You are on page 1of 9

Konservasi Hayati, 17 (1): 35-43, April (2021)

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati/
p-ISSN: 0216-9487 email:konservasihayati@unib.ac.id e-ISSN: 2722-1113

PEMODELAN PROBABILITAS SEBARAN HABITAT UNTUK


MENENTUKAN KAWASAN PRIORITAS KONSERVASI BURUNG
RANGKONG GADING (Rhinoplax vigil) DI GEOPARK SILOKEK,
KABUPATEN SIJUNJUNG

Rizki Atthoriq Hidayat1*, Natasyah Febriani1

1
Program Studi Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang
*corresponding author : rizkiatthoriq99@gmail.com

ABSTRACT

Helmeted hornbill is a protected species in Indonesia based on Law No. 5 of 1990 concerning Conservation
of Living Natural Resources and their Ecosystems and Government Regulation No 7 of 1999 concerning
Preservation of Plants and Animals. The habitat of the ivory hornbill is spread across five regions of the
country, namely Myanmar, Thailand, Malaysia (Malayan Peninsula and Sarawak), Brunei, and Indonesia
(Sumatra and Kalimantan). The Silokek Geopark area, Sijunjung Regency, West Sumatra Province is one of
the areas identified as the habitat of Helmeted Hornbill. Apart from their unique physical form, this animal
has an ecological function as a seed emitter in the forest. The utilization of Remote Sensing (RS) Technology
and Geographic Information System (GIS) is highly needed to identify the distribution of the Helmeted
Hornbill habitat distribution in this research. The data set used are Landsat OLI 8 imagery and geospatial
data related to the Silokek Geopark . This study aims to determine priority area for the conservation of the
Helmeted Hornbill in the Silokek Geopark area. By utilizing MaxEnt (maximum entropy) algorithm based
on wildlife point, the probability of the distribution of hornbill habitat in the Silokek Geopark area can be
predicted. Based on the research results, the potential areas for hornbill conservation in the Silokek Geopark
area are located in the hills of protected forest area in the north and northeast part. The most influential
parameters in this modeling are distance from river, slope, and land use.

Keywords: Habitat modeling, Helmeted Hornbill, Maximum Entropy (MaxEnt)

ABSTRAK

Rangkong gading merupakan jenis satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 5
Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah
No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Habitat rangkong gading tersebar di lima
wilayah negara, yaitu Myanmar, Thailand, Malaysia (Semenanjung Malaysia dan Serawak), Brunei, dan
Indonesia (Sumatera dan Kalimantan). Kawasan Geopark Silokek, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat
merupakan salah satu wilayah yang teridentifikasi sebagai habitat rangkong gading. Selain bentuk fisiknya
yang unik, satwa ini memiliki fungsi ekologis sebagai pemancar biji di dalam hutan. Pemanfaatan Teknologi
Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi
persebaran habitat rangkong gading dalam penelitian ini. Data yang digunakan adalah citra Landsat OLI 8
dan data geospasial terkait Geopark Silokek. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Kawasan prioritas
konservasi Rangkong gading di kawasan Geopark Silokek. Dengan menggunakan algoritma Maximum
Entropy (MaxEnt) berdasarkan titik satwa, maka dapat diprediksi probabilitas persebaran habitat rangkong di
kawasan Geopark Silokek. Berdasarkan hasil penelitian, wilayah yang potensial untuk konservasi rangkong
di kawasan Geopark Silokek terdapat di Kawasan perbukitan hutan lindung bagian utara dan timur laut.
Parameter yang paling berpengaruh dalam pemodelan ini yaitu jarak dari sungai, lereng, dan penggunaan
lahan.

Kata Kunci: Pemodelan habitat, Rangkong Gading, Maximum Entropy (MaxEnt)


https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 35
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

konservasi rangkong gading masih


PENDAHULUAN menghadapi berbagai macam masalah seperti
Rangkong gading tersebar di Sumatera keterbatasan pengetahuan tentang status dan
dan Kalimantan, enam lokasi yang baru populasi rangkong gading. Usaha untuk
teridentifikasi kepadatan rangkong gading mengantisipasi pemburuan masih belum
diantaranya tiga di daerah Kalimantan dan tiga dilakukan secara optimal, dan pemburuan yang
di daerah Sumatera, mencakup TN kutai, dilakukan di luar batas konservasi (KLHK,
Barito Ulu, International Corporation 2018).
Indonesia di Kalimantan Timur, hutan harapan Untuk mengetahui sebaran habitat
– Jambi, Taman Nasional Bukit Barisan potensial untuk rangkong gading, maka perlu
Selatan (TNBBS), dan seluruh Provinsi dilakukan pengolahan data spasial karena tidak
Lampung. Rangkong gading umumnya lepasnya kesesuaian habitat dari cakupan
menyukai di daerah hutan yang jauh dari ruang dan kondisi geografis di suatu wilayah.
aktivitas manusia (Kumara, 2006; KLHK, Integrasi antara data Penginderaan Jauh (PJ)
2018). Dari hasil penutupan lahan 2014 dengan sistem informasi geografis (SIG) sudah
(Kementerian Lingkungan Hidup dan banyak dimanfaatkan untuk evaluasi kualitas
Kehutanan, 2016) terdapat sekitar 27,4 juta ha dan kesesuaian habitat satwa liar (Latfiana,
lahan hutan kering dan primer memiliki 2018). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
potensi habitat rangkong di Kalimantan dan menentukan Kawasan prioritas konservasi
Sumatera (KLHK, 2018) rangkong gading di Geopark Silokek,
Membuka Kawasan hutan merupakan Kabupaten Sijunjung serta analisis variabel
ancaman terbesar terhadap lingkungan yang apa saja yang memberikan pengaruh yang
dapat mengganggu fungsi ekosistem yang besar terhadap kesesuaian habitat rangkong
mendukung kehidupan di dalamnya termasuk gading berdasarkan hasil pengolahan data hasil
untuk rangkong gading yang memiliki pengolahan algoritma Maximum Entropy
karakteristik habitat dan makanan yang (MaxEnt).
spesifik. Lahan kering dan primer yang masih
tersisa di Kalimantan dan Sumatera berkisar
12,9 juta hektar (Kementerian Lingkungan METODE
Hidup dan Kehutanan, 2016; KLHK, 2018). Lokasi Penelitian
Akan tetapi hanya sekitar 60 % yang sesuai Geopark merupakan konsep
untuk habitat Rangkong Gading. Daerah yang manajemen pengembangan kawasan
terdeforestasi sebagian besar diakibatkan oleh berkelanjutan yang menyerasikan keragaman
alih fungsi hutan menjadi industri kayu, geologi, hayati, dan budaya melalui prinsip
perkebunan dan pertanian (KLHK, 2018). Di konservasi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Indonesia terjadi pemburuan rangkong gading yang sudah ada (Kusuma, 2019). Geopark
mulai pada tahun 2012, dimulai sejak adanya Silokek ini telah melewati 3 era dalam waktu
permintaan dari pemodal kecil dan kemudian geologi yang tercermin oleh susunan batuan
di sebar ke desa-desa oleh para pedagang yang membentuk kawasan.
keliling di sekitar hutan tempat rangkong Selain kekayaan secara geologis,
gading berada. Tingginya permintaan dan kawasan ini juga kaya akan keberagaman
keuntungan ekonomi membuat masyarakat hayati (biodiversitas) dalam aspek konservasi
melakukan pemburuan terhadap rangkong dan perlindungan. Geopark adalah sarana
gading. Pemburuan biasa dilakukan di tempat pengembangan di mana konservasi kawasan
makan (feeding site) pada saat musim buah lindung yang ada dapat diperkuat dan pada
ara, karena pada musim tersebut rangkong saat yang sama kesempatan untuk
gading berkumpul (Hardiprakarsa et al., 2013 pembangunan sosial ekonomi masyarakat
dalam, KLHK, 2018). lokal dapat lebih ditingkatkan secara simultan
Di Indonesia rangkong gading mulai di (Kusuma, 2019). Kawasan Geopark Silokek
konservasi pada tahun 2012 yang dilakukan terletak di Kecamatan Sijunjung dan
oleh Rangkong Indonesia. Tetapi usaha Kecamatan Simpur Kudus, Kabupaten
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 36
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

Sijunjunng yang berjarak sekitar 15 kilometer 0º33’45”LS - 101º3’40”BT,0º40’54”LS.


dari Ibukota Kabupaten Sijunjung yaitu Muaro Pengambilan titik-titik koordinat berdasarkan
Sijunjung. Dalam penelitian ini, batas wilayah temuan rangkong gading yang dijumpai di
penelitian kami yaitu pada 100º55’8” BT, lapangan.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Geopark Silokek, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (sumber peta : Citra
Satelit Landsat 8 OLI)

Pra-Pengolahan Citra merupakan bagian dari klasifikasi terbimbing


Penelitian ini memanfaatkan citra digital (supervised). Klasifikasi ini merupakan
yang diperoleh dari United States Geological klasifikasi berbasis piksel. Klasifikasi
Surveys (USGS) yaitu citra Landsat 8 OLI maximum likelihood merupakan metode
yang memiliki ketelitian 30x30 meter. Citra klasifikasi yang paling ampuh bila dilengkapi
Landsat 8 OLI digunakan untuk klasifikasi dengan training data yang akurat dan salah
tutupan dan penggunaan lahan di kawasan satu algoritma yang paling banyak digunakan
Geopark Silokek. Penggunaan algoritma untuk (Perumal dan Bhaskaran, 2010). Klasifikasi
menentukan indeks kerapatan vegetasi atau dengan metode ini didasarkan pada pemilihan
Normalized Difference Vegetation Index sampel-sampel yang mewakili kelas tertentu
(NDVI) juga diperoleh dari pengolahan citra dengan membuat poligon pada setiap kelasnya.
Landsat 8 OLI dengan memanfaatkan kanal Penggunaan lahan yang diklasifikasi yaitu
inframerah dan inframerah dekat. Data hutan, semak, sawah, badan air, perkebunan,
ketinggian/topografi Shuttle Radar dan permukiman.
Topography Missions (SRTM) digunakan
untuk menentukan elevasi, kemiringan lereng, Transformasi NDVI (Normmalized
dan hadapan lereng. Data SRTM memiliki Difference Vegetation Index)
ketelitian atau resolusi 30x30 meter. NDVI digunakan untuk menentukan
indeks kerapatan vegetasi dengan
Klasifikasi Penggunaan Lahan menggunakan citra satelit. NDVI sering
Citra satelit yang diperoleh masih berupa digunakan untuk analisis vegetasi. Kanal yang
data mentah dan perlu dilakukan klasifikasi. digunakan dalam transformasi NDVI adalah
Dalam hal ini metode yang digunakan adalah kanal inframerah (Red) pada band 4 dan kanal
metode klasifikasi Maximum Likelihood yang inframerah dekat / Near Infrared (NIR) pada

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 37
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

band 5. Nilai NDVI memiliki nilai yang dalam hal ini digambarkan penerapannya
berkisar antara -1 sampai 1. berikut adalah dalam pemodelan probabilitas sebaran habitat
persamaan NDVI: rangkong gading. Elith et al. (2006)
(NIR   Re d ) menyajikan sebuah analisis komprehensif
NDVI 
(NIR   Re d ) tentang kegunaan algoritma pemodelan yang
Dimana : berbeda mengenai keberadaan data dan
NDVI = Nilai Indeks Vegetasi (antara -1 menyimpulkan bahwa MaxEnt adalah salah
hingga 1) satu algoritma yang paling berguna.
λNIR = Nilai reflektan kanal inframerah Pemodelan MaxEnt sangat potensial untuk
dekat (Band 5) mengidentifikasi distribusi dan pemilihan
λRed = Nilai reflektan kanal inframerah habitat kehidupan liar dengan
(Band 4) pertimbangannya bergantung pada lokasi
keberadaan (Baldwin, 2009). Dengan fungsi
Euclidean Distance logistik statistik yang dijalankan dengan
Euclidean distance digunakan untuk metode ini, mampu mencari lokasi-lokasi yang
menghitung jarak lurus setiap sel pada suatu memiliki kesamaan dengan titik lokasi
data raster terhadap lokasi sumber keberadaan satwa.
(source)/lokasi tujuan (destination) (Indarto Baldwin (2009) mengemukakan
dan Faisol, 2012). Data input dalam beberapa kelebihan dari algoritma MaxEnt ini,
perhitungan jarak euclidean ini adalah yaitu dari pengambilan sampel bahwa Maxent
shapefile sungai yang ada di lokasi penelitian kurang begitu sensitif dibandingkan
yang kemudian dihitung jarak antar sungai pendekatan lain terhadap jumlah lokasi
satu dengan sungai-sungai lainnya. kehadiran yang diperlukan untuk
mengembangkan model yang akurat (Elith et
Pengolahan Data SRTM al. 2006; Hernandez et al. 2006; Philips et al.
Data SRTM yang sebelumnya dijelaskan 2006), didorong oleh prosedur regularisasi
merupakan data yang mengandung informasi yang mengkompensasi overfitting ketika hanya
elevasi atau ketinggian di suatu lokasi. Nilai- menggunakan beberapa lokasi. Kelebihan
nilai tiap piksel pada SRTM merupakan nilai selanjutnya adalah kesalahan pada lokasi yang
yang memuat informasi ketinggian (dalam mana MaxEnt tidak dipengaruhi secara kuat
mdpl). pengolahan data SRTM ini digunakan oleh kesalahan spasial tingkat sedang
untuk menentukan elevasi, kemiringan lereng (moderate spatial error). Fitur pemetaan juga
dihitung dengan mengolah nilai ketinggian, merupakan kelebihan dari MaxEnt ini karena
aspect yang merupakan arah yang output akhir yang berupa peta, MaxEnt
menunjukkan hadapan lereng, serta hillshade menghasilkan peta yang menunjukkan
yang merupakan gambaran yang kemungkinan ditemukannya spesies yang kita
memperlihatkan tekstur bentuk permukaan kaji di kawasan tertentu (Philips et al., 2009).
bumi. Perhitungan MaxEnt menghasilkan kesesuaian
habitat yang ditunjukkan dengan rentang nilai
Maximum Entropy (MaxEnt) antara 0 sampai dengan 1 (Phillips & Dudik,
Maximum Entropy (MaxEnt) merupakan 2008), semakin mendekati angka 1 nilai piksel
salah satu metode yang digunakan dalam pada peta, maka semakin sesuai untuk habitat
pemodelan distribusi. Pemodelan dengan rangkong gading.
menggunakan algoritma Maximum Entropy
(MaxEnt) digunakan untuk menentukan HASIL DAN PEMBAHASAN
kawasan prioritas habitat yang nantinya dapat
Faktor Lingkungan
dijadikan sebagai kawasan prioritas untuk
konservasi rangkong gading. Kerangka Faktor lingkungan yang menjadi
pemodelan MaxEnt dapat dijelaskan dalam penentu dalam pemodelan spasial ini datanya
berbagai perspektif (Merow et al., 2013), diperoleh dari data mentah yang pada dasarnya

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 38
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

berasal dari data citra Landsat 8 OLI, SRTM, pertimbangan terhadap kesesuaian habitat,
dan data vektor sungai yang diolah semakin dekat dengan sungai maka semakin
menggunakan fitur analisis yang ada pada mudah air didapat, jarak dari sungai di lokasi
software ArcGIS. Faktor lingkungan ini diduga penelitian berkisar dari 0 - 3824,26 mdpl.
memiliki pengaruh terhadap potensi Aspect merupakan fungsi untuk mencari arah
keberadaan rangkong gading. Faktor dari penurunan yang paling tajam dari masing-
lingkungan tersebut adalah penggunaan lahan, masing sel raster dengan nilai outputnya
elevasi, jarak dari sungai, aspect, sungai, dan merupakan sudut-sudut arah mata angin,
NDVI. aspect diaplikasikan dalam perhitungan
Penggunaan lahan menggambarkan iluminasi matahari pada lokasi penelitian
kondisi fisik yang ada pada lokasi penelitian untuk menentukan keragaman hayati pada
yang terdiri dari hutan, semak, sawah, lokasi tersebut. Parameter kemiringan lereng
permukiman, badan air, dan perkebunan. pada lokasi penelitian sangat kompleks dari
Dengan adanya penggunaan lahan ini, maka kelerengan datar (0º) hingga sangat curam
kita dapat mengidentifikasi habitat rangkong (348,045º), kompleksnya kemiringan lereng
gading. Elevasi memiliki pengaruh karena ini karena di lokasi penelitian didominasi oleh
berhubungan dengan keterdapatan vegetasi perbukitan-perbukitan kapur dan struktural
berdasarkan ketinggian, elevasi pada lokasi serta tebing-tebing terjal, sementara lereng
penelitian cukup beragam, yaitu pada lembah datar cenderung terdapat di sepanjang tepi
dengan titik terendah pada 129,96 mdpl dan sungai. Nilai NDVI yang diperoleh dalam
titik tertingginya pada perbukitan yang penelitian ini adalah dari -0,227 sampai 0,600,
memiliki tinggi 1201 mdpl. Sungai merupakan apabila nilai vegetasi mendekati 1 maka
faktor penting dalam ketersediaan air dalam vegetasi semakin rapat dan apabila mendekati
mencukupi kebutuhan hidup satwa, oleh -1 maka akan vegetasi semakin jarang bahkan
karena itu keterjangkauan terhadap sungai tidak bervegetasi.
merupakan hal yang harus menjadi

Gambar 2. Peta indikator lingkungan untuk membangun model habitat potensial rangkong gading (Rhinoplax vigil),
yaitu: a) penggunaan lahan; b) elevasi/ketinggian; c) jarak dari sungai; d) hadapan lereng (aspect) ; e)
kemiringan lereng; dan f) NDVI

Pemodelan Sebaran Habitat Potensial


Rangkong Gading (Rhinoplax vigil)
Pemodelan haitat potensial rangkong output dalam format mentah, kumulatif, dan
gading ini merupakan hasil dari kalkulasi logistik (Philips et.al, 2008). Nilai yang
statistik menggunakan algoritma Maximum dihasilkan dari output yang masih dalam
Entropy (MaxEnt). Maxent menyediakan data format mentah merupakan output utama

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 39
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

MaxEnt yang nantinya akan diolah dengan mengetahui bagaimana masing-masing


Sistem Informasi Geografis (SIG). Format variabel memengaruhi keberadaan spesies
kumulatif merupakan ukuran independen yang dimodelkan, dan selanjutnya, variabel
dengan skor di lokasi yang sama dengan mana yang memiliki pengaruh terbesar pada
probabilitas titik temuan satwa di lokasi model dan bagaimana variabel-variabel ini
tersebut ditambah dengan probabilitas lainnya mempengaruhi kemunculan spesies (Bladwin,
yang sama atau lebih rendah. Sementara 2009). Gambar 3 berikut merupakan hasil
format logistik direkomendasikan karena pemodelan MaxEnt untuk menentukan habitat
menghasilkan perkiraan probabilitas kejadian potensial rangkong gading di Geopark
sebagaimana yang diprediksi oleh variabel Silokek. Berdasarkan peta tutupan lahan, kami
lingkungan yang disertakan (Philips et.al, membagi ke dalam beberapa kelas, namun
2008) pada saat input data, analisis ini sangat untuk pemetaan habitat potensial rangkong
ditentukan oleh faktor variabel lingkungan. gading, kami mengelompokkan menjadi dua
Titik-titik koordinat yang merupakan temuan kategori, yaitu kelas tutupan lahan hutan
satwa ditambah dengan studi literatur sebagai kawasan habitat, dan selain hutan
mengenai habitat rangkong gading terletak merupakan non-habitat. Semakin nilai
secara tersebar, tiap-tiap titik terdapat pada mendekati 1, maka indeks potensi habitat
nilai tertentu pada masing-masing variabel semakin sesuai yang ditandai dengan semakin
lingkungan, kemudian analisa MaxEnt akan berwarna hijau gelap pada peta dan apabila
mencari daerah-daerah lain yang mirip dengan nilainya mendekati 0 maka indeks potensi
yang terdapat titik-titik koordinat. Dalam habitat semakin rendah atau kurang sesuai
sebagian besar kasus, penting untuk ditandai dengan warna yang semakin kuning.

Gambar 3. Peta pemodelan probabilitas sebaran habitat yang potensial untuk rangkong gading di kawasan Geopark
Silokek, Kabupaten Sijunjung

Persentase Pengaruh Variabel Lingkungan


Persentase pengaruh variabel lingkungan menentukan potensi kawasan untuk habitat
menunjukkan sebesar apa kontribusi masing- rangkong gading di Kawasan Geopark
masing parameter lingkungan yang Silokek. Persentase ini dihasilkan karena

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 40
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

berdasarkan lokasi temuan satwa di lapangan kontribusi paling tinggi, yaitu Penggunaan
dan studi literatur berkaitan mengenai habitat Lahan (35,5%), sungai (25,6%), dan
rangkong gading. kemiringan lereng (24,4%). Ketiga variabel
Pada diagram berikut (Gambar 4) tersebut yang mendominasi penentuan
menunjukkan persentase kontribusi variabel kawasan habitat potensial rangkong gading
dalam pemodelan ini. Ditemukan bahwa tiga dalam pemodelan ini.
variabel teratas yang memiliki persentase

4,10% 2,60%

Penggunaan Lahan
7,70%
Jarak dari Sungai
35,50%
Kemiringan Lereng
24,40% Aspect
NDVI
Elevai
25,60%

Gambar 4. Diagram persentase kontribusi variabel lingkungan dalam pemodelan menggunakan MaxEnt
membuat variabel jarak dari sungai ini
Penggunaan lahan merupakan memiliki persentase tertinggi setelah
persentase paling besar dalam pemodelan ini. penggunaan lahan. Karena letak sungai yang
Penggunaan lahan yang menjadi penentu berbatasan langsung dengan hutan, maka hal
tingginya persentase kontribusi variabel ini menunjukkan tingginya kebutuhan satwa
lingkungan adalah kelas hutan, karena semua terhadap air. Pada peta, kesesuaian habitat
titik koordinat yang diolah dalam MaxEnt pada indeks sangat tinggi cenderung berada di
terletak di dalam hutan yang mana di sini sepanjang aliran sungai. Sungai yang
merupakan ekosistem yang sangat sesuai merupakan pasokan energi dan sumber
untuk habitat rangkong gading karena terdapat penghidupan bagi apa saja yang ada
banyak pohon-pohon berukuran besar, baik disekitarnya termasuk juga rangkong gading.
diameter maupun tingginya sehingga sangat Di lapangan, ditemukan rangkong gading yang
aman untuk ditinggali oleh rangkong gading. terbang di sekitar sungai yang diduga tempat
Tingginya biodiversitas yang terdapat dalam tinggalnya berada di lereng curam yang ada di
hutan menyediakan banyak sumber makanan pinggir sungai. Kelerengan yang curam
bagi rangkong gading, terutama buah ara/ficus. mendominasi kawasan penelitian karena
Di Sumatera diperkirakan 98% pakannya morfologi yang berupa perbukitan, baik
berupa buah ara/ficus (Hadiprakarsa & perbukitan karst (kapur) ataupun perbukitan
Kinnaird, 2004). Pada Gambar 3, semua struktural. Indeks kesesuaian habitat sangat
habitat rangkong baik dari yang kurang sesuai tinggi pada peta juga terletak pada lereng
maupun sangat sesuai adalah kelas dengan kemiringan yang tinggi, yang
penggunaan lahan hutan, sementara non- merupakan tempat yang aman bagi satwa.
habitat merupakan kelas tutupan lahan yang Sementara pada kebanyakan kelas lereng
bukan hutan (sawah, semak, perkebunan, lahan rendah (datar dan landai) sangat tidak sesuai
terbangun, dan sungai) dan tidak ada potensi bagi rangkong gading, pada peta tutupan lahan
untuk habitat rangkong gading di Geopark tampak pada lereng datar yang telah
Silokek. Kawasan Geopark Silokek dialiri oleh dimanfaatkan untuk permukiman, perkebunan,
sungai besar yaitu Batang Kuantan yang dan sawah.
berinteraksi langsung dengan tebing-tebing
tinggi yang dan perbukitan dengan hutan lebat
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 41
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

Pada Gambar 5 ditampilkan grafik menandakan pentingnya kedekatan jarak ke


respon terhadap variabel lingkungan dengan sungai, sebaliknya jika menjauhi sungai maka
kontribusi tertinggi. Penggunaan lahan dengan grafik akan menurun mendekati nilai logistik
kelas hutan (pada grafik ditandai dengan kode 0. Kelerengan dengan kemiringan yang
1) yang merupakan penentu tingginya semakin curam digambarkan dengan naiknya
kontribusi pada variabel ini. Jarak dari sungai grafik mendekati nilai logistik 1 seiring
dilihatkan pada grafik dengan semakin bertambah curamnya lereng dan semakin
mendekati nilai 0 meter ke sungai, maka nilai mendekati nilai logistik 0 apabila lereng
logistik semakin mendekati 1 yang semakin datar.

Gambar 5. Grafik yang menunjukkan respon terhadap variabel lingkungan berkontribusi tinggi; (a) Penggunaan lahan,
(b) Jarak dari sungai, dan (c) Kemiringan lereng

Gambar 6. Hasil uji Jackknife replikasi pemodelan MaxEnt

Gambar 6 menunjukkan hasil uji PENUTUP


Jackknife dari variabel penting. Variabel
lingkungan dengan hasil tertinggi yaitu Berdasarkan hasil dari analisis yang
kemiringan lereng yang merupakan informasi dilakukan bahwa probabilitas rangkong gading
terpenting terhadap performa model. faktor lingkungan yang berpengaruh yaitu:
Kemudian variabel lingkungan yang paling 1. Penggunaan lahan yang terdiri dari hutan,
berpengaruh menurunkan hasil jika diabaikan semak, sawah, permukiman, badan air, dan
adalah jarak dari sungai yang berarti variabel perkebunan,
ini merupakan informasi penting yang tidak 2. Kemiringan lereng dengan kelerengan datar
terdapat pada variabel lainnya. (0º) hingga sangat curam (348,045º),
3. Elevasi dengan titik terendah 129,96 mdpl
dan titik tertingginya pada perbukitan yang
memiliki tinggi 1201 mdpl,
4. Jarak dari sungai berkisar dari 0 - 3824,26
mdpl,

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 42
KONSERVASI HAYATI Hidayat RA, Febriani N

5. Aspect yang digunakan perhitungan Hernandez, P.A., Graham, C.H., Master, L.L.,
iluminasi matahari, Albert, D.L. (2006). The effect of
6. NDVI dari -0,227 sampai 0,600 sample size and species characteristics
on performance of different species
Probabilitas rangkong gading berdasarkan
distribution modeling methods.
pemodelan Maxent, berada pada di Kawasan
Ecography Vol. 29, 773–785.
perbukitan hutan lindung bagian utara dan
Indarto, Faisol, A. (2012). Konsep dasar
timur laut yang ditunjukkan dengan nilai
analisis spasial. Penerbit ANDI:
mendekati 1, maka indeks potensi habitat
Yogyakarta. (2018).
semakin sesuai yang ditandai dengan semakin
Latifiana, K. (2018). Pemetaan potensial
berwarna hijau gelap pada peta dan apabila
Hepterofauna pada daerah terdampak
nilainya mendekati 0 maka indeks potensi
erupsi gunung Merapi 2010. Seminar
habitat semakin rendah atau kurang sesuai
Nasional Geomatika 2018:
ditandai dengan warna yang semakin kuning.
Penggunaan dan Pengembangan
DAFTAR PUSTAKA Produk Informasi Geospasial
Mendukung Daya Saing Nasional :
Baldwin, R. (2009). Use of maximum entropy 497 - 510.
modeling in wildlife research. Entropy, KLHK. (2018). Strategi Dan Rencana Aksi
11: 864 - 866. Konservasi Rangkong Gading
Elith, J., Graham C.H., Anderson, R.P., Dudik, (Rhinoplax Vigil) Indonesia 2018-
M., Ferrier, S., Guisan, A., Hijmans, 2028.
R.J., Huettmann, F., Leathwick, J.R., Merow, C., Smith, M.J., Silander, J.A. (2013).
Lehmann, A., Li, J., Lohmann, L.G., A practical guide to MaxEnt for
Loiselle, B.A., Manion, G., Moritz, C., modeling species distributions: what it
Nakamura, M., Nakazawa, Y., does, and why inputs and settings
Overton, J.M., Peterson, A.T., Phillips, matter. Ecography 36(10):1058–1069.
S.J., Richardson, K., Scachetti-Pereira, https://doi.org/10.1111/j.1600-
R., Schapire, R.E., Soberon, J., 0587.2013.07872.x
Williams S., Wisz, M.S., & Perumal, K., & Bhaskaran, R. (2010).
Zimmermann, N.E. (2006). Novel Supervised Classification Performance
methods improve prediction of species’ of Multispectral Images. Journal of
distributions from occurrence data. Computing, Vol. 2(2): 124:129.
Ecography 29(2):129–151. Phillips, S. J., & Dudik, M. (2008). Modeling
Kumara, I. (2006). Karakteristik spasial habitat of species distribution with Maxent:
burung rangkong di Taman Nasional new extensions and a comprehensive
Danau Sentarum. Tesis Sekolah evaluation. Ecography, 31: 161–175.
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Phillips, S.J., Anderson, R.P., & Schapire,
Bogor. R.E. (2006). Maximum entropy
Kusuma, D. (2019). Geopark Silokek modeling of species geographic
Sijunjung Menuju UNESCO Global distributions. Ecol. Model.190: 231–
Park. Jurnal Pembangunan Nagari, 259.
Vol. 4 (1): 17-32. Phillips, S.J. A brief tutorial on Maxent,
Hadiprakarsa, Y., & Kinnaird. M.F. (2004). versions: 3.3.1. Available online:
Foraging characteristics of an http://www.cs.princeton.edu/~schapire/
assemblage of four Sumatran hornbill maxent/ (accessed on August 19,
species. Bird Conservation 2009).
International 14:S53- S62-S53-S62.

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/hayati 43

You might also like