You are on page 1of 23

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.”R”


DENGAN KEGAWATDARURATAN SISTEM SYARAF
DIAGNOSA MEDIS STROKE NON HEMORAGIK (SNH)
DI IGD RSUD KOTA MATARAM

O L E H:

NI KADEQ DWI APRILIANI PUSPITASARI


NPM: 021021193

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVII-B


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MATARAM
MATARAM
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Tn.“r” Dengan Kegawatdaruratan Sistem Syaraf


Diagnosa Medis SNH Di IGD RSUD Kota Mataram

Hari/Tanggal :

Ruang :

Di Sususn Oleh

NI KADEQ DWI APRILIANI PUSPITASARI


021-021-193

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN

Ns. Suhartiningsih., M.Kes Ns. Hasrul Alfiani Ihtiar, S.Kep


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke didefinisikan sebagai gejala kerusakan atau serangan otak secara

mendadak yang disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik di otak. Gejala ini

berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran

darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian (Widjaja, 2012).

Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak berupa

tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam

atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan gangguan peredaran darah ke

otak, antara lain peredaran darah sub arakhnoid, peredaran intra serebral dan infark

cerebral (Israr 2008). Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahunnya,

bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang muda pada

usia produktif (Anderson, 2008).

Menurut WHO setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami

stroke. Sekitar 5 juta menderita kelumpuhan permanen. Dikawasan Asia Tenggara

terdapat 4,4 juta orang mengalami stroke (WHO, 2010). Stroke merupakan

penyebab kematian kedua di dunia, sedangkan di amerika serikat

stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak setelah penyakit

kardiovaskuler dan kanker. Kasus stroke meningkat di negara maju seperti

Amerika, dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Setiap tahun, hampir
700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan hampir

150.000 kematian. Amerika Serikat mencatat setiap 45 detik terjadi kasus stroke,

dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke (Kalim, 2011).

Di Indonesia, jumlah penderita stroke terbanyak dan menduduki urutan

pertama di Asia dan ke empat di dunia, setelah India, Cina, dan Amerika.

Berdasarkan data terbaru dari hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi

stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan

yang berdasarkan diagnosis gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi sebanyak 57,9%

penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes (Riskesdas 2013).

Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat

di Sulawesi Selatan (17,9%), diikuti daerah Istimewa Yogyakarta (16,9%)

(RisKesDas, 2013).

Menurut (Amir Huda, 2015), Stroke Non Hemoragik mengakibatkan

beberapa masalah yang muncul, seperti Gangguan menelan, Nyeri akut,

Hambatan mobilitas fisik, Hambatan komunikasi verbal, Defisit perawatan

diri, ketidakseimbangan nutrisi, dan salah satunya yang menjadi masalah yang

menyebabkan kematian adalah gangguan perfusi jaringan cerebral. Gangguan

perfusi jaringan adalah suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan

kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat perifer.

Ketidakefektifan perfusi apabila tidak ditangani dengan segera akan

meningkatkan tekanan intra kranial. Sehingga penanganan utama pada pasien ini

adalah meningkatkan status O2 dan memposisikan pasien head up 15-30(Kusuma,


2012). Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses

metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh

(Imelda, 2009). Adanya kekurangan oksigen ditandai dengan Hipoksia yang dalam

proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam

kehidupan (Anggraini dan Hafifah, 2014). Pada gangguan perfusiserebral di

jumpai adanya Peningkatan Tekanan Intra Kranial (PTIK) dengan tanda klinis

berupa nyeri kepala yang tidak hilang-hilang dan semakin meningkat, penurunan

kesadaran, dan untah proyektil. PTIK merupakan kasus gawat darurat dimana

cedera otak irreversibel atau kematian dapat dihindari dengan intervensi tepat pada

waktunya (Hisam, 2013).

Penanganan kegawatan pada pasien gangguan perfusi serebral salah

satunya adalah melakukan pengontrolan PTIK yaitu dengan memberikan posisi

kepala head up (15-30). Pemberian posisi head up (15-30) dilakukan dengan

tujuan untuik meningkatkan venous drainage dari kepala selain itu elevasi kepala

dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik dan dapat dikompromi oleh

tekanan perfusi serebral. Teori yang mendasari elevasi kepala ini adalah

peninggian anggota tubuh diatas jantung dengan vertical axis, akan menyebabkan

cairan cerebro spinal (CSS) terdistribusi dari

cranial ke subarakhnoid spinal dan memfasilitasi venus return serebral

(Sunardi, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Satariyah (2012), didapatkan hasil bahwa

ada perbedaan bermakna antara tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah

pemberian posisi kepala head up (15-30) pada pasien dengan PTIK.

Pemberian posisi ini membutuhkan pemantauan ketat terhadap adanya

perubahan TIK (Nyeri kepala, tingkat kesadaran, denyut nadi, tekanan darah, dan

suhu tubuh). Peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan, sebagai perawat harus

mengkaji dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan.

Pemantauan peningkatan TIK dan status respirasi pada pasien dengan

Stroke Non Hemoragik penting dilakukan oleh perawat untuk mencegah perluasan

kerusakan otak. Sebagai salah satu tindakan yang dapat dilakukan yaitu pemberian

oksigenasi yang tepat dan memposisikan kepala head up (15-30 ̊) untuk mencegah

bahaya aliran balik vena ke kepala.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

Asuhan keperawatan, dan menganalisis hasil Asuhan keperawatan pada klien

dengan masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan serebral pada pasien

Stroke Non Hemoragik.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pasien Stroke Non Hemoragik dengan

ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.


2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien

Stroke Non Hemoragik dengan ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.

b. Penulis mampu melakukan perumusan diagnosa asuhan keperawatan pada

pasien Stroke Non Hemoragik dengan ketidakefektifan perfusi jaringan

cerebral.

c. Penulis mampu membuat intervensi keperawatan asuhan keperawatan pada

pasien Stroke Non Hemoragik dengan ketidakefektifan perfusi jaringan

cerebral.

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien Stroke

Non Hemoragik dengan ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Stroke Non

Hemoragik dengan ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul

mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang

berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer,

2000).

Stroke non hemoragik dapat berupa iskemik, emboli, spasme ataupun

thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama

atau gangguan tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan

terjadi proses udema oleh karena hipoksia jaringan otak (Price, 2006)

B. KLASIFIKASI SNH

1. Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak perlahan

karna proses arterosklerosis cerebral dan perlambatan sirkulasi serebral.

2. Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak akibat

abnormalitas patologik pada jantung. Embolus biasanya menyumbat arteri

cerebral tengah atau cabang-cabangnya,yang merusak sirkulasi cerebral.


C. ETIOLOGI

1. Trombosis cerebri (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material yang di bawa ke otak dari

bagian tubuh yang lain)

3. Iskemia cerebral (penurunan aliran darah ke otak)

4. Aterosklerosis

(Smeltzer,2002)

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Sementara

Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang

sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic

attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau

malah menetap.

2. Sementara,namun lebih dari 24 jam

Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic

defisit (RIND)

3. Gejala makin lama makin berat (progresif)

Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang

disebut progressing stroke atau stroke inevolution

4. Sudah menetap/permanen

(Harsono, 2002)
E. PATOFISIOLOGI

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,

emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum

(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung

sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak

arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah

akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh

embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi

pembuluh darah.

Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan

embolus maka mulai terjadi kekurangan O2 kejaringan otak. Kekurangan selama 1

menit dapat menyebabkan nekrosis mikroskopis neuron-neuron area kemudian di

sebut infark.

Kekurangan O2 pada awalnya mungkin akibat iskemik umumnya (karena

henti jantung / hipotensi ) / hipoksia karena proses anemia / kesulitan bernafas.

Jika neuron hanya mengalami iskemik,maka masih ada peluang untuk

menyelamatkannya. Suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan

suatu infark disekitar zona yang mengalami kekurangan O2.

Stroke karena embolus merupakan akibat dari bekuan darah, lemak dan

udara, emboli pada otak kebanyakan berasal dari jantung. Sindrom neuron

vaskuler yang lebih penting terjadi pada stroke trombotik dan embolik karena

keterlibatan arteri serebral mediana (Hudak, G. 1996).


F. PATHWAY
G. GAMBARAN CT SCAN NORMAL DAN SNH
H. KOMPLIKASI

1. Hemiparesis dan Hemiplagia

2. Afraksia

3. Afasia : sensorik, motorik, global

4. Disartia: kesulitan dalam berkata

5. Disfagia : sukar menelan

6. Perubahan penglihatan

7. Perubahan berpikir abstrak

8. Emosi labil

9. Inkontinensi

( Hudak, 1996)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologi

a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,

atau menyebar ke permukaan otak (Linardi Widjaja, 1993)

b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik (Marilynn E.

Doenges, 2000)

c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma

atau malformasi vaskuler (Satyanegara, 1998)

d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah

terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda

hipertensi kronis pada penderita stroke (Jusuf Misbach, 1999)


2. Pemeriksaan laboratorium

a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna

likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama (Satyanegara,

1998)

b. Pemeriksaan darah rutin

c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.

Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-

angsur turun kembali (Jusuf Misbach, 1999)

d. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

(Linardi Widjaja, 1993)

J. PENATALAKSANAAN

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai

berikut :

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan

lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu

pernafasan.

b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.


4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan

gerak pasif.(Mansjoer, 2000).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan

yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

d. Disability

Klien dalam keadaan tidak sadar

2. Pengkajian Sekunder

a. Aktivitas dan istirahat


Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau

paralysis.mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot),

perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia) ,

kelemahan umum, gangguan penglihatan.

b. Sirkulasi

Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal

jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia, hipertensi arterial, disritmia,

perubahan EKG, Pulsasi : kemungkinan bervariasi, Denyut karotis, femoral

dan arteri iliaka atau aorta abdominal

c. Integritas ego

Perasaan tidak berdaya, hilang harapan, emosi yang labil dan marah yang

tidak tepat, kesediahan , kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.

d. Eliminasi

Inkontinensia, anuria, distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ),

tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

e. Makan/ minum

Nafsu makan hilang, Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK,

Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia, Riwayat DM,

Peningkatan lemak dalam darah, Problem dalam mengunyah ( menurunnya

reflek palatum dan faring), Obesitas ( factor resiko )

f. Sensori neural

Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )


 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub

arachnoid.

 Kelemahan: kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti

lumpuh/mati, Penglihatan berkurang.

 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan

pada muka ipsilateral ( sisi yang sama ), Gangguan rasa pengecapan

dan penciuman.

 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,

gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan

gangguan fungsi kognitif.

 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis

stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon

dalam ( kontralateral ).

 Wajah: paralisis / parese (ipsilateral), Afasia (kerusakan atau

kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata

kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi

dari keduanya.

 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli

taktil.

 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motoric


 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi

ipsi lateral.

g. Nyeri / kenyamanan: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya, tingkah

laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

h. Respirasi: Perokok ( factor resiko )

i. Keamanan: Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan

persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan

terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna,

kata, dan wajah yang pernah dikenali, gangguan berespon terhadap panas,

dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh, gangguan dalam memutuskan,

perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.

j. Interaksi social: Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan penurunan

kesadaran

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia

c. Bersihan jalan nafas inefektif yang berhubungan dengan penurunan refleks

batuk dan menelan


C. RENCANA KEPERAWATAN

Tg No Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional

l DX

1 Tujuan a. Berikan penjelasan a. Keluarga lebih


Perfusi jaringan otak kepada keluarga klien berpartisipasi
dapat tercapai secara tentang sebab-sebab dalam proses
optimal gangguan perfusi penyembuhan
jaringan otak dan
Kriteria hasil akibatnya
a. Klien tidak gelisah b. Anjurkan kepada b. Untuk mencegah
b. Tidak ada keluhan klien untuk bed rest perdarahan ulang
nyeri kepala total
c. GCS 456 c. Observasi dan catat c. Mengetahui setiap
tanda-tanda vital dan perubahan yang
kelainan tekanan terjadi pada klien
intrakranial tiap dua secara dini dan
jam untuk penetapan
tindakan yang tepat
d. Berikan posisi kepala d. Mengurangi
lebih tinggi 15-30 tekanan arteri
dengan letak jantung dengan
(beri bantal tipis) meningkatkan
draimage vena dan
memperbaiki
sirkulasi serebral
e. Anjurkan klien untuk e. Batuk dan
menghindari batuk mengejan dapat
dan mengejan meningkatkan
berlebihan tekanan intra
kranial dan
potensial terjadi
perdarahan ulang
f. Ciptakan lingkungan f. Rangsangan
yang tenang dan aktivitas yang
batasi pengunjung meningkat dapat
meningkatkan
kenaikan TIK.
Istirahat total dan
ketenangan
mungkin
diperlukan untuk
pencegahan
terhadap
perdarahan dalam
kasus stroke
g. Kolaborasi dengan hemoragik /
tim dokter dalam perdarahan lainnya
pemberian obat g. Memperbaiki sel
neuroprotektor yang masih viable
2 NOC NIC
1. Energy Activity Therapy
conservation 1. Kolaborasikan 1. Terapi medic
2. Activity tolerance dengan Tenaga yangtepat dapat
3. Self care: ADLs Rehabilitasi Medik memungkinkan
dalam pemulihan tingkat
Kriteria Hasil: merencanakan aktivitas
1. Berpartisipasi program terapi yang
dalam aktivitas tepat.
fisik tanpa disertai 2. Bantu klien untuk 2. Menelaah
peningkatan mengidentifikasi kemampuan
tekanan darah, aktivitas yang aktivitas klien
nadi, dan RR mampu dilakukan.
2. Mampu melakukan 3. Bantu untuk 3. Untuk melindungi
aktivitas sehari-hari mendapatkan alat saat melakukan
(ADLs) secara bantuan aktivitas aktivitas
mandiri seperti kursi roda,
3. Tanda-tanda vital krek.
normal. 4. Bantu untuk 4. Pemenuhan
4. Energi psikomotor mengidentifikasi aktivitas dapat
5. Level kelemahan aktivitas yang terpenuhi sesuai
6. Mampu berpindah: disukai. dengan keinginan.
dengan atau tanpa
bantuan alat 5. Bantu klien untuk 5. Kebutuhan
7. Status membuat jadwal aktivitas lebih
kardiopulmunari latihan diwaktu teratur
adekuat luang.
8. Sirkulasi status 6. Bantu pasien atau 6. Menghindari
baik. keluarga untuk pemaksaan
a. Status respirasi: mengidentifikasi penggunaan energi
pertukaran gas dan kekurangan dalam dalam beraktivitas
ventilasi adekuat. beraktivitas. 7. Memberikan
7. Bantu pasien untuk penguatan dan
mengembangkan motivasi pada
motivasi diri dan klien agar mampu
penguatan. melakukan
aktivitas.
8. Mengurangi resiko
8. Monitor respon kelelahan saat
fisik, emosi, sosial Beraktivitas
dan spiritual.
3 NOC: 1. Pastikan kebutuhan 1. Klien dan keluarga
1. Respiratory oral / tracheal mau berpartisipasi
status : suctioning. dalam mencegah
Ventilation  Berikan O2 terjadinya
2. Respiratory ……l/mnt, ketidakefektifan
status : metode……… bersihan jalan
Airway patency  Anjurkan pasien nafas
Aspiration Control untuk istirahat 2. Perubahan posisi
Kriteria Hasil dan napas dapat melepaskan
1. Mendemonstrasikan dalam sekret dari saluran
batuk efektif dan  Posisikan pasien pernafasan
suara nafas yang untuk 3. Air yang cukup
bersih memaksimalkan dapat
2. tidak ada sianosis ventilasi mengencerkan
dan  Lakukan secret
dyspneu (mampu fisioterapi dada 4. Untuk mengetahui
mengeluarkan jika perlu ada tidaknya
sputum,  Keluarkan ketidakefektifan
bernafas dengan sekret dengan jalan nafas
mudah, tidak ada batuk atau 5. Untuk mengetahui
pursed suction adanya kelainan
lips) 2. Auskultasi suara suara nafas
3. Menunjukkan jalan nafas, catat adanya 6. Agar dapat
nafas yang paten suara tambahan melepaskan sekret
(klien 3. Kolaborasi dalam dan
tidak merasa pemberian mengembangkan
tercekik, bronchodilator paru-paru
irama nafas, 4. Monitor status
frekuensi hemodinamik
pernafasan dalam 5. Berikan pelembab
rentang normal udara Kassa basah
tidak ada suara NaCl Lembab
nafas 6. Berikan antibiotik :
abnormal) 7. Atur intake untuk
4. Mampu cairan
mengidentifikasikan mengoptimalkan
dan keseimbangan.
mencegah faktor 8. Monitor respirasi
yang penyebab. dan status O2
5. Saturasi O2 dalam 9. Pertahankan hidrasi
batas normal yang adekuat untuk
6. Foto thorak dalam mengencerkan
batas normal sekret
10. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim

penerbit PSIK UNPAD, EGC, Jakarta,

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan,

Edisi 3, EGC, Jakarta.

Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,

Volume II, EGC, Jakarta.

Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

MansJoer, Arif 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,

Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.

Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu

Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

You might also like