Professional Documents
Culture Documents
AGUSTANTO BASMAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
2
Agustanto Basmar
NRP. A353 060 121
3
ABSTRACT
RINGKASAN
AGUSTANTO BASMAR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
7
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS.
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
Rahmat dan Ridho-Nya Tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Januari sampai dengan Maret 2008 ini adalah Arahan
Pengembangan Kawasan Usaha Agro Terpadu Berbasis Komoditas Kelapa di
Kabupaten Lampung Barat.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. selaku komisi
pembimbing.
2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi
Perencanaan Wilayah.
3. Dr. Ir. Setiahadi, MS. selaku dosen penguji luar komisi.
4. Drs. Hi. Mukhlis Basri selaku Bupati Lampung Barat dan Ir. Erwin Nizar T,
M.Si mantan Bupati Lampung Barat yang memberikan izin kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di IPB.
5. Sahabat-sahabat PWL, baik kelas reguler maupun khusus angkatan 2006 atas
segala dukungan dan kerjasamanya.
6. Ninien Mardaningsih, A.Md sebagai istri dan ketiga anak-anakku Aulia, Faqih
dan Hafiz yang telah banyak berkorban waktu dalam kebersamaan selama
penulis mengikuti pendidikan di IPB Bogor.
7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Agustanto Basmar
9
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………. xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………… xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang…………………….……………......... 1
1.2. Perumusan Masalah…………………………………... 5
1.3. Tujuan ……………………………………………...... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………… 8
2.1. Komoditas Kelapa …………………………………… 8
2.2. Agroindustri Kelapa …………………………………. 10
2.3. Pengembangan Wilayah …………………………….. 12
2.4. Evaluasi Kesesuaian Lahan........................................... 15
2.5. Keunggulan Komparatif Wilayah...…………………... 16
2.6. Hirarki Wilayah..................…………………………... 16
2.7. Proses Hirarki Analitik ................................................ 17
2.8. Margin Pemasaran....................……………………..... 18
2.9. Analisis Permintaan.........….………………………..... 18
2.10. Pohon Industri....................………………………..... 19
2.11. Sistem Informasi Geografis………………………..... 20
2.12. Program KUAT ……..……………………………… 21
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………… 23
3.1. Tempat dan Waktu ....................................................... 23
3.2 Kerangka Pemikiran ..................................................... 24
3.3. Metode Pengumpulan Data .......................................... 28
3.4. Analisis Data ................................................................ 29
3.4.1. Penentuan Lokasi KUAT.................................... 29
3.4.1.1. Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman
Kelapa ................................................... 29
3.4.1.2. Analisis Location Quotient…………… 32
3.4.1.3. Analisis Skalogram................................ 33
3.4.2. Preferensi Masyarakat ....................................... 35
3.4.2.1. Analisis AHP ........................................ 35
3.4.2.2. Persepsi Masyarakat………………….. 37
3.4.3. Prospek Pasar Produk Kelapa............................. 38
3.4.3.1. Analisis Marjin Pasar............................ 38
3.4.3.2. Analisis Permintaan ............................. 39
3.4.3.3. Analisis Pohon Industri......................... 39
BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH ........................................ 41
4.1. Batas Wilayah Administrasi ........................................ 41
4.2. Kondisi Fisografi............................................................ 43
4.2.1. Geomorfologi....................................................... 44
4.2.2. Geologi................................................................. 45
4.2.3. Tanah.................................................................... 46
4.2.4. Lereng.................................................................. 47
4.2.5. Hidrologi............................................................. 48
11
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
dari segi pendapatan petani, potensi ekonomi kelapa yang sangat besar itu belum
dimanfaatkan secara optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam
proses produksi, pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan (Kasryno et al.,
1998, dalam Supadi dan Nurmanaf, 2006).
Usaha tani kelapa dalam di Kabupaten Lampung Barat dilakukan secara
tradisional dengan input sarana produksi yang sangat minimum atau bahkan tidak
sama sekali. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan modal ditambah keyakinan
yang berlaku di kalangan masyarakat bahwa usaha tani ini tidak memerlukan
pemupukan. Dampaknya adalah rendahnya produktifitas perkebunan kelapa
rakyat. Menurut data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2005, luas areal tanaman kelapa mencapai 6.326 Ha dengan produksi
mencapai 2.413,0 ton. Sedangkan produktifitas tergolong sangat rendah yaitu
681 Kg/Ha/Tahun dalam bentuk Kopra.
Rendahnya penghasilan yang diperoleh dari kelapa menyebabkan petani
tidak memiliki modal untuk memelihara kebun secara intensif, apalagi menggarap
lahan perkebunan secara optimal maupun mengolah hasil (Supadi dan Nurmanaf,
2006). Di sisi lain pola usaha tani monokultur yang diterapkan sebagian besar
petani saat ini, dan pola usaha tani polikultur yang masih bersifat subsisten, telah
membatasi petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak.
Produk kelapa yang dihasilkan masyarakat baru berbentuk kelapa butir
dan kopra, dengan demikian nilai tambah komoditas sangat rendah. Variasi
produk kelapa yang belum dikembangkan ini disebabkan belum tumbuhnya
budaya diversifikasi produk olahan kelapa di kalangan masyarakat. Hal ini tidak
terlepas dari rendahnya pengetahuan tentang produk turunan kelapa dalam,
disamping teknologi pengolahan yang juga belum dikenal di kalangan
masyarakat.
Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006), produk usaha tani yang dihasilkan
masih bersifat tradisional, yaitu kelapa butiran dan kopra berkualitas rendah.
Pemanfaatan hasil samping belum banyak dilakukan oleh petani, sehingga nilai
tambah dari usaha tani belum diperoleh secara optimal. Hanya sebagian kecil
petani yang telah memanfaatkan hasil samping seperti sabut dan tempurung.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
padi. Kelapa menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha
total areal perkebunan. Sekitar 96,60% pertanaman kelapa dikelola oleh petani
dengan rata-rata pemilikan 1 ha/KK (Allorerung dan Mahmud 2003), dan
sebagian besar diusahakan secara monokultur (97%), kebun campuran atau
sebagai tanaman pekarangan.
Luas areal dan produksi perkebunan kelapa di Indonesia periode 2000-
2006 dan prediksi 2007, 2008, dan 2009 disajikan pada Tabel 1. Rata-rata
produksi kelapa Indonesia dari perkebunan Rakyat pada periode 2000–2005
adalah sebesar 3.036.759 ton pertahun, sedangkan rata-rata produksi dari hasil
prediksi selama 2006–2009 adalah 3.187.695 ton, atau meningkat sekitar 5 persen.
Tabel 1. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa Indonesia 2000-2009
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
PR PBN PBS JUMLAH PR PBN PBS JUMLAH
2000 3.061.698 13.891 75.825 3.691.414 2.951.005 9.038 84.945 3/044.528
2001 3.818.946 8.006 70.515 3.897.467 3.068.997 8.272 85.749 3.163.018
2002 3.806.032 7.070 71.848 3.884.950 3.010.894 4.815 82.787 3.098.496
2003 3.785.343 5.838 121.949 3.913.130 3.136.360 2.629 115.865 3.254.854
2004 3.723.879 4.883 68.242 3.797.004 3.000.839 4.489 49.183 3.054.511
2005* 3.735.838 6.127 61.649 3.803.614 3.052.461 3.659 40.724 3.096.844
2006** 3.749.844 6.148 61.804 3.817.796 3.112.040 3.672 41.164 3.156.876
2007** 3.777.100 6.193 62.253 3.854.546 3.212.914 3.791 42.498 3.259.203
2009** 3.790.728 6.215 62.478 3.859.421 3.263.172 3.850 43.163 3.310.185
Industri pengolahan kelapa pada saat ini masih didominasi oleh produk
setengah jadi berupa kopra dan coconut crude oil (CCO). Produk olahan lainnya
yang sudah mulai berkembang adalah CC, nata decoco (ND), DC, AC, CF, dan
brown sugar (BS). Perkembangan CCO dalam 10 tahun terakhir menunjukkan
laju yang menurun (-0,2%). Di sisi lain laju perkembangan produk hilir cenderung
meningkat. Sebagai contoh, laju perkembangan DC mencapai 7,8%, di mana
tahun 2002 total produksinya mencapai 194,2 juta butir; laju perkembangan
produksi AC sebesar 9%; laju perkembangan produksi serat sabut menurun -
10,2%, walaupun permintaan CF di luar negeri meningkat. Kecenderungan
penurunan laju tersebut terkait dengan dampak tidak terpenuhinya standar ekspor
produk serat sabut asal Indonesia. Situasi ini mengindikasikan terjadinya
27
pergeseran orientasi produksi dari bahan setengah jadi menjadi produk akhir
(Allorerung et al. 2005).
Kegiatan industri kelapa terpadu akan memberi dua keuntungan sekaligus
yakni pertama menguntungkan dari segi agrobisnis dan yang kedua turut menjaga
kelestarian alam. Kelapa merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
mempunyai luas areal terbesar di kabupaten Lampung Barat yang sampai saat ini
belum banyak disentuh para investor, sedangkan potensi yang ada seperti telah
diuraikan diatas bila didayagunakan akan memberi keuntungan dari segi bisnis.
Disamping itu, bagi pemerintah daerah dan masyarakat akan merupakan sumber
penghasilan tambahan.
adanya wilayah nodal dan wilayah plasma. Wilayah nodal sebagai inti. Inti
merupakan pusat-pusat pelayanan atau pemukiman sedangkan plasma adalah
daerah belakang yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan
fungsional. Konsep Wilayah Perencanaan adalah wilayah yang dibatasi
berdasarkan kenyatan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut, yang bisa bersifat
alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan
dalam kesatuan wilayah perencanaan (Rustiadi et al. 2006).
Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam
melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusunan
wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi dari
masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pembangunan dan
pengembangan wilayah yang baik dan terarah.
Lebih lanjut Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa di Indonesia saat ini
telah dikenal berbagai wilayah perencanaan/pengelolaan berbasis sitem ekologi
seperi kesepakatan pengelolaan wilayah berbasis bioregion, penetapan status
kawasan-kawasan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan lain-lain. Wilayah
perencanaan/pengelolaan seperti kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET), Free
Trade Zone, Kawasan Andalan, Kawasan Sentra Produksi sehingga Agropolitan
merupakan penetapan kawasan-kawasan terencana dan pengelolaan yang
dilaksanakan pada pemahaman konsep-konsep wilayah sebagai sistem ekonomi.
Pengembangan wilayah merupakan berbagai upaya untuk memperbaiki
tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan
pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Berbagai konsep
pengembangan wilayah yang pernah diterapkan (Bappenas, 2006) adalah:
1. Konsep pengembangan wilayah berbasis karakter sumberdaya, yaitu: (1)
pengembangan wilayah berbasis sumberdaya; (2) pengembangan wilayah
berbasis komoditas unggulan; (3) pengembangan wilayah berbasis efisiensi;
(4) pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan.
2. Konsep pengembangan wilayah berbasis penataan ruang, yang membagi
wilayah ke dalam: (1) pusat pertumbuhan; (2) integrasi fungsional; (3)
desentralisasi.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
dengan kualitas asalan. Belum tersedianya fasilitas pengolahan produk kelapa dan
hasil ikutannya menjadikan petani memiliki keterbatasan dalam membuat produk
olahan kelapa. Tidak adanya insentif yang diberikan kepada petani kelapa untuk
mendorong petani menghasilkan kopra bermutu baik atau menjual kelapa segar
kepada pabrik terdekat.
Dari segi pemasaran, para petani kelapa dirugikan oleh praktek pasar
monopsoni dari pabrik minyak kelapa dan pedagang kopra yang menentukan
harga secara sepihak (Supadi dan Nurmanaf, 2006). Muara dari kondisi tersebut
adalah rendahnya nilai tambah produk komoditas kelapa di Kabupaten Lampung
Barat. Tanpa adanya perubahan mendasar dari cara pandang berbagai pelaku
agribisnis kelapa termasuk pemerintah maka kondisi petani kelapa akan tetap
terpuruk.
Pengembangan program KUAT adalah salah satu solusi alternatif dalam
meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Selain itu, program KUAT diharapkan
dapat menjadi motor penggerak perekonomian wilayah karena sifat keterpaduan
dan pengembangannya meliputi suatu kawasan. Oleh karena itu perlu dilakukan
analisis agar pendekatan arahan program akan tepat pada sasaran.
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas
lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan
yang akan ditetapkan. Peta Kesesuaian lahan kelapa di wilayah Pesisir Kabupaten
Lampung Barat, selanjutnya ditumpangsusun dengan peta desa. Hal ini berguna
untuk memberikan gambaran spasial desa-desa pesisir sesuai dengan tingkat
kesesuaian untuk tanaman kelapa.
Analisis Location Quotient (LQ) bertujuan untuk menggambarkan kondisi
basis/pemusatan komoditas kelapa di setiap kecamatan lokasi penelitian. Analisis
skalogram dilakukan untuk menentukan hirearki desa-desa di kawasan pesisir.
Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit
desa didata dan disusun dalam satu tabel. Analisis skalogram bertujuan untuk
menggambarkan tipologi wilayah tempat penelitian untuk menunjukkan pusat-
pusat pelayanan berdasarkan fasilitas yang dimiliki.
Penentuan produk kelapa akan dilaksanakan dengan metode proses
hierarki analitik (AHP). Analisis AHP ditujukan untuk mendeskripsikan
41
Kondisi Eksisting
Perkebunan Kelapa dan Wilayah
Pesisir Kabupaten Lampung Barat
PROGRAM KAWASAN
USAHA AGRO TERPADU
(KUAT)
Analytical
Hierarchy
Process
PREFERENSI
LOKASI MASYARAKAT PROSPEK PASAR
ARAHAN PENGEMBANGAN
KAWASAN USAHA AGRO TERPADU
(KUAT)
Tabel 3. Aspek, variabel yang diteliti, sumber dan teknik pengumpulan data
No Aspek Variabel Sumber Data Teknik
Pengumpul
an Data
1 Penentuan lokasi Sumber Daya Fisik Bapeda, Dinas Studi
KUAT Wilayah (Kesesuai Perkebunan Kab Pustaka,
an Lahan), luas Lampung Barat,
tanam dan produksi BPS
2. Penentuan hierarki Fasilitas pelayanan, BPS, Studi
wilayah, pusat-pusat Dinas/instansi pustaka
pelayanan terkait Kabupaten
3. Potensi Kelapa di Sumber Daya Fisik BPS, Dinas Studi
setiap kecamatan, Wilayah (Kesesuai Perkebunan pustaka
untuk menentukan an Lahan), luas areal Kabupaten
keunggulan tanaman kelapa. Lampung Barat
komparatif komoditi
4. Persepsi parapihak Pendapat para Studi Pustaka, Studi
tentang produk parapihak yang parapihak Pustaka,
program KUAT didapat dari Wawancara
wawancara
5. Nilai Ekonomi Produk Permintaan, Rantai Bapeda, Dinas Studi
Kelapa Tata Niaga, dan Perkebunan Kab pustaka
Pohon Industri Lampung Barat,
BPS
6. Keragaan Perkebunan Luas areal, produksi Petani Wawancara
Kelapa perawatan, panen,dll
X ij / X . j
LQ ij =
Xi . / X ..
Dimana :
Xij : Luas Areal Kelapa (Ha) di Desa-i
X.j : Total Luas Areal Kelapa (Ha) di Kecamatan – j
Xi. : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Desa ke-i
X.. : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Kecamatan pesisir (j)
Tabel 5. Struktur data aktifitas
perhitungan, maka hasil perhitungan yang bernilai positif saja yang digunakan
untuk komoditas yang diselidiki, nilai α yang mendekati 1 artinya pengusahaan
komoditas tersebut terkonsentrasi di suatu daerah (Saefulhakim, 2006.)
jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang
dimiliki masing-masing desa. Hasil analisis ini nantinya akan menjadi
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menentukan lokasi KUAT
sesuai dengan tipologi wilayah.
Tahapan penyusunan skalogram adalah sebagai berikut :
1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam
unit-unit desa. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh desa diletakkan dalam
urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang
penyebarannya di seluruh unit desa yang ada diletakkan di kolom tabel paling
kanan.
2. Menyusun sedemikian rupa dimana unit desa yang mempunyai ketersedian
fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit desa
dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak disusunan paling
bawah
3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas
maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit desa.
4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh
jumlah unit fasilitas yang tersebar diseluruh unit desa.
5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas
merupakan desa yang mempunyai fasilitas umum terlengkap, sedangkan
posisi terbawah merupakan desa dengan ketersediaan fasilitas umum paling
tidak lengkap.
6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua desa dengan
jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ketiga
adalah jumlah penduduk. Desa dengan jumlah penduduk lebih tinggi
diletakkan pada posisi di atas.
7. Disamping cara sebagaimana telah disebutkan diatas terdapat cara lain yang
merupakan modifikasi dari metode skalogram yaitu dengan penentuan indeks
perkembangan desa dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas
pelayanan.
50
persepsi masyarakat dilakukan dengan survei terhadap petani dan pedagang yang
terlibat dalam usaha tani kelapa di seluruh wilayah kecamatan lokasi penelitian.
Pertanyaan disusun menyangkut pemahaman masyarakat tentang program
terutama lokasi dan produk yang akan dikembangkan. Seluruh data (petani dan
pedagang) dihitung secara persentatif berdasarkan lokasi pengamatan.
sampai dengan batang akan digambarkan satu persatu melalui diagram pohon
industri. Analisis ini diperlukan untuk menunjukkan keragaman produk yang
dapat dihasilkan dari tanaman kelapa.
BAB IV
KEADAAN UMUM WILAYAH
4.2.1. Geomorfologi
Bentuk Lahan merupakan bentukan alam di permukaan bumi yang
menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan
lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya.
Kabupaten Lampung Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 grup landform utama,
yaitu: (1) Marin (M), (2) Fluvial (F), (3) Denudasional (D) , (4) Struktural (S), (5)
Vulkanik (V), (6) Kars (K).
Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat merupakan daerah
perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam hingga terjal. Secara
morfometrik dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu:
a. Satuan geomorfologi dataran aluvial
b. Satuan geomorfologi perbukitan
c. Satuan geomorfologi pegunungan
Satuan geomorfologi dataran aluvial, satuan geomorfologi terbagi dua
yaitu aluvial marin dan aluvial sungai. Luas dataran marin 68.812 ha (66,1
persen), sedangkan aluvial sungai 21.862 ha (21 persen). Satuan geomorfologi ini
berada pada ketinggian 0 - 50 meter dpl. Daerah ini relatif sempit memanjang
sepanjang pantai. Daerah yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia.
Seperti umumnya pantai di pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa
dipengaruhi oleh gempa tektonik dan gelombang tsunami.
60
4.2.2. Geologi
Batuan yang umum dijumpai di Kabupaten Lampung Barat adalah
endapan gunung api, batu pasir Neogen, granit batu gamping, metamorf, tufa
Lampung, dan Alluvium. Formasi tufa masam dari debu gunung api di sekitar
Bukit Barisan. Sedangkan endapan gunung api menutupi sebagian besar wilayah
dan kadang-kadang dijumpai endapan emas dan perak serta mineral logam lainnya
sebagai mineral ikutan.
Berdasarkan peta geologi propinsi Lampung skala 1 : 250.000 yang
disusun oleh S. Gafoer, TC Amin, Andi Mangga (1989) dalam Bakosurtanal
(2004), Lampung Barat terdiri dari batuan Vulkan Tua (Old Quarternary Young),
Formasi Simpang Aur, Formasi Ranau, Formasi Bal, dan Batuan Intrusive.
Litologi yang dominan adalah jenis vulkanik, seperti Andesit – Basaltik. Jenis
batuan ini menyebar hampir di semua kecamatan, kecuali di kecamatan Karya
Penggawa yang mempunyai jenis batuan gamping. Batuan sedimen (alluvium)
menyebar di sepanjang pantai Barat, yaitu di kaki lereng Bukit Barisan. Tabel 9
berikut ini menyajikan unit geologi yang dominan per kecamatan dan luasannya di
Kabupaten Lampung Barat.
61
Tabel 9. Unit Geologi yang dominan per kecamatan dan luasannya (Km2)
No Kecamatan Unit Geologi Yang Dominan Luas (Km2)
1. Pesisir Selatan Formasi simpangaur 224,057
Andesitic-basaltic volcanic unit 107,005
2. Bengkunat Formasi simpangaur 764,942
Andesitic-basaltic volcanic unit 557,426
3. Pesisir Tengah Formasi simpangaur 106,183
Andesitic-basaltic volcanic unit 84,476
4. Karya Formasi simpangaur 39,105
Penggawa Anggota Batugamping 10,193
5. Pesisir Utara Andesitic-basaltic volcanic unit 103,011
Formasi simpangaur 30,804
6. Lemong Andesitic-basaltic volcanic unit 229,666
Formasi Ranau 159,356
7. Balik Bukit Formasi Ranau 68,210
Andesitic-basaltic volcanic unit 60,199
8. Sukau Younger Volcanic 69,238
Andesitic-basaltic volcanic unit 58,010
9. Belalau Younger Volcanic 273,378
Formasi Ranau 59,944
10. Sekincau Younger Volcanic 241,100
Formasi Ranau 29,156
11. Suoh Younger Volcanic 101,125
Formasi Ranau 53,053
12. Batu Brak Andesitic-basaltic volcanic unit 144,44
Formasi Ranau 87,037
13. Sumber Jaya Younger Volcanic 227,405
Formasi Ranau 15,069
14. Way Tenong Younger Volcanic 151,646
Sumber : Bakosurtanal 2004
4.2.3. Tanah
Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah lembar Baturaja dan Kota Agung
Skala 1 : 250.000 (1980), jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lampung Barat
cukup bervariasi. Berdasarkan pengelompokan fisiografi yang terbentuk, maka
unit-unit lahan yang ada meliputi aluvial (A), marin (B), volkan (V), perbukitan
(H) dan pegunungan (M). Sedangkan tanah yang terbentuk dalam tingkat order
tanah dapat dikelompokkan dalam entisol, inceptisol, dan ultisol. Gambaran
order tanah di Kabupaten Lampung Barat adalah sebagai berikut:
62
a. Entisol
Order tanah entisol tergolong sebagai tanah yang belum berkembang yang
dicirikan belum adanya perkembangan profil. Pada daerah aluvial dan dataran
belum adanya perkembangan tanah tersebut disebabkan oleh adanya
penambahan endapan yang terus-menerus, sedangkan pada daerah perbukitan,
pegunungan dan volkan, terhambatnya perkembangan profil karena adanya
erosi yang berlangsung setiap saat. Great Group tanah yang termasuk ordo
Entisol di daerah perbukitan dan pegunungan Kabupaten Lampung Barat
adalah : trophorthents.
Pada daerah aluvial yang berupa dataran pantai, great group tanah yang
dijumpai meliputi : troposamments, hyraquents, dan sulfaquents.
Pada daerah aluvial yang berupa daerah pengendapan sungai, great group
tanah yang dijumpai meliputi : tropaquents, fluvaquents, dan tropofluents.
b. Inceptisol
Order tanah inceptisol tergolong tanah muda yang mengalami tahap
perkembangan lebih lanjut, jenis inceptisol dicirikan oleh adanya
perkembangan pencucian hara dan liat pada lapisan atas dan penimbunan
bahan-bahan tersebut pada lapisan bawah yang belum intensif, sehingga
tanah-tanah ini tergolong relatif subur.
Sebaran inceptisol merupakan yang terluas dibandingkan order-order tanah
yang lain. Terbentuknya tanah ini cenderung lebih mudah pada daerah
dataran tanah mineral. Great group tanah yang terbentuk di Kabupaten
Lampung Barat antara lain : tropaquepts, dystropepts, eutropepts,
humitropepts, dan distrandepts.
c. Ultisol
Order tanah ultisol merupakan tanah yang telah mengalami perkembangan
lanjut, jenis tanah ini dicirikan oleh adanya penimbunan liat dan pencucian
unsur hara dari lapisan atas ke lapisan bawah. Berhubungan pencucian yang
terjadi berlangsung secara intensif, maka kejenuhan basa di lapisan bawah
tergolong rendah yaitu 30 persen serta kemasaman tinggi. Order ultisol
meliputi great group : hapludult. Sebagian besar jenis tanah ini terbentuk pada
daerah berupa volkan, perbukitan dan pegunungan di Lampung Barat.
63
4.2.4. Lereng
Secara umum kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal.
Sebagian besar wilayah Lampung Barat berlereng miring sampai sangat terjal
sebesar 70 % dari seluruh luasan wilayah Lampung Barat. Wilayah ini
memanjang dari utara ke selatan di sepanjang Patahan Semangka. Wilayah terjal
sampai sangat terjal dengan kemiringan 25% – 40% dan >40% terdapat di
Kecamatan Lemong (Pekon Lemong, Malaya, Bandar Pugung, Pagar Dalam,
Hutan, Balam), sebagian besar wilayah Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan
Suoh (Pekon Tugu Ratu, Simpang Bayur, Suoh, Sri Mulyo, Tambak Jaya),
Kecamatan Bengkunat (Pekon Marang, UPT Biha I, Mon, UPT Biha II, Gedung
Cahya, Kota Baru), Kecamatan Way Tenong (Pekon Sukananti), Kecamatan
Sumber Jaya (Pekon Pajar Bulan, Sindang Pagar, Way Petay), dan Kecamatan
Balik Bukit (Pekon Bahway). Luas wilayah dengan kemiringan curam sampai
sangat terjal sebesar 2.372,94 km2.
Wilayah dengan kemiringan lahan antara datar (0 – 0.2%) sampai landai
(0.2 – 2%) terdapat di pantai barat Kecamatan Pesisir Selatan dan Bengkunat.
Wilayah ini mempunyai luasan sebesar 1.474,98 km2 atau 30% dari seluruh luas
wilayah Lampung Barat. Keadaan kemiringan lereng dan luasannya dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Kemiringan lereng di Kabupaten Lampung Barat dan Luasannya.
No Kelas Lereng (%) Keterangan Luas (Km2) %
1 0 – 0.2 Datar 686.77 14.0
2 0.2 – 2 Landai 788.22 16.0
3 2 – 15 Miring 1074.26 21.8
4 15 – 25 Curam 756.84 15.4
5 25 – 40 Terjal 1089.55 22.1
6 >40 Sangat Terjal 526.54 10.7
Sumber : Bakosurtanal, 2004
4.2.5. Hidrologi
Secara umum keadaan aliran sungai di Kabupaten Lampung Barat terbagi
menjadi 2 golongan yaitu : wilayah Bagian Timur, merupakan hulu sungai-sungai
besar yang mengalir ke seluruh wilayah Propinsi Lampung.
64
4.4 Penduduk
Kependudukan di Kabupaten Lampung Barat dapat digambarkan melalui
jumlah, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, komposisi penduduk
menurut umur, jenis kelamin, agama yang dianut, mata pencaharian, dan angkatan
kerja.
Menurut Dinas Kependudukan Kabupaten Lampung Barat, sampai dengan
tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat sebanyak 388.113 jiwa.
Kecamatan Sumber Jaya adalah kecamatan dengan penduduk terbanyak. Di
kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara ini bermukim
47.231 jiwa atau 12,17 persen dari total penduduk Kabupaten Lampung Barat.
Kecamatan kedua terbanyak penduduknya adalah Bengkunat, yaitu 43.274 jiwa
(11,15 persen). Sebaliknya di kecamatan Pesisir Utara, penduduknya hanya 10.325
jiwa. Tabel 11 berikut menjelaskan jumlah penduduk setiap kecamatan dan
kepadatan per kilometer persegi di Kabupaten Lampung Barat tahun 2005.
Tabel 11. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2005
Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan
(Penduduk/K
Pesisir Selatan 699,52 20.209 m2)
28,89
Bengkunat 1400,81 43.274 30,89
Pesisir Tengah 110,01 31.189 283,51
Karya Penggawa 62,46 13.849 221,72
Pesisir Utara 307,18 10.325 33,61
Lemong 327,25 14.163 43,28
Balik Bukit 195,50 31.387 160,55
Sukau 218,48 25.344 116,00
Belalau 395,06 24.896 63,02
Suoh 231,62 33.196 122,54
Sekincau 270,90 40.477 174,75
Batu Brak 189,67 12.856 67,78
Sumberjaya 356,46 47.231 132,50
Way Tenong 185,48 39.718 214,14
Jumlah 4.950.4 388.113 78,40
4.5. Ekonomi
Secara umum struktur perekonomian Kabupaten Lampung Barat masih
didominasi oleh sektor pertanian dengan sub-sektor perkebunan yang memberikan
kontribusi terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
(Tabel 12).
Tabel 12. PDRB menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat tahun
2005 (dalan Jutaan Rupiah).
No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Atas Dasar Harga
Berlaku Konstan 1993
1. Pertanian 878.375 827.020
2. Pertambangan dan Penggalian 20.119 15.412
3. Industri Pengolahan Tanpa Migas 31.850 30.374
4. Listrik dan Air Bersih 2.988 2.861
5. Bangunan 46.825 44.048
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 244.267 219.855
7. Pengangkutan dan Komunikasi 42.487 37.584
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 22.487 18.703
Perusahaan
9. Jasa-jasa 69.498 42.244
Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005
4.6. Perhubungan
Panjang ruas jalan di Kabupaten Lampung Barat sepanjang 519,06 km
yang terdiri dari Jalan Nasional 158,88 km, Jalan, Propinsi 316,18 dan Jalan
Kabupaten (Tabel 13)
Tabel 13. Sarana jalan berdasarkan status pengelolaan di Kabupaten Lampung
Barat
No Status Jalan Panjang Jalan (Km) Tipe Aspal
1 Nasional 158,88 A
2. Propinsi 316,18 A
3. Kabupaten 44 A
Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005 (diolah)
67
4.7. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk menuju
masyarakat yang cerdas, terampil dan sejahtera. Di Kabupaten Lampung Barat,
jumlah sarana pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Sekolah
Menengah Umum disajikan pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14. Jumlah sarana pendidikan Per kecamatan berdasarkan jenis pendidikan
No Kecamatan Jenis Pendidikan
TK SD SMP SMU
1 Pesisir Selatan 3 17 2 1
2 Bengkunat 3 26 5 3
3 Pesisir Tengah 2 24 4 3
4 Karya Penggawa 2 11 1 1
5 Pesisir Utara 5 13 3 0
6 Lemong 5 16 2 1
7 Balik Bukit 5 21 2 1
8 Sukau 2 25 3 2
9 Belalau 2 19 1 1
10 Sekincau 2 13 6 1
11 Suoh 3 13 8 2
12 Batu Brak 1 10 1 0
13 Sumberjaya 7 27 3 1
14 Way Tenong 8 26 3 3
Jumlah 50 261 44 20
Sumber : Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2005 (diolah)
4.8. Kesehatan
Salah satu indikator tingkat kesejateraan masyarakat adalah kesehatan.
Ketersediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, serta tenaga
medis mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat disamping faktor-faktor
lainnya. Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Lampung Barat tersaji pada
Tabel 15. berikut ini.
68
4.9. Perkebunan
Kabupaten Lampung Barat sebagai daerah dengan potensi pertanian yang
besar, luas areal dan produksi tanaman kelapa cenderung terus meningkat.
Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun
2006, dari sisi luas areal dan produksi tanaman kelapa di Kabupaten Lampung
Barat menduduki peringkat ketiga dari 17 komoditas yang banyak diusahakan
masyarakat.
69
Tabel 16. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten Lampung
Barat Tahun 2006
LUAS AREAL (Ha) PRO- PRODUK
NO KOMODITAS
DUKSI TIVITAS
TBM TM TR JML
(TON) (Kg/Ha/Th)
4.9.1. Kelapa
Pada tahun 2004 - 2006 luas areal tanaman kelapa secara berturut-turut
adalah 6.802,6 Ha, 6.807,6 ha, dan 6.809,6 ha. Adapun produksi pada tahun yang
sama adalah 2.296,4 ton, 2.413 ton dan 2.450,9 ton, dengan produktifitas 633
kg/ha/th, 651 kg/ha/th dan 661 kg/ha/th. Secara lengkap luas areal dan produksi
tanaman kelapa di Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 17 berikut ini:
70
Tabel 17. Luas areal, produksi dan produktifitas tanaman kelapa Kabupaten
Lampung Barat tahun 2004 – 2006
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan nilai LQ>1, selanjutnya Kecamatan Pesisir Tengah desa dengan nilai LQ.1
berjumlah 9 desa (45 persen), Kecamatan Karya Penggawa 6 desa (60 persen)
yang memiliki nilai LQ>1, Kecamatan Pesisir Utara terdapat 11 desa ( (68 persen)
yang memiliki LQ>1 dan 4 desa (36 persen) pada Kecamatan Lemong yang
memiliki nilai LQ kelapa>1.
Sebagai daerah dengan mata pencaharian pokok penduduk bertumpu pada
sektor pertanian, peranan komoditas perkebunan lainnya seperti Kopi, Cengkeh,
Lada dan Kelapa Sawit di wilayah pesisir cukup dominan. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai LQ>1 pada beberapa desa. Di Kecamatan Bengkunat, terdapat 8
desa yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kopi, 6 desa untuk komoditas
Cengkeh, 5 desa untuk komoditas Lada dan 7 desa memiliki nilai LQ> 1 untuk
komoditas Kelapa Sawit.
Keberadaan komoditas Kopi, Lada, dan Cengkeh merupakan bentuk pola
budidaya masyarakat pesisir yang menggunakan sistem budidaya kebun campuran
dengan tanaman Damar atau dikenal dengan istilah Repong Damar. Tanaman
tersebut merupakan bagian dari usaha budidaya Damar yang tumbuh dengan baik
pada pola kebun campuran Kopi, Lada, Cengkeh dan tanaman buah-buahan
lainnya. Sedangkan Kelapa Sawit di Kecamatan Bengkunat merupakan
perkebunan perusahaan swasta PT. Karya Canggih Mandirutama (PT. KCMU),
yang mengusahakan perkebunan Kelapa Sawit dengan Pola Perkebunan Inti
Rakyat (PIR).
Kecamatan Pesisir Selatan nilai LQ>1 tanaman kelapa hanya terdapat
pada 3 desa, sedangkan tanaman Kopi terdapat 7 desa yang memiliki nilai LQ>1,
3 desa untuk tanaman Cengkeh, dan 5 desa untuk komoditas Lada serta 2 desa
untuk Kelapa Sawit. Seperti halnya Kecamatan Bengkunat, di kecamatan ini pola
pengusahaan tanaman perkebunan dengan sistem Repong Damar.
Peranan sektor perkebunan tidak begitu besar di Kecamatan Pesisir
Tengah, hal ini terbukti dengan nilai LQ>1 hanya terdapat pada beberapa desa
yaitu kelapa 8 desa, Kopi terdapat pada 4 desa, Cengkeh 5 desa, dan 3 desa untuk
tanaman Lada. Sedangkan tanaman Kelapa Sawit belum ada di Kecamatan ini.
Rendahnya peranan sektor perkebunan karena Kecamatan Pesisir Tengah
merupakan wilayah yang relatif lebih maju dari kecamatan lain dalam wilayah
73
pesisir Kabupaten Lampung Barat. Hal ini disebabkan aktifitas ekonomi lebih
bertumpu pada sektor perdagangan komoditas pertanian, kehutanan, dan jasa.
Sebagai kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit, Karya
Penggawa, merupakan wilayah penyangga dan pemasok hasil perkebunan untuk
wilayah Pesisir Tengah. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui bahwa desa-desa
yang memiliki nilai LQ>1 untuk komoditas Kelapa terdapat pada 6 desa, Kopi
terdapat 1 desa, Cengkeh 1 desa dan 3 desa untuk komoditas Lada, sedangkan
Kelapa Sawit tidak terdapat di wilayah ini. Rendahnya peranan sektor
perkebunan terutama komoditas Kopi, dan Cengkeh karena sebagian wilayah ini
berada pada daerah hutan Taman Nasional dan pantai.
Kecamatan Pesisir Utara merupakan daerah perbukitan, dimana usaha
budidaya pertanian berada di sekitar hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Budidaya pertanian di kecamatan ini merupakan campuran antara tanaman
perkebunan dan kehutanan yaitu Damar. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui
bahwa kontribusi beberapa komoditi antara lain: Kelapa dengan nilai LQ>1
terdapat pada 12 desa, kopi dengan 3 desa, Cengkeh terdapat pada 12 desa, dan
Lada terdapat pada 8 desa. Peranan sektor perkebunan sangat besar karena
terdapat satu pulau yaitu Pulau Pisang dimana mata pencaharian penduduk sangat
tergantung pada komoditas Kelapa dan Cengkeh serta perikanan tangkap.
Sedangkan wilayah pegunungan Kecamatan Pesisir Utara didominasi oleh
perkebunan campuran Cengkeh, Kopi dan Damar.
Kecamatan Lemong merupakan wilayah yang berada di sisi paling Utara
Pesisir Kabupaten Lampung Barat dan berbatasan langsung dengan Propinsi
Bengkulu. Wilayah pantai dengan bagian daratan berupa punggung Bukit Barisan
Selatan, maka mata pencaharian masyarakat bergantung pada sektor perkebunan.
Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapat 4 desa dengan nilai LQ>1, 4 desa
untuk komoditas kopi, 5 desa untuk komoditas Cengkeh, dan 5 desa untuk
komoditas Lada. Sedangkan Kelapa Sawit belum diusahakan di wilayah ini. Pada
kecamatan Lemong dan Pesisir Utara produksi hasil perkebunan sulit terdata
secara detil karena banyak lahan yang merupakan kawasan hutan lindung dan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
74
Secara lengkap hasil analisis LQ komoditas kelapa berdasarkan indeks luas panen
dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini.
Tabel 19. Hasil analisis Location Quotient desa-desa pesisir Kabupaten Lampung
Barat.
No NAMA DESA KELAPA KOPI CENGKEH LADA K. SAWIT
KECAMATAN BENGKUNAT
1 W H BELIMBING 1.01 1.47 - 2.10 -
2 BANDAR DALAM 4.43 1.33 1.00 0.80 -
3 KOTA JAWA 0.94 1.40 0.15 2.19 -
4 PENYANDINGAN 0.67 1.33 - 2.39 -
5 SUKAMARGA 0.01 0.97 - 1.62 0.82
6 KOTA BATU 4.08 0.74 11.07 0.40 -
7 PARDASUKA 0.52 0.78 0.30 0.62 1.59
8 RAJABASA 0.28 1.13 12.22 0.37 0.62
9 MULANG MAYA 0.59 2.95 2.20 0.32 0.01
10 NRATU NGARAS 2.94 0.79 13.62 0.48 -
11 G CAHYA KUNINGAN 0.92 0.72 0.27 0.18 1.83
12 N.R. NGAMBUR 1.40 0.14 0.04 0.13 2.18
13 PEKONMON 1.70 0.16 0.11 0.10 2.11
14 SUMBER AGUNG 6.56 0.36 - 0.18 0.66
15 PAGAR BUKIT 0.44 0.65 1.15 0.52 1.71
16 TANJUNG KEMALA 0.64 1.29 0.57 0.53 1.22
17 ULOK MUKTI 0.75 1.29 0.57 0.53 1.22
18 SUKA NEGARA 1.20 0.56 0.45 1.20 0.80
19 MUARA TEMBULIH 1.70 0.16 0.11 0.10 -
20 SUKA BANJAR 1.20 0.59 0.60 0.70 -
KECAMATAN PESISIR SELATAN
21 MARANG 0.50 0.22 0.49 0.47 1.57
22 WAY JAMBU 0.75 0.51 - 1.53 1.26
23 BIHA 1.54 0.71 0.25 0.81 0.77
24 TANJUNG SETIA 2.53 1.41 2.65 - -
25 PAGAR DALAM 0.00 4.44 - - -
26 TANJUNG JATI 0.41 6.27 - - -
27 SUMUR JAYA 1.23 2.21 - 8.42 -
28 PELITA JAYA 0.49 4.80 5.33 4.17 -
29 SUKARAME 0.80 3.60 - 6.84 -
30 N.R TENUMBANG 0.45 4.42 13.10 4.80 -
KECAMATAN PESISIR TENGAH
31 BALAI KENCANA 1.23 0.97 0.60 1.01 -
32 WAY SULUH 1.32 1.57 0.36 0.27 -
33 WAY NAPAL 1.65 - 0.43 - -
34 PADANG HALUAN 1.88 - - - -
35 LINTIK 0.01 0.28 0.53 0.71 -
36 WALUR 1.88 - - - -
37 PEMERIHAN 1.21 0.92 0.70 0.79 -
38 WAY REDAK 1.43 1.42 0.27 - -
39 SERAY 0.16 - 2.48 2.94 -
40 KAMPUNG JAWA 1.88 - - - -
75
Tabel 19 (lanjutan)
41 RAWAS 0.15 - 2.32 3.74 -
42 PASAR KRUI - - - - -
43 SUKANEGARA 0.17 1.45 2.08 - -
44 PAHMUNGAN 0.14 1.93 2.43 - -
45 PAJAR BULAN - - - - -
46 BUMIWARAS - - - - -
47 PENGGAWA V ILIR - - - - -
48 BANJAR AGUNG 0.63 - 2.28 - -
49 ULU KRUI 1.21 0.92 0.70 0.79 -
50 GUNUNG KEMALA 0.13 6.25 0.48 1.44 -
KECAMATAN KARYA PENGGAWA
51 MENYANCANG 2.75 0.13 0.16 0.87 -
52 PENGGAWA V TENGAH 2.87 0.06 0.23 0.39 -
53 LAAY 2.14 0.45 0.62 0.14 -
54 PENGGAWA V ULU 1.97 0.60 0.32 1.46 -
55 PENENGAHAN 0.00 0.98 0.79 3.33 -
56 WAY NUKAK 1.82 0.25 0.91 1.40 -
57 KEBUAYAN 2.18 0.45 0.55 0.25 -
58 WAY SINDI 0.08 1.49 1.44 0.87 -
KECAMATAN PESISIR UTARA
59 WALUR 0.62 1.20 0.50 1.54 -
60 PADANG RINDU 3.61 0.03 0.41 0.46 -
61 KURIPAN 2.88 0.03 1.86 1.50 -
62 NEGERI RATU 2.74 0.16 1.34 1.70 -
63 KERBANG LANGGAR 0.00 1.24 1.23 2.52 -
64 KERBANG DALAM 0.41 0.52 4.28 3.55 -
65 BALAM 1.52 0.55 2.03 1.80 -
66 WAY NARTA 1.31 0.37 3.39 2.50 -
67 KOTA KARANG 2.17 0.29 2.34 1.03 -
68 BATURAJA 0.21 1.48 0.23 0.64 -
69 SUKAMARGA 1.97 - 5.08 - -
70 PEKON LOK 1.43 - 6.47 - -
71 BANDAR DALAM 1.54 - 6.18 - -
72 PASAR PULAU PISANG 1.31 - 6.77 - -
73 SUKADANA 1.40 - 6.53 - -
74 LABUHAN 1.31 - 6.77 - -
KECAMATAN LEMONG
75 PENENGAHAN 0.83 0.93 4.30 1.04 -
76 BANDAR PUGUNG 1.79 0.86 0.78 1.00 -
77 PAGAR DALAM 0.52 1.44 0.65 0.60 -
78 BAMBANG 0.93 0.61 1.13 1.48 -
79 MALAYA 0.00 0.61 1.16 1.58 -
80 CAHAYA NEGERI 0.17 1.26 0.26 0.90 -
81 LEMONG 0.80 1.14 0.60 0.88 -
82 WAY BATANG 5.32 0.49 0.47 0.66 -
83 TANJUNG SAKTI 3.77 0.58 1.08 0.88 -
84 TANJUNG JATI 3.11 0.61 1.39 0.98 -
85 RATA AGUNG 0.03 1.08 0.55 1.13 -
76
Tabel 20. Hasil analisis Skalogram desa-desa pesisir Kabupaten Lampung Barat.
Jumlah Luas Total Jumlah Jenis Hierarki
No Nama Desa Penduduk Desa (Ha) Fasilitas Fasilitas Wilayah
KECAMATAN BENGKUNAT
1 PENYANDINGAN 2213 960 81.00 26 1
2 PAGAR BUKIT 3711 11008 82.00 27 1
3 PARDA SUKA 2304 7570 84.00 27 1
4 SUMBER AGUNG 1640 7252 34.00 25 1
5 WAY HARU 2888 13550 39.00 18 2
6 BANDAR DALAM 3633 2626 39.00 16 2
7 TANJUNG KEMALA 2550 11550 67.00 20 2
8 G CAHYA KUNINGAN 4490 3215 42.00 21 2
9 N RATU NGAMBUR 2010 2041 64.00 24 2
10 ULOK MUKTI 2860 956 42.00 15 2
11 SUKA BANJAR 2442 1140 43.00 15 2
12 KOTA JAWA 3717 15160 66.00 14 3
13 SUKAMARGA 4105 14400 41.00 14 3
14 RAJA BASA 1201 5413 21.00 11 3
15 MULANG MAYA 772 9023 24.00 13 3
16 NEGERI RATU NGARAS 2337 13500 24.00 10 3
17 KOTA BATU 1520 7000 16.00 10 3
18 PEKON MON 3422 6676 39.00 14 3
19 SUKA NEGARA 1136 1264 29.00 13 3
20 MUARA TEMBULIH 727 1211 10.00 8 3
KECAMATAN PESISIR SELATAN
21 BIHA 4770 2526 117.00 31 1
22 MARANG 4468 4512 98.00 23 2
23 WAY JAMBU 3678 18590 72.00 22 2
24 SUMUR JAYA 1455 9313 42.00 17 2
25 TANJUNG SETIA 1364 6680 21.00 14 3
26 PAGAR DALAM 608 2165 13.00 8 3
27 TANJUNG JATI 332 2165 15.00 12 3
28 PELITA JAYA 1455 9313 31.00 10 3
29 SUKARAME 798 5052 10.00 9 3
30 NR. TENUMBANG 2125 15349 44.00 12 3
KECAMATAN PESISIR TENGAH
31 PASAR KRUI 8598 546 207.00 31 1
32 BALAI KENCANA 1720 984 32.00 18 2
33 WAY REDAK 797 393 23.00 16 2
34 SERAY 1300 492 27.00 16 2
35 KAMPUNG JAWA 2096 345 34.00 22 2
36 RAWAS 1193 464 30.00 15 2
37 ULU KRUI 2833 1803 33.00 22 2
38 WAY SULUH 1505 600 14.00 10 3
39 WAY NAPAL 860 508 17.00 11 3
40 PADANG HALUAN 665 264 19.00 13 3
41 LINTIK 1509 328 26.00 13 3
42 WALUR 526 437 37.00 11 3
81
Mengacu pada hasil analisis di atas, potensi lahan untuk tanaman kelapa
sangat luas, dimana wilayah yang sesuai (S1 dan S2) untuk tanaman kelapa
mencapai 105.919 ha. Sedangkan lahan yang sesuai marjinal 84.973 ha.
Berdasarkan data statistik Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun
2006, luas areal tanaman kelapa mencapai 6.809,6 ha, kondisi tersebut
menggambar potensi pengembangan areal perkebunan kelapa di wilayah pesisir
masih sangat besar. Potensi tersebut belum tergarap secara maksimal karena
banyak keterbatasan seperti: sarana produksi, sumberdaya manusia, preferensi
petani dan kebijakan pemerintah.
Menurut buku satuan lahan Lembaran Kota Agung Pusat Penelitian Tanah
Departemen Pertanian, dijelaskan bahwa di daerah pesisir Lampung Barat,
merupakan dataran rendah yang terletak pada ketinggian 0-20 meter dari
permukaan laut (m dpl), banyak dijumpai tanah jenis Entisol/Alluvial
(Tropopsamments) yang merupakan tanah belum berkembang dan cocok untuk
perkebunan kelapa. Selanjutnya dibagian Barat pesisir juga dijumpai Grup Teras
Marin yang terletak pada ketinggian 0-200 m dpl dengan jenis tanah utama
85
Potensial 3 : Pada wilayah tersebut memiliki kesesuaian lahan yang baik untuk
pengembangan kelapa, dimana salah satu indikatornya adalah tanah. Dalam teori
lokasi istilah tanah mengandung pengertian keadaan topografi dan keadaan cuaca
yang terdapat di wilayah tersebut, kesemuanya ini juga akan mempengaruhi lokasi
penempatan suatu industri. Dari struktur ekonomi basis, wilayah potensial 3
merupakan non basis komoditas kelapa, daerah tersebut belum mampu
mengekspor kelapa ke daerah lainnya. Dari struktur hirarki, wilayah dengan
potensial 3 merupakan daerah yang masih belum berkembang, yang dicirikan
dengan belum tersedia/kurangnya infrastruktur yang memadai.
Tidak Potensial : Wilayah ini tidak memiliki kesesuaian lahan untuk komoditas
kelapa baik dalam jangka pendek atau bersifat permanen. Dari struktur ekonomi
basis belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat wilayah tersebut akan
komoditas kelapa. Sedangkan dari hirarki wilayah merupakan daerah dengan
infrastruktur yang belum memadai atau belum berkembang. Daerah ini tidak
cocok untuk pengembangan lokasi industri, akibat keterbatasan sarana dan
prasarana pendukung.
Gambaran spasial hasil overlay LQ, Skalogram dan Kesesuaian Lahan yang
menunjukkan alternatif disajikan pada gambar 8.
Berdasarkan hasil overlay peta LQ, Skalogram, dan Kesesuaian lahan
diketahui desa-desa yang memiliki kesesuaian lokasi (Potensial 1) untuk kawasan
Usaha Agro Terpadu meliputi: Desa Biha, Way Jambu, dan Marang Kecamatan
Pesisir Selatan, Sumber Agung dan Negeri Ratu Ngambur Kecamatan
Bengkunat dan Desa Way Redak Kecamatan Pesisir Tengah.
89
Gambar. 8. Hasil Penentuan Lokasi Berdasarkan Over Lay LQ, Skalogram dan
Kesesuaian Lahan
90
Tabel berikut menyajikan hasil pemilihan calon lokasi Kawasan Usaha Agro
Terpadu (KUAT):
Tabel 23. Hasil Analisis Lokasi Potensial
Potensi Nama Desa Jumlah
Potensial 1 NR. Ngambur, Sumber Agung, Marang, Biha, Way 5
Redak
Potensial 2 Pagar Bukit, Penyandingan, Pardasuka, 16
Sukanegara, Way Jambu, Tanjung Setia, Sumur
Jaya, Kp. Jawa, Seray, Walur, Pasar Krui, Balai
Kencana, Way Napal, Laay, Penengahan, Way
Sindi
Potensial 3 GC Kuningan, Pekonmon, Bd Dalam, Kota Jawa, 40
Sukamarga, Tanjung Kemala, Rajabasa, Mulang
Maya, Sukabanjar, Muara Tembulih, Ulok Mukti,
Pelita Jaya, Tanjung Jati, Pagar Dalam, Sukarame,
NR. Tenumbang, Way Suluh, Pemerihan, Lintik,
Rawas, Sukanegara, Bumiwaras, Pajar Bulan,
Padang Haluan, Penggawa V Tgh, Menyancang,
Penggawa V Ulu, Way Nukak, Kebuayan, Walur,
Kuripan, NR. Ratu, Pdg Rindu, Kerbang Langgar,
Kota Karang, Kerbang Dalam, Penengahan, Bandar
Pugung, Lemong, Way Batang, Tanjung Sakti
Tidak NR. Ngaras, Kota Batu, Way Haru, PenggawaV 19
Potensial Ilir, Banjar Agung, Pamungan, Ulu Krui, Way
Narta, Baturaja, Sukamarga, Pekonlok, Bandar
Dalam, Pasar Pulau Pisang, Sukadana, Labuhan,
Balam, Bambang, Pagar Dalam Malaya, Cahaya
Negeri, Tanjung Jati, Rata Agung.
melinjo. Hal ini cukup memberikan gambaran bahwa alternatif pertama bisa
dijadikan pilihan.
Dari aspek dukungan bahan baku, infrastruktur dan kesesuaian untuk
pengembangan lokasi tersebut sangat memadai karena secara geografis beberapa
wilayah berdekatan satu sama lain. Artinya pemilihan satu lokasi dapat
memberikan Multiplier Effect kepada daerah sekitarnya. Menurut Handoko (2000)
beberapa alasan dalam memilih lokasi oleh industri antara lain: fasilitas dan biaya
transportasi, kedekatan dengan bahan baku, tenaga kerja, kedekatan dengan pasar,
dan lingkungan masyarakat.
Alternatif Kedua : Kelompok Desa Way Redak, Kampung Jawa, Pasar Krui,
Seray, dan Walur. Pada wilayah ini terdapat beberapa hal yang mendukung,
antara lain: daerah tersebut secara administratif berada dalam satu Kecamatan
yaitu Pesisir Tengah. Dari sudut infrastruktur wilayah merupakan daerah yang
relatif lebih dekat dengan ibukota Kabupaten Lampung Barat (35 km) sehingga
memudahkan dalam hal koordinasi. Kota Krui sudah sangat dikenal masyarakat
sebagai kota pelabuhan yang berfungsi sebagai jalur perdagangan pada era tahun
70 an, dimana transportasi laut merupakan jalur utama dalam hal keluar
masuknya barang. Jalur Keberadaan Krui sebagai pusat perdagangan komoditas
pertanian dan kehutanan menjadi salah satu pedukung pemilihan lokasi ini.
Alternatif Ketiga : Pardasuka, Pagar Bukit dan Sukanegara. Pada wilayah ini
secara geografis sangat jauh dari ibukota kabupaten, namun relatif lebih dekat
dengan Bandar Lampung Bila melewati Kabupaten Tanggamus. Secara hirarki
wilayah alternatif ini agak sulit untuk dipilih karena dukungan fasilitas masih
sangat minim.
Pemilihan alternatif lokasi suatu kawasan tidak terlepas dari kesesuaian
secara teknis, ekonomi, sosial dan kebijakan pemerintah. Menurut Djojodipuro
(1992) pemerintah dapat menentukan lokasi industri. Kebijaksanaan ini dapat
mendorong, menghambat, atau melarang kegiatan industri pada lokasi tertentu.
Kebijaksanaan pengaturan yang didasarkan atas pembagian daerah atau zoning
terkait dengan perencanaan pengembangan suatu wilayah.
Selain itu alternatif di atas harus disesuaikan dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan Rencana Tata Ruang
92
PP KP NT DL PTK KS TEK
DC DC MK AA SK CF NDC CP
PRODUK-PRODUK
AGROINDUSTRI KELAPA
PROSPEKTIF
Dari Tabel tersebut terlihat bahwa faktor penentu yang dimiliki oleh
Peluang Pasar sebesar 0,23, diikuti oleh Kebijakan Pemerintah dengan nilai 0,17,
dan Nilai Tambah dengan bobot 0,16. Selanjutnya pada urutan ke empat kriteria
yang dipilih pakar adalah Dampak Lingkungan dengan skor 0,12, Penyerapan
Tenaga Kerja sebesar 0,11, Kualifikasi SDM dengan nilai 0,10 dan diikuti kriteria
Teknologi yang digunakan dengan bobot 0,10.
Pengembangan suatu produk agroindustri harus memperhatikan prospek
pasar karena semakin besar peluang pasar suatu produk, maka hal ini akan
memberikan gambaran bahwa produk tersbut semakin prospektif untuk
dikembangkan. Selain itu peluang pasar sangat penting karena akan menunjukkan
prospek kebutuhan produk agroindustri kelapa yang akan dikembangkan untuk
keperluan pasar dalam negeri maupun ekspor. Faktor peluang pasar sangat
penting untuk mendukung pengembangan sektor agroindustri kelapa, karena
kualitas dan kuantitas yang memadai tidak cukup membantu bila peluang pasar
suatu produk sangat rendah. Selain itu peluang pasar akan dapat meningkatkan
kinerja ekspor dan penambahan devisa negara, serta mendukung pengembangan
agroindustri itu sendiri. Berdasarkan pendapat para pakar, kriteria peluang pasar
mendapat nilai 0,23
96
produk ini masih sangat kurang. Hal ini tidak terlepas dari belum banyak
tersedianya santan kelapa kemasan. Berdasarkan pendapat para pakar dalam
penelitian ini skor untuk Santan Kelapa 0,112. Produk ini sebenarnya sangat
prospektif untuk dikembangkan, berdasarkan data Statistical Year Book APCC
(2006) ekspor Indonesia pada tahun 2004-2006 terus meningkat. Pada tahun 2004
total ekspor mencapai20.240 ton dengan nilai 15.248.000 US Dollar, meningkat
menjadi 32.480 ton pada tahun 2005 dan mencapai 27.402 ton dengan nilai
21.928.000 US Dollar pada tahun 2006. Disisi lain bagai masyarakat perkotaan
keberadaan santan kelapa kemasan merupakan pilihan yang tepat sebagai
pelengkap masakan karena terbatasnya waktu dalam mengolah kelapa menjadi
santan.
Produk lainnya seperti Coco Fibre menurut para pakar mendapat skor
0,105. Pada dasarnya produk ini sangat banyak diperlukan oleh rumah tangga dan
industri, namun belum difahaminya peluang pasar dan nilai tambahnya, maka
sabut kelapa sampai saat ini masih menjadi limbah di kalangan masyarakat
terutama di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Menurut APCC (2007) ekspor
Coco Fibre Indonesia pada periode 2004-2006 sebesar 1.180 ton, 3.550 ton dan
3450 ton.
VCO, Nata De Coco, dan Coco Peat menurut para pakar berada pada
urutan belakang dengan skor 0,098, 0,096, dan 0,092. Produk ini baik untuk
dikembangkan, namun dalam skala industri kelapa terpadu seperti KUAT, ketiga
produk dapat dikembangkan dalam jangka panjang, artinya dalam jangka pendek
pengembangan produk ini belum dapat dilaksanakan. Ke depan melalui
pemberdayaan masyarakat, produk-produk ini dapat dilaksanakan melalui skala
rumah tangga dengan kata lain melalui Usaha Kecil dan Menengah atau industri
rumah tangga.
Program KUAT merupakan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten
Lampung Barat melaksanakan percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan
motor utama sektor Industri. Selama ini belum terdapat usaha agroindustri yang
berskala menengah dan besar di wilayah ini. Namun demikian terkait dengan
Program KUAT dengan komoditas utama Kelapa, pengembangan produk harus
bersifat terpadu. Dengan kata lain meskipun berdasarkan analisis para pakar
100
Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa Minyak Kelapa dan Dessicated
Coconut merupakan produk unggulan pertama dan kedua dengan nilai masing-
masing 0,215 dan 0,170. Jenis lain yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu
Arang Aktif ,Santan Kelapa dan Coco Fiber dengan skor 0,112 , 0,112 dan 0,105.
Terlepas dari hasil analisis di atas terdapat 2 hal yang berbeda yaitu produk
Minyak Kelapa dan Dessicated Coconut dan Santan memiliki bahan baku yang
berasal dari daging buah. Sebaliknya Arang Aktif dan Coco Fiber berasal dari
tempurung dan sabut kelapa. Hal ni menjelaskan bahwa untuk efisiensi
produktifitas pembangunan agroindustri berbasis komoditas kelapa harus
dilakukan secara simultan dan terpadu.
Sebagai sebuah program pembangunan klaster industri yang diharapkan
menjadi trigger (pemicu) pergerakan perekonomian wilayah, maka harus dipilih
produk yang akan dikembangkan sesuai dengan ketersediaan sumberdaya yang
ada. Pemerintah Daerah tidak mungkin akan membangun agroindustri terpadu
secara serentak karena keterbatasan dana. Sedangkan keberadaan masyarakat di
sekitar lokasi program harus dilibatkan dalam proses pembangunan. Oleh karena
itu beberapa pilihan alternatif dalam membangun keterpaduan dapat ditempuh
dengan memberdayakan kelmbagaan masyarakat.
Produk-produk agroindustri yang membutuhkan modal, teknologi dan
sumberdaya manusia yang tinggi dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan atau
swasta. Produk-produk tersebut antara lain: Dessicated Coconut, Minyak Kelapa
dan Santan Kelapa. Hal ini penting karena produk tersebut memerlukan Quality
Control dan persyaratan mutu, tingkat higienis yang tinggi. Sedangkan produk
dengan teknologi sederhana dan Quality Cntrol yang kurang ketat, seperti Arang
Aktif, Coco Fiber, Nata De Coco dan Coco Peat dapat dilaksanakan melalui
lembaga masyarakat atau kelompok tani.
Menurut Allolerung dan Lay (1998), pengolahan kelapa skala industri
besar dewasa ini telah mengolah hampir seluruh komponen buah kelapa baik
secara terpadu maupun parsial yang menghasilkan produk bernilai ekonomi dan
pasaran yang luas antara lain: minyak kelapa, Dessicated Coconut (Kelapa Parut),
Santan, Bungkil Tepung Tempurung, Arang Aktif, Serat Sabut dan Nata De Coco.
Pengembangan aneka ragam produk menghasilkan nilai tambah besar, namun
102
antara petani dengan pedagang desa, dengan sistem harga borongan berupa kelapa
utuh belum di kupas.
Selanjutnya pedagang desa menjual kepada pedagang kecamatan yang
akan membeli dengan cara datang langsung ke pedagang desa. Sistem pembelian
dilakukan dengan cara borongan tanpa memperhatikan ukuran biji kelapa.
Pedagang Kecamatan selanjutnya menjual kepada pedagang kabupaten di Liwa
atau Pasar Fajar Bulan di Kecamatan Way Tenong, yang kemudian dijual kepada
pedagang pengecer. Pedagang pengecer membeli kelapa untuk dipasarkan
langsung ke konsumen. Pada tahapan pemasaran ke konsumen ukuran biji kelapa
menjadi dasar dalam menentukan harga.
Rantai tata niaga kelapa juga terjadi antara pedagang tingkat kecamatan
dengan pedagang pengirim yang akan membawa komoditas kelapa ke industri
berbahan baku kelapa di Bandar Lampung. Industri tersebut merupakan produsen
produk nata de coco, vco, santan kelapa dan desisicated coconut.
Kelapa pecah akan diapkir dan menjadi tanggungjawab pembeli yang
umumnya merupakan pedagang desa, pada tahapan ini kelapa apkir akan diolah
menjadi kopra. Pedagang pengumpul kopra berada di Kelurahan Pasar Krui,
dimana harga jual berkisar antara sebesar Rp. 3.000-3.500/kg tergantung pada
mutu kopra yang dijual. Harga tersebut cenderung tetap dari tahun ke tahun. Bila
kopra tersebut jumlahnya sudah memadai, maka akan dibawa ke Bandar
Lampung atau Kota Metro untuk dijual kepada Industri Minyak Goreng. Namun
seiring dengan harga kelapa yang cukup tinggi, produksi kopra menjadi berkurang
karena petani menjual dalam bentuk kelapa butiran. Sebaliknya bila harga kelapa
butiran rendah, maka petani akan mengolah kelapa menjadi kopra.
Berkurangnya produksi kopra karena secara ekonomi pengolahan kopra
tidak menguntungkan dimana untuk menghasilkan 1 Kg kopra dibutuhkan sekitar
4 butir kelapa, dengan harga jual Rp. 2.000 sampai dengan 3.750/kg. Sedangkan
bila dijual butiran maka harga kelapa Rp. 1.100/butir. Oleh karena itu merupakan
hal yang wajar bila petani tidak mengolah kelapa menjadi kopra di saat harga
kelapa cukup tinggi. Secara lengkap bagan rantai pemasaran kelapa di Kabupaten
Lampung Barat di sajikan pada gambar berikut ini:
105
PETANI
/PRODUSEN
KOPRA PEDAGANG
PEDAGANG
KERING PENGUMPUL
PENGECER
KECAMATAN
INDUSTRI
INDUSTRI VCO,KELAPA
MINYAK KELAPA PARUT,NATA DE
COCO, DLL
pedagang pengirim yang ikut dalam proses tata niaga. Pedagang pengirim
mengambil produk kelapa dari pedagang kecamatan. Peran pedagang pengirim
cukup besar, hal ini ditunjukkan dengan besarnya marjin.
Distribusi biaya pemasaran relatif merata kecuali biaya angkut dan harga
beli. Marjin keuntungan tertinggi berada pada level pedagang pengirim yang
mencapai Rp. 300/butir. Hal ini disebabkan besarnya resiko yang dihadapi,
disamping besarnya modal dalam mekanisme pemasaran. Sedangkan marjin
terendah berada pada tingkat pedagang pengumpul desa. Salah satu penyebabnya
adalah adanya biaya pengupasan kulit luar yang harus ditanggung sebelum
pembeli tingkat kecamatan datang. Selain itu dari sisi permodalan pedagang
pengumpul desa relatif memiliki modal yang kecil. Resiko pecah dan apkir juga
menjadi pembatas pedagang level ini untuk menigkatkan marjin keuntungan.
Marjin keuntungan setiap golongan pedagang lebih besar dibandingkan
biaya pemasaran sehingga harga di tingkat petani menjadi relatif rendah.
Damanik dan Sientje (1992) menyatakan bahwa pola tata niaga di atas merupakan
ciri dari pemasaran yang bersifat monopsoni. Harga ditentukan oleh beberapa
atau satu lembaga pemasaran yang dalam hal ini pemilik modal.
Dalam pemasaran kelapa, pedagang pengirim memegang peranan yang
sangat besar dalam menjalankan fungsi tata niaga kelapa, karena mereka inilah
yang menyediakan sebagian besar modal kerja dan menghadapi resiko paling
besar. Resiko inilah yang sering dijadikan alasan untuk menekan harga di tingkat
pedagang pengumpul maupun petani, sebagai akibatnya tata niaga kelapa di
daerah menjadi tidak efisien (Herman dan Saputro (1990) dalam Damanik dan
Sientje (1992).
Disisi lain posisi petani sebagai price taker (penerima harga) menjadikan
pedagang memiliki kekuasaan untuk menentukan harga, selain beberapa petani
telah menerima pembayaran awal harga kelapa sebelum panen. Pola pembayaran
awal banyak dilakukan pada kondisi petani memerlukan dana untuk biaya anak
sekolah atau biaya berobat. Kebutuhan tersebut mendorong petani kelapa
meminjam dana kepada pedagang dengan konsekuensi pembayaran dengan
produk kelapa pada saat panen. Hasil analisis marjin tata niaga kelapa menurut
golongan pedagang disajikan pada tabel berikut:
107
Tabel 28. Harga Pasar Produk Kelapa di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2004-
2006
Tahun Produk Satuan Harga Harga Rata-rata
Terendah Tertinggi
2004 Kopra Kg 1,000 1,000 1,000
Kelapa Segar Butir 700 1.000 875
2005 Kopra Kg 4,000 4,000 4,000
Kelapa Segar Butir 1.000 1.300 1.250
2006 Kopra Kg 3,200 4,000 3.150
Kelapa Segar Butir 1,200 1,500 1,230
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat
5.6.1. Daun
Hiasan, Ketupat,
Helai Industri Kerajinan
Daun Tangan Tas, Keranjang
5.6.2. Batang
Pemanfaatan batang kelapa sebagai produk kerajinan sudah sejak lama
dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Produk furniture, alat-alat dapur, peralatan
pertanian sampai dengan bahan bangunan merupakan hal yang umum di kalangan
masyarakat. Industri berbasis pohon kelapa masih dilakukan dalam skala kecil,
yaitu di tingkat perajin rumah tangga sampai dengan usaha-usaha kecil. Pada
gambar berikut disajikan pohon industri produk yang berasal dari batang kelapa.
Bahan-bahan
Bangunan
Industri Kerajinan
Tangan
Bahan
Jembatan
Batang
Furniture, gagang
Cangkul, dll
Industri Kerajinan
Hiasan Dinding,
Asbak
5.6.3. Buah
Buah kelapa memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia terutama
untuk keperluan rumah tangga. Secara umum buah kelapa dibedakan menjadi:
sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa.
113
Genteng
Sabut Serat
Industri Kerajinan
Pendek
Hard Board
Coco Peat/Media
Debu Tanam
Industri Kerajinan
Sabut
Kompos
Hiasan Dinding,
Tas, Ikat Pinggang
Industri Kerajinan
Tangan
Asbak, peralatan
makan
Tempurung
Arang Aktif, Briket
Industri Kimia
Asap Cair
Industri
Makanan
Kecap,
Asam Cuka
Air Kelapa
Dekstrosa
Industri
Farmasi
Obat Penurun
Panas
Berdasarkan hasil kajian literatur dan diskusi dengan pakar kelapa, maka
didapat beberapa produk olahan yang berasal dari daging kelapa dan memiliki
nilai ekonomi, serta prospek pasar, baik domestik maupun ekspor. Adapun
produk tersebut adalah: Dessicated Coconut (Kelapa Parut), Minyak Kelapa, Nata
De Coco, Virgin Coconut Oil (VCO). Berikut ini disajikan deskripsi tentang
produk-produk tersebut:
dua yaitu permintaan domestik dan permintaan akan ekspor. Permintaan domestik
secara garis besar dibedakan menjadi permintaan langsung (konsumsi
rumahtangga) dan permintaan turunan (tidak langsung) yaitu permintaan untuk
bahan baku industri (Rachman, 2004).
Permintaan untuk konsumsi rumah tangga dihitung dari rata-rata konsumsi
per kapita pada tahun tertentu untuk komoditas kelapa dikalikan dengan jumlah
penduduk pada pertengahan tahun yang bersangkutan.
Permintaan
Ekspor
Permintaan Langsung
Permintaan /Konsumsi Rumah
Produk Kelapa Tangga
Permintaan
Domestik
Permintaan Tidak
Langsung/Turunan
Tabel 29. Konsumsi Produk Kelapa Per Kapita Kabupaten Lampung Barat
5,000,000
VOLUME (BUTIR)
4,000,000
3,000,000 Σ Penduduk
2,000,000 Konsumsi
1,000,000
-
2001 2002 2003 2004 2005
TAHUN
2,000,000
VOLUME (LITER)
1,500,000
Σ Penduduk
1,000,000
Konsumsi
500,000
-
2001 2002 2003 2004 2005
TAHUN
Konsumsi kelapa butiran di Propinsi Lampung berkisar antara 6,6 butir per
kapita per tahun sampai dengan 11,28 butir per kapita per tahun. Tingginya
konsumsi terjadi pada tahun 2004. Pada gambar berikut ditunjukkan
perkembangan tingkat konsumsi kelapa butiran di Propinsi Lampung Tahun
2001-2005.
50,000,000
VOLUME (BUTIR)
40,000,000
30,000,000 Σ Penduduk
20,000,000 Konsumsi
10,000,000
-
2001 2002 2003 2004 2005
TAHUN
20,000,000
VOLUME (LITER)
15,000,000
Σ Penduduk
10,000,000
Konsumsi
5,000,000
-
2001 2002 2003 2004 2005
TAHUN
Coco yang memproduksi Nata De Coco, PT. Sari Segar Husada yang
memproduksi Dessicated Coconut dan Santan Kelapa dan PT. Sinar Laut yang
memproduksi minyak kelapa. Berkembangnya industri tersebut semakin
meningkatkan aktifitas pengolahan kelapa, selain tumbuhnya usaha kecil yang
mengolah sabut kelapa, arang tempurung dan VCO. Pada gambar berikut
disajikan grafik perkembangan ekspor produk kelapa dari Propinsi Lampung pada
tahun 2001-2006.
30,000,000
25,000,000 COPRA COCONUT A
VOLUME (TON)
COCONUT DESSICATED
20,000,000
KELAPA BUTIRAN
15,000,000
PRODUK KELAPA LAIN
10,000,000
TEMPURUNG KELAPA
5,000,000 ARANG TEMPURUNG
-
2001 2002 2003 2004 2005 2006
TAHUN
100,000
Dessicated Coconut
VOLUME (TON)
80,000
Karbon Aktif
60,000 Coco Fiber
40,000 Santan
Kelapa Segar
20,000
Kopra
-
2001 2002 2003 2004 2005 2006
TAHUN
800,000
700,000
VOLUME (TON)
600,000
500,000
400,000 Minyak Kelapa
300,000
200,000
100,000
-
2001 2002 2003 2004 2005 2006
TAHUN
545,000
VOLUME (TON)
540,000
535,000
Minyak Kelapa
530,000
525,000
520,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN
140,000
120,000 Dessicated Coconut
VOLUME (TON)
yaitu 5 persen per tahun sampai dengan tahun 2011. Pada Tahun 2011
diproyeksikan areal perkebunan kelapa akan bertambah sebesar 1,879.10 ha.
Dari angka tersebut 1,082.38 atau 57,6 persen diarahkan ke wilayah pesisir.
Angka tersebut relatif kecil, namun diharapkan dapat memberikan dampak
terhadap pengembangan areal dan wilayah setempat.
Oleh karena itu produk yang dianggap sebagian masyarakat sebagai pohon
kehidupan ini perlu mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah. Besarnya
pangsa ekspor harus dimanfaatkan dengan cepat oleh pemerintah dan masyarakat
perkelapaan, ditengah semakin lemahnya isu pengembangan kelapa terkait
dengan maraknya pengembangan kelapa sawit oleh perusahaan swasta.
Pemenuhan kebutuhan ekspor produk kelapa memerlukan kerja keras para
stakeholder usaha tani kelapa. Hal ini terkait dengan kontinyuitas produksi,
karena di Kabupaten Lampung Barat seluruh areal perkebunan kelapa merupakan
usaha tani rakyat, dengan skala kecil dan teknologi sederhana. Namun demikian
gairah petani kelapa akan semakin tinggi bila ada jaminan kepastian harga dan
kemudahan pemasaran produk.
mulai dari hulu sampai hilir, tetapi juga terdapat aktivitas-aktivitas jasa yang
menunjang seperti lembaga penelitian dan pengembangan yang menunjang
aktivitas usaha dalam klaster (Taufiq, 2004). Secara tersirat, klaster industri
menunjukkan bahwa kompetensi pelaku usaha menjadi syarat utama bagi
penciptaan keunggulan kompetitif. Kompetensi ini juga mencerminkan
pemahaman nilai-nilai dan perilaku usaha, pengalaman, pengetahuan dan
kapasitas usaha.
Faktor lokasi juga menentukan tingkat perkembangan klaster. Klaster
yang ada di daerah perdesaan umumnya mempunyai usaha produktif yang sangat
terbatas akibat kelangkaan sumberdaya manusia dan prasana.
Pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses peningkatan nilai tambah
kelapa secara terpadu antara lain: Pemerintah Daerah, Manajemen Pengelola
Kawasan, Lembaga Pendampingan Petani, Lembaga Penelitian dan
Pengembangan, Lembaga Sosial Perkelapaan, UKM, Lembaga Keuangan, dan
Kelompok Petani/Masyarakat Petani Kelapa.
Peranan masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah : sebagai pemilik program sekaligus regulator dalam
wilayah setempat, peranan pemerintah daerah lebih banyak sebagai
koordinator dan motivator pelaksanaan jalannya klaster agrousaha terpadu.
Semakin berkembang klaster, maka peranan Pemerintah Daerah akan semakin
berkurang.
2. Pengelola kawasan usaha agro terpadu : pengelola dan pelaksana produksi
kawasan berfungsi sebagai produsen produk berteknologi dan Quality Control
yang ketat. Pengelola kawasan dapat berbentuk badan usaha milik daerah
(BUMD). Selain untuk membantu proses produksi, menurut Dirdjojuwono
(2004) pengelola kawasan dapat memberikan jasa pelayanan kepada investor
dalam kawasan industri antara lain: 1) menjual tanah kavling siap bangun
dalam kawasan, 2) menyewakan kavling siap bangun, 3) menyewakan
bangunan untuk usaha industri, 4) menjual bangunan untuk usaha industri, dan
5) menyewakan lahan untuk material dan barang produksi jadi (stockyard).
3. Lembaga Pendamping Petani : merupakan organisasi non pemerintah yang
berfungsi membantu petani dalam produksi hasil olahan. Lembaga
135
PASAR NASIONAL /
INTERNASIONAL PEMERINTAH
DAERAH
Pengelola UKM
PENDAMPING PETANI
Kawasan
Usaha Agro
Terpadu
SABUT KELAPA,
) TEMPURUNG DAN
AIR KELAPA
KELAPA
BUTIRAN
Kelompok Kelompok
Tani/Masyarakat Tani/Masyarakat
Petani Kelapa Petani Kelapa
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemilihan lokasi Kawasan Usaha Agro Terpadu berbasis komoditas Kelapa di
Kabupaten Lampung Barat terdapat 3 lokasi yaitu: Alternatif 1, Kelompok
Desa Biha, Marang, Sumber Agung, dan Negeri Ratu Ngambur, Alternatif 2,
Kelompok Desa Way Redak, Kampung Jawa, Pasar Krui, Seray, dan Walur
dan Alternatif 3, meliputi desa Pardasuka, Pagar Bukit dan Sukanegara.
2. Pemilihan Produk prospektif berdasarkan pendapat para pakar di bidang
komoditas kelapa diketahui bahwa kriteria penentuan yang memiliki nilai
tertinggi yaitu : Peluang Pasar (0,23), Kebijakan Pemerintah 0,17), Nilai
Tambah (0,16), dan Dampak Lingkungan (0,12). Sedang Produk prospektif
yang dipilih para pakar yaitu: Minyak Kelapa (0,215), Dessicated Coconut
(0,170), Arang Aktif (0,112) dan Santan Kelapa (0,112).
3. Produk olahan kelapa di Indonesia memiliki potensi pasar ekspor yang baik,
hal ini ditunjukkan dari kecenderungan permintaan ekspor yang terus
meningkat. Berdasarkan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil,
diketahui bahwa proyeksi produk: Minyak Kelapa, Dessicated Coconut,
Karbon Aktif, Coco Fiber, Santan Kelapa, Kelapa Segar dan Kopra memiliki
trend permintaan yang cenderung meningkat. Selain itu konsumsi kelapa dan
minyak kelapa dalam negeri akan terus meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk.
4. Keragaan kelapa di Kabupaten Lampung Barat menunjukkan masih rendahnya
teknik budidaya dan pengelolaan kebun,
5. Sistem pasar kelapa di Kabupaten Lampung Barat bersifat monopsoni dimana
rantai tata niaga kelapa yang panjang yaitu: pedagang pengumpul desa,
dengan keuntungan Rp. 50 (17,4 persen), pedagang pengumpul kecamatan Rp.
100 (14,29 persen), pedagang pengecer Rp. 200 (28,57 persen), pedagang
139
6.2. Saran
Adapun saran-saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Perlunya dilakukan penelitian tentang klaster industri lain yang merupakan
potensi wilayah pesisir barat Kabupaten Lampung Barat. Hal ini diperlukan
mengingat potensi lain seperti: perikanan, damar, lada dan kelapa sawit sangat
besar di wilayah ini, dan belum tergarap secara maksimal.
2. Wilayah Utara Pesisir Lampung Barat memiliki potensi yang besar di bidang
perkebunan seperti : komoditas Lada, Cengkeh, Nilam dan Kakao. Potensi ini
dapat dijadikan oleh pemerintah daerah sebagai peluang pengembangan
pertanian organik, mengingat pola budidaya masyarakat yang masih
tradisional dan minim dalam penggunaan sarana produksi pupuk kimia dan
pestisida.
140
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D., Mahmud, Z., Wahyudi., Novarianto, H., Luntungan, H.T. 2005.
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian 2005. hal 1-38.
Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC). Statistical Year Book. 2004-
2007. Asia and Pacific Coconut Community (AAPCC).
Asnawi, S. dan S.N. Darwis. 1985. Prospek Ekonomi Tanaman Kelapa dan
Masalahnya di Indonesia.. Balai Penelitian Kelapa, Manado. Terbitan
Khusus 1985 . hal 6.
Azis, I.J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia.
Lembaga Penerbit Fakultas ekonomi Universitas Indonesia. hal. 85
BPTP Lampung. 2006. Situs Resmi Prima Tani. Di download dari WWW.
Deptan.go.id. Pada Tanggal 2 Maret 2008.
Lampung Barat Dalam Angka (LBDA). Tahun 2005. Badan Pusat Statistik
Bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Lampung Barat.
Mahmud, Z dan Ferry, Y. 2007. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesian Center for
Estate Crops and Development Jalan Tentara Pelajar No.1 Bogor 16111.
Malian, HA., Rachman, B., dan Djulin, A., 2004. Permintaan Ekspor dan Daya
Saing Panili di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 22
No.1, Mei 2004 : 26 – 45. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor.
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat, 2007. Dikutip dari situs Resmi Pemda
Lampung Barat. WWW.Lambar.go.id., 2007.
Supadi dan Nurmanaf. AR. 2006. Pemberdayaan petani kelapa dalam upaya
peningkatan pendapatan. Jurnal Litbang Pertanian. 2006; hal 26.
Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek. Teori dan Praktek. Pustaka Binaman
Presindo. Jakarta.
Swastika, DKS. 1999. Penerapan Model Dinamis dalam Sistem Penawaran dan
Permintaan Beras di Indonesia Informatika Pertanian Volume 8 (Desember
1999)
144
Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices. 2nd edition.
Cornell University Press. Ithaca and London.
135
LAM PIRAN 2. ANALISIS TINGK AT PERK EM BANGAN DESA-DESA PESISIR K ABUPATEN LAM PUNG BARAT
Pondok
puskesm a tem pat tem pat
Jum lah Jum lah SLTP Jum lah SM A P usakesa Jum lah bersalin m antri
No N am a D esa Jum lah Penduduk Luas D esa S LTPN s praktek praktek D okter bidan
TK SD swasta SLTP swasta m as posyandu desa kesehatan
pem bantu dokter bidan
(polindes)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 W AY H AR U 2888 13550 0 3 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1
2 BAN D AR D ALAM 3633 2626 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1
3 KOTA JAW A 3717 15160 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 3 0 0 1 1
4 PEN YAN DIN GAN 2213 960 1 2 1 0 1 0 0 1 0 0 3 0 0 2 0
5 SU KAMA RG A 4105 14400 0 4 0 1 1 0 0 0 0 0 3 1 0 0 0
6 TA N JUN G KEMA LA 2550 11550 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1
7 PAG AR BU KIT 3711 11008 1 2 0 0 0 0 0 1 0 2 10 0 0 1 2
8 PAR D A S U KA 2304 7570 0 2 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 3 1
9 RA JA B ASA 1201 5413 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
10 MULAN G MA YA 772 9023 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1
11 NE GER I R ATU N GAR AS 2337 13500 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0
12 KOTA BATU 1520 7000 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
13 GED U N G C AH YA KU N ING AN 4490 3215 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0
14 NE GER I R ATU N GAMB UR 2010 2041 1 3 0 0 0 0 1 0 0 1 3 0 0 3 1
15 PEK ON MON 3422 6676 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 3 0 0 1 0
16 SU MBER A GU N G 1640 7252 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
17 ULOK MU KTI 2860 956 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 0 1 0
18 SU KA NE GAR A 1136 1264 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0
19 MUA RA TEMBU LIH 727 1211 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
20 SU KA BAN JAR 2442 1140 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
21 MAR AN G 4468 4512 0 5 0 0 0 0 0 1 0 2 0 5 0 2 2
22 W AY JAMBU 3678 18590 0 3 0 2 2 0 0 0 0 2 0 3 0 4 3
23 BIH A 4770 2526 1 1 0 2 2 0 1 1 1 2 0 4 2 3 3
24 TA N JUN G SETIA 1364 6680 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 2 2
25 PAG AR D ALAM 608 2165 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
26 TA N JUN G JATI 332 2165 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1
27 SU MUR JAYA 1455 9313 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 0 1 2
28 PELITA JAYA 1455 9313 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
29 SU KAR AME 798 5052 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0
30 NE GER I R ATU TEN U MBAN G 2125 15349 0 2 0 0 0 0 0 1 0 1 0 3 0 0 1
31 BALAI KEN C AN A 1720 984 0 3 0 1 1 1 0 0 0 1 2 0 0 1 1
32 W AY SU LU H 1505 600 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
33 W AY N APAL 860 508 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1
151
136
Pondok
puskesm a tem pat tem pat
Jum lah Jum lah SLTP Jum lah SMA P usakesa Jum lah bersalin m antri
No Nam a Desa Jum lah Penduduk Luas Desa SLTP N s praktek praktek Dokter bidan
TK SD swasta S LTP sw asta m as posyandu desa kesehatan
pem bantu dokter bidan
(polindes)
137
Pondok
puskesma tempat tempat
Jumlah Jumlah SLTP Jumlah SMA Pusakesa Jumlah bersalin mantri
No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa SLTPN s praktek praktek Dokter bidan
TK SD swasta SLTP swasta mas posyandu desa kesehatan
pembantu dokter bidan
(polindes)
Jumlah fasilitas 141,235.00 293,538.00 26.00 117.00 16.00 14.00 30.00 7.00 7.00 20.00 8.00 52.00 104.00 43.00 9.00 42.00 343.00
Jumlah desa yang memiliki fasilitas 25.00 74.00 15.00 10.00 23.00 6.00 7.00 20.00 8.00 44.00 73.00 32.00 8.00 28.00 51.00
138
1 2 3 4 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
1 W A Y H AR U 2888 13550 0 4 7 3 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0
2 BA N D AR D A LAM 3633 2626 0 0 6 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
3 KO TA JA W A 3717 15160 0 8 10 3 0 0 1 0 2 1 0 0 0 0 0
4 PE N YA N D IN G A N 2213 960 0 8 6 3 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0 3
5 SU KA M AR G A 4105 14400 0 10 8 4 0 0 0 0 2 1 0 0 0 1 0
6 TA N JU N G K EM ALA 2550 11550 0 3 8 9 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0
7 PA G A R B U K IT 3711 11008 3 2 3 16 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0
8 PA R D A SU KA 2304 7570 0 5 8 6 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0
9 R A JA B A SA 1201 5413 0 3 3 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0
10 MU LA N G M AYA 772 9023 0 2 2 3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0
11 N E GE R I R ATU N G A R A S 2337 13500 1 4 4 5 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
12 KO TA BA TU 1520 7000 0 2 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0
13 G. C K U N IN G AN 4490 3215 0 1 6 4 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0
14 N R N G A MB U R 2010 2041 5 0 7 3 0 0 1 0 1 0 2 0 0 1 0
15 PE K O N M ON 3422 6676 3 5 5 8 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0
16 SU MB E R A G U N G 1640 7252 0 4 2 2 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1
17 U LO K MU K TI 2860 956 1 3 4 6 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
18 SU KA N EG A R A 1136 1264 1 6 3 1 0 0 2 0 1 0 0 0 0 1 0
19 MU A R A T EM BU LIH 727 1211 0 3 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
20 SU KA BA N JA R 2442 1140 0 9 2 7 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0
21 MA R A N G 4468 4512 3 9 9 1 0 0 2 0 1 1 2 0 0 0 2
22 W A Y JAM B U 3678 18590 2 5 9 3 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
23 BIH A 4770 2526 1 10 7 7 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
24 TA N JU N G S ETIA 1364 6680 2 2 3 2 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
25 PA G A R D A LA M 608 2165 0 3 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
26 TA N JU N G JA TI 332 2165 1 2 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
27 SU MU R JA YA 1455 9313 1 3 2 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
28 PE LITA JA YA 1455 9313 4 8 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
29 SU KA R A ME 798 5052 0 0 2 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
30 N E GE R I R ATU TE N U MB AN G 2125 15349 2 7 4 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
31 BA LA I KE N C AN A 1720 984 2 3 2 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
32 W A Y S U LU H 1505 600 2 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
33 W A Y N AP A L 860 508 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
154
139
34 P AD AN G H A LU A N 665 264 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
35 LIN TIK 1509 328 0 0 3 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
36 W A LUR 526 437 2 0 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
37 P EME R IH AN 632 513 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
38 W A Y R ED A K 797 393 2 2 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
39 S ER AY 1300 492 1 0 3 1 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0 1
40 K AMP U N G JA W A 2096 345 1 1 2 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0
41 R A W AS 1193 464 1 0 1 4 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
42 P AS AR K R U I 8598 546 2 1 8 3 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0
43 S U KAN E GA R A 840 328 0 0 2 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
44 P AH MU N GA N 976 923 2 1 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
45 P AJA R BU LAN 380 219 2 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
46 B U MIW A R AS 401 153 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
47 P EN GG AW A V ILIR 1292 387 2 1 4 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
48 B AN JA R AG U N G 441 164 2 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
49 U LU KR U I 2833 1803 1 2 3 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0
50 G U N UN G K EMA LA 2340 1327 2 0 4 5 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
51 ME N YA N C AN G 1160 333 3 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
52 P EN GG AW A LIM A TE N GAH 1047 546 0 1 2 4 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
53 LAA Y 1260 492 0 2 2 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
54 P EN GG AW A LIM A U LU 1380 130.5 0 4 2 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0
55 P EN EN G AH A N 2667 1530 0 4 2 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
56 W A Y N U KA K 1378 437 0 2 3 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
57 K EB UA YAN 839 392.5 2 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
58 W A Y SIN D I 4409 1913 0 7 8 5 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
59 W A LUR 921 4280 0 5 2 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
60 P AD AN G R IN DU 800 2980 0 2 2 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
61 K U R IPA N 876 2923 0 0 3 3 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
62 N E GER I R A TU 1058 3080 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0
63 K ER BA N G LA N GGA R 658 3040 1 2 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
64 K ER BA N G D ALAM 650 2005 2 2 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
65 B ALAM 788 2880 1 0 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
66 W A Y N AR TA 402 2615 1 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
67 K OTA KA R AN G 918 2704 2 4 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
68 B ATU R AJA 668 2713 2 1 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
155
140
warte/kiospo Perusahaan Kios sarana
dukun bayi jumlah jumlah jumlah jumlah Lapangan
dukun bayi Jumlah jumlah lapangan n/warpostel/ Pos pertanian Perusahaan produksi
No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa belum surau/lan gereja gereja vihara/kle sepak
terlatih masjid pura bulu tangkis warparposte keliling tanaman Perkebunan milik non
terlatih ggar kristen katolik nteng bola
l pangan KUD
Jumlah fasilitas 141,235.00 293,538.00 89.00 208.00 257.00 188.00 - - 8.00 - 50.00 60.00 30.00 3.00 - 13.00 287.00
Jumlah desa yang memiliki
fasilitas 51.00 62.00 85.00 69.00 0.00 0.00 6.00 0.00 48.00 60.00 21.00 3.00 0.00 13.00 7.00
1 41
J um lah
indus tri B an guna n B e ngke l
Indus tri indus tri P e rusa ha an P a sa r ta npa W arun g/ke d K ope ra s i
k ec il K e lom pok pa sa r Tok o/w arung R e pa ras i
No N a m a D e sa J um lah P end uduk Lua s D es a k era jina n k ec il listrik non ba nguna n a i m a ka na n N on K U D
ke rajina n pe rtok oan pe rm a ne n/se ke lintong k en dara an
anya m an m a k ana n P LN pe rm ane n m inum a n lainn ya
k ayu m i p erm an en be rm otor
(unit)
1 2 3 4 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
1 W AY H ARU 28 8 8 13 5 50 0 1 1 0 0 0 0 7 3 1 0
2 BA NDA R DALA M 36 3 3 2 6 26 0 2 4 0 0 0 0 3 12 0 0
3 K O T A JA W A 37 1 7 15 1 60 0 0 0 0 0 0 0 0 31 0 0
4 P E N YA N D IN G A N 22 1 3 9 60 3 1 0 0 1 0 1 4 28 0 3
5 SUKAMAR GA 41 0 5 14 4 00 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 T A N JU N G K E M A L A 25 5 0 11 5 50 2 3 6 0 0 0 0 8 15 0 2
7 P A G A R B U K IT 37 1 1 11 0 08 1 3 5 0 0 0 1 6 12 1 1
8 PARDA SUKA 23 0 4 7 5 70 2 5 2 0 0 0 1 14 19 0 2
9 R A JA B A S A 12 0 1 5 4 13 0 0 0 0 0 0 0 3 4 0 0
10 MULANG MA YA 772 9 0 23 0 0 0 0 0 0 0 2 7 0 0
11 NEG ERI R ATU NG A RA S 23 3 7 13 5 00 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0
12 KO TA BATU 15 2 0 7 0 00 0 1 0 0 0 0 0 6 0 0 0
1 3 G E D U N G C A H Y A K U N IN G A N 44 9 0 3 2 15 0 5 2 0 0 0 2 0 7 0 2
14 NEG ERI R ATU NG A MBUR 20 1 0 2 0 41 0 1 0 0 0 0 1 6 12 0 5
15 PEKO N MO N 34 2 2 6 6 76 2 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0
16 SUMBER AG UN G 16 4 0 7 2 52 1 1 0 0 0 0 1 2 1 0 3
17 ULO K MUKTI 28 6 0 9 56 0 0 0 0 0 0 0 2 14 0 0
18 SUKA NEG AR A 11 3 6 1 2 64 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 1
1 9 M U A R A T E M B U L IH 727 1 2 11 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
2 0 S U K A B A N JA R 24 4 2 1 1 40 0 2 2 0 0 0 0 1 10 0 1
21 MAR ANG 44 6 8 4 5 12 3 0 0 0 0 0 0 2 39 1 2
2 2 W A Y JA M B U 36 7 8 18 5 90 0 0 0 0 0 1 1 1 20 0 3
2 3 B IH A 47 7 0 2 5 26 2 1 0 0 0 1 1 3 50 0 2
2 4 T A N JU N G S E T IA 13 6 4 6 6 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 5 P A G A R D A LA M 608 2 1 65 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0
2 6 T A N JU N G JA T I 332 2 1 65 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0
2 7 S U M U R JA Y A 14 5 5 9 3 13 0 0 0 0 0 1 1 1 20 0 0
2 8 P E LIT A JA Y A 14 5 5 9 3 13 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0
29 SUKAR AME 798 5 0 52 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
30 NEG ERI R ATU TENUMBA NG 21 2 5 15 3 49 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0 0
3 1 B A LA I K E N C A N A 17 2 0 9 84 0 0 0 0 0 0 1 0 8 0 1
32 W A Y SULUH 15 0 5 6 00 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0
33 W A Y N APAL 860 5 08 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 1
157
142
Jum lah
industri B angunan B engkel
Industri industri P erusahaan Pasar tanpa W arung/ked K operasi
kecil K elom pok pasar Toko/warung R eparasi
No N am a D esa Jum lah P enduduk Luas D esa kerajinan kecil listrik non bangunan ai m akanan N on K U D
kerajinan pertokoan perm anen/se kelintong kendaraan
anyam an m akanan P LN perm anen m inum an lainnya
kayu m i perm anen berm otor
(unit)
34 P A D A N G H A LU A N 665 264 2 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0
35 LIN TIK 1509 328 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 1
36 W A LU R 526 437 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0
37 P E ME R IH AN 632 513 1 0 0 0 0 0 0 0 7 2 0
38 W A Y R E D A K 797 393 1 0 0 0 0 0 0 0 6 1 1
39 S E R A Y 1300 492 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 2
40 K A MP U N G JA W A 2096 345 0 2 0 0 0 0 0 0 7 0 1
41 R AW A S 1193 464 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0
42 P A S A R K R U I 8598 546 0 0 0 0 1 1 0 7 100 0 15
43 S U K A N E G A R A 840 328 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0
44 P A H M U N GA N 976 923 2 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0
45 P A JA R B U LA N 380 219 0 1 0 0 0 0 0 0 6 0 0
46 B U M IW A R AS 401 153 0 0 0 0 0 0 0 0 7 1 0
47 P E N G G A W A V ILIR 1292 387 2 0 0 0 0 0 0 0 15 0 1
48 B A N JAR A G U N G 441 164 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0
49 U LU K R U I 2833 1803 2 0 0 0 0 0 0 2 5 0 1
50 G U N U N G K E MA LA 2340 1327 1 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0
51 M E N YA N C AN G 1160 333 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0
52 P E N G G A W A LIMA T E N G A H 1047 546 0 0 0 0 0 0 1 0 14 0 1
53 LA A Y 1260 492 0 0 2 0 0 0 1 12 0 1 2
54 P E N G G A W A LIMA U LU 1380 130.5 0 0 0 0 0 0 1 0 11 0 0
55 P E N E N G A H AN 2667 1530 0 0 0 0 0 0 1 32 0 1 0
56 W A Y N U K A K 1378 437 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0
57 K E B U A YA N 839 392.5 0 0 0 0 0 0 1 8 0 0 1
58 W A Y S IN D I 4409 1913 0 2 0 0 0 0 1 47 0 1 1
59 W A LU R 921 4280 10 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0
60 P A D A N G R IN D U 800 2980 5 0 0 0 0 0 0 0 5 1 0
61 K U R IP A N 876 2923 5 0 0 2 0 0 0 0 6 0 1
62 N EG E R I R A TU 1058 3080 2 0 0 0 0 0 0 5 16 1 1
63 K E R B A N G LAN G G AR 658 3040 0 1 0 0 0 1 0 0 8 0 0
64 K E R B A N G D A LA M 650 2005 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 1
65 B A LA M 788 2880 0 5 0 0 0 0 0 0 4 0 0
66 W A Y N A R TA 402 2615 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0
67 K O TA KA R AN G 918 2704 2 0 0 0 0 0 0 0 6 1 0
68 B A TU R A JA 668 2713 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0
158
143
Jumlah
industri Bangunan Bengkel
Industri industri Perusahaan Pasar tanpa Warung/ked Koperasi
kecil Kelompok pasar Toko/warung Reparasi
No Nama Desa Jumlah Penduduk Luas Desa kerajinan kecil listrik non bangunan ai makanan Non KUD
kerajinan pertokoan permanen/se kelintong kendaraan
anyaman makanan PLN permanen minuman lainnya
kayu mi permanen bermotor
(unit)
69 SUKAMARGA 166 779 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0
70 PEKON LOK 331 200 4 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0
71 BANDAR DALAM 419 152 2 1 0 5 0 0 0 0 4 0 0
72 PASAR PULAU PISANG 849 447 1 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0
73 SUKADANA 473 156 2 0 0 2 0 0 0 0 4 0 0
74 LABUHAN 737 516 2 1 0 2 0 0 0 0 3 0 0
75 PENENGAHAN 2222 4561 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 1
76 BANDAR PUGUNG 706 2962 1 0 0 0 0 0 0 0 6 0 1
77 PAGAR DALAM 1176 3209 1 0 0 0 0 0 0 0 5 0 1
78 BAMBANG 729 2463 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0
79 MELAYA 2221 3222 1 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0
80 CAHYA NEGERI 960 7513 1 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0
81 LEMONG 3330 1287 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 1
82 WAY BATANG 782 2556 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0
83 TANJUNG SAKTI 213 2334 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0
84 TANJUNG JATI 381 2773 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0
85 RATA AGUNG 2026 1056 0 2 0 0 0 0 1 0 20 0 1
Jumlah fasilitas 141,235.00 293,538.00 71.00 42.00 25.00 13.00 1.00 5.00 18.00 189.00 887.00 13.00 64.00
Jumlah desa yang memiliki fasilitas 32.00 21.00 9.00 5.00 1.00 5.00 17.00 25.00 75.00 12.00 33.00
Pakar 6
Pakar 1
1. Peluang Pasar
Pakar 6
VCO
Pakar 5 Coco Peat
Santan Kelapa
Pakar 4
Nata De Coco
Arang Aktif
Pakar 3
Coco Fiber
Pakar 2 Dessicated Coconut
Minyak Kelapa
Pakar 1
2. Kualifikasi SDM
160
Pakar 6
VCO
Pakar 5 Coco Peat
Santan Kelapa
Pakar 4
Nata De Coco
Arang Aktif
Pakar 3
Coco Fiber
Pakar 2 Dessicated Coconut
Minyak Kelapa
Pakar 1
3. Nilai Tambah
Pakar 6
VCO
Pakar 5 Coco Peat
Santan Kelapa
Pakar 4
Nata De Coco
Arang Aktif
Pakar 3
Coco Fiber
Pakar 2 Dessicated Coconut
Minyak Kelapa
Pakar 1
Pakar 6
VCO
Pakar 1
Pakar 6
VCO
Pakar 5 Coco Peat
Santan Kelapa
Pakar 4
Nata De Coco
Arang Aktif
Pakar 3
Coco Fiber
Pakar 2 Dessicated Coconut
Minyak Kelapa
Pakar 1
6. Kebijakan Pemerintah
162
Pakar 6
VCO
Pakar 5 Coco Peat
Santan Kelapa
Pakar 4
Nata De Coco
Arang Aktif
Pakar 3
Coco Fiber
Pakar 2 Dessicated Coconut
Minyak Kelapa
Pakar 1
7. Dampak Lingkungan
Pakar 6
VCO
Pakar 5 Coco Peat
Santan Kelapa
Pakar 4
Nata De Coco
Arang Aktif
Pakar 3
Coco Fiber
Pakar 2 Dessicated Coconut
Minyak Kelapa
Pakar 1
a= 512,482
b= 2809.32
Persamaan
Y = 512482 + 809,32 X
Tahun X PROYEKSI
2007 5 526,529
2008 6 529,338
2009 7 532,147
2010 8 534,957
2011 9 537,766
2012 10 540,575
2013 11 543,385
Jumlah 3,744,696
545,000
540,000
VOLUME (TON)
535,000
530,000 PROYEKSI
525,000
520,000
515,000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN
164
2. Dessicated Coconut
a= 42,716
b= 3680.86
Persamaan
Y = 42716 + 3680.86 X
Tahun X PROYEKSI
2007 5 61,120
2008 6 64,801
2009 7 68,482
2010 8 72,163
2011 9 75,844
2012 10 79,525
2013 11 83,205
Jumlah 505,140
90,000
80,000
VOLUME (TON)
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN PROYEKSI
165
3. Karbon Aktif
a= 14,766
b= 1694.93
Persamaan
Y = 14766 + 1694.93 X
Tahun X PROYEKSI
2007 5 23,241
2008 6 24,936
2009 7 26,631
2010 8 28,325
2011 9 30,020
2012 10 31,715
2013 11 33,410
Jumlah 198,278
40,000
35,000
30,000
VOLUME
25,000
20,000 PROYEKSI
15,000
10,000
5,000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN
166
4. Coco Fiber
a= 1,229
b= 642.39
Persamaan
Y= 1229 +642.39 X
Tahun X PROYEKSI
2007 5 4,441
2008 6 5,083
2009 7 5,726
2010 8 6,368
2011 9 7,011
2012 10 7,653
2013 11 8,295
Jumlah 44,577
9,000
8,000
VOLUME (TON)
7,000
6,000
5,000
PROYEKSI
4,000
3,000
2,000
1,000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN
167
5. Santan Kelapa
a= 20,614
b= 3378.71
Persamaan
Y = 20614 + 3378.71 X
Tahun X PROYEKSI
2007 5 37,508
2008 6 40,886
2009 7 44,265
2010 8 47,644
2011 9 51,022
2012 10 54,401
2013 11 57,780
Jumlah 333,506
70,000
60,000
VOLUME (TON)
50,000
40,000
PROYEKSI
30,000
20,000
10,000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN
168
6. Kelapa Butiran
a= 37,601
b= 6778.75
Persamaan
Y = 37601 + 6778.75 X
Tahun X PROYEKSI
2007 5 71,495
2008 6 78,274
2009 7 85,052
2010 8 91,831
2011 9 98,610
2012 10 105,389
2013 11 112,167
Jumlah 642,817
120,000
100,000
VOLUME (TON)
80,000
60,000 PROYEKSI
40,000
20,000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN
169
7. Kopra
a= 41,909
b= 6733.29
Persamaan
Y = 41909 +6733.29 X
Tahun X PROYEKSI
2007 5 75,575
2008 6 82,309
2009 7 89,042
2010 8 95,775
2011 9 102,509
2012 10 109,242
2013 11 115,975
Jumlah 670,427
140,000
120,000
VOLUME (TON)
100,000
80,000
PROYEKSI
60,000
40,000
20,000
-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN