You are on page 1of 19

SEMINAR USUL PENELITIAN

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Nama Mahasiswa : Juan Sebastian Lambey

NIM 18101105073

Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Analisa Swamedikasi Kepada Pasien Di Klinik Rilan,


Kelurahan Girian Permai, Kecamatan Madidir, Kota Bitung

Komisi Pembimbing : 1. Gayatri Citraningtyas S.Farm., M.Si., Apt


2. Imam Jayanto S.Farm., M.Sc., Apt

Hari/Tanggal : 22 februari 2022

Pukul :13.00 - Selesai


Tempat : Zoom Meeting
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR USUL PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Juan Sebastian Lambey


NIM 18101105073
Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Analisa Swamedikasi Kepada Pembeli Di Klinik Rilan,


Kelurahan Girian Permai, Kecamatan Madidir, Kota Bitung

Yang bersangkutan telah layak untuk melaksanakan seminar usul penelitian pada tanggal
22 Februari 2022

Menyetujui:
Komisi Pembimbing,

Gayatri Citraningtyas, S.Farm., M.Si., Apt Imam Jayanto S.Farm.,


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Berdasarkan departemen kesehatan republik Indonesia tahun 2008, swamedikasi
harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami. Pelaksanaannya harus memenuhi
kriteria penggunaan obat yang rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis
obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat,
dan tidak adanya polifarmasi.
Berdasarkan data dari laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2012, terdapat 44,14% masyarakat Indonesia yang berusaha untuk melakukan pengobatan
sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga mencatat sejumlah 103.860 (35,2%)
rumah tangga dari 294.959 rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi.
Menurut departemen kesehatan republik Indonesia tahun 2006, dalam praktiknya,
kesalahan penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi, terutama karena
ketidaktepatan obat dan dosis obat. Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan.
Pada masa pandemi saat ini swamedikasi mempunyai peran penting terutama bagi
pasien yang melakukan isolasi mandiri. Dengan adanya swamedikasi masyarakat dapat
melakukan pengobatan sendiri tanpa harus ke rumah sakit dan pastinya tenaga kesehatan
terutama farmasis dapat membantu dalam swamedikasi. Sering kali masyarakat lebih
memilih apotek sebagai fasilitas kesehatan alternatif di banding pergi ke rumah sakit, klinik,
dan puskesmas. Pada masa seperti ini tenaga kesehatan terutama farmasis mempunyai peran
penting dalam swamedikasi karena seorang farmasis karena farmasis lah yang memberikan
bantuan, petunjuk, dan nasehat kepada masyarakat saat mereka melakukan pengobatan
mandiri terutama saat melakukan isolasi. (Pratiwi dkk, 2020)
Swamedikasi dapat menjadi salah satu sumber jika pasien mengalami kesalahan
pengobatan (medication error) di karenakan keterbatasan pengetahuan yang di masyarakat
terhadap obat dan cara penggunaannyaterutama karena ketidaktepatan obat dan dosis obat.
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu yang lama, dikhawatirkan dapat
menimbulkan risiko pada kesehatan (depkes,2006). Maka dari itu farmasis di tuntut agar
dapat memberikan informasi obat yang tepat agar masyarakat tidak salah dalam
menggunakan obat yang di swamedikasi.
Penelitian ini di ambil di klinik rilan kelurahan girian permao, kecamatan
madidir, kota bitung, klinik ini di pilih karena status dari klinik tersebut yaitu status klinik

1
pratama ini memungkinkan peneliti dapat mengambil data swamedikasi dari setiap pembeli
yang membeli obat dan memberikan swamedikasi. Di klinik rilan walau dalam penyampaian
swamedikasi cukup baik namun biasanya beberapa pembeli tidak terlalu mengerti dengan
apa yang disampaikan oleh farmasis, hal ini terjadi dikarenakan farmasis yang mencoba
menjelaskan swamedikasi kepada pembeli awam yang tidak terlalu mengerti Bahasa
Indonesia yang baku dan juga ada beberapa pembeli yang tidak bisa di yakinkan mengenai
mengenai penggunaan obat yang di sampaikan oleh farmasis masalah ini menyebababkan
terapi obat yang tidak tercapai, interaksi obat yang tidak di ketahui, dan penggunaan obat
yang tidak sesuai indikasi.
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka peneliti tertarik untuk
meneliti bagaimana kegiatan swamedikasi yang dilaksanakan di klinik rilan.

1.2. Rumusan masalah


Bagaimana Kegiatan Swamedikasi Yang Di Lakukan Kepada pembeli Di Klinik
Rilan?.
1.3. Tujuan
Tujuan Dari Penelitian Ini Sendiri Untuk Mengetahui Kegiatan Swamedikasi
Kepada Pasien Di Klinik Rilan.
1.4. Batasan penelitian
Penelitian ini hanya dibatasi pada kegiatan swamedikasi mengenai obat bebas,
obat bebas terbatas dan obat wajib apotek terhadap pembeli di apotek di klinik Rilan.
1.5. Manfaat penelitian
1. Bagi klinik
Hasil Penelitian Ini Dapat Menambah Wawasan Sebagai Informasi Agar
Dapat Meningkatkan Penyampaian Mengenai Swamedikasi Kepada Pembeli
Agar Penyampaian Swamedikasi Dapat Mencapai Tujuannya
2. Bagi institusi dan mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi dan
perpustakaan serta sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya. Hasil
penelitian ini juga dapat menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai
swamedikasi dan bagaimana pelayanan kesehatan di klinik agar menjadi bekal
ketika memasuki dunia kerja.

2
3. Bagi masyarakat
Masyarakat lebih mengetahui dan lebih mematuhi penyampaian farmasis
mengenai swamedikasi yang telah di beritahu farmasis mengenai penggunaan
obat ketika di beri petunjuk dan nasehat ketika meminum obat apalagi bagi
pembeli yang lanjut usia dan pembeli yang melakukan isolasi mandiri

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Swamedikasi
2.1.1 Pengertian swamedikasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes)
No.919/MENKES/PER/X/1993 swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang di
lakukan secara mandiri tanpa berkonsultasi kepada tenaga kesehatan atau tanpa
resep. Yang di maksud dari peraturan tersebut adalah upaya dari pasien untuk
mempelajari informasi mengenai obat yang sesuai dengan keluhan dari penyakitnya
kepada apoteker/farmasis.
2.1.2 Manfaat swamedikasi
Manfaat dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya
rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggung jawab akan memberikan
beberapa keuntungan yaitu, membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit
ringan yang tidak memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap
berjalan dan tetap produktif, menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang
biasanya mahal, dan meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga
menjadi lebih aktif dan peduli terhadap kesehatan diri (Vidyavati dkk, 2016).
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Swamedikasi
Praktek swamedikasi menurut World Health Organization (WHO) (1998)
dalam Zeenot (2013), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Faktor sosial ekonomi
Dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin
tinggi tingkat pendidikan dan semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi.
Dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan,
sehingga terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung terhadap
pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan.
b. Gaya hidup
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak dari gaya hidup
tertentu seperti menghindari merokok dan pola diet yang seimbang untuk
memelihara kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit.
c. Kemudahan memperoleh produk obat

4
Saat ini pasien dan konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang
bisa diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau
klinik.
d. Faktor kesehatan lingkungan
Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat serta
lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena penyakit.
e. Ketersediaan produk baru
Saat ini, semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai untuk
pengobatan sendiri. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal
sejak lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan ke
dalam kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri
semakin banyak tersedia.
2.1.4 Swamedikasi yang rasional
Swamedikasi yang benar harus diikuti dengan penggunaan obat yang rasional.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penggunaan obat rasional
mensyaratkan bahwa pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis mereka
atau peresepan obat yang sesuai dengan diagnosis, dalam dosis yang memenuhi
kebutuhan dan durasi yang tepat, untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya
terendah. Kriteria yang digunakan dalam penggunaan obat yang rasional adalah sebagai
berikut: (SIHFW, 2010).
a. Tepat Diagnosis
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam
proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal
dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan
pengobatan yang rasional. Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis
tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah (Depkes RI, 2007).
b. Tepat Pemilihan Obat
Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi yang sesuai dengan penyakit.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan obat menurut World Health Organization
(WHO) yaitu manfaat (efficacy), kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti
keamanan (safety), resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbang dengan manfaat
dan keamanan yang sama dan terjangkau oleh pasien (affordable),
5
kesesuaiaan/suittability (cost).Pasien swamedikasi dalam melakukan pemilihan obat
hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakan (Depkes RI, 2007).
c. Tepat Dosis
Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau
volume dan frekuensi pemberian obat untuk dicatat sesuai dengan umur dan berat badan
pasien. Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Pemberian dosis
yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit akan
sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (depkes, 2006).
d. Waspada Efek Samping
Pasien hendaknya mengetahui efek samping yang mungkin timbul pada
penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan serta mewaspadainya.
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (depkes, 2006).
e. Efektif, aman, mutu terjamin, dan harga terjangkau
Untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi. Apoteker sebagai
salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug
informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi (Depkes RI,
2006).
f. Tepat tindak lanjut (follow up)
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke
dokter (Depkes RI, 2007).
2.2. Obat Dalam Swamedikasi
2.3.1 Definisi Obat
Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh
semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,
meringankan, maupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007).
2.2.2 Penggolongan Obat dalam Swamedikasi
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung, toko obat dan apotek.
Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak
memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang
tertera pada kemasan. Hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman
dan efek samping yang ditimbulkan minimum. Karena semua informasi penting tertera
pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya. Tanda khusus pada obat bebas adalah

6
tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk golongan
obat bebas contohnya adalah analgetik-antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral
(BPOM, 2004).
2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat dibeli tanpa menggunakan
resep dokter. Golongan obat ini disebut juga obat W (Waarschuwing) yang artinya
waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat
aktifnya. Tanda khusus pada kemasan obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan
garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas
terbatas adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Tanda peringatan obat bebas terbatas


Obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat berizin yang dikelola oleh minimal asisten
apoteker dan harus dijual dengan kemasan aslinya. Hal ini disebabkan karena obat bebas
terbatas aman jika digunakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karena itu obat bebas terbatas
dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas.
Contoh obat bebas terbatas adalah obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, dan obat
yang mengandung antihistamin (Depkes, 2006).
3. Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek, dan
termasuk obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman dikonsumsi
bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini adalah
untuk melibatkan apoteker dalam praktik swamedikasi. OWA sendiri terdiri dari obat
oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas,
obat yang mempengaruhi sistem.

2.2.3 Kriteria obat yang digunakan dalam Swamedikasi


7
Obat yang diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria berikut (Permenkes
No. 919/Menkes/Per/X/1993).
1. Tidak dikontraindikasikan untuk pengguna pada wanita hamil, anak di bawah usia
2 tahun, dan orang tua diatas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang pravalensinya tinggi di indonesia.
5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
2.3. Klinik
2.3.1 Pengertian
Menurut PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2014 Klinik adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. Tenaga Kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Instalasi Farmasi adalah bagian dari Klinik yang bertugas menyelenggarakan,
mengoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi
serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Klinik.
2.3.2 Klinik Pratama
Klinik pratama adalah klinik yang menyediakan pelayanan medik, berupa
medik dasar oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum. Dari
perijinannya, klinik ini dapat dimiliki badan usaha atau juga perorangan. Klinik
pratama yang menyediakan fasilitas rawat inap, wajib untuk memiliki izin berupa
badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, klinik bisa dimiliki perorangan atau
badan usaha. Berdasarkan Permenkes RI No.9, 2014 untuk klinik yang menyediakan
fasilitas rawat inap, klinik wajib memiliki fasilitas diantaranya:
1. Ruang rawat inap sesuai kualifikasi
2. Memiliki setidaknya 5 bed dan paling banyak 10 bed, dan lama inap maksimal
5 hari.
3. Tenaga medis juga keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasi
8
4. Layanan laboratorium pada klinik pratama.
2.3.3 Kewajiban Klinik
Kewajiban klinik yang diatur dalam Permenkes RI No.9, 2014, yaitu:
1. Memberikan pelayanan aman, berkualitas, mengutamakan kepentingan pasien,
dan sesuai standar profesi, serta standar pelayanan dan standar prosedur
operasional
2. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai kemampuan tanpa
meminta uang muka terlebih dahulu atau dengan kata lain mengutamakan
kepentingan pasien
3. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan
4. Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional
5. Melakukan kendali atas mutu dan biaya
6. Memperoleh persetujuan tindakan medis
7. Menyelenggarakan rekam medis
8. Melakukan sistem rujukan
9. Menghormati hak pasien
10. Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai standar profesi, etika dan peraturan
undang-undang.
2.3.4 Kewajiban Penyelenggara Klinik
Penyelenggara dari sebuah klinik memiliki kewajiban yang diatur dalam
Permenkes RI No. 9, 2014, diantaranya:
1. Memiliki papan nama klinik
2. Daftar untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di klinik
berikut dengan nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)
atau Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk
apoteker
3. Melakukan pencatatan pada penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program pemerintah
sesuai dengan peraturan undang-undang.

2.4. Lokasi penelitian


2.4.1 Lokasi klinik
9
Klinik Rilan merupakan klinik rawat jalan yang menyelenggarakan
pelayanan medik dasar dan dikelola oleh perseorangan. Klinik Rilan terletak di Jl.
S.H Sarundajang RT. 07 Lingkungan III Kelurahan Girian Permai Kecamatan Girian
Kota Bitung. Tujuan berdirinya klinik ini yakni untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat sekitar. Klinik Rilan beroperasi setiap hari Senin – Sabtu
jam 09.00 – 20.00 WITA, dengan tim dokter yang selalu siap untuk melayani pasien,
dibantu oleh perawat, bidan dan tenaga administrasi.

2.4.2 Sumber Daya Manusia


a. Dokter Umum : dr. Ricardo Pakaya, M.Kes
dr. Cristie Yantri Laming
dr. Melati Jesica Parera
dr. Hendrik Yohanes Kaunang
b. Dokter Gigi : drg. Wulan Agnesia Panelewen, M.Kes
drg. Frieta Ritri Fieani Kaumbo
drg. Fernando Johanes Andries
drg. Indria Wiharningtias
c. Perawat : Inria Sakul, S.Kep
Villia Manegeng, A.Md.Kep
Dwi Afitya Ningsih, A.Md.Kep
d. Kebidanan : Wiwit Surya Ayuning Shinta, A.Md.Keb
e. Apoteker Pengelola Apotek : Steven A. Pamolango, S.Farm, Apt
f. Tenaga Teknis Kefarmasian : Riska, S.Farm
g. Administrasi : Ryan Dunggio, S.E
Patriksiana Claudia M. Kahiking, S.Sos
Kerin Jessica Karim, STR. Gz
h. Humas : Jack Bravie Mambu, S.I.Kom
i. Cleaning Service : Arni

2.4.3 Sarana Dan Prasarana

10
a. Fasilitas Lantai I

 Lahan Parkir
 Ruang Tunggu
 Ruang Pendaftaran & Administrasi
 Ruang Rekam Medik
 Ruang Periksa Dokter Umum
 Ruang Periksa Dokter Gigi 2 Dental Unit
 Ruang Instalasi Farmasi / Apotek
 WC
b. Fasilitas Lantai II

 Ruang Tindakan
 Ruang Baby, Kids & Mom Treatment
 Aula / Ruang Rapat / Pertemuan
 Dapur
 WC
c. Prasarana

 Instalasi listrik pintar PLN


 Air bersih dari PDAM
 Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
 Instalasi sanitasi

11
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat


Penelitian Ini Di Laksanakan Pada Bulan Februari 2022 Sampai Bulan April
2022 Apotek Klinik Rilan, kelurahan girian permai, Kecamatan Madidir, kota
Bitung.
3.2. Jenis Dan Rancangan Penelitian
Metode Penelitian Yang Di Gunakan Yaitu Metode Deskriptif Dengan
Pendekatan Kualitatif serta menggunakan tehnik pengambilan sampel yaitu
Accidental Sampling.
3.3. Alat Dan Bahan
A. Alat
alat yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis menulis untuk observasi
dan aplikasi pengambil gambar untuk dokumentasi kegiatan swamedikasi serta
program perangkat lunak IBM Statistics 25 SPSS.
B. Bahan
Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini merupakan hasil dari observasi
swamedikasi yang di lakukan di klinik rilan
3.4. Populasi Dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi penelitian ini merupakan pembeli di apotek klinik rilan, kecamatan
Madidir, kabupaten Bitung
b. Sampel
Sampel yang di gunakan merupakan hasil observasi langsung yang di lakukan
kepada pembeli di apotek klinik rilan. Pengambilan sampelnya menggunakan
Accidental Sampling dimana pembeli yang diobservasi telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
a) Kriteria Inklusi
1. Responden yang berusia ≥18 tahun,
2. Bersedia menjadi responden
3. Responden Membeli obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek
(OWA)
b) Kiteria eksklusi
1. Berprofesi sebagai tenaga kesehatan

12
2. Responden membeli obat bukan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib
apotek (OWA)
c. Besaran sampel
untuk menentukan sampel yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑒)2
Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang
masih bisa ditolerir; e=0,1
Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut:
Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar
Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah antara 10-
20 % dari populasi penelitian.
Populasi yang di gunakan peneliti dalam penelitian ini merupakan populasi
pembeli yang datang untuk membeli obat bebas, obat bebas tebatas dan obat wajib
apotek, populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1440 pembeli selama
sebulan, sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil
perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk mengetahui
sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut:
1440
𝑛=
1 + 1440(10)2
1440
𝑛= = 93.5
15.4

Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang menjadi responden dalam


penelitian ini di sesuaikan menjadi sebanyak 115 orang atau sekitar 8 persen dari
pembeli klinik rilan selama satu bulan, hal ini dilakukan untuk mempermudah
dalam pengolahan data dan untuk hasil pengujian yang lebih baik.
3.5. Metode Pengambilan Data

13
Peneliti melakukan pengambilan data menggunakan metode observasi langsung
pada saat penyampaian swamedikasi kepada pembeli sesuai dengan kriteria inklusi.
3.6. Definisi Operasional
1. Masyarakat sebagai responden dalam penelitian ini adalah setiap orang yang
datang membeli obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek (OWA) di
apotek klinik rilan kecamatan Madidir, kabupaten Bitung pada periode maret –
april 2022
2. Penyampaian swamedikasi dalam penelitian ini adalah pemberian informasi
mengenai obat tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan dalam hal ini dokter
ataupun tanpa resep
3. Pemahaman dalam dalam penelitian ini adalah pengertian dari pada responden
mengenai obat – obat yang di sampaikan farmasis melewati swamedikasi
4. Obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek (OWA) dalam penelitian
ini adalah obat - obat yang di berikan kepada pembeli tanpa resep dokter dan
tanpa konseling dari dokter, obat bebas memiliki fungsi untuk menurunkan
panas, nyeri, maupun batuk dan flu, obat bebas terbatas pun memiliki fungsi
yang sama namun obat ini memiliki tanda peringatan di setiap obat agar di
ketahui dimana tempat penggunaannya, sedangkan obat wajib apotek harus
membuat catatan pasien setelah obat telah diserahkan
5. Umur dalam penelitian ini adalah usia yang terhitung sejak lahir sampai usia
ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan.
6. Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah perbedaan antara laki- laki dengan
perempuan secara biologis sejak seseorang lahir.
7. Pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah pembeli yang datang untuk
membeli obat bebas,obat bebas terbatas dan obat wajib apotek di klinik rilan
kecamatan madidir, kabupaten bitung pada periode maret - april 2022.
3.7. Analisis Data
1. Reduksi data
Reduksi data dimana data yang didapatkan dari hasil wawancara,
survei kepuasan pelanggan, pengamatan langsung di lapangan, dan
sebagainya tentu memiliki bentuk yang kompleks. Semua data yang sudah
didapatkan kemudian dikelompokan dari data yang sangat penting, kurang
penting, dan tidak penting.
2. Penyajian Data

14
Penyajian data adalah proses menyajikan data dalam bentuk uraian
singkat, bagan, flowchart, dan sejenisnya. Sehingga data yang sajikan tidak
lagi berupa data mentah akan tetapi sudah menyajikan suatu informasi.
3. Penarikan kesimpulan
Proses menarik kesimpulan baru bisa dilakukan ketika semua data yang
variatif disederhanakan, disusun atau ditampilkan dengan memakai media
tertentu, baru kemudian bisa dipahami dengan mudah (Sugiyono, 2015)

15
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2004. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat Dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes), 2008, Pedoman Penggunaan Obat


Bebas dan Obat Bebas Terbatas, 3-13, 31, Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan,
Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012.
Pratiwi,Y, dkk. 2020. PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN SWAMEDIKASI
PADA PASIEN BPJS. STIKES Cendekia Utama Kudus. Vol. 3, No. 1, Januari
2020,69-70
RI, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.
SIHFW, 2010. Reading Material on Drug Store Managemen & Rational Drug Use for
Medical Officer, Nurse & Pharmacists. Rajasthan: State Institute of Health &
Family Welfare.
Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.

Vidyavati,S, dkk. 2016. Self Medication-Reasons, Risks and Benefits. International J. of


Healthcare and Biomedical Research, Volume: 04, Issue: 04, July 2016, 21-24.
WHO. 1998. The Role of the Pharmacist in SelfCare and Self Medication. Available from
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jwhozip32e/
Zeenot, Stephen. 2013. Pengelolaan&PenggunaanObatWajibApotek. D-MEDIKA
(Anggota IKAPI).

16
Lampiran 1
LEMBAR OBSERVASI DI KLINIK RILAN
No Variabel Ya Tidak
1 Pasien Datang Ke Apotek Dan Memberitahukan
Obat Yang Mau Dibeli
2 Farmasis Menanyakan Siapa Yang Sakit
3 Farmasis Menanyakan Gejala Yang Di Derita
4 Farmasis Obat Apa Yang Pernah Di Pakai
5 Farmasis Menanyakan Gejala Lain Yang Di
Alami Pasien
6 Farmasis Menanyakan Jika Pasien Memiliki
Alergi
7 Farmasis Menanyakan Jika Pasien Mengalami
Riwayat Penyakit Lain
8 Farmasis Menyarankan Obat Yang Sesuai
Dengan Gejala Pasien Jika Gejala Kurang Dari
Tiga Minggu
9 Farmasis Menyarankan Kedokter Jika Gejala
Lebih Dari Tiga Minggu
10 Farmasis Memberikan Konseling Mengenai
Obat Yang Disarankan
11 Farmasis Memonitoring/Menanyakan Kembali
Kepahaman Pasien

17

You might also like