Professional Documents
Culture Documents
Article history: One of the coastal areas including the mangrove forest, storing great potential to be used sustainably
Submit : 2020-08-17 in addition to its function also as a carbon stock storage. Mangrove forests become one of the
Editing : 2020-08-22
attractions to be used as an ecotourism area accompanied by local cultural concepts. This study aims
Accepted : 2020-10-28
to geographically analyze the "Tracking Mangrove in Love" (TMiL) Langge Village, North Gorontalo
District. Mangrove Restoration and Learning Center (PRPM) Center. The research method used is
Keyword:
Mangrove terrestrial observation, observation and analysis of multitemporal google earth imagery (2003-
Drone 2018). The DJI Phantom 4 unmanned vehicle that serves to photograph the TMiL ecotourism area
Orthomosaic was used as a tool in this study. The multitemporal Google Earth Imagery (2003-2018) functions to
Gorontalo observe changes in mangrove forest land cover before and after PRPM TMiL is opened to the public.
Drones that are flown on autopilot are operated using an android smartphone that has the Pix4D
Capture application installed. Aerial photographs produced from drone recordings are then
processed into orthomosaic using Pix4Dmapper Pro software. Orthomosaic data is then used for
current land use analysis and compared with multitemporal data from Google Earth imagery. The
environment around the ecotourism area was also observed, such as conditions, human activities, and
current land use. The results showed that PRPM TMiL did not highlight its function as an ecotourism
area as the understanding stated in Permendagri No.33 Year 2009.
Kawasan pesisir yang salah satu termasuk didalamnya yaitu hutan mangrove, menyimpan potensi
besar untuk dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan selain fungsinya juga sebagai penyimpan
stok karbon. Hutan mangrove menjadi salah satu daya tarik untuk dijadikan sebagai kawasan
wisata yang disertai konsep budaya lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara
geografis Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) “Tracking Mangrove in Love”
(TMiL) Desa Langge, Kabupaten Gorontalo Utara. Metode penelitian yang digunakan yaitu
pengamatan secara terestrial, pengamatan dan analisis dari citra google earth multitemporal
(2003-2018). Wahana tanpa awak DJI Phantom 4 yang berfungsi untuk memotret kawasan
ekowisata TMiL digunakan sebagai alat dalam penelitian ini. Citra Google Earth multitemporal
(2003-2018) berfungsi untuk mengamati perubahan tutupan lahan hutan mangrove sebelum dan
sesudah PRPM TMiL dibuka untuk umum. Drone yang diterbangkan secara autopilot dioperasikan
menggunakan smartphone android yang telah terinstal aplikasi Pix4D Capture. Foto udara yang
dihasilkan dari perekaman drone kemudian diolah menjadi orthomosaic menggunakan perangkat
lunak Pix4Dmapper Pro. Data orthomosaic selanjutnya digunakan untuk analisis kondisi PRPM
TMiL terkini lalu dibandingkan dengan data multitemporal dari citra google earth. Dilakukan pula
pengamatan lingkungan sekitar kawasan wisata seperti kondisi, aktivitas manusia, dan
penggunaan lahan sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PRPM TMiL tidak
menonjolkan fungsinya sebagai kawasan ekowisata seperti pengertian yang tercantum dalam
Permendagri No.33 Tahun 2009.
PENDAHULUAN
Wilayah pesisir memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk
menunjang kehidupannya dan juga salah satu wilayah yang paling banyak menerima tekanan pencemaran
dan rentan terhadap penurunan kualitas lingkungan. Kerusakan hutan mangrove lebih banyak disebabkan
oleh aktivitas manusia (Ario et al., 2015). Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang
mendominasi wilayah pesisir. Banyak jenis magrove di Indonesia dapat tumbuh dengan baik pada media
berlumpur beberapa diantaranya yaitu Rhizopora mucronata dan Avicennia marina (Noor et al., 2006).
Hutan mangrove dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata
yang mengenalkan akan pentingnya manfaat mangrove bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Beberapa
METODOLOGI
Penelitian bertempat di kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM)
“Tracking Mangrove In Love” (TMiL) Desa Langge, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara. Desa
Langge terletak di pesisir utara Kabupaten Gorontalo Utara yang secara administratif berbatasan dengan
Teluk Kwandang di sebelah utara, Desa Ombulodata sebelah timur, Desa Ilodulunga sebelah barat, dan
Desa Tutuwoto dan Tolongio di sebelah selatan. Memiliki luas wilayah 3,05 km2 dengan jumlah
penduduk 575 jiwa (Kecamatan Anggrek Dalam Angka, 2018), dan luas hutan mangrove 31,5 ha atau
menempati 22,2 % dari total wilayah administrasi (Peta Digital BPS, 2017). Lokasi penelitian disajikan
pada Gambar 1.
Metode penelitian yang digunakan yaitu pengamatan secara terestrial, pengamatan dan analisis
Pengamatan visual dari Google Earth secara multitemporal menunjukkan bahwa pada awal sebelum
dibukanya kawasan PRPM TMiL, kawasan ini merupakan hutan mangrove yang cukup lebat dan fungsinya
sebagai tempat berlabuh bagi perahu nelayan sekaligus sebagai tempat hilir mudiknya perahu nelayan
untuk melaut. Kenampakan kawasan PRPM TMiL secara multitemporal yang diambil dari Google Earth sejak
Tahun 2003 hingga Tahun 2018 secara berurutan disajikan pada Gambar 3.
19 April 10 Juli
26 8 April
13 2
6 Juli 11 April
4 Mei 16 Mei
Local Processing
Initial Processing
Pointcloud and mesh
DSM, orthomosaic and index
Pengolahan foto udara menjadi orthomosaic merupakan salah satu proses yang membutuhkan
waktu lama. Hal ini dikarenakan dalam teknik mosaic foto udara tersebut membutuhkan spsifikasi
komputer yang tinggi (Koto & Taslim, 2018). Semakin tinggi spesifikasi komputer dalam pengolahan foto
udara, maka waktu yang dibutuhkan akan semakin cepat pula. Dalam pemrosesan ini total waktu yang
dibutuhkan untuk mengolah foto udara menjadi orthomosaic yaitu 10 jam 4 menit 20 detik, luasan yang
dipotret 3,7 ha dengan Ground Sampling Distance (GSD) 2,14 cm. Orthomosaic kawasan PRPM TMiL
disajikan pada Gambar 6.
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa Kawasan PRPM TMiL merupakan jalur hilir
mudiknya perahu nelayan untuk melaut sekaligus pula sebagai tempat berlabuhnya perahu-perahu
mereka. Hal ini nyata terjadi ketika dilakukan cek lapangan pada waktu pagi hari, beberapa nelayan
nampak melakukan aktivitas untuk melaut. Seluruh perahu nelayan menggunakan mesin sebagai tenaga
pendorongnya, dimana mesin tersebut mengeluarkan suara yang cukup keras sampai diujung kawasan
hutan mangrove. Akibatnya, hewan-hewan yang ada seperti burung tidak nampak bertengger di
pepohonan.
Gambar 8. Aktivitas nelayan pagi hari. (Sumber : Cek lapangan, 1 November 2019)