Tidak tahu
8. Apakah bapak/ibu mengetahui rencana pembangunan yang akan dilakukan
atau sudah dilakukan di wilayah ini ?
a. Tahu b. Tidak tahu
9. Dalam membangun /mengelola lahan, apakah bapak/ibu perna h mendapat arahan
tentang penggunaan lahan dari pemerintah ?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah Bapak/ibu pernah membaca/mengetahui tentang peraturan / Undang-
undang mengenai tata ruang?
a. Ya b. Tidak
11. Apakah bapak/ibu tahu mengenai peraturan daerah/PERDA?
a. Tahu b. Tidak tahu
12. Menurut bapak/ibu , apakah pengetahuan tentang PERDA diperlukan bagi
masyarakat?
a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

D. PENGETAHUAN PENGGUNAAN LAHAN dan PENYIMPANGAN

1. Apakah Bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan di wilayah ini ?


a. Tahu b. Tidak
2. Kalau tahu, dari mana bapak/ibu tahu tentang penggunaan lahan
tersebut?
a. Pemerintah b. Masyarakat c. Lainnya (sebutkan)................
3.Apakah Bapak/Ibu tahu tentang penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya, dari mana-------------- b. Tidak
4. Apakah di lokasi Bapak/Ibu terjadi penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Bapak/Ibu tahu penyebab terjadinya penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah Bapak/Ibu tahu akibat dari penyimpangan penggunaan lahan?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah lokasi yang Bapak/Ibu tempati terletak di daerah penyimpangan
penggunaan lahan?
a. 8Ya b. Tidak tahu
8. Kalau ya, apakah Bapak/ Ibu sudah siap jika sewaktu-waktu terjadi penertiban
atau pemindahan ?
a. Siap b. Tidak
9. Apakah pernah ada pemberitahuan tentang penyimpangan penggunaan lahan di
wilayah ini?
a. Ya b. Tidak
13. Apakah bapak/ibu membuat /mengurus ijin penggunaan lahan atau sertifikat?
a. Ya b. Tidak
14. Jika ya, apakah mengalami kesulitan dalam membuat perijinan tersebut?
a. Ya b. Tidak

PERTANYAAN ISIAN
Apa ada saran dari bapak/Ibu untuk penertiban penyimpangan penggunaan lahan di
Kota Tasikmalaya?
Lampiran 13. Hasil Kuesioner di Lokasi Penyimpangan

Persepsi Masyarakat Terhadap RTRW di Lokasi Penyimpangan


Pengetahuan RTRW
Jenis Penggunaan Jumlah Dan Penyimpangan
Responden Mengetahui Tidak
(%) (%)
Permukiman di Lahan Basah 13 0 100,00
Permukiman di Lahan Kering 17 0 100,00
Permukiman di bwh SUTET 15 10,53 89,47
Permukiman di lahan TPU 15 0 100
Permukiman di kaw. Indusri 17 13,33 86,67
Pernukiman di kaw.Perdagangan 15 0 100
Pernukiman di kaw.Hutan 11 0 100

Pendapatan dan Pekerjaan Masyarakat di Lokasi Penyimpangan

Jenis Penggunaan Jumlah Pendapatan Pekerjaan


Responden Rata-rata Rata-rata

Permukiman di Lahan Basah 13 Rendah Petani dan Buruh


Permukiman di Lahan Kering 17 Rendah Petani dan Buruh
Permukiman di bwh SUTET 15 Rendah Buruh
Permukiman di lahan TPU 15 Rendah Buruh
Permukiman di kaw. Indusri 17 Rendah Pedagang dan Buruh
Pernukiman di kaw.Perdagangan 15 Rendah Pedagang dan Buruh
Pernukiman di kaw.Hutan 11 Rendah Petani dan Buruh

Pendidikan Masyarakat di Lokasi Penyimpangan

Pendidikan
Jenis Penggunaan Jumlah
Responden Sekolah Dasar Sekolah Lanjutan
% %
Permukiman di Lahan Basah 13 76,93 23,07
Permukiman di Lahan Kering 17 58,83 41,17
Permukiman di bwh SUTET 15 86,67 13.34
Permukiman di lahan TPU 15 80,00 20,00
Permukiman di kaw. Indusri 17 58,83 41,17
Pernukiman di kaw.Perdagangan 15 60,00 40,00
Pernukiman di kaw.Hutan 11 91,00 9,00

Sumber: Hasil Olahan


Lampiran 14. Indikator Makro Kota Tasikmalaya

N INDIKATOR
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
o. MAKRO
Indeks
1. Pembangunan 68,52 69,92 71,34 72,80 74,28 75,80 77,35
Manusia
Jumlah 538.5 545.5 552.6 559.8
2. 567.1 574.5 581.9
Penduduk 86 88 80 65
43 16 85
Laju
3. Pertumbuhan 1,305 1,307 1,302 1,306 1,308 1,303 1,307
Penduduk (%)
Jumlah
4. Penduduk 16 16 15 14 14 13 13
Miskin (%)
PDRB (Berlaku)
5. 2,429 2,885 3,173 3,426 3,666
(Rp. Trilyun) 2,228 2,647
16,71 15,73 15,71 15,94
6. Inflasi (%) 16,18 16,42 16,67
0 *) 0 **) 0 5
4 7 3
Laju Pertumbuha
ekonomi
7. 5,05 5,15 5,20 5,45
(Konstan 1993) 4,05 4,56 5,25
(%)
PDRB per kapita 4.136 4.452 4.789 5.153
8. 5.594 5.963 6.299
(berlaku) (Rp.) .695 .077 .389 .027
.708 .280 .131
Lampiran 15. Profil dan Dinamika Perkembangan Penduduk
Lampiran 16. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

KAWALU

TAWANG
TAMANS
CIBEURE

CIHIDEU
CIPEDES
INDIHIA
MANGK
U-BUMI
ARI
UM

NG

NG
Lapangan Usaha

10.10 10.32
PETANI 17.612 5 4 8.294 6.624 4.404 2.512 2.673
NELAYAN - - - 7 - - - -
PENAMBANG - - - 67 66 - - 79
PETERNAK - - - 214 1.235 21 903 239
PEDAGANG - - 6.474 1.015 4.344 578 5.450 4.810
JASA HUNIAN - 10 - 524 108 1.778 450 726
PNS - 350 2.484 882 1.076 1.372 2.255 3.000
ABRI - 25 - 71 89 345 978 303
16.00
BURUH PABRIK - - 1 1.161 2.075 1.939 903 2.076
BURUH TANI 2.554 2.827 2.530 1.533 3.033 392 158 202
BURUH BGN - 63 - 2.799 1.157 200 68 690
PENGRAJIN - - 46 111 1.419 2.184 213 823
PENG. INDUSTRI - - - 210 2 3.594 150 37
PENJAHIT - 120 8.901 2.356 1.029 24 247 900
13.50 46.76 14.28 16.55
JUMLAH 20.166 19.244 22.257 16.831
0 0 7 8
Sumber : BPS Kota Tasikmalaya Dalam Angka Tahun 2006

9000
8000
Jumlah Penduduk (Jiwa)

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Sebagian Kec. Cipedes Sebagian Kec Tawang Sebagian Kec Cihideung

PNS TNI/POLRI BUMN Peg.Swasta P.Rajin


Pedagang Tukang Batu Tukang Kayu Penjahit Sopir

Grafik Komposisi Mata Pencaharian pendudu k


Lampiran 17. Peta Titik- titik Lokasi Penyimpangan

PETA TITIK PENGAMATAN

1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0
9
1
9
0
0
0 5
0
PENELITIAN
0
5
9
1
9
0 KOTA TASIKMALAYA
PROPINSI JAWA BARAT
N
#

INDIHIANG W E
KAB. CIAMIS
#
#
9
0 1
9 S
0
0 #
CIPEDES 0
0
0
9
1 # 0
0 1 0 1 2 Km
9
## # # #
## ## # #
# #
# #
#
# LEGENDA
CIHIDEUNG
# #
#
#Titik pengamatan
#
TAWANG # Jalan
# # CIBEUREUM Batas Kabupaten
MANGKUBUMI #
#
Batas Kecamatan
# Nama Kecamatan
# 9
1 CIBEUREUM
8
0
KOTA TASIKMALAYA 5
0
0 CIHIDEUNG
0
0
5
8 0
1
9 CIPEDES
INDIHIANG
KAWALU
MANGKUBUMI
#
TAMANSARI
# TAMANSARI TAWAN G
KAWALU SUMBER :
1. Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmal aya
9 2. Peta administras i Kota Tasikmalaya
1
8
0
0
0
0
0
0
0 Indek Peta
0
8
1
9

KAB. TASIKMALAYA

PS. ILMU PERENCANAAN WILAYAH


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1
8
5
0
0
0

1
9
0
0
0
0

1
9
5
0
0
0

2
0
0
0
0
0

TAHUN 2008
Lampiran 18. Perkembangan Pendapatan Tahun 2004 s/d Tahun Anggaran 2007 (DISPENDA)

Tanah
Permuki Semak Padang Perkebu Ladang Dana berbatu Banda
Kecamatan man Sawah Belukar Rumput nan Hutan u ra Jumlah

Kawalu 586,79 269,08 964,97 918,23 803,00 103,23 154,26 - - - 4.202,70

Tamansari 400,63 120,54 572,09 516,19 1.173,25 514,70 - 20.00 - - 3.679,05

Cibeureum 870,14 1.292,77 157,79 124,98 74,75 19,91 - - - 32,70 2.354,75

Tawang 338,68 188,37 0,71 - 12,20 2,69 - - - - 532,20

Cihideung 340,14 163,42 16,30 - 7,95 10,16 - - - - 509,95

Mangkubumi 588,76 1.137,59 590,61 60,61 140,00 16,79 - 48,00 - - 2.341,00

Indihiang 734,07 1.524,76 582,94 151,20 221,45 5,88 - - 1,90 - 2.497,45

Cipedes 406,48 326,79 51,47 18,86 7,00 13,08 - - - - 787,00


3.999,8
J mlah 4.265,68 5.467,74 5 48,06 2.439,60 680,43 154,24 68,00 1,90 32,70 17.156,20

Persentase
(%) 24,86% 31,87% 23,31% 0,28% 14,22% 3,96% 0,90% 0,40% 0,01% 0,19% 100,00%
Lampiran 19. Perkembangan Pendapatan Tahun Anggaran 2004 s/d 2007 (DISPENDA

URAIAN PENDAPATAN TAHUN 2004 TAHUN 2005 TAHUN 2006 TAHUN 2007
PENDAPATAN ASLI DAERAH % % %
Pajak Daerah 2,822,762,000 3,493,347,000 23.76 4,049,563,000 15.92 4,408,194,000 8.86
Retribusi Daerah 16,502,031,000 20,961,609,000 27.02 23,717,199,000 13.15 28,441,318,000 19.92
Hasil Perusahaan Milik /
Kekayaan 856,056,000 1,517,379,000 77.25
Lain - lain PAD yang sah 1,091,151,000 1,480,715,000 45.29 1,314,593,000 (11.22) 1,623,700,000 23.51

JUMLAH I 20,343,944,000 25,935,671,000 27.49 29,937,411,000 15.43 35,990,591,000 20.22

DANA PERIMBANGAN
BAGI HASIL PAJAK / BUKAN
PAJAK 14,326,922,000 19,038,480,000 32.89 18,912,071,000 (0.66) 24,479,235,000 29.44
Bagi Hasil Pajak 7,152,068,000 10,095,030,000 41.15 10,196,048,000 1.00 15,707,921,000 54.06
DANA ALOKASI UMUM 7,174,854,000 8,943,450,000 24.65 8,716,023,000 (2.54) 8,771,314,000 0.63
DANA ALOKASI KHUSUS 129,090,000,000 189,170,000,000 46.54 203,950,000,000 7.81 205,408,000,000 0.71
BAGI HASIL PAJAK DAN
BANTUAN 3,715,000,000 9,500,000,000 155.72 7,500,000,000 (21.05)
KEUANGAN PROPINSI 16,469,544,000 17,790,719,000 8.02 23,178,304,000 30.28 28,002,798,000 20.81
Bagi Hasil Pajak Propinsi 8,994,756,000 12,840,719,000 42.76 12,518,344,000 (2.51) 16,679,303,000 33.24
Bantuan Keuangan dari Propinsi 7,474,788,000 4,950,000,000 (33.78) 9,159,960,000 85.05 11,274,000,000 23.08
Penerimaan Lainnya 1,500,000,000 49,495,000 (96.70)

JUMLAH II 159,886,466,000 229,714,199,000 43.67 255,540,375,000 11.24 265,390,033,000 3.85

Lain - lain Pendapatan Yang Sah


Bantuan Dana
Kontijensi/Penyeimbang
dari Pemerintah 1,090,858,000 18,126,560,000 1,561.68 3,742,488,000 (79.35) 13,261,867,000 254.36
Dana Darurat

JUMLAH III
JUMLAH TOTAL
PENDAPATAN 1,090,858,000 18,126,560 1,561.68 3,742,488,000 (79.35) 13,261,867,000 254.36
(I s/d III)
181,321,268,000 273,776,430,000 50.99 289,220,274,000 5.64 314,642,491,000 8.79

You might also like