You are on page 1of 11

Pemodelan Angka Partisipasi Sekolah Jenjang Menengah Atas di

Jawa Timur dengan Pendekatan Mixed Geographically Weighted


Regression
Milasari, Suliyanto, Eko Tjahjono
Departemen Matematika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga
milasari-12@fst.unair.ac.id

Abstract. Enrolment rate is an indicator used to measure the access equalization towards
education. The enrolment rate of 16-18 age group (62.11%) has the lowest rate compared
to 7-12 age group (99.01%) and 13-15 age group (92.87%). One of the educational
problems obstructing the development of citizens’ primary capability is the high cost of
education. The incapability of paying school fees will result a consideration to not enrol
study to a higher level or to not finish study which is in progress. This research aimed to
model High School Enrolment rate in East Java using mixed geographically weighted
regression (MGWR) approach. The data used in the research is the secondary data in 2013
collected from the publication of Badan Pusat Statistik (BPS) in East Java which is referred
to the result of Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) in East Java. The result of the
research showed that the variable of the average of people per household has global impact
towards high school enrolment rate. On the other hand, the other predictor variables have
local impact towards enrolment rate and variables which influence significantly differently
in each region. Factors which are significantly influencing toward high school enrolment
rate in Mojokerto are the average of people per household, the expense per household, and
the literacy rate. That the estimation of expense per household variable is at 4.0744 leads
to an interpretation. It is interpreted that if the increasing of expense per household at the
level of 100,000 by assuming that other variables are constant will result the increasing of
high school enrolment rate at 4.0744.

Keyword : Enrolment rate, MGWR, East Java

1. Pendahuluan
Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan indikator yang mengukur pemerataan
akses terhadap pendidikan. APS pada kelompok umur 16-18 tahun (62,11%) mempunyai
nilai terendah bila dibandingkan dengan kelompok umur 7-12 tahun (99,01%) dan
kelompok umur 13-15 tahun (92,87%). Salah satu permasalahan pendidikan yang dapat
menghambat peningkatan kapabilitas dasar penduduk adalah mahalnya biaya pendidikan.
Ketidakmampuan untuk membayar biaya sekolah akan berdampak pada pilihan untuk tidak
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak menamatkan jenjang
pendidikan yang sedang dijalani (putus sekolah) [1]. Pemodelan APS berdasarkan
karakteristik daerah akan dipengaruhi oleh letak geografis antar daerah. Hal ini dikarenakan
perbedaan letak geografis akan mempengaruhi potensi yang dimiliki atau digunakan oleh
suatu daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pemodelan statistik yang
memperhatikan letak geografis atau faktor lokasi pengamatan. Data yang dihubungkan
dengan lokasi pengamatan atau letak geografis disebut dengan data spasial. Salah satu cara
untuk menganalisis data spasial adalah menggunakan model Geographically Weighted
Regression (GWR). Model GWR merupakan pengembangan dari model regresi linier
klasik. Pada model regresi linier hanya dihasilkan estimator parameter yang berlaku secara
global, sedangkan dalam model GWR dihasilkan estimator model yang bersifat lokal untuk
setiap lokasi pengamatan. Namun pada kenyataannya tidak semua variabel prediktor dalam
model GWR mempunyai pengaruh secara lokal. Beberapa variabel prediktor berpengaruh
secara global, sedangkan yang lainnya dapat mempertahankan pengaruh secara lokal. Oleh
karena itu model GWR dikembangkan menjadi model Mixed Geographically Weighted
Regression (MGWR) [2]. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui model
APS jenjang menegah atas di Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan MGWR
sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap APS secara
lokal dan global.

2. Metode Penelitian
Langkah-langkah untuk menjawab tujuan dari artikel ilmiah ini adalah:
a. Mengidentifikasi persebaran APS jenjang menengah atas Jawa Timur dengan peta
tematik.
b. Memodelkan APS jenjang menengah atas Propinsi Jawa Timur dengan pendekatan
model MGWR dengan langkah –langkah sebagai berikut:
Langkah 1.
Melakukan uji asumsi normalitas dengan software SPSS menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov dengan melihat nilai p-value. Jika nilai p-value > 𝛼 maka
residual berdistribusi normal.
Langkah 2.
Melakukan uji residual identik dengan menggunakan uji Breusch-Pagan
1
dengan statistik uji 𝐵𝑃 = (2)𝑓 𝑇 𝑍(𝑍 𝑇 𝑍)−1 𝑍 𝑇 𝑓
Langkah 3.
Melakukan uji asumsi residual idependen menggunakan uji Moran’s I dengan
𝐼−𝐸(𝐼)
statistik uji 𝑍𝐼 =
√𝑣𝑎𝑟(𝐼)
Langkah 4.
Melakukan pembentukan model MGWR sesuai dengan persamaan
𝑞 𝑝
𝑦𝑖 = 𝛽𝑜 (𝑖) + ∑𝑗=1 𝛽𝑗 (𝑖)𝑥𝑖𝑗 + ∑𝑗=𝑞+1 𝛽𝑗 𝑥𝑖𝑗 + 𝜀𝑖 ; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛
Langkah 5.
Melakukan uji parsial parameter variabel global dan uji parsial parameter
lokal model MGWR.
c. Mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap APS jenjang
menegah atas di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur

3. Pembahasan
3.1 Deskripsi APS Jenjang Menengah Atas di Jawa Timur
Persebaran nilai APS jenjang menegah atas di Jawa Timur serta variabel yang
diduga mempengaruhinya dapat dilihat dengan menggunakan peta tematik sebagai
berikut.
Gambar 1. Peta Tematik APS Jenjang Menengah Atas

Gambar 1. menjelaskan persebaran nilai APS jenjang menengah atas menurut


kabupaten dan kota di Jawa Timur. Degradasi warna menunjukkan besaran nilai dari APS,
warna coklat menunjukkan daerah dengan APS tinggi, warna hijau menunjukkan tingkat
APS menegah, dan warna putih menunjukkan tingkat APS rendah. Berdasarkan peta
tematik persebaran nilai APS jenjang menengah atas di Jawa Timur, daerah yang memiliki
APS terendah terdapat pada Kabupaten Sampang, sedangkan daerah yang memiliki nilai
APS tertinggi terdapat pada Kota Mojokerto.

3.2 Pengujian Asumsi Regresi Spasial


Pemodelan APS jenjang menegah atas di Jawa Timur Tahun 2013 dengan
menggunakan regresi spasial terdapat asumsi yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah
pengujian asumsi regresi spasial dalam pemodelan APS jenjang menengah atas di Jawa
Timur.
3.2.1 Pengujian Asumsi Normalitas
Berdasarkan hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov pada diperoleh
nilai P-value sebesar 0,892 atau lebih dari nilai 𝛼. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa residual variabel respon berdistribusi normal.
3.2.2 Pengujian Asumsi Heterogenitas Spasial
Diperoleh nilai Breusch-Pagan sebesar 13,728 dan nilai chisquare
𝜒 2 (0,05, 9) sebesar 3,325. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 𝜎𝑖 2 ≠ 𝜎 2
atau terjadi heterogenitas.
3.3.3 Pengujian Asumsi Dependensi
Berdasarkan pengujian dengan uji Moran’s I diperoleh p-value sebesar
0,009256 atau lebih kecil dari 𝛼, sehingga 𝐻0 dapat disimpulkan bahwa asumsi
dependensi terpenuhi.

3.3 Pemodelan APS Jenjang Menengah Atas dengan Pendekatan MGWR


Langkah pertama dalam memodelkan APS jenjang menengah atas di Jawa
Timur yaitu menentukan pembobot yang digunakan dengan pembobot fungsi kernel.
Dalam menentukan pembobot terbaik, yang harus dilakukan adalah menentukan
AIC terkecil dan bandwidth (h) optimum berdasarkan pembobot kernel tersebut.
Pembobot terbaik tersebut kemudian digunakan untuk mengestimasi parameter di
setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur. Perbandingan nilai AIC untuk setiap
pembobot fungsi kernel terdapat pada Tabel 1. sebagai berikut :
Tabel 1. Perbandingan Nilai AIC Tiap Pembobot Fungsi Kernel
Pembobot Kernel AIC 𝑹𝟐
Fixed Gaussian Kernel 244,155 0,778
Adaptive Gaussian Kernel 268,562 0,688
Fixed Bisquare Kernel 253,328 0.487
Adaptive Bisquare Kernel 261,473 0,604

Berdasarkan Tabel 1. diperoleh bahwa pembobot yang sesuai adalah Fixed Gaussian
Kernel karena pembobot ini memiliki nilai AIC terkecil yaitu sebesar 244,155 dengan nilai
𝑅 2 paling tinggi diantara pembobot lainnya yaitu 77,8%. Estimasi model APS jenjang
menengah atas akan dilakukan menggunakan pendekatan GWR dengan pembobot Fixed
Gaussian Kernel.
3.3.1 Pengujian Parsial Parameter Global MGWR
Pengujian parsial parameter global diperoleh variabel prediktor yang memiliki
pengaruh terhadap APS jenjang menengah atas secara global adalah 𝑋3 yaitu rata-rata
penduduk per rumah tangga. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 untuk variabel
𝑋3 setiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur lebih dari 1,7459 sehingga dapat diambil
keputusan tolak 𝐻0 yang berarti rata-rata penduduk per rumah tangga berpengaruh
signifikan yang bersifat global terhadap APS jenjang menengah atas.

3.3.2 Pengujian Parsial Parameter Lokal MGWR


Setelah dilakukan uji parsial untuk variabel global, selanjutnya adalah melakukan
uji signifikansi untuk variabel lokal MGWR. Untuk mendapatkan variabel lokal yang
secara signifikan mempengaruhi variabel responnya dengan 𝛼 = 10%, maka statistik
ujinya adalah variabel prediktor berpengaruh secara signifikan apabila:

|𝑇𝑘𝑖 | > 𝑡(0,1; 16,501) atau |𝑇𝑘𝑖 | > 1,7459

Sebagai contoh, maka diambil analisis hasil estimasi parameter model untuk
Kabupaten/Kota yang memiliki nilai APS jenjang menegah atas paling tinggi di Jawa
Timur yaitu Kota Mojokerto (lokasi ke-35) dan Kabupaten/Kota yang memiliki nilai APS
jenjang menengah atas di Jawa Timur paling rendah yaitu Kabupaten Sampang (lokasi ke-
27).
Berdasarkan pengujian parameter global dan lokal model MGWR Kota Mojokerto, pada,
diperoleh model MGWR untuk Kota Mojokerto adalah sebagai berikut:

𝑦̂35 = −4,4819 − 3,5443𝑋35,1 − 0,1221𝑋35,2 − 10,6624𝑋3 + 0,7319𝑋35,4 −


0,0012𝑋35,5 − 0,0068𝑋35,6 + 4,0744𝑋35,7 + 1,062𝑋35,8 + 0,2639𝑋35,9

keputusan yang diambil adalah tolak 𝐻0 apabila |𝑇𝑘𝑖 | > 1,7459, sehingga diperoleh
parameter yang berpengaruh signifikan pada Kota Mojokerto adalah
𝛽7 dan 𝛽8 yang masing-masing bersesuaian dengan pengeluaran per rumah tangga dan
presentase angka melek huruf.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui nilai estimasi untuk variabel
pengeluaran per rumah tangga sebesar 4,0744. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
apabila pengeluaran per rumah tangga meningkat setiap 100.000 dengan menganggap
variabel lain konstan, maka nilai APS jenjang menengah atas akan meningkat sebsar
4,0744. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan pengeluaran per rumah tangga di
Kota Mojokerto memiliki hubungan positif terhadap APS jenjang mengah atas, hal ini
didukung dengan data pengeluaran per rumah tangga yang cukup tinggi yaitu 7,603(dalam
ratusan ribu rupiah) dibandingkan dengan data minimum untuk variabel yang sama yaitu
Kabupaten Sumenep sebesar 3,732 (dalam ratusan ribu rupiah).
Berdasarkan pengujian parsial parameter global dan lokal model MGWR
Kabupaten Sampang, diperoleh model MGWR untuk Kabupaten Sampang sebagai berikut.

𝑦̂27 = 16,3763 − 4,3621𝑋27,1 − 0,4939𝑋27,2 − 10,6624𝑋3 + 0,5192𝑋27,4 −


0,0012𝑋27,5 − 0,0084𝑋27,6 + 4,8195𝑋27,7 + 1,0484𝑋27,8 + 0,7234𝑋27,9

Keputusan yang diambil adalah tolak 𝐻0 apabila |𝑇𝑘𝑖 | > 1,7459, sehingga
diperoleh parameter yang berpengaruh signifikan pada Kabupaten Sampang adalah
𝛽6 , 𝛽7 dan 𝛽8 yang masing-masing bersesuaian dengan pendapatan asli daerah,
pengeluaran per rumah tangga dan presentase angka melek huruf.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui nilai estimasi untuk variabel pendapatan
asli daerah sebesar 0,0084. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa apabila pendapatan asli
daerah meningkat setiap satu juta rupiah dengan menganggap variabel yang lain konstan,
maka nilai APS jenjang menengah atas di Kabupaten Sampang akan meningkat sebsar
0,0084. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan pendapatan asli daerah di
Kabupaten Sampang memiliki hubungan positif, hal ini didukung dengan data pendapatan
asli daerah yang rendah yaitu 63,041 (dalam jutaan rupiah) dibandingkan dengan data
maksimum untuk variabel yang sama yaitu Kota Surabaya sebsar 2570,794 (dalam jutaan
rupiah).
Hasil pengujian parsial parameter lokal model MGWR pada Kota Mojokerto dan
Kabupaten Sampang dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh
signifikan di Kabupaten Sampang belum tentu berpengaruh signifikan juga di Kota
Mojokerto, sehingga hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan parameter yang
berpengaruh signifikan di setiap Kabupaten/Kota di jawa Timur.
Berikut ini adalah pengelompokan Kabupaten/Kota sesuai dengan variabel
prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon.

Tabel 2. Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Berdasarkan Variabel


Prediktor yang Berpengaruh Signifikan
Kabupaten/Kota Variabel yang Signifikan

Pacitan, Trenggalek 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah


tangga)
2. 𝑋5 (Jumlah guru)
3. 𝑋8 (Angka melek huruf)
4. 𝑋9 (Tingkat partisipasi angkatan kerja)
Ponorogo, Nganjuk, Bojonegoro 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah
tangga)
Tulungagung 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah
tangga)
2. 𝑋5 (Jumlah guru)
3. 𝑋7 (Pengeluaran per rumah tangga)
4. 𝑋9 (Tingkat partisipasi angkatan kerja)
Kabupaten/Kota Variabel yang Signifikan

Blitar, Kediri, Jember, Kota Kediri, 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah


tangga)
Kota Blitar 2. 𝑋7 (Pengeluaran per rumah tangga)
Malang, Lumajang, Probolinggo, 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah
Pasuruan, Mojokerto, Sidoarjo, tangga)
2. 𝑋7 (Pengeluaran per rumah tangga)
Jombang, Lamongan, Gresik, Kota
3. 𝑋8 (Angka melek huruf)
Malang, Kota Pasuruan, Kota
Probolinggo, Kota Mojokerto, Kota
Surabaya, Kota Batu
Magetan 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah
tangga)
2. 𝑋8 (Angka melek huruf)
3. 𝑋9 (Tingkat partisipasi angkatan kerja)
Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah
tangga)
2. 𝑋7 (Pengeluaran per rumah tangga)
3. 𝑋9 (Tingkat partisipasi angkatan kerja)
Madiun, Ngawi, Kota Madiun 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah
tangga)
2. 𝑋9 (Tingkat partisipasi angkatan kerja)
Tuban, Bangkalan, Pamekasan, 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah
tangga)
Sampang 2. 𝑋6 (Pendapatan asli daerah)
3. 𝑋7 (Pengeluaran per rumah tangga)
𝑋8 (Angka melek huruf)

Sumenep 1. 𝑋3 (Rata-rata penduduk per rumah


tangga)
2. 𝑋6 (Pendapatan asli daerah)
3. 𝑋7 (Pengeluaran per rumah tangga)

Setelah didapat variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap


variabel respon di tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur maka berikut ini merupakan
hasil estimasi model MGWR di setiap Kabupaten/Kota yang dapat dilihat pada
Tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3. Model MGWR yang Terbentuk di Tiap Kabupaten Kota di Jawa Timur
Nama Kabupaten/Kota Model MGWR
𝑦̂1 = 416,402 − 10,6624𝑋3 − 0,0102𝑋1,5 −
Kab. Pacitan 2,448𝑋1,8 − 1,404𝑋1,9
Kab. Ponorogo 𝑦̂2 = 252,645 − 10,6624𝑋3
𝑦̂3 = 321,906 − 10,6624𝑋3 − 0,007𝑋3,5 −
Kab. Trenggalek 1,505𝑋3,8 − 1,249𝑋3,9
𝑦̂4 = 279,883 − 10,6624𝑋3 − 1,949𝑋4,5 +
Kab. Tulungagung 1,775𝑋4,7 − 1,158𝑋4,9
Kab. Blitar 𝑦̂5 = 82,928 − 10,6624𝑋3 + 4,223𝑋5,7
Kab. Kediri 𝑦̂6 = 56,634 − 10,6624𝑋3 + 3,799𝑋6,7
𝑦̂7 = −2,5305 − 10,6624𝑋3 + 4,118𝑋7,7 +
Kab. Malang 0,988𝑋7,8
𝑦̂8 = 21,942 − 10,6624𝑋3 + 4,423𝑋8,7 +
Kab. Lumajang 1,002𝑋8,8
Kab. Jember 𝑦̂9 = 35,229 − 10,6624𝑋3 + 4,555𝑋9,7
𝑦̂10 = 114,425 − 10,6624𝑋3 + 5,143𝑋10,7 +
Kab. Banyuwangi 1,490𝑋10,9
𝑦̂11 = 44.896 − 10,6624𝑋3 + 4,849𝑋11,7 +
Kab. Bondowoso 0,912𝑋11,9
𝑦̂12 = 51,543 − 10,6624𝑋3 + 4,698𝑋12,7 +
Kab. Situbondo 0,944𝑋12,9
𝑦̂13 = 4,781 − 10,6624𝑋3 + 4,387𝑋13,7 +
Kab. Probolinggo 1,113𝑋13,8
𝑦̂14 = −6,149 − 10,6624𝑋3 + 4,333𝑋14,7 +
Kab. Pasuruan 1,145𝑋14,8
𝑦̂15 = −18,209 − 10,6624𝑋3 + 4,251𝑋15,7 +
Kab. Sidoarjo 1,157𝑋15,8
𝑦̂16 = −5,965 − 10,6624𝑋3 + 4,098𝑋16,7 +
Kab. Mojokerto 1,062𝑋16,8
𝑦̂17 = 19,630 − 10,6624𝑋3 + 3,899𝑋17,7 +
Kab. Jombang 0,913𝑋16,8
Kab. Nganjuk 𝑦̂18 = 258,655 − 10,6624𝑋3
Kab. Madiun 𝑦̂19 = 362,828 − 10,6624𝑋3 − 1,114𝑋19,9
𝑦̂20 = 388,132 − 10,6624𝑋3 − 1,437𝑋20,8 −
Kab. Magetan 1,202𝑋20,9
Kab. Ngawi 𝑦̂21 = 356,516 − 10,6624𝑋3 − 1,050𝑋21,9
Kab. Bojonegoro 𝑦̂22 = 229,432 − 10,6624𝑋3
𝑦̂23 = −19,223 − 10,6624𝑋3 − 0,008𝑋23,6 +
Kab. Tuban 3,699𝑋23,7 + 1,356𝑋23,8
Nama Kabupaten/Kota Model MGWR
𝑦̂24 = −16,161 − 10,6624𝑋3 + 4,140𝑋24,7 +
Kab. Lamongan 1,173𝑋24,8
𝑦̂25 = −14,881 − 10,6624𝑋3 + 4,131𝑋25,7 +
Kab. Gresik 1,163𝑋25,8
𝑦̂26 = −30,087 − 10,6624𝑋3 − 0,008𝑋26,6 +
Kab. Bangkalan 4,442𝑋26,7 + 1,252𝑋26,8
𝑦̂27 = 16,376 − 10,6624𝑋3 − 0,008𝑋27,6 +
Kab. Sampang 4,819𝑋27,7 + 1,048𝑋27,8
𝑦̂28 = 27,404 − 10,6624𝑋3 − 0,009𝑋28,6 +
Kab. Pamekasan 4,925𝑋28,7 + 0,968𝑋28,8
𝑦̂29 = 48,657 − 10,6624𝑋3 − 0,009𝑋29,6 +
Kab. Sumenep 5,178𝑋29,7 + 0,793𝑋29,8
Kota Kediri 𝑦̂30 = 67,733 − 10,6624𝑋3 + 3,741𝑋30,7
Kota Blitar 𝑦̂31 = 55,299 − 10,6624𝑋3 + 2,838𝑋31,7
𝑦̂32 = −3,579 − 10,6624𝑋3 + 4,122𝑋32,7 +
Kota Malang 1,002𝑋32,8
𝑦̂33 = 16,120 − 10,6624𝑋3 + 4,584𝑋33,7 +
Kota Probolinggo 1,059𝑋33,8
𝑦̂34 = −14,784 − 10,6624𝑋3 + 4,273𝑋34,7 +
Kota Pasuruan 1,148𝑋34,8
𝑦̂35 = −4,482 − 10,6624𝑋3 + 4,074𝑋35,7 +
Kota Mojokerto 1,062𝑋35,8
Kota Madiun 𝑦̂36 = 350,487 − 10,6624𝑋3 − 1,093𝑋36,9
𝑦̂37 = −24,582 − 10,6624𝑋3 + 4,351𝑋37,7 +
Kota Surabaya 1,211𝑋37,8
𝑦̂38 = −0,193 − 10,6624𝑋3 + 4,089𝑋38,7 +
Kota Batu 0,982𝑋38,8

3.4 Deskripsi Persebaran Variabel Prediktor yang Berpengaruh Signifikan


Tahapan terakhir adalah membuat deskripsi persebaran variabel prediktor yang
berpengaruh signifikan terhadap APS jenjang menengah atas di setiap Kabupaten/Kota di
Jawa Timur menggunakan peta tematik. Penggunaan peta tematik ini akan mempermudah
mendeskripsikan pengelompokan wilayah secara visual. Persebaran wilayah menurut
variabel yang signifikan di masing-masing Kabupaten/Kota dapat disajikan dalam Gambar
2 sebagai berikut.
Gambar 2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Signifikan terhadap APS Jenjang Menengah
Atas di Tiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Gambar 2 menunjukkan persebaran variabel prediktor yang berpengaruh signifikan pada


masing-masing Kabupaten/Kota, wilayah yang berdekatan cenderung dipengaruhi faktor
yang sama. Ditunjukkan dengan adanya warna yang sama untuk beberapa lokasi yang
berdekatan. Pengelompokan Kabupaten/Kota yang menunjukkan adanya kesamaan fator
yang bepengaruh signifikan misalnya terjadi di Malang, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan,
Mojokerto, Sidoarjo, Jombang, Lamongan, Gresik, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota
Probolinggo, Kota Mojokerto, Kota Surabaya dan Kota Batu, dengan faktor yang
berpengaruh signifikan adalah rata-rata penduduk per rumah tangga, pengeluaran per
rumah tangga, dan angka melek huruf.

4. Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh simpulan
sebagai berikut.
1. Berdasarkan peta persebaran APS jenjang menengah atas di JawaTimur tahun
2013, dari 38 Kabupaten/Kota terdapat 10 Kabupaten/Kota yang berada pada
kategori rendah, yaitu Pacitan, Trenggalek, Blitar, Malang, Lumajang, Jember,
Bondowoso, Pasuruan, Bangkalan dan Sampang. Kota yang memiliki APS jenjang
menengah atas tertinggi adalah Kota Mojokerto, sedangkan yang memiliki APS
jenjang menengah atas terendah adalah Kabupaten Sampang.
2. Hasil analisis APS jenjang menengah atas di Jawa Timur tahun 2013 menggunakan
pendekatan model MGWR menghasilkan 38 model dengan faktor yang
berpengaruh signifikan di setiap Kabupaten/Kota berbeda. Faktor-faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap APS jenjang menengah atas di Kota Mojokerto
adalah rata-rata penduduk per rumah tangga, pengeluaran per rumah tangga dan
angka melek huruf. Estimasi untuk variabel pengeluaran per rumah tangga sebesar
4,0744. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa apabila pengeluaran per rumah
tangga meningkat setiap 100.000 dengan menganggap variabel lain konstan, maka
nilai APS jenjang menengah atas akan meningkat sebsar 4,0744.
3. Berdasarkan peta persebaran pengelompokan variabel yang signifikan di setiap
Kabupaten/Kota di Jawa Timur, wilayah yang berdekatan cenderung dipengaruhi
faktor yang sama. Ditunjukkan dengan adanya warna yang sama untuk beberapa
lokasi yang berdekatan. Pengelompokan Kabupaten/Kota yang menunjukkan
adanya kesamaan fator yang bepengaruh signifikan misalnya terjadi di Malang,
Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Sidoarjo, Jombang, Lamongan,
Gresik, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kota Mojokerto, Kota
Surabaya dan Kota Batu, dengan faktor yang berpengaruh signifikan adalah rata-
rata penduduk per rumah tangga, pengeluaran per rumah tangga, dan angka melek
huruf.
4.2 Saran
Upaya dalam meningkatkan APS jenjang menengah atas di tiap Kabupaten/Kota di
Jawa Timur dapat dioptimalkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh signifikan di setiap Kabupaten/Kota tersebut dan memberikan perhatian
khusus terhadap faktor yang berpengaruh secara global yaitu rata-rata penduduk per
rumah tangga.

5. Daftar Pustaka

[1] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Indeks Pembangunan Manusia 2013-2014. Jawa
Timur.
[2] Fotheringham, A.S., Brunsdon, C. dan Charlton, M., (2002), Geographically Weighted
Regresion: The Analysis of Spatially Varying Relationship, John Wiley & Sons.
United Kingdom.
[3] Leung, Y., Mei, C., Zhang, W., 2000. Statistical tests for nonstationarity based on the
geographically weighted regression model. Environ. Planning A 32.

You might also like