Professional Documents
Culture Documents
Abstract. Enrolment rate is an indicator used to measure the access equalization towards
education. The enrolment rate of 16-18 age group (62.11%) has the lowest rate compared
to 7-12 age group (99.01%) and 13-15 age group (92.87%). One of the educational
problems obstructing the development of citizens’ primary capability is the high cost of
education. The incapability of paying school fees will result a consideration to not enrol
study to a higher level or to not finish study which is in progress. This research aimed to
model High School Enrolment rate in East Java using mixed geographically weighted
regression (MGWR) approach. The data used in the research is the secondary data in 2013
collected from the publication of Badan Pusat Statistik (BPS) in East Java which is referred
to the result of Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) in East Java. The result of the
research showed that the variable of the average of people per household has global impact
towards high school enrolment rate. On the other hand, the other predictor variables have
local impact towards enrolment rate and variables which influence significantly differently
in each region. Factors which are significantly influencing toward high school enrolment
rate in Mojokerto are the average of people per household, the expense per household, and
the literacy rate. That the estimation of expense per household variable is at 4.0744 leads
to an interpretation. It is interpreted that if the increasing of expense per household at the
level of 100,000 by assuming that other variables are constant will result the increasing of
high school enrolment rate at 4.0744.
1. Pendahuluan
Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan indikator yang mengukur pemerataan
akses terhadap pendidikan. APS pada kelompok umur 16-18 tahun (62,11%) mempunyai
nilai terendah bila dibandingkan dengan kelompok umur 7-12 tahun (99,01%) dan
kelompok umur 13-15 tahun (92,87%). Salah satu permasalahan pendidikan yang dapat
menghambat peningkatan kapabilitas dasar penduduk adalah mahalnya biaya pendidikan.
Ketidakmampuan untuk membayar biaya sekolah akan berdampak pada pilihan untuk tidak
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak menamatkan jenjang
pendidikan yang sedang dijalani (putus sekolah) [1]. Pemodelan APS berdasarkan
karakteristik daerah akan dipengaruhi oleh letak geografis antar daerah. Hal ini dikarenakan
perbedaan letak geografis akan mempengaruhi potensi yang dimiliki atau digunakan oleh
suatu daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pemodelan statistik yang
memperhatikan letak geografis atau faktor lokasi pengamatan. Data yang dihubungkan
dengan lokasi pengamatan atau letak geografis disebut dengan data spasial. Salah satu cara
untuk menganalisis data spasial adalah menggunakan model Geographically Weighted
Regression (GWR). Model GWR merupakan pengembangan dari model regresi linier
klasik. Pada model regresi linier hanya dihasilkan estimator parameter yang berlaku secara
global, sedangkan dalam model GWR dihasilkan estimator model yang bersifat lokal untuk
setiap lokasi pengamatan. Namun pada kenyataannya tidak semua variabel prediktor dalam
model GWR mempunyai pengaruh secara lokal. Beberapa variabel prediktor berpengaruh
secara global, sedangkan yang lainnya dapat mempertahankan pengaruh secara lokal. Oleh
karena itu model GWR dikembangkan menjadi model Mixed Geographically Weighted
Regression (MGWR) [2]. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui model
APS jenjang menegah atas di Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan MGWR
sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap APS secara
lokal dan global.
2. Metode Penelitian
Langkah-langkah untuk menjawab tujuan dari artikel ilmiah ini adalah:
a. Mengidentifikasi persebaran APS jenjang menengah atas Jawa Timur dengan peta
tematik.
b. Memodelkan APS jenjang menengah atas Propinsi Jawa Timur dengan pendekatan
model MGWR dengan langkah –langkah sebagai berikut:
Langkah 1.
Melakukan uji asumsi normalitas dengan software SPSS menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov dengan melihat nilai p-value. Jika nilai p-value > 𝛼 maka
residual berdistribusi normal.
Langkah 2.
Melakukan uji residual identik dengan menggunakan uji Breusch-Pagan
1
dengan statistik uji 𝐵𝑃 = (2)𝑓 𝑇 𝑍(𝑍 𝑇 𝑍)−1 𝑍 𝑇 𝑓
Langkah 3.
Melakukan uji asumsi residual idependen menggunakan uji Moran’s I dengan
𝐼−𝐸(𝐼)
statistik uji 𝑍𝐼 =
√𝑣𝑎𝑟(𝐼)
Langkah 4.
Melakukan pembentukan model MGWR sesuai dengan persamaan
𝑞 𝑝
𝑦𝑖 = 𝛽𝑜 (𝑖) + ∑𝑗=1 𝛽𝑗 (𝑖)𝑥𝑖𝑗 + ∑𝑗=𝑞+1 𝛽𝑗 𝑥𝑖𝑗 + 𝜀𝑖 ; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛
Langkah 5.
Melakukan uji parsial parameter variabel global dan uji parsial parameter
lokal model MGWR.
c. Mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap APS jenjang
menegah atas di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
3. Pembahasan
3.1 Deskripsi APS Jenjang Menengah Atas di Jawa Timur
Persebaran nilai APS jenjang menegah atas di Jawa Timur serta variabel yang
diduga mempengaruhinya dapat dilihat dengan menggunakan peta tematik sebagai
berikut.
Gambar 1. Peta Tematik APS Jenjang Menengah Atas
Berdasarkan Tabel 1. diperoleh bahwa pembobot yang sesuai adalah Fixed Gaussian
Kernel karena pembobot ini memiliki nilai AIC terkecil yaitu sebesar 244,155 dengan nilai
𝑅 2 paling tinggi diantara pembobot lainnya yaitu 77,8%. Estimasi model APS jenjang
menengah atas akan dilakukan menggunakan pendekatan GWR dengan pembobot Fixed
Gaussian Kernel.
3.3.1 Pengujian Parsial Parameter Global MGWR
Pengujian parsial parameter global diperoleh variabel prediktor yang memiliki
pengaruh terhadap APS jenjang menengah atas secara global adalah 𝑋3 yaitu rata-rata
penduduk per rumah tangga. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 untuk variabel
𝑋3 setiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur lebih dari 1,7459 sehingga dapat diambil
keputusan tolak 𝐻0 yang berarti rata-rata penduduk per rumah tangga berpengaruh
signifikan yang bersifat global terhadap APS jenjang menengah atas.
Sebagai contoh, maka diambil analisis hasil estimasi parameter model untuk
Kabupaten/Kota yang memiliki nilai APS jenjang menegah atas paling tinggi di Jawa
Timur yaitu Kota Mojokerto (lokasi ke-35) dan Kabupaten/Kota yang memiliki nilai APS
jenjang menengah atas di Jawa Timur paling rendah yaitu Kabupaten Sampang (lokasi ke-
27).
Berdasarkan pengujian parameter global dan lokal model MGWR Kota Mojokerto, pada,
diperoleh model MGWR untuk Kota Mojokerto adalah sebagai berikut:
keputusan yang diambil adalah tolak 𝐻0 apabila |𝑇𝑘𝑖 | > 1,7459, sehingga diperoleh
parameter yang berpengaruh signifikan pada Kota Mojokerto adalah
𝛽7 dan 𝛽8 yang masing-masing bersesuaian dengan pengeluaran per rumah tangga dan
presentase angka melek huruf.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui nilai estimasi untuk variabel
pengeluaran per rumah tangga sebesar 4,0744. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
apabila pengeluaran per rumah tangga meningkat setiap 100.000 dengan menganggap
variabel lain konstan, maka nilai APS jenjang menengah atas akan meningkat sebsar
4,0744. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan pengeluaran per rumah tangga di
Kota Mojokerto memiliki hubungan positif terhadap APS jenjang mengah atas, hal ini
didukung dengan data pengeluaran per rumah tangga yang cukup tinggi yaitu 7,603(dalam
ratusan ribu rupiah) dibandingkan dengan data minimum untuk variabel yang sama yaitu
Kabupaten Sumenep sebesar 3,732 (dalam ratusan ribu rupiah).
Berdasarkan pengujian parsial parameter global dan lokal model MGWR
Kabupaten Sampang, diperoleh model MGWR untuk Kabupaten Sampang sebagai berikut.
Keputusan yang diambil adalah tolak 𝐻0 apabila |𝑇𝑘𝑖 | > 1,7459, sehingga
diperoleh parameter yang berpengaruh signifikan pada Kabupaten Sampang adalah
𝛽6 , 𝛽7 dan 𝛽8 yang masing-masing bersesuaian dengan pendapatan asli daerah,
pengeluaran per rumah tangga dan presentase angka melek huruf.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui nilai estimasi untuk variabel pendapatan
asli daerah sebesar 0,0084. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa apabila pendapatan asli
daerah meningkat setiap satu juta rupiah dengan menganggap variabel yang lain konstan,
maka nilai APS jenjang menengah atas di Kabupaten Sampang akan meningkat sebsar
0,0084. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan pendapatan asli daerah di
Kabupaten Sampang memiliki hubungan positif, hal ini didukung dengan data pendapatan
asli daerah yang rendah yaitu 63,041 (dalam jutaan rupiah) dibandingkan dengan data
maksimum untuk variabel yang sama yaitu Kota Surabaya sebsar 2570,794 (dalam jutaan
rupiah).
Hasil pengujian parsial parameter lokal model MGWR pada Kota Mojokerto dan
Kabupaten Sampang dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh
signifikan di Kabupaten Sampang belum tentu berpengaruh signifikan juga di Kota
Mojokerto, sehingga hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan parameter yang
berpengaruh signifikan di setiap Kabupaten/Kota di jawa Timur.
Berikut ini adalah pengelompokan Kabupaten/Kota sesuai dengan variabel
prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon.
5. Daftar Pustaka
[1] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Indeks Pembangunan Manusia 2013-2014. Jawa
Timur.
[2] Fotheringham, A.S., Brunsdon, C. dan Charlton, M., (2002), Geographically Weighted
Regresion: The Analysis of Spatially Varying Relationship, John Wiley & Sons.
United Kingdom.
[3] Leung, Y., Mei, C., Zhang, W., 2000. Statistical tests for nonstationarity based on the
geographically weighted regression model. Environ. Planning A 32.