Professional Documents
Culture Documents
OLEH
NIM : 10031181924002
Alamat Rumah : Dusun 1 Desa Bumi Kencana, Kec. Sungai Lilin, Kab.
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa
paksaan dari pihak manapun untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran atas pernyataan ini, saya bersedia
bertanggung jawab dengan segala risiko yang ada.
( Suyanto )
i
Surat Pernyataan
NIM : 10031181924002
Alamat Rumah : Dusun 1 Desa Bumi Kencana, Kec. Sungai Lilin, Kab.
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa
paksaan dari pihak manapun untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran atas pernyataan ini, saya bersedia
bertanggung jawab dengan segala risiko yang ada.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
2.1 Definisi...........................................................................................................3
3.1.1 Alat..........................................................................................................7
3.1.2 Bahan......................................................................................................7
iii
4.3 Pembahasan..................................................................................................12
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan proses produksi di dalam industri, telah
menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu
yang disebut iklim kerja, yang berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin.
Temperatur lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi
untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada pada kondisi
yang ekstrim .
Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan
dingin yang berada diluar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi. Persoalan
tentang bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah
ekstrim menjadi penting, mengingat kemampuan manusia untuk beradaptasi
sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian secara
umum kita dapat menentukan batas kemampuan manusia untuk beradaptasi
dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim dangan menentukan
rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan (Puspitasari, 2019).
Kemampuan manusia berdaptasi dengan temperatur secara umum dilihat
dari perubahan suhu tubuh. Manusia dianggap mampu beradaptasi dengan
perubahan temperatur lingkugan bila perubahan suhu tubuh tidak terjadi atau
perubahan suhu tubuh yang terjadi masih pada rentang yang aman. Sebagaimana
diketahui bahwa suhu tubuh harus berkisar 36o – 37o C. Walaupun banyak faktor
yang dapat menaikan suhu tubuh, tapi mekanisme dalam tubuh, membuat suhu
tetap stabil (Tayeb, 2020).
Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada suhu tubuh normal),
maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh karena tubuh
menerima panas dari lingkungan. Sedangkan hal yang sebaliknya terjadi, yaitu
bila suhu lingkungan rendah, maka panas tubuh akan keluar melalui evaporasi dan
ekspirasi sehingga tubuh dapat mengalami kehilangan panas (Dewi, 2016).
1
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2013 Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki makna perlindungan bagi tenaga kerja yang
merupakan aset penting dan berharga bagi organisasi dari terjadinya kecelakaan
kerja (KK) dan penyakit akibat kerja (PAK). Dilihat dari kondisi lain, masih
kurangnya kesadaran dari sebagian besar masyarakat perusahaan, baik pengusaha
maupun tenaga kerja akan arti pentingnya Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
merupakan hambatan yang sering dihadapi dalam perusahaan. Berdasarkan data
International Labour Organization (ILO) 2013, ditemukan bahwa di Indonesia
tingkat pencapaian penerapan kinerja K3 di perusahaan masih sangat rendah.
Dari data tersebut ternyata hanya sekitar 2% (sekitar 317 buah) perusahaan
yang telah menerapakan K3. Sedangkan sisanya sekitar 98% (sekitar 14.700 buah)
perusahaan belum menerapakan K3 secara baik . Berdasarkan data Jamsostek,
bahwa pengawasan K3 secara nasional masih belum berjalan secara optimal. Hal
ini dapat dilihat dari jumlah kecelakaan yang terjadi, dimana pada tahun 2008
terjadi kecelakaan sebanyak 58.600 kasus, tahun 2009 sebanyak 94.398 kasus,
tahun 2010 terjadi sebanyak 98.000 kasus, 1.200 kasus diantaranya
mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan tahun 2011 kecelakaan kerja
mencapai 99.491 kasus, namum umumnya, kecelakaan kerja yang terjadi
didominasi oleh kecelakaan lalu lintas sebanyak 40% kasus (Fridayanti, 2016).
Iklim kerja dapat mempengaruhi ekosistem, habitat binatang penular
penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara alamiah. Dengan
demikian hubungan antara iklim kerja dengan kejadian penyakit bisa terjadi
secara langsung dan tidak langsung. Efek langsung pemanasan lingkungan pada
kesehatan manusia misalnya adalah stress akibat kepanasan yang banyak
menimpa bayi, orang lanjut usia dan buruh-buruh yang melakukan pekerjaan berat
secara fisik.
Selain itu kenaikan temperatur lingkungan juga akan memperparah
dampak polusi udara diperkotaan dan meningkatkan kelembapan udara yang
berpengaruh terhadap individu dengan penyakit-penyakit kronis seperti penyakit
jantung, asma, bronkitis dan lain sebagainya (Nur Pahlevi, 2017).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut tekanan panas.
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak
ataupun tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (Tirta,
2020).
Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) adalah sebuah parameter untuk menilai
iklim kerja panas yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering,
Suhu Basah Alami dan Suhu Bola. ISBB ini menjadi nilai standar untuk
mencegah risiko dari stress panas (Kartika, 2017).
3
tekanan uap air, pergerakan udara, perubahan panas radiasi) dan faktor
pakaian.
2. Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi dengan keluhan
kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan pengaruh suhu ruangan
sangat rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit yang
terkenal yang disebut dengan chilblains, trench foot, dan frostbite.
Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat iklim kerja suhu
dingin dilakukan melalui seleksi pekerja yang sehat dan penggunaan
pakaian pelindung yang baik. Disamping itu, pemeriksaan kesehatan perlu
juga dilakukan secara periodik.
Reaksi setiap orang dengan orang lain berbeda-beda walaupun
terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Umur
Pada orang yang berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap cuaca
panas bila dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini
disebabkan karena pada orang usia lanjut kemampuan berkeringat
lebih lambat dibandingkan dengan orang muda dan kemampuan tubuh
untuk orang berusia lanjut dalam mengembalikan suhu tubuh menjadi
normal lebih lambat dibandingkan dengan orang yang berusia lebih
muda.
2. Jenis Kelamin
Pada iklim panas, kemampuan berkeringat laki-laki dan perempuan
hampir sama, tetapi kemampuan beraklimatisasi wanita tidak sebaik
laki-laki, wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada terhadap
suhu panas. Hal tersebut mungkin disebabkan kapasitas kardiovasa
pada wanita lebih kecil.
3. Kebiasaan Seorang
Tenaga kerja yang terbiasa dalam suhu panas akan lebih dapat
menyesuaikan diri dibandingkan tenaga kerja yang tidak terbiasa.
4
4. Ukuran Tubuh
Orang yang ukuran tubuh lebih kecil mengalami tekanan panas
yang relatif lebih besar tingkatannya karena adanya kapasitas kerja
maksimum yang lebih kecil. Sedangkan orang gemuk lebih mudah
meninggal karena tekanan panas dibandingkan orang yang kurus.
Hal ini karena orang yang gemuk mempunyai rasio luas permukaan
badan dengan berat badan lebih kecil di samping kurang baiknya
fungsi sirkulasi.
5. Aklimatisasi
Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian
diri seseorang terhadap lingkungan yang ditandai dengan menurunnya
frekuensi denyut nadi dan suhu mulut atau suhu badan akibat
pembentukan keringat. Aklimatisasi dapat diperoleh dengan bekerja
pada suatu lingkungan kerja yang tinggi untuk beberapa waktu yang
lama. Biasanya aklimatisasi terhadap panas tercapai sesudah dua
minggu bekerja di tempat itu.Sedangkan meningkatnya pembentukan
keringat tergantung pada kenaikan suhu (Darmawan, 2020).
Pengatura ISBB(°C)
n waktu Beban Kerja
kerja setiap Ringan Sedang Berat Sangat Berat
jam
75%-100% 31,0 28,0 - -
50%-75% 31,0 29,0 27,5 -
25%-50% 32,0 30,0 29,0 28,0
0%-25% 32,5 31,5 30,5 30,0
5
2.4 Dampak Kesehatan
Akibat iklim kerja yang tidak memenuhi Nilai Ambang Batas yang
berlaku, dapat menyebabkan dampak bagi kesehatan, antara lain seperti :
1. Dehidrasi
Penguapan yang berlebihan akan mengurangi volume darah dan pada
tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak akan kekurangan
oksigen.
2. Heat Rash
Yang paling umum adalah prickly heat yang terlihat sebagai papula
merah, hal ini terjadi akibat sumbatan kelenjar keringat dan retensi
keringat. Gejala bias berupa lecet terus-menerus dan panas disertai gatal
yang menyengat.
3. Heat Fatigue
Gangguan kemampuan motorik dalam kondisi panas. Gerakan tubuh
menjadi lambat, kurang waspada terhadap tugas. Diketahui bahwa stroke
panas dikaitkan dengan cedera beberapa jaringan organ akibat tidak hanya
dari efek sitotoksik panas, tetapi juga dari respon inflamasi dan koagulasi.
4. Heat Cramps
Kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida dalam darah
sampai di bawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau bersama dengan
kelelahan panas, kekejangan timbul secara mendadak.
5. Heat Exhaustion
Dikarenakan kekurangan cairan tubuh atau elektrolit. Gejala umum
dari kelelahan panas termasuk sakit kepala, lemah, pusing, mual, muntah,
diare, lekas marah, dan kehilangan koordinasi. Kulit mungkin tampak
pucat, dengan takikardia atau hipotensi.
6. Heat Sincope
Keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama penajanan panas
dan tanpa kenaikan suhu tubuh atau penghentian keringat (Nuvriasari,
2016)
6
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. ISBB/WBGT
3.1.2 Bahan
b. Aquabides
7
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Keterangan Instrumen Alat
Pasang probe sicram pada soket input yang ada dibagian atas
instrumen. Probe harus dipasang pada saat instrumen dalam keadaan
OFF, jika probe dipasang pada saat instrumen aktif maka probe tidak
terdeteksi
8
Untuk merubah satuan pengukuran ℃/ ⁰F/ ⁰K tekan tombol
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengukuran
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Iklim Kerja
10
4.2 Dokumentasi Hasil Pengukuran
11
Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Iklim Kerja diluar Ruangan
12
4.3 Pembahasan
Pengukuran iklim kerja dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di luar ruangan
dan di dalam ruangan. Alat yang digunakan untuk pengukuran iklim kerja adalah
WBGT dengan tipe alat HD 32,3. Pada hasil setiap pengukuran memunculkan
nilai Tn, Tg, T, WBGT out dan WBGT in dalam display alat, namun untuk
mengukur iklim kerja pada ruangan, nilai yang digunakan ialah WBGT in dan
WBGT out.
Menurut PERMENAKER No. 5 Tahun 2018, Nilai Ambang Batas iklim
kerja memiliki kategori sesuai dengan pengaturan waktu kerja pada setiap jam.
Pada praktikum iklim kerja kali ini, didapatkan perhitungan 50%, dengan rumus
total jam kerja dikurangi dengan total jam istirahat kemudian dibagi dengan total
jam kerja, dan dikali dengan seratus persen. Oleh karena itu, Nilai Ambang Batas
yang digunakan ialah dengan pengaturan waktu kerja 25%-50%. Untuk tingkat
beban kerja yang di gunakan ialah beban kerja ringan dan sedang.
Hasil pengukuran iklim kerja di dalam ruangan kelas B1.02, dilakukan
selama 3 menit. Namun, diasumsikan dengan waktu 4 jam kerja dan didapatkan
hasil pengukuran WBGT in sebesar 24,8 ℃, dan WBGT out 24,9 ℃. Jika
dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas menurut PERMENAKER No. 5 Tahun
2018 dan sesuai dengan perhitungan yang sudah dilakukan, maka untuk Nilai
Ambang Batas beban kerja ringan sebesar 32,0 ℃ dan 30,0 ℃. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa iklim kerja pada ruangan kelas B1.02 masih berada
pada range iklim kerja yang aman, dikarenakan hasil pengukuran menunjukkan
angka dibawah Nilai Ambang Batas.
Untuk pengukuran iklim kerja di luar ruangan, yaitu berlokasi di halaman
depan FKM UNSRI, dilakukan dengan waktu selama 3 menit dan diasumsikan
sama dengan waktu 4 jam kerja, dan didapatkan hasil pengukuran WBGT in
sebesar 32,9 ℃, dan WBGT out 32,7 ℃. Jika dibandingkan dengan Nilai
Ambang Batas menurut PERMENAKER No. 5 Tahun 2018 dan sesuai dengan
perhitungan yang sudah dilakukan, maka untuk Nilai Ambang Batas beban kerja
ringan sebesar 32,0 ℃ dan 30,0 ℃. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
iklim kerja di luar ruangan yang berlokasi di halaman belakang FKM UNSRI
13
berada pada iklim kerja yang tidak aman, dikarenakan hasil pengukuran
menunjukkan angka dibawah Nilai Ambang Batas. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa iklim kerja di luar ruangan tidak baik atau tidak aman bagi pekerja dengan
jangka waktu kerja yang relative panjang atau lama.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi iklim kerja menjadi panas,
hal tersebut disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi,
sinar matahari. Tempat kerja yang terpapar suhu panas dapat meningkatkan
peluang terjadinya masalah kesehatan kerja dan keamanan.
Jika permasalahan tersebut tidak ditangani maka akan beresiko bagi para
pekerja, terlebih lagi dengan jangka waktu yang lama. Dikarenakan, iklim kerja
diluar ruangan melebihi nilai ambang batas, maka akan timbul masalah-masalah
pada kesehatan pekerja seperti :
14
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan iklim kerja
yang berlebihan atau terlalu panas, cara tersebut seperti pengendalian teknik dan
pengendalian administratif. Berikut ialah cara pengendalian yang dapat dilakukan:
1. Pengendalian teknik
Merupakan usaha yang paling efektif untuk mengurangi pajanan
lingkungan panas yang berlebihan, dengan cara :
a. Mengurangi produksi panas metabolik dalam tubuh, Otomatisasi dan
mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan kerja fisik
para tenaga kerja.
b. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-benda
yang panas, dengan cara memberikan Isolasi/penyekat dan perisai.
c. Mengurangi bertambahnya panas konveksi. Kipas angin untuk
meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja yang panas.
d. Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban, dan
upaya lain untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi
kelembapan di lingkungan kerja.
e. Menjaga sirkulasi udara, Sirkulasi udara yang baik sangat penting
untuk menjaga kesehatan dan produktivitas di lingkungan kerja.
Sirkulasi udara yang baik juga dapat membantu menurunkan suhu
ruangan menjadi tidak terlalu panas. Membuka jendela dan pintu
secara rutin dan memasang ventilasi yang baik akan menjaga tingkat
produktivitas pada ruang kerja.
2. Pengendalian administratif
a. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja
yang penuh.
b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang
pendek tetapi sering dan rotasi tenaga kerja yang memadai.
c. Ruangan dengan penyejuk udara (AC) perlu disediakan untuk
memberikan efek pendinginan pada para tenaga kerja waktu istirahat.
d. Penyediaan air minum yang cukup (Darmawan, 2020).
15
BAB V
KESIMPULAN
16
dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas menurut PERMENAKER No.
5 Tahun 2018 dan sesuai dengan perhitungan yang sudah dilakukan, maka
untuk Nilai Ambang Batas beban kerja ringan sebesar 32,0 ℃ dan 30,0
℃. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa iklim kerja di luar ruangan
yang berlokasi di halaman belakang FKM UNSRI berada
5. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi iklim kerja menjadi panas,
hal tersebut disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu
radiasi, sinar matahari. Tempat kerja yang terpapar suhu panas dapat
meningkatkan peluang terjadinya masalah kesehatan kerja dan keamanan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Arie Kusumo 2017. Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian
Kompres Air Hangat Dengan Tepid Sponge Bath Pada Anak Demam.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1.
Nofianti, Diah Wahyu & Koesyanto, Herry 2019. Masa kerja, beban kerja,
konsumsi air minum dan status kesehatan dengan regangan panas pada
pekerja area kerja. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development), 3, 524-533.
Nur Pahlevi, Reicha. 2017. Pengaruh Cuaca Dan Lokasi Terhadap Tingkat
Infeksi Penyakit Surra (Trypanosomiasis) Pada Kerbau Di Kabupaten
Brebes. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Tirta, Andy 2020. Evaluasi Penerapan Permenaker No. 5 Tahun 2018 Di PT. Xyz
Pabrik Pengolahan Padi Dan Jagung Cabang Sumbawa Nusa Tenggara
Barat.
18