You are on page 1of 19

SEMINAR USUL PENELITIAN

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Nama Mahasiswa : Juan Sebastian Lambey

NIM : 18101105073

Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Analisis Penyampaian Dan Pemahaman Swamedikasi


Terhadap Pasien Di Klinik Rilan

Komisi Pembimbing : 1. Gayatri Citraningtyas S.Farm., M.Si., Apt


2. Imam Jayanto S.Farm., M.Sc., Apt

Hari/Tanggal :

Pukul :
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR USUL PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Juan Sebastian Lambey


NIM : 18101105073
Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Analisis Penyampaian Dan Pemahaman Swamedikasi


Terhadap Pasien Di Klinik Rilan

Yang bersangkutan telah layak untuk melaksanakan seminar usul penelitian pada tanggal
…….

Menyetujui:
Komisi Pembimbing,

Gayatri Citraningtyas, S.Farm., M.Si., Apt Imam Jayanto S.Farm.,


M.Sc., Apt
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Berdasarkan departemen kesehatan republik Indonesia tahun 2008, swamedikasi


harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami. Pelaksanaannya harus memenuhi
kriteria penggunaan obat yang rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis
obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat,
dan tidak adanya polifarmasi.
Berdasarkan data dari laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2012, terdapat 44,14% masyarakat Indonesia yang berusaha untuk melakukan pengobatan
sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga mencatat sejumlah 103.860 (35,2%)
rumah tangga dari 294.959 rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi.
Menurut departemen kesehatan republik Indonesia tahun 2006, dalam praktiknya,
kesalahan penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi, terutama karena
ketidaktepatan obat dan dosis obat. Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan.
Pada masa pandemi saat ini swamedikasi mempunyai peran penting terutama bagi
pasien yang melakukan isolasi mandiri. Dengan adanya swamedikasi masyarakat dapat
melakukan pengobatan sendiri tanpa harus ke rumah sakit dan pastinya tenaga kesehatan
terutama farmasis dapat membantu dalam swamedikasi. Sering kali masyarakat lebih
memilih apotek sebagai fasilitas kesehatan alternatif di banding pergi ke rumah sakit, klinik,
dan puskesmas. Pada masa seperti ini tenaga kesehatan terutama farmasis mempunyai peran
penting dalam swamedikasi karena seorang farmasis karena farmasis lah yang memberikan
bantuan, petunjuk, dan nasehat kepada masyarakat saat mereka melakukan pengobatan
mandiri terutama saat melakukan isolasi. (Pratiwi dkk, 2020)
Swamedikasi dapat menjadi salah satu sumber jika pasien mengalami kesalahan
pengobatan (medication error) di karenakan keterbatasan pengetahuan yang di masyarakat
terhadap obat dan cara penggunaannyaterutama karena ketidaktepatan obat dan dosis obat.
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu yang lama, dikhawatirkan dapat
menimbulkan risiko pada kesehatan (depkes,2006). Maka dari itu farmasis di tuntut agar
dapat memberikan informasi obat yang tepat agar masyarakat tidak salah dalam
menggunakan obat yang di swamedikasi.
1
Penelitian di ambil di klinik rilan di kota bitung, klinik ini di pilih sebab salah satunya
merupakan status dari klinik tersebut yaitu status klinik pratama ini memungkinkan peneliti
dapat mengambil data swamedikasi dari setiap pembeli yang mmbeli obat dan memberikan
swamedikasi. Di klinik rilan walau dalam penyampaian swamedikasi cukup baik biasanya
beberapa pembeli tidak terlalu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh farmasis, hal ini
terjadi dikarenakan farmasis yang mencoba menjelaskan swamedikasi kepada pembeli
awam yang tidak terlalu mengerti Bahasa Indonesia yang baku dan juga ada beberapa
pembeli yang tidak bisa di yakinkan mengenai mengenai penggunaan obat yang di
sampaikan oleh farmasis masalah ini menyebababkan terapi obat yang tidak tercapai,
interaksi obat yang tidak di ketahui, dan penggunaan obat yang tidak sesuai indikasi.
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka peneliti tertarik untuk
meneliti bagaimana penyampaian dan pemahaman pembeli di apotek klinik rilan.

1.2. Tujuan
tujuan dari penelitian ini sendiri untuk menganalisa penyampaian dan pemahaman
pembeli mengenai swamedikasi yang telah di beritahukan oleh farmasis.

1.3. Rumusan masalah

Seberapa paham pembeli di apotek klinik rilan mengenai penyampaian swamedikasi


yang telah di beritahukan farmasis?.

1.4. Batasan penelitian


Penelitian ini hanya dibatasi pada penyampaian informasi obat dan pemahan pasien di
apotek di klinik Rilan.

1.5. Manfaat penelitian

1. Bagi klinik
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan sebagai informasi agar dapat
meningkatkan penyampaian mengenai swamedikasi kepada pembeli agar
penyampaian swamedikasi dapat mencapai tujuannya

2
2. Bagi institusi dan mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi dan
perpustakaan serta sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya. Hasil
penelitian ini juga dapat menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai
swamedikasi dan bagaimana pelayanan kesehatan di klinik agar menjadi bekal
ketika memasuki dunia kerja.

3. Bagi masyarakat
Masyarakat lebih mengetahui dan lebih mematuhi penyampaian farmasis
mengenai swamedikasi yang telah di beritahu farmasis mengenai penggunaan
obat ketika di beri petunjuk dan nasehat ketika meminum obat apalagi bagi
pasien yang lanjut usia dan pasien yang melakukan isolasi mandiri

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Swamedikasi
2.1.1 Pengertian swamedikasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) No.919/MENKES/PER/X/1993


swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang di lakukan secara mandiri tanpa
berkonsultasi kepada tenaga kesehatan atau tanpa resep. Yang di maksud dari peraturan
tersebut adalah upaya dari pasien untuk mempelajari mengenai informasi obat yang sesuai
dengan keluhan dari penyakitnya kepada apoteker/farmasis.

2.1.2 Manfaat swamedikasi

Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya


rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggung jawab akan memberikan beberapa
keuntungan yaitu, membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak
memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif,
menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang biasanya mahal, dan meningkatkan

3
kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap
kesehatan diri (Vidyavati dkk, 2016).

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Swamedikasi

Praktek swamedikasi menurut World Health Organization (WHO) (1998) dalam


Zeenot (2013), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor sosial ekonomi, gaya
hidup, kemudahan memperoleh produk obat, faktor kesehatan lingkungan, dan ketersediaan
produk.

a. Faktor sosial ekonomi


Dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin
tinggi tingkat pendidikan dan semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi.
Dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan,
sehingga terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung terhadap
pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan.

b. Gaya hidup
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak dari gaya hidup
tertentu seperti menghindari merokok dan pola diet yang seimbang untuk
memelihara kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit (WHO, 1998).

c. Kemudahan memperoleh produk obat


Saat ini pasien dan konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang
bisa diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau
klinik.

d. Faktor kesehatan lingkungan


Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat serta
lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena penyakit.

e. Ketersediaan produk baru

4
Saat ini, semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai untuk
pengobatan sendiri. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal
sejak lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan ke
dalam kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri
semakin banyak tersedia.

2.1.4 Swamedikasi yang rasional

Swamedikasiyang benar harus diikuti dengan penggunaan obat yang rasional.


World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penggunaan obat rasional
mensyaratkan bahwa pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis
mereka atau peresepan obat yang sesuai dengan diagnosis, dalam dosis yang memenuhi
kebutuhan dan durasi yang tepat, untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya
terendah. Kriteria yang digunakan dalam penggunaan obat yang rasional adalah
sebagai berikut (SIHFW, 2010).

a. Tepat Diagnosis
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam
proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal
dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan
pengobatan yang rasional. Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis
tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah (Depkes RI, 2007).

b. Tepat Pemilihan Obat


Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi yang sesuai dengan penyakit.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan obat menurut World Health Organization
(WHO) yaitu manfaat (efficacy), kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti
keamanan (safety), resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbang dengan manfaat
dan keamanan yang sama dan terjangkau oleh pasien (affordable),
kesesuaiaan/suittability (cost).Pasien swamedikasi dalam melakukan pemilihan obat
hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakan (Depkes RI, 2007).

c. Tepat Dosis

5
Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau
volume dan frekuensi pemberian obat untuk dicatat sesuai dengan umur dan berat badan
pasien. Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Pemberian dosis
yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit akan
sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (depkes, 2006).

d. Waspada Efek Samping


Pasien hendaknya mengetahui efek samping yang mungkin timbul pada
penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan serta mewaspadainya.
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (depkes, 2006).

e. Efektif, aman, mutu terjamin, dan harga terjangkau


Untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi. Apoteker sebagai
salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug
informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi (Depkes RI,
2006).

f. Tepat tindak lanjut (follow up)


Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke
dokter (Depkes RI, 2007).

2.2. Obat Dalam Swamedikasi


2.3.1 Definisi Obat
Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua
makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun
menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007).

2.2.2 Penggolongan Obat dalam Swamedikasi


1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung, toko obat dan apotek.
Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak
memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang
tertera pada kemasan. Hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman
6
dan efek samping yang ditimbulkan minimum. Karena semua informasi penting tertera
pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya. Tanda khusus pada obat bebas adalah
tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk golongan
obat bebas contohnya adalah analgetik-antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral
(BPOM, 2004).
2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat dibeli tanpa menggunakan
resep dokter. Golongan obat ini disebut juga obat W (Waarschuwing) yang artinya
waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat
aktifnya. Tanda khusus pada kemasan obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan
garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas
terbatas adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Tanda peringatan obat bebas terbatas


Obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat berizin yang dikelola oleh minimal asisten
apoteker dan harus dijual dengan kemasan aslinya. Hal ini disebabkan karena obat bebas
terbatas aman jika digunakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karena itu obat bebas terbatas
dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat luas.
Contoh obat bebas terbatas adalah obat batuk, obat flu, obat pereda rasa nyeri, dan obat
yang mengandung antihistamin (Depkes, 2006).

3. Obat Wajib Apotek (OWA)


Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek, dan
termasuk obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman dikonsumsi
bila sudah melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini adalah
untuk melibatkan apoteker dalam praktik swamedikasi. OWA sendiri terdiri dari obat

7
oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas,
obat yang mempengaruhi sistem

2.2.3 Kriteria obat yang digunakan dalam Swamedikasi


Obat yang diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria berikut (Permenkes No.
919/Menkes/Per/X/1993).
1. Tidak dikontraindikasikan untuk pengguna pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun, dan orang tua diatas 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada


kelanjutan penyakit.

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.

4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang pravalensinya tinggi di


indonesia.

5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat


dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

2.3. Klinik
2.3.1 Pengertian
menurut PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2014 Klinik adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Instalasi Farmasi adalah bagian dari Klinik
yang bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Klinik.

2.3.2 Klinik Pratama


Klinik pratama adalah klinik yang menyediakan pelayanan medik, berupa medik dasar
oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum. Dari perijinannya, klinik ini
dapat dimiliki badan usaha atau juga perorangan. Klinik pratama yang menyediakan fasilitas
8
rawat inap, wajib untuk memiliki izin berupa badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik,
klinik bisa dimiliki perorangan atau badan usaha. Berdasarkan Permenkes RI No.9, 2014
untuk klinik yang menyediakan fasilitas rawat inap, klinik wajib memiliki fasilitas
diantaranya:
1. Ruang rawat inap sesuai kualifikasi
2. Memiliki setidaknya 5 bed dan paling banyak 10 bed, dan lama inap maksimal 5 hari.
3. Tenaga medis juga keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasi
4. Layanan laboratorium pada klinik pratama.

2.3.3 Kewajiban Klinik


Kewajiban klinik yang diatur dalam Permenkes RI No.9, 2014, yaitu:
1. Memberikan pelayanan aman, berkualitas, mengutamakan kepentingan pasien, dan
sesuai standar profesi, serta standar pelayanan dan standar prosedur operasional
2. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai kemampuan tanpa
meminta uang muka terlebih dahulu atau dengan kata lain mengutamakan
kepentingan pasien
3. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan
4. Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional
5. Melakukan kendali atas mutu dan biaya
6. Memperoleh persetujuan tindakan medis
7. Menyelenggarakan rekam medis
8. Melakukan sistem rujukan
9. Menghormati hak pasien
10. Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai standar profesi, etika dan peraturan
undang-undang.

2.3.4 Kewajiban Penyelenggara Klinik


Penyelenggara dari sebuah klinik memiliki kewajiban yang diatur dalam
Permenkes RI No. 9, 2014, diantaranya:
1. Memiliki papan nama klinik
2. Daftar untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di
klinik berikut dengan nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin

9
Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA) untuk apoteker
3. Melakukan pencatatan pada penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program pemerintah
sesuai dengan peraturan undang-undang.

2.4. Lokasi penelitian


2.4.1 Lokasi klinik
Klinik Rilan merupakan klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar dan dikelola oleh perseorangan. Klinik Rilan terletak di Jl. S.H Sarundajang RT. 07
Lingkungan III Kelurahan Girian Permai Kecamatan Girian Kota Bitung. Tujuan berdirinya
klinik ini yakni untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar. Klinik
Rilan beroperasi setiap hari Senin – Sabtu jam 09.00 – 20.00 WITA, dengan tim dokter yang
selalu siap untuk melayani pasien, dibantu oleh perawat, bidan dan tenaga administrasi.

2.4.2 Sumber Daya Manusia


a. Dokter Umum : dr. Ricardo Pakaya, M.Kes
dr. Cristie Yantri Laming
dr. Melati Jesica Parera
dr. Hendrik Yohanes Kaunang
b. Dokter Gigi : drg. Wulan Agnesia Panelewen, M.Kes
drg. Frieta Ritri Fieani Kaumbo
drg. Fernando Johanes Andries
drg. Indria Wiharningtias
c. Perawat : Inria Sakul, S.Kep
Villia Manegeng, A.Md.Kep
Dwi Afitya Ningsih, A.Md.Kep
d. Kebidanan : Wiwit Surya Ayuning Shinta, A.Md.Keb
e. Apoteker Pengelola Apotek : Steven A. Pamolango, S.Farm, Apt
f. Tenaga Teknis Kefarmasian : Riska, S.Farm
g. Administrasi : Ryan Dunggio, S.E
Patriksiana Claudia M. Kahiking, S.Sos
Kerin Jessica Karim, STR. Gz

10
h. Humas : Jack Bravie Mambu, S.I.Kom
i. Cleaning Service : Arni

2.4.3 Sarana Dan Prasarana


a. Fasilitas Lantai I

 Lahan Parkir

 Ruang Tunggu

 Ruang Pendaftaran & Administrasi

 Ruang Rekam Medik

 Ruang Periksa Dokter Umum

 Ruang Periksa Dokter Gigi 2 Dental Unit

 Ruang Instalasi Farmasi / Apotek

 WC

b. Fasilitas Lantai II

 Ruang Tindakan

 Ruang Baby, Kids & Mom Treatment

 Aula / Ruang Rapat / Pertemuan

 Dapur

 WC

c. Prasarana

 Instalasi listrik pintar PLN

 Air bersih dari PDAM

 Pencegahan dan penanggulangan kebakaran

 Instalasi sanitasi

11
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini di laksanakan pada bulan maret 2022 sampai bulan april 2022 apotek
klinik rilan, kecamatan Madidir, kabupaten Bitung.

3.2. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Metode Penelitian yang di gunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan simple random sampling
3.3. Alat Dan Bahan
A. Alat
alat yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis menulis untuk
wawancara, dan aplikasi perekam serta aplikasi pengambil gambar untuk
dokumentasi.
B. Bahan
Bahan yang di gunakan data primer dan data sekunder merupakan data yang
di dapatkan peneliti saat melakukan wawancara, sedangkan data sekunder diambil
dari observasi langsung dalam penyampaian swamedikasi

3.4. Populasi Dan Sampel Penelitian


a. Populasi
Populasi penelitian ini merupakan pembeli di apotek klinik rilan, kecamatan
Madidir, kabupaten Bitung
b. Sampel
Sampel yang di gunakan merupakan hasil wawancara dan observasi langsung
yang di lakukan kepada pembeli di apotek klinik rilan. Pengambilan sampelnya
menggunakan simple random sampling dimana responden yang diambil telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a) Kriteria Inklusi

1. Responden yang berusia ≥18 tahun,

2. Bersedia menjadi responden

12
3. Responden Membeli obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib
apotek (OWA)

b) Kiteria eksklusi

1. Berprofesi sebagai tenaga kesehatan

2. Responden membeli obat bukan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat
wajib apotek (OWA)

3.5. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan menggunakan
pedoman wawancara yang telah di persiapkan terlebih dahulu. Selain melewati
wawancara penelitian ini juga di dukung dengan observasi langsung saat
penyampaian swamedikasi.

3.6. Definisi Operasional


1. Masyarakat sebagai responden dalam penelitian ini adalah setiap orang yang
datang membeli obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek (OWA)
di apotek klinik rilan kecamatan Madidir, kabupaten Bitung pada periode
maret – april 2022
2. Penyampaian swamedikasi dalam penelitian ini adalah pemberian informasi
mengenai obat tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan dalam hal ini
dokter ataupun tanpa resep
3. Pemahaman dalam dalam penelitian ini adalah pengertian dari pada
responden mengenai obat – obat yang di sampaikan farmasis melewati
swamedikasi
4. Obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek (OWA) dalam
penelitian ini adalah obat – obat yang dapat di beli di apotek tanpa harus
menggunakan resep dokter
5. Umur dalam penelitian ini adalah usia yang terhitung sejak lahir sampai usia
ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan.
6. Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah perbedaan antara perempuan
dengan laki- laki secara biologis sejak seseorang lahir.

13
7. Pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah pembeli yang datang ke
apotek klinik rilan kecamatan madidir, kabupaten bitung pada periode maret
- april 2022.

3.7. Analisis Data

1. Reduksi data
Reduksi data dimana data yang didapatkan dari hasil wawancara,
survei kepuasan pelanggan, pengamatan langsung di lapangan, dan
sebagainya tentu memiliki bentuk yang kompleks. Semua data yang sudah
didapatkan kemudian dikelompokan dari data yang sangat penting, kurang
penting, dan tidak penting.

2. Penyajian Data
Penyajian data adalah proses menyajikan data dalam bentuk uraian
singkat, bagan, flowchart, dan sejenisnya. Sehingga data yang sajikan tidak
lagi berupa data mentah akan tetapi sudah menyajikan suatu informasi.
3. Penarikan kesimpulan
Proses menarik kesimpulan baru bisa dilakukan ketika semua data yang
variatif disederhanakan, disusun atau ditampilkan dengan memakai media
tertentu, baru kemudian bisa dipahami dengan mudah (Sugiyono, 2015)

14
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2004. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat Dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes), 2008, Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas, 3-13, 31, Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan,
Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012.

Pratiwi,Y, dkk. 2020. PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN SWAMEDIKASI


PADA PASIEN BPJS. STIKES Cendekia Utama Kudus. Vol. 3, No. 1, Januari
2020,69-70
RI, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.
SIHFW, 2010. Reading Material on Drug Store Managemen & Rational Drug Use for
Medical Officer, Nurse & Pharmacists. Rajasthan: State Institute of Health &
Family Welfare.

Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.


Vidyavati,S, dkk. 2016. Self Medication-Reasons, Risks and Benefits. International J. of
Healthcare and Biomedical Research, Volume: 04, Issue: 04, July 2016, 21-24.
WHO. 1998. The Role of the Pharmacist in SelfCare and Self Medication. Available from
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jwhozip32e/

Zeenot, Stephen. 2013. Pengelolaan&PenggunaanObatWajibApotek. D-MEDIKA


(Anggota IKAPI).

15
Lampiran 1

Pedoman wawancara

Biodata yang di wawancara

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan Terakhir :

Tanggal Wawancara :

DAFTAR PERTANYAAN

Penyampaian

1. Apa yang pertama kali farmasis/apoteker tanyakan saat memberitahu obat


yang ingin di beli?
2. Apa sajakah pertanyaan yang di ajukan farmasis/apoteker pada saat
membeli obat yang di beri tahu?
3. Hal – hal apa saja yang di sampaikan farmasis/apoteker mengenai obat
yang ingin di beli?
4. Menurut bapak/ibu, bagaimanakah penyampaian informasi obat yang di
sampaikan farmasis/apoteker?
5. Apakah farmasis/apoteker, menanyakan kembali bila bapak/ibu sudah
paham mengenai obat yang telah di sampaikan?

Pemahaman

1. Dari penyampaian farmasis/apoteker, apakah bapak/ibu telah


menerapkannya ketika melakukan pengobatan?
2. (ditanya jika bersama wali) apakah bapak/ibu menasehati kerabat keluarga
anda ketika melakukan pengobatannya?
3. Sudah berapa kali bapak/ibu membeli obat yang tersebut?
4. Apakah bapak/ibu sudah paham mengenai ketepatan dalam mengonsumsi
obat yang telah di sampaikan?

16
5. Dalam penerapannya apakah bapak/ibu mengonsumsi obat dengan dosis
yang tepat,indikasi yang tepat, dan diagnosis yang tepat?

Lampiran 2
LEMBAR OBSERVASI DI KLINIK RILAN
No Variabel Ya Tidak
1 Pasien Datang Ke Apotek Dan Memberitahukan
Obat Yang Mau Dibeli
2 Farmasis Menanyakan Siapa Yang Sakit
3 Farmasis Menanyakan Gejala Yang Di Derita
4 Farmasis Obat Apa Yang Pernah Di Pakai
5 Farmasis Menanyakan Gejala Lain Yang Di
Alami Pasien
6 Farmasis Menanyakan Jika Pasien Memiliki
Alergi
7 Farmasis Menanyakan Jika Pasien Mengalami
Riwayat Penyakit Lain
8 Farmasis Menyarankan Obat Yang Sesuai
Dengan Gejala Pasien Jika Gejala Kurang Dari
Tiga Minggu
9 Farmasis Menyarankan Kedokter Jika Gejala
Lebih Dari Tiga Minggu
10 Farmasis Memberikan Konseling Mengenai
Obat Yang Disarankan
11 Farmasis Memonitoring/Menanyakan Kembali
Kepahaman Pasien

17

You might also like