You are on page 1of 13

Accelerat ing t he world's research.

Permasalahan-Permasalahan Yang
Dihadapi Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusi Pada Tingkat SD
nissa tarnoto
HUMANITAS

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Evaluasi Implement asi St andar Nasional Pendidikan Pada Pendidikan Inklusif DI Sekolah Men…
hot ner t ampubolon

Evaluasi Implement asi Kebijakan Pemerint ah Kot a Yogyakart a Mengenai Pendidikan Inklusi
ast ri hanjarwat i

GPMF
nurma anggraini
HUMANITAS Vol. 13 No. 1 . 50-61 ISSN 1693-7236

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SEKOLAH


PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI PADA TINGKAT SD

Nissa Tarnoto
Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, Jl. Kapas No 9, Semaki Yogyakarta
nissa.tarnoto@psy.uad.ac.id.

Abstract
The declaration of inclusive education that focus to facilitate the educational needs of
children with special needs (ABK) has been running in many area in Indonesia, especially
in big cities such as Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang. However, many problems rose
for it’s implementation. This study aims to determine the problems experienced by the
teachers and schools using qualitative metode and indigenous approach that involved 112
teachers from 18 inclusive schools in Yogyakarta as subjects. Data was collected through
open-ended questionnaire and was analyzed by coding techniques. The results showed
a wide range of problems faced by the teachers and schools such as lack of competence
in dealing with students with special needs, lack of parental awareness of children with
special needs, the number of students with special needs in every class, lack of cooperation
of various parties such as professional government and soceity.

Keyword: children with special needs, inclusion education, indigenous psychology

Abstrak
Dicanangkannya pendidikan inklusi di Indonesia dengan tujuan untuk memfasilitasi
kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah banyak dijalankan di
seluruh Indonesia khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang,
tetapi dalam pelaksanannya menemukan banyak kendala-kendala atau permasalahan di
sekolah khususnya bagi guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan-
permasalahan yang dialami guru dan sekolah dalam penyelengaraan pendidikan inklusi
pada tingkat SD di wilayah Kota Yogyakarta. Subyek penelitian adalah guru yang
mengajar di sekolah penyelenggara Pendidikan Inklusi. Data diperoleh melalui open-ended
questionnaire (pertanyaan terbuka). Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan
analisis menggunakan teknik koding. Desain penelitian yang digunakan menggunakan
pendekatan indigenous psychology bagian dari tradisi pendekatan ilmiah dimana aspek
yang penting dalam pendekatan ini adalah usaha untuk menemukan metode yang sesuai
untuk mengungkap fenomena dalam suatu investigasi. Hasil penelitian menunjukkan
ada berbagai permasalahan yang ditemui guru terkait kesiapan sekolah itu sendiri seperti
kurangnya kompetensi guru dalam menghadapi siswa ABK, permasalahan terkait kurangnya
kepedulian orangtua terhadap ABK, selain itu banyaknya siswa ABK dalam satu kelas,
dan kurangnya kerjasama dari berbagai pihak seperti masyarakat, ahli professional dan
pemerintah.

Kata Kunci: anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusi, indigenous psychology


51

Pendahuluan memiliki kapabilitas dalam mengajar anak-


anak ABK masih dinilai kurang (seperti
Meningkatnya jumlah Anak
guru belum mengetahui karateristik ABK
Berkubutuhan Khusus (ABK) di Indonesia
dan metode-metode untuk menanganinya),
dari tahun ke tahun semakin besar. Menurut
kurangnya guru pendamping kelas, belum
data BPS tahun 2005 diperkirakan ada
siapnya sekolah menampung ABK, masih
kurang lebih 4,2 juta ABK di Indonesia
banyaknya siswa dalam kelas, masih adanya
(Republika,2013). Berdasarkan data BPS
intimidasi anak ABK oleh teman sekelasnya
tahun 2007 ada 8,3 juta ABK di Indonesia,
(Kompas, 2012)
sehingga dapat disimpulkan dari tahun ke
Secara konseptual akademik inklusi
tahun jumlah ABK semakin meningkat.
diartikan dengan integrasi yang menyeluruh
Sebagian besar ABK belum mengeyam
untuk semua siswa tanpa terkecuali siswa
pendidikan. Berdasarkan UU No 20 tahun
dengan kebutuhan khusus dalam kelas
2003, Pasal 5 menyatakan bahwa “Setiap
regular yang disesuaikan dengan umur siswa
warga negara mempunyai hak yang sama
dan letak sekolah (Bélanger dalam Schmidt
untuk mengeyam pendidikan, dan warga
dan Venet 2012). Pendidikan inklusi adalah
Negara yang memiliki kelainan fisik,
sistem pengajaran yang pelaksanaannya
emosional, intelektual, mental dan/atau
menggabungkan anak berkebutuhan khusus
sosial berhak memperoleh pendidikan
dengan anak normal dan menggabarkan
khusus”.
separuh atau seluruh waktu belajar siswa
Pemerintah Indonesia sendiri berusaha
berkebutuhan khusus dalam kelas regular,
memfasilitasi kebutuhan pendidikan bagi
dimana lingkungan sekolah memberi
ABK dengan diselenggarakannya sekolah
kebebasan untuk mendukung anak
luar Biasa (SLB) yang sudah tersebar ke
berkebutuhan khusus (eripek, 2007 dan
seluruh wilayah Indonesia, tetapi jika
Kircal-Iftar, 1998 dalam Sadioglu, Batu,
dibandingkan jumlah ABK yang semakin
Bilgin, dan Oksal, 2013).
tahun semakin meningkat jumlahnya, maka
Di Indonesia, pendidikan inklusif
jumlah SLB tidak bisa menampung ABK.
secara resmi didefinisikan sebagai berikut:
Berkaitan dengan masalah tersebut dan
Pendidikan inklusi dimaksudkan
terkait UU no 20 tahun 2003, pemerintah
sebagai sistem layanan pendidikan
Indonesia telah melaksanakan pendidikan
yang mengikutsertakan anak
inklusi untuk memfasilitasi dan memberikan
berkebutuhan khusus belajar
hak kepada anak-anak berkubutuhan
bersama dengan anak sebayanya di
khusus. Tahun 2001, pemerintah mulai
sekolah reguler yang terdekat dengan
melakukan uji coba perintisan sekolah
tempat tinggalnya. Penyelenggaraan
inklusi di daerah Istimewa Yogyakarta
pendidikan inklusif menuntut pihak
dan daerah Ibu Kota Jakarta. Tahun 2004,
sekolah melakukan penyesuaian
Pemerintah Indonesia melalui deklarasi
baik dari segi kurikulum, sarana dan
di Bandung mengumumkan secara resmi
prasarana pendidikan, maupun sistem
program “Indonesia Menuju Pendidikan
pembelajaran yang disesuaikan
Inklusif” , tetapi dalam pelaksanaan masih
dengan kebutuhan individu peserta
ditemukan banyak kendala dibeberapa kota
didik (Direktorat PSLB, 2004).
seperti seperti, manajemen sekolah inklusi
masih belum optimal, tenaga kerja yang
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 52
Tingkat SD

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan microsistem yang berbeda (spt keluarga


Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor dan sekolah) yang salah satunya dapat
70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif memberikan atribusi untuk suksesnya atau
Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan kegagalan dari sekolah inklusi. Anak juga
dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau dipengaruhi oleh: a) Interaksi sosial antara
Bakat Istimewa, disebutkan bahwa: dua atau lebih mikrosistem seperti relasi
Pendidikan inklusif adalah sistem antara keluarganya dan sekolahnya. b).
penyelenggaraan pendidikan yang Relasi antara satu mikrosistem dan system
memberikan kesempatan kepada yang lain, yang tidak termasuk ekosistem
semua peserta didik yang memiliki seperti hubungan antara sekolahnya dengan
kelainan dan memiliki potensi dewan pengurus sekolah dan c). masyarakat
kecerdasan dan/atau bakat istimewa dimana dia tinggal atau makrosistem yang
untuk mengikuti pendidikan atau dipengaruhi oleh budaya, institusi, wilayah
pembelajaran dalam satu lingkungan dan sebagainya dimana anak tumbuh.
pendidikan secara bersama-sama Dari sudut ini, akan menjadi mungkin
dengan peserta didik pada umumnya. untuk dianalisis prinsip penting yang
berkenaan dengan masa depan anak. Siswa
Sedangkan dalam pasal 2 peraturan juga dipengaruhi oleh makrosistem dari
tersebut dijelaskan bahwa Pendidikan pemerintah. Ada beberapa yang memegang
inklusif bertujuan: otoritas yang memegang peranan penting
(1) memberikan kesempatan yang dalam suksesnya implementasi di sekolah
seluas-luasnya kepada semua inklusi, apakah itu dari point managerial
peserta didik yang memiliki kelainan atau point filosofi (Beaupré et al. Bélanger,
fisik, emosional, mental, dan sosial Collins & White, Guzmán, Ingram, Parent,
atau memiliki potensi kecerdasan Praisner, dalam Schmidt dan Venet 2012).
dan/atau bakat istimewa untuk Sekolah yang menyelenggarakan
memperoleh pendidikan yang pendidikan inklusi di provinsi Yogyakarta
bermutu sesuai dengan kebutuhan tersebar diberbagai wilayah seperti di
dan kemampuannya; (2) mewujudkan Kabupaten Gunung Kidul ada 239 sekolah
penyelenggaraan pendidikan yang yang menyelenggarakan pendidikan inklusi
menghargai keanekaragaman, dan (217 SD, 20 SMP dan 1 SMA), di kota
tidak diskriminatif bagi semua peserta yogya terdapat 20 sekolah (SD-SMA),
didik sementara di kabupaten Bantul dan Sleman
akan segera ditetapkan ditahun ajaran
Implikasi suksesnya program inklusi 2011/2012 (DEPDIKNAS DIY, 2011). Data
adalah adanya guru yang mengakomodasi yang didapatkan peneliti ada 10-15 sekolah
dan memberi dukungan untuk kebutuhan inklusi yang ada didaerah bantul dan sleman.
semua siswa dalam kelas, tidak terlalu Di Yogyakarta sendiri, pelaksanaan sekolah
banyak paksaan dan tidak mengurangi inklusi masih banyak mengalami persoalan
hak siswa (Bélanger dan Maertens, 2004). seperti: Sumber Daya Manusia dan fasilitas
Sesuai dengan model Bronfenbrenner’s masih terbatas serta penanaman yang kurang
ecological perkembangan anak adalah kepada siswa lain untuk dapat menerima
hasil dari interaksi yang beragam ABK (HarianJogya, 2013).
dengan lingkungan dekat mereka, yaitu: Di Indonesia, inklusi memberi
53

kesempatan kepada anak berkelainan dan pemerintah, sehingga implementasinya


anak yang lainya yang selama ini tidak belum menasional dan menyeluruh,
bisa sekolah karena berbagai hal yang sehingga ranking tersebut terus mengalami
menghambat mereka untuk mendapatkan kemerosotan, pada tahun 2008 berada pada
kesempatan sekolah, seperti letak sekolah ranking ke 63 dan pada tahun 2009 berada
luar biasa yang jauh, harus bekerja membantu pada ranking ke 71 (Kompas).
orangtua, dan sebab lainya seperti berada di Peneliti tertarik untuk mengetahui
daerah konflik atau terkena bencana alam lebih dalam masalah-masalah apa saja yang
(Sugiarmin dalam Smith (2012). Sekolah dihadapi sekolah khususnya terkait dengan
inklusi bertujuan untuk memberi kesempatan penyelenggaraan pendidikan inklusi, sebagai
bagi seluruh siswa untuk mengoptimalkan upaya untuk memperoleh gambaran secara
potensinya dan memenuhi kebutuhan menyeluruh dan mendalam yang diperoleh
belajarnya melalui program pendidikan dari persepsi guru yang berkaitan dengan
inklusi. Pendidikan inklusif ialah program kendala-kendala atau permasalahan yang
pendidikan yang mengakomodasi seluruh dihadapi oleh sekolah maupun guru dalam
siswa dalam kelas yang sama sesuai dengan penyelenggaraan sekolah inklusi. Hasil
usianya dan perkembangannya (Schmidt penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dan Venet, 2011). Pendidikan inklusi kontribusi bagi dunia pendidikan khususnya
juga membuktikan bahwa mendidik anak psikologi pendidikan dan memberi gambaran
dengan kebutuhan khusus bersama dengan kepada pemerintah, masyarakat yang
anak normal menunjukkan perkembangan bergerak dan mendalami dunia pendidikan
yang signifikan (Sadioglu, Batu, Bilgin, khususnya, tentang kendala-kendala yang
dan Oksal, 2013). Berdasarkan paparan dihadapi guru maupun pihak sekolah
diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi
dalam penyelenggaraan sekolah inklusi tingkat SD. Harapannya kendala-kendala
perlu adanya integrasi antara seluruh pihak atau hambatan-hambatan tersebut dapat
yaitu dari pihak sekolah seperti manajemen dipetakan sesuai karateristiknya sehingga
sekolah (kurikulum, sarana prasarana ke depan dapat diberikan intervensi yang
yang mendukung), guru, siswa, orangtua, sesuai.
masyarakat dan pemerintah, sehingga
pendidikan inklusi dapat berjalan dengan Metode Penelitian
baik.
Pemerintah Indonesia perlu Penelitian ini menggunakan
mensyukuri bahwa sejak digulirkannya pendekatan yang diarahkan untuk
pendidikan inklusi di Indonesia, sambutan mengupayakan indigenous. Kim dan
dan apresiasi masyarakat sangat luar biasa, Berry,1993 (dalam Kim, Shu Yang dan Kuo
sehingga implementasinya tumbuh dan Hwang, 2010) mendefinisikan indigenous
berkembang cepat di berbagai pelosok psychology adalah kajian ilmiah tentang
negeri. UNESCO menilai bahwa dalam perilaku atau pikiran manusia yang
penyelenggaraan pendidikan inklusi native (asli), yang tidak ditransportasikan
bagi ABK, Indonesia pada tahun 2007 dari wilayah lain, dan dirancang untuk
menduduki ranking ke 58 dari 130 negara. masyarakatnya. Indigenous psychology
Sayangnya, karena berbagi faktor, terutama menekankan penemuan fenomena dalam
kurangnya komitmen dan dukungan masyarakat sesuai dengan konteksnya.
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 54
Tingkat SD

Indigenous psychology adalah bagian dari (1989) adalah pertanyaan yang variasi
tradisi pendekatan ilmiah dimana aspek jawabannya belum ditentukan terlebih
yang penting dalam pendekatan ini adalah dahulu sehingga responden mempunyai
usaha untuk menemukan metode yang kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang
sesuai untuk mengungkap fenomena dalam diajukan.
suatu investigasi. Indigenous psychology Data yang diperoleh dari pertanyaan
menggunakan analisis multi-methods (Kim & terbuka akan memunculkan tema-tema.
Berry, 1993). Indigenous tidak menghalangi Menurut Hayes (dalam Kurniastuti, 2010)
pada pemakaian metode tertentu. Indigenous langkah yang digunakan untuk menganalisis
psychology menganjurkan penggunaan tema-tema yang muncul itu adalah sebagai
berbagai metodologi seperti kualitatif, berikut: (a) menyiapkan data yang akan
kuantitatif, eksperimental, komparatif, dan dianalisis, (b) mengidentifikasi informasi
analisis filosofis. Hasil-hasil dari multiple aitem yang spesifik yang nampak relevan
methods seharusnya dintegrasikan untuk dengan topik yang sedang diteliti, (c)
memberikan pemahaman yang lebih memilah-milahkan data berdasar tema yang
komprehensif tentang fenomena psikologis muncul, (d) memeriksa tema-tema yang
((Kim & Berry, 1993). Dalam penelitian muncul dan membuat formula definisi, (e)
ini peneliti menggunakan metode kualitatif memberi perhatian pada masing-masing
dengan menggunakan analisis dengan teknik tema secara terpisah dan dengan hati-hati
koding. meninjau kembali masing-masing transkrif
Data penelitian diambil dari guru dengan material yang relevan dengan
sekolah-sekolah yang terdaftar sebagai tema, (f) menggunakan seluruh bahan
sekolah inklusi yang ada di kota Yogyakarta. yang berhubungan dengan masing-masing
Peneliti mengambil subyek dari semua guru tema untuk membuat konstruk, yang hasil
yang terlibat disekolah inklusi tingkat SD akhirnya nanti berisi nama kategori dan
yang ada di kota Yogyakarta. Dari 22 sekolah definisi dengan data yang mendukung,
yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kota dan (g) memilih data yang relevan untuk
Yogya ada 4 sekolah yang tidak bersedia dijadikan ilustrasi dalam mendeskripsikan
untuk diambil datanya karena beberapa masing-masing tema.
alasan seperti: sudah terlibat MOU dengan Setelah data terkumpul dilakukan
lembaga lain, tidak merasa bahwa sekolah proses analisis data. Secara lebih rinci,
inklusi. Dari 18 Sekolah Inklusi tingkat SD proses analisis data akan dijelaskan dalam
yang bersedia di jadikan tempat penelitian langkah-langkah berikut ini.
hanya terkumpul 112 data dari guru. 1. Memasukkan data kualitatif
Metode pengumpulan data dalam Memasukkan data yang berupa respon
penelitian ini adalah dengan cara menyebar subyek ke progam computer yang
kuesioner berisi pertanyaan terbuka. dilakukan oleh asisten peneliti.
Kuesioner ini disusun berdasarkan 2. Kategorisasi Data Kualitatif
dari aspek apa yang diperlukan dalam Kategorisasi dilakukan oleh peneliti
suksesnya program pendidikan inklusi. bersama asisten peneliti. Kategorisasi
Responden yang terdiri dari guru Sekolah dilakukan dengan cara semua respon
Inklusi diminta untuk menjawab open- didiskusikan terlebih dahulu untuk
ended questionnaire (pertanyaan terbuka). memperjelas dari maksud responden
Pertanyaan terbuka menurut Tukiran dkk. kemudian dicetak. Tahap selanjutnya
55

adalah digunting. Guntingan-guntingan a. Guru.


kertas yang berisi respon kemudian Permasalahan-permasalahan
dikategorikan sesuai dengan tema kecil- yang muncul terkait guru berdasarkan
kecil yang muncul. Tahap selanjutnya kategori yang muncul, terdapat sepuluh
tema-tema kecildimasukkan dalam kategori permasalahan yang diungkapkan
kategori besar sesuai dengan teori guru. Permasalahan utama yang banyak
yang ada dengan cara ditempel yang dikeluhkan guru adalah kurangnya Guru
sesuai dengan tema yang ada. Untuk Pendamping Kelas (GPK) sebesar 27,39%,
memastikan ketepatan tema, dilakukan kurangnya kompetensi guru dalam
ketgorisasi oleh peneliti dan asisten menangani ABK sebanyak 19,64%, guru
peneliti secara kelompok. Proses kesulitan dalam Kegiatan Belajar Mengajar
kategorisasi ini minimal harus disetujui (KBM) sebanyak (17,86%), kurangnya
oleh tiga orang untuk mengurangi pemahaman guru tentang ABK dan Sekolah
subyektifitas. Inklusi sebanyak (16,67%), latar belakang
Pada penelitian ini, peneliti membuat pendidikan guru yang tidak sesuai (5,95%),
kategori jawaban, kemudian masing- beban administrasi yang semakin berat
masing kategori jawaban diberi kode untuk guru (5,36%), kurangnya kesabaran
angka (Tukiran, Handayani, & Hagul, guru dalam menghadapi ABK (2,39%) dan
dalam Kurniastuti, 2010). Tahap pertama terakhir guru mengalami kesulitan dengan
dalam mengkode, menurut Tukiran dkk orangtua (1,78%).
(1989) adalah mempelajari jawaban
responden, memutuskan perlu tidaknya b. Orangtua
jawaban tersebut dikategorikan terlebih Permasalahan-permasalahan yang
dahulu dan memberikan kode pada muncul terkait Orangtua yang paling banyak
jawaban yang ada. dikeluhkan oleh guru adalah: kepedulian
3. Analisis Deskriptif Data Kualitatif orangtua terhadap penanganan ABK kurang
Jawaban yang sudah dikategori kemudian (47,27%), selanjutnya permasalahan yang
di masukkan kembali oleh asisten peneliti muncul adalah pemahaman orangtua tentang
dalam program Microsoft excel untuk ABK kurang (41,21%), orangtua merasa
diberi kode lebih lanjut untuk dibuat malu sehingga menginginkan anaknya
kategori superordinat,. Respon yang disekolah umum (3,64%), toleransi dari
tidak masuk dalam kategori manapun orangtua siswa reguler terhadap ABK
dimasukkan dalam kategori lainnya. kurang (3,64%), orangtua buta huruf
(2,42%), orangtua kurang sabar menangani
Hasil dan Pembahasan ABK (1,21%), pengasuhan orangtua tunggal
(0,61%).
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif. Data didapatkan dari c. Siswa
hasil kategorisasi pertanyaan terbuka Permasalahan-permasalahan yang
yang sudah dikoding. Hasil dari analisis muncul terkait siswa yang dikemukakan guru
dipaparkan dalam paparan hasil berikut adalah: ABK dengan permasalahan berbeda
ini. Permasalahan-permasalahan yang dan memerlukan penanganan yang berbeda
muncul dalam pelaksanaan sekolah inklusi (35,29%), ABK mengalami Kesulitan
berdasarkan persepsi dari guru, dalam hal : mengikuti materi pelajaran (21,18%), sikap
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 56
Tingkat SD

ABK yang belum bisa mengikuti aturan pengetahuan masyarakat terkait pendidikan
sehingga mengganggu proses KBM (20%), inklusi dan ABK (41.76%), pandangan
permasalahan siswa regular terhadap ABK negatif masyarakat terhadap ABK dan
(14,71%), dan permasalahan terakhir yang sekolah inklusi, Kurangnya dukungan
muncul terkait siswa adalah jumlah ABK masyarakat terkait pelaksanaan inklusi
yang melebihi Kuota dalam tiap kelasnya (24.17%).
(8,82%).
g. Lainnya
d. Manajemen Sekolah Permasalahan-permasalahan yang
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait yang lainnya adalah:
muncul terkait Manajemen Sekolah yang kurangnya sarana dan prasarana yang
dikemukakan oleh guru adalah: belum mendukung pelaksanaan inklusi (87.10%),
siapnya sekolah dengan program sekolah kurangnya keterlibatan dari semua pihak
inklusi baik dari segi administrasi dan (akademisi, tenaga ahli, guru, sekolah,
SDM (75%), proses KBM yang belum orangtua, dan pemerintah) terkait
berjalan maksimal (17,86%), dan terakhir pelaksanaan sekolah inklusi (6,45%), latar
permasalahan yang muncul terkait orangtua belakang sosial yang mempengaruhi ABK
adalah belum adanya program pertemuan (3.23%), predikat sekolah inklusi membuat
rutin dengan orangtua yang diadakan sekolah kehilangan siswa-siswa cerdas
sekolah (7,14%). (1.61%), belum ada kesepahaman tentang
pelaksanaan inklusi antara berbagai pihak
e. Pemerintah (1.61%).
Permasalahan-permasalahan Permasalahan yang muncul antara satu
yang muncul terkait Pemerintah yang dengan yang lain bila dikaji lebih lanjut akan
dikemukakan oleh guru adalah: perhatian dan saling berkaitan antara satu dengan yang
kepedulian pemerintah terhadap pelaksanaan lain, baik dari permasalahan guru, siswa,
sekolah inklusi kurang (24.64%), kebijakan sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
terkait pelaksanaan sekolah inklusi belum Pertama terkait permasalahan guru, guru
jelas (21.74%), belum adanya modifikasi mengeluhkan bahwa kurang kompetensi
kurikulum khusus sekolah inklusi (20.29%), dalam menangani ABK. Hal ini disebabkan
kurangnya pelatihan tentang pendidikan karena kurangnya pemahaman guru tentang
inklusi kepada guru (18.84%), Perhatian ABK dan sekolah inklusi yang kemudian
pemerintah terhadap tenaga professional berdampak pada permasalahan yang
yang mendukung sekolah inklusi kurang muncul selanjutnya yaitu guru kesulitan
baik dari segi jumlah dan kesejahteraannya dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini
(10.87%), program yang dilakukan juga didukung dengan kenyataan bahwa
pemerintah belum berkelanjutan (2.90%), ada beberapa guru yang memiliki latar
belum ada lembaga khusus yang menangani pendidikan yang tidak sesuai dan kurangnya
pelatihan pendampingan ABK (0.72%). Guru Pendamping Kelas sehingga semakin
menambah beban kerja guru yang berat baik
f. Masyarakat beban administrasi maupun beban mengajar
Permasalahan-permasalahan hal ini juga secara tidak langsung memberi
yang muncul terkait Masyarakat yang dampak pada bagaimana guru menangani
dikemukakan oleh guru adalah: minimnya siswa di sekolah menjadi tidak maksimal,
57

selain itu guru juga dihadapkan pada berbagai sekolah inklusi yang sesuai dengan aturan
permasalahan ABK yang berbeda-beda dan yang ada. Hal ini dikarenakan Pemerintah
memerlukan penanganan yang berbeda serta dianggap kurang bisa mensosialisasikan
jumlah ABK yang melebihi kuota dalam tiap kebijaksanan yang terkait dengan
kelasnya sehingga berdampak pada kurang pelaksanaan sekolah inklusi atau kebijakan
lancarnya proses KBM. tentang sekolah inklusi sendiri belum jelas
Beban guru semakin berat, pada saat dan kurang nya pelatihan yang diadakan
menerima kenyataan dilapangan bahwa oleh Pemerintah yang bisa meningkatkan
banyak dari orangtua ABK tidak peduli kompetensi guru. Guru menganggap
terhadap perkembangan anak nya. Banyak bahwa perhatian dan kepedulian pemerintah
orangtua yang kemudian hanya pasrah terhadap sekolah inklusi kurang baik dari
sepenuhnya tentang perkembangan anak nya segi kesejahteraan SDM maupun terkait
kepada sekolah. Hal ini juga bisa disebabkan kompetensi SDM.
karena pemahaman orangtua tentang ABK Hasil penelitian juga menunjukkan
masih kurang. Permasalahan lain yang bahwa banyak berbagai masalah yang
muncul yaitu toleransi atau pengertian dari muncul terkait pelaksanaan sekolah inklusi
orangtua siswa regular terhadap kebutuhan dalam hal guru, siswa, orangtua, sekolah,
ABK masih kurang karena banyak dari masyarakat, pemerintah, sarana dan prasarana
masyarakat yang masih memandang yang kurang, dan kurangnya kerjasama dari
rendah ABK dan sekolah inklusi sehingga berbagai pihak sehingga berdampak kurang
masyarakat kurang memberi dukungan maksimalnya pelaksanaan sekolah inklusi
terkait pelaksanaan sekolah inklusi. Hal yang ada.
ini bisa disebabkan karena minimnya Berikut Dinamika Permasalahan yang
pengetahuan masyarakat yang terkait dikeluhkan guru terkait pelaksanaan sekolah
pendidikan inklusi dan ABK. inklusidapat dilihat pada gambar 1.
Hal tersebut membuat beban guru
dan sekolah semakin berat, dimana secara
umum, sekolah sendiri belum siap baik
dari segi administrasi maupun SDM
dalam pelaksanaan pendidikan inklusi
disekolahnya, ditambah dengan kurangnya
dukungan dan kerjasama dari semua pihak,
kurangnya sarana prasarana yang disediakan
pemerintah terkait pelaksanaan sekolah
inklusi sehingga pelaksanaan sekolah inklusi
tidak bisa berjalan maksimal.
Peneliti melihat bahwa permasalahan-
permasalahan yang muncul sebenarnya
dikarenakan baik sekolah, masyarakat dan
guru belum sepenuhnya memahami dan
mengetahui bagaimana cara menangani
ABK pada khususnya. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sekolah dan guru juga
belum mengetahui bagaimana pelaksanaan
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 58
Tingkat SD

Guru: Kurang Kompetensi orangtua ABK tidak peduli terhadap perkembangan


anak nya, orangtua hanya pasrah sepenuhnya
dalam menangani ABK, Guru Latar belakang pendidikan guru tentang perkembangan anak nya kepada sekolah,
kesulitan dalam kegiatan tidak sesuai. Kurangnya GPK toleransi atau pengertian dari orangtua siswa regular

Belajar mengajar, Guru <-----(2)-- terhadap kebutuhan ABK masih kurang, masyarakat
yang masih memandang rendah ABK dan sekolah
dihadapkankan pada inklusi, masyarakat kurang memberi dukungan
terkait pelaksanaan sekolah inklusi

(1)

Guru: Kurangnya pemahaman (5)


guru tentang ABK dan sekolah
minimnya pengetahuan
inklusi masyarakat yang terkait
pendidikan inklusi dan ABK.
(3) Beban guru meningkat � Tidak maksimal dalam
(4)
menangani siswa�Proses KBM tidak berjalan
lancer � PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI
TIDAK MAKSIMAL
(9) (7)

kurangnya dukungan dan kerjasama


sekolah sendiri belum siap baik dari segi dari semua pihak, kurangnya sarana
administrasi maupun SDM nya dalam (6) prasarana yang disediakan
pelaksanaan pendidikan inklusi pemerintah terkait pelaksanaan
disekolahnya. sekolah inklusi

Pemerintah kurang bisa mensosialisasikan kebijaksanan


(10) yang terkait dengan pelaksanaan(8)
sekolah inklusi (11)
kebijakan tentang sekolah inklusi sendiri belum jelas

kurang nya pelatihan yang diadakan oleh Pemerintah yang


bisa meningkatkan kompetensi guru.

Gambar 1. Dinamika Permasalahan Inklusi

Keterangan:

No 1, 5,8 : Menyebabkan

------� No 2 : Secara tidak langsung berpengaruh

No 3,4,6,7 : Mengakibatkan

No 9,10, 11: Bisa disebabkan oleh

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berusaha merangkum elemen-eleman yang


harus terlibat dalam kelancaran sekolah inklusi:
59

Keterlibatan Pihak Sekolah


- Guru (Kompetensi Guru dalam menangani Keterlibatan Masyarakat
ABK) -Orangtua ABK
- Pihak Pendukung (psikolog dll) - Masyarakat umum
- Sdm (Guru dan GPK)
- Siswa
- Kurikulum Sekolah Inklusi

Pemerintah
- Kebijakan pemerintah
Ket.
- Pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi guru
: adanya hub - Sarana dan Prasarana pendukung sekolah inklusi
kerjasama antar
pihak - Aturan yang jelas tentang pelaksanaan sekolah inklusi
- Kurikulum untuk sekolah inklusi

Gambar 2. Eleman-eleman yang harus terlibat dalam kelancaran sekolah inklusi.

Hal ini sesuai dengan yang Carington dan Robinson, 2004) bahwa guru
dikemukakan Sunaryo (2007) bahwa untuk adalah aktor yang penting dalam proses
keberhasilan sekolah inklusi perlu melibatkan reformasi sekolah. Harapannya jika guru
banyak pihak. Bines (dalam Carrington dan sudah memahami dan mampu melaksanakan
Robinson, 2004) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi di sekolahnya, guru dapat
sekolah inklusi adalah suatu proses yang menyalurkan pengetahuannya ke masyarakat
melibatkan semua staf sekolah dan siswa melalui orangtua wali murid baik orangtua
untuk perkembangannya seperti bagaimana dari ABK maupun orangtua dari Non ABK.
pendekatan mengorganisasi siswa, peran Pemerintah memiliki tanggung
staf pengajar, pendekatan dalam mengajar jawab untuk pengembangan profesional/
dan kurikulum. Hal ini juga dikemukakan peningkatan kompetensi guru walaupun
oleh Giangreco (2013) sekolah juga terkadang sistem tangggung jawab itu
harus bekerjasama dengan komunitas sebagian diserahkan kepada organisasi
sekolah seperti guru, guru pendamping sekolah, karena sekolah juga memiliki peran
kelas, orangtua, siswa, tim administratif untuk melakukan perubahan disekolahnya
sekolah, dan komunitas sekolah untuk terutama kepala sekolah (Carrington dan
memaksimalkan kinerja guru. Robinson, 2004), tetapi tidak hanya berfokus
Harapan peneliti, bahwa kedepan kepada guru atapun karyawan dan orang-
peneliti lain maupun pemerintah bisa orang yang terlibat dalam pelaksanaan
berfokus pada penyelesaian permasalahan sekolah tetapi juga perlu meningkatkan
yang berkaitan dengan guru, seperti kepedulian sosial masyarakat terhadap
peningkatan pemahaman dan kompetensi adanya sekolah inklusi. Hal ini menunjukkan
guru karena guru adalah ujung tombak bahwa sebenarnya sekolah juga bisa
dalam pelaksanaan pendidikan. Hal ini mengembangakan peningkatan kualitas
juga dikemukakan oleh Hatam (dalam sekolah melalui guru dan pihak-pihak yang
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 60
Tingkat SD

terlibat didalamnya. Sekolah juga memiliki The International Journal of Inclusive


kewajiban dalam peningkatan kepedulian Education 8(2):141-153
masyarakat dengan dukungan dari berbagai
Deklarasi Bandung. (2004). www.idp-
pihak khusus nya pemerintah.
europe.org.
Depdiknas DIY. (2011). Monitoring
Simpulan
Pendidikan Inklusif, belum optimal.
Berdasarkan hasil penelitian dapat http://www.pendidikan-diy.go.id
disimpulkan permasalahan permasalahan
Giangreco, M.F. (2013). Teacher Assistant
yang muncul terkait pelaksanaan inklusi
Supports in Inclusive Scholls:
adalah terkait dengan guru, siswa,
Research, Practices and Alternatives.
orangtua, sekolah, masyarakat, pemerintah
Australasian Journal of Special
dan kurangnya sarana prasarana yang
Education.Vol 37.Issue 2 : 93-106.
mendukung pelaksanaan sekolah inklusi.
Doi:10.1017/jse.2013.1
Hal ini juga dikarenakan kurang adanya
kerjasama dari berbagai pihak. Guru Harian Yogya. (2013). Sekolah Inklusi di
merupakan faktor utama dalam proses Yogya Belum Pro Anak Berkebutuhan
pendidikan inklusi, tetapi tanpa adanya Khusus. http://www.harianjogya.com.
bantuan dari pihak lain pelaksanaan sekolah
Kim, U., Shu Yang, K dan Kuo Hwang,
inklusi tidak bisa berjalan dengan maksimal,
K. (2010). Indigenous and Cultural
sehingga selain guru yang ditangani, perlu
Psychology. Penterjemah: Soetjipto,
juga menumbuhkan budaya sekolah inklusi
H.P dan Soetjipto, S.R. Yogyakarta:
baik didalam sekolah itu sendiri ataupun
Pustaka Pelajar.
komunitas diluar sekolah tersebut, selain
itu kebijakan pemerintah juga sangat Kurniaastuti, I. (2010). Dinamika Pencapaian
menentukan pelaksanaan sekolah inklusi. Prestasi Remaja Jawa. Skripsi. Tidak
Penelitian awal ini masih belum mendalam. diterbitkan. Yogyakarta: Universitas
Penelitian ini mempunyai keterbasan dengan Gadjah Mada
tidak adanya elaborasi data lebih lanjut.
Mikail, B (2012) Sekolah inklusi belum siap
Untuk itu penelitian selanjutnya sebaiknya:
Menampung ABK. http://Edukasi.
Melakukan wawancara mendalam atau FGD
kompas.com.
komprehensif dengan guru, siswa, orangtua,
masyarakat dan pemerintah yang terlibat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI
dalam pelaksanaan sekolah inklusi. Nomor 70 Tahun 2009
Poerwandari, E.K. (2007). Pendekatan
Daftar Pustaka Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Afifah, R (2012) .Manajemen Sekolah Manusia. Jakarta: Lembaga
inklusi masih “Memble”.http:// Pengembangan Sarana Pengukuran
Edukasi.kompas.com dan Pendidikan Psikologi.

Carrington, S., Robinson, R. (2004) Republika. (2013). Jumlah Anak


A case study of inclusive school Berkubutuhan Khusus di Indonesia
development: a journey of learning. http://m.republika.co.id/berita/
nasional.. 17 Juli 2013
61

Rumah ADHD. (2013. Daftar Sekolah Smith, D.J. (2012). Inclusion, School for
Inklusi D.I Yogyakarta. http:// All Student. Penerjemah: Denis, E.
rumahadhd.blogspot.com. Bandung: Penerbit Nuansa
Sadioglu, O. Batu, S. Bilgin, A dan Oksal, Sunaryo. (2009). Manajemen Pendidikan
A. 2013. Problem, Expectations, and Inklusif. Manjpendinklusi.wordpres.
Suggestion of Elementary Teacher
Surat Keputusan Diknas . (2012). Daftar
Regarding Inclusion. Educational
Sekolah Inklusi Di Kota Yogyakarta.
Science: Theory & Practice. DOI:
10.12738/estp.20133.1546 Tukiran., Handayani, T., & Hagul, P. (1989).
Mengkode Data. In, Singarimbun, M.,
Schmidt, S & Venet, M. (2012). Principals
& Effendi, S (Eds), Metode Penelitian
Facing Inclusive Schooling or
Survai. Jakarta: LP3ES.
Integration. Canadian Journal Of
Education 35, 1 :217-238.

You might also like