You are on page 1of 10

FORMULASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN ANAK DI KOTA SEMARANG.

Oleh:
Sewitra Bagaskara, Dra. Dyah Lituhayu, M.Si.
Departemen Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
Jalan Profesor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos. 1269
Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405
Laman: http://www.fisip.undip.ac.id email fisip@undip.ac.id

ABSTRACT

Child protection is one of the policies that are passed by government as an attempt to protect
children from sets of problems. In the city of Semarang, most of the problems arise within children are
psychological and physical violence. Over the year, the number of child violence cases that happen in
Semarang keep on increasing and was the highest in Central Java. Children have important roles and
positions for the future of the Semarang. Therefore, children have the rights to grow and develop
optimally. Child protection policy in Semarang was passed in 2016 after facing many obstacles
previously. This research will further elaborate the process of child protection formulation policy in
Semarang.The results of this research show that the formulation of child protection policy Semarang had
problems that were related to miss-coordination between legislative with executive, which resulted in the
delay of the policy being finalized. The other factor that obstructed the policy making was the fact that
people do not care about child protection in Semarang. Recommendations earned from this research are;
to increase the coordination between legislative and executive so that there will not be mistakes in the
distribution of tasks—so that maximum outcome can be reached, and to increase the work quality of
Pusat Pelayanan Terpadu. It is also very important to build a good, solid teamwork between the
government and citizens to decrease the child violence level in Semarang.

Keyword: Policy Formulation, child protection, Interests of the actor

PENDAHULUAN tersebut mendorong semakin


A. LATAR BELAKANG kompleksnya tugas yang akan dilakukan
Indonesia merupakan sebuah oleh pemerintah dalam melaksanakan
negara kepulauan yang besar yang pembangunan baik yang ada di pusat
terdiri dari masyarakatnya yang maupun di daerah baik yang
majemuk dan heterogen. Indonesia juga menyangkut persoalan ekonomi, politik,
merupakan negara yang padat populasi budaya, maupun urusan sosial.
yang menempati urutan ke-4 di dunia. Dari angka populasi penduduk
Pada tahun 2010, sensus terakhir yang Indonesia tersebut jumlah anak di
sudah dilakukan secara global oleh Indonesia saat ini mencapai lebih dari
Badan Pusat Statistik menunjukkan 30% dari jumlah penduduk yang ada
angka populasi Indonesia mencapai atau 1/3 dari jumlah penduduk. Jumlah
237.641.236. Banyaknya jumlah tersebut bukanlah merupakan jumlah
penduduk Indonesia tidak memberikan yang sedikit dilihat dari banyaknya
kepastian akan tingginya perkembangan persoalan sosial anak di Indonesia.
Negara Indonesia. Namun, semakin Berdasarkan UU no. 23 Tahun 2002
padat dan semakin majemuk penduduk tentang perlindungan anak pasal 1 ayat 1
atau UU no. 35 Tahun 2014 tentang sosial. Kasus kekerasan tersebut hanya
Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 sebagian kasus atau masalah dari
tentang perlindungan anak yang banyaknya permasalahan anak yang ada
dimaksud dengan anak adalah seseorang di Indonesia.
yang belum berusia 18 (delapan belas) Jawa tengah merupakan salah satu
tahun termasuk anak yang masih dalam dari beberapa provinsi di Indonesia yang
kandungan. Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 memiliki kasus kekerasan terhadap anak
menyatakan bahwa setiap anak berhak yang tinggi. Kasus anak yang mencakup
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kekerasan fisik, kekerasan psikis dan
berkembang serta berhak atas kekerasan seksual masih marak terjadi.
perlindungan dari kekerasan dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan
diskriminasi. Perlindungan Anak dan Keluarga
Dalam kehidupan berbangsa dan Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa
bernegara anak mempunyai peranan Tengah menyebutkan bahwa jumlah
yang sangat penting. Anak mempunyai korban kekerasan di jawa tengah
peranan penting sebagai sistem NKRI di bertambah setiap tahunnya.
masa yang akan datang, generasi Kasus kekerasan terhadap anak di
penerus bangsa, masa depan sebuah Jawa Tengah sudah berada dalam zona
bangsa, keluarga dan masyarakat. Anak merah, artinya sudah mencapai titik
sebagai sumber daya manusia yang yang harus diberi perhatian yang lebih
penting dalam keberlangsungan oleh pemerintah.
pembangunan bangsa ke depannya. Ada penelitian terdahulu yang
Nasib bangsa di masa depan berada di menyatakan bahwa implementasi
tangan anak-anak yang memiliki posisi kebijakan Kota Layak Anak belum
dan peran yang sangat penting bagi dilaksanakan dengan baik. Penelitian
bangsa. tersebut dilakukan oleh Dewi Kartika
Oleh karna itu, tumbuh berkembang mahasiswa jurusan ilmu pemerintahan
seorang anak secara wajar dan sesuai Universitas Brawijaya dengan judul
dengan potensinya masing-masing penelitian implementasi peraturan
merupakan hak hak yang harus didapat walikota nomor 36 tahun 2013 tentang
setiap anak. Hal-hal tersebut merupakan kebijakan kota layak anak. Kebijakan
hal yang harus dijaga dalam kota layak anak ini merupakan salah
keberlangsungan hidup anak dalam satu usaha yang dilakukan oleh
kehidupan berbangsa dan bernegara. pemerintah dalam mendukung adanya
Tidak hanya secara nasional, namun perlindungan dan hak anak. Penelitian
secara global, perlindungan anak tersebut dilakukan di Kabupaten
merupakan hal penting yang harus Probolinggo, Jawa Timur, fokus dari
diperhatikan dan dicarikan solusinya. penelitian tersebut adalah kebijakan kota
Indonesia merupakan salah satu layak anak di Kabupaten Probolinggo.
negara yang memiliki tingkat Badan Pemberdayaan Perempuan
perlindungan yang rendah terhadap dan Anak mencatat bahwa terdapat 36
anak. Kasus yang termasuk kekerasan laporan kasus kekerasan yang dialami
anak terbagi atas tiga hal yaitu kasus oleh perempuan dan anak pada tahun
kekerasan fisik, kekerasan psikis dan 2012 di Probolinggo. Meskipun sudah
kasus kekerasan seksual. Sejak tahun terdapat kebijakan kota layak, tetapi
2014, Komisi Perlindungan Anak kasus kekerasan anak masih saja terjadi
Indonesia sudah menerima pengaduan di kota Probolinggo. Hasil dari
kasus terhadap kekerasan anak sejumlah penelitian ini mengatakan bahwa
565 kasus. Sejumlah kasus tersebut terdapat masalah komunikasi antar
terdiri dari: 94 kasus kekerasan fisik, 12 pelaksana kebijakan dengan pelaksana
kasus psikis dan 459 kasus kekerasan kebijakan maupun pelaksana kebijakan
dengan masyarakat, masalah disposisi serta control yang tinggi dari
pelaksana kebijakan yang masih rendah pemerintah. Dengan adanya kasus anak
dikarenakan kurangnya komitmen, di Kota Semarang menunjukan bahwa
masih kurangnya keahlian dari sumber masi rendahnya responsivitas
daya manusia pelaksana kebijakan serta Pemerintah Kota Semarang terkait
masalah anggaran. Masalah masalah permasalahan yang menyangkut
tersebut yang membuat implementasi perlindungan anak.
kebijakan kota layak anak di Kota Pengawasan pemerintah yang
Probolinggo belum berjalan dengan masih rendah menjadi salah satu factor
baik. penyebab belum berhasilnya upaya
Selain penelitian di kota perlindungan anak di Kota Semarang
Probolinggo ada juga penelitian di karena pemerintah sebagai sistem
Ponorogo yang menunjukan pentingnya kontrol memegang peranan yang sangat
peraturan daerah tentang perlindungan penting dalam mendukung perwujudan
anak. Rumtianing dalam penelitiannya perlindungan anak. Berdasarkan UU No.
Kota Layak Anak dalam Perspektif 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Perlindungan Anak. Dari hasil UU No. 23 Tahun 2002 tentang
penelitian disebutkan anak yang menjadi Perlindungan Anak pada pasal ke 21
pelaku dan korban tindakan kekerasan ayatnya yang ke 4 menyatakan bahwa
sejumlah 46 dan 25 orang. Pemerintah Daerah berkewajiban dan
Selain menjadi korban anak juga bertanggung jawab untuk melaksanakan
sudah bisa melakukan tindakan dan mendukung kebijakan nasional
kriminalitas. Untuk itu diperlukan upaya dalam penyelenggaraan Perlindungan
untuk memfasilitasi dan melindungi Anak di daerah. Peraturan tersebut
anak seperti membentuk Kebijakan sampai saat ini masih menjadi
Perlindungan Anak di Kabupaten rancangan peraturan daerah dan belum
Ponorogo adalah dengan membentuk menjadi sebuah peraturan Daerah yang
Kantor Pemberdayaan Perempuan dan mengatur tentang perlindungan anak di
Perlindungan Anak (KP3A) oleh Kota Semarang.
Pemkab Ponorogo dan Polres Ponorogo Kebijakan dan regulasi yang belum
membentuk Unit Perlindungan Anak. mampu menjawab tentang tantangan
Perlindungan anak dilakukan secara upaya perlindungan anak ini akan sangat
respon-sive, diantaranya dengan mempegaruhi indeks perlindungan anak
membentuk Forum Anak Ponorogo, di Kota Semarang. Kurangnya
program tilik sekolah, pembangunan pengawasan dari pemerintah dan
taman kota, jaminan kesehatan ataupun kurangnya responsivitas pemerintah
pendidikan khusus anak. Hambatan dalam pemecahan masalah kekerasan
yang terjadi di kabupaten Ponorogo ini terhadap anak menjadi salah satu faktor
karna belum disahkannya kebijakan penyebab belum berhasilnya upaya
perlindungan anak di Kabupaten perlindungan anak. Peraturan Daerah
Ponorogo. tentang Perlindungan Anak di Kota
Di Kota Semarang terdapat 244 Semarang harus segera disahkan.
kasus yang terkait dengan anak Pentingnya perda tersebut diharapkan
mencakup kekerasan terhadap fisik, dapat memberikan dampak positif
kasus kekerasan psikis dan kasus terhadap upaya perlindungan anak. Oleh
kekerasan seksual. Masih terdapatnya karna itu peneliti memilih focus
kasus tersebut semakin menekankan penelitian yaitu: “Formulasi Kebijakan
bahwa pentingnya upaya perlindungan Perlindungan Anak di Kota
anak. Pemerintah dituntut agar dapat Semarang”
meningkatkan responsivitas melalui
perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan
B. TUJUAN 4. Rumuskan tujuan dan sasaran yang
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas akan dicapai
maka tujuan penelitian studi ini difokuskan 5. Identifikasi policy envelope
pada: (variable variable yang
1. Untuk mendeskripsikan formulasi memengaruhi masalah)
kebijakan perlindungan anak di Kota 6. Tunjukan biaya dan manfaat dari
Semarang masalah yang hendak diatasi
2. Mengetahui faktor yang menghambat 7. Rumuskan masalah kebijakannya
formulasi kebijakan perlindungan anak dengan baik
di Kota Semarang Dalam bukunya, public policy, Riant
C. TEORI Nugroho (2006:433) menjelaskan bahwa
C. 1. FORMULASI KEBIJAKAN pada saat ini pemerintah Indonesia
Perumusan masalah dapat mencoba mengembangkan model
dipandang sebagai suatu proses. perumusan kebijakan yang ideal. Proses
Menurut William N dunn (Subarsono perumusan kebijakan secara umum
2006:57) proses tersebut yaitu Pencarian dapat digambarkan secara sederhana
masalah (problem search), Pendefinisian dalam urutan proses sebagai berikut
Masalah (problem definition), 1. Munculnya Isu Kebijakan. Isu
Spesifikasi Masalah dan Pengenalan kebijakan dapat berupa masalah dan
Masalah (Problem sensing) Perumusan atau kebutuhan masyarakat dan atau
masalah diawali dengan adanya situasi negara, yang bersifat mendasar,
masalah, yakni serangkaian situasi yang mempunyai lingkup cakupan yang
menimbulkan rasa ketidakpuasan dan besar, dan memerlukan pengaturan
terasa ada sesuatu yang salah. Kemudian pemerintah.
para analis terlibat dalam pencarian 2. Setelah pemerintah menangkap isu
masalah. Selanjutnya lahir apa yang tersebut, perlu dibentuk tim
disebut meta masalah, yakni masalah perumus kebijakan, yang terdiri atas
yang belum tertata dengan rapi. pejabat birokrasi terkait dan ahli
Dari meta masalah para analis kebijakan public.
melakukan pendefinisian masalah dalam 3. Setelah terbentuk rumusan draf nol
istilah yang paling umum dan mendasar, kebijakan didiskusikan bersama
misalnya menentukan apakah forum public
masalahnya termasuk dalam masalah 4. Draf-1 didiskusikan dan diverifikasi
sosial, politik, ekonomi, selanjutnya dalam focused group discussion
akan lahir masalah substantif berubah yang melibatakan dinas atau instansi
menjadi formal, yakni masalah yang terkait, pakar kebijakan, dan pakar
telah dirumuskan secara spesifik dan dari permasalahan yang akan diatur.
jelas. 5. Tim perumus merumuskan draf 2
Agar pembuat kebijakan dapat yang merupakian draf final dari
merumuskan masalahnya dengan benar kebijakan.
dan tepat, maka Patton dan Sawicki 6. Draf final ini kemudian diserahkan
(Subarsono, 2005:32) mengajukan tujuh oleh pejabat berwenang, atau untuk
tahapdalam merumuskan masalah kebijakan undang-undang, dibawa
sebagai berikut: ke proses legislasi yang secara
1. Pikirkan kenapa suatu gejala bisa perundang-undangan telah diatur
dianggap sebagai masalah dalam UU No.10/2004, khusunya
2. Tetapkan batasan masalah yang pasal 17 dan seterusnya.
akan dipecahkan C.2 Model-Model Formulasi Kebijakan
3. Kumpulkan fakta dan informasi Publik
yang berhubungan dengan masalah Menurut Thomas R. Dye dalam
bukunya Understanding Publik policy
setidaknya terdapat Sembilan model 5. Model proses
formulasi kebijakan, yaitu: Dalam model pendekatan ini,
1. Model system kebijakan publik dimaknai sebagai
Model sistem merupakan suatu aktifitas yang menyertakan
pengembangan dari teori sistem rangkaiaan-rangkaiaan (yang
David Eastone. Dimana menurutnya berproses) yang berunjuk evaluasi
bahwa suatu kebijakan tidak kebijakan public.
mungkin berwujud dalam ruang 6. Model rasional
vakum tetapi ia menjadi suatu Model teori ini mengedepankan
kebijakan oleh karena interaksinya gagasan bahwa kebijakan public
dengan lingkungan sekitar. sebagai maximum social gain yang
Kebijakan yang ditawarkan oleh berarti pemerintah sebagai pembuat
model ini adalah formulasi kebijakan harus memilih kebijakan
kebijakan yang berangkat output yang memberikan manfaat optimum
suatu lingkungan atau sistem yang bagi masyarakat. Prinsip dasar dari
tengah berlangsung. dari model formulasi kebijakan ini
2. Model elite adalah bagaimana keputusan yang
Model ini hendak menyatakan diambil oleh pemerintah harus
bahwa proses formulasi kebijakan sudah diperhitungkanrasionalitasnya
public merupakan pemahaman bagi warga masyarakat.
teorinya, dalam konteks teori politik 7. Model inkremental
konvensional yang mengatakan Model inkremental merupakan
bahwa dalam masyarakat hanya model formulasi kebijakan publik
terdapat dua kelompok masyarakat. yang berusaha untuk merevisi
Kelompok masyarakat yang pertama formulasi kebijakan model rasional.
adalah kelompok masyarakat yang 8. Model pilihan public
berkuasa yang biasanya jumlahnya Model ini menyatakan bahwa
lebih sedikit dari pada kelompok kebijakan yang dibuat oleh
masyarakat kedua kelompok pemerintah haruslah memang
mayarakat yang dikuasai. kebijakan yang memang berbasis
3. Model institusional pada pilihan public yang mayoritas
Mongan model institusional hal ini sangat masuk akal karena
atau disebut juga dengan model dalam konteks Negara yang
kelembagaan merupakan model demokratis, yang menekankan one-
formulasi kebijakan yang berangkat men-one-vote, maka siapa yang
dari turunan politik tradisional yang menghimpun suara terbanyak dialah
mengatakan bahwa tugas formulasi yang akan menjadi pemegang
kebijakan merupakan tugas sentral kekuasaan/keputusan.
lembaga-lembaga pemerintahan 9. Model teori permainan
secara otonom tanpa perlu Primsip dasar dari model ini
melakukan interaksi dengan adalah bahwa kebijakan publik
lingkunganya. berada dalam kondisi kompetisi
4. Model kelompok yang sempurna, sehingga
Formulasi kebijakan publik pengaturan strategi agar kebijakan
model kelompok sesungguhnya yang ditawarkan pada pengambilan
abstraksi dari konflik kepentingan keputusan dapat diterima,
antar kelompok atau antar partai khususnya oleh para penentang.
dalam suatu institusi atau Dalam model teori permainan
pemerintahan dalam menetapkan pengaturan/pemilihan strategi
kebijakan publik. menjadi strategi hal yang paling
utama.
dilakukan, Kota Semarang merupakan
kota dengan kasus kekerasan terhadap
D. METODE anak tertinggi di Provinsi Jawa Tengah
Metode yang digunakan dalam dalam empat tahun terakhir.
penelitian ini adalah metode kualitatif- Berdasarkan penilitian yang
deskriptif. Untuk mendapatkan dilakukan, kekerasan terhadap anak
narasumber yang tepat dan sesuai tujuan, terjadi karna faktor pendidikan, ekonomi
teknik pengambilan sampel pada dan sosial. Factor pendidikan yang
penelitian ini menggunakan sistem menjadi penyebab dari kasus kekerasan
purposive sample. Pengumpulan data terhadap anak yaitu karena kurangnya
dilakukan dengan meggunakan teknik tingkat pendidikan dari orang tua terhadap
wawancara, dokumentasi, studi pustaka anak dan kurangnya pengetahuan tentang
dan observasi. mendidik anak.
Pendidikan yang kurang yang
PEMBAHASAN dialami masyarakat, sebagian besar
A. HASIL PENELITIAN disebabkan oleh factor ekonomi. Factor
1. Proses Formulasi Kebijakan ekonomi yang dimaksudkan yaitu
Perlindungan Anak di Kota Semarang. kurangnya kondisi finansial. Kurangnya
1.1 Permasalahan mengenai kekerasan akan kondisi finansial atau keuangan
terhadap anak yang diamati melalui menyebabkan orang cenderung untuk
proses isu kebijakan yang di dalamnya melakukan kejahatan demi memenuhi
membahas mengenai masalah bersama kebutuhan hidup.
dan tujuan bersama. Selain faktor ekonomi yang
Proses formulasi kebijakan diawali menjadi penyebab dari kekerasan terhadap
dengan munculnya isu kebijakan. Isu anak, faktor sosial juga menjadi penyebab
kebijakan dapat berupa masalah dan atau utama dalam penyebab kekerasan yang
kebutuhan masyarakat dan atau kebutuhan menimpa anak. Faktor keadaan sosial
negara, yang bersifat mendasar, yang buruk juga dapat dialami oleh orang
mempunyai lingkup cakupan yang besar yang memiliki keadaan ekonomi dan
dan memerlukan pengaturan pemerintah. pendidikan yang baik. Kondisi ini bisa
Dalam penentuan isu kebijakan tersebut terjadi jika seseorang tidak dapat
juga harus dapat ditentukan apakah menyaring berbagai macam informasi
masalah yang diangkat merupakan yang didapatkan.
masalah bersama dan tujuan bersama atau 1.2 Pembuatan agenda kebijakan diamati
tidak, sehingga kebijakan yang akan melalui penyiapan tim perumus
dicapai nantinya tidak hanya untuk kebijakan dan proses pra kebijakan
kepentingan golongan tertentu saja
yang didalamnya terdapat pembuatan
melainkan untuk banyak pihak.
Dalam prosesnya hingga sampai naskah akademik
kepada munculnya isu kebijakan ada Dalam pembuatan agenda kebijakan
banyak perdebatan untuk mencapai tujuan terbentuklah tim perumusan kebijakan
dan masalah bersama yang diangkat untuk pada saat penyiapannya. Setelelah
menjadi suatu kebijakan public. Setelah dibentuk tim perumus kebijakan, agenda
melewati banyak perdebatan, isu yang kebijakan akan masuk ke dalam proses
kuat untuk diangkat yaitu mengenai pra kebijakan yang didalamnya terdapat
permasalahan anak di Kota Semarang. pembuatan naskah akademik. Agenda
Permasalahan anak yang kebijakan dilakukan agar perumusan
merupakan isu kebijakan yang telah kebijakan dapat dilakukan dengan baik
mengalahkan isu isu lainnya untuk dan terstruktur. Dalam formulasi
diangkat menjadi suatu perda di Kota kebijakan, agenda kebijakan dilakukan
Semarang. Berdasarkan penelitian yang
agar target kebijakan yang dituju tepat banyak kebijakan lain yang mendesak
sasaran dan tidak meleset. seperti kebijakan anak jalanan dan
Dalam perencanaannya, Bapermas kebijakan lain yang dinilai mendesak pada
Per dan KB memulai agenda kebijakan saat itu serta harus dibuat pada saat itu
dengan membuat naskah akademik untuk maka kebijakan perlindungan anak tidak
kebijakan perlindungan anak Kota jadi sepenuhnya, melainkan hanya jadi
Semarang pada Tahun 2010. Pembuatan rancangan yang belum jelas. Rancangan
naskah akademik ini dilakukan bersama tersebut bukan merupakan perlindungan
dengan ahli kebijakan terkhusus dalam terhadap kekerasan anak melainkan hanya
bidang hukum dan anak. Para ahli yang pencegahan terhadap kasus kekerasan
terlibat dalam pembuatan naskah anak yang terjadi di masyarakat. Pada
akademik ini berasal dari Universitas akhirnya rencana pembuatan kebijakan
Katolik (Unika) Soegijapranata. Naskah perlindungan anak dibiarkan begitu saja
akademik yang dibuat oleh Bapermas Per yang menyebabkan tidak adanya
dan KB ini meliputi empat hak utama hak kebijakan perlindungan anak hingga tahun
dasar anak yang terdapat dalam UU 2016.
nomor 23 tahun 2002 dan UU nomor 35 1.3 Perumusan dan penetapan kebijakan
tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bersama aktor kebijakan melalui proses
yaitu Hak untuk hidup, hak berpartisipasi, publik yang dilanjutkan dengan proses
hak tumbuh kembang dan hak merumuskan kebijakan lalu diakhiri
perlindungan. dengan penetapan kebijakan
Pembuatan naskah akademik tersebut Aktor kebijakan yang berperan dalam
ternyata tidak berjalan dengan baik perumusan kebijakan publik merupakan
dikarenakan adanya ketidaksinkronisasi orang-orang yang penting yang mengerti
dan kurangnya koordinasi antara lembaga sangat baik dengan kondisi permasalahan
eksekutif dan legislatif. Pada tahun 2013, yang ada, dengan kebijakan yang akan
DPRD kota semarang mengambil dibuat, dengan akibat dari adanya suatu
keputusan untuk bekerjasama dengan kebijakan tersebut dan mempunyai
UNNES (Universitas Negeri Semarang) tanggung jawab dalam pembuatan
sebagai ahli dalam pembuatan kebijakan kebijakan dari awal hingga kebijakan
mengenai perlindungan anak. Keputusan tersebut terbentuk. Dalam perumusan
yang diambil oleh DPRD Kota Semarang kebijakan perlindungan kekerasan
dilakukan tanpa adanya pembicaraan terhadap perempuan dan anak di Kota
terlebih dahulu dengan Bapermas Per dan Semarang aktor yang terlibat meliputi
KB yang telah membuat naskah akademik anggota legislatif, Bapermas, Dinas dinas
dengan UNIKA. Dalam hal ini, UNNES terkait, LSM (KJHam, Seruni, Setara, dll)
sama sekali belum ada persiapan beserta masyarakat Kota Semarang.
pembuatan kebijakan tersebut. Tetapi Proses formulasi kebijakan akhirnya
menurut DPRD Kota Semarang, UNNES dimulai kembali pada awal tahun 2016.
dilihat lebih kompeten dalam pembuatan Perubahan yang terjadi pada saat
kebijakan perlindungan anak. penyusunan kebijakan perlindungan anak
Bapermas Per dan KB akhirnya adalah adanya inisiatif legislatif untuk
berhenti dalam pembuatan naskah membuat kebijakan perlindungan kasus
akedemik untuk kebijakan perlindungan kekerasan terhadap anak dan mengundang
anak dan legislatif memulai pembuatan pihak eksekutif dalam penyusunannya.
kebijakan perlindungan anak tanpa Perumusan kebijakan ini dimulai
melanjutkan naskah akademik yang sudah dengan memperhatikan hak-hak anak yang
jadi. Naskah akademik yang telah dibuat seharusnya dimiliki setiap anak.
oleh eksekutif beserta para ahli akhirnya Berdasarkan rancangan kebijakan yang
dibiarkan begitu saja. Menurut legislatif, sempat dibuat oleh legislatif tahun 2013,
dikarenakan waktu yang tidak cukup dan draft kebijakan perlindungan anak hanya
berisi mengenai pencegahan terhadap telah dilakukan, hambatan dalam proses
kasus anak. formulasi kebijakan perlindungan anak
Setelah draft pertama perumusan Kota Semarang ini terjadi karena adanya
kebijakan telah selesai dibuat oleh kepentingan dari para actor kebijakan itu
legislatif dan eksekutif, dilakukanlah sendiri. Kepentingan-kepentingan tersebut
forum public.Hasil yang didapat pada saat cukup merugikan dan telah menghambat
forum publik, disesuaikan dengan kondisi terbentuknya peraturan daerah mengenai
masyarakat kota semarang yaitu bahwa perlindungan anak di Kota Semarang.
masyarakat setuju dengan adanya Dari penelitian yang telah dilakukan,
kebijakan perlindungan anak yang sedang kepentingan para aktor ini terbagi menjadi
berada dalam tahap penyelesaian. kepentingan eksternal dan kepentingan
Akhir dari tahapan perumusan internal. Kepentingan eksternal yaitu
masalah yaitu dengan penetapan kebijakan kepentingan yg ada antara kelompok
oleh legislatif. Dalam tahapan akhir ini, legislatif dan eksekutif.
penetapan kebijakan perlindungan anak di Kepentingan internal tersebut yaitu
Kota Semarang, yang tertuang dalam kepentingan yang dibawa dalam kelompok
peraturan daerah nomor 5 tahun 2016 maupun pribadi. Dari penelitian yang
membahas mengenai penyelenggaraan dilakukan terdapat beberapa hal yang
perlindungan terhadap anak yang ditemukan yaitu dalam menjalin
didadalamnya berisi mengenai kerjasama dengan pakar, bapermas
pencegahan tindak kekerasan, bekerjasama dengan Unika sedangkan
perlindungan hukum, pemulihan, Dprd dengan Unnes, ditemukan adanya
koordinasi, dan juga peran serta hubungan keluarga dalam menjalin
masyarakat. kerjasama. Kepentingan politik pribadi ini
2. Faktor penghambat proses Formulasi juga jelas merugikan dalam proses
Kebijakan Perlindungan Anak di formulasi kebijakan public perlindungan
Kota Semarang anak di Kota Semarang.
2.1 Adanya Kepentingan Para Aktor 2.2 Kesesuaian antara kebijakan dengan
Dalam proses formulasi kebijakan kondisi masyarakat setempat
perlindungan anak yang terjadi di Kota Regulasi atau kebijakan yang berada
Semarang, ada beberapa actor yang ikut di tengah masyarakat dinilai harus sesuai
berperan untuk mengambil bagian dalam dengan kondisi masyarakat agar kebijakan
penyusunan kebijakan. Para actor yang tersebut benar benar berfungsi dengan
ikut berperan tersebut yaitu para pakar baik di masyarakat. Masyarakat cenderung
yang diambil dari Unika dan UNNES; untuk kurang peduli terhadap kebijakan
lembaga legislatif yaitu DPRD Kota yang dibuat oleh pemerintah. Untuk itu
Semarang komisi D; lembaga eksekutif kebijakan yang dibuat harus berdasarkan
yang berperan di dalamnya yaitu dengan nilai nilai yang ada di masyarakat
Bapermas Per dan KB, Dinas Kesehatan, dan kondisi masyarakat pada saat itu dan
Dinas Pendidikan, Dinas Budaya dan untuk kedepannya. Sehingga kebijakan
Pariwisata, Disnakertrans, Dinsospora, tersebut tidak melenceng dan sia – sia
dan Dispendukcapil; Komisi Perlindungan melainkan dapat memberikan manfaat
Anak Indonesia; lembaga swadaya bagi masyarakat.
masyarakat yang meliputi LRC-KJHAM, Dalam proses formulasi kebijakan
Seruni dan Setara; beserta masyarakat perlindungan anak, kesesuaian dapat
Kota Semarang yang terdiri dari 16 dilihat dalam keseharian masyarakat.
kecamatan. Bagaimana kebijkan tersebut dapat
Keterlambatan Proses Formulasi menanamkan nilai nilai dalam masyarakat
Kebijakan perlindungan anak di Kota dan mencegah hal yang tidak diinginkan
Semarang dinilai dikarenakan memiliki terjadi maupun memberikan efek jera bagi
hambatan. Berdasarkan penelitian yang pelaku kekerasan. Dalam hal ini
masyarakat cenderung memeilih untuk anak sempat mengalami penundaan dan
diam melihat kekerasan terhadap anak ketidaksesuaian dalam pembuatannya.
yang terjadi di dekitar masyarakat sendiri. Dalam Penelitian Formulasi Kebijakan
2.3 Manfaat yang dirasakan dari adanya Perlindungan Anak di Kota Semarang,
kebijakan perlindungan anak di Kota pelaksanaan proses formulasi dapat dilihat
Semarang dari aspek tingginya tingkat kekerasan
Kebijakan daerah yang berkembang terhadap anak di Kota Semarang,
di masyarakat diharapkan dapat Pembuatan Agenda Kebijakan dan aspek
memberikan manfaat yang positif bagi perumusan kebijakan bersama actor
masyarakat. Kebijakan tersebut juga kebijakan.
diharapkan mampu menjaga 2. Faktor Penghambat Proses Formulasi
keseimbangan dalam kehidupan Kebijakan Perlindungan Anak di Kota
bermasyarakat. Manfaat yang didapati Semarang
oleh masyarakat harus dapat dirasakan Adanya kepentingan dari para aktor
oleh masyarakat. Sehingga kebijakan yang kebijakan membuat proses formulasi
telah dibuat tersebut tidak sia sia kebijakan perlindungan anak terhambat dan
melainkan kebijakan tersebut tepat sasaran mengalami penundaan. Terhambatnya
untuk kondisi masyarakat. proses formulasi kebijakan perlindungan
Manfaat ini dapat dirasakan oleh anak diawali dari adanya konflik
masyarakat jika masyarakat mampu dan kepentingan antara pihak eksekutif dan
mau untuk bekerjasama dengan legislatif. Konflik kepentingan tersebut
pemerintah dalam hal perlindungan anak. yaitu keinginan legislatif untuk menentukan
Dinilai mampu dan mau dari adanya ingin bekerjasama dengan siapa saja tanpa
keterbukaaan dari masyarakat itu sendiri pemberitahuan kepada eksekutif.
dan keberanian untuk memberikan laporan Koordinasi yang kurang baik dari kedua
terhadap kekerasan yang terjadi di sekitar. lembaga pemerintahan tersebut
Jika pemerintah dan masyarakat dapat mengakibatkan terhambatnya pembuatan
bekerjasama dengan baik dalam kebijakan perlindungan anak di Kota
menghadapai kekerasan anak yang terjadi Semarang
di Kota Semarang, manfaat yang lebih B. Saran
baik dapat dirasakan oleh masyrakat Berdasarkan kesimpulan yang
tersebut. Untuk itu masyarakat perlu untuk diperoleh, maka diperlukan rekomendasi
bekerjasama dan mau dibantu pemerintah langkah-langkah yang mungkin bisa
dalam menghadapi permasalahan- digunakan untuk mencapai keberhasilan
permasalahan anak yang terjadi di Kota dalam Formulasi Kebijakan yang akan
Semarang. dibuat berikutnya. Adapun langkah-
PENUTUP langkah yang mungkin bisa digunakan
adalah sebagai berikut:
A. Kesimpulan 1. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama
1. Proses Formulasi Kebijakan antar lembaga pemerintah agar tidak
Perlindungan Anak yang terjadi di Kota terjadi kesalahpahaman dalam
Semarang melakukan tugas dan dapat memberikan
Proses Formulasi Kebijakan hasil yang maksimal untuk melayani
Perlindungan Anak yang terjadi di Kota masyarakat dengan sebaik mungkin.
Semarang belum terlaksana dengan baik. 2. Meningkatkan kinerja dari Pusat
Keberhasilan proses formulasi kebijakan Pelayanan Terpadu agar semua
perlindungan anak dinilai dari bagaimana kecamatan di Kota Semarang dapat
prosesnya dan juga berdasarkan dengan memiliki pelayanan yang semaksimal
kebutuhan kondisi masyarakat Kota mungkin dalam pemberian penyuluhan
Semarang. Namun pada pelaksanaannya, kepada masyarakat dan juga sebagai
proses formulasi kebijakan perlindungan
tempat pengaduan dan pelaporan dari Rianto, Adi. (2005). Metodologi Penelitian
masyarakat Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit.
3. Perlu adanya kerjasama yang baik antara Subarsono. (2005). Analisis Kebijakan Publik:
pemerintah dengan masyarakat untuk Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
mengurangi tingkat kekerasan terhadap Pustaka Pelajar.
anak yang terjadi di Kota Semarang. Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi
Publik Konsep dan Perkembangan Ilmu di
DAFTAR PUSTAKA Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Agustino, Leo. (2006). Dasar-dasar Kebijakan Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif
Publik. Bandung: Alfabeta Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Alfabeta.
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian
Jakarta: PT Rineka Cipta. Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Dunn, William N. (2005). Pengantar Studi Alfabeta.
Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara Winarno, Budi. (2007). Kebijakan Publik: Teori
Kencana, Inu. (2006). Ilmu Administrasi Publik. dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo
Jakarta: PT Asdi Mahasatya. SKRIPSI / THESIS / JURNAL
Kusumanegara, Solahuddin. (2010). Model dan Kartika Ratri, Dewi. (2014). Implementasi
Aktor dalam Proses Kebijakan Publik. Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2013
Yogyakarta: Gava Media. Tentang Kebijakan Kota Layak Anak.
Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian http://administrasipublic.student
Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT journal.ub.ac.id
Remaja Rosdakarya Offset. Rumtianing, Irma. (2014). Kota Layak Anak
Narbuko, Cholid, Abu Achmadi. (2012). dalam Perspektif Perlindungan Anak.
Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Aksara. Kewarganegaraan, Th. 27, Nomor 1,
Nugroho, Riant. (2006). Kebijakan Publik untuk Pebruari 2014
Negara-Negara Berkembang. Jakarta: PT Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis
Gramedia. Kebijakan dari Formulasi ke
Nugroho, Riant. (2004). Kebijakan Public: Implementasi Kebijakan Negara. Edisi
Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Jakarta: PT Gramedia.

You might also like