You are on page 1of 17

Zaman Keemasan Islam

Kisah 1001 Malam Negeri Penuh Keajaiban Pada Zaman Dahulu Kala tersebut
boleh dialami lagi oleh insan-insan Muslim di Zaman Modern sekarang ini.
Boleh jadi Kisah 1001 Malam Negeri Penuh Keajaiban di Masyarakat Muslim di
Zaman Modern ini malah lebih tenang dan lebih senang dan damai karena
sungguh dalam sekali berserah dirinya kepada Allah SWT.

Disebutkan di dalam Kitab Kisah Para Nabi bahwa Nabi Muhammad s.a.w.
dilahirkan di Mekkah, pada 12 Rabiulawal 571 atau tahun 632 Sesudah Masehi.
Ibu beliau Aminah binti Wahb, yang adalah anak perempuan dari Wahb bin
Abdul Manaf dari keluarga Zahrah. Beliau wafat pada umur 63 tahun.Ayah
beliau Abdullah yang adalah anak Abdul Muthalib. Beliau dilahirkan disuatu
kaum yang bernama Quraish. Kaum Quraish bukan penduduk asli kota Mekkah.
Kaum Quraish adalah pendatang yang hijrah dari suatu tempat ke suatu
tempat yang bernama Mekkah.

Ayah beliau meninggal sebelum kelahiran beliau. Sementara ibu beliau


meninggal ketika baginda berusia kira-kira enam tahun. Paristiwa
meninggalnya ibu beliau tersebut menjadikan beliau seorang anak yatim-piatu.
Menurut tradisi keluarga golongan atas Mekkah, beliau akhirnya dipelihara oleh
seorang ibu angkat(ibu susu:-wanita yang menyusukan baginda) yang
bernama Halimah as-Sa’adiah di kampung halamannya di pegunungan selama
beberapa tahun. Dalam tahun-tahun itu, baginda telah dibawa ke Mekkah
untuk mengunjungi kakek beliau dan beliau tinggal di Mekkah diasuh oleh
kakek beliau, Abdul Muthalib. Setelah kakek beliau meninggal, beliau dijaga
oleh paman beliau yang bernama Abu Talib. Ketika inilah beliau sering kali
membantu mengembala kambing-kambing paman beliau di sekitar Mekkah
dan kerap menemani paman beliau dalam urusan perdagangan ke Negeri
Syam yang disebut Negeri Suriah.

Oleh pemimpin kaum Quraish yang bernama Waraqah bin Nawfal, Muhammad
dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang mempersatukan kaum yang hijrah
dan kaum-kaum lainnya di tanah Arab. Waraqah bin Nawfal menikahkan
Muhammad dengan sepupunya yang bernama Siti Khatijah. Waraqah bin
Nawfal adalah seorang buta yang hafal Kitab Allah Injil dalam bahasa Ibrani,
yakni, bahasa asli Nabi Isa di Tanah Suci Al Quds Ur Salim dan
menerjemahkannya ke dalam bahasa yang bisa difahami orang-orang Quraish
dan orang-orang tempatan di Tanah Arab.

Beliau terpanggil membebaskan orang-orang dari kejahiliyahan menuju ke


Islam yakni suatu keadaan yang berserah diri kepada Allah yang disembah
Nabi Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, dimana orang-orang Jahiliyah akhirnya
banyak yang menjadi orang-orang yang beriman dan berserah kepada Allah
SWT.

Beliau adalah teladan akan keyakinan pada Enam Rukun Iman dengan


sungguh-sungguh:

 Beriman akan adanya Allah.

 Beriman akan adanya malaikat-malaikatnya Allah.

 Beriman akan adanya utusan-utusan Allah.

 Beriman akan adanya Kitab-kitab Allah.

 Beriman akan adanya Hari Kiamat.

 Beriman akan adanya Takdir Yang Baik dan Takdir Yang Tidak Baik.

Lima Rukun Islam

1. Shahadad

2. Shalat

3. Zakat

4. Puasa

5. Haji

Zaman Nabi Muhammad adalah Zaman Keemasan Islam.


Beliau sungguh-sungguh meyakini apa yang disebut Kitab Allah Al Qur’an di
Surah Al Baqarah [2], ayat 136 …

‫يس ٰى َو َما ُأوت َِي‬


َ ِ‫وب َواَأْلسْ بَاطِ َو َما ُأوت َِي مُو َس ٰى َوع‬ َ ُ‫اق َو َيعْ ق‬
َ ‫نز َل ِإلَ ٰى ِإب َْراهِي َم َوِإسْ مَاعِ ي َل َوِإسْ َح‬‫ُأ‬ ‫ُأ‬
ِ ‫قُولُوا آ َم َّنا ِباهَّلل ِ َو َما‬
ِ ‫نز َل ِإلَ ْي َنا َو َما‬
َ ‫ُّون مِن رَّ ب ِِّه ْم اَل ُن َفرِّ ُق َبي َْن َأ َح ٍد ِّم ْن ُه ْم َو َنحْ نُ لَ ُه مُسْ لِم‬
‫ُون‬ َ ‫ال َّن ِبي‬

Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman): “Kami beriman kepada


Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami (Al-Quran), dan
kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dan
Nabi Ishak dan Nabi Yaakub serta anak-anaknya, dan juga kepada apa
yang diberikan kepada Nabi Musa (Taurat) dan Nabi Isa (Injil), dan
kepada apa yang diberikan kepada Nabi-nabi dari Tuhan mereka; kami
tidak membeza-bezakan antara seseorang dari mereka; dan kami semua
adalah Islam (berserah diri, tunduk taat) kepada Allah.”

Setelah Nabi Muhammad s.a.w. wafat, para sahabat Nabi meneruskan Zaman
Keemasan Islam tersebut.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w., Zaman Keemasan Islam masih tetap
terasa di banyak penjuru dunia sejak Tahun 500-an sampai 1400-an.

Zaman Keemasan Islam yang terjadi Tahun 500-an sampai 1400-an tersebut,
menurut buku-buku teks Pendidikan Agama Islam, adalah zaman dimana
banyak bermunculan para ilmuwan Muslim, yaitu Zaman Daulah Abbasiyah dan
kawan-kawannya, tidak boleh dipungkiri juga bahwa zaman tersebut
menunjukkan kebesaran dan kehebatan Islam. Daulah Kekhalifahan Bani
Abbas biasa dikaitkan dengan Daulah Khalifah Harun Al-Rasyid, yang disebut-
sebut sebagai Daulah Khalifah yang paling terkenal dalam zaman keemasan
kekhalifahan Bani Abbasiyah. Dalam memerintah Daulah Khalifah Harun Al-
Rasyid digambarkan sangat bijaksana, yang selalu didampingi oleh
penasihatnya, Abu Nawas, seorang penyair yang kocak, yang sebenarnya
adalah seorang ahli hikmah atau filsuf etika.

Zaman keemasan itu digambarkan dalam kisah 1001 malam sebagai negeri
penuh keajaiban. Sebenarnya zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai
sejak pemerintahan Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah
Al-Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan
Khalifah Harun Al-Rasyid.

Di masa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian,


terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.
Berbagai buku bermutu diterjemahkan dari peradaban Suryani, India maupun
Yunani. Dari peradaban Suryani, yang ketika itu terkenal dengan kearifan Para
Hawariyun pengikut setia Nabi Isa Alaihissalam, diterjemahkan Kitab-kitab At
Taurat, Az Zabur dan Al Injil dari Bahasa Suryani ke dalam Bahasa Arab.

Dari peradaban India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah dan


Dimnah maupun berbagai cerita fabel yang bersifat anonim. Dari Peradaban
Yunani, dibaca Kitab Injil yang merupakan Kitab Allah. Dari bahasa Peradaban
Ibrani, dibaca Kitab At Taurat dan Az Zabur. Kitab-kitab yang bukan dalam
bahasa Arab tersebut dikaji dan menjadi khazanah perpustakaan Muslim.

Berbagai dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari terjemahan yang
berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani,
terutama filsafat etika dan logika. Salah satu akibatnya adalah berkembangnya
aliran pemikiran muktazilah yang sangat mengandalkan kemampuan rasio dan
logika dalam dunia Islam. Sedangkan dari sastera Persia terjemahan dilakukan
oleh Ibnu Mukaffa, yang meninggal pada tahun 750 M. Pada masa itu juga
hidup budayawan dan sastrawan masyhur seperti Abu Tammam (meninggal
845 M), Al-Jahiz (meninggal 869 M), Abul Faraj (meninggal 967 M) dan
beberapa sastrawan besar lainnya. Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya
pada bidang sastra dan seni saja, melainkan juga berkembang , meminjam
istilah Ibnu Rusyd, Ilmu-ilmu Naqli dan Ilmu Aqli.

Ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain.
Dan juga berkembang ilmu-ilmu Aqli seperti Ilmu Falak Astronomi,
Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah, Ilmu Alam, Geografi, Kedokteran dan lain
sebagainya. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah
ilmu pengetahuan dan dalam linguistik atau ilmu bahasa muncul antara lain
Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal, dan
Alfiyah Ibnu Malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu
Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar
bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.

Tingkat kemakmuran yang paling tinggi adalah pada Zaman Harun Al-Rasyid.
Masa itu berlangsung sampai dengan masa Al-Makmun. Al-Makmun menonjol
dalam hal gerakan intelektual dan ilmu pengetahuan dengan menerjemahkan
buku-buku dari Peadaban Yunani. Kecenderungan orang-orang Muslim secara
sukarela sebagai anggota milisi mengikuti perjalanan perang sudah tidak lagi
terdengar. Keaskaran kemudian terdiri dari prajurit-prajurit Turki yang
profesional. Militer Daulah Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat. Akibatnya,
tentara itu menjadi sangat dominan sehingga Khalifah berikutnya sangat
dipengaruhi atau menjadi boneka mereka.

Sebagai respon dari kenyataan tersebut Khalifah Al-Wasiq (842-847 M)


mencoba melepaskan diri dari dominasi askar-askar Turki tersebut dengan
memindahkan ibukota ke Samarra, tetapi usaha itu tidak berhasil mengurangi
dominasi militer Turki. Khalifah Al-Wasiq sangat tidak suka dengan segala
macam kedzoliman dan penjajahan. Salah satu faktor penting yang merupakan
penyebab Daulah Abbasiyah pada periode pertama ini berhasil mencapai masa
keemasan ialah terjadinya persamaan derajat atau asimilasi dalam Daulah
Abbasiyah ini. Diikutkannya unsur-unsur non Arab, terutama bangsa Suryani
dan Persia, dalam pembinaan peradaban Baitul Hikmah dan Darul Hikmah yang
didirikan oleh Khalifah Harun Al-Rasyid dan mencapai puncaknya pada masa
Khalifah Al-Makmun.

Pada masa itu perpustakaan-perpustakaan tampaknya lebih menyerupai


sebuah universitas ketimbang sebuah taman bacaan. Orang-orang datang ke
perpustakaan itu untuk membaca, menulis, dan berdiskusi. Di samping itu,
perpustakaan ini juga berfungsi sebagai pusat penerjemahan. Tercatat
kegiatan yang paling menonjol adalah pengkajian terhadap buku-buku
kedokteran, filsafat, matematika, kimia, ilmu falak astronomi dan ilmu alam. Di
masa-masa berikutnya para ilmuwan Islam bahkan mampu mengembangkan
dan melakukan inovasi dan penemuan sendiri. Santun dan keterbukaan dan
rendah hati membuat insan-insan Muslim yang saleh ketika itu dengan mudah
mengambil hikmah dari segala pengalaman sudut pandang. Di sinilah letak
sumbangan Islam terhadap ilmu dan peradaban dunia.
Firman Allah di dalam Kitab Al Qur’anul Karim, Surah Al Hujurat [49] ayat 13,
diamalkan dengan sungguh-sungguh oleh insan-insan Muslim di Zaman
Keemasan Islam ketika itu.

Firman Allah tersebut berbunyi:

‫ارفُوا ۚ ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم عِ ن َد هَّللا ِ َأ ْت َقا ُك ْم ۚ ِإنَّ هَّللا َ َعلِي ٌم َخ ِبي ٌر‬ ُ ‫َيا َأ ُّي َها ال َّناسُ ِإ َّنا َخلَ ْق َنا ُكم مِّن َذ َك ٍر َوُأن َث ٰى َو َج َع ْل َنا ُك ْم‬
َ ‫شعُوبًا َو َقبَاِئ َل لِ َت َع‬

Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari


lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai
bangsa dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah
mesra antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia
kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu,
(bukan yang lebih keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam PengetahuanNya (akan keadaan
dan amalan kamu).

Jadi masyarakat Muslim yang seharusnya menjadi pewaris hasil penelitian


ilmuwan Muslim yang saleh di Zaman Keemasan Islam tersebut, jangan
sampai malah tidak suka melakukan penelitian ilmiah, jangan suka meniru dan
membajak hasil karya orang lain dan jangan sampai terkesan mundur dan
gagap dan tidak tahu menahu soal pemanfaatan teknnologi. Bangsa-bangsa
Muslim tidak boleh bangga dengan kemiskinan, jangan sampai yang kaya
makin kaya, yang miskin makin miskin, jangan suka perang harga diri, jangan
mengizinkan pembiaran kebodohan dan pembiaran masalah, jangan
membiarkan rasuah, nepotisme, mengatur solusi tapi sebenarnya bukan solusi,
reka-rekaan untuk mengatur dalam berbagai hal yang ujungnya menzalimi
rakyat sendiri yang tidak tahu apa-apa.

Pada tahun 800-an sampai 1400-an, masyarakat Muslim pada saat itu paling
maju dalam bidang sains, penelitian, teknologi, industri, dagang, dan lain-lain.
Tahun-tahun tersebut antara lain menghasilkan Muslim yang genius dalam
bidang logika, penelitian, sains, literatur dan filsafat, antara lain:

 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (838-923 M)


 Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al Ansari Al
Qurtubi (1214-1273 M)

 Muhammad bin Umar Fakhr al-Din al-Razi (1149-1209 M)

 Omar Khayam (1048-1122 M)

 Al-Zahrawi (936-1013 M)

 Al-Khowarizmi (780-850 M)

 Al-Biruni (973-1050 M)

 Al-Kindi (801-873 M)

 Al-Battani (850-929 M)

 Ibn-Sina (973-1037 M)

 Al Ghazali (1058-1111 M)

 Abdallah Al-Maarri (973-1057 M)

 Ibn-Rushd (1128-1198 M)

 Jalaluddin Rumi (1207 M)

Mengapa Muslim yang saleh yang hidup pada Zaman Keemasan Islam (tahun
800 sampai 1400) pada zaman dahulu tersebut bisa maju dalam penelitian
ilmiah dan tehnologi terapan, semacam, tehnologi terapan matematika, ilmu
logika, ilmu aljabar atau ilmu hisab (ilmu hitung), astronomi, ilmu hayat,
oceanologi, kedokteran, ilmu jiwa atau ilmu qolbu dll? Bahkan sistim angka
yang dipakai sampai pada zaman modern sekarang ini adalah sistim angka
yang ditemukan oleh cendikiawan-cendikiawan Muslim di Zaman Keemasan
Islam.

Ketika itu, banyak teknologi dikembangkan dari hasil penelitian ilmuwan


Muslim tersebut. Bagaimanapun juga, mereka telah memberikan sumbangan
besar terhadap kehidupan ini. Tapi anehnya, sekarang ini yang boleh
meneruskan dan mengembangkan hasil penelitian ilmuwan Muslim yang saleh
tersebut justru bangsa-bangsa kafir yang dulunya justru menyembah dewa-
dewa seperti misalnya bangsa-bangsa di benua Eropa. Dengan begitu, di sana
terkesan tidak ada muslim tapi ada Islam. Tapi di sini, ada banyak sekali
muslim tapi tidak ada Islam.

Al-Qur’an Tidak Pernah Berkata Bahwa


Kitab Taurat, Zabur dan Injil Sudah
Hilang dan Sudah Tidak Asli Lagi
Sebagaimana telah kita ketahui, Kitab Suci Al Qur’anul Karim dengan jelas
mengakui adanya Kitab-Kitab Allah yang dianut oleh insan-insan saleh yang
bernafaskan Yahudi dan insan-insan saleh yang bernafaskan Nashara.Sudah
tidak boleh disangkal lagi, Kitab Allah Al Qur’anul Karim sangat menghargai
Kitab-Kitab Allah yang diwahyukan Allah dan yang ada pada insan-insan saleh
yang bernafaskan Yahudi dan insan-insan saleh yang bernafaskan
Nashara  tersebut.

Tapi, walau ada ayat-ayat Kitab Allah Al Qur’anul Karim yang begitu
menghargai Kitab-Kitab Allah sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim tersebut,
pandangan yang dipegang oleh insan-insan Muslim secara luas di Zaman
Moden ini justru lebih cenderung menyatakan bahawa Kitab-Kitab Allah
sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim yang sekarang ada di insan-insan saleh
yang bernafaskan Yahudi dan insan-insan saleh yang bernafaskan
Nashara  tersebut sudah “diubah-ubah.”

Di Zaman Moden, pandangan tersebut sedikit banyak telah diterima menjadi


pandangan yang baku dalam keyakinan insan-insan Muslim. Pandangan
khalayak ramai di Zaman Modern yang telah dibakukan tersebut berbunyi:

Kitab-kitab Allah yang ada di insan-insan saleh yang bernafaskan Yahudi


dan yang ada di insan-insan saleh yang bernafaskan Nashara, baik dari
sudut pandang ugama, keyakinan atau fiqih, sudah tidak boleh diterima
sebagai Kalimat Allah atau sudah tidak boleh diterima sebagai Wahyu
Ilahi.
Begitulah pandangan orang-orang Muslim pada umumnya di Zaman Modern
ini.

Tapi anehnya, dahulu kala di Zaman Keemasan Islam, para cendikiawan-


cendikiawan Muslim yang saleh dan pemikir-pemikir Muslim yang saleh di
Zaman Keemasan Islam mengenai hal itu justru lebih memberi pandangan
ilmu yang luas dibanding pandangan yang dipegang oleh insan-insan Muslim
pada umumnya di Zaman Modern sekarang ini. Pandangan yang dipegang oleh
insan-insan Muslim pada umumnya di Zaman Modern sekarang ini menyatakan
bahawa:

 Yang dimaksud Kitab-Kitab Allah yang diakui oleh Kitab Allah Al Qur’anul
Karim dan dihargai oleh Kitab Allah Al Qur’anul Karim itu adalah Kitab-
Kitab Allah yang diwahyukan ke Nabi Musa a.s. dan Nabi ‘Isa a.s., bukan
yang ada pada insan-insan yang bernafaskan Yahudi dan insan-insan
yang  bernafaskan Nashara.

 Beberapa bagian dari Kitab-Kitab Allah yang diakui Kitab Allah Al


Qur’anul Karim dan dihargai oleh Kitab Allah Al Qur’anul Karim tersebut
sudah “diubah-ubah” oleh orang-orang tertentu dan susah untuk
mengetahui bagian yang mana yang sudah “diubah-ubah” orang
tersebut.

 Kitab-Kitab Allah sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim yang oleh Kitab
Allah Al Qur’anul Karim disebut At Taurat, Az Zabur dan Al Injil itu
sebenarnya sudah hilang semuanya tidak berbekas dan tidak ada
salinannya yang sahih sama sekali.

Pandangan-pandangan Era Zaman Moden inilah yang dipegang oleh khalayak


ramai insan-insan Muslim yang memegang dasar-dasar pandangan masyarakat
Muslim yang diwariskan turun-temurun sejak mulainya Era Zaman Moden,
yakni, setelah Zaman Keemasan Islam.

Tapi walaupun begitu dasar-dasar pandangan khalayak ramai insan-insan


Muslim di Zaman Moden ini, rupanya insan-insan Muslim yang saleh di Era
Zaman Moden sekarang ini pada umumnya tetap meyakini bahawa Ahli Kitab
yaitu insan-insan saleh yang bernafaskan Yahudi dan insan-insan saleh yang
bernafaskan Nashara  tersebut harus tetap dihormati kerana Ahli Kitab, yaitu
insan-insan saleh yang bernafaskan Yahudi dan insan-insan saleh yang
bernafaskan Nashara  tersebut sebenarnya adalah merupakan bukti
peninggalan yang nyata dan sungguh-sungguh tentang adanya bentuk
kesalehan turun temurun sejak zaman para nabi terdahulu. Bentuk kesalehan
tersebut memang sungguh-sungguh dan bukan dibuat-buat, walau ada
tuduhan bahwa Kitab Suci yang dibaca Ahli Kitab, yaitu insan-insan saleh yang
bernafaskan Yahudi dan insan-insan saleh yang bernafaskan
Nashara  tersebut, sudah diubah-ubah.

Tapi, melalui penyelidikan demi penyelidikan, pengamatan membuktikan


bahawa para cendikiawan-cendikiawan Muslim dan pemikir-pemikir Muslim
yang saleh pada Zaman Keemasan Islam pada zaman dahulu sungguh sangat
arif dan bijaksana, teliti dan berhati-hati sekali dalam membahas “desas-desus
atau kabar angin mengenai diubah-ubahnya” Kitab-Kitab Allah yakni Kitab At
Taurat, Az Zabur dan Kitab Al Injil yang diakui Kitab Allah Al Qur’anul Karim
dan dihargai oleh Kitab Allah Al Qur’anul Karim itu. Mereka bersikap teliti dan
berhati-hati tersebut karena mereka takut berselisih dengan Kitab Allah Al
Qur’anul Karim. Tidak seperti yang diharapkan khalayak ramai insan-insan
Muslim, para cendikiawan-cendikiawan Muslim yang saleh dan pemikir-pemikir
Muslim yang saleh pada Zaman Keemasan Islam pada zaman dahulu tidak
terburu-buru dengan langsung mengatakan bahawa Kitab-Kitab Allah yakni At
Taurat, Az Zabur dan Al Injil yang diakui oleh Kitab Allah Al Qur’anul Karim dan
dihargai oleh Kitab Allah Al Qur’anul Karim itu sudah diubah-ubah dan
diselewengkan oleh orang. Para cendikiawan-cendikiawan Muslim dan pemikir-
pemikir Muslim yang saleh tersebut hidup pada Zaman Keemasan Islam pada
zaman dahulu. Sungguh arif dan bijaksana sikap mereka mengenai Kitab At
Taurat, Az Zabur dan Al Injil.

Pandangan-pandangan para cendikiawan-cendikiawan Muslim dan pemikir-


pemikir Muslim yang saleh pada pada Zaman Keemasan Islam pada zaman
dahulu tersebut mengenai “desas-desus atau kabar angin diubah-ubahnya”
Kitab-Kitab Allah yakni Kitab At Taurat, Az Zabur dan Kitab Al Injil yang diakui
Kitab Allah Al Qur’anul Karim dan dihargai oleh Kitab Allah Al Qur’anul Karim
tersebut sungguh memberikan pengaruh yang baik yang tidak kecil.
Para cendikiawan-cendikiawan Muslim dan pemikir-pemikir Muslim pada
Zaman Keemasan Islam pada zaman dahulu tersebut antara lain adalah ahli
tafsir Qur’an yang hebat antara lain:

 At Tabari yang meninggal tahun 923 M,

 Fakhr al-Din al-Razi yang meninggal tahun 1209 M

 Qurtubi yang meninggal tahun 1273 M.

Yang diubah-ubah itu tafsirnya atau Kalam Allah nya?

Yang bermacam-macam versi itu tafsirnya atau Kalam Allah nya?

Perbezaan pandangan diantara para cendikiawan Muslim yang saleh pada


Zaman Keemasan Islam pada zaman dahulu mengenai desas-desus diubah-
ubahnya Kitab-Kitab Allah sebelum Kitab Suci Al Qur’anul Karim tersebut
berkisar pada bagaimana sampai boleh diubah-ubah oleh manusia, padahal
Allah SWT adalah Sang Pemelihara dan Penjaga FirmanNya. Ada beberapa
cendikiawan Muslim pada Zaman Keemasan Islam yang berpendapat bahawa
yang diubah-ubah itu adalah tafsirnya sehingga maknanya jadi lain alias tidak
sesuai dengan Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil.

Tapi ada juga cendikiawan-cendikiawan dan pemikir-pemikir Muslim pada


Zaman Keemasan Islam pada zaman dahulu yang rupanya berpendapat
bahawa Kalam Allah nya lah yang diubah-ubah. Jadi rupanya menurut mereka,
Kalam Allah dalam Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil telah diubah-
ubah.

Sebagai contoh, ahli tafsir Qur’an yang bernama Fakhr al-Razi berpandangan
bahawa yang diubah-ubah adalah Tafsir-tafsir Taurat, Zabur dan Injil. Tafsir-
tafsir tersebutlah yang menyebabkan maknanya jadi lain alias tidak sesuai
dengan Kitab-Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil.

Dalam Al Qur’an Surah Al Ma’idah [5]:13 disebutkan …

Maka dengan sebab mereka mencabuli perjanjian setia mereka, Kami


laknatkan mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.
Mereka sentiasa mengubah Kalimah-kalimah (yang ada di dalam kitab
Taurat dengan memutarnya) dari tempat-tempatnya (dan maksudnya)
yang sebenar, dan mereka melupakan (meninggalkan) sebahagian dari
apa yang diperingatkan mereka mereka dengannya. Dan engkau (wahai
Muhammad) sentiasa dapat melihat perbuatan khianat yang mereka
lakukan, kecuali sedikit dari mereka (yang tidak berlaku khianat). Oleh
itu, maafkanlah mereka (jika mereka sedia bertaubat) dan janganlah
dihiraukan, kerana sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang
berusaha supaya baik amalannya.

Karena orang-orang Yahudi melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka,


dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka menyalahgunakan
Kalimat (Allah) dan memesongkan tafsir-tafsir Kalimat Allah sehingga maqom
maknanya jadi lain dan terpesong dan mereka melupakan sebagian dari apa-
apa yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau senantiasa melihat
orang-orang yang khianat di antara mereka itu, kecuali sekelompok kecil
diantara mereka (yang tidak berkhianat).

Oleh itu, maafkanlah mereka (jika mereka sedia bertaubat) dan janganlah
dihiraukan, kerana sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang
berusaha supaya baik amalannya.

Tersebut di Surah Al Ma’idah [5]:41 …

Wahai Rasul Allah! Janganlah engkau menanggung dukacita disebabkan


orang-orang yang segera menceburkan diri dalam kekufuran, iaitu dari
orang-orang yang berkata dengan mulutnya: “Kami tetap beriman”,
padahal hatinya tidak beriman; demikian juga dari orang-orang Yahudi,
mereka orang-orang yang sangat suka mendengar berita-berita dusta;
mereka sangat suka mendengar perkataan golongan lain (pendita-
pendita Yahudi) yang tidak pernah datang menemuimu; mereka ini
memesongkan makna perkataan-perkataan (dalam Kitab Taurat) itu dari
tempat-tempatnya yang sebenar. Mereka berkata: “Jika disampaikan
kepada kamu hukum yang telah kami tafsirka maka terimalah dia, dan
jika hukum yang masih belum kami tafsirkan disampaikan kepada kamu,
maka sungguh pertanyakanlah hukum yang belum kami tafsir tersebut”.
Dan sesiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, maka engkau tidak
berkuasa sama sekali (menolak) sesuatu apapun (yang datang) dari
Allah untuknya. Mereka ialah orang-orang yang Allah tidak mahu
membersihkan hati mereka; bagi mereka kehinaan di dunia, dan di
akhirat kelak mereka beroleh azab seksa yang besar.

Tersebut juga di Surah Al Ma’idah [5]:14 …

Dan di antara orang-orang yang berkata:” Bahawa kami ini orang-orang


Nashara”, Kami juga telah mengambil perjanjian setia mereka, namun
mereka melupakan sebahagian dari apa yang diperingatkan mereka
dengannya, lalu Kami tanamkan perasaan permusuhan dan kebencian di
antara mereka, sampai ke hari kiamat; dan Allah akan memberitahu
mereka dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Jadi memang ada tafsir dan terjemahan yang maknanya telah dipesongkan
sehingga maknanya terpesong dari makna sesungguhnya Kitab Allah At Taurat,
Az Zabur dan Al Injil. Ada terjemahan yang mengkhianati Kitab Allah At
Taurat, Az Zabur dan Al Injil.

Itulah maksud “Yuharrifuunalkalima’an mawaadhi’ihi”  (mengubah Kalimat


Allah dari tempatnya). Jadi yang diutamakan oleh sebagian insan-insan saleh
Yahudi bukan lagi Kalam Allah dalam Kitab Allah At Taurat dan Kitab Allah Al
Injil, namun yang diutamakan sebagian insan-insan saleh Yahudi tersebut
adalah penafsiran sesuai nafsu mereka yang sudah tidak sesuai dengan
maksud Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil.

Jadi menurut pandangan Fakhr al-Razi, kalimat …

ًّ ‫ون ْال َكلِ َم َعنْ َم َواضِ ِع ِه َو َنسُوا َح‬


َ ‫ظا ِممَّا ُذ ِّكرُوا ِب ِه َوالَ َت َزا ُل َت َّطلِ ُع َعلَى َخاِئ َن ٍة ِم ْن ُه ْم ِإالَّ َقلِياًل ِم ْن ُه ْم َفاعْ فُ َع ْن ُه ْم َواصْ َفحْ ِإنَّ هَّللا‬ َ ُ‫ي َُحرِّ ف‬
ْ
َ ‫ُيحِبُّ المُحْ سِ ن‬
‫ِين‬

Yuharrifuunalkalima’an mawaadhi’ihi wa nasuu hazhzho mimmaa


dzukkiruu bihi wa laa tazaalu taththli’u ‘ala khoo’inatin minhum illa
qolilan minhum faa’fu ‘anhum waashfah innalloh yuhibbulmuhsiniin.

Mereka menyalahgunakan Kalimat (Allah) dan memesongkan Kalimat


Allah sehingga maqom maknanya jadi lain dan terpesong dan mereka
melupakan sebagian dari apa-apa yang telah diperingatkan kepada
mereka. Engkau senantiasa melihat orang-orang yang khianat diantara
mereka itu, kecuali sekelompok kecil diantara mereka (yang tidak
berkhianat).

Yang disebutkan dalam Surah Al Ma’idah [5]:13 dan Surah Al Ma’idah


[5]:14 yang juga menyebutkan bahwa oknum-oknum Yahudi lah yang
menyalahgunakan dan memesong-mesongkan makna Kitab Taurat, Az Zabur,
dan Al Injil sehingga menyebabkan maknanya jadi lain dan terpesongkan, alias
tidak sesuai dengan maksud Kitab Taurat, Az Zabur dan Al Injil yang
diwahyukan Allah. Menurut Fakhr al-Razi, maksud dari ayat tersebut adalah
telah terjadi penyalah tafsiran yang dilakukan oleh sedikit oknum-oknum
Yahudi terhadap perintah Allah dan amanah ilahi. Kalau Kitab At Taurat, Az
Zabur dan Al Injil nya tetap asli, hanya, oleh sebagian orang-orang Yahudi,
Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil tersebut telah disalah tafsirkan.

Jadi menurut Fakhr al-Razi, yang diubah-ubah oleh sebagaian orang-orang


Yahudi tersebut bukan langsung Kalam Allah, namun sebagaian tafsirnya yang
dipesong-pesongkan dan diubah-ubah oleh orang-orang Yahudi dengan cara
menyalah tafsirkan Kalam Allah dalam Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al
Injil.

Menurut Fakhr al-Razi, mengubah-ubah Kalam Allah jelas tidak mungkin boleh
dilakukan oleh oknum-oknum Yahudi tersebut karena Kalam Allah dalam At
Taurat, Az Zabur dan Al Injil ketika Kitab-kitab Allah itu sudah terlanjur
tersebar sampai ke khalayak ramai di segala penjuru dunia dan sudah
diwariskan oleh banyak insan turun-temurun kepada keturunan mereka.

Menurut Fakhr al-Razi, kalau memang Kalam Allah diubah-ubah oleh sebagian
orang-orang Yahudi tersebut, harusnya itu terjadi pada masa permulaan
turunnya Wahyu Ilahi Taurat, Zabur dan Injil karena pada masa itu masih
sedikit sekali jumlah insan-insan saleh Yahudi yang mengaji Kalam Allah dalam
At Taurat, Az Zabur dan Al Injil dan masih sedikit sekali yang beriman pada
Kalam Allah dalam At Taurat, Az Zabur dan Al Injil.

Dalam menafsirkan Surah Al Ma’idah [5]:13 dan Surah Al Ma’idah [5]:41, pada


zaman dahulu, At Tabari seorang ahli tafsir Qur’an yang terkenal di Zaman
Keemasan Islam berpandangan bahawa yang diubah-ubah adalah tafsirnya,
bukan langsung Kalam Allah yang tertulis dalam Kitab At Taurat dan Al Injil
yang diubah-ubah. Dalam menafsirkan Surah Al Ma’idah [5]:13, At Tabari
menyatakan yang diubah-ubah itu bukan langsung Kalam Allah dalam Kitab At
Taurat dan Kitab Al Injil, namun tafsirnya dan terjemahannyalah yang diubah-
ubah oleh oknum-oknum Yahudi dengan cara menyalahgunakan dan
memesong-mesongkan dan menyalah tafsirkan Kalam Allah dalam Kitab Allah
At Taurat, Az Zabur dan Al Injil tersebut. Setelah Kalam Allah dalam Kitab At
Taurat dan Al Injil disalah gunakan dan disalah tafsirkan, terjadilah khilafiyah
dan keadaan yang pelik yang dibakukan dan dibukukan dan dibuat anggapan
seolah-olah itu semua dari Allah SWT dan akibatnya tafsir-tafsir hasil dari
penyalahgunaan Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil tersebut menggeser
maqom Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dam Al Injil.

Dalam menafsirkan Surah Al Ma’idah [5]:13 dan Surah Al Ma’idah [5]:41, At


Tabari seorang ahli tafsir Qur’an yang terkenal di Zaman Keemasan Islam
tersebut menyatakan bahawa frasa …

‫ون ْال َكلِ َم َع ْن َم َواضِ ِع ِه‬


َ ُ‫ي َُحرِّ ف‬ (Yuharrifuunalkalima’an mawaadhi’ihi)

… yang terdapat dalam Surah Al Ma’idah [5]:13 tersebut maksudnya adalah


terjadi penyalahgunaan Kitab Taurat, Az Zabur dan Al Injil dengan cara
memesongkan maksud Kitab Taurat, Zabur dan Injil sehingga maknanya jadi
lain alias tidak sesuai dengan maksud sebenarnya Kitab At Taurat, Az Zabur
dan Al Injil lagi. Jadi pemesongan tersebut mengakibatkan tafsirnya menjadi
tidak sesuai lagi dengan maksud sebenarnya Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al
Injil. Jadi Kalam Ilahi dalam Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil tetap dan
tidak pernah berubah. Jadi kalau ada salah tafsir yang dilakukan nafsu orang
terhadap Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil, itu tidak serta merta berarti
Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil salah dan tidak sahih. Tafsirnya yang
tidak sahih, bukan Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil Nya yang tidak sahih,
karena tersebut dalam Kitab Allah Al Qur’anul Karim Surah Al Baqarah
[2]:75 …

(Sesudah kamu – wahai Muhammad dan pengikut-pengikutmu –


mengetahui tentang kerasnya hati orang-orang Yahudi itu) maka
bolehkah kamu menaruh harapan bahawa mereka akan beriman kepada
seruan yang kamu sampaikan itu, padahal sesungguhnya mereka telah
mendengar Kalam Allah (Taurat, Zabur dan Injil), kemudian mereka
menyalah tafsirkan sesuai nafsu mereka dan memutarkan maksudnya
sesudah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahuinya?

Segelintir orang-orang Yahudi yang penuh dengan nafsulah yang menyalah


gunakan dan menyalah tafsirkan Kalam Allah dalam Kitab Allah At Taurat, Az
Zabur dan Al Injil menurut nafsu mereka sendiri dengan begitu maknanya jadi
lain dan berubah dan melenceng tidak sesuai dengan maksud Kitab Allah At
Taurat dan Az Zabur, Al Injil, padahal sesungguhnya hati mereka sungguh
memahami Kalam Allah dalam Kitab Allah At Taurat, Az Zabur dan Al Injil
tersebut. Jadi yang salah adalah segelintir orang-orang Yahudi yang penuh
nafsu itu, bukan Kitab At Taurat, Az Zabur dan Al Injil! Jelas yang salah adalah
segelintir orang-orang Yahudi yang penuh nafsu. Yang salah bukan Kitab At
Taurat, Az Zabur dan Al Injil. Jangan disama ratakan!

You might also like