Professional Documents
Culture Documents
9. 22 November Gleam Yordan Ekstrak dan Fraksi Spons Stylissa Farmasi Via Lamp
2021 carteri dari Perairan Pulau Manado Zoom iran 9
Tua: Aktivitasnya Terhadap
Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli
10 6 Desember Melisa Formulasi Dan Uji Aktivitas Farmasi Via Lamp
2021 Hehakaya Antioksidan Sediaan Body Scrub Zoom iran 10
Ekstrak Etanol Matoa (Pometia
Pinnata)i
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
Alamat :Kampus UNSRAT Manado 95115
Telp. 08114314386, (0431) 864386, Fax. (0431) 864386
Email: mipa@unsrat.ac.id; Laman: www.unsrat.ac.id ; www.fmipa-unsrat.com
KARTU KONTROL
NIM : 18101105075
14
SEMINAR USUL PENELITIAN
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS SAM RATULANGI
NIM : 18101105073
15
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Yang bersangkutan telah layak untuk melaksanakan seminar usul penelitian pada tanggal
22 februari 2022
Menyetujui:
Komisi Pembimbing,
1
(depkes,2006). Maka dari itu farmasis di tuntut agar dapat memberikan informasi
obat yang tepat agar masyarakat tidak salah dalam menggunakan obat yang di
swamedikasi.
Penelitian ini di ambil di klinik rilan kelurahan girian permao, kecamatan
madidir, kota bitung, klinik ini di pilih karena status dari klinik tersebut yaitu
status klinik pratama ini memungkinkan peneliti dapat mengambil data
swamedikasi dari setiap pembeli yang membeli obat dan memberikan swamedikasi.
Di klinik rilan walau dalam penyampaian swamedikasi cukup baik namun biasanya
beberapa pembeli tidak terlalu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh
farmasis, hal ini terjadi dikarenakan farmasis yang mencoba menjelaskan
swamedikasi kepada pembeli awam yang tidak terlalu mengerti Bahasa Indonesia
yang baku dan juga ada beberapa pembeli yang tidak bisa di yakinkan mengenai
mengenai penggunaan obat yang di sampaikan oleh farmasis masalah ini
menyebababkan terapi obat yang tidak tercapai, interaksi obat yang tidak di
ketahui, dan penggunaan obat yang tidak sesuai indikasi.
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka peneliti tertarik
untuk meneliti bagaimana kegiatan swamedikasi yang dilaksanakan di klinik rilan.
2
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi dan
perpustakaan serta sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya. Hasil
penelitian ini juga dapat menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai
swamedikasi dan bagaimana pelayanan kesehatan di klinik agar menjadi bekal
ketika memasuki dunia kerja.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat lebih mengetahui dan lebih mematuhi penyampaian farmasis
mengenai swamedikasi yang telah di beritahu farmasis mengenai penggunaan
obat ketika di beri petunjuk dan nasehat ketika meminum obat apalagi bagi
pembeli yang lanjut usia dan pembeli yang melakukan isolasi mandiri
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Swamedikasi
2.1.1 Pengertian swamedikasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes)
No.919/MENKES/PER/X/1993 swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang di
lakukan secara mandiri tanpa berkonsultasi kepada tenaga kesehatan atau tanpa
resep. Yang di maksud dari peraturan tersebut adalah upaya dari pasien untuk
mempelajari informasi mengenai obat yang sesuai dengan keluhan dari penyakitnya
kepada apoteker/farmasis.
2.1.2 Manfaat swamedikasi
Manfaat dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya
rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggung jawab akan memberikan
beberapa keuntungan yaitu, membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit
ringan yang tidak memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap
berjalan dan tetap produktif, menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep
yang biasanya mahal, dan meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan
sehingga menjadi lebih aktif dan peduli terhadap kesehatan diri (Vidyavati dkk,
2016).
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Swamedikasi
Praktek swamedikasi menurut World Health Organization (WHO) (1998)
dalam Zeenot (2013), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Faktor sosial ekonomi
Dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, berakibat pada semakin
tinggi tingkat pendidikan dan semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi.
Dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan,
sehingga terjadi peningkatan untuk dapat berpartisipasi langsung terhadap
pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan.
4
b. Gaya hidup
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak dari gaya hidup
tertentu seperti menghindari merokok dan pola diet yang seimbang untuk
memelihara kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit (WHO, 1998).
c. Kemudahan memperoleh produk obat
Saat ini pasien dan konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat
yang bisa diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah
sakit atau klinik.
d. Faktor kesehatan lingkungan
Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat
serta lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena
penyakit.
e. Ketersediaan produk baru
Saat ini, semakin banyak tersedia produk obat baru yang lebih sesuai untuk
pengobatan sendiri. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal
sejak lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan ke
dalam kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri
semakin banyak tersedia.
2.1.4 Swamedikasi yang rasional
Swamedikasi yang benar harus diikuti dengan penggunaan obat yang rasional.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penggunaan obat rasional
mensyaratkan bahwa pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis
mereka atau peresepan obat yang sesuai dengan diagnosis, dalam dosis yang memenuhi
kebutuhan dan durasi yang tepat, untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya
terendah. Kriteria yang digunakan dalam penggunaan obat yang rasional adalah
sebagai berikut: (SIHFW, 2010).
a. Tepat Diagnosis
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan.
Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh
pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi
manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai
dengan melakukan pengobatan yang rasional. Obat diberikan sesuai dengan diagnosis.
5
Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah
(Depkes RI, 2007).
b. Tepat Pemilihan Obat
Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi yang sesuai dengan penyakit.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan obat menurut World Health Organization
(WHO) yaitu manfaat (efficacy), kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti
keamanan (safety), resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbang dengan manfaat
dan keamanan yang sama dan terjangkau oleh pasien (affordable),
kesesuaiaan/suittability (cost).Pasien swamedikasi dalam melakukan pemilihan obat
hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakan (Depkes RI, 2007).
c. Tepat Dosis
Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau
volume dan frekuensi pemberian obat untuk dicatat sesuai dengan umur dan berat
badan pasien. Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat.
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi
yang sempit akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang
terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (depkes,
2006).
d. Waspada Efek Samping
Pasien hendaknya mengetahui efek samping yang mungkin timbul pada
penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan serta
mewaspadainya. Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek
tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (depkes, 2006).
e. Efektif, aman, mutu terjamin, dan harga terjangkau
Untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi. Apoteker sebagai
salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi
(drug informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi
(Depkes RI, 2006).
f. Tepat tindak lanjut (follow up)
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan
ke dokter (Depkes RI, 2007).
2.2. Obat Dalam Swamedikasi
2.3.1 Definisi Obat
6
Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh
semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,
meringankan, maupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007).
2.2.2 Penggolongan Obat dalam Swamedikasi
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung, toko obat dan
apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga
tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk
yang tertera pada kemasan. Hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif
aman dan efek samping yang ditimbulkan minimum. Karena semua informasi penting
tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya. Tanda khusus pada obat
bebas adalah tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang
termasuk golongan obat bebas contohnya adalah analgetik-antipiretik (parasetamol),
vitamin dan mineral (BPOM, 2004).
2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat dibeli tanpa menggunakan
resep dokter. Golongan obat ini disebut juga obat W (Waarschuwing) yang artinya
waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat
aktifnya. Tanda khusus pada kemasan obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan
garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas
terbatas adalah sebagai berikut:
9
1. Memiliki papan nama klinik
2. Daftar untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di klinik
berikut dengan nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik
(SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) untuk
apoteker
3. Melakukan pencatatan pada penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program pemerintah
sesuai dengan peraturan undang-undang.
10
d. Kebidanan : Wiwit Surya Ayuning Shinta, A.Md.Keb
e. Apoteker Pengelola Apotek : Steven A. Pamolango, S.Farm, Apt
f. Tenaga Teknis Kefarmasian : Riska, S.Farm
g. Administrasi : Ryan Dunggio, S.E
Patriksiana Claudia M. Kahiking, S.Sos
Kerin Jessica Karim, STR. Gz
h. Humas : Jack Bravie Mambu, S.I.Kom
i. Cleaning Service : Arni
Ruang Tunggu
WC
b. Fasilitas Lantai II
Ruang Tindakan
Ruang Baby, Kids & Mom Treatment
Aula / Ruang Rapat / Pertemuan
Dapur
WC
c. Prasarana
Instalasi listrik pintar PLN
11
Air bersih dari PDAM
Instalasi sanitasi
12
3.4. Populasi Dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi penelitian ini merupakan pembeli di apotek klinik rilan, kecamatan
Madidir, kabupaten Bitung
b. Sampel
Sampel yang di gunakan merupakan hasil observasi langsung yang di
lakukan kepada pembeli di apotek klinik rilan. Pengambilan sampelnya
menggunakan Accidental Sampling dimana pembeli yang diobservasi telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a) Kriteria Inklusi
1. Responden yang berusia ≥18 tahun,
2. Bersedia menjadi responden
3. Responden Membeli obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek
(OWA)
b) Kiteria eksklusi
1. Berprofesi sebagai tenaga kesehatan
2. Responden membeli obat bukan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat
wajib apotek (OWA)
c. Besaran sampel
untuk menentukan sampel yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
N
n= 2
1+ N ( e)
Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang
masih bisa ditolerir; e=0,1
Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut:
Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar
Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah antara
10-20 % dari populasi penelitian.
13
Populasi yang di gunakan peneliti dalam penelitian ini merupakan populasi
pembeli yang datang untuk membeli obat bebas, obat bebas tebatas dan obat wajib
apotek, populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1440 pembeli selama
sebulan, sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil
perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk mengetahui
sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut:
1440
n=
1+1440 ( 10 )2
1440
n= =93.5
15.4
14
obat agar di ketahui dimana tempat penggunaannya, sedangkan obat wajib
apotek harus membuat catatan pasien setelah obat telah diserahkan
5. Umur dalam penelitian ini adalah usia yang terhitung sejak lahir sampai usia
ulang tahun terakhir saat penelitian dilakukan.
6. Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah perbedaan antara laki- laki dengan
perempuan secara biologis sejak seseorang lahir.
7. Pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah pembeli yang datang untuk
membeli obat bebas,obat bebas terbatas dan obat wajib apotek di klinik rilan
kecamatan madidir, kabupaten bitung pada periode maret - april 2022.
3.7. Analisis Data
1. Reduksi data
Reduksi data dimana data yang didapatkan dari hasil wawancara,
survei kepuasan pelanggan, pengamatan langsung di lapangan, dan
sebagainya tentu memiliki bentuk yang kompleks. Semua data yang
sudah didapatkan kemudian dikelompokan dari data yang sangat penting,
kurang penting, dan tidak penting.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah proses menyajikan data dalam bentuk uraian
singkat, bagan, flowchart, dan sejenisnya. Sehingga data yang sajikan
tidak lagi berupa data mentah akan tetapi sudah menyajikan suatu
informasi.
3. Penarikan kesimpulan
Proses menarik kesimpulan baru bisa dilakukan ketika semua data
yang variatif disederhanakan, disusun atau ditampilkan dengan memakai
media tertentu, baru kemudian bisa dipahami dengan mudah (Sugiyono,
2015)
15
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2004. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat Dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes), 2008, Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas, 3-13, 31, Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan,
Jakarta.
Depkes RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012.
Pratiwi,Y, dkk. 2020. PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN SWAMEDIKASI
PADA PASIEN BPJS. STIKES Cendekia Utama Kudus. Vol. 3, No. 1, Januari
2020,69-70
RI, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.
SIHFW, 2010. Reading Material on Drug Store Managemen & Rational Drug Use for
Medical Officer, Nurse & Pharmacists. Rajasthan: State Institute of Health &
Family Welfare.
Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.
Vidyavati,S, dkk. 2016. Self Medication-Reasons, Risks and Benefits. International J. of
Healthcare and Biomedical Research, Volume: 04, Issue: 04, July 2016, 21-24.
WHO. 1998. The Role of the Pharmacist in SelfCare and Self Medication. Available from
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jwhozip32e/
Zeenot, Stephen. 2013. Pengelolaan&PenggunaanObatWajibApotek. D-MEDIKA
(Anggota IKAPI).
16
Lampiran 1
LEMBAR OBSERVASI DI KLINIK RILAN
No Variabel Ya Tidak
1 Pasien Datang Ke Apotek Dan
Memberitahukan Obat Yang Mau Dibeli
2 Farmasis Menanyakan Siapa Yang Sakit
3 Farmasis Menanyakan Gejala Yang Di Derita
4 Farmasis Obat Apa Yang Pernah Di Pakai
5 Farmasis Menanyakan Gejala Lain Yang Di
Alami Pasien
6 Farmasis Menanyakan Jika Pasien Memiliki
Alergi
7 Farmasis Menanyakan Jika Pasien Mengalami
Riwayat Penyakit Lain
8 Farmasis Menyarankan Obat Yang Sesuai
Dengan Gejala Pasien Jika Gejala Kurang Dari
Tiga Minggu
9 Farmasis Menyarankan Kedokter Jika Gejala
Lebih Dari Tiga Minggu
10 Farmasis Memberikan Konseling Mengenai
Obat Yang Disarankan
11 Farmasis Memonitoring/Menanyakan Kembali
Kepahaman Pasien
17