Professional Documents
Culture Documents
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
Abstract
Infectious disease problems like Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), remain the health problem of Poso Regency.
Attempt to control DHF in Poso Regency and prevent epidemic DHF; the local government does initiative make
innovation program, i.e., Jumpaberlian, Detektif Cilik Jentik, Pojok Abate Puskesmas and the Gerakan 1 Rumah
1 Jumantik (G1R1J) in the region sub-district Poso Kota Selatan. The program is supervised and evaluated by
the National Institute of Health Research and Development (NIHRD) and Tadulako University. The innovation
program is done by involving the community as the executive main. Local government pushes activities to
collaborate with a local public figure. The 2020 evaluation of the program and the resulting program impact on
increasing angka bebas jentik (ABJ) in the sub-district Poso Kota Selatan. Even though the implementation
program aforementioned still found constraints like limited budget operational activities and understanding the
community about monitoring mosquito larvae infectious DHF still limited. But, attempt socialization programs
continue to be done by the local government. Attempt creativity increased understanding and community
participation towards control of DHF in the region sub-district Poso Kota Selatan.
Keywords: DHF, Jumpaberlian, Detektif Cilik Jentik, Pojok Abate, G1R1J, Poso Regency
Abstrak
Permasalahan penyakit menular seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan
utama di Kabupaten Poso. Dalam upaya mengendalikan kasus DBD di Kabupaten Poso dan mencegah terjadinya
wabah DBD, pemerintah daerah melakukan berinisiatif membuat inovasi program berupa Jumpa Berlian,
Detektif Cilik Jentik, Pojok Abate Puskesmas dan program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) di wilayah
Kecamatan Poso Kota Selatan. Program ini disupervisi dan dievaluasi oleh Badan Litbangkes dan Universitas
Tadulako. Inovasi program dilakukan dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaksana utama. Pemerintah
daerah mendorong kegiatan tersebut bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat. Tahun 2020 dilakukan
evaluasi terhadap program tersebut dan hasilnya program tersebut berdampak pada meningkatnya angka bebas
jentik (ABJ) di wilayah kecamatan Poso Kota Selatan. Meskipun dalam pelaksanaan program tersebut masih
ditemukan kendala seperti terbatasnya anggaran operasional kegiatan dan pemahaman masyarakat tentang
pemantauan jentik nyamuk penular DBD masih terbatas. Namun, upaya sosialisasi program juga terus dilakukan
oleh pemerintah daerah setempat. Upaya kreatif juga dilakukan dalam meningkatkan pemahaman dan partisipasi
masyarakat terhadap pengendalian DBD di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan.
Kata Kunci: DBD, Jumpaberlian, Detektif Cilik Jentik, Pojok Abate, G1R1J, Kabupaten Poso
1. PENDAHULUAN (Introduction)
Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia sampai
saat ini. Angka incidence rate (IR) DBD mengalami peningkatan dari tahun 2017- 2021.
Incidence rate DBD di Indonesia per 100.000 penduduk selama lima tahun terakhir yaitu tahun
2017 sebesar 26,10, tahun 2018 sebesar 24,8, tahun 2019 sebesar 51,5, tahun 2020 sebesar 40,0
dan tahun 2021 sebesar 27,0 (Kemenkes, 2022). Tahun 2021 terdapat total 73.518 kasus insiden
DBD dengan jumlah kematian sebanyak 705 kasus di Indonesia. Jumlah insiden dan jumlah
SNPPM2022 BRL-9
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
kematian akibat DBD mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 yaitu sebesar 108.303
kasus dan 747 kematian (Kemenkes, 2022).
Tren kasus DBD di Sulawesi Tengah cenderung fluktuatif dari tahun 2016 hingga 2018.
Jumlah kasus DBD tahun 2018 sebanyak 1067 (IR = 35,44) (Kemenkes, 2018), tahun 2017
sebanyak 834 (IR = 28,12) (Kemenkes, 2017)dan tahun 2016 sebanyak 2122 (IR = 72,63)
(Kemenkes, 2016). Demikian pula IR DBD di Kabupaten Poso juga menunjukan tren yang
berfluktuasi dari tahun 2016 – 2018, tahun 2016 IR = 78,52; tahun 2017 IR = 4,52 dan tahun
2018 IR = 53,715. Meskipun nampak ada fluktuatif jumlah kasus akan tetapi ada peningkatan
incidence rate yang cukup tinggi dari tahun 2017 ke 2018. Hal ini dapat dikategorikan Kejadian
Luar Biasa (KLB) DBD di Kabupaten Poso. Mortalitas DBD yang semakin tinggi akan
semakin dirasakan berat dampaknya, hal ini akan berdampak pula pada sektor lain seperti
sektor sosial, ekonomi dan politik, sehingga pemerintah daerah setempat perlu merancang
program kesehatan yang dapat mengendalikan kasus DBD diwilayahnya (Ladner et al., 2017).
Upaya yang diperlukan dalam pengendalian DBD yaitu penguatan sistem pelaksanaan
PSN dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi keberadaan
dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD. Kementerian Kesehatan
telah mengeluarkan program nasional yaitu Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) yang
menitikberatkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh Jumantik
Rumah dan Jumantik Lingkungan. Upaya kreatif dan komitmen pemerintah daerah juga sangat
diperlukan.
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh
kader kesehatan karena keberadaannya lebih dekat dengan masyarakat dan terlibat langsung
dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader kesehatan dapat melakukan edukasi pengetahuan dan
keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu secara mandiri melakukan kewajiban
PSN. Partisipasi kader dalam masyarakat dipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan, dan
keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan perencanaan dan problem solving
(kemampuan manajerial). Prinsip pemberdayaan kesehatan pada dasarnya mendorong
masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian dalam bertindak dan menentukan
keputusan yang berpengaruh terhadap kesehatannya.
Urgensi utama yaitu untuk menurunkan kasus demam berdarah di Kabupaten Poso perlu
dilakukan upaya pengendalian dengan melibatkan pemerintah daerah, sektor yang terkait
dengan kesehatan masyarakat bersama dengan masyarakat (Koraag, Samarang, & Sumolang,
2021). Upaya tersebut dapat berupa inovasi ataupun kreativitas pemerintah daerah dengan
melibatkan lintas sektor dan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan upaya inovasi program yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah
Kabupaten Poso untuk pengendalian DBD.
SNPPM2022 BRL-10
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
diagnosis menurut WHO. Pasien yang sudah terinfeksi virus Dengue dapat menularkan kepada
orang lain melalui perantara nyamuk Aedes sp. setelah gejala pertama muncul (selama 4-5 hari;
maksimal 12 hari) (WHO, 2009).
Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes berupa genangan air yang tertampung disuatu
wadah yang disebut kontainer, bukan pada genangan air di tanah. Kontainer ini dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu :
1. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA)
Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, pada
umumnya keadaan airnya adalah jernih, tenang dan tidak mengalir, seperti bak mandi,
bak WC, drum penyimpanan air dan lain-lain.
2. Bukan tempat penampungan air (non TPA)
Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk keperluan
sehari-hari, seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban, kaleng, botol,
pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga dan lain-lain.
3. Tempat perindukan alami.
Bukan tempat penampungan air tetapi secara alami dapat menjadi tempat penampungan
air misalnya potongan bambu, lubang pagar, pelapah daun yang berisi air dan bekas
tempurung kelapa yang berisi air.
Vektor penular penyakit ini berasal dari jenis nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Karakteristik vektor penular menentukan persebaran dan waktu kejadian infeksi. Habitat
nyamuk Aedes pada umumnya berada di wilayah dengan iklim tropis, curah hujan tinggi, serta
suhu panas dan lembap. Nyamuk Aedes menyukai genangan atau tempat penampungan air
seperti selokan, vas atau pot tanaman, tempat minum hewan peliharaan, kolam renang, atau
tempat sampah sebagi tempat perindukan. Karakteristik dan perilaku vektor tersebut dapat
menjelaskan adanya kecenderungan peningkatan kasus DBD pada musim penghujan seiring
dengan bermunculannya tempat perindukan. Selain mempengaruhi banyaknya kasus,
karakteristik dan perilaku nyamuk Aedes juga menjadi landasan upaya pengendalian penyakit
DBD melalui intervensi lingkungan dan perilaku individu dan masyarakat. Upaya
pengendalian tersebut di antaranya melalui kampanye 3M dan 3M plus (Kemenkes, 2022).
Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan pada
upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selain
penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan dan
sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan dini
terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Tahun 2015 diluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan tujuan untuk
menurunkan angka penderita dan angka kematian akibat DBD dengan meningkatkan peran
serta dan pemberdayaan masyarakat berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan
ini merupakan program PSN untuk mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh masyarakat
berperan aktif dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung tombak Gerakan 1 Rumah
1 Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang merupakan anggota masyarakat yang
dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau keberadaan dan perkembangan jentik
SNPPM2022 BRL-11
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
nyamuk guna mengendalikan penyakit DBD di suatu daerah melalui Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras bak mandi, menutup tempat
penampungan air, memanfaatkan barang bekas, plus mencegah gigitan nyamuk (Ditjen P2P
Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes spp. Gerakan
1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan
melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk
untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui pembudayaan PSN 3M
PLUS. Jumantik Rumah adalah kepala keluarga/anggota keluarga/penghuni lain dalam satu
rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik
Lingkungan adalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat-tempat umum (TTU) atau
tempat-tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTU adalah
pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman, atau tempat
wisata. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, atau rumah sakit. Koordinator Jumantik
adalah satu atau lebih Jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT untuk melakukan
pemantauan dan pembinaan pelaksanaan Jumantik rumah dan Jumantik lingkungan
(crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang
yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan data dan
pemantauan pelaksanaan Jumantik di lingkungan RT. Sebagai pemantau dan pelaksana PSN
maka dibentuk juru pemantau dan pembasmi jentik yang disingkat Jurbastik, merupakan
penerapan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang didefinisikan sebagai peran serta dan
pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga, pengelola TTU dan TTI dalam
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Jurbastik terdiri dari Jumantik
Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas memantau dan memberantas nyamuk di rumah
masing-masing dan Jumantik Lingkungan yang bertugas memantau dan memberantas nyamuk
di TTU atau TTI masing-masing (Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator Jumantik yang
umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat dengan masyarakat dan terlibat
langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader kesehatan seharusnya mendapat pembekalan
pengetahuan dan keterampilan agar mereka mampu secara mandiri melakukan tugasnya
dengan baik. Beberapa studi menyebutkan bahwa partisipasi kader pada masyarakat
dipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan, dan keterampilan teknis, keterampilan sosial,
kemampuan perencanaan dan problem solving (kemampuan manajerial). Prinsip
pemberdayaan kesehatan pada dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi
dan kemandirian dalam bertindak dan menentukan keputusan yang berpengaruh terhadap
kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan upaya
pengendalian Aedes spp. oleh warga. Tugas Jumantik selain untuk surveilans dan
pemberantasan vektor di pemukiman maupun tempat-tempat umum, juga berperan dalam
memperkuat perilaku masyarakat dalam PSN 3M plus yang keberhasilannya dapat ditinjau dari
nilai ABJ dan nilai CI (Mubarokah & Indarjo, 2013).
SNPPM2022 BRL-12
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
Kegiatan ini juga dilakukan secara rutin di Kecamatan Poso Kota Selatan dan melibatkan lima
kelurahan di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan. Kegiatan jumpaberlian yang dilakukan di
masing-masing kelurahan di koordinir oleh lurah. Kegiatan jumpaberlian yang dilaksanakan di
Kabupaten Poso kendalanya belum dilakukan seluruh masyarakat, masyarakat belum mandiri
dan aktif melakukan kegiatan ini. Kegiatan ini masih bersifat insidental dan dikoordinir oleh
camat dan lurah. Demikian pula yang terjadi di Kelurahan Kawua. Kegiatan Jumpaberlian yang
SNPPM2022 BRL-13
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
dikoordinir oleh camat dilakukan terjadwal setiap minggu sekali dengan lokasi yang berpindah
dan bergiliran disetiap kelurahan. Kegiatan ini melibatkan tokoh masyarakat di wilayah
kelurahan di Kecamatan Poso Kota Selatan.
Keberadaan detektif cilik ini diharapkan akan membantu koordinator jumantik untuk
memantau jentik nyamuk yang ada tempat penampungan air di sekolah. Para detektif cilik ini
juga dibekali peralatan survei jentik serta sebelumnya dilakukan sosialisasi di sekolah-sekolah
SNPPM2022 BRL-14
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
(sekolah dasar) di wilayah 4 kecamatan di Poso Kota. Akan tetapi ada beberapa kendala yaitu
belum terlaporkannya dengan baik (kontinyu) hasil pemeriksaan jentik oleh detektif cilik pada
kartu jentik dan peran siswa sebagai detektif cilik akan berakhir ketika sudah tamat sekolah
dasar dan belum ada upaya regenerasi/pergantian peran sebagai detektif cilik.
SNPPM2022 BRL-15
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
SNPPM2022 BRL-16
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
Gambar 2. Supervisi G1R1J oleh tim peneliti Badan Litbangkes dan Universitas Tadulako
Gambar 3 Sosialisasi PSN DBD dan G1R1J oleh Dinkes Provinsi Sulteng dan Badan
Litbangkes
Edukasi dan sosialisasi tentang program G1R1J perlu terus dilakukan oleh pihak yang terkait
seperti Dinkes, Puskesmas, Camat/Lurah serta dapat melibatkan pihak lain seperti Kemenkes
dan Perguruan Tinggi untuk melakukan edukasi. Harapannya upaya ini dapat mengubah
pemahaman dan perilaku masyarakat tentang pentingnya mencegah penularan DBD di
lingkungannya. Motivasi masyarakat untuk melakukan perilaku PSN 3M plus dibentuk oleh
faktor keyakinan (subjective norm)(Darmawan, 2014) setelah memperoleh informasi dari
petugas kesehatan tentang bahaya penyakit DBD dan informasi tentang pentingnya adanya
jumantik disetiap rumah, memeriksa tempat penampungan air dan mengisi kartu jentik.
Intervensi kesehatan perlu melibatkan masyarakat secara aktif partisipatif mulai dari
perencanaan hingga evaluasi sehingga intervensi tersebut dapat berkelanjutan dan sustain di
dalam masyarakat. (Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI, 2017), (Sulistyawati Sulistyawati
Sitti Rahmah Umniyati Tri Baskoro Tunggul Satoto Lutfan Lazuardi Maria Nilsson Joacim
SNPPM2022 BRL-17
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
Rocklov Camilla Andersson and Åsa Holmner, 2019), (Sayono Sayono Didik Sumanto
Rokhani Rokhani, 2019)
SNPPM2022 BRL-18
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat 2022 (SNPPM-2022) ISSN 2985-3648
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm
Health Action. Osong Public Health and Research Perspectives, 10(6), 376–384.
https://doi.org/https://doi.org/10.24171/j.phrp.2019.10.6.08
Sulistyawati Sulistyawati Sitti Rahmah Umniyati Tri Baskoro Tunggul Satoto Lutfan Lazuardi
Maria Nilsson Joacim Rocklov Camilla Andersson and Åsa Holmner, F. D. A. (2019).
Dengue Vector Control through Community Empowerment: Lessons Learned from a
Community-Based Study in Yogyakarta, Indonesia. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 16(1013), 1–13.
https://doi.org/10.3390/ijerph16061013
WHO. (2009). Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, (New
Edition). Geneva: World Health Organization.
SNPPM2022 BRL-19