You are on page 1of 10

Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research (2017), 1(1), pp.

57-66
Program Studi Bimbingan dan Konseling | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan | INNOVATIVE
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMTAS) COUNSELING
ISSN (Print): 2548-3226

SPIRITUALITAS DAN HAPPINESS PADA REMAJA AKHIR SERTA


IMPLIKASINYA DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING

Wahidin*)
*)
Institute Agama Islam Negeri Salatiga
 (e-mail) weaidin@gmail.com

Abstract. Adolescents are often perceived by parents and teachers as future rebels, risky, materialistic,
emotional, depressed, stubborn and rude. Furthermore, adolescents identical to storm and stress are
characterized by high volatility in the face of the problem itself. Teenagers who are close to the religious
life will be easier happier than those far from the religious life. This study aimed to explore the correlation
of spirituality and happiness in the late teens to the 2nd generation students of Muhammadiyah University
Tasikmalaya. This study uses bivariate correlational. Data retrieval through purposive sampling
techniques, the student of the 2nd course of study Guidance and Counseling University of
Muhammadiyah Tasikmalaya. The respondents of this study amounted to 53 people, consisting of 38
women and 15 men. The average age of respondents was 19.91 years, SD: 1.097. Spirituality has a
significant correlation with happiness in the late teens students of Muhammadiyah University
Tasikmalaya. The magnitude of the correlation is 0.673 (+ number), the higher the spirituality of the
higher happiness in adolescents. Spirituality has a role amounted to 45.2% against happiness.

Keyword : Spirituality, Happiness, Late Adolescene

Rekomendasi Citasi: Wahidin. (2017). Spritiualitas dan Happiness Pada Remaja Akhir serta Implikasinya dalam
Layanan Bimbingan dan Konseling. Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research, 1 (1), 57-66

Article History: Received on 12/15/2016; Revised on 12/24/2016; Accepted on 01/10/2017; Published Online:
01/16/2017. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which
permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
© 2017 Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research

Pendahuluan positif yang berperan dalam pembentukan


kesehatan manusia, seperti hope (harapan),
Kesehatan mental menjadi isu penting
awareness (kesadaran), optimist (optimis),
dalam psikologi, karena didalamnya terdapat
serta happiness (kebahagiaan). (Seligman
komponen pembentuk kesejahteraan manusia 2008; Sheldon & Lyubomirsky 2005).
(WHO, 1996). Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menegaskan, kesehatan mental sebagai Menurut Diener & Lucas (2009)
pondasi bagi kesejahteraan individu, dimana happiness berkaitan erat dengan kesejahteraan
individu menyadari kemampuan dirinya, dapat (well-being) bagi individu. Bahagia adalah
mengatasi tekanan hidup, dapat bekerja secara tujuan hidup (Lucas & Diener 2009; Seligman
produktif, serta berkonstribusi dalam 2008). Happiness merupakan suatu yang
kehidupan masyarakat. Kesehatan mental penting, karena membentuk perilaku positif
bukan kondisi negatif seperti kecemasan, (Diener & Chan 2011). Happiness tercipta dari
depresi, stress, dan mental disorder (Cheng & tiga komponen pokok, yakni (a) emosi positif,
Furnham 2002; Seligman 2008; Seligman & (b) kepuasan hidup, dan (c) tidak adanya emosi
Csikszentmihalyi 2000; Sheldon & negatif atau tekanan psikologis. (Andrews dan
Lyubomirsky 2005). Akan tetapi suatu kondisi Withey, 1978). Ryff (1989) menambahkan

57
Spiritualitas dan Happiness pada Remaja Akhir serta Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan
dan Konseling Wahidin

komponen keempat pembentuk happiness mempunyai tingkat aspirasi tinggi, tidak


yakni tujuan hidup. realistic bagi dirinya sendiri, dan bila
prestasinya tidak memenuhi harapan, akan
Kebahagiaan tidak hanya menjadi
timbul rasa tidak puas dengan diri sendiri dan
kajian psikologi semata, akan tetapi menjadi
bersikap menolak diri sendiri.
kajian dimensi kehidupan lainya, termasuk
agama. Islam menempatkan happiness sebagai Happiness pada masa remaja memiliki
salah satu tujuan hidup manusia, ini tercermin arti penting untuk menumbuhkan sikap optimis,
dari lafaz doa yang senantiasa diucapkan orang percaya diri, rasa senang, riang, ceria, dan
Islam, yakni memperoleh happiness nyaman (Seligman,2002). Happiness pada
(kebahagian) hidup di dunia dan kebahagiaan di remaja terbentuk karena adanya kesadaran diri
akhirat (QS. 2:201). Kristen dan Yahudi juga (self-awareness), sementara unsur pembentuk
sama, kedua agama tersebut menegaskan, kesadaran diri adalah konsep diri (self-concept),
kebahagiaan itu diperoleh dengan cara konsep diri berhubungan dengan kepercayaan
mengakui, bahwa hidup berasal dari dan milik diri (self-believe), kepercayaan diri ini
Tuhan (Pengkhotbah .2:24-25), kebahagian itu membentuk spiritualitas (Heitzman, 2010).
ketika orang takut kepada Tuhan, dan
Spiritualitas dapat dikonsepsikan
melangkah sesuai jalannya (Psalm 128).
dalam dua hal, yakni proses (process) dan
Dalam kehidupan ini, manusia akan keluaran (outcome). Proses mengacu pada
senantiasa mencari happiness dengan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam
cara. Happiness sejati terletak pada kegiatan praktis. Sementara outcome
kemampuan individu untuk mengelaborasikan menekankan pada awarness (kesadaran) dari
dirinya secara optimal, serta dapat kepercayaan (Heitzman, 2010). Kesadaran
mengaktualisasikan dirinya. Happiness tentang kepercayaan bersoasisasi dengan
merupakan pengalaman batin/spiritual, dimana pemahaman persepsi diri dan identitas yang
manusia dapat menikmati setiap detik dengan dimilikinya.
penuh cinta, rasa syukur, serta pengabdian
Universitas Muhammadiyah
kepada Tuhan. Dalam kerangka itu, maka setiap
Tasikmalaya merupakan salah satu perguruan
individu (termasuk remaja) berusaha untuk
tinggi dengan berlandaskan Islam dalam nuansa
memperoleh happiness dalam kehidupan.
akademisnya, karena perguruan tinggi ini
Remaja sering dipahami oleh orang tua berafiliasi dengan organisasi keagamaan
dan guru sebagai masa pemberontak, penuh terbesar kedua di Indonesia, yakni
risiko, materialistis, emosional, depresi, keras Muhammadiyah. Sendi-sendi kehidupan
kepala, dan kasar (Buchanan & Holmbeck, beragama sesuai koridor Islam ditekankan
1998). Lebih jauh lagi, remaja identik dengan dalam aktivitas kampus dan harus dilaksanakan
fase storm and stress (badai dan stress) yang oleh semua civita akademik, termasuk di
ditandai dengan tingginya gejolak dalam dalamnya adalah mahasiswa program studi
menghadapi masalah dirinya (Arnett, 1999; Bimbingan dan Konseling.
Santrock 2008). Kajian psikologi menempatkan
Mahasiswa merupakan fase transisi
masa remaja sebagai masa transisi dari anak ke
dari remaja akhir ke masa dewasa awal. Apabila
dewasa (Arnett, 1999). Pandangan yang
menggunakan definisi remaja menurut Hurlock
demikian menjadikan remaja sebagai pihak
(1980), maka remaja (adolescence) dapat
serba salah dalam menentukan jalan hidupnya.
dimaknai sebagai tumbuh menjadi dewasa
Satu sisi dituntut bersikap layaknya orang
dengan segala aspeknya, yang mencakup
dewasa, disisi lain kebebasanya masih
kematangan mental, emosional, sosial, dan
dibelenggu oleh orang lain. Dalam situasi yang
fisik. Hurlock memberikan batasan usia remaja
demikian, remaja akan sulit memperoleh
antara 13-18 tahun. Ada juga yang memberikan
happiness dalam kehidupanya.
batasan usia remaja antara 15-21 tahun
Menurut Hurlock (1980) remaja yang (Kartono, 1980), usia antara 12-22 tahun
penyesuaian dirinya buruk, cenderung tidak (Darajat, dan Santrock, 2008), usia antara 15-
bahagia sepanjang awal masa remaja. 20 tahun (WHO, 1974), dan usia
Ketidakbahagiaan remaja karena masalah pemuda/remaja antara 15-24 tahun
pribadi daripada masalah lingkungan. Ia (Sanderowitz & Paxman, 1985).

58
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH 
Vol.1, No.1, Januari 2017
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Wahidin

Berdasarkan perkembangan kognitif, tentang kepercayaan terhadap Tuhan / sebagai


fase remaja masuk dalam tahap formal kekuatan super bagian agama (Mahoney &
operational (formal operasional), dengan ciri Graci, 1999). Dalam pandangan ini spiritual
utama memiliki kemampuan berpikir abstrak diartikan sama dengan agama, karena
(Santrock, 2003). Remaja lebih reflektif menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan
daripada anak-anak. Remaja tidak melihat mistery, menyangkut hal-hal yang berhubungan
perwujudan identitas keagamaan dalam tingkah dengan mistery, keterhubungan, makna dan
laku individu namun lebih memperhatikan tujuan hidup, kekuatan super, dll. (Tanyi,
bukti keberadaan keyakinan dan pendirian 2002), (2) Spiritual dipakai secara terpisah
dalam diri seseorang. dalam konteks penelitian ilmiah, yang tidak
menggabungkan antara agama/keberagaam, (3)
Dalam konteks remaja Indonesia, yang
spritual dinilai/dimaknai dilihat sebagai sesuatu
hidup didalam masyarakat dengan nilai-nilai
yang lebih besar dari keberagamaan, (4)
religius sangat kuat, happiness menjadi sesuatu
Spiritual dipahami, diucapkan dalam bentuk
hal seharusnya diperoleh dengan mudah. Akan
agama/keberagamaan.
tetapi, apabila melihat fenomena remaja saat
ini, yang menganggap dirinya paling benar, Menurut Glock & Stark (2004),
bersikap dan bertindak tidak rasional, spiritualitas memiliki lima aspek, yaitu dimensi
emosional dan mudah menggunakan kekerasan, keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama,
cenderung bertindak seenaknya dan melanggar pengalaman dan konsekuensi. Dimensi
aturan, cenderung hidup dalam kelompok dan keyakinan mengindikasikan sejauh mana
berwawasan sempit, berpendirian tidak seseorang menerima hal-hal yang dogmatik
konsisten, mengalami konflik identitas, dalam agamanya, seperti tingkat keyakinannya
bersikap dan bertindak munafik, serta inggin terhadap Tuhan, takdir, surga, neraka, dan
mendapakan hasil tanpa kerja keras (Harian sebagainya. Dimensi praktik agama meliputi
Kompas, 05 April 2004) adalah suatu yang sejauh mana seseorang melakukan kewajiban-
sangat ironi. Lebih parah lagi, Pangkahila kewajiban ritual dalam agamanya, seperti
(2004) menyebut generasi remaja seperti di atas ibadah, berdoa, puasa, shalat dan sebagainya.
dengan sebutan generasi sakit. Sementara dimensi pengalaman (eksperiensial)
merupakan perasaan dan pengalaman yang
Dari latar belakang di atas, tentang
pernah dialami/dirasakan seseorang tentang
peran agama/spiritualitas dalam menciptakan
agamanya serta kedekatannya dengan Tuhan.
kebahagiaan pada umatnya, remaja Indonesia
Dimensi pengetahuan agama menyiratkan
yang hidup dengan nilai-nilai agama yang
pemahaman seseorang tentang ajaran-ajaran
sangat kuat, hingga label “generasi sakit”.
agama dalam kitab suci. Sementara itu dimensi
Disamping itu hasil penelitian tentang adanya
pengamalan (konsekuensial) menunjukkan
hubungan antara happiness dengan religi
sejauhmana perilaku seseorang dimotivasi oleh
dibeberapa negara, maka dalam hal ini perlu
ajaran agama di dalam kehidupan.
dilakukan penelitian untuk mengkonfirmasi
hasil penelitian yang sudah ada. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
Definisi Happiness
spiritualitas dengan happiness remaja akhir
pada mahasiswa angkatan ke-2 Universitas Happiness didefinisikan sebagai
Muhammadiyah Tasikmalaya. perasaan positif dan kegiatan positif tanpa
unsur paksaan serta adanya kemampuan
seseorang untuk merasakan emosi positif di
Kajian Teori masa lalu, masa depan dan masa sekarang
(Seligman, 2002). Happiness dan subjective
Definisi dan Makna Spiritualitas well-being merujuk pada perasaan positif (Carr,
Istilah agama, religiusitas, dan spiritual 2004), sebagai perasaan tenang, keadaan
memiliki hubungan yang sangat dekat. positif. Menurut Al-Qarni (2004) kebahagiaan
Hubungan ketiganya dapat digambarkan adalah keriangan hati karena kebenaran yang
sebagai berikut : (1) spiritual digunakan secara dihayatinya, kebahagiaan adalah kelapangan
bergantian dengan agama dan keberagamaan dada karena prinsip yang menjadi pedoman
(religiusitas). Spiritual merupakan pemikiran

59
Spiritualitas dan Happiness pada Remaja Akhir serta Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan
dan Konseling Wahidin

hidup, dan kebahagiaan adalah ketenangan hati Untuk menguji validitas instrument
karena kebaikan disekelilingnya. yang dibuat, maka dilakukan pengujian
terhadap 40 sampel remaja akhir (mahasiswa)
Berdasarkan perspektif etika, akar
yang bukan menjadi subjek penelitian.
kebahagiaan ada dua yakni mengejar
kesenangan dan menemukan makna hidup Kategori Rentang F Prosesntase
(Wang & Wong, 2013). Mengejar kesenangan Tinggi 148 - 43 81,1
bersifat jangka pendek, lazimnya dikenal 201
sebagai hedonisme (Kahnemen, Diener, &
Schwartz, 1999), sedangkan menemukan Sedang 94 - 147 10 18,9
makna hidup lebih dikenal sebagai Rendah 40 - 93 - -
eudaimonism, yakni menjalani hidup dengan
penuh makna serta sesuai hakikat tujuan akhir Jumlah 53
setiap individu (Deici & Ryan, 2008). Berdasarkan Pearson Correlation
menunjukkan bahwa setelah diuji validitas
ditemukan 5 item yang tidak valid karena
Metode Penelitian memperoleh rhitung < r tabel = 0,2372.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian Setelah dilakukan uji validitas, langkah
korelasional, yakni mencari hubungan antar selanjutnya adalah uji realibilitas. Hasil uji
variabel ya n g diteliti, dengan tujuan reabilitas diperoleh Alfa Crombach 0,864 pada
penelitian untuk mengetahui sejauh mana angkat spiritualitas dan 0,787 pada angket
variabel pada satu faktor berkaitan dengan happiness. Karena Alpha Crombach’s > 0,7
variasi pada faktor lainnya. Teknik maka, instrument dapat dikatakan reliabel dan
pengumpulan data menggunakan angket dapat dipakai dalam penelitian.
kuesioner. Angket dikembangkan sendiri oleh
peneliti dengan berdasar pada pemikiran Glock Penelitian ini melibatkan 53 responden,
& Stark (2004), untuk variabel spiritualitas, yang terdari dari 38 perempuan dan 15 laki-laki.
dengan lima indikator, yaitu dimensi Pengambilan data dilakukan menggunakan
keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, teknik purposive sampling, mahasiswa program
pengalaman dan konsekuensi. Sementara studi Bimbingan dan Konseling di Universitas
variable happiness diambil dari pemikiran Muhammadiyah Tasikmalaya tepatnya mereka
Seligmen (2002) dengan tiga indikator yaitu: yang sedang menempuh semester 3. Rata-rata
emosi positif kepuasan pada masa lalu, optimis usia responden adalah 19.91 tahun, dengan SD
akan masa depan dan kebahagiaan masa : 1,097. Masing-masing responden diberikan
sekarang. pertanyaan dua variable, yakni spiritualitas
(variable independent) dan happiness (variable
Jumlah item angket untuk variabel dependent). Teknik analisis menggungkan
spiritualitas berjumlah 40 item. Masing-masing corelational bivariat dengan alat bantu SPSS
indikator diatas diberi porsi yang berbeda-beda, ver. 17. Hipotesis penelitian ini adalah :
yakni : dimensi keyakinan (14 item), praktek
agama (11 item), pengetahuan agama (5 item), Ho : tidak terdapat hubungan yang positif
pengalaman (4 item) dan konsekuensi (6 item). antara spiritualitas dengan happiness
Sementara item angket untuk variabel pada remaja akhir.
happiness berjumlah 25 item. Sebaran item Ha : ada hubungan yang positif antara
masing-masing indikator adalah sebagai spiritualitas dengan happiness pada
berikut : emosi positif kepuasan pada masa lalu remaja akhir.
(11 item), optimis akan masa depan (7 item)
dan kebahagiaan masa sekarang (7 item).
Hasil Penelitian
Berdasarkan jenis kelamin dari sampel
yang dipakai (53 orang), maka sebanyak 38
orang (55,56%) adalah remaja perempuan,
sedangkan 15 orang (44,44%) adalah remaja

60
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH 
Vol.1, No.1, Januari 2017
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Wahidin

laki-laki. Berdasarkan kelompok usia,


responden berusia antara 18-20 tahun
Tabel 3 : Korelasi Pearson

Correlations
Spiritualitas Happiness Usia JenisKelamin
Spiritualitas Pearson Correlation 1 .673** .104 -.055
Sig. (2-tailed) .000 .458 .695
Sum of Squares and 6625.321 2920.736 24.13 -14.698
Cross-products 2
Covariance 127.410 56.168 .464 -.283
N 53 53 53 53
Happiness Pearson Correlation .673** 1 .025 -.198
Sig. (2-tailed) .000 .860 .155
Sum of Squares and 2920.736 2846.453 3.774 -34.660
Cross-products
Covariance 56.168 54.739 .073 -.667
N 53 53 53 53
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
berjumlah 43 orang (81,1%), dan responden
berusia antara 21-23 berjumlah 10 orang
(18,9%). Rata-rata (µ) spiritualitas mahasiswa
program BK angkatan kedua Universitas Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
Muhammadiyah Tasikmalaya adalah 156,89 nilai signifikan p-value sebesar 0,000 (< 0,005)
dengan Standar Deviasi : 11,29. Dari responden maka tolak hipotesis nol. Kesimpulanya ada
yang ada, sebanyak 43 orang (81,1%) memiliki hubungan antara spiritualitas dengan happiness
nilai ketegori spiritualitas tinggi, dan 10 orang pada remaja. Besarnya korelasi adalah 0,673
(18,9%) memiliki nilai dengan kategori (angka +), semakin tinggi spiritualitas maka
spiritualitas sedang. Hal ini sebagaimana dalam semakin tinggi happiness pada remaja.
tabel dibawah ini: Sedangkan hubungan antara
Tabel 1 : Kategorisasi Spiritualitas spiritualitas dengan jenis kelamin, dari tabel di
atas dapat dilihat bahwa nilai signifikan p-value
Sementara itu, rata-rata (µ) happiness
sebesar 0,695 (> 0,005) maka tidak tolak
mahasiswa program BK angkatan kedua
hipotesis nol. Kesimpulanya tidak ada
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya
hubungan antara spiritualitas dengan jenis
adalah 92,62 dengan Standar Deviasi : 7,39.
kelamin pada remaja. Demikian juga hubungan
Sebanyak sebanyak 25 orang (47,2%) memiliki
antara spiritualitas dan kelompok usia pada
nilai ketegori happiness tinggi dan 28 orang
remaja, bahwa nilai signifikan p-value sebesar
(52,8%) memiliki nilai kategori spiritualitas
sebesar 0,458 (> 0,005) maka tidak tolak
sedang. Hal ini sebagaimana dalam tabel
hipotesis nol. Kesimpulanya tidak ada
dibawah ini:
hubungan antara spiritualitas dengan kelompok
Tabel 2 : Kategorisasi Happiness usia pada remaja.
Sementara hubungan antara happiness
Kategori Rentang F Prosentase dengan jenis kelamin, dari tabel di atas dapat
Tinggi 93 - 126 25 47,2 dilihat bahwa nilai signifikan p-value sebesar
0,155 (> 0,005) maka tidak tolak hipotesis nol.
Sedang 59 - 92 28 52,8 Kesimpulanya tidak ada hubungan antara
Rendah 25 - 58 - - happiness dengan jenis kelamin pada remaja.
Demikian juga hubungan antara happiness dan
Jumlah 53

61
Spiritualitas dan Happiness pada Remaja Akhir serta Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan
dan Konseling Wahidin

kelompok usia, bahwa nilai signifikan p-value Pembahasan


sebesar sebesar 0,860 (> 0,005) maka tidak
Spiritualitas merupakan core yang
tolak hipotesis nol. Kesimpulanya tidak ada
hubungan antara happiness dengan kelompok memberikan arah dan gerak kehidupan, karena
usia pada remaja. didalamnya terdapat nilai-nilai yang diyakini
oleh individu. Spiritualitas berhubungan
Untuk mengetahui besarnya dengan happiness yaitu perasaan positif,
sumbangan spiritualitas terhadap happiness kegiatan positif tanpa unsur paksaan, serta
pada remaja akhir, Uji analisis regresi ini merasakan emosi positif di masa lalu, masa
dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. depan dan masa sekarang.
Tabel 4 Regresi Hasil penelitian ini sesuai dengan
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1287.590 1 1287.590 42.125 .000a
Residual 1558.863 51 30.566
Total 2846.453 52
a. Predictors: (Constant), Spiritualitas
b. Dependent Variable: Happiness
penelitian Seligman (2002) yang menyatakan
bahwa individu yang religius merasa lebih
Tabel di atas menunjukkan Fhitung
bahagia dan lebih puas terhadap kehidupannya
sebesar 42.125 dengan Ftabel sebesar 3.96.
dibandingkan dengan individu yang tidak
Dengan demikian nilai Fhitung > Ftabel. Hal ini
religius. Penelitian ini menunjukkan tidak ada
menunjukkan ada sumbangan variabel
perbedaan yang signifikan happiness antara
spiritualitas terhadap variabel happiness.
remaja laki-laki dan remaja perempuan. Hal ini
Untuk mengetahui besarnya sesuai dengan pernyataan Seligman (2002)
sumbangan spiritualitas terhadap happiness bahwa tingkat emosi rata-rata laki-laki dan
dapat dilihat pada tabel berikut: perempuan tidak banyak berbeda yang
Tabel 8 : Model Summaryb membedakan adalah perempuan cenderung
lebih bahagia daripada laki-laki. Demikian juga
Std. tidak ada hubungan antara happiness dengan
Error of kelompok usia remaja akhir. Hal ini disebabkan
R Adjust the rentang usia yang begitu pendek tidak
Squar ed R Estimat mempengaruhi perbedaan bagi masing-masing
Model R e Square e kelompok remaja. Hasil ini bertolak belakang
dengan Hurlock (1980) yang menyatakan
1 .6 .452 .442 5.529
bahwa remaja yang penyesuaian dirinya buruk,
7
cenderung paling tidak berbahagia sepanjang
3a
awal masa remaja.
a. Predictors: (Constant), Spiritualitas Merujuk makna happiness menurut
b. Dependent Variable: Happiness Seligman, setidaknya ada 3 aspek yang dapat
dijelaskan hubunganya dengan spiritualitas dan
Berdasarkan tabel di atas diketahui R happiness remaja akhir, yakni (1) emosi positif
square sebesar 0.452, ini berarti bahwa masa lalu, (2) emosi positif masa depan, dan (3)
spiritualitas memiliki peranan sebesar 45.2 % emosi positif masa sekarang. Emosi tentang
terhadap happiness. Selebihnya, yakni sebesar masa lalu dimulai dari ketenangan, kedamaian,
54.8 % adalah kemungkinan variabel lain kebanggaan dan kepuasan. Semua emosi
yang memiliki peranan terhadap perubahan tersebut sepenuhnya ditentukan oleh pikiran
happiness. seseorang tentang masa lalunya. Untuk
membawa kepada emosi positif masa lalu hal
yang dapat dilakukan adalah bersyukur dan

62
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH 
Vol.1, No.1, Januari 2017
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Wahidin

memaafkan. Bersyukur dapat menambah universal secara utuh (Babanazari, et all., 2012)
kepuasan hidup karena menambah intensitas maka remaja akan mudah mendapatkan
kesan dari kenangan yang baik tentang masa kebahagiaan pada masa depan.
lalu. Sedangkan memaafkan dapat mengubah
Sedangkan emosi positif masa
kepahitan menjadi kenangan yang positif, dan
sekarang merupakan keadaan yang berbeda
dengan demikian lebih memungkinkan untuk
dengan kebahagiaan masa lalu dan masa depan.
mencapai kebahagiaan dan kepuasan hidup
kebahagiaan dalam konteks masa sekarang
yang lebih besar. Bersyukur dan memaafkan
mencakup dua hal yang berbeda, yaitu
kesalahan adalah ajaran agama/spiritual yang
kenikmatan (pleasure) dan gratifikasi
bersifat universal. Bersyukurlah akan
(gratification). Kenikmatan memiliki
menambah nikmat, hal ini sebagaimana firman
komponen inderawi yang jelas dan komponen
Allah, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
emosi yang kuat, yang disebut dengan
pasti Kami akan menambah (nikmat)
perasaan-perasaan dasar (raw feels) seperti rasa
kepadamu, dan jika kamu mengingkari
senang, riang, ceria, dan nyaman
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
(Seligman,2002). Sementara menurut Argyle &
sangat pedih". (QS : 14:7). Demikian juga
Crossland (1987) terdapat tiga komponen
memaafkan kesalahan, menjadi domain
pembentuk happiness, meliputi (1) frekuensi
spiritualitas dan nilai universal dalam
suka cita positif; tingkat kepuasan; dan tidak
kehidupan. Islam sangat menekankan kepada
adanya perasaan negatif, seperti depresi dan
pemeluknya untuk menjadi orang yang mudah
kecemasan. Komponen satu dengan yang lainya
memaafkan kesalahan, hal ini sebagaimana
bersifat substitusi (saling melengkapi).
sabda Rosulullah "Maafkanlah kesalahan
orang-orang yang berbuat kesalahan niscaya Salah satu Faktor yang mempengaruhi
Allah akan melindungi kalian dari peristiwa kebahagiaan seseorang adalah spiritualitas atau
yang buruk. "(HR. Daud). agama. Individu yang memiliki spiritualitas
tinggi lebih mampu memaknai kejadian
Dalam konteks ini, remaja yang hidup
hidupnya secara positif sehingga hidupnya
dalam balutan spiritualitas, akan mudah
menjadi lebih bermakna, terhindar dari stres
bersyukur dan memaafkan kesalahan masa lalu,
dan depresi. (Selligman, 2005).
sehingga mereka berkesempatan mendapatkan
happiness dengan mudah. Disamping itu, Penggunaan agama dan spiritual dalam
dengan berpegang teguh pada emosi positif bidang psikologi, konseling semakin
masa lalu remaja akan senantiasa bergairan meningkat, karena agama menjadi bagian
dengan sesuatu yang sudah menjadi miliknya. penting dalam aspek multicultural (Fukuyama
Hal ini seperti yang dikemukan oleh Dieneer et dan Sevig, 2007). Agama merupakan salah satu
al., (2011) bahwa religiusitas memiliki kebutuhan manusia yang merupakan makhluk
hubungan dengan kebahagiaan subjektif. Hal religius, yang akan bertingkah laku sesuai
ini juga diperkuat oleh penelitian Francis, et. dengan agamanya. Secara psikologis, emosi
all., (2009), bahwa happiness pada remaja remaja akhir mulai stabil dan pemikirannya
dapat terwujud melalui dekat dengan religi mulai matang. Dalam kehidupan beragama,
(agama). Sillick & Cathcart (2013) juga remaja sudah melibatkan diri ke dalam
menemukan bahwa orientasi keagamaan kegiatan-kegiatan keagamaan. (Yusuf, 2004).
ekstrinsik berhubungan dengan kebahagiaan Meminjam istilah Fowler (1974) masa
dan memberikan dukungan dukungan sosial remaja masuk dalam kelompok individuating-
dalam peningkatan kesejahteraan. reflexive faith, suatu tahap keyakinan yang
Sementara itu, emosi positif masa muncul pada masa remaja akhir dan
depan mencakup keyakinan, kepercayaan, merupakan masa yang penting dalam
percaya diri, harapan dan optimisme. Kunci perkembangan identitas keagamaan. Untuk
kebahagian remaja apabila mereka mempunyai pertama kalinya dalam kehidupan remaja,
harapan dan optimisme di masa depan. Optimis individu memiliki tanggung jawab penuh atas
dan harapan ini sebagai pelecut agar individu keyakinan religius mereka. Selama masa
bergairah dalam mengejar kebahagiaan remaja akhir, individu menghadapi keputusan-
hidupnya. Dengan memaknai tujuan hidup keputusan pribadi serta mengevaluasi
secara sempurna, mengaplikasikan nilai-nilai

63
Spiritualitas dan Happiness pada Remaja Akhir serta Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan
dan Konseling Wahidin

pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam klarifikasi (self-discovery and clarification), (c)


pikiran mereka seputar agama. tambahan pendidikan dan pelatihan (additional
education and training), (d) peran (role), dan
Berdasarkan hasil penelitian ini,
(e) pengawasan (supervision).
diperoleh hasil bahwa spiritualitas memiliki
peranan sebesar 45.2 % terhadap happiness Hal yang dapat dilakukan dalam
remaja akhir. Ini menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling, yakni : pertama,
spiritualitas/religiusitas pada remaja perlu memberikan pelatihan konseling spiritual
berkontribusi besar dalam remaja memperoleh sebagai bagian dari profesi konseling. Kedua,
happiness. Angka 45,2% dapat dimaknai konselor perlu memiliki keseimbangan antara
separoh happiness pada remaja akhir pengetahuan akademik dan penemuan diri
ditentukan oleh factor spiritualitasnya, dengan pelatihan konseling spiritual. Ketiga,
sementara 54,8% dipengaruhi oleh factor- dibutuhkan supervisi dalam program pelatihan
faktor lain yang ada dalam kehidupan remaja, konseling spiritual. Keempat, lembaga
seperti keluarga, hubungan pertemanan, pendidikan perlu memberikan bekal kepada
ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. stafnya untuk mengikuti pelatihan atau
workshop tentang konseling spiritual agar
Dengan demikian, untuk menjadikan
program yang ada dapat terintegrasi dengan
remaja bahagia, langkah yang perlu dilakukan
baik.
adalah mendekatkan remaja pada
agama/spiritual, karena spiritual menawarkan Disamping itu, untuk internalisasi
kebahagiaan yang hakiki, tidak seperti bimbingan dan konseling spiritual di sekolah,
kebahagiaan yang diperoleh dengan jalan hal yang perlu dilakukan untuk membantu
sesaat. Kebahagiaan dalam dimensi spiritual perkembangan siswa adalah melalui dukungan
akan bertahan lebih lama, dari pada spiritual keluarga. Dalam konteks ini konselor
kebahagiaan yang dilakukan karena menuruti perlu diberikan pelatihan dalam
emosional semata, seperti hura-hura, foya-foya, mempraktikkan konseling untuk
begadang, dan lain sebagainya. mengembangkan kompetensi spiritual anak.
Dalam konteks bimbingan dan
konseling di Indonesia penerapan bimbingan
Implikasi dalam Layanan Bimbingan dan
dan konseling spiritual mutlak dilakukan,
Konseling
karena mayoritas penduduknya menganut
Dengan memahami arti penting agama. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
spiritualitas dan happiness dalam kehidupan yang komprehensif bagi konselor untuk
remaja, maka memberikan pelatihan tentang memahami spiritual siswanya. Pemberian mata
konseling spiritual bagi konselor sekolah kuliah yang berhubungan dengan konseling
merupakan suatu keharusan. Hal ini untuk spiritual sangat penting bagi mahasiwa jurusan
memperkuat yang dikemukakan oleh Watt bimbingan dan konseling. Memasukkan kode
(2001) bahwa, memberikan pelatihan konseling etik dan rambu-rambu dalam konseling
bagi siswa dengan memperhatikan spiritual spiritual dalam Asosisasi Bimbingan Konseling
dapat meningkatkakan kemampuan konselor Indonesia (ABKIN) atau Asosiasi Bimbingan
dalam memahami makna spiritual dalam Konseling Islam Indonesia (ABKII) merupakan
kehidupan klinnya. Disamping itu, dengan suatu keharusan.
menggunakan potensi spiritual dalam
konseling, akan lebih meningkatkan
kebahagian klienya, karena terdapat hubungan Simpulan
yang signifikan antara agama, spiritual dan
kebahagiaan psykologis (well-being). Spiritualitas memiliki hubungan yang
signifikan dengan happiness pada remaja akhir
Untuk memandu implikasi bimbingan di Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.
dan konseling dalam spiritualitas dan happiness Besarnya korelasi adalah 0,673 (angka +),
remaja, maka dapat menggunakan pola semakin tinggi spiritualitas maka semakin
sebagaimana dari hasil penelitian Henriksen., tinggi happiness pada remaja. Spiritualitas
dkk (2015), yakni : (a) pengembangan pribadi memiliki peranan sebesar 45.2 % terhadap
(personal development), (b) penemuan diri dan happiness. Selebihnya, yakni sebesar 54.8 %

64
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCH 
Vol.1, No.1, Januari 2017
Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Wahidin

adalah variabel lain yang berpengaruh Cheng, H., & Furnham, A. (2002). Personality,
terhadap perubahan happiness. Jenis kelamin peer relations, and self-confidence as
maupun kelompok usia pada remaja akhir tidak predictors of happiness and loneliness.
ada hubungan signifikan dalam spiritualitas Journal of Adolescence, 25(3), 327–339.
maupun happiness. Ini menandakan bahwa
Cicchetti, D., & Rogosch, F. A. (2002). A
spiritualitas maupun kebahagiaan pada remaja
developmental psychopathology
tidak dibatasi oleh jenis kelamin maupun
perspective on adolescence. Journal of
kelompok usia.
Consulting and Clinical Psychology, 70,
Implikasi bimbingan dan konseling 6-20. doi: 10.1037//0022-006X.70.1.6
dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan
Daradjat, Zakiyah. (2005). Ilmu Jiwa Agama.
bagi calon konselor sekolah untuk menguasai
Jakarta: Penerbit Bulan Bintang
tentang konsep dan pelaksanaan bimbingan dan
konseling spiritual. Pelaksanaan bimbingan dan Deici, E. L. & Ryan, R. M. (2008). Hedonia,
konseling spiritual diintegrasikan dengan euaimonia, well-being: An introduction.
bimbingan dan konseling yang ada di sekolah Journal of Happiness Studies, 9(1), 1-11.
maupun dalam ruang lingkup pendampingan Diener, E. Oishi, S. & Lucas, R. E. (2009).
keluarga. Subjective well-being: The science of
happiness and life satisfaction, in Lopez,
S. J. Snyder, C.R . (eds.), Oxford
Referensi handbook of positive psychology. 2nd ed.
Abu Dawud, Sunan Abi Daud, Beirut: Dar al- New York: Oxford university press, p.
Fikr, tt, Juz II. 187-194.
Al-Qarni, Aidh (2007). La Tahzan: Jangan Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith,
Bersedih, terj. Samson Rahman, H. L. (1999). Subjective well-being:
Jakarta; Qisthi Press Three decades of progress.
Psychological Bulletin, 125, 276-302.
Al-Qur’an,. (1978) Al-Qur’an dan doi: 10.1037/0033-2909.125.2.276
Terjemahan, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Penafsiran Al-Qur’an, Diener, E., Tay, L., Myers, D. G. (2011). The
Departemen gama RI., Jakarta,1978. religion paradox: If religion makes
people happy, why are so many
Andrews, F. M., & Withey, S. B. (1978). Social dropping out? Journal of Personality
indicator.s of well-being. New York: and Social Psychology, 101, 1278-
Argyle, M., & Crossland, J. (1987). Dimensions 1290.
of positive emotions. British Journal of
Fordyce, M. (1988). A review of research on
Social Psychology, 26, 127-137. the happiness measure: a sixty second
Arnett, J. J. (1999). Adolescent storm and stress index of happiness and mental health.
reconsidered. American Psychologist, Social Indicators Research, 20 (4), 355-
54, 317-326. doi: 10.1037/0003- 381
066X.54.5.317 Fowler, J. W. (1981). Stages of faith: The
Babanazari, L., Askari, P., & Honarmand, psychology of human development and
MM., (2012) Spiritual Intelligence and the quest for meaning. San Francisco:
Happiness for Adolescents in High Harper and Row.
School, Life Science Journal 2012: 9 Francis, LJ., Yablon, YB., & Robbins, M.,
(3) (2014) Religion and Happiness: a Study
Buchanan, C. M., & Holmbeck, G. N. (1998). among Female Undergraduate Students
Measuring beliefs about adolescent in Israel, Journal of Jewish Education
personality and behavior. Journal of Research, 2014 (7), 77-92.
Youth and Adolescence, 27, 607-627. Hurlock, Elizabeth. (1980). Psikologi
doi: 0.1023/A:1022835107795
Perkembangan. Jakarta. Erlangga
International Journal

65
Spiritualitas dan Happiness pada Remaja Akhir serta Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan
dan Konseling Wahidin

Kahneman, D., Diener, E., & Schwarz, N. psychology in practice. Hoboken, NJ:
(Eds.). (1999). Well-being: Foundations John Wiley & Sons, p. 127-145
of Hedonic Psychology. New York:
Sillick, W. J., & Cathcart, S. (2013). The
Russell Sage Foun-dation.
relationship between religiosity and
Lucas, R.E. & Diener, E. (2009). Personality happiness: The mediating role of
and subjective well-being. The science of purpose in life. Mental Health, Religion
wellbeing, 37, 75-102. & Culture, 17(5), 494-507.
Lucas, R.E. & Diener, E. (2009). Personality Stark, Rodney and Glock, Charles Y.
and subjective well-being. The science of American Piety: The nature of religious
wellbeing, 37, 75-102. commitment. Barkeley, Los Angeles,
London. University Of California Press
Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or
is it? Exploration of the meaning of Wang, M. & Wong, M. C. (2013). Happiness
psychological well-being. Journal of and leisure across countries: Evidence
Personality and Social Psychology, 57, from international survey data. Journal
1069-1 081. of Happi-ness Studies, 1-34.
Sales, J.M. & Irwin, C. E. Jr. (2009). Theories WHO (1996). Mental health of refugees.
of adolescent risk taking: the Geneva: World Health Organization in
biopsychosocial model. In: DiClemente, collaboration with the Office of the
R.J., Santelli, J.S. and Crosby, R.A. United Nations High Commissioner for
(eds.) Adolescent health. Understanding Refugees.
and preventing risk behaviors. San
Yusuf, Syamsu LN, M.Pd. (2004). Psikologi
Fransisc: Jossey-Bass, p. 32-50.
Belajar Agama. Pustaka bani quraisy
Santrock, J.W. (2008). Adolescence. 12th ed.
New York, USA: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Santrock, John W (2003) adolescence
:perkembangan remaja. Jakarta.
Erlangga
Seligman, M. (2002). Positive psychology,
positive prevention, and positive therapy.
In C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds.),
Handbook of positive psychology (pp. 3-
9). New York: Oxford Press.
Seligman, M. (2002). Positive psychology,
positive prevention, and positive therapy.
In C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds.),
Handbook of positive psychology (pp. 3-
9). New York: Oxford Press
Seligman, M. E. P. (2008). Positive health.
Applied psychology: an international
review, 15(1), 3-18.
Seligman, M. E., & Csikzentmihalyi, M.
(2000). Positive psychology: An
introduction. American Psychologist,
55(1), 5-14.
Sheldon, K. M. & Lyubomirsky, S. (2005).
Achieving sustainable new happiness:
Prospects, practices and prescriptions.
In: Linley, A. & Joseph, S. (eds), Positive

66

You might also like