You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue melalui perantaraan gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini merupakan salah

satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan. Hal ini antara

lain karena angka kematian / CFRnya masih tinggi dan dapat

menyerang semua golongan umur terutama anak-anak serta

penyebarannya semakin luas sejalan dengan makin meningkatnya

mobilitas dan kepadatan penduduk.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama

kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta yang

merupakan pintu masuk kewilayah Indonesia . Akan tetapi konfirmasi

virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut

menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh

propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit. Sejak petama kali

ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecendrungan meningkat baik

dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis

selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB terbesar terjadi pada tahun 1998,

dengan Incidence Rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk dan CFR =

2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada

1
tahun-tahun berikutnya IR cendrung meningkat yaitu 15,99 (tahun

2000); 21,66(tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87% (tahun

2003) (Demam Berdarah, Kristina dkk, @ yahoo.com). Jumlah KLB

tahun 2006 menurun tajam dibanding jumlah KLB pada tahun 2005

yang terjadi di 12 Propinsi,di 35 Kabupaten/Kota, jumlah kasus 3.336

orang, 55 diantaranya meninggal (CFR=1,65%) Demam Berdarah,

Kristina dkk, @ yahoo.com).

Di Sulawesi Tengah penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) ditemukan pada tahun 1992 dengan jumlah kasus sebanyak 8

orang. Di Kota Palu ditemukan penderita DBD dalam kurun waktu 4

tahun, masing-masing : tahun 2004 jumlah penderita 202 orang dan 9

diantaranya meninggal, tahun 2005 jumlah penderita 627 dan 12

diantaranya meninggal, tahun 2006 jumlah penderita 330 dan 5

diantaranya meninggal dan pada tahun 2007 jumlah penderita 833 dan

5 diantaranya meninggal. Dengan melihat angka tersebut diatas dimana

jumlah penderita DBD masih tinggi, hal ini menunjukan bahwa penyakit

DBD masih merupakan ancaman bagi kesehatan (Dinkes Sulteng,

2007)

Seluruh wilayah mempunyai resiko untuk terserang Penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD) Karena virus penyebab dan nyamuk

penularnya tersebar luas baik di rumah maupun di tempat-tempat

umum kecuali yang ketinggiannya mencapai 1000 meter atau lebih

2
diatas permukaan laut, oleh karena itu untuk mencegah penyakit ini

diperlukan peran serta masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk

yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam

Berdarah Dengue ( PSN DBD) secara terus menerus.

Pemerintah bersama masyarakat telah melakukan upaya

pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dengan memutuskan

mata rantai penularannya yaitu dengan memberantas nyamuk aedes

aegypti. Upaya tersebut dilakukan dengan program pengendalian

vector secara intensif dalam upaya memperkecil wilayah endemis DBD

dan sasarannya yaitu kecamatan endemis DBD yang meliputi kegiatan-

kegiatan sebagai berikut (Depkes RI, 1992)

1 Fogging massal sebelum musim penularan di kelurahan endemis

2 Penyuluhan kesehatan dan penggerakan masyarakat dalam

kegiatan PSN

3 Abatisasi selektif di kelurahan endemis DBD

4 Mengadakan pemeriksaan jentik secara berkala di Kelurahan

endemis DBD.

Program pengendalian yang dilaksanakan di Kota Palu yaitu

meliputi surveilans epidemiologi, fogging massal sebelum musim

penularan, abatisasi selektif di kelurahan endemis dan melakukan

pemeriksaan jentik berkala di kelurahan wilayah kecamatan endemis,

serta penyuluhan dalam upaya menggerakan masyarakat untuk

3
pemberantasan sarang nyamuk. Sebab keterlibatan masyarakat dalam

program pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti sangat

menentukan keberhasilan dalam upaya memperkecil terjadinya

penularan penyakit DBD. Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi

kepadatan vektor maka kemungkinan terjadinya penularan semakin

besar. Dalam penelitian ini penulis akan memanfaatkan data yang ada

pada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kota Palu atau instansi terkait

untuk melihat dan mengevaluasi pelaksanaan Pemberantasan

Vektor DBD di Kota Palu periode 2004 - 2007.

B Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka pertanyaan peneliti dalam

penelitian ini adalah :

”Bagaimana pelaksanaan pemberantasan vektor penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Kota Palu tahun 2004 – 2007”

C Kerangka Pikir

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian sehubungan dengan

judul proposal ini sebagai berikut :


Fogging
Fokus
Program Pemberantasan
Vektor Pemberantasan
P2 DBD
Vektor Intensif :
 Fogging Massal
 Abatesasi
 PJB

4
D Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelaksanaan program pemberantasan vektor

penyakit DBD di Kota Palu tahun 2004 - 2007

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui dilaksanakannya fogging fokus di Kota

Palu tahun 2004 - 2007

b. Untuk mengetahui dilaksanakannya pemberantasan vektor

intensif di Kota Palu tahun 2004 – 2007 dengan fogging

massal, Abatesasi, Pemeriksaan Jentik Berkala

3. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini merupakan salah satu sumber informasi

bagi Dinkes Kota Palu Propinsi. Sulawesi Tengah dalam

rangka penentuan arah kebijakan program pemberantasan

penyakit DBD

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah

ilmu pengetahuan dan merupakan bahan bacaan tentang

program pemberantasan penyakit DBD

c. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan

dan pengetahuan tentang program pemberantasan penyakit

DBD

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Vektor Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue dapat ditularkan melalui nyamuk Aedes

aegypti maupun Aedes albopictus, dan yang paling berperan dalam

penularan penyakit Demam Berdarah Dengue adalah nyamuk Aedes

aegypti karena hidupnya didalam dan diluar rumah. Sedangkan untuk

Aedes albopictus dikebun sehingga jarang terjadi kontak dengan

manusia.

Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang tergolong kecil

berwarna gelap dan mudah dikenali dengan adanya garis putih

keperakan yang tajam dengan bentuk lyre pada thoraksnya dan adanya

gelang/cincin putih pada bagian pangkal kakinya.

1. Siklus Hidup Vektor Demam Berdarah Dengue

Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibanding

dengan nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam

dengan bintik – bintik putih pada bagian badan, kaki dan

sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis

sempurna mulai dari telur – jentik(larva) – kepompong (pupa) –

nyamuk dewasa.

6
Stadium telur, jentik dan kepompong hidup didalam air. Telur

nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm.

Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±

2 hari setelah terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung

6 - 8 hari, stadium pupa berlangsung antara 2 - 4 hari.

Pertumbuhan dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa

memerlukan waktu 9 -10 hari. Umur nyamuk betina dapat

mencapai 2 – 3 bulan (Depkes R.I 1998)

2. Tempat Perkembang-biakan

Tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti yaitu

pada tempat-tempat penampungan air disekitar rumah atau

tempat-tempat umum dan biasanya tidak melebihi jarak 500 m dari

rumah. Tempat perkembang-biakan nyamuk ini berupa genangan

air tertampung disuatu wadah atau bejana yang biasa disebut

container. Nyamuk tidak dapat berkembang-biak pada genangan

air yang berhubungan langsung dengan tanah.

Jenis Tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti

dapat dikelompokkan sebagai berikut (Depkes R.I 1997) :

a) Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari –hari

seperti drum, tangki air reservoir, tempayan, bak mandi/wc,

ember.

7
b) Tempat-penampungan air bukan untuk keperluan sehari –hari

seperti tempat minum burung, vas bungan, perangkap semut

dan barang – barang bekas ( ban, kaleng, botol, plastik)

c) Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan

bambu.

Menurut (Depkes R.I 1990) nyamuk Aedes aegypti akan

menjadi vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) apabila :

a) Ada virus dengue pada orang yang digigit/hisap darahnya

yaitu penderita dengan virus dengue berada dalam darah

selama 4-7 hari mulai 1–2 hari sebelum demam.

b) Nyamuk akan dapat menularkan penyakit bila umurnya lebih

dari 10 hari, karena masa inkubasi eksentrik virus didalam

tubuh nyamuk berlangsung selama 8-10 hari. Untuk dapat

mencapai umur tersebut, nyamuk perlu tempat istirahat yang

cocok dengan kelembaban tinggi, karena nyamuk bernapas

dengan spiracle, maka luas permukaan tubuhnya membesar

dan menyebabkan penguapan yang tinggi, bila kelembaban

rendah maka nyamuk akan mati kering.

c) Untuk dapat bertahan hidup maka jumlah nyamuk harus

banyak karena selain dimusuhi oleh manusia juga menjadi

makanan pemangsa (predator).

8
d) Untuk dapat menularkan penyakit dari orang ke orang, nyamuk

harus menggigit/menghisap darah orang/manusia, sehingga

dengan demikian dimusuhi oleh manusia.

e) Nyamuk juga harus bertahan terhadap perkembangan virus,

karena virus akan memperbanyak diri didalam tubuh nyamuk

dan bergerak dalam lambung menembus dinding dan masuk

didalam kelenjar ludah nyamuk.

3. Perilaku Nyamuk Dewasa (Depkes R.I 1998/1999)

a) Setelah lahir atau keluar dari kepompong, nyamuk istirahat

dikulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat

setelah itu sayap merenggang menjadi kaku, sehingga

nyamuk mampu terbang untuk mencari mangsa/darah

b) Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan

atau sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang

betina menghisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai

darah manusia daripada darah binatang (bersifat antropofilik).

Darah diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh

sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang

diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai

dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan

biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut

disebut satu siklus gonotropik.

9
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang

hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang

hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09. 00 – 10.00 dan

16.00 – 17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti

mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali

(multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi

lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini

sangat efektif sebagai penularan penyakit.

c) Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat)

didalam atau kadang-kadang diluar rumah berdekatan

dengan tempat perkembang-biakannya. Biasanya ditempat

yang agak gelap dan lembab. Di tempat – tempat ini nyamuk

menunggu proses pematangan telurnya.

d) Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,

nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat

perkembang-biakannya, sedikit diatas permukaan air. Pada

umumnya telur akan menetas menjadin jentik dalam waktu ±

2 hari setelah terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk

betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu

ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-

bulan pada suhu -20 C sampai 420 C, dan bila tempat–tempat

10
tersebut kemudian tergenang air atatu kelembabannya tinggi

maka telur dapat menetas lebih cepat.

e) Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter,

maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena

angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh.

f) Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di

Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah

maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan

berkembang-biak sampai ketinggian daerah ± 1000 meter

dari permukaan laut. Diatas ketinggian 1000 meter tidak

dapat berkembang-biak, karena pada ketinggian tersebut

suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan

bagi kehidupan nyamuk tersebut.

g) Densitas vektor adalah suatu ukuran untuk mengetahui

populasi jentik Aedes aegypti. Untuk mengetahui kepadatan

populasi nyamuk Aedes aegypti disuatu lokasi dapat

dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak

(Depkes R.I 2005)

1). Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan

nyamuk umpan orang di dalam dan di luar rumah,

masing-masing 20 menit per rumah dan

11
penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam

rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya

dilakukan dengan menggunakan aspirator.

Indek – indek nyamuk yang digunakan :

(a). Biting/Landing Rate :

Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap umpan orang

Jumlah penangkapan X jumlah jam penangkapan

(b). Resting per rumah :

Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada


penangkapan nyamuk hinggap

Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan

2) Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)

Pemeriksaan jentik berkala adalah pemeriksaan

tempat perkembangbiakan Aedes aegypti untuk

mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan

dirumah dan tempat-tempat umum secara teratur

sekurang-kurangnya tiap 3 bulan.

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(a) Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi

tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes

aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk

mengetahui ada tidaknya jentik.

12
(b) Untuk memeriksa tempat penampungan air yang

berukuran besar, seperti : bak mandi,

tempayan, drum dan bak penampungan air

lainnya. Jika pada pandangan pertama tidak

menemukan jentik, tunggu kira-kira ½ - 1 menit

untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

(c) Untuk memeriksa tempat –tempat perkembang-

biakan yang kecil,seperti : vas bunga, pot

tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali

airnya perlu dipindahkan ketempat lain.

(d) Untuk memeriksa jentik ditempat yang agak

gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan

senter.

Ada 2 (dua) Cara Metode Survei Jentik :

(a) Single Larva

Cara ini dilakukan dengan mengambil satu

jentik disetiap genangan air yang ditemukan

jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.

(b) Visual

Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada

atau tidaknya jentik disetiap tempat genangan

air tanpa mengambil jentiknya.

13
Ukuran – ukuran yang dipakai untuk

mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti :

(1) Angka Bebas Jentik (ABJ)

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan


jentik
X100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

(2) House Index (HI)

Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan


jentik
X 100%
` Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

(3) Container Index (CI)

Jumlah container dengan jentik


X 100%
Jumlah container yang diperiksa

(4). Breteau Index (BI)

Jumlah container dengan jentik dalam 100

rumah/bangunan

3. Survei Perangkap Telur (Ovitrap)

Survei ini dilakukan dengan cara memasang

ovitrap yaitu berupa bejana, misalnya potongan

bambu, kaleng yang dinding sebelah dalamnya dicat

hitam, kemudian diberi air secukupnya. Kedalam

bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan

bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan

14
berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur

bagi nyamuk.

Ovitrap diletakkan didalam dan diluar rumah ditempat

yang gelap dan lembab. Setelah satu minggu

dilakukan pemeriksaaan ada atau tidaknya telur

nyamuk di padel.

Perhitungan Ovitrap Index adalah :

Ovitrap Index :

Jumlah Padel dengan telur


X 100%
Jumlah Padel diperiksa

B Pemberantasan Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Secara teoritis ada 5 cara untuk memutuskan mata rantai

penularan penyakit DBD (Kusnadi 1994), mengemukakan pokok

kegiatan dalam penanggulangan penyakit DBD yaitu :

1. Melenyapkan virus, dengan cara mengobati semua penderita

viremia dengan obat anti virus.

2 Isolasi penderita, agar tidak menjadi sumber penularan (sources of

infections) kepada orang lain.

3. Mencegah gigitan nyamuk/vektor sehingga orang yang sehat tidak

ditulari.

4. Memberikan imunisasi terhadap orang yang sehat.

15
5. Memberantas/membasmi vektor agar virus tidak ditularkan kepada

orang lain.

Dari lima cara tersebut, yang paling mungkin untuk dilakukan

dalam memberantas penyakit DBD adalah memberantas vektor DBD.

Pada saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara

utama yang dilakukan untuk memberantas penyakit Demam Berdarah

Dengue, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi

virusnya belum tersedia. Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat

dilakukan terhadap stadium dewasa atau jentiknya (Depkes R.I 1999)

1. Pemberantasan Vektor

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan

cara penyemprotan (fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan

mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda

tergantung. Karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding

rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Ada

beberapa hal yang perlu mendapat perhatian agar tingkat

keberhasilan kegiatan penyemprotan/fogging lebih baik, yaitu

pelaksanaan fogging hendaknya tidak berlawanan dengan arah

angin, kecepatan angin kurang dari 8,05 km/jam, moncong fogging

(mozzle) diarahkan ketanah. Sedangkan waktu pelaksanaan yang

paling ideal adalah pada saat bumi tidak terlalu panas.

Insektisida yang digunakan adalah sebagai berikut :

16
 Organophospate misalnya malathion, fenitrothion

 Pyretroid sintetik misalnya lamda sihalotrin, permetrin

 Carbamate

Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau

mesin ULV, karena penyemprotan dilaksanakan dengan cara

pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu. Penyemprotan

siklus dengan intervensi satu minggu untuk membatasi virus

dengue. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang

mengandung virus dengue dan nyamuk-nyamuk lainnya akan

mati. Tetapi akan muncul nyamuk-nyamuk baru yang diantaranya

akan menghisap darah penderita viremia yang masih ada setelah

penyemprotan siklus pertama, yang selanjutnya dapat

menimbulkan penularan virus dengue lagi. Oleh karena itu perlu

dilakukan penyemprotan yang kedua, satu minggu setelah

penyemprotan pertama nyamuk baru yang infektif ini akan

terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain. Tindakan

penyemprotan insektisida perlu diikuti dengan pemberantasan

jentik agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah-

rendahnya, sehingga apabila ada penderita DBD dengan viremia

tidak dapat menular kepada orang lain. Kegiatan pemberantasan

nyamuk penular DBD mencangkup :

17
a) Setiap kasus/tersangka DBD yang ditemukan, ditindak lanjuti

dengan penyelidikan epidemiologi untuk menentukan jenis

tindakan dan luas wilayah yang perlu dilakukan

pemberantasan vektor DBD.

b) Penyelidikan epidemiologi terdiri dari pencarian

penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik

untuk membatasi penularan penyakit lebih lanjut.

c) Kegiatan pemberantasan vektor yang dilakukan pada

kejadian penyakit DBD ini adalah penyemprotan insektisida

dan atau PSN oleh masyarakat.

d) Penyemprotan insektisida dilakukan jika hasil penyelidikan

epidemiologi menunjukan adanya penularan setempat yang

ditandai dengan ditemukannya penderita tersangka DBD lain

dan jentik Aedes aegypti dirumah kasus DBD atau rumah-

rumah lain disekitarnya.

e) Penyemprotan insektisida dilakukan dua siklus dengan

interval satu minggu di lokasi rumah penderita dan sekitarnya

dalam radius 200 meter dan disekolah bila penderita adalah

anak sekolah.

f) Bila terjadi KLB atau wabah, dilakukan penyemprotan

insektisida dan penyuluhan diseluruh wilayah yang terjangkit.

18
g) Bila tidak ditemukan keadaan seperti diatas dilakukan

penyuluhan diRW/dusun yang bersangkutan.

Bagan penanggulangan kasus/tersangka Demam Berdarah

Dengue dilapangan dengan pola sebagai berikut ( Berita

Epidemiologi Depkes R.I 1996)

Penderita DBD

`
Penyelidikan
Epidemiologi

- Pemeriksaan jentik Dirumah penderita


- Pencarian penderita dan 20 rumah di
panas sekitarnya
Ada penderita DBD lain atau ada
jentik dan dan ada penderita panas*

Ya Tidak

- Penyuluhan - Penyuluhan
- PSN **
- PSN **
- Fogging radius
Radius + meter

Keterangan :

*) Penderita panas tanpa sebab yang jelas pada hari itu atau
seminggu sebelumnya

**) PSN : Kegiatan Menguras, Menutup dan Mengubur untuk


membasmi jentik.

19
2. Pemberantasan Nyamuk Penular di Kelurahan/Desa Rawan

Kelurahan/Desa rawan adalah : kelurahan/desa yang dalam

tiga tahun terakhir terjangkit DBD atau yang karena kondisi

lingkungannya, sehingga mempunyai resiko untuk terjadinya KLB (

Depkes R.I 1998).

Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tingkat kerawanan suatu

wilayah terhadap penyakit DBD. Tingkat kerawanan

Kelurahan/Desa disuatu wilayah terhadap ancaman penyakit DBD

adalah sebagai berikut :

a) Kelurahan/Desa rawan I yaitu : kelurahan/desa yang selama

dalam tiga tahun terakhir, setiap tahun terjangkit penyakit

DBD.

b) Kelurahan/Desa rawan II yaitu : kelurahan/desa yang dalam

tiga tahun terakhir terjangkit penyakit DBD tetapi tidak setiap

tahun.

c) Kelurahan/Desa rawan III yaitu : kelurahan/desa yang dalam

tiga tahun terakhir tidak pernah terjangkit penyakit DBD,

tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan

transportasi yang ramai dengan wilayah lain dan persentase

rumah yang ditemukan positif jentik Aedes aegypti lebih dari

5%

20
d) Kelurahan/Desa bebas yaitu : kelurahan/desa yang tidak

pernah terjangkit penyakit DBD dan ketinggiannya lebih dari

1000 meter dari permukaan laut atau ketinggiannya kurang

dari 1000 meter tetapi persentase rumah yang ditemukan

positif jentik Aedes aegypti kurang dari 5%.

3. Pemberantasan Jentik

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal

dengan istilah Pembersihan Sarang Nyamuk (Depkes R.I, 1998)

dilakukan dengan cara :

a) Pemberantasan kimia yaitu cara memberantas jentik Aedes

aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik

(larvasida) yang dikenal dengan istilah abatisasi. Larva yang

biasa digunakan ialah butiran atau pasir abate. Takaran yang

digunakan adalah 1 ppm untuk 100 liter air. Abatisasi dengan

temedhos ini mempunyai efek residu 3 bulan.

b) Pemberantasan secara biologi yaitu pemberantasan dengan

memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah dan ikan

guppy)

c) Pemberantasan secara fisik yaitu pemberantasan dengan

melakukan kegiatan 3 M (Menguras, Menutup dan Mengubur)

yaitu bak mandi , bak wc, tempat penampungan air rumah

tangga (tempayan,drum) serta mengubur atau memusnahkan

21
barang-barang bekas seperti kaleng, ban dan lain-lain.

Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan

secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar

nyamuk tidak dapat berkembang-biak ditempat itu.

4. Pemberantasan Vektor Intensif

Sejak tahun 2000/2001 telah mulai diperkenalkan

pemberantasan vektor intensif dan pada tahun tersebut juga

pemberantasan vektor secara intensif telah dilaksanakan

dibeberapa propinsi, meliputi kegiatan fogging massal sebelum

penularan, diikuti dengan abatisasi selektif setiap tiga bulan di

kelurahan/desa endemis. Di kelurahan – kelurahan lain dalam

wilayah kecamatan yang sama dilakukan pemeriksaan tempat

penampungan air, penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat

untuk melaksanakan PSN. Program pemberantasan penyakit DBD

adalah serangkaian upaya/kegiatan atau tindakan yang dilakukan

untuk menanggulangi penyakit DBD. Upaya tersebut dilakukan

melalui kegiatan :

a) Pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan

hasil penyelidikan epidemiologi dengan sasaran disekitar

tempat tinggal kasus yang penanggulangan fokus yaitu

aplikasi insektisida (malathion) dan ditemukan.

22
b) Fogging massal sebelum musim penularan adalah

pelaksanaan fogging dua siklus dengan selang waktu satu

minggu di daerah endemis DBD tanpa tergantung adanya

kasus tetapi berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi

penyakit DBD.

c) Pemeriksaan jentik secara berkala adalah pemeriksaan

tempat penampungan air dan tempat perkembang-biakan

nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui keadaan populasi

nyamuk penular penyakit DBD.

d) Abatisasi adalah penaburan larvasida pada tempat

penampungan air. Abatisasi selektif adalah aplikasi larvasida

abate (Temephos) untuk membunuh jentik Aedes aegypti

dalam upaya untuk menurunkan densitas vektor DBD.

e) Penemuan penderita adalah upaya yang dilakukan

dimasyarakat untuk mendapatkan penderita/tersangka DBD

yang dilakukan secara aktif oleh petugas yang berkompeten.

f) Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan

penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk

penular penyakit DBD dirumah penderita dan rumah-rumah

disekitarnya dalam radius 100 meter serta tempat umum

diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih

lanjut.

23
Selanjutnya program pemberantasan vektor intesif yang

dilakukan di Kecamatan endemis dikelompokkan menurut

cakupannya ( Kusnadi 1994) sebagai berikut :

a) Cakupan lebih yaitu bila dilakukan fogging massal sebelum

penularan dan abatisasi selektif disemua kelurahan/desa

tidak endemis, sedangkan kelurahan/desa tidak endemis

misalnya dikecamatan endemis tersebut dilakukan kegiatan

pemeriksaan jentik berkala.

b) Cakupan adekuat yaitu bila dilakukan fogging massal sebelum

musim penularan dan abatisasi selektif hanya di

kelurahan/desa endemis sedangkan pemeriksaan jentik

berkala.

c) Cakupan tidak adekuat yaitu bila dilakukan fogging massal

sebelum musim penularan dan abatisasi selektif tidak

disemua kelurahan/desa endemis, sedangkan di

kelurahan/desa tidak endemis di Kecamatan tidak endemis

tersebut dilakukan pemeriksaan jentik berkala.

d) Cakupan kurang yaitu bila program melakukan fogging massal

sebelum musim penularan atau abatisasi selektif saja atau

pemeriksaan jentik berkala di sebagian kelurahan/desa yang

ada di Kecamatan endemis.

24
e) Tidak ada program yaitu tidak melakukan fogging massal

sebelum musim penularan atau abatisasi selektif atau

pemeriksaan jentik berkala disemua kelurahan/desa yang

ada di kecamatan endemis.

5. Penilaian Program Pemberantasan Penyakit DBD

Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui dampak

pemberantasan secara intensif antara lain evaluasi angka insidens

penyakit DBD pada beberapa kelurahan yang endemis yang

dilakukan aplikasi fogging massal atau abatisasi selektif, hasilnya

menunjukkan adanya penurunan angka insidens penyakit DBD

secara meyakinkan sampai 80% dibandingkan dengan angka

kelurahan yang tidak diaplikasi PPM-PLP, 2001). Hasil survei

dampak PPM-PLP (Lapau, 1992 dalam Kusnadi, 1999) antara lain

diperoleh angka kematian penderita DBD menurun, terutama di

kecamatan endemis yang dilakukan program pemberantasan

intesif secara tepat, tetapi luas penyebaran demam berdarah

semakin bertambah. Dari studi dampak program P2DBD yang

dilakukan di Kota Semarang pada tahun 1994 dapat diketahui

bahwa semakin pendek interval fogging fokus maka kejadian

penyakit DBD akan semakin rendah, juga dapat diketahui bahwa

kegiatan pemberatasan vektor intensif dengan melakukan fogging

25
massal dan abatisasi selektif, ternyata memberikan hasil lebih baik

dari pada tidak melaksanakan kegiatan tersebut.

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yaitu untuk

mengetahui kegiatan pemberantasan vektor penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Kota Palu Sulawesi Tengah periode 2004

– 2007.

B Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1 Variabel Penelitian

Penyakit DBD merupakan salah satu penyekit menular yang

disebabkan oleh penularan virus dengue dan ditularkan dari

orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sampai

saat ini penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan.

Berdasarkan data yang ada diperoleh Insiden Rate (IR) DBD di

Kota Palu masih tinggi. Upaya pengendalian /pemeberantasan

vektor secara nyata dilaksanakan dengan Fogging focus dan

Pengendalian Vektor Intensif. Maka untuk itu variabel penelitian

ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Fogging Fokus
r
Program Pemberantasan
Vektor DBD
Pengendalian Vektor
Intensif

27
2. Definisi Operasional

a) Fogging fokus adalah penyemprotan insektisida atau

kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan

oleh petugas kesehatan berdasarkan hasil kasus DBD

disuatu daerah. Penyemprotan dilakukan dengan radius

200 meter dari fokus dan dilakukan dua siklus dalam 1

interval

Cara ukur : Memindahkan data

Alat ukur : Memindahkan data

Skala ukur : Nominal

Hasil ukur : 1 = Dilaksanakan

0 = Tidak dilaksanakan

b) Pemberantasan Vektor Intensif adalah upaya yang


dilakukan untuk menekan atau menghilangkan vektor DBD
secara berkesinambungan yang kegiatannya melitputi :
Fogging Massal, Abatesasi dan Pemeriksaan Jentik Berkala
Cara ukur : Memindahkan data

Alat ukur : Memindahkan data

Skala ukur : Nominal

Hasil ukur : 1 = Dilaksanakan

0 = Tidak dilaksanakan

28
c) Fogging massal adalah upaya penyemprotan insektisida

yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan. sebanyak dua

siklus dengan waktu 1 interval sebelum musim penularan,

disebagian atau diseluruh wilayah

Cara ukur : Memindahkan data

Alat ukur : Memindahkan data

Skala ukur : Nominal

Hasl ukur : 1 = Dilaksanakan

0 = Tidak dilaksanakan

d) Abatesasi adalah penaburan larvasida pada tempat

penampungan air

Cara ukur : Memindahkan data

Alat ukur : Memindahkan data

Skala ukur : Nominal

Hasl ukur : 1 = Dilaksanakan

0 = Tidak dilaksanakan

e) Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat

perkembangbiakan Aedes aegypti untuk mengetahui

adanya jentik yang dilakukan dirumah – rumah dan tempat

– tempat umum secara teratur sekurang – kurangnya tiap 3

bulan

29
Cara ukur : Memindahkan data

Alat ukur : Memindahkan data

Skala ukur : Nominal

Hasl ukur : 1 = Dilaksanakan

0 = Tidak dilaksanakan

C. Cara Pengumpulan Data

Data Sekunder

Data ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Palu dan Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.

D. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukansecara manual dengan menggunakan alat

bantu komputer dan kalkulator.

E Rancangan Penelitian

Populasi : Pengelola Program P2 Pemberantasan Penyakit

Demam Berdarah di Dinas Kesehatan Kota Palu

berjumlah 5 orang yang sekaligus sebagai sampel.

30
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, 2003, Methode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,


CV Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Depkes RI, 1990, Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan


Demam Berdarah Dengue Pelita V, Ditjen PPM dan
PLP, Jakarta.

---------------, 1992, Petunjuk Teknis Penyakit Epidemiologi,


Penanggulangan seperlunya dan Penyemprotan Massal
dalam Pemberantasan Penyakit DBD, Ditjen P2MPL,
Jakarta.

---------------, 1992, Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular


Penyakit Demam Berdarah, Ditjen P2MPL, Jakarta.

---------------, 2005, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue di Indonesia, Ditjen P2PL, Jakarta.

---------------, 2007, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah


Dengue, Ditjen P2PL, Jakarta.

---------------, 2007, Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD Oleh Juru


Pemantau Jentik (Jumantik), Ditjen P2PL, Jakarta.

Kristina, dkk, 7 Aug 2007, Demam Berdarah Dengue, Yudi Ahmadi,


Yudi...@yahoo.com.

Dinkes Kota Palu, 2007, Laporan Penyakit DBD tahun 2007, Palu
STIK-IJ, 2008 Buku Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, Palu

31

You might also like