You are on page 1of 12

Website: http://jurnaledukasikemenag.

org
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, 18(3), 2020, 314-325

POLA ASUH PENDIDIKAN PESANTREN TERHADAP PERKEMBANGAN


AFEKTIF ANAK DI PONDOK PESANTREN AL QOHHARIYAH KABUPATEN
BOGOR
PESANTREN EDUCATION UPDATE PATTERNS ON CHILDREN'S AFFECTIVE
DEVELOPMENT AT AL-QOHHARIYAH ISLAMIC BOARDING SCHOOL BOGOR
REGENCY
Bakti Toni Endaryono, Qowaid, Robihudin
IAI Nasional Laa Roiba Bogor
email: baktitoni@gmail.com

Naskah Diterima: 21 Maret 2020; Direvisi: 25 Agustus 2020; Disetujui: 6 Desember 2020

Abstract
Education in pesantren is generally carried out in a dormitory that lives and stays for 24 hours, under
the main guidance of the Kiai or the head of the pesantren. It is necessary to understand the parenting
patterns of children in the pesantren so that the conditions and affective development of children are
created as expected by parents who submit their children to study at the pesantren. This study aims
to understand the parenting style of pesantren education on children's affective development. This
study used a qualitative method with a case study approach. The data collection technique is done by
interview, observation, and document review. The results showed that the boarding school's
education parenting towards children's affective development was manifested through the cultivation
of santri discipline, cultivation of independence, cultivation of an awareness of the importance of
society, habituation of conducting book studies, developing talents and interests, and giving sanctions
to students who violate the discipline. This finding reinforces the opinion that pesantren have played
a role in educating people's lives. It is suggested that this parenting style be studied more widely and
deeply so that it can then be applied to other pesantren.
Keywords: Parenting pattern; Education; Child affective development; Islamic Boarding school

Abstrak
Pendidikan di pesantren umumnya dilaksanakan dalam suatu asrama yang hidup dan tinggal selama
24 jam, di bawah bimbingan utama kiai atau pimpinan pondok pesantren. Diperlukan pemahaman
pola pengasuhan anak di pesantren sehingga tercipta kondisi dan perkembangan afektif anak sesuai
yang diharapkan oleh orang tua yang menyerahkan anaknya belajar di pesantren. Penelitian ini
bertujuan untuk memahami pola asuh pendidikan pesantren terhadap perkembangam afektif anak.
Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik
pemgumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola asuh pendidikan pesantren terhadap perkembangan afektif anak terwujud
melalui penanaman disiplin santri, penanaman kemandirian, penanaman sikap sadar akan pentingnya
bermasyarakat, pembiasaan melakukan kajian kitab, pengembangan bakat dan minat, serta
pemberian sangsi terhadap santri yang melanggar tata tertib. Temuan ini menguatkan pendapat
bahwa pesantren telah berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu
disarankan agar pola asuh tersebut dikaji lebih luas dan mendalam untuk kemudian dapat diterapkan
pada pesantren lainnya.
Kata kunci: Pola asuh; Pendidikan; Perkembangan afektif anak; Pesantren

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X
This is a open access article under CC-BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
POLA ASUH PENDIDIKAN PESANTREN TERHADAP PERKEMBANGAN AFEKTIF ANAK DI PONDOK
PESANTREN AL QOHHARIYAH KABUPATEN BOGOR
PENDAHULUAN yang maksudnya adalah bukanlah sebaik-baik
muslim apabila meninggalkan perkara dunia
Pendidikan merupakan elemen yang
hanya untuk mementingkan akhirat, dan bukan
sangat penting dalam kehidupan, karena dari
pula sebaik-baik muslim apabila meninggalkan
sepanjang perjalanan manusia, pendidikan
perkara akhirat hanya untuk kepentingan dunia.
merupakan barometer untuk mencapai sebuah
Sesungguhnya dunia adalah jembatan untuk
nilai-nilai kehidupan. Pendidikan adalah proses
menggapai akhirat.
utama kemajuan suatu peradaban. Semakin baik
mutu pendidikan maka akan pesat kemajuan Agar mendalami sekaligus
sebuah peradaban, begitu pula sebaliknya. mempraktekkan kehidupan keislaman bagi
Untuk menunjukkan betapa pentingnya anak, maka banyak orang tua yang
pendidikan, Tilaar (1999) mengatakan bahwa menyerahkan anak-anaknya untuk dididik di
tidak ada suatu masyarakat pun yang dapat pondok pesantren. Sebab, pesantren memiliki
eksis tanpa pendidikan. Pendidikan tidak dapat banyak fungsi. Salah satu fungsi penting
dikucilkan dari proses pemanusiaan. pondok pesantren adalah fuSngsi pendidikan.
Disamping itu, pesantren juga memiliki fungsi
Dalam Islam, posisi pendidikan sangat
dakwah dan pengembangan masyarakat.
penting. Hal ini dapat dilihat, baik dari landasan
(Undang-Undang No 18 Tahun 2019 Pasal 4
Al Qur’an, hadits, maupun sejarah perjalanan
Tentang Pesantren). Sebagai lembaga
Islam itu sendiri dari awal kedatangan Islam
pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren
sampai saat ini. Dalam Al Qur’an, sebagimana
memiliki konstribusi penting dalam
terdapat dalam Surat Al Mujadalah ayat 11,
mencerdaskan kehidupan bangsa (Madjid,
dikatakan bahwa Allah akan mengangkat harkat
1983). Pesantren adalah sebuah kehidupan yang
derajat orang yang beriman dan berilmu. Dalam
unik. Dengan pola kehidupannya yang unik
Islam pendidikan tidak hanya dipandang dalam
tersebut, pesantren mampu bertahan selama
batas bangku sekolah atau kuliah semata, akan
berabad-abad (Wahid, 1983).
tetapi pandangan Islam jauh lebih luas yaitu
pendidikan sepanjang hayat, karena memang Pendidikan pesantren sangat bervariasi
itulah yang diajarkan oleh Rosulullah SAW. dan beragam, sebagaimana yang terdapat pada
Beliau meminta kita untuk mencari ilmu dari sekolah misalnya. Dalam beberapa tahun
sejak lahir sampai mati. terakhir, pondok pesantren mengalami per-
kembangan pesat dan mengesankan, baik secara
Menurut Islam, pendidikan bukan hanya
kuantitas maupun secara kualitas. Kemajuan
berisi pendidikan umum untuk kepentingan
kehidupan di dunia ini saja, akan tetapi tersebut tidak dilepaskan dari adanya perubahan
lingkungan strategis yang terjadi baik pada
pendidikan juga untuk kepentingan kehidupan
tingkat lokal, nasional, maupun global.
setelah manusia meninggalkan dunia ini, yang
Sehingga adalah wajar apabila saat ini juga
dikenal dengan kehidupan di akhirat nanti.
banyak lembaga pendidikan menyelenggarakan
Seorang muslim tidak cukup memberikan
pendidikan dengan mengacu pada pesantren,
pendidikan yang bersifat keduniaan saja atau
walau tidak sepenuhnya, seperti sekolah Islam
dengan kata lain pendidikan umum saja.
terpadu (Qowaid, 2017, 2019).
Pendidikan agama pun juga dipentingkan.
Manusia hidup di muka bumi ini tidak cukup Sebagian besar pondok pesantren
hanya menggunakan intelektualnya saja mewajibkan santrinya untuk tinggal (mukim) di
(kecerdasan otak semata), tetapi juga harus asrama atau pondok. Mereka dididik di asrama
disempurnakan dengan aspek spiritual selama 24 jam penuh. Mulai bangun tidur di
(kecerdasan dari dalam hati). Maka dari itu, pagi hari sampai malam saat akan dan selama
untuk menyeimbangkan pendidikan anak, orang tidur malam. Oleh karena itu, pengasuhan
tua bukan hanya memasukan anak ke terhadap santri menempati posisi penting dalam
pendidikan sekolah saja. Seorang anak mesti proses pendidikan di pondok pesantren.
belajar ke lembaga pendidikan yang bersifat Sementara itu, santri masih berusia muda, yang
keagamaan, seperti madrasah, pondok jauh dari orang tua atau walinya. Mereka perlu
pesantren, majlis ta’lim dan lain-lain. dibimbing, dan memang tujuan utama masuk
Rosulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits

315 | EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X
BAKTI TONI ENDARYONO, QOWAID, ROBIHUDIN

pondok pesantren adalah untuk dibimbing mempersiapkan seseorang menjadi anggota


(Sunarto & Hartono, 2008). masyarakat. Artinya mempersiapkan orang itu
dimaksudkan untuk dapat bertingkahlaku sesuai
Di pondok pesantren mereka dididik
dengan dan berpedoman pada kebudayaan yang
pendidikan dan pengajaran melalui kegiatan
didukungnya. Dengan demikian pengasuhan
intra dan ekstra kurikuler. Di samping itu,
anak yang merupakan bagian dari sosialisasi
dilakukan pula pemberian contoh kepada santri
pada dasarnya berfungsi untuk
(baik berupa tingkah laku, sifat, sikap, maupun
mempertahankan kebudayan dalam suatu
cara berfikir), pemberian penghargaan,
masyarakat tertentu.
motivasi, pemberian hukuman, dan pem-
bujukan. Penghargaannya berupa pemberian Sementara itu, menurut Thoha (1996),
hadiah dan pujian, sedangkan hukumannya pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang
berupa sangsi yang diberikan sebagai wujud ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak
atau akibat dari ulah dan perbuatan melanggar sebagai perwujudan dari tanggung jawab
aturan yang berlaku. Bentuknya mulai dari kepada anak. (Thoha, 1996). Sedangkan
hukuman ringan (nasihat) sampai berat menurut Gunarsa, pola asuh orang tua adalah
(dikeluarkan dari pesantren). Pembujukan sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan
dilakukan dengan memberi nasihat melalui anggota keluarga yang lebih muda termasuk
pendekatan secara perorangan untuk membantu anak supaya dapat mengambil keputusan
santri dalam memecahkan masalahnya. Nasihat sendiri dan bertindak sendiri sehingga
yang lemah lembut diharapkan untuk mengalami perubahan dari keadaan bergantung
mengembalikan santri pada jalanya yang benar. kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan
(Rakhmawati, 2013). bertanggung jawab sendiri (Gunarsa, 2007).
Dengan demikian yang dimaksud dengan pola
Pola asuh para pimpinan pondok
asuh pendidikan di pesantren adalah cara
pesantren tersebut akan mempengaruhi
terbaik pimpinan pesantren mempersiapkan
perkembangan afektif anak atau santri.
santri untuk mampu mengambil keputusan
Mengingat pentingnya pola asuh anak dalam
sendiri dan bertanggungjawab.
pesantren terhadap perkembangan afektif anak,
maka dilakukanlah penelitian tentang pola asuh Pemberian disiplin dalam arti
anak di salah satu pesantren. Artikel ini mengajarkan aturan-aturan bertujuan supaya
difokuskan kepada pola asuh pesntren terhadap seseorang dapat menyesuaikan diri dalam
perkembangan afektif anak di Pesantren Al lingkungannya sehingga menghasilkan sikap
Qohhariyah Kabupaten Bogor. Masalahnya yang baik. Dengan demikian cara atau bentuk
adalah seperti apakah pola asuh anak terhadap disiplin yang diberikan, banyak tergantung pada
perkembangan afektif anak di Pesantren Al pemberi disiplin, yaitu orang tua atau tokoh
Qohhariyah tersebut? Bagaimana pula sejarah otoritas lainnya. Orang tua dan atau wali anak
perkembangan dan kondisi pondok pesantren mempunyai pengaruh penting. Cara pemberian
yang menjadi tempat pendidikan anak atau disiplin berbeda-beda dan sudah barang tentu
santri tersebut? memberikan hasil yang berbeda, termasuk
prestasi yang diraihnya (Soekamto, 1999).
Tujuan tulisan ini adalah untuk
memahami pola asuh terhadap perkembangan Penanaman nilai-nilai yang diberikan
afektif anak di Pesantren Al Qohhariyah. Di tentunya tidak bisa dilakukan dalam sekejab,
samping itu, penelitian ini juga dimaksudkan hal ini memerlukan suatu proses yaitu dengan
mengetahui sejarah perkembangan dan kondisi sosialisasi. Menurut Soekanto (1986),
Pondok Pesantren Al Qohhariyah di Kabupaten sosialisasi adalah suatu proses dimana warga
Bogor tersebut. masyarakat dididik untuk mengenal,
memahami, mentaati, menghargai dan
KAJIAN TEORI menghayati norma-norma dan nilai-nilai yang
Pengasuhan anak adalah salah satu bagian berlaku di masyarakat. Lebih lanjut, proses
penting dalam proses sosialisasi. Menurut sosialisasi tersebut tersirat ke dalam beberapa
Sunarti dkk (1989), pengasuhan anak dalam tahap kegiatan. Khaerudin (1985) membagi ke
suatu masyarakat berarti suatu cara dalam dalam tiga tahap, yakni tahap belajar, tahap

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X | 316
POLA ASUH PENDIDIKAN PESANTREN TERHADAP PERKEMBANGAN AFEKTIF ANAK DI PONDOK
PESANTREN AL QOHHARIYAH KABUPATEN BOGOR
penyesuaian diri terhadap lingkungan, dan Dimensi ketiga adalah ada obyek atau
tahap pengalaman mental. Dalam tahap belajar tidak. Dalam tindakan tertentu tetap terdapat
sosialisasi berlangsung dan individu mengalami ancaman kekerasan fisik dan psikologis,
proses belajar. Dalam tahap penyesuaian diri meskipun tidak memakan korban, akan tetapi
terhadap lingkungan, individu tidak begitu saja membatasi tindakan manusia. Dimensi keempat
melakukan tindakan yang dianggap sesuai adalah kekerasan langsung dan tidak langsung.
dengan dirinya karena individu memiliki Kekerasan disebut langsung atau personal jika
lingkungan di luar baik lingkungan fisik ada pelakunya, dan bila tidak ada pelakunya
maupun lingkungan sosial. Sedangkan pada disebut tidak langsung. Kekerasan tidak
tahap pengalaman mental, pengalaman langsung sudah menjadi bagian struktur yang
seseorang akan membentuk suatu sikap pada tidak baik dan menampakkan diri sebagai
diri seseorang, didahului oleh suatu kebiasaan kekuasaan tidak seimbang yang menyebabkan
yang menimbulkan reaksi sama terhadap peluang hidup tidak sama. Dimensi kelima
masalah yang sama. adalah disengaja atau tidak. Bertitikberat pada
akibat dan bukan tujuan pemahaman, yang
Pada prinsipnya cara pengasuhan anak ini
hanya menekankan unsur sengaja tentu tidak
setidak-tidaknya mengandung sifat peng-
cukup untuk melihat dan mengatasi kekerasan
gajaran, dan pembujukan (Rakhmawati, 2013).
struktural yang bekerja secara halus dan tidak
Penggajaran disini diartikan sebagai cara
disengaja. Dari sudut korban, sengaja atau
mensosialisasikan nilai-nilai, norma, larangan,
tidak, kekerasan tetap kekerasan.
keharusan yang harus ditaati dan diketahui
Dimensi keenam adalah aspek yang
anak, dan juga pendidikan (moral maupun
tampak dan tersembunyi. Kekerasan yang
intelektual), penerapan disiplin. Pengganjaran
tampak, nyata (manifest), baik yang personal
dalam pola pengasuhan dapat dibedakan
maupun struktural, dapat dilihat meski secara
menjadi 2 jenis, yaitu hukuman dan
tidak langsung. Sedangkan kekerasan
penghargaan. Hukuman berarti menjatuhkan
tersembunyi adalah sesuatu yang memang tidak
sangsi pada seseorang karena suatu kesalahan,
kelihatan (latent), tetapi bisa dengan mudah
perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran
meledak. Kekerasan tersembunyi akan terjadi
atau pembalasan. Penghargaan berarti tiap
jika situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga
bentuk penghormatan untuk setiap hasil yang
tingkat realisasi aktual dapat menurun dengan
baik. Penghargaan tidak harus dalam bentuk
mudah. Kekerasan tersembunyi yang struktural
materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian,
terjadi jika suatu struktur egaliter dapat dengan
senyuman atau tepukan di punggung.
mudah diubah menjadi feodal, atau evolusi hasil
Pemahaman tentang kekerasan lebih dukungan militer yang hirarkis dapat berubah
ditentukan pada segi akibat atau pengaruhnya lagi menjadi struktur hirarkis setelah tantangan
pada manusia. Pemahaman ini tidak utama terlewati.
membedakan tindakan-tindakan yang keras, Pembujukan dilakukan agar anak mau
(keras sebagai sifat) dengan tindakan-tindakan mengikuti ajakan atau perintah pengasuh
kekerasan. Beberapa dimensi penting dari dengan kata-kata yang lebih halus, menarik hati
kekerasan diuraikan oleh Santoso (2002). dan terkesan tidak menyuruh. Hal itu
Pertama adala kekerasan fisik dan dimaksudkan agar anak mengiktui ajakan
psikologis. Dalam kekerasan fisik, tubuh pengasuh.
manusia disakiti secara jasmani bahkan sampai Adapun pendidikan telah didefinisikan
pada pembunuhan.Sedangkan kekerasan secara berbeda-beda oleh berbagai tokoh.
psikologis adalah tekanan yang dimaksudkan Namun semua itu bersifat saling melengkapi.
meredusir kemampuan mental atau otak. Kedua Hal ini dapat dikihat dari beberapa uraian tokoh.
adalah adanya pengaruh positif dan negatif. Pendapat Hasan Basri (2013) misalnya tidak
Dalam sistem orientasi imbalan (reward mesti sama dengan beberapa pendapat tokoh
oriented), sebenarnya terdapat “pengendalian”, lainnya seperti Ahmad Tafsir (1992), Muhaimin
tidak bebas, kurang terbuka, dan cenderung dkk (2001), Daulay (2004), Langgulung (2003)
manipulatif, meskipun memberikan kenikmatan dan lain sebagainya. Dengan merangkum
dan euphoria. pandangan yang berbeda, Azra (2002),

317 | EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X
BAKTI TONI ENDARYONO, QOWAID, ROBIHUDIN

menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan ranah emosional, sikap, nilai dan moral. Jadi
suatu proses penyiapan generasi muda untuk dari uraian diatas dapat diartikan bahwa
menjalankan kehidupan memenuhi tujuan perkembangan afektif adalah suatu perubahan
hidupnya secara lebih efektif dan efisien. dari segi psikologis manusia yang meliputi
Agama Islam sangat mengutamakan proses emosi, nilai, sikap, moral dan yang lainya.
pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari lima Afeksi adalah materi yang berdasarkan
ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi segala sesuatu yang berkaitan dengan emosi
Muhammad SAW dalam surat al ‘Alaq. Banyak seperti penghargaan, nilai, perasaan, semangat,
juga hadits yang menjelaskan tentang minat, dan sikap terhadap sesuatu hal. Pada
pentingnya pendidikan bagi manusia. ranah afeksi, Bloom menyusun pembagian
kategorinya dengan David Krathwol yaitu:
Adapun pesantren sebagai salah satu
penerimaan, responsive, penilaian, organisasi
lembaga pendidikan yang sering disebut juga
dan karakterisasi, sebagaimana dikutip oleh
pondok pesantren berasal dari kata “santri” kata
Monty P. Satiadarma and Fidelis E. Waruwu
ini mempunyai dua pengertian, yaitu (1) orang
(2003).
yang beribadat dengan sungguh-sungguh; orang
Perkembangan afektif anak adalah
sholeh. (2) orang yang mendalami pengajiannya
perkembangan yang dapat dilihat dari
dalam agama Islam dengan berguru ke tempat
perubahan emosi anak melalui perilaku dan
yang jauh seperti pesantren dal lain sebagainya.
tingkah laku anak dimana perubahan emosi
Dalam Enslikopedia Islam juga dikatakan
pada anak dapat dilihat dari dalam diri individu
bahwa kata pesantren atau santri berasal dari
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud
bahasa Tamil yang berarti Guru Mengaji.
suatu tingkah laku yang tampak (Astrea, N.
Sumber lain menyebutkan bahwa kata ini
2019). Untuk memahami tingkat kematangan
berasal dari bahasa India Shartri dari kata Sharta
afektif anak orang tua dan guru dapat
yang berarti buku-buku tentang ilmu
memanfaatkan pengetahuan tentang enam
pengetahuan (Departemen Agama RI., 2003).
tahapan perkembangan afektif yang seharusnya
Mastuhu (1994) mengidentifikasi unsur-
dilalui oleh setiap anak yang normal. Pada tiap
unsur sistem pendidikan pesantren dalam
tahap pengalaman emosional yang sesuai
beberapa kelompok. Unsurnya adalah a) aktor
merupakan dasar bagi berbagai kemampuan
atau pelaku: kyai, ustadz, santri, pengurus; b)
anak meliputi kemampuan emosional, sosial,
sarana perangkat keras: masjid, rumah kyai dan
kognitif, ketrampilan, bahasa serta konsep
ustadz, asrama santri, gedung sekolah atau
dirinya di masa depan. Harus diingat bahwa
madrasah, tanah, dan sarana lainnya; c) sarana
tahapan-tahapan tersebut berlangsung secara
perangkat lunak: tujuan, kurikulum, kitab,
berkesinambungan (Dianwinarti, 2012).
penilaian, tata tertib, perpustakaan, pusat
Pondok pesantren juga sangat mendukung
dokumentasi dan penerangan, cara pengajaran,
perkembangan afektif anak, seperti emosi, nilai,
pusat pengembangan masyarakat, dan alat-alat
moral dan sikap. Perasaan atau prilaku kita
pendidikan lainnya.
sehari-hari pada umumnya disertai oleh
Secara umum konsep perkembangan perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan
dikemukakan oleh Sunarto dan Ny. B. Agung senang atau tidak senang yang menyertai
Hartono (2008) sebagai berikut: perbuatan-perbuatan kita sehari-hari yang
“Perkembangan sejalan dengan prinsip disebut dengan warna afektif. Bila warna afektif
orthogenetis, bahwa perkembangan tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi
berlangsung dari keadaan global dan kurang lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah.
berdiferensiasi sampai keadaan dimana Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi
diferensiasi, artikulasi dan integrasi meningkat (Sarlito, 1982). Pengaruh pondok pesantren
secara bertahap”. Proses diferensiasi itu sangat besar terhadap perkembangan emosi,
diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri nilai, moral dan sikap anak, karena di
anak; bahwa dari penghayatan totalitas itu lingkungan pesantren para santri merasakan
lambat laun bagian-bagiannya menjadi semakin suasana yang tidak sama seperti di rumah. Di
nyata dan bertambah jelas dalam kerangka pesantren terdapat disiplin yang ketat selama 24
keseluruhan. Sedangkan afektif mencakup jam. Hal tersebut secara tidak langsung melatih

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X | 318
POLA ASUH PENDIDIKAN PESANTREN TERHADAP PERKEMBANGAN AFEKTIF ANAK DI PONDOK
PESANTREN AL QOHHARIYAH KABUPATEN BOGOR
emosi, nilai, moral dan sikap para santri nilai keagamaan sangatlah penting karena
sekaligus melatih kesabaran dan tanggung agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik
jawab para santri dari segi mental (Rakhmat, dan buruk yang semua ini jelas sangat kental
2011). didapati di pesantren. Kita sadari bahwa
Adapun upaya-upaya lain yang dapat berbicara melalui tingkah laku itu lebih baik
dilakukan dalam mengembangkan afektif anak dari pada berbicara melalui ucapan.
adalah menurut menurut Femi Olivia (2007) Oleh karena itu dibutuhkan prinsip yang
mencakup penciptaan komunikasi, yang baik konsisten dan komitmen yang kuat yang
dan penciptaan iklim lingkungan yang serasi. dimiliki oleh para pendidik dalam menegakkan
Berikut uraian lebih lanjut yang disesuaikan suri tauladan bagi seorang yang dididik. Para
dengan kondisi di pesantren. psikolog memiliki pemahaman yang mendalam
Di pesantren para santri hendaknya diberi berkenaan kekuatan prinsip konsistensi dalam
kesempatan berpartisipasi untuk mengarahkan tindakan manusia. Theoretikus
mengembangkan aspek afektif, misalnya dalam terkenal seperti Leon Festiner, Fritz Hieder, dan
kerja kelompok/musyawarah dalam membahas Theodore Newcomb berpendapat bahwa
suatu kitab ta’limul muhadasah (belajar keinginan untuk konsisten merupakan pusat
berbicara) pada kegiatan muhadhoroh. motivator tingkah laku kita untuk memahami
Sehingga mereka lebih aktif tidak hanya sebagai mengapa konsistensi dapat menjadi sebuah
pendengar, tetapi juga sebagai pembicara. motif yang sangat kuat. Konsistensi adalah
Dengan demikian secara perlahan apabila santri suatu sikap yang dihargai dan diakui dalam
terbiasa diberikan kesempatan untuk aktip kebanyakan situasi. Dan ketidakkonsistenan
berpartisipasi dalam berbagai macam kegiatan biasanya dianggap sebagai suatu karakter
maka akan timbul keberanian yang positif pada personal yang buruk. Orang yang ucapannya,
diri santri untuk mengembangkan potensi pada keyakinannya, dan janjinya saling bertentangan
seorang anak. Para ahli yang mengikuti aliran akan dianggap sebagai orang yang tidak
sosilogis menganggap bahwa perkembangan mampu, bingung, bermuka dua, bahkan sakit
adalah proses sosialisasi. Anak manusia mula- jiwa. Sebaiknya konsistensi seorang pendidik
mula bersifat a-sosial (barang kali untuk yang tinggi sering kali diasosiakan dengan
tempatnya dapat disebut prasosial) yang kekuatan personal dan intelektual. Karena itu
kemudian dalam perkembangannya sedikit jelaslah bahwa konsistensi personal yang baik
demi sedikit disosialisasikan. Salah seorang ahli sangat dihargai dalam kebudayaan kita. Sikap
yang mempunyai konsepsi yang demikian itu tersebut memberikan kepada kita orientasi
yang cukup terkenal dan besar pengaruhnya terhadap dunia yang menguntungka dan
adalah Jamer Mark Baldwin (1864-1934). rasional (Cialdini, 2005).
Dengan demikian dapat kita pahami betapa
pentingnya hidup bersosialisasi begitupun METODOLOGI
agama Islam yang menjunjung tinggi Dalam penelitian ini digunakan
sosialisasi. Bahkan dikatan bahwa sosialisasi pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini
agama tidak menayakan hakekat agama, lebih bersifat deskriptif, dengan proses dan
melainkan menyelidiki tempat agama dan makna dalam perspektif subjek lebih
penganutannya oleh masyarakat, didalm ditonjolkan. Jenis penelitiannya adalah studi
kehidupan sosial (Bukhori, Umar, 2011). kasus (case study) dengan rancangan single
Para santri sering bersikap kritis, case study (studi kasus tunggal), suatu
menentang nilai-nilai dan dasar-dasar hidup penelitian yang arah penelitiannya terpusat
orang di sekitarnya seperti orang tua dan santri pada satu kasus atau satu fenomena saja,
dewasa. Karena itu, orang tua dan kiyai serta yakni fenomena yang terjadi pada pola asuh
santri dewasa lainnya perlu memberi contoh terhadap perkembangan afektif anak di Pondok
perilaku yang merupakan perwujudan nilai- Pesantren Al Qohhariyah Bogor. Alasan
nilai yang diperjuangkan. Untuk santri, moral digunakan studi kasus ini karena riset studi
merupakan kebutuhan tersendiri karena seorang kasus memungkinkan peneliti mengumpulkan
santri sedang membutuhkan pedoman dalam informasi yang detil tentang pola asuh
menemukan jati diri. Oleh karen itulah, nilai- pendidikan pesantren tersebut.

319 | EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X
BAKTI TONI ENDARYONO, QOWAID, ROBIHUDIN

Penelitian lapangan dilaksanakan mulai dan berlokasi di kampung Pasir Datar, Desa
tanggal 15 September sampai 30 September Cibening, Kecamatan Pamijahan Kabupaten
2019. Sesudah itu, dilaksanakan tahapan- Bogor. Ada beberapa alasan sehingga
tahapan berikutnya sampai 03 Februari 2020. dinamakan Pondok Pesantren Al-Qohhariyah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan Menurut Ustadz Elis Tsamrotul Aeni (pengajar
dalam penelitian ini adalah wawancara, dan putri Kiai Zainal Abidin), sebutan Al-
observasi, dan dokumentasi. Wawancara Qohhariyah itu sebetulnya diambil dari nama
dilakukan dengan berhadapan secara langsung ayahanda KH. Zainal Abidin yaitu KH. Abdul
dengan yang diwawancarai dan juga diberikan Qohhar. Jadi nama tersebut dipakai sebagai
daftar pertanyaan terlebih dahulu untuk dijawab penghormatan atas jasa ayahanda pendidiri
pada kesempatan lain. Jenis wawancara yang pesantren. Selain itu, kata Al-Qohhariyah
digunakan dalam penelitian ini adalah dilihat dari maknanya. Kata Al-Qohhariyah
wawancara mendalam (in-depth interview). diambil dari Bahasa Arab yang juga merupakan
Observasi dilakukan saat peneliti terjun salah satu asma Allah yang berjumlah 99
langsung ke pesantren. Hasil observasi dan (Asmaul Husna) tersebut, yang artinya
wawancara, dilengkapi dengan berbagai memaksa. Berkaitan dengan makna tersebut
dokumen. Dokumen yang ada berupa tulisan, maka setiap santri yang mulai menetap dan
gambar atau foto, dan lain sebagainya. belajar di pondok pesantren Al-Qohhariyah
mesti menerima aturan yang ditetapkan di
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa
pondok Pesantren Al-Qohhariyah. (Aeni,
informan yang menjadi sumber informasi,
2019).
antara lain adalah Kiai KH. Zainal Abidin S.Pd
yang menjabat sebagai pengasuh Pondok Menurut Kiai Zainal Abidin, Pimpinan
Pesaantren, Ustaz Helmi Firdaus yang menjabat Pesantren saat ini, aturan yang diterapkan disini
sebagai pengajar kitab Fiqih, Ustadz Elis tentunya memiliki tujuan yang baik dan masih
Tsamrotul Aeni sebagai pengajar yang dalam batas kewajaran atau tidak melanggar
menjabat sebagai ketua Rois dan sekaligus hukum yang berlaku, baik hukum agama
sebagai putri Kiai. Berbagai dokumen yang ataupun hukum Negara. Aturan tersebut bersifat
terdapat di pesantren ini juga dijadikan bahan memaksa para santri untuk ditaati. Adapun
dalam artikel ini. Diantaranya adalah profil aturan yang merupakan paksaan tersebut
pondok pesantren yang dikelola oleh Rois yang mencakup: paksaan untuk menjadi orang yang
terupdate di link bermanfaat, paksaan untuk memiliki ilmu, dan
http://m.facebook.com/Anasantris/ . paksaan menjadi manusia yang lebih baik.
Setiap manusia yag dilahirkan ke muka bumi ini
Teknik analisis data yang digunakan
tentu tidak sepantasnya hanya menjadi benalu
dalam penelitian ini adalah analisis data model
yang hidup jauh dari kemanfaatan, Rosulullah
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011:
SAW bersabda yang artinya : “Sebaik baiknya
246). Analisis data dilakukan pada saat dan
manusia adalah bermanfaat bagi manusia
sesudah pengumpulan data. Alur penting yang
lainnya”. Ketika manusia menyadari fitrahnya
kedua dari analisis data adalah penyajian data.
sebagai manusia maka dia akan sadar
Dengan melihat penyajian-penyajian tersebut,
bagaimana fungsinya hidup di muka bumi ini.
maka dapat dipahami apa yang sedang terjadi
Setiap manusia harus bisa memberi
dan apa yang harus dilakukan lebih jauh dalam
kemanfaatan, baik bagi dirinya sendiri, bagi
menganalisis ataukah mengambil tindakan
orang lain ataupun bagi alam. (Abidin, 2019).
berdasarkan pemahaman dari penyajian-
penyajian tersebut (Wahidmurni, 2008). Adapun uraian tentang perkembangan
Pondok Pesantren Al-Qohhariyah, disajikan
HASIL DAN PEMBAHASAN mengenai perkembangan jumlah santri dan
Asal Usul dan Perkembangan Pesantren Al- pembangunan fisik. Apabila dilihat dari
Qohhariyah jumlahnya, santri dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan walaupun
Pondok Pesantren Al-Qohhariyah peningkatannya tidak terlalu signifikan. Santri
merupakan lembaga pendidikan yang didirikan yang berdatanganpun bukan hanya dari daerah
pada tahun 1989 oleh KH. Zainal Abidin S.Pd

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X | 320
POLA ASUH PENDIDIKAN PESANTREN TERHADAP PERKEMBANGAN AFEKTIF ANAK DI PONDOK
PESANTREN AL QOHHARIYAH KABUPATEN BOGOR
kabupaten Bogor saja, tetapi juga dari berbagai Pola Asuh Pendidikan Pesantren Terhadap
kabupaten dan kota, khususnya, di Provinsi Perkembangan Afektif Anak
Jawa Barat. Saat ini terdapat 153 orang santri. Sebagaimana diuraikan di muka, yang
Dari keseluruhan santri diatas, untuk dimaksud dengan pola asuh pendidikan di
memudahkan kiyai dan para ustadz pesantren pada dasarnya adalah cara terbaik
memberikan kajian kepada para santrinya, kiyai pimpinan pesantren mempersiapkan santri
pun mengklasifikasikan dari seluruh santri untuk mampu mengambil keputusan sendiri dan
menjadi tiga tingkatan, yakni Mubtadi (kelas bertanggungjawab. Pola Asuh Pendidikan
dasar), Mutawasit (kelas pertengahan), dan Pondok Pesantren Al-Qohhariyah terwujud
Muntahi atau kelas atas (Komaruddin, 2019). melalui sikap disiplin yang tinggi, dibiasakan
Apabila dilihat dari perkembangan untuk berani tampil di hadapan umum,
pembangunan fisiknya, Pondok Pesantren Al- dibiasakan hidup mandiri, pengembangan bakat
Qohhariyah mengalami peningkatan pula. dan minat seperti kesenian Islam marawis,
Peningkatan pembangunan ini seiring dengan qosidah, hadroh, futsal dan silat. Di samping itu
kebutuhan jumlah santri yang mengalami di pesantren juga ditetapkan adanya tata tertib
peningkatan dari waktu ke waktu dan juga dan sangsi sebagai upaya yang ditanamkan
peningkatan berbagai kegiatan yang ada di pondok pesantren Al-Qohhariyah untuk
Pondok Pesantren Al-Qohhariyah. Adapun mengembangkan kematangan emosi anak.
pembangunan yang dikembangkan di Pondok Setelah dilakukan berbagai macam kegiatan
Pesantren Al-Qohhariyah diantaranya adalah yang telah dilakukan oleh pondok pesantren Al-
penambahan lokal kobong/asrama, Qohhariyah, terdapat sejumlah perubahan yang
pembangunan aula tempat belajar mengajar baik bagi perkembangan santri.
santri, pembangunan dapur umum, Berikut diuraikan secara lebih rinci pola
pembangunan tempat mandi, cuci, dan kencing, asuh pendidikan pesantren terhadap
pembangunan sanggar seni (tempat latihan perkembangan afektif anak, yang mencakup
berbagai macam kesenian), dan pembangunan penanaman disiplin santri, pembiasaan
area parkir. melakukan kajian kitab, penanaman
Menurut Ustadz Helmi Firdaus, semua kemandirian, pemberian sangsi terhadap santri
yang ada di dalam pondok ini merupakan ilmu. yang melanggar tata tertib, penanaman sikap
Apa yang dikatakan, atau diucapkan, atau sadar akan pentingnya bermasyarakat, dan
kerjakan itu adalah ilmu bagi warga pondok pengembangan bakat dan minat.
pesantren. Ilmu merupakan faktor yang sangat Penanaman disiplin yang tinggi,
penting yang harus ada di dalam mengarungi menuntut anak untuk lebih gesit dan giat dalam
kehidupan ini. Sebab apabila manusia hidup melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan
tanpa didasari dengan ilmu maka manusia akan waktu dan tatanan yang berlaku. Mulanya
sesat, tidak dapat membedakan mana yang baik ketika santri datang ke Pondok Pesantren Al-
dan mana yang tidak baik, mana yang hak dan Qohhariyah bermalas-malasan, tidak disiplin
mana yang batil, mana jalan yang sepantasnya akan waktu, karena terbiasa dengan kebebasan
dilalui dan mana jalan yang harus dihindari. kehidupan di rumah dan di lingkungan teman
Apabila manusia menjalani kehidupan ini temannya. Lama kelamaan santri terbiasa
dengan ilmu maka manusia akan dijauhkan dari dengan disiplin yang telah ditetapkan oleh
kesesatan dunia dan akherat, bahkan ketika nabi Pondok Pesantren Al-Qohhariyah. Di antara
Sulaiman diberi 3 pilihan oleh Allah SWT kedisiplinan yang diterapkan kemudian dijalani
untuk memilih satu antara ilmu, harta dan oleh para santri tersebut adalah bangun tidur
kerajaan maka nabi Sulaiman memilih ilmu. pada jam 04.00 pagi setiap harinya. Kedisplinan
Maka diharapkan, setelah seorang santri masuk lainnya adalah dalam salat berjamaah lima
ke Pesantren Al-Qohhariyah maka yang waktu, mulai berjamaah untuk melaksanakan
sebelumnya bertingkahlaku tidak baik pada salat Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib sampai
akhirnya harus menjadi lebih baik, melalui dengan salat Isya berjamaah. Bahkan sebelum
kajian dan disiplin yang diterapkan di Pesantren salat berjamaah, seluruh santri diwajibkan
Al-Qohhariyah tersebut. (Firdaus, 2019). berkumpul di masjid 10 menit sebelum

321 | EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X
BAKTI TONI ENDARYONO, QOWAID, ROBIHUDIN

waktunya tiba. Apabila didapati santri yang laku itu lebih baik dari pada berbicara melalui
terlambat datang ke tempat berjamaah untuk ucapan.
melaksanakan salat berjamaah, maka santri Sebagaimana diuraikan di muka, selain
tersebut akan diberikan sangsi sesuai ketentuan tampil berpidato santri juga diberikan
telah berlaku. kesempatan untuk tilawatilqur’an, hadiah dzikir
Upaya Pondok Pesntren Al-Qohhariyah dan menjadi penata acara (MC). Masing-masing
dalam mengembangkan afektif anak, juga sub kegiatan tersebut ada petugasnya sendiri-
dilakukan dengan cara memberikan kesempatan sendiri. Setiap kali kegiatan latihan berpidato,
kepada santri untuk aktif dalam berbagai biasanya satu orang santri ada yang
macam kajian. Mulanya kiyai memberikan mendapatkan tugas untuk berpidato, adakalanya
berbagai macam kajian kitab-kitab yang telah juga para santri diberikan tugan menjadi MC,
ditetapkan, kemudian para santri dijadwalkan dan lain lain. Hal ini dilakukan agar santri
untuk bisa mengamalkan dan mengembangkan memahami dan terlatih pengembangan
kajian yang telah diberikan. Di antara bentuk afektifnya dalam berbagai hal dan keadaan.
prakteknya adalah bahsul kutub. Dalam hal ini Selama berada di Pondok Pessantren, para
para santri dituntut untuk mengkaji satu kitab, santri yang telah resmi menjadi santri di Pondok
kemudian santri memaparkan materi dari kitab Pesantren Al-Qohhariyah, dituntut untuk bisa
yang telah ditentukan tersebut di hadapan para
menjadi orang lebih mandiri. Sebelumnya para
santri lainnya. Setelah uraian santri sebagai santri ketika berada di lingkungan rumah,
penyaji selesai, para santri lainnya diminta menggantungkan dirinya dan bermanja-manja
bertanya atau memberi tanggapan terhadap apa kepada keluarga seperti ayah, ibu, kakak dan
yang telah disampaikan. Seluruh prosesnya sebagainya, maka setelah tiba di pondok
tetap dalam pengawasan atau kontrol kiyai. Pesantren Al-Qohhariyah tersebut suasana itu
Berdasarkan pengamatan, selain bahsul seketika perlahan tapi pasti akan hilang, karena
kutub, guna mengembangkan afektif anak, di disini para santri dituntut untuk melaksanakan
Pondok Pesantren Al-Qohhariyah juga secara mandiri. Ketika di rumah anak dalam
diadakan ta’limul muhadatsah atau keadaan lapar dan membutuhkan makanan
muhadhoroh. Di dalam kegiatan tersebut mungkin si anak tersebut tinggal meminta
terdapat berbagai macam kegiatan beserta kepada ayah atau ibunya, tapi ketika sudah
petugasnya yang harus diisi oleh para santri itu berada di lingkungan pondok Pesantren Al-
sendiri. Di dalam muhadloroh ada sub kegiatan Qohhariyah maka anak tersebut, untuk
berpidato, tilawatil Qur’an, hadiah dzikir, menghilangkan rasa lapar terlebih dahulu harus
menberikan sambutan dan lain lain. Masing- mengolah masakan sendiri. Ketika si anak
masing kegiatan tersebut ada petugasnya yang berada di rumah terdapat pakaian kotor, yang
juga berasal dari para santri itu sendiri. Tahapan membersihkan atau mencuci adalah ibunya.
yang paling berat dan bermanfaat bagi santri Tetapi ketika berada di Pondok Pesantren Al-
adalah ketika santri mendapatkan jadwal untuk Qohhariyah santri harus mencuci pakaiannya
berpidato. Dalam kegiatan ini para santri secara sendiri”
tidak langsung belajar bagaimana cara Maka disinilah kemandirian anak dan
berinteraksi dengan audience, bagaimana cara sikap afektif anak dilatih dan dikembangkan.
menarik perhatian audience, dan bagaimana Sikap mandiri ini bukan hanya ditanamkan di
cara bertuturkata yang baik dan benar, dan pesantren saja melainkan yang lebih penting
berbagai aspek lain dengan pidato. Dalam bagaimana seorang santri bisa merealisasikan
berpidato juga ada unsur keteladanan. Maka sikap disiplin setelah keluar atau lulus dari
dalam hal ini santri diajarkan untuk menjadi suri pesantren.
tauladan. ketika santri sebelum berpidato
tentang satu tema yang akan disampaikan, santri Setiap lembaga pendidikan tentu
dituntut untuk melaksanakan apa yang akan menginginkan lingkungan yang damai dan
disampaikannya kepada para santri. Sudah sama aman, untuk dapat menciptakan suasana
sama diyakini bahwa berbicara melalui tingkah tersebut tentu harus ada upaya yang dilakukan
oleh lembaga pendidikan tersebut. Adapun
upaya yang dilakukan oleh Pondok Pesantren

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X | 322
POLA ASUH PENDIDIKAN PESANTREN TERHADAP PERKEMBANGAN AFEKTIF ANAK DI PONDOK
PESANTREN AL QOHHARIYAH KABUPATEN BOGOR
Al-Qohhariyah, berdasar dokumen yang ada, yang telah diinginkan oleh seorang pelatih dan
salah satunya adalah disusunnya tata tertib yang yang dilatih berbuah hasil yang memuaskan.
harus ditaati oleh seluruh santri. Agar para Maka disinilah proses pengembangan
santri dapat mematuhi tata tertib yang telah afektif terhadap santri berjalan, baik disadari
dibuat oleh Pesantren maka harus ada yang ataupun tidak oleh para santri. Pada dasarnya
namanya sangsi. Sangsi ini dibuat guna pengembangan bakat dan minat ini biasanya
memberikan efek jera terhadap seluruh santri diikuti oleh santri berdasarkan rasa senang dan
yang melanggar tata tertib dan peraturan yang hobi, karena kegiatan tersebut merupakan
telah ditetapkan di Pondok Pesantren Al- kegiatan yang diminati oleh santri. Ketika
Qohhariyah. Dengan adanya peraturan dan proses latihan berlangsung pun para santri
sangsi yang telah ditetapkan oleh Pondok melakukannya dengan suka rela, tanpa ada
Pesantren Al-Qohhariyah maka secara sadar
paksaan dari pelatih atau orang lain,
para santri dituntut untuk selalu waspada dalam
segala hal, dalam setiap kondisi dan dalam Sebagai bagian dari beberapa
setiap waktu. pengembangan bakat dan minat yang
ditanamkan di Pondok Pesantren Al-
Di lingkungan pondok pesantren yang Qohhariyah tak sedikit diantaranya mereka
penuh dengan keramaian manusia seperti di sering diikutsertakan dalam berbagai macam
lingkungan Pondok Pesantren Al-Qohhariyah
kegiatan musabaqoh atau perlombaan, baik itu
para santri hidup saling berdampingan dengan perlombaan di lingkungan Pondok Pesantren
santri yang lainnya. Hal ini menuntut santri Al-Qohhariyah, tingkat kecamatan, tingkat
untuk saling mengenal antara satu dengan yang kabupaten, tingkat Jabodetabek, bahkan sampai
lainnya, karena pada hakekatnya manusia hidup tingkat Provinsi Jawa Barat. Hasil yang
di muka bumi ini tidak bisa hidup sendiri tetapi diraihpun sering kali mendapatkan prestasi
membutuhkan bantuan dari orang lain. Manusia yang membanggakan, dengan menjuarai
adalah makhluk sosial yang saling kegiatan perlombaan tersebut, seperti
berkesinambungan antara satu dengan yang perlombaan marawis, perlombaan qosidah,
lainnya. Maka dengan ditanamkannya rasa perlombaan hadroh dan perlombaan futsal di
sosial di Pondok Pesantren Al-Qohhariyah, para berbagai macam tingkatan dari lokal sampai
santri secara tidak langsung memahami nasional.
berbagai macam karakter yang dimiliki oleh
sesama teman santrinya. Hal ini pun tentu akan PENUTUP
sangat berpengaruh terhadap kehidupannya
kelak ketika hidup bermasyarakat di lingkungan Berdasarkan uraian di atas dapat
yang lebih luas. Dalam satu masyarakat masing- disimpulkan bahwa pola asuh pendidikan
masing orang memiliki karakter yang berbeda Pondok Pesantren Al-Qohhariyah terwujud
beda pula, yang lebih rumit dibandingkan melalui penanaman disiplin santri, penanaman
dengan lingkungan pesantren yang tinggal kemandirian, penanaman sikap sadar akan
hanya satu atap. Hal ini terjadi karena di dalam pentingnya bermasyarakat, pembiasaan
masyarakat, kebutuhan manusia lebih bersifat melakukan kajian kitab, pengembangan bakat
banyak dan luas. dan minat, serta pemberian sangsi terhadap
santri yang melanggar tata tertib. Semuanya
Pengembangan bakat dan minat yang dimaksudkan dalam rangka mengembangkan
digalakkan di Pondok Pesantren Al-Qohhariyah kematangan emosi anak.
juga menjadi salah satu proses pengembangan
afektif anak. Di antara kegiatan pengembangan Pola asuh pendidikan pesantren terhadap
bakat tersebut adalah adanya kegiatan marawis, perkembangan afektif anak sebagaimana yang
qosidah, hadroh, futsal dan silat. Semua terdapat di Pondok Pesantren Al-Qohhariyah
kegiatan tersebut secara tidak langsung ketika Kabupaten Bogor telah mampu membentuk
para santri sedang dalam proses pelatihan, maka sikap dan perilaku yang membawa tabiat positif
santri dituntut untuk sabar, melatih para anak dalam belajar di pesantren. Temuan
keseimbangan diri dan ketekunan agar hasil ini menguatkan pendapat bahwa pondok
pesantren yang tergolong lembaga pendidikan
tertua di Indonesia tersebut juga sekaligus

323 | EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X
BAKTI TONI ENDARYONO, QOWAID, ROBIHUDIN

berperan dalam mencerdaskan kehidupan Cialdini, Robert B. (2005) Psikologi Persuasif


masyarakat. Pencerdasan yang terlihat pada Merekayasa Kepatuhan. Jakarta:
hasil pendidikan tersebut ditanamkan secara Kencana.
terus menerus di bawah bimbingan para Daulay (2004) Pendidikan Islam dalam
pimpinan pesantren. Perspektif Filsafat. Jakarta: Kencana.
Temuan ini cukup penting karena di satu Departemen Agama RI. (2003) Pondok
pihak perhatian masyarakat dan negara terhadap Pesantren dan Madrasah Diniyah.
pesantren semakin meningkat, yang dibuktikan Jakarta: Depag RI. Di
dengan adanya trend meningkat jumlah dan
kualitas pondok pesantren, juga adanya Dianwinarti (2012) Perkembangan afektif anak.
peningkatan landasan hukum pondok pesantren, https://diianwinarti.wordpress.com/
berupa adanya Undang-Undang Nomor 18 2012/11/26/ perkembangan, (Dikutip
Tahun 2019 tentang Pesantren. Namun di pihak tanggal 16 Mei 2020)
lain, banyak pesantren yang kondisinya masih Gunarsa, dan Ny.Y.Singgih Singgih (19910,
memprihatinkan karena masalah internal dan Psikologi Remaja. Jakarta: GunungMulia
eksternalnya yang perlu memperoleh perhatian
yang lebih besar baik dari pemerintah maupun Horton dan Hunt (1991) Sosiologi. Jakarta:
masyarakat. Erlangga.
Adanya sejumlah keterbatasan penelitian Hasan, Langgulung (2003) Asas-asas
ini, diperlukan pendalaman lebih lanjut Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka
terhadap pola asuh yang dikaitkan dengan AlHusna.
aspek-aspek lainnya yang terkait dengan Madjid, Nurcholish (1983) “Merumuskan
peningkatan kualitas santri atau masyarakat Kembali Tujuan Pendidikan Pesantren”,
pesantren. Sehingga dengan demikian di masa dalam M Dawam Rahardjo (Ed):
depan diharapkan hasil pendidikan pada Pergulatan Dunia Pesantren,
pesantren dapat lebih efektif, efisien, dan Membangun Dari Bawah. Jakarta: P3M.
maksimal kebermanfaatannya bagi masyarakat.
Akan lebih bermanfaat apabila di masa yang Mastuhu (1994) Dinamika Sistem Pendidikan
akan datang dapat dilanjutkan penelitian yang Pesantren. Jakarta: INIS.
lebih luas dan mendalam lagi mengenai pola Monty P. Satiadarma and Fidelis E. Waruwu
asuh pendidikan pesantren. Bukan hanya pada (2003) Mendidik Kecerdasan Pedoman
aspek perkembangan afektif anak, akan tetapi Bagi Orang Tua Dan Guru Dalam
pada aspek-aspek penting lainnya, seperti aspek Mendidik Anak. Jakarta: Media Grafik.
intelektualnya.
Muhaimin dkk. (2001) Paradigma Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA Islam. Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Jakarta: PT
Azra, Azyumardi (2001) Pendidikan Islam: Remaja Rosdakarya.
Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Nurhidayati, A., & Sunarsih, E. S. (2013).
Ilmu dan Pemikiran. Peningkatan Hasil Belajar Ranah Afektif
melalui Pembelajaran Model
Astrea, N. (2019) Peran Teman Sebaya Dalam Motivasional. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Perkembangan Afektif Siswa Kelas IV Teknik dan Kejuruan, 6(2).
SDN Banyudono 1 Ngariboyo Magetan.
(Doctoral dissertation, IAIN Ponorogo). Olivia Femi (2007) Membantu Anak
Mempunyai Ingatan Super. Jakarta: PT.
Basri, Hasan (2013) Landasan Pendidikan. Gramedia.
Bandung: Pustaka Setia.
Qowaid (2017) “Penyelenggaraan Pendidikan
Bukhori, Umar (2011) Ilmu pendidikan Islam. Agama Islam Terpadu pada Sekolah
Jakarta: Bumi Aksara. Menengah Islam Nur Hidayah
Surakarta”. Dialog: Jurnal Penelitian dan
Kajian Keagamaan. 40 (2).

EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X | 324
POLA ASUH PENDIDIKAN PESANTREN TERHADAP PERKEMBANGAN AFEKTIF ANAK DI PONDOK
PESANTREN AL QOHHARIYAH KABUPATEN BOGOR
Qowaid (2019) Diversifikasi Pondok Sunarto dan Hartono, Agung (2008)
Pesantren. Jakarta: PT Pesagimandiri Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Perkasa. Rineka Cipta.
Rahmat, Jalaluddin (2011) Psikologi Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono (2008)
Komunikasi. Bandung: PT Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rosdakarya. Rineka Cipta.
Rakhmawati (2013) Pola Pengasuhan Santri di Tafsir, Ahmad (2000) Ilmu Pendidikan dalam
Pondok Pesantren dalam Mengantisipasi Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Radikalisme Jurnal Diskursus Islam Rosdakarya.
Volume 1 Nomor 1, April 2013 hal 42. Thoha, Chabib (1996) Kapita Selekta
Tersedia pada: http://repositori.uin-
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
alauddin.ac.id/id/eprint/703 (Diakses Pelajar Offset.
Pada: 12 Desember 2019)
Tilaar, H.A.R. (1999) Pendidikan,
Santoso, Thomas (2002) Teori-teori Kekerasan. Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Jakarta: Ghalia Indonesia. Indonesia. Bandung: PT Remaja
Sarwono, Wirawan Sarlito (1982) Menuju Rosdakarya.
Keluarga Bahagia. Jakarta: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019
BatharaKarya. Tentang Pesantren.
Soerjono, Soekanto (1986) Sosiologi Suatu Wahidmurni. (2008). Penilaian Tindakan Kelas
Pengantar. Jakarta: CV Rajawali. dari teori menuju Praktik. Malang: UM
Soekamto. (1999) Kepemimpinan Kiyai Dalam PRESS.
Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Wahid, Abdurrahman (1983) ”Pesantren
Sugiyono (2011) Metode Penelitian Kuantitatif, Sebagai Subkultur”. Dalam M. Dawam
Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta Rahardjo (Ed): Pesantren dan
Pembaharuan.
Sunarti dkk. (1989) Pola Pengasuhan Anak.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

325 | EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, p-ISSN: 1693-6418, e-ISSN: 2580-247X

You might also like