You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT SROKE NON HEMORAGIK

DI RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Amilia Dwi Indrawati

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2023
1. Definisi

Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala klinik baik fokal atau global selama lebih dari 24 jam sehingga
dapat menimbulkan kematian akibat dari gangguan peredaran darah di otak . Stroke
merupakan penyakit yang menjadi penyebab kematianaketiga di dunia, khususnya negara
berkembang setelah penyakit jantung koroner dan kanker (pribadhi,dkk 2019).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008).

2. Etiologi
Stroke non-hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari tiga mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri dan hipoperfusion sistemik
(Sabiston, 1994; Nurarif, 2013).
1) Trombosis serebri merupakan proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri
karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari.
Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke
mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam
beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.
2) Emboli serebri merupakan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak
sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.
3) Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
3. Manifestasi Klinis
Gejala stroke non-hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow
yaitu (Mansjoer, 2000; Sinaga, 2008):

Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik (M)


Tidak ada respons Tidak ada suara Tidak ada gerakan
Respons dengan Mengerang Ekstensi abnormal
rangsangan nyeri
3. Bukamatadengan3. Bicara kacau3. Fleksi abnormal
perintah
4. Buka mata spontan Disorientasi tempat dan 4. Menghindari nyeri
waktu
Orientasi baik dan sesuai Melokalisir nyeri
Mengikuti perintah

Penilain GCS :
a. Koma (skor < 8)
b. Stupor (skor 8 -10) c.Somnolent (skor 11-12)
d. Apatis ( skor 12-13) e.Compes mentis (GCS = 14-15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik
(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang
siur, gangguan nerνus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salνias), fungsi
luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan
gangguan koordinasi (sidrom serebelar) (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010):

1) Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang


akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri

2) Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya.


Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak
gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu
gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak
dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya
berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.

3) Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan

4) Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua kaki
ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang
tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-
goyang

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium standar biasanya digunakan untuk menentukan etiologi yang


mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering
dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan
pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :

1) Gula darah
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai
30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh
darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit
diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak
di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke (Sinaga, 2008).
2) Profil lipid
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL
merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan
risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang
sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh
karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah
kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang
meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah :
1) CT scan

Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk


mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama

pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan
adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
2) MRI (magnetic resonance imaging)

Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke non


hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat
ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.
3) Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan


gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi
pembuluh darah otak.

4) Angiografi otak

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke


dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar- X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.

5 Penatalaksanaan

Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik


yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-
6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan (Mansjoer, 2000).
1) Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)


menggunakan trombolisis dengan rt-PA ( recombinan tissue- plasminogen
actiνator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil
CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di
rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :

a) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan


manitol dan hindari cairan hipotonik.

b) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah


trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang
dapat menyerupai kegagalan perfusi.

c) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama
adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh
di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat
antihipertensi.

d) Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.

2) Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut

a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di


berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di
pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin
0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg
drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak
dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah
satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti,
iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati),
nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran
selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan
arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin
sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya
sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka
harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air
(200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai
tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip
10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka
harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
4) Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.
5) Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
6) Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler
atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
7) Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000
unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa
tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1. Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2. TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3. Stroke dalam evolusi

4. Diseksi arteri

5. Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non
hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau
trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu
tahun.

Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat
sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar
tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien
mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui
selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk
pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga
kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika
(Rubenstein, 2005):

1) Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di


gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku.
Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin (Rambe, 2002).
2) Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering
ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,
dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel (Rambe, 2002).
3) Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3
jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak,
obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan
reteplase (Rambe, 2002).
4) Pengobatan juga ditujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang
muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan
pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping
melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota
keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap
281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan,
23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri (Rambe, 2002).
6. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Keperawatan
1 Resiko perfusi Perfusi serebral (L.02014) Manajemen peningkatan

jaringan Setelah diberikan asuhan tekanan intrakranial (I.09325)

serebral tidak keperawatan 2x24 jam Observasi :

efektif (D.0017) kunjunga diharapkan


1. Identifikasi penyebab
masalah teratasi :
peningkatan TIK(mis.
Kriteria Hasil
Lesi,gangguan
Indikator SA ST metabolisme tubuh,
Nilai rata- 2 4
edema serebral)
rata
2. Monitor tandan/gejala
tekanan
peningkatan TIK
daraah
(tekanan darah
Kesadaran 2 4
meningkat, tekana
2 4 nadi melebar,
Tekanan bradikardi,pola
darah nafas,ireguler,
sistolik kesadaran menurun)

3. Monitor intake dan

output cairan
Tekanan 2 4 Trapiutik :
darah 1. Meminimalkan
diastolik stimulus dengan

menyediakan
Keterangan : lingkungan yg tenang
1: memburuk 2. Berikan posisi semi
2:cukup memburuk flowler
3:sedang 3. Cegah terjadinya
4:cukup membaik kejang
5:Membaik
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

sedasi dan anti

konvulsan

2. Kolaborasi pemberian

diuretik osmosis
2. Gangguan Mobilitas fisik (L.05042) Dukungan mobilitas

mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan (I.05173)

(D.0054) keperawatan 2x24 jam Obersevasi :

kunjunga diharapkan
1. Identifikasi adanya
masalah teratasi
nyeri atau keluhan fisik
Kriteria Hasil lainnya
Indikator SA ST
2. Identifikasi toleransi
Pergerakan 2 4 fisik melakukan
ekstremint pergerakan
as 3. Minitor frekuensi
Kekuatan 2 4 jantung dan tekanan
otot darah sebelum dan
Rentang 2 4 sesudah memulai
mobilisasi
gerak

(ROM) 4. Minitor kondisi umum

Keterangan : sealama melakukan


mobilisasi
1: menurun
Terapiutik
2:cukup menurun

3:sedang 1. Fasilitasi aktivitas

4:cukup meningkat mobilisasi dengan alat

5:Meningkat bantu

2. Fasilitasu melakukan

pergerakan

3. Libatkan keluarga

untuk membantu
pasien meningkatkan

pergerakan

Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan

prosedur mobilisasi

2. Anjurkan melakukan

mobilisasi dini

3. Ajarkan mobilisasi

sederhana yg harus

dilakukan
3 Intoleransi Toleransi aktivitas (L.03032) Manajemen energi (I.05178)

aktivitas Setelah diberikan asuhan Obersevasi :

(D.0056) keperawatan 3x24 jam


1. Monitor kelelahan
kunjunga diharapkan
fisik dan emosional
masalah teratasi
2. Monitor pola jam tidur
Kriteria Hasil

Indikator SA ST 3. Monitor lokasi dan

Frekuensi 2 4 ketidak nyamanan

nadi selama melakukan

2 4 aktivitas

Saturasi Terapiutik
oksigen
1. Sediakan lingkungan
Keterangan : yg nyman dan rendah
1. Menurun stimulasi
2. Cukup menurun
2. Lakukan latihan
3. Sedang
rentang gerak pasif
4. Cukup meningkat
dan aktif
5. Meningkat
3. Fasilitasi duduk di sisi

tempat tidur, jika

tidak dapat perpindah


atau berjalan

Edukasi :

1. Anjurkan tirah baring

2. Anjurkan melakukan

aktivitas secara

bertahap

3. Ajarkan strategi

koping untuk

mengurangi kelelahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan

ahli gizi tentang cara

menigkatkan asupan

makanan

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.


Heri Pribadhi1, 2019. Perbedaanikejadianidepresi PASCA-STROKE PADA Pasienistroke
Iskemikilesi Hemisferikiriidan Kanan Di Rsup Sanglah Tahun 2017 (VOL. 8 NO.3
MARET). E-Jurnal Medika.
Wilkinson Judith M.2016. Diagnosis Keperawatan:Diagnosis NANDA-I Intervensi NIC
Hasil NOC.Jakarta:EG.

You might also like