Professional Documents
Culture Documents
2, Februari 2014: 15 - 26
DINI YULIANI
ABSTRACT
Rice as a staple food source of Indonesian people is still a top priority. However, efforts to
increase rice production faced a variety of problems such as a decrease in the productivity of paddy
fields due to the lack of organic matter. In addition to rice, meat is quite important food. To fulfill the
need of domestic meat portion should be imported. This is an opportunity for the development of cattle
breeding business in Indonesia. Crop Livestock Systems Integration (CLS) is one alternative in
increasing the production of rice, meat, and dairy while improving the welfare of farmers and ranchers.
There are three main technology components CLS namely: 1). Rice cultivation technology, 2).
Livestock farming technology, and 3). Straw and compost processing technology. Technology
components that can be integrated synergistically, then CLS development done by the institutional
approach. CLS program aims to optimize the utilization of local resources such as the use of straw as
livestock feed and cow manure can be processed into organic fertilizer that is very helpful to improve
the nutrients that plants need so no waste is wasted (Zero waste). Utilization of cow manure was
processed into liquid and solid organic fertilizer, is expected to serve as a source of additional income
for farmers. Compost and liquid fertilizer and is expected to improve the fertility of agricultural land.
CLS program was initiated in conjunction with a program of integrated crop management (ICM). In
addition, the development of farming systems approach CLS needs to be done through farmer groups
to facilitate agricultural extension, livestock grains technology adoption, and government aid channel.
The advantage of the rice-livestock integration pattern that is the utilization of crop residues as a
source of animal feed, utilizing livestock manure as fertilizer, creating new jobs in rural areas, and
increase community participation in creating a competitive agribusiness, environmental friendly and
independent. CLS constraints in achieving food security among farmers groups working mechanism
was not going well, utilization of collective cages was not optimal, mentoring and coaching process
was not effective because the cattle were scattered locations, the use of manure has not been
entrenched among rice farmers, and the application of CLS conducted throughout provinces in
Indonesia and there was no apparent progress. Repair CLS for the future should focus on the region
so that large-scale production centers and significant impact on population growth and productivity of
livestock. Livestock waste treatment close to the location of the rice to minimize transport costs so as
to create zero waste and integrated farming systems to achieve food sovereignty.
15
Sistem Integrasi Padi Ternak (Dini Yuliani)
16
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4. No. 2, Februari 2014: 15 - 26
pangan dari produksi sendiri masih bergantung petani sendiri. Kalau ingin berpihak pada
pada impor. Untuk keluar dari ketergantungan rakyat khususnya petani, maka jalan yang
pada pangan impor, Indanesia harus harus ditempuh adalah agri-culture atau state
membangun kedaulatan pangan (Swastika, subsidies dengan memproteksi perdagangan
2011). Kedaulatan pangan adalah hak negara dan memberikan subsidi yang memadai
dan bangsa yang secara mandiri dapat kepada petani. Harus ada komitmen
menentukan kebijakan pangannya, yang pemerintah untuk mengalokasikan anggaran,
menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, dimana persentase anggaran subsidi pangan
serta memberikan hak bagi masyarakatnya terhadap PDB harus lebih besar dari yang
untuk menentukan sistem pangan yang sesuai terjadi saat ini (Ika, 2014). Strategi alternatif
dengan potensi sumber daya lokal (UU 41, yang prospektif dalam membangun
2009). Kedaulatan pangan membalikkan kemandirian dan kedaulatan pangan dengan
konsep modernisasi menjadi hal-hal yang memanfaatkan sumber daya lokal yang
bersifat back to basic atau back to nature ditopang oleh industri berbasis pertanian, skim
dengan memprioritaskan produksi untuk kredit lunak, dan pembangunan infrastruktur di
pemenuhan dan keberlanjutan pangan lokal pedesaan akan menciptakan pasar bagi
dan pasar lokal melalui pengadaan input-input produksi pertanian primer dan lapangan kerja
produksi pertanian yang memanfaatkan baru di pedesaan (Swastika, 2011).
kearifan setempat dan ramah lingkungan
(Sudirja, 2008). TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI
Dalam produksi pangan, masalah dan
prinsipnya berkisar pada self-reliance dan self- Teknologi budidaya padi saat ini
sufficiency. Untuk mewujudkan self-sufficiency dikenal dengan pengelolaan tanaman terpadu
dalam produksi pangan mensyaratkan adanya (PTT). Komponen teknologi yang diterapkan
demokrasi ekonomi. Dalam hal ini pemerintah dalam PTT dikelompokkan ke dalam teknologi
harus melakukan tindakan redistribusi, di satu dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar
sisi untuk menjamin mata pencarian dan sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua
pendapatan rakyat dengan menyediakan lokasi padi sawah. Menurut Zaini et al. (2009),
kapital secara merata dalam sektor pertanian. komponen teknologi dasar terdiri atas: (1).
Di sisi yang lain untuk mencegah sumberdaya Varietas unggul baru berdasarkan
di tangan korporasi asing. Program produksi agroekosistem, (2). Benih bermutu dan
pangan harus bersandar pada upaya berlabel, (3). Pemberian bahan organik berupa
menggerakkan bagian terbesar dari produsen pengembalian jerami dalam bentuk kompos
pangan skala kecil khususnya sektor-sektor atau pupuk kandang, (4). Pengaturan populasi
produsen pangan yang marjinal, menyediakan tanaman secara optimum, (5). Pengendalian
akses terhadap sumberdaya seperti tanah, air, organisme pengganggu tanaman (OPT)
bibit, ternak, dan lain sebagainya (Jenifer, dengan pendekatan pengendalian hama
2007). Menurut Swastika (2011), Indonesia terpadu.
memiliki keunggulan absolut (komparatif dan Penerapan komponen pilihan
kompetitif) dalam membangun kemandirian disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan
dan kedaulatan pangan. Potensi ini dicirikan kemampuan petani setempat. Teknologi
oleh: (1). Negara tropis dengan intensitas pilihan terdiri atas: (1). Pengolahan tanah
cahaya matahari yang sangat kondusif bagi sesuai musim dan pola tanam, (2).
produksi pertanian; (2). Lahan dan air bukan Penggunaan bibit muda (<21 hari setelah
faktor pembatas yang mengkhawatirkan; (3). sebar), (3). Tanam bibit 1-3 batang/rumpun,
Sumber daya hayati disertai keanekaragaman (4). Pengairan secara efektif dan efisien, (5).
pangan lokal; (4). Teknologi produksi pangan Penyiangan dengan landak atau gasrok, (6).
termasuk yang berkembang di Asia; dan (5). Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.
Adanya pencanangan lahan pertanian abadi Menurut Suyasa et al. (2004), penerapan
15 juta ha dari pemerintah yang hingga budidaya padi dengan sistem tandur jajar
sekarang belum terlaksana. legowo, pengairan secara intermitten selama 5
Kedaulatan pangan dan kemandirian hari, pemberian kompos 2 ton/ha, 150 kg
pangan mensyaratkan suatu ketahanan urea/ha, 60 kg SP-36/ha, dan 40 kg KCl/ha
pangan yang kuat meliputi ketersediaan, berdasarkan bagan warna daun mampu
aksesibilitas, stabilitas harga, utilisasi, kualitas, memberikan hasil padi inbrida tertinggi
dan keamanan pangan (Arifin, 2011). Untuk sebesar 7,87 ton/ha.
menciptakan kedaulatan pangan, pemerintah Peran ternak dalam teknologi
harus memproteksi petaninya. Mendorong budidaya padi diantaranya pengolahan tanah
petani untuk bersaing dengan korporasi dengan tenaga ternak dan penggunaan
pangan sama halnya dengan mematikan kotoran ternak yang telah terdekomposisi
17
Sistem Integrasi Padi Ternak (Dini Yuliani)
dapat menyuburkan tanah yang mulai dan kesehatan secara umum. Ternak sapi
mengeras akibat penggunaan pupuk kimia perlu diberi obat cacing dan vitamin B-
yang sangat intensif. Seekor sapi dewasa kompleks di awal pemeliharaan. Sapi yang
dapat menghasilkan kotoran (feses/tinja) 8-10 terkena serangan cacing memiliki bobot tubuh
kg setiap hari yang dapat diproses menjadi 4-5 yang sangat kurang, sehingga tidak
kg kompos/hari (Haryanto et al., 2003). berproduksi secara optimal.
Adapun urine sapi ditampung dari hasil Bioteknologi reproduksi berpengaruh
pembuangan ternak kemudian disimpan dalam terhadap 4 faktor utama yang menentukan
drum plastik, diolah dengan ramuan dan perubahan genetik, yakni: (1). Intensitas
kemudian diendapkan. Pupuk cair dari urine seleksi, (2). Laju reproduksi, (3). Tersedianya
tersebut dapat digunakan untuk menyuburkan teknologi yang efisien dan secara sosial dapat
tanaman padi melalui penyemprotan daun. diterima, dan (4). Kondisi keuangan yang
Pupuk organik dari kotoran dan urine yang cukup tersedia. Manipulasi genetik merupakan
dihasilkan sapi SIPT sangat laris dan banyak satu-satunya bioteknologi yang dapat
pemesannya, akan tetapi persediaan terbatas memenuhi pembentukan variasi genetik pada
(Khairiah dan Handoko, 2009). Peranan spsesies diantara keragaman mutasi alam,
limbah ternak belum sepenuhnya mengganti dengan meningkatkan jumlah yang akan
peran pupuk anorganik, namun dapat diseleksi atau menghasilkan spesies baru
menambah atau melengkapi kekurangan yang belum ada sebelumnya. Teknologi
unsur mikro yang tidak diperoleh pada pupuk transfer embrio memungkinkan dapat
anorganik. dilakukannya perpaduan antara peningkatan
akurasi dan intensitas seleksi pada tingkat
TEKNOLOGI PENGELOLAAN TERNAK inbreeding yang akan mengurangi interval
antar generasi. Produksi embrio, cloning, dan
Keberhasilan pemeliharaan sapi teknologi transfer embryo merupakan metode
dipengaruhi beberapa hal diantaranya baru dalam menentukan peningkatan mutu
pemilihan sapi bakalan yang digunakan yaitu genetik pada sapi (Lubis, 2000). Menurut
peranakan Ongole (lokal) atau sapi bangsa Mariyono dan Romjali (2007), produktivitas
lain dengan ciri-ciri yaitu ternak siap ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan
berproduksi minimal umur 3 tahun dengan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar
bobot badan minimal 250 kg. bentuk tubuh 30%. Di antara faktor lingkungan tersebut,
ideal, kerangka besar/kuat, kesehatan ternak aspek pakan mempunyai pengaruh paling
cukup baik, dan bebas penyakit. Perbaikan besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa
manajemen pemeliharaan dapat meningkatkan walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun
kualitas sapi Bali. Penampilan reproduksi sapi apabila pemberian pakan tidak memenuhi
Bali yang dipelihara secara intensif adalah persyaratan kuantitas dan kualitas, maka
umur sapi Bali mengalami berahi pertama produksi yang tinggi tidak akan tercapai.
718,57 ± 12,65 hari, umur pertama melahirkan Kontribusi usaha tanaman padi dalam
1.104,51 ± 23,82 hari, calving interval 350,46 ± pengelolaan pakan ternak sapi yaitu limbah
27,98 hari, dan angka konsepsi sebesar 1,65 ± pertanian berupa jerami padi baik yang
0,87 (Siswanto et al., 2013). Pengelolaan sapi difermentasi maupun tidak. Namun jerami
secara intensif dengan memperhatikan aspek yang tidak difermentasi tidak dapat dicerna
pakan (konsentrat dan jerami padi fermentasi), oleh ternak dengan baik karena mengandung
manajemen kandang kolektif, dan kesehatan lignin dan hemiselulosa, seperti yang telah
hewan mampu meningkatkan average daily dijelaskan pada bagian sebelumnya. Menurut
gain (ADG) 0,89 kg/ekor/hari selama periode Prihartini et al. (2009), biodegradasi lignin
penggemukan sapi, lebih tinggi daripada pola pada jerami bertujuan untuk menghilangkan
petani yang hanya 0,29 kg/ekor/hari. ADG lignin, meningkatkan kecernaan selulosa dan
yang dihasilkan meningkat sekitar 0,6 jumlah protein, sehingga meningkatkan
kg/ekor/hari (67,42%), sehingga mampu kualitas jerami sebagai pakan ternak. Prihartini
menghasilkan ADG 0,29-0,89 kg/hari atau 87- et al. (2007), menemukan isolat bakteri TLiD
267 kg/ekor/tahun. Kegiatan penggemukan dan BOpR mampu mendegradasi lignin dan
sapi tidak hanya untuk pencapaian nilai ADG organochlorin (lignolitik) dan spesifik tumbuh
yang tinggi saja, namun bagaimana ternak baik pada jerami padi. Fermentasi jerami padi
sapi dapat memanfaatkan jerami padi yang dengan isolat TLiD dan BOpR dapat
selama ini belum optimal, sehingga dapat menurunkan kandungan lignin jerami padi
menekan biaya produksi dan ramah sampai 100% pada fermentasi hari ke-7 dan
lingkungan (Basuni et al., 2010b). Penanganan meningkatkan protein kasar (PK) jerami padi.
kesehatan ternak sangat penting untuk Efisiensi degradasi isolat tinggi dimana
mengendalikan parasit, kesehatan reproduksi,
18
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4. No. 2, Februari 2014: 15 - 26
degradasi lignin lebih tinggi dibandingkan (mineral komersial) (Sariubang, 2010). Limbah
selulosa. pertanian dapat diolah menjadi pupuk organik,
Menurut Basuni et al. (2010a), sapi pakan ternak, dan dedak sebagai berikut:
dipelihara di kandang kelompok, pakan berupa
jerami padi fermentasi dan konsentrat Pengolahan Jerami Sebagai Pupuk
diberikan 3% dari bobot badan. Ternak diberi Pembakaran jerami akan mengurangi
pakan 2 kali/hari yaitu pagi dan siang hari. unsur hara yang terkandung di dalamnya,
Pertambahan bobot badan dihitung dengan sedangkan penelantaran jerami di lahan
cara mengurangi bobot badan akhir dengan garapan meskipun unsur hara yang
bobot badan awal dibagi dengan jumlah hari dikandungnya relatif masih tersedia, namun
antara kedua bobot badan. Pengamatan memerlukan waktu untuk cepat diikat oleh
terhadap pertambahan bobot hidup sapi juga partikel tanah, sehingga proses penyuburan
dilakukan terhadap sapi bakalan yang kembali tanah membutuhkan waktu yang
dipelihara untuk digemukkan dan selanjutnya cukup lama. Menurut Abdulrachman et al.
dijual, sehingga petani memperoleh (2013), pembuatan kompos jerami dapat
keuntungan dari kelebihan pertambahan berat dilakukan dengan dua cara: (1). Ditumpuk dan
badan serta harga yang lebih tinggi pada sapi dibalikkan, dan (2). Ditumpuk dengan ventilasi
yang berat. Penimbangan dilakukan setiap tanpa dibalikkan, untuk mempercepat proses
bulan sekali untuk mengetahui pertambahan dekomposisi menggunakan dekomposer.
bobot badan, tinggi badan dan lingkar Beberapa dekomposer komersial yang
dadanya. digunakan mengandung beberapa macam
Pengembangan sistem usahatani mikroba, misalnya M-Dec mengandung
SIPT perlu dilakukan melalui pendekatan Trichoderma harzianum, Aspergillus sp., dan
kelompok. Cara ini dapat memudahkan Trametes sp. Orgadec mengandung
pemerintah dalam memberikan penyuluhan Trichoderma pseudokoningi, dan Cytophaga
dan pelatihan selain mengintensifkan sp. EM-4 mengandung bakteri fotosintesis,
komunikasi di antara anggota kelompok asam laktat, Actinomycetes, ragi, dan jamur
maupun antara anggota kelompok dengan fermentasi. Probion adalah bahan pakan aditif
pemerintah (Basuni et al., 2010a). Penelitian ternak yang dapat digunakan secara langsung
komponen peternakan telah banyak dilakukan sebagai bahan campuran pakan konsentrat
mulai sistem kandang, pemberian pakan, atau meningkatkan kualitas jerami padi melalui
sistem perkawinan, dan manajemen proses fermentasi. Probion merupakan
kesehatan ternak. Bunch (2001), menyatakan konsorsia mikroba dari rumen ternak
bahwa jumlah komponen teknologi yang ruminansia yang diperkaya dengan mineral
diperkenalkan perlu dibatasi sesuai dengan esensial untuk pertumbuhan mikroba tersebut
keinginan petani. Sebagian besar petani (Haryanto, 2012). Kompos yang telah matang
mempelajari keutungan teknologi, tingkat ditandai dengan temperatur yang sudah
kerumitan, dan mudah tidaknya teknologi konstan 40-50 oC, remah, dan berwarna coklat
diterapkan. Komponen teknologi berupa kehitaman. Kompos yang didapat sejumlah ±
kandang kawin, kandang pejantan, dan 500 kg dengan kualitas C-organik >12%, C/N
kandang penyapihan bagi petani kecil dengan ratio 15-25%, kadar air 40-50%, dan warna
tingkat pemahaman yang relatif rendah, coklat muda kehitaman.
menilai bahwa komponen teknologi tersebut
memberikan tugas tambahan dari kebiasaan Pengolahan Jerami Sebagai Pakan Ternak
yang dilakukan dan menambah biaya Sapi
pengeluaran. Pengembangan komponen Potensi limbah pertanian berupa
teknologi tersebut akan lebih efisien apabila jerami sangat berlimpah, namun belum
diterapkan melalui kandang kumpul, namun dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi.
sangat tergantung sumberdaya yang dimiliki Kendala utama dari pemanfaatan jerami
kelompok peternak seperti sumberdaya lahan sebagai pakan ternak adalah kandungan serat
untuk kandang. kasar tinggi dan protein serta kecernaan yang
rendah. Penggunaan jerami secara langsung
TEKNOLOGI PENGOLAHAN JERAMI DAN atau sebagai pakan tunggal tidak dapat
DEDAK memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan
ternak (Yunilas, 2009). Nilai gizi jerami dapat
Limbah pertanian (by-product) olahan ditingkatkan melalui fermentasi probiotik dan
memiliki kandungan protein 12% lebih tinggi hampir menyamai kualitas rumput gajah.
daripada kandungan protein rumput sekitar Jerami yang sudah difermentasikan harus
9%. Palatabilitas pakan olahan lebih baik disimpan di tempat kering agar mutunya
karena mengandung molase dan pikuten terjaga (Ibrahim et al., 2000). Jerami sebagai
19
Sistem Integrasi Padi Ternak (Dini Yuliani)
pakan ternak dapat mengefisienkan tenaga ke depan nampaknya lahan akan semakin sulit
kerja untuk mencari rumput. Bahkan telah sedangkan di sisi lain ternak semakin
dilakukan penelitian dan pengkajian pemberian dibutuhkan.
limbah pertanian jerami untuk ternak dengan
menambahkan mikroba dan urea (Ibrahim et Pemanfaatan Dedak sebagai Pakan Ternak
al., 2000). Menurut Haryanto et al. (2002), Dedak merupakan hasil sampingan
setiap hektar sawah menghasilkan jerami proses penggilingan padi menjadi beras yang
segar 12-15 ton/ha/musim dan setelah melalui terdiri dari lapisan aleuron dan sebagian kecil
proses fermentasi menghasilkan 5-8 ton/ha endosperma, pericarp, pegmen, dan germ
yang dapat digunakan untuk pakan 2-3 ekor (Tangendjaja, 1988). Dedak dihasilkan
sapi/tahun. Menurut Haryanto (2004), produksi sebanyak 8-10% dari berat padi yang digiling,
jerami padi tersebut dapat memenuhi sehingga ketersediannya cukup melimpah.
kebutuhan pakan ternak sebanyak 1.196.432 Menurut Udiyono (1987), dedak padi secara
ekor/musim. kimiawi mengandung bahan kering 88,30%;
Menurut Syamsu (2006), komposisi serat kasar 15,30%; abu 9,90%, protein kasar
nutrisi jerami padi yang telah difermentasi 10,10%, lemak kasar 4,90%, dan BETN
dengan menggunakan starter mikroba (starbio) 48,10%. Dedak merupakan sumber
sebanyak 0,06% dari berat jerami padi, secara karbohidrat yang mudah tersedia dan sangat
umum memperlihatkan peningkatan kualitas efektif dalam memperbaiki kualitas fermentasi
dibanding jerami padi yang tidak difermentasi. dan jerami padi (Bolsen et al., 1996).
Kadar protein kasar jerami padi yang Pemberian dedak dan probiotik bioplas pada
difermentasi mengalami peningkatan dari induk bunting sapi lokal DAS Katingan dapat
4,23% menjadi 8,14% dan diikuti dengan meningkatkan bobot badan induk sapi sekitar
penurunan kadar serat kasar. Hal ini 0,5 kg/ekor/hari dan dapat meningkatkan
menunjukkan indikasi bahwa starter mikroba bobot lahir anak sekitar 10,5 kg dibandingkan
merupakan mikroba proteolitik yang kontrol 8,9 kg. Konsumsi pakan meningkat
menghasilkan enzim protease yang dapat sekitar 5,2 kg. Selain itu, pemberian dedak dan
merombak protein menjadi polipeptida yang probiotik bioplas pada induk sapi lokal DAS
selanjutnya menjadi peptide sederhana. Katingan dapat estrus kembali setelah 62 hari
Penggunaan starter mikroba menurunkan setelah melahirkan dibandingkan dengan
kadar dinding sel jerami padi dari 73,41% kontrol sekitar 85 hari setelah melahirkan
menjadi 66,14%. Selama fermentasi terjadi (Salfina, 2012).
pemutusan ikatan lignoselulosa dan
hemiselulosa jerami padi. Mikroba lignolitik TEKNOLOGI PENGOLAHAN PUPUK
dalam starter mikroba membantu perombakan KANDANG
ikatan lignoselulosa, sehingga selulosa dan Kotoran ternak merupakan salah satu
lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh masalah yang cukup mengganggu lingkungan
enzim lignase. Fenomena ini terlihat dengan dari segi kebersihan dan bau yang tidak
menurunnya kandungan selulosa dan lignin sedap. Di sisi lain, terdapat permasalahan
jerami padi yang difermentasi. Lignin sawah yang sakit, sehingga tidak dapat
merupakan benteng pelindung fisik yang memberikan hasil panen yang tinggi karena
menghambat daya cerna enzim terhadap kekurangan unsur hara yang kemungkinan
jaringan tanaman dan lignin berikatan erat besar terkurasnya bahan organik dan unsur-
dengan hemiselulosa. Di lain pihak dengan unsur mikro dari tanah. Teknologi pengolahan
menurunnya kadar dinding sel menunjukkan kotoran ternak menjadi kompos merupakan
telah terjadi pemecahan selulosa dinding sel alternatif pemecahan masalah lingkungan dan
sehingga pakan akan menjadi lebih mudah dapat mengatasi masalah lahan sawah yang
dicerna oleh ternak. sakit.
Hasil fermentasi jerami mampu Salah satu metode yang mudah
meningkatkan kadar gizi yang dikandungnya dilakukan untuk membuat pupuk kandang
sehingga diharapkan berdampak terhadap yaitu kotoran ternak dikumpulkan di tempat
pertambahan bobot hidup ternak. Menurut pembuatan pupuk kandang yang terlindung
Suyasa et al. (2004), sapi-sapi yang diberikan dari panas matahari dan terlindung dari air
pakan tambahan seperti jerami dan probiotik hujan. Kemudian dicampur dengan imbangan
mampu memberikan pertambahan bobot hidup 2,5 kg Probiotik; 2,5 kg urea; 2,5 kg TSP; 100
0,56-0,68 kg/ekor/hari lebih tinggi kg abu sekam untuk setiap ton bahan pupuk
dibandingkan cara petani. Untuk jerami yang ditumpuk sampai sekitar 1 meter.
fermentasi memiliki peluang sebagai pengganti Campuran didiamkan selama ± 3 minggu
rumput yang selama ini dimanfaatkan sebagai (dibalik setiap minggu). Keberhasilan proses
pakan utama ternak khususnya sapi, karena dekomposisi akan diikuti dengan peningkatan
20
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4. No. 2, Februari 2014: 15 - 26
Tabel 1. Analisis usaha tani pembibitan sapi Bali diintegrasikan dengan tanaman padi, Kabupaten
Pinrang tahun 2010/2011
Perlakuan A Perlakuan B
No. Uraian
Jumlah Nilai (Rp) Total (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Total (Rp)
Biaya-biaya Produksi
1 Sapi Bakalan 10 ekor 6.000.000 60.000.000 10 ekor 6.000.000 60.000.000
2 Pakan 2.668 kg 100 266.760 2.110 kg - -
3 Pupuk:
Pupuk Cair 5 liter 10.000 50.000 - - -
Pupuk Kompos 500 kg 600 300.000 - - -
Urea 100 kg 1.700 170.000 150 kg 1.700 255.000
NPK Pelangi - - - 300 kg 2.300 690.000
4 Obat-obatan 1 paket 500.000 500.000
Total Biaya 61.286.760 61.045.000
Pendapatan
1 Sapi Pedet 8 ekor 3.000.000 24.000.000 6 ekor 3.000.000 18.000.000
2 Pupuk:
Pupuk Cair 11.160 liter 10.000 111.600.000
Pupuk 6.480 kg 600 3.888.000 720 kg 600 432.000
Padat/Kompos
3 Gabah Padi 79.000 kg 2.600 205.400.000 81.000 kg 2.600 210.600.000
Total Pendapatan 344.888.000 229.032.000
Pendapatan/ekor 34.488.800 22.903.200
Analisis R/C Ratio 6 4
Sumber: Sariubang, 2010.
Ket.: Perlakuan A= sapi dipelihara dalam kandang yang diberikan pakan limbah pertanian olahan (jerami dan dedak padi);
perlakuan B= sapi dipelihara secara tradisional/digembalakan pada siang hari, dikandangkan pada malam harinya.
21
Sistem Integrasi Padi Ternak (Dini Yuliani)
sekaligus untuk menekan kebutuhan impor dalam konsep tersebut nampaknya sudah
daging yang selama ini sulit dibendung mengedepankan keseimbangan pemanfaatan
sebagai akibat dari tingginya permintaan limbah dari masing-masing komoditi, agar
daging dalam negeri, akibatnya menguras lebih dimanfaatkan secara optimal. Namun
devisa Negara yang cukup besar (Muslim dan kenyataan di lapang belum sepenuhnya lancar
Nurasa, 2006). Selain itu, SIPT memberikan terutama proses pengolahan jerami untuk
dampak positif bagi petani sekitarnya (yang pakan ternak. Penerapan program SIPT tidak
bukan peserta program) secara tidak langsung metodologis diterapkan di seluruh propinsi dan
terimbas oleh adanya informasi yang tidak ada perkembangan yang jelas.
disampaikan oleh peternak SIPT. Di Nusa Dibandingkan dengan kebutuhan tambahan
Tenggara Barat, adanya SIPT mampu ternak sapi sebanyak 400 ribu hingga 1 juta
meningkatkan kinerja kelompok peternak ekor/tahun. Maka yang disumbangkan oleh
dalam jual beli ternak sapi Keremen. SIPT masih jauh dari harapan yang diinginkan.
Sedangkan di Jawa Timur dengan pola tanam Muslim (2006b), memaparkan bahwa program
padi 3 kali/tahun dan merupakan daerah irigasi yang selama ini diterapkan seperti inseminasi
teknis, maka jerami sepenuhnya untuk buatan, progam bantuan seperti CLS, BLM,
kebutuhan pakan ternak. Pemberian jerami Ketahanan Pangan dan sebagainya sebaiknya
untuk pakan ternak cukup tinggi yaitu 25 difokuskan pada wilayah sentra produksi
kg/hari/ekor untuk sapi bibit dan 31 sehingga program tersebut berskala besar dan
kg/hari/ekor untuk penggemukan sapi (Muslim, diharapkan dapat mempengaruhi secara
2006a). efektif terhadap populasi dan produktivitas di
wilayah produksi. Kebiasaan membagikan
HAMBATAN PELAKSAAN SISTEM program berdasarkan pemerataan di seluruh
INTEGRASI PADI-TERNAK tempat sebaiknya tidak dilakukan lagi.
Program-program diimplementasikan pada
Kendala dalam pelaksanan SIPT yang wilayah yang diunggulkan.
sangat serius dan harus segera dibenahi
diantaranya: (1). Mekanisme kerja kelompok POLA INTEGRASI PADI-TERNAK
yang berjalan kurang baik, (2). Pemanfaatan
kandang kolektif yang tidak optimal sama Teknologi integrasi padi-ternak dapat
sekali, sehingga tingkat pemanfaatan fasilitas memperbaiki tambahan pendapatan bagi
kandang tersebut masih rendah, (3). Proses petani dalam kondisi sinergisme dalam
pendampingan dan pembinaan tidak bisa pemanfaatan input usahatani dari sumber
efektif karena posisi ternak sapi tidak bisa tersedia secara optimal. Produk yang
dikandangkan dalam satu kandang kolektif, dihasilkan selama proses produksi tanaman
akhirnya ternak yang ada terpencar-pencar padi yang terintegrasi dengan usaha
sesuai dengan posisi domisili peternak penggemukan sapi antara lain jerami, dan
(Muslim, 2006a). Kendala lainnya yaitu adopsi pakan yang memiliki nilai ekonomi. Kotoran
teknologi SIPT yang diterapkan belum sapi dimanfaatkan melalui proses daur ulang
sepenuhnya direspon oleh kelompok peternak, menjadi biogas. Cacing dan pupuk organik
dan pendekatan domisili dapat dijadikan suatu dimanfaatkan untuk pemupukan tanaman,
pertimbangan. sedangkan limbah cair ternak dimanfaatkan
Di Jawa Barat, kendala yang dihadapi untuk menyuburkan kolam ikan. Padi sawah,
adalah kegiatan pembuatan kompos dari di samping hasil utama berupa padi, juga
limbah ternak, guna memenuhi kebutuhan menghasilkan dedak dan jerami yang
pupuk organik yang diharapkan mampu dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dalam
menghasilkan kompos 1 ton/bulan. Namun hal ini, semua limbah baik ternak maupun
kegiatan tersebut belum sepenuhnya tanaman memiliki nilai tambah dan tidak
dimanfaatkan oleh kelompok, Karena proses mencemari lingkungan (Gambar 1). Menurut
pengangkutan dari lokasi kompos ke sawah Dwiyanto (2001), sistem ini meningkatkan
dirasakan masih memberatkan. Di sisi lain penghasilan petani hingga 100% apabila
penggunaan pupuk kandang oleh petani dibandingkan dengan pola tanam padi tanpa
kelompok belum membudaya. Hal ini perlu ternak. Sekitar 40% dari hasil tersebut berasal
sosialisasi agar pupuk kandang yang tersedia dari pupuk organik, sisanya adalah susu dan
dapat dimanfaatkan, karena keberadaan daging sapi.
pupuk tersebut sangat berlimpah (Muslim, Menurut Pamungkas dan Hartati
2006a). (2004), Beberapa keuntungan dari pola
Menurut Muslim dan Nurasa (2006), integrasi ternak dengan tanaman pangan
SIPT dalam usaha pengembangan ternak sapi yaitu: (1). Pemanfaatan potensi limbah
saling keterpaduan dengan tanaman padi, tanaman sebagai sumber pakan ternak, (2).
22
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4. No. 2, Februari 2014: 15 - 26
Memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk peluang yang besar untuk mengangkat potensi
kandang, (3). Menciptakan lapangan kerja sumber daya lokal yang dikelola dalam satu
baru di pedesaan, dan (4). Meningkatkan kesatuan pengelolaan manajemen wilayah
partisipasi masyarakat dalam mewujudkan dengan pola tanam padi-padi-palawija/sayuran
usaha agribisnis yang berdaya saing, ramah dan kombinasi komoditas ternak sapi potong.
lingkungan dan mandiri. Untuk memudahkan Introduksi model sistem usahatani tanaman
adopsi teknologi SIPT yang paling efektif yaitu dan ternak mampu menghasilkan pupuk
studi banding peternak ke kelompok tani yang kandang untuk meningkatkan kesuburan dan
lebih maju atau mapan. Penerapan teknologi konservasi lahan serta meningkatkan
pengelolaan tanaman dan sumber daya produkstivitas padi (Nurawan et al., 2004).
terpadu dengan introduksi ternak, memberikan
Gambar 1. Skema integrasi padi dan ternak sapi (Basuni et al., 2010).
Pola integrasi ternak dengan tanaman memperoleh pangan yang sehat, cukup, dan
pangan mampu menjamin keberlanjutan mudah diakses untuk keberlangsungan hidup.
produktivitas lahan, melalui perbaikan mutu Prinsip dari SIPT adalah usaha tani yang
dan kesuburan tanah dengan cara pemberian menerapkan zero waste dengan
kotoran ternak secara kontinyu sebagai pupuk memanfaatkan sumber daya lokal yaitu jerami
kandang sehingga kesuburan tanah padi, dedak, dan kotoran ternak secara efisien.
terpelihara. Di waktu yang akan datang, Potensi bahan ikutan pertanian (by-product)
berbagai varian SIPT dapat dibentuk sesuai berupa jerami sangat berlimpah, namun belum
kondisi setempat dengan berbagai komponen dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Nilai
teknologi yang dapat diintroduksikan dengan gizi jerami dapat ditingkatkan melalui
mempertimbangkan aspek-aspek fermentasi probiotik dan hampir menyamai
keberlanjutan yang ramah lingkungan dan kualitas rumput gajah. Teknologi pengolahan
secara sosial diterima masyarakat serta kotoran ternak menjadi kompos merupakan
secara ekonomi layak dan dapat diterima alternatif pemecahan masalah lingkungan dan
secara politis (Diwyanto dan Handiwirawan, dapat mengatasi masalah lahan sawah yang
2004). sakit. Usahatani integrasi ternak sapi dengan
padi merupakan usahatani yang efisien dan
KESIMPULAN dinilai efektif untuk perbaikan pendapatan
usahatani rakyat dengan pemilikan lahan
Sistem integrasi padi-ternak (SIPT) sempit di pedesaan.
dalam sistem pertanian merupakan strategi Program SIPT diinisiasi bersamaan
yang sangat penting untuk mewujudkan usaha dengan program pengelolaan tanaman
tani yang ramah lingkungan, kesejahteraan terpadu (PTT). Selain itu, pengembangan
petani dan masyarakat desa. SIPT merupakan sistem usahatani SIPT perlu dilakukan melalui
salah satu program pemerintah untuk pendekatan kelompok tani untuk memudahkan
mewujudkan kedaulatan pangan yang telah penyuluhan pertanian, adopsi teknologi padi-
menjadi hak seluruh rakyat Indonesia untuk ternak, dan saluran bantuan pemerintah.
23
Sistem Integrasi Padi Ternak (Dini Yuliani)
24
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4. No. 2, Februari 2014: 15 - 26
25
Sistem Integrasi Padi Ternak (Dini Yuliani)
Tanah Indonesia Wilayah II. Fakultas Syamsu, J.A. 2006. Kajian penggunaan starter
Pertanian UNPAD. Jatinangor. 8 Hal. mikroba dalam fermentasi jerami padi
Sutardi, A. Musofie dan Soeharsono. 2004. sebagai sumber pakan pada peternakan
Optimalisasi produksi padi dengan rakyat di Sulawesi Tenggara. Seminar
pemanfaatan pupuk organik dan sistem Nasional Bioteknologi. Puslit
usahatani integrasi padi-ternak di Bioteknologi LIPI. Bogor.
agroekosistem lahan sawah. Prosiding Tangendjaja, B. 1988. Penggunaan dedak
Seminar Nasional Sistem Integrasi untuk membuat ransum sederhana pada
Tanaman-Ternak. Denpasar, 20-22 Juli itik petelur. Prosiding Seminar Nasional
2004. Puslitbang Peternakan, BPTP Bali Peternakan dan Forum Peternak
dan Casren. p. 1224-233. Unggas dan Aneka Ternak Kedua di
Suyasa, I.N., S. Guntoro, Parwati, Suprapto Bogor. Balai Penelitian Ternak Ciawi.
dan I.K.W. Soethama. 2004. Bogor. Hal: 317-322.
Pemanfaatan probiotik dalam Udiyono. 1987. Kemungkinan penggunaan
pengembangan sapi potong dedak beras sebagai bahan pembuat
berwawasan agribisnis di Bali. Jurnal enzim. Simposium Bioproses dalam
Pengkajian dan Pengembangan Industri Pangan. 12-14 januari 1987.
Teknologi Pertanian Volume 2 No. 1. Yogyakarta. Hal: 326-334.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi UU (Undang-undang) No. 41. 2009.
Pertanian Bogor. Perlindungan lahan pertanian pangan
Swastika, D.K.S. 2011. Membangun berkelanjutan. Jakarta. 63 Hal.
kemandirian dan kedaulatan pangan Yunilas. 2009. Bioteknologi jerami padi melalui
untuk mengentaskan petani dari fermentasi sebagai bahan pakan ternak
kemiskinan. Pengembangan Inovasi ruminansia. Karya Ilmiah. Departemen
Pertanian, 4(2): 103-117. Peternakan. Fakultas Pertanian.
Syam, A. dan M. Sariubang. 2004. Pengaruh Universitas Sumatera Utara. Medan. 13
pupuk organik (kompos kotoran sapi) hal.
terhadap produktivitas padi di lahan Zaini, Z., S. Abdulrachman, I.N. Widiarta, P.
irigasi. Prosiding Seminar Nasional Wardana, D. Setyorini, S. Kartaatmadja
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. dan M. Yamin. 2009. Pedoman Umum
Denpasar, 20-22 Juli 2004. Puslitbang PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan
Peternakan, BPTP Bali dan Casren. p. Pengembangan Pertanian. Departemen
93-103. Pertanian.
26
Volume 4 Nomor 2, Februari 2014 PRINT ISSN 2087-0620
ONLINE ISSN 2356-4091
RESPON PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PEMBERIAN SILIKAT DAN PUPUK FOSFAT
PADA TANAH ULTISOL
(Response of Upland Rice (Oryza sativa L.) on the Application of Silicate and Phosphate Fertilizer
on Ultisol)
Zulputra, Wawan, Nelvia ......................................................................................................................... 1-10
PENDUGAAN HERITABILITAS DARI 15 GENOTIPE PEPAYA (Carica papaya L.) PADA DUA
PERIODE MUSIM PANEN
(Heritability Estimation of 15 Genotypes of Papaya in two harvest periods)
Tri Budiyanti dan Sunyoto ....................................................... 11-14
EVALUASI HIBRIDA DAN KEMAMPUAN DAYA GABUNG BEBERAPA GALUR INBRED JAGUNG
DI LAHAN MASAM
(Hybrid Evaluation and combining ability of several maize inbred strains in acid soil)
P.K. Dewi Hayati, T. Prasetyo, dan A. Syarif ......................................................................................... 39-43