Professional Documents
Culture Documents
Nanda Monica
Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya
nandamonica2001@gnail.com
Abstract: The purpose of this study was to find out how teachers of Christian Religious
Education as facilitators in providing constructive sanctions against students at SMP
Negeri-7 Palangka Raya. The research method used in this research, namely
descriptive qualitative research method is library research, namely by collecting data
related to the themes discussed. While the form of research is a case study, which
includes an assessment aimed at providing a detailed description of the background,
nature and character of a case. students at SMP Negeri-7 Palangka Raya so far have
been very good and have been applied in schools for a long time, since the teacher
taught, where in terms of coaching the teacher must be an example for students and
directly also foster students to become better individuals . As a teacher of Christian
Religious Education, he always fosters every student so that they do not commit
violations in the school. Good sanctions are sanctions that can awaken students to
change their unfavorable behavior into disciplined and well-mannered students, and
this is the main achievement of teachers in implementing constructive sanctions in
schools. Related to obstacles in the application of Christian Religious Education
teacher development in providing constructive sanctions to students at SMP Negeri-7
Palangka Raya, so far there are no obstacles, because when the Christian Religious
Education teacher gives sanctions the students will receive the sanctions that have
been given.
Keywords: Facilitator, Christian Religious Education Teacher, Constructive Sanctions,
Students.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana guru
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi
konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya. Metode penelitian yang
dipakai dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian kualitatif deskriptif ini
bersifat penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan
data-data yang berhubungan dengan tema yang dibahas. Sedangkan bentuk
penelitian adalah studi kasus, yang mencakup pengkajian bertujuan memberikan
gambaran secara mendetail mengenai latar belakang, sifat maupun karakter yang
ada dari suatu kasus.Berdasarkan hasil penelitian, menyatakan bahwa pembinaan
yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam
memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya
sejauh ini sudah sangat baik dan sudah diterapkan di sekolah sejak lama, semenjak
guru mengajar, dimana dalam hal pembinaan tersebut guru tersebut harus menjadi
teladan bagi siswa dan secara langsung juga membina siswa agar menjadi pribadi
yang lebih baik lagi. Sebagai seorang guru Pendidikan Agama Kristen selalu
membina setiap peserta didik supaya mereka tidak melakukan pelanggaran-
pelanggaran yang ada di sekolah. sanksi yang baik adalah sanksi yang dapat
menyadarkan siswa untuk mengubah perilakunya yang kurang baik menjadi siswa
yang disiplin dan bertata krama, dan inilah capaian utama guru dalam menerapkan
sanksi konstruktif di sekolah.Terkait dengan kendala dalam penerapan pembinaan
guru Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi yang
konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya, sampai saat ini tidak ada
kendala, karena ketika guru Pendidikan Agama Kristen memberikan sanksi siswa
akan menerima sanksi yang sudah diberikan tersebut.
Kata Kunci: Fasilitator, Guru Pendidikan Agama Kristen, Sanksi Konstruktif, Siswa.
Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan siswa
untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.
Interaksi tersebut merupakan suatu proses saling mempengaruhi antara pendidik
dan siswa. Dalam saling mempengaruhi ini peranan pendidik lebih besar, karena
kedudukannya sebagai orang dewasa, lebih berpengalaman, lebih banyak menguasai
nilai-nilai disiplin. Pendidikan di sekolah intinya adalah kegiatan proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru memegang peranan utama dan
merupakan sesuatu yang penting, yang terkandung serangkaian perbuatan guru dan
siswa dididik secara langsung terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa.
Ini adalah syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam hubungan
itulah, seorang guru selalu berhadapan dengan sejumlah siswa didik yang
mempunyai ciri khas masing-masing secara ekstrim dikatakan bahwa sebenarnya
setiap siswa berbeda satu dengan lainnya.1
Secara umum, guru adalah orang yang mengajar siswa, membimbing siswa,
membina siswa dan memberikan pelajaran kepada siswa. Ada juga beberapa
peranan guru yang lain yaitu guru sebagai ahli, guru sebagai pengawas, guru sebagai
penghubung kemasyarakatan, guru sebagai pendorong. 2 Sehingga, guru mempunyai
tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk
membantu proses perkembangan siswa. Tetapi harus disadari guru hanya
merupakan salah satu di antara berbagai sumber dan media belajar oleh karena
itu guru hendaknya mampu membantu setiap peserta didik untuk secara efektif
dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber media
belajar.3 Jika demikian guru merupakan faktor penting dalam menyukseskan
kegiatan belajar mengajar. Guru juga harus menjadi promotor dalam membangun
manusia indonesia seutuhnya untuk mendorong cita-cita bangsa Indonesia secara
nasional dan pembentukan karakter siswa secara khusus. Siswa didik yang
berkarakter akan dapat meningkatkan derajat dan martabat bangsa. 4
Dalam penelitian ini, akan dikaji terkait dengan pembinaan yang dilakukan oleh
guru sebagai fasilitator terhadap siswa dalam memberikan sanksi konstruktif
terhadap siswa, yang secara khusus dilakukan oleh guru Pendidikan Pendidikan
Agama Kristen di sekolah. Oleh sebab itu, perlu diketahui definisi dari pembinaan itu
sendiri. Pembinaan berasal dari kata bina, yang mendapat imbuhan pe-an, sehingga
menjadi kata pembinaan. Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. 5
1
S. Saetban, “Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Mendisiplinkan Siswa Di SMK Negeri 1
Naibonat,” Discreet: Journal Didache of Christian 1 no.2 (Desember 2021): 79.
2
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2019), 170-172.
3
Slameto, Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2018), 98-99.
4
E. T Mbeo, & A. B Krisdiantoro, “Pembinaan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Pendidikan
Karakter Peserta Didik Di Sekolah,” Didache: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani 3 no.1 (Desember
2021), 19.
5
Pasaribu Simanjuntak, Membina dan Mengembangkan Generasi Muda (Bandung: Tarsito, 2019), 85.
Pembinaan merupakan proses, cara membina dan penyempurnaan atau usaha
tindakan dan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Pembinaan pada dasarnya merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara
sadar, terencana, terarah, dan teratur secara bertanggung jawab dalam rangka
penumbuhan, peningkatan dan mengembangkan kemampuan serta sumber-sumber
yang tersedia untuk mencapai tujuan. Pembinaan adalah upaya pendidikan formal
maupun non formal yang dilakukan secara sadar, terencana, terarah, teratur, dan
bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing,
dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadiannya seimbang, utuh dan selaras,
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, kecenderungan atau keinginan
serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal, untuk selanjutnya atas prakarsa
sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun
lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang
optimal dan pribadi yang mandiri.6
Sanksi adalah tanggungan (tindakan, hukuman, dan sebagainya) untuk memaksa
orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan. Sedangkan konstruktif
didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat membina, memperbaiki dan membangun. 7
Guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen adalah dalam perspektif Kristen
yang memberikan pengajaran yang berkaitan dengan iman Kristen. Dengan kata lain,
guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen haruslah mengenal dan meneladani
Kristus sebagai guru besarnya karena disanalah letak dari iman Kristen. Guru
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen adalah guru yang dipanggil oleh Tuhan dengan
tugas mulia, yaitu untuk menjadikan bangsa murid-Nya. Seorang guru Pendidikan
Pendidikan Agama Kristen harus dapat mendidik, mengajar dan membina siswanya
agar memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan dan menanamkan nilai-nilai
Kristiani kepada siswa.8
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan yang
dilakukan oleh guru sebagai fasilitator terhadap siswa dalam memberikan sanksi
konstruktif terhadap siswa, yang secara khusus dilakukan oleh guru Pendidikan
Pendidikan Agama Kristen ini merupakan suatu pembinaan yang mengarah pada
siswa secara sadar, terencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab dalam rangka
memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, mendidik, mengajar, dan
mengembangkan suatu nilai-nilai Kristiani yang utuh dan selaras Firman Tuhan
sebagai bekal masa depan secara konstruktif.
Pembinaan guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam
memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa ini sangatlah penting
dilakssiswaan dan dikembangkan dalam mewujudkan tanggung jawab guru
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen di sekolah. Peningkatan pembinaan terhadap
guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen ini menitik beratkan pada peningkatan
kualitas pendidikan agama serta peningkatan moral dan etika. Peningkatan kualitas
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen tidak terlepas dari bagaimana seorang guru
atau pendidik dalam mengajar, terlebihnya dalam memberikan suatu hukuman atau
sanksi dengan cara profesional, sehingga sifatnya dapat membangun karakter yang
baik bagi para siswa. Maka ada kaitannya dengan kode etik guru terhadap siswa,
dalam penerapan kode etik guru, sebagai guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen
6
Ibid,.
7
F. S Alwi, “Komunikasi, Guru Bk, Proses Belajar,” G-COUNS: Jurnal Bimbingan Dan Konseling 2 no.2
(April 2018), 262.
8
E. T Mbeo, & A. B Krisdiantoro, “Pembinaan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Pendidikan
Karakter Peserta Didik Di Sekolah,”: 19-20.b
mestinya bertindak profesionalisme dalam melakssiswaan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi perilaku para siswa
tersebut.9
Selain itu guru juga harus mampu menghormati martabat dan hak-hak siswa,
serta memperlakukan siswa secara adil dan objektif. Peran kode etik inilah yang
menjadi panduan bagi guru dalam melakssiswaan tugas dan tanggung jawab nya
sebagai pendidik yang profesional. Bertujuan dengan memberikan sanksi terhadap
siswa, pada tahun 2016 Mahkamah Agung memutuskan bahwa guru boleh
menghukum karena bertujuan mendisiplinkan siswa. Kemendikbud nomor 10 tahun
2017 juga menegaskan bahwa guru mendapat perlindungan hukum dari pihak-pihak
yang mengancam. Namun dibalik itu terdapat juga di dalam perundang-undangan,
memiliki komitmen yang bersamaan dengan adanya upaya pemerintah berusaha
melindungi siswa dengan UU Perlindungan Siswa.10
SMP Negeri-7 Palangka Raya yang berdiri sejak tahun 1993 yang beralamat di Jl.
Matal RT. 02 RW. 02 Kecamatan Sabaru ini merupakan salah satu sekolah menengah
atas yang menerapkan sanksi konstruktif terhadap siswa di sekolah. Hal tersebut
dilakukan, berdasarkan keterangan dari Ibu Langkis sebagai Kepala Sekolah agar
tercapainya suatu arahan atau sikap peduli guru terhadap siswa yang bersifat
membangun, hal ini dilakukan agar siswa lebih disiplin lagi terhadap peraturan-
peraturan yang ada di sekolah. Maka tujuan dari penelitian yang berjudul “Guru
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen (PAK) Sebagai Fasilitator Dalam Pemberian
Sanksi Konstruktif Atas Siswa: Studi Kasus di SMP Negeri-7 Palangka Raya” ini, untuk
mengetahui bagaimana guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen sebagai
fasilitator dalam memberikan sanksi konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7
Palangka Raya.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul “Pembinaan
Guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen Dalam Memberikan Sanksi Konstruktif
Terhadap Siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya” ini, adalah metode penelitian
kualitatif deskriptif dalam bentuk studi kasus. Adapun metode penelitian kualitatif
deskriptif bersifat penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan
mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan tema yang dibahas. Tujuan
dari studi deskriptif kualitatif adalah ringkasan komprehensif, dalam persyaratan
sehari-hari, dari peristiwa tertentu yang dialami oleh individu atau kelompok
individu.11 Selain studi kepustakaan, dalam penelitian ini teknik pengumpulan data
juga dilakukan dengan cara observasi dan teknik wawancara melalui rekam suara
secara langsung.
Sedangkan bentuk penelitian adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian
yang mencakup pengkajian bertujuan memberikan gambaran secara mendetail
mengenai latar belakang, sifat maupun karakter yang ada dari suatu kasus, dengan
kata lain bahwa studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif
dan rinci. Penelitian dalam metode dilakukan secara mendalam terhadap suatu
9
Andri Politon, “Strategi guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Mempersiapkan Peserta Didik
Menghadapi Ujian Semester”. Harati: Jurnal Pendidikan Kristen 2 no. 1 (April 2022): 58.
10
Ibid, 59.
11
E. T Mbeo, & A. B Krisdiantoro, “Pembinaan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Pendidikan
Karakter Peserta Didik Di Sekolah,”: 21.
keadaan atau kondisi dengan cara sistematis mulai dari melakukan pengamatan,
pengumpulan data, analisis informasi dan pelaporan hasil. 12
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri-7 Palangka Raya yang berdiri sejak tahun
1993 yang beralamat di Jl. Matal RT. 02 RW. 02 Kecamatan Sabaru, dengan subjek
penelitian sebanyak tiga orang. Ketiga subjek penelitian merupakan guru Pendidikan
Pendidikan Agama Kristen di SMP Negeri-7 Palangka Raya. Penelitian ini dilakukan di
SMP Negeri-7 Palangka Raya karena memang saya sudah cukup mengenal sekolah ini,
dan satu lokasi dengan tempat saya tinggal dan menetap di Kota Palangka Raya dan
juga dari kebanyakan sekolah di sekolah ini menerapkan sanksi konstruktif terhadap
siswa di sekolah. Sehingga saya memilih lokasi penelitian di SMP Negeri-7 Palangka
Raya.
Pembinaan
Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan menjadi baik.
Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, atau pertumbuhan,
terjadinya evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang atau peningkatan
sesuatu. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa dua unsur dalam pengertian ini yakni
12
E. T Mbeo, & A. B Krisdiantoro, “Pembinaan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Pendidikan
Karakter Peserta Didik Di Sekolah,”: 22.
13
Prihatin, “Pengaruh Karakteristik Individu, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap
Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi (Studi pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera
Utara”. Jurnal Aplikasi Manajemen. 7 no.2 (Februari 2018): 55.
14
Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif (Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), 254.
pembinaan itu bisa berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan tujuan, dan kedua
pembinaan menunjuk kepada perbaikan atas sesuatu.15
Pada dasarnya pembinaan adalah suatu tindakan yang diarahkan untuk
kemajuan, peningkatan atau perbaikan atas sesuatu. Lingkungan dunia usaha bahwa
pembinaan karyawan penting dilakukan untuk membentuk kepribadian yang berbudi
luhur, disamping itu untuk meningkatkan kecakapan, keterampilan dan keahlian
dalam menunjang kelancaran usaha.16
Pengertian pembinaan yang lain adalah suatu tindakan, proses, hasil atau
pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan,
peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau
peningkatan atas sesuatu. Ada dua unsur dari pengertian ini yakni pembinaan itu
sendiri bisa berupa suatu tindakan, proses atau pernyataan dari suatu tujuan dan
kedua pembinaan itu bisa menunjukkan kepada perbaikan atas sesuatu.17
Berdasarkan pengertian-pengertian pembinaan diatas dapat disimpulkan bahwa
pembinaan merupakan determinan penting untuk memberikan daya atau kekuatan
manusia agar menjadi sumber tenaga yang profesional sebagaimana yang diarahkan
pada tujuan pembinaan itu sendiri.
19
Recky Pangumbahas & Oey Natanael Winanto, “Membaca Kembali Pandangan Moralitas
Postmodernism Untuk Konteks Pendidikan Kristen (Re-Reading The Worldview Of Postmodernism
Morality For The Context Of Christian Education). QUAERENS: Journal of Theology and Christianity
Studies 3, no.1(2021): 73-74.
20
Sirait, ,Jannes Edward., dkk. “Misi Pendidikan Agama Kristen dan Problem Moralitas Anak,” Regular
Fidei: Jurnal Pendidikan Agama Kristen, vol 1, no 1 (2017): 116.
21
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Rosda Karya, 2017), 37.
22
Belandina, Guru dan Bingkai Materi Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA (Bandung: Bina Media
Informasi, 2018), 53.
23
Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen (Bandung: Generasi Info Media, 2018), 17-19.
Kristen, mempercayai Yesus di dalam hidupnya, meneladani sikap Tuhan Yesus,
pengajarannya berlandaskan kitab suci, serta menyadari bahwa siswaadalah manusia
yang berharga di mata Tuhan.24
Untuk menjadi seorang guru Pendidikan Agama Kristen, tentunya ada syarat
dan ketentuan yang harus dipenuhi agar guru Pendidikan Pendidikan Agama
Kristen dapat bertumbuh menjadi guru yang baik. Seorang guru Pendidikan
Pendidikan Agama Kristen harus memiliki beberapa syarat yaitu: yang pertama
Seorang guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen harus mempunyai pengalaman
rohani, dimana ia sendiri perlu mengenal Tuhan Yesus, serta batinnya harus
dijamah dan diterangi oleh Roh kudus; kedua Seorang guru harus mempunyai
hasrat sejati untuk menyampaikan injil kepada sesamanya manusia, yang memiliki
dorongan yang kuat untuk mengantar orang lain kepada Yesus Kristus; ketiga
Seorang guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen perlu mengetahui bagaimana
iman bertumbuh dalam batin manusia dan bagaimana iman itu berkembang dalam
seluruh hidup orang percaya; keempat Seorang guru Pendidikan Pendidikan Agama
Kristen harus menunjukan kesetiaan yang sungguh kepada gerejanya, dimana ia
sendiri harus rajin mengambil bagian dari kebaktian dan pekerjaan gereja
umumnya, dan jangan hanya menaruh minat kepada tugasnya saja; kelima Seorang
guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen harus mempunyai pribadi yang jujur dan
tinggi mutunya.25
Syarat menjadi guru pendidikan agama Kristen, yaitu: pertama, lahir baru.
Seseorang yang lahir baru di sini di maksudkan adalah seseorang yang sudah percaya
kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. 26 Seorang guru
Pendidikan Agama Kristen haruslah seseorang yang sudah mengalami dipersiswakan
pula (dilahirkan kembali) ini menjadi faktor pertama yang terpenting; kedua,
memiliki karakter Kristus. Seorang guru Kristen harus memiliki karakter Kristus,
yaitu karakter yang baik dan patut diteladani. Pembentukan karakter Kristen
membutuhkan kasih yang sungguh-sungguh, keadilan yang tegas, bijaksana untuk
mengatur keduanya, dan kebajikan serta keberanian untuk meneruskan seluruh
hidupnya. Berdasarkan kasih kepada Kristus maka seorang guru Pendidikan
Pendidikan Agama Kristen memiliki karakter Kristus dalam dirinya karena dia akan
rela untuk menjalani proses pembentukan demi pembentukan untuk suatu
perubahan karakter yang berkenan kepada Allah; ketiga, memiliki pengetahuan akan
kebenaran. Seorang guru harus mempunyai pengetahuan akan kebenaran dan segala
sesuatu yang diperlukan untuk menjadi bahan pendidikan yang cukup dan tepat.
Pengetahuan akan kebenaran di sini adalah kebenaran akan firman Tuhan, sehingga
dalam penyampaian materi kepada murid-murid tidak menyimpang dari kebenaran
firman Tuhan; keempat, harus memiliki suatu perasaan tanggung jawab. Tanggung
jawab ini merupakan suatu teladan yang dapat diberikan kepada murid-murid agar
mereka juga dapat belajar bertanggung jawab atas segala kebenaran yang sudah
didapatkan dari guru pendidikan agama Kristen; dan kelima, guru Pendidikan
Pendidikan Agama Kristen yang profesional. Guru profesional adalah pribadi yang
mampu melihat dirinya sebagai orang-orang terlatih, mengutamakan keutamaan
24
Mbeo, E. T., & Krisdiantoro, “Pembinaan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Pendidikan Karakter
Peserta Didik Di Sekolah,”: 22
25
Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 165.
26
Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi, dan Pengembangan Profesi guru PAK (Bandung;
Bina Media Informasi, 2017), 29.
orang lain, dan taat pada etika kerja, serta selalu siap menempatkan diri dalam
memenuhi kebutuhan siswanya terlebih dahulu.27
Seorang guru Pendidikan Agama Kristen harus mendidik para siswa dan
menghantarkan mereka kepada tujuan dan tidak bertentangan kepada kebenaran
firman Tuhan.28 Namun di samping itu juga seorang pendidik kristen harus
mempunyai sikap nasionalisme yang tinggi dan berjiwa pancasila. Oleh sebab itu
seorang pendidik Pendidikan Agama Kristen harus berpedoman kepada dasar-dasar
atau kode etik guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen yang ada. Dasar-dasar
atau kode etik yang dimaksud adalah sebagai berikut: pertama, guru Pendidikan
Pendidikan Agama Kristen memiliki ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan Yesus
Kristus; kedua, guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen memiliki ketaatan dan
otoritas firman Tuhan; ketiga, guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen berbakti
untuk membimbing siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang taat dan takut
kepada Tuhan dan berjiwa Pancasila; keempat, guru Pendidikan Pendidikan Agama
Kristen memiliki dan melakssiswaan kejujuran profesionalitas; kelima, guru
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen berusaha memperoleh informasi tentang
siswa sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; keenam, guru
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya; ketujuh, guru
Pendidikan Pendidikan Agama Kristen turut melakssiswaan kebijakan pemerintah
dalam bidang pendidikan; kedelapan, Pendidikan Pendidikan Agama Kristen dapat
menunjukan keteladanan dan seluruh aspek kehidupan.29
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa
seorang guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen perlu mengenal Yesus secara
pribadi, memiliki pengetahuan yang cukup tentang iman Kristen dan hidupnya harus
dijamah oleh Roh Kudus agar dalam melakssiswaan tugasnya sesuai dengan
kehendak Tuhan. Guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen juga harus mempunyai
pengalaman rohani dan sangat perlu meneladani Yesus sebagai guru agung, dan
harus lahir baru, serta mempunyai suatu tanggung jawab terhadap tugasnya. Karena
kehidupan seorang guru Pendidikan Pendidikan Agama Kristen adalah pelajaran
terbaik dan nyata bagi siswa dalam melakukan pembinaan dalam hal memberikan
sanksi secara konstruktif pada siswa.
34
Edym Bahapol & Youke Signal, “Mendidik Untuk Kehidupan Berdasarkan Kompetensi Guru Kristen
Di Indonesia (Education For Life Based On Christian Teacher Competence In Indonesia),” QUAERENS:
Journal of Theology and Christianity Studies2, no.1 (2020): 62.
35
Ibid, 63.
36
Ibid,64.
melakukan skorsing kepada siswa apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran
peraturan sekolah berkali-kali dan cukup berat.37
Sanksi dapat dilakukan kapan saja oleh guru, apabila ia berada disekolah. Disini
hal yang paling penting adalah dampak dari sanksi, baik terhadap siswa yang berlaku
tidak disiplin, maupun terhadap siswa yang lain. Pengaruh pemberian sanksi
berkaitan dengan perilaku siswa yang diinginkan setelah pemberian sanksi terhadap
pelanggaran yang telah diperbuat siswa, pengaruh sanksi tidak hanya dilihat dari
siswa yang menerimanya tetapi juga terhadap siswa lainnya.
37
Edym Bahapol & Youke Signal,, “Mendidik Untuk Kehidupan Berdasarkan Kompetensi Guru Kristen
Di Indonesia (Education For Life Based On Christian Teacher Competence In Indonesia),”: 65.
38
Edo Dwi Cahyo, “Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi Dekadensi Moral Yang Terjadi Pada
Siswa Sekolah Dasar,” EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru 9, no. 1 (2017): 16.
39
F.S. Alwi, “Komunikasi, Guru Bk, Proses Belajar,”: 263.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap IbU Halimah, terkait dengan
pembinaan guru Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam memberikan
sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya, menyatakan
bahwa:
“Pembinaan yang dilakukan oleh kami, sebagai guru Pendidikan Agama Kristen
sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di
SMP Negeri-7 Palangka Raya sejauh ini sepertinya sudah sangat baik dan sudah
diterapkan di sekolah semenjak guru mengajar, dimana dalam hal pembinaan
tersebut guru tersebut harus menjadi teladan bagi siswa dan secara langsung
juga membina siswa agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Keberhasilan
kami dalam menerapkan pembinaan sanksi yang konstruktif terhadap siswa ini
dapat dilihat dari berkurangnya masalah-masalah kenakalan siswa di sekolah,
yang sejauh ini sudah jarang terjadi. Sejauh ini, tidak ada kendala yang
dihadapi dalam penerapan pembinaan guru Pendidikan Agama Kristen sebagai
fasilitator dalam memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP
Negeri-7 Palangka Raya, karena setiap siswa melakukan pelanggaran maka
langsung akan ditindak tegas oleh guru. Dengan adanya penerapan pembinaan
guru Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi
yang konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya ini, sangat
berdampak bagi karakter siswa.”40
Pernyataan lain dalam wawancara juga disampaikan oleh Bapak Daniel, terkait
dengan pembinaan guru Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam
memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya,
menyatakan bahwa:
“Pembinaan yang dilakukan oleh kami, sebagai guru Pendidikan Agama Kristen
dalam memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7
Palangka Raya sudah diterapkan sejak lama. Hal ini dilakukan karena guru
Pendidikan Agama Kristen bukan hanya mengajar tetapi mampu menjadi
panutan untuk peserta didiknya, sehingga semua peserta didik dilakukan dalam
bentuk pembinaan dalam memberikan sanksi yang konstruktif. Sanksi tersebut
berupa adanya peraturan-peraturan yang jelas dan terarah. Contohnya,
kedisiplinan pada siswa harus dilakukan, salah satunya adalah menerapkan
sanksi yang bersifat membangun, sanksi yang diberikan harus masuk akal dan
adanya konsekuensi jika peraturan tata tertib dilanggar. Sanksi merupakan
peraturan atau perundang-undangan yang disepakati secara tertulis. Apabila
terdapat pelanggaran terhadap peraturan tata tertib, maka siswa akan
menerima sanksi atau hukuman sesuai dengan tindakan pelanggaran yang
dilakukannya. Sehingga sanksi atau hukuman disini adalah balasan setimpal
atau konsekuensi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa dalam
bentuk yang positif. Contoh lain, misalnya jika sering terjadinya keterlambatan
siswa pada jam pertama pelajaran, maka diadakan bimbingan konseling
dengan tujuan untuk mengurangi adanya keterlambatan siswa pada saat masuk
jam pelajaran. Begitu juga dengan kelalaian dalam mengerjakan tugas, maka
akan diberikan sanksi dengan menghafal Doa atau ayat hafalan yang ada di
dalam Alkitab. Maka sebab itu diperlukan adanya keseimbangan antara
penghargaan dan hukuman, jika hanya penghargaan atau hukuman yang
diberlakukan, maka siswa tidak akan pernah belajar tentang banyak hal yang
40
Halimah, wawancara oleh Penulis, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, 23 Oktober 2022.
perlu dipelajari dalam hidupnya. Sejauh ini, kendala yang dihadapi dalam
penerapan pembinaan guru Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam
memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka
Raya adalah ketika sebagian siswa tidak bisa menjalankan sesuai dengan sanksi
yang diberikan oleh guru. Dengan adanya penerapan pembinaan guru
Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi yang
konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya ini, sangat
berdampak baik terhadap perilaku siswa.”41
Dalam pernyataan Bapak Yohanes diatas, bisa kita lihat juga penyataan Munte
dalam konteks tentang teroris dan ketaatan dan ada penambahan dari Hannah
Arendt, bahwa:
“Seseorang mampu melakukan kekerasan seperti genosida, penindasan,
penyiksaan bahkan menghilangkan hak asasi manusia untuk hidup tanpa
berpikir ulang atau berpikir kritis dampaknya. Kekerasan tersebut berasal dari
tunduknya oknum kepada penguasa absolut. Penundukan menandai ketaatan
terhadap perintah tanpa berpikir panjang. Motivasi dan kesadaran atas tindak
teror menjadi sesuatu yang biasa.”45
Melalui dua pernytaan diatas, maka dapat diketahui juga dalam hal tulisan yang
disampaikan oleh Alfonso Munte, “Contribution of Obedience According to Hannah
Arendt Philosophy towards Terrorist Women in Indonesia” bahwa kekerasan berasal
dari tunduknya oknum kepada penguasa absolut. Penundukan menandai ketaatan
terhadap perintah tanpa berpikir panjang (Munte & Natalia, 2022:58). Apakah hal
43
Halimah, wawancara oleh Penulis, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, 23 Oktober 2022.
44
Yohanes, wawancara oleh Penulis, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, 23 Oktober 2022.
45
Alfonso Munte & Desi Natalia, “Contribution of Obedience According to Hannah Arendt Philosophy
Towards Terrorist Women in Indonesia,” Al Huwiyah: Jurnal Pusat Studi Gender dan Anak 2, no 1
(2022): 58.
tersebut juga dapat memicu kekerasan atas penerapan sanksi kinstruktif yang
diberikan oleh guru terhadap siswa di sekolah dilakukan dengan cara “mau tidak
mau siswa harus mampu” menerima sanksi yang sudah diberikan terhadap mereka.
Jawabannya, terletak pada narasi yang disampaikan oleh Bapak Daniel dan Bapak
Yohanes, bahwa pembinaan yang dilakukan sebagai guru Pendidikan Agama Kristen
dalam memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7
Palangka Raya dilakukan karena guru Pendidikan Agama Kristen bukan hanya
mengajar tetapi mampu menjadi panutan untuk peserta didiknya, sehingga semua
peserta didik dilakukan dalam bentuk pembinaan dalam memberikan sanksi yang
konstruktif. Sanksi tersebut berupa adanya peraturan-peraturan yang jelas dan
terarah.
“Contohnya, kedisiplinan pada siswa harus dilakukan, salah satunya adalah
menerapkan sanksi yang bersifat membangun, sanksi yang diberikan harus
masuk akal dan adanya konsekuensi jika peraturan tata tertib dilanggar. Sanksi
merupakan peraturan atau perundang-undangan yang disepakati secara
tertulis. Apabila terdapat pelanggaran terhadap peraturan tata tertib, maka
siswa akan menerima sanksi atau hukuman sesuai dengan tindakan
pelanggaran yang dilakukannya. Sehingga sanksi atau hukuman disini adalah
balasan setimpal atau konsekuensi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
siswa dalam bentuk yang positif.”46
“Contoh lain, misalnya jika sering terjadinya keterlambatan siswa pada jam
pertama pelajaran, maka diadakan bimbingan konseling dengan tujuan untuk
mengurangi adanya keterlambatan siswa pada saat masuk jam pelajaran.
Begitu juga dengan kelalaian dalam mengerjakan tugas, maka akan diberikan
sanksi dengan menghafal Doa atau ayat hafalan yang ada di dalam Alkitab.
Maka sebab itu diperlukan adanya keseimbangan antara penghargaan dan
hukuman, jika hanya penghargaan atau hukuman yang diberlakukan, maka
siswa tidak akan pernah belajar tentang banyak hal yang perlu dipelajari dalam
hidupnya. Sejauh ini, kendala yang dihadapi dalam penerapan pembinaan guru
Pendidikan Agama Kristen sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi yang
konstruktif terhadap siswa di SMP Negeri-7 Palangka Raya adalah ketika
sebagian siswa tidak bisa menjalankan sesuai dengan sanksi yang diberikan oleh
guru. Dengan adanya penerapan pembinaan guru Pendidikan Agama Kristen
sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di
SMP Negeri-7 Palangka Raya ini, sangat berdampak baik terhadap perilaku
siswa.”47
“Sanksi konstruktif atau sanksi yang membangun, jika tidak, maka dapat
menimbulkan kebencian para siswa terhadap guru yang memberi sanksi
46
Daniel, wawancara oleh Penulis, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, 23 Oktober 2022.
47
Ibid.
tersebut. Sanksi yang diterapkan oleh guru pada siswa di sekolah ini juga harus
mampu mendorong siswa untuk menyesuaikan diri dengan harapan sosial di
masa berikutnya secara sadar tanpa paksaan. Sanksi atau konsekuensi harus
bersifat logis, karena sanksi yang terlalu kejam juga menimbulkan rasa bersalah
dan bisa saja melanggar peraturan perundang-undangan yang tertulis. Sanksi
yang baik adalah sanksi yang dapat menyadarkan siswa untuk mengubah
perilakunya yang kurang baik menjadi siswa yang disiplin dan bertata krama,
dan inilah capaian utama guru dalam menerapkan sanksi konstruktif di
sekolah.”48
Kesimpulan
Berdasarkan refleksi hasil pandangan subjek penelitian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Kristen
sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP
Negeri-7 Palangka Raya sejauh ini sudah sangat baik dan sudah diterapkan di sekolah
sejak lama, semenjak guru mengajar, dimana dalam hal pembinaan tersebut guru
tersebut harus menjadi teladan bagi siswa dan secara langsung juga membina siswa
agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Sebagai seorang guru Pendidikan Agama
Kristen selalu membina setiap peserta didik supaya mereka tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang ada di sekolah.
Sanksi yang baik adalah sanksi yang dapat menyadarkan siswa untuk mengubah
perilakunya yang kurang baik menjadi siswa yang disiplin dan bertata krama, dan
inilah capaian utama guru dalam menerapkan sanksi konstruktif di sekolah.Terkait
dengan kendala dalam penerapan pembinaan guru Pendidikan Agama Kristen
sebagai fasilitator dalam memberikan sanksi yang konstruktif terhadap siswa di SMP
Negeri-7 Palangka Raya, sampai saat ini tidak ada kendala, karena ketika guru
Pendidikan Agama Kristen memberikan sanksi siswa akan menerima sanksi yang
sudah diberikan tersebut.
Sanksi konstruktif atau sanksi yang membangun yang dilakukan di sekolah
diterapkan supaya dapat membentuk karakter siswa agar lebih baik dan
menanamkan nilai-nilai Kristiani didalamnya. Atas pelanggaran yang dilakukan oleh
siswa dilakukan sesuai dengan perkembangan dan harus dilakukan secara adil yang
dapat mendorong siswa sadar akan kesalahan yang telah siswa perbuat, sehingga
tidak akan mengulanginya lagi.
Referensi
Alwi, F. S. “Komunikasi, Guru Bk, Proses Belajar,” G-COUNS: Jurnal Bimbingan Dan
Konseling 2, no2 (April 2018): 258-268.
Andri Politon, V. “Strategi guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Mempersiapkan
Peserta Didik Menghadapi Ujian Semester,” Harati: Jurnal Pendidikan Kriste 2,
no 1 (April 2022): 58–72.
Bahapol, Edym dan Youke Signal. “Mendidik Untuk Kehidupan Berdasarkan
Kompetensi Guru Kristen Di Indonesia (Education For Life Based On Christian
Teacher Competence In Indonesia),” QUAERENS: Journal of Theology and
Christianity Studies2, no.1 (2020): 62-85.
48
Yohanes, wawancara oleh Penulis, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, 23 Oktober 2022.
Belandina. Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi Pendidikan Agama Kristen SD,
SMP, SMA. Bandung: Bina Media Informasi, 2018.
Cahyo, Edo Dwi. “Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi Dekadensi Moral Yang
Terjadi Pada Siswa Sekolah Dasar,” EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar
Kampus Cibiru 9, no. 1 (2017): 16–26.
Gultom, Andar. Profesionalisme, Standar Kompetensi, dan Pengembangan Profesi guru
PAK. Bandung; Bina Media Informasi, 2017.
Homrighausen. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.
Mbeo, E. T., & Krisdiantoro, A. B. “Pembinaan Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam
Pendidikan Karakter Peserta Didik Di Sekolah,” Didache: Jurnal Teologi Dan
Pendidikan Kristiani 3, no.1 (Desember 2021):17–29.
Mulyasa. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Rosda Karya, 2017.
Munte, Alfonsi., & Natalia, Desi. “Contribution of Obedience According to Hannah
Arendt Philosophy Towards Terrorist Women in Indonesia. Al Huwiyah: Jurnal
Pusat Studi Gender dan Anak 2, no 1 (2022):52-61.
Nainggolan. Menjadi Guru Agama Kristen. Bandung: Generasi Info Media, 2018.
Pangumbahas, Recky., & Winanto, Oey Natanael. “Membaca Kembali Pandangan
Moralitas Postmodernism Untuk Konteks Pendidikan Kristen (Re-Reading The
Worldview Of Postmodernism Morality For The Context Of Christian
Education),” QUAERENS: Journal of Theology and Christianity Studies 3, no.1
(2021):73-84.
Prihatin. “Pengaruh Karakteristik Individu, Gaya Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi (Studi pada
Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara),” Jurnal Aplikasi Manajemen 7,
no.2 (Fabruari 2018): 52-62.
Saetban, S. “Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Mendisiplinkan Siswa Di
SMK Negeri 1 Naibonat,” Discreet: Journal Didache of Christian 1, no.2 (Desember
2022): 78–88.
Silberman, M. L. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nuansa
Cendekia, 2018.
Simanjuntak, B., I. L Pasaribu. Membina dan Mengembangkan Generasi Muda.
Bandung: Tarsito, 2019.
Sinaga, Niru Anita. “Kode Etik sebagai Pelaksanaan Profesi Hukum yang Baik,” Jurnal
Ilmiah hukum Dirgantara 10. no.2 (2020); 59-70.
Sirait, Jannes Edward., dkk. “Misi Pendidikan Agama Kristen dan Problem Moralitas
Anak,” Regular Fidei: Jurnal Pendidikan Agama Kristen 1, no 1 (2017):116-126.
Slameto. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2018.
Stevanus, Kalis., & Sitepu, Nathanail. “Strategi Pendidikan Kristen Dalam
Pembentukan Warga Gereja Yang Unggul Dan Berkarakter Berdasarkan
Perspektif Kristiani,” Sanctum Domine: Jurnal Teologi 10, no. 1 (2020): 49–66.
Suryosubroto, B. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 2019.
Vickie, A. Lambert., & Clinton, E. Lambert. “Descriptive Research: An Acceptable
Design. Pacific Rim International Journal of Nursing Research16, no.4 (2017):
255-256.