You are on page 1of 11

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ADAT DALAM PEMBANGUNAN

KEHUTANAN
*
(Studi Kasus Komunitas Battang di Kota Palopo, Sulawesi Selatan)
(Empowerment of Indigenous People in Development
(Indigenous People Case Studies in Battang Palopo City South
Sulawesi))
Mohammad Mulyadi1
1
Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
MPR/DPR RI Gedung Nusantara 1 Paripurna, Lantai 2
Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta Pusat
Phone: (62-21) 5715372 Fax.: (62-21) 5715245
Email: mohammadmulyadi@yahoo.co.id
Diterima 21 Mei 2013, direvisi 14 Agustus 2013, disetujui 27 September 2013

ABSTRACT
One of the negative impacts of development is the neglect of social structure and culture of Indigenous Peoples. As a result,
indigenous peoples as one of development resources become a handicap of development. Human resources are the basic and primary
capital in the development, which expected to maximize its potential in development. The focus of this research is how to empower the
indigenous peoples in development. The research design used is qualitative descriptive, with research location in Battang Village Wara
Barat District Palopo City. The result describes, as follows: 1) indigenous peoples changes in attitude, from the beneficiaries of the
development programme to be actor of development; 2) various forms of social movement of indigenous communities in the region shows
that social movement is an important element of their empowerment, therefore they able to proves existence as a community who need
support by government policy; 3) local institutions is needed to change the structure of inequality in order to encourage the indigenous peoples
to be able to play important role in all phases of development independently; 4) each member of indigenous peoples community has potential
to be better. To develop their potential, capacity development of community through self-reliance community movement is required.
Therefore the society can develop their knowldege, attitude, and skill to participate sufficient, independent, and sustainable, in the
development.
Keywords: Empowerment, Indigenous Community, Development

ABSTRAK
Salah satu dampak negatif pembangunan adalah pengabaian tatanan sosial dan budaya masyarakat adat.
Akibatnya masyarakat adat sebagai salah satu sumber daya pembangunan melakukan perlawanan. Sumber daya
manusia merupakan modal dasar pembangunan yang utama, yang diharapkan mampu memaksimalkan potensinya
dalam pembangunan. Fokus masalah penelitian ini adalah bagaimana pemberdayaan masyarakat adat dalam
pembangunan. Desain penelitiannya adalah deskriptif kualitatif dengan lokasi penelitian di Kelurahan Battang
Kecamatan Wara Barat Kota Palopo. Penelitian ini menghasilkan hasil deskripsi tentang: 1) sikap yang tadinya
menempatkan masyarakat sebagai penerima program saja, berubah menjadi sikap yang menempatkan masyarakat
sebagai pelaku pembangunan; 2) berbagai bentuk gerakan sosial yang ada pada masyarakat adat di wilayah tersebut
menunjukkan bahwa gerakan sosial merupakan dimensi penting dalam pemberdayaan masyarakat adat, sehingga
mampu menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah komunitas masyarakat yang butuh dukungan kebijakan dari
pemerintah; 3) institusi lokal diperlukan untuk mengubah ketimpangan struktur yang memungkinkan masyarakat
adat berperan optimal dalam seluruh tahapan proses pembangunan secara mandiri; 4) setiap anggota masyarakat
dalam sebuah komunitas sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang menuju ke arah yang lebih baik. Untuk
mengembangkan potensi masyarakat tersebut, maka diperlukan pengembangan kapasitas masyarakat melalui
gerakan kemandirian masyarakat, agar mampu mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat,
sehingga dapat berperan serta aktif dalam menjalankan pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan.
Kata kunci: Pemberdayaan, Masyarakat Adat, Pembangunan

*
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni s/d Nopember 2012 di Kelurahan Battang Kota Palopo

224
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 224 - 234
I. PENDAHULUAN ini menarik untuk dikaji, karena dengan dalih pen-
dapatan daerah untuk pembangunan, pemerintah
Di negara-negara berkembang seperti Kota Palopo lebih memilih memperhatikan
Indonesia, eksploitasi sumber daya alam merupa- keberadaan perusahaan tersebut, dibanding
kan salah satu cara dalam meningkatkan pem- melakukan pemberdayaan masyarakat adat1.
bangunan khususnya pertumbuhan ekonomi. Program pembangunan diharapkan dapat
Secara umum dikarenakan keterbatasan modal meningkatkan kehidupan masyarakat. Oleh sebab
finansial eksploitasi sumber daya alam dilakukan itu dalam level lebih operasional, pembagunan
dengan mengundang intervensi pemodal besar melalui proses pemberdayaan masyarakat pada
sebagai investor, antara lain dengan dalih akan umumnya menggunakan pendekatan community
mampu memberikan manfaat dalam bentuk based development, yang artinya adalah pemberdayaan
pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin masyarakat dilaksanakan dengan berbasis
di sekitarnya. Akan tetapi skema seperti ini dari komunitas. Untuk mewujudkan pendekatan
banyak pengalaman justru berkontribusi besar pemberdayaan masyarakat tersebut perlu didukung
merusak tatanan masyarakat adat yang banyak oleh sejumlah langkah dan tindakan yang dapat
hidup di wilayah yang kaya akan sumber daya alam. memperlancar baik proses transformasi dan
Pola seperti ini menghadap-hadapkan masyarakat transisi dari paradigma lama ke paradigma baru,
adat dengan pemilik modal dan pemerintah sebagai maupun dalam menjabarkan konsep pem -
fasilitator di lapangan. Namun, berbagai kasus telah berdayaan sebagai pendekatan yang digunakan
membuktikan, bahwa pembangunan meneruskan sebagai perspektif baru dalam kegiatan yang lebih
semangat kolonialisme dengan merampas tanah operasional. Menur ut Soetomo (2011),
masyarakat adat, melakukan peminggiran dan i m p l e m e n t a s i ko n s e p d a n p e n d e k a t a n
merusak pola produksi dan tatanan politik pemberdayaan masyarakat perlu didukung oleh
masyarakat adat. Hal ini kemudian membuat sejumlah langkah dan tindakan, yaitu: reorientasi,
gerakan masyarakat adat muncul dan menguat gerakan sosial, institusi lokal dan pengembangan
(Yance, 2010). kapasitas.
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 Oleh karena itu, berdasarkan uraian tersebut
tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek dan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
positif yang diharapkan dalam pemberlakuan sebelumnya, maka pokok masalah dalam penelitian
Undang-Undang tersebut. Termasuk diharapkan- ini adalah pola pemberdayaan masyarakat adat
nya penerapan otonomi daerah karena kehidupan dalam pembangunan, yang dioperasionalisasikan
berbangsa dan bernegara selama ini sangat ke dalam bentuk pertanyaan penelitian, sebagai
sentralistik. Otonomi Daerah memang dapat mem- berikut:
bawa perubahan positif di daerah dalam hal 1. Bagaimana reorientasi masyarakat adat dalam
kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. pembangunan?
Kewenangan ini menjadi sebuah harapan karena 2. Bagaimana gerakan sosial masyarakat adat
sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung dalam pembangunan?
mendikte pemerintah daerah agar mau mengikuti 3. Bagaimana peran institusi lokal masyarakat adat
apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah pusat. dalam pembangunan?
Akibatnya, kebijakan yang sentaralistik tersebut, 4. B a g a i m a n a p e n g e m b a n g a n k a p a s i t a s
masyarakat menuntut dan melakukan perlawanan masyarakat adat dalam pembangunan?
terhadap berbagai kebijakan yang merugikan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
masyarakat daerah memberikan deskripsi tentang pola pemberdayaan
Salah satu masyarakat adat yang melakukan masyarakat adat dalam pembangunan yang
perlawanan terhadap kebijakan pemerintah daerah tercermin pada reorientasi, gerakan sosial, peran
adalah masyarakat adat Battang Kota Palopo institusi lokal dan pengembangan kapasitas
Sulawesi Selatan. Masuknya perusahaan tambang masyarakat adat dalam pembangunan pada
PT. Masmindo ke wilayah mereka, menyebabkan masyarakat adat Battang Kota Palopo.
banyaknya intimidasi yang berujung pada
1
pengambilalihan kawasan hutan adat yang selama Wawancara dengan Opu Raja, Tokoh Adat Masyarakat Palopo, tanggal
5 September 2012
ini menjadi tempat mereka bergantung hidup. Hal

225
Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Adat ..... (Mohammad Mulyadi)
II. METODE PENELITIAN “ Qualitative research has the natural setting as the source
of data and researcher is key instrument.” Adapun
A. Rancangan Penelitian informan yang diwawancara dalam penelitian ini
adalah para tokoh masyarakat adat Battang di Kota
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
Palopo.
pendekatan desain kualitatif. Desain penelitian
dengan pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk
D. Teknik Analisis Data
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang Secara operasional analisis data kualitatif adalah
diamati. Pendekatan kualitatif menghasilkan data proses menyusun data (menggolongkannya dalam
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari tema atau kategori) agar dapat ditafsirkan atau
orang-orang dan perilaku yang dapat diamat. diinterpretasikan. Pada prinsipnya analisis ini
dilakukan setiap saat selama penelitian ber-
B. Lokasi dan Waktu Penelitian langsung. Kegiatan pengumpulan data dan analisis
data dalam penelitian ini tidak terpisah satu sama
Penelitian yang meliputi aktivitas observasi dan
lain. Keduanya berlangsung secara simultan dan
wawancara dilaksanakan di Kelurahan Battang,
prosesnya berbentuk siklus (Creswell, 1994). Oleh
Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo, Sulawesi
karena itu, penelitian ini menggunakan analisis data
Selatan. Waktu kegiatan penelitian ini, dimulai dari
model interaktif melalui tiga alur kegiatan, yaitu: 1)
bulan Juli dan selesai pada bulan November 2012.
reduksi data, 2) display data, dan 3) penarikan
kesimpulan/verifikasi (Miles and Huberman,
C. Pengumpulan Data
1984), seperti pada Gambar 1.
Pengumpulan data dilakukan deng an Model interkatif melalui jalur reduksi data,
mengutamakan pandangan informan (perspectif display data dan penarikan kesimpulan/verifikasi
emic), dan peneliti sendiri memerankan diri sebagai sebagaimana telah digambarkan di atas digunakan
instrumen utama (key instrument) yang terjun untuk menganalisis data hasil wawancara,
langsung ke lapangan untuk melakukan obeservasi dan studi dokumentasi yang berkaitan
pengumpulan data secara mendalam. Hal ini sesuai dengan permasalahan yang menjadi fokus
dengan pendapat Bogdan dan Biklen (1992) bahwa: penelitian.

Gambar 1. Analisis Data dan Model Interaktif


Figure 1. Data analysis and interactive model

226
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 224 - 234
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Di Indonesia, kosakata masyarakat adat menjadi
populer sejak 10 tahun terakhir. Ornop (sudah
A. Masyarakat Adat dan Masyarakat Hutan jelas) punya kontribusi sangat besar dalam
Adat mempopulerkan istilah ini sebagai padanan dari
indigenous people, terutama sejak pertemuan yang
1. Masyarakat Adat
diorganisasikan oleh Wahana Lingkungan Hidup
Keberadaan masyarakat adat adalah fakta sosial
Indonesia (WALHI) di Tana Toraja pada tahun
sejak lama di Indonesia. Bahkan jauh sebelum
1993. Dari pertemuan itulah istilah masyarakat adat
bentuk Republik diproklamasikan tahun 1945.
kemudian disepakati bahwa masyarakat adat adalah
Dalam masa pergolakan menuju republik,
kelompok masyarakat yang memiliki asal usul
kelompok-kelompok intelektual mengagregasi
leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis
kepentingan-kepentingan masyarakat adat untuk
tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi,
menjadi salah satu argumentasi menuntut
ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah
kemerdekaan, di samping hal-hal penting lainnya.
sendiri. (Sangaji dalam Davidson et.al, 2010:349).
Namun, dalam semangat nasionalitas yang
Di tingkat negara-negara lain banyak istilah yang
meninggi, lokalitas adat tidak dimasukkan sebagai
digunakan, misalnya first peoples di kalangan
penyangga hukum (hak) dasar yang disusun oleh
antropolog, first nation di Amerika Serikat dan
para founding father.
Kanada, indigenous cultural communities di Filipina,
Pembicaraan mengenai masyarakat adat dalam
bangsa asal dan orang asli di Malaysia, sedangkan di
penyusunan UUD 1945 hanya dibicarakan oleh M.
tingkat PBB telah disepakati penggunaan istilah
Yamin dan Soepomo. Para tokoh lain yang berasal
indigenous peoples sebagaimana tertuang dalam
dari daerah tidak meresponsnya dengan serius.
seluruh dokumen yang membahas salah satu
Konstruksi masyarakat adat yang diatur dalam
rancangan deklarasi PBB, yaitu draft of the UN
UUD 1945 generasi pertama adalah pemerintahan
Declaration on the Rights of the Indigenous Peoples.
masyarakat adat sebagai pemerintah “bawahan”
Pengertian masyarakat adat tidak dapat
yang istimewa untuk menopang Pemerintahan
dilepaskan dari pengertian masyarakat hukum adat.
Republik di Jakarta. Sebagaimana sebutkan dalam
Menurut Hazairin dalam Soekanto (2005) bahwa:
Penjelasan Pasal 18 UUD 1945: “Dalam teritori
Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende Masyarakat hukum adat adalah kesatuan-
landchappen (daerah-daerah swapraja) dan kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai
volksgetneenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup
Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan
sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan
dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas
bersifat istimewa.” tanah dan air bagi semua anggotanya… bentuk
Istilah masyarakat adat mulai disosialisasikan di hukum kekeluargaannya (patrilineal, matri-
Indonesia di tahun 1993 setelah sekelompok orang lineal, atau bilateral) mempengaruhi sistem
yang menamakan dirinya Jaringan Pembelaan Hak- pemerintahannya terutama berlandaskan atas
hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) yang terdiri dari pertanian, peternakan, perikanan dan
tokoh-tokoh adat, akademisi dan aktivis Organisasi pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah
non pemerintah menyepakati penggunaan istilah sedikit dengana perburuan binatang liar,
tersebut sebagai suatu istilah umum pengganti pertambangan dan kerajinan tangan. Semua
sebutan yang sangat beragam. Pada saat itu, secara anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya.
umum masyarakat adat sering disebut sebagai Penghidupan mereka berciri; komunal, dimana
masyarakat terasing, suku terpencil, masyarakat gotong royong, tolong menolong, serasa dan
hukum adat, orang asli, peladang berpindah, selalu mempunyai peranan yang besar.
peladang liar dan terkadang sebagai penghambat Masyarakat adat memiliki kearifan yang tinggi,
pembangunan, sedangkan pada tingkat lokal kedalaman pengetahuan kehidupan yang
mereka menyebut dirinya dan dikenal oleh mengagumkan serta sistim sosial-ekonomi yang
masyarakat sekitarnya sesuai nama suku mereka tangguh. Namun demikian, dalam kenyataannya
masing-masing. terjadi pertentangan antara budaya masyarakat adat

227
Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Adat ..... (Mohammad Mulyadi)
yang bertumpu pada keseimbangan alam dan sistim yaitu hutan biasa atau pangngale' dan hutan adat atau
produksi yang lebih menekankan pada ekonomi pangngale' ada' tomatoa. Hutan biasa boleh dikelola
subsisten (berladang, berburu, mengumpul, dan dimanfaatkan hasil hutannya, baik kayu
berkebun dll), dengan kebijakan pemerintah yang maupun bukan kayu. Sementara pangngale' ada
eksploitatif terhadap sumber daya alam. tomatoa atau hutan keramat sama sekali tidak boleh
Perekonomian Indonesia dikembangkan secara diapa-apakan karena mengandung nilai sejarah
makro dengan mengutamakan pertambangan, orang-orang yang dimuliakan oleh masyarakat adat
perkebunan skala besar, logging dan lain sebagainya Battang, seperti Sawerigading dan Batara Guru.2
sebagai sumber utama pembangunan nasional. Masyarakat hutan adat umumnya terbukti
Pemerintah, media dan pihak swasta membangun mampu menyangga kehidupan dan keselamatan
stereotype tentang budaya masyarakat adat sebagai mereka sendiri sebagai komunitas dan sekaligus
terkebelakang, kuno, tidak beradab, primitif dan menyangga layanan sosio-ekologis alam untuk
berbagai macam cap negatif lainnya. kebutuhan seluruh mahluk. Menurut Arif (1994)
Menur ut Abdur rahman (1997) bahwa ada beberapa alasan kuat yang melandasi betapa
“masyarakat adat hidup dengan pola hidup pentingnya peran masyarakat adat dalam
kemasyarakatan tempat dimana hukum itu pengelolaan hutan saat ini dan terutama di masa
berproses dan sekaligus juga adalah merupakan depan, yaitu bahwa:
hasil dari proses kemasyarakatan yang merupakan Masyarakat adat memiliki motivasi yang
sumber dari hukum tersebut.” Kehidupan kuatsebagai penerima insentif yang paling
masyarakat adat senantiasa tumbuh dari suatu bernilai untuk melindungi hutan dibandingkan
kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pihak-pihak lain karena menyangkut
pandangan hidup, yang keseluruhannya merupakan keberlanjutan kehidupan mereka.
kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu Masyarakat adat memiliki pengetahuan asli
berlaku. bagaimana memelihara dan memanfaatkan
2. Masyarakat Hutan Adat sumberdaya hutan yang ada di dalam habitat
Hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di mereka.
dalam wilayah adat yang merupakan bagian yang Masyarakat adat memiliki hukum adat untuk
tidak terpisahkan dari siklus kehidupan komunitas ditegakkan.
adat penghuninya. Pada umumnya komunitas- Masyarakat adat memiliki kelembagaan adat
komunitas masyarakat adat penghuni hutan di yang mengatur interaksi harmonis antara
Indonesia memandang bahwa manusia adalah mereka dengan ekosistem hutannya.
bagian dari alam yang harus saling memelihara dan Sebagian dari masyarakat adat sudah memiliki
menjaga keseimbangan dan harmoni (Nababan, organisasi dan jaringan kerja untuk membangun
2008). solidaritas di antara komunitas-komunitas
Hutan bagi masyarakat adat menyediakan masyarakat adat, dan juga mengorganisasikan
berbagai jenis kayu untuk keperluan konstruksi dukungan politis dan teknis dari pihak-pihak
rumah, pembuatan perahu dan perabotan rumah luar.
tangga. Hutan adat merupakan sumber mata Masyarakat adat dilindungi UUD 1945 yang
pencaharian sebagian besar Masyarakat Adat mengharuskan negara mengakui, menghormati
Battang. Beberapa kegiatan pencaharian yang dan melindungi hak-hak tradisional (hak-hak
bergantung pada hutan adalah pembuatan atap asal usul, menurut penjelasan Pasal 18 UUD
daun nipah, mencari kepiting bakau, mencari ikan 1945 sebelum diamandemen), dan diposisikan
sungai dan membuat sagu. Pembuatan atap nipah sebagai Hak Azasi Manusia (HAM) baik dalam
merupakan mata pencaharian yang sangat Pasal 28 I ayat (3) sesuai dengan standar HAM
mengandalkan keberadaan hutan Battang. dalam berbagai instrumen internasional.
Bagi Masyarakat Adat Battang hutan juga Hak untuk mengelola sumberdaya alam,
merupakan sumber lahan atau cadangan lahan di termasuk hutan, merupakan salah satu hak
masa depan. Pengelolaan hutan adat Battang ekonomi, sosial dan budaya yang melekat pada
dilakukan oleh pemangku adat. Hutan adat Battang 2
Wawancara dengan Opu Raja, Tokoh Adat Masyarakat Palopo, tanggal
secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua, 5 September 2012

228
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 224 - 234
setiap manusia sejak dilahirkan. Karenanya, hak Masyarakat menganggap telah terjadi perluasan
seperti ini dapat dikategorikan sebagai “hak wilayah klaim Taman Wisata Alam. Sebagai
alamiah” atau “hak bawaan” yang melekat secara akibatnya, wilayah pemukiman dan lahan garapan
kodrat pada setiap insan (Wahab, 2009). masyarakat Kelurahan Battang Barat yang sejak
Menurut Hardin (1968), merujuk pada teori turun temurun didiami dan dihuni oleh masyarakat
Common Property, sebetulnya sumberdaya alam yang adat, masuk dalam klaim Balai Konservatif
ada di bumi ini merupakan sumberdaya yang bebas, Sumber Daya Alam (BKSDA) sebagai wilayah
dan terbuka untuk siapa saja serta dapat dimiliki Konservasi Taman Wisata Alam Naggala III.
bersama. Untuk pengelolaannya setiap individu Padahal secara administratif wilayah tersebut
dapat meng ambil bagian dan ber usaha masuk dalam Kelurahan Battang Barat, Kecamatan
memaksimalkan keuntungan yang didapat dari Wara Barat, Kota Palopo.
pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Pada
mulanya tidak ada aturan yang menghalangi C. Evaluasi Program Pembangunan
siapapun untuk mengeksploitasi sumberdaya alam Otonomi daerah dan desentralisasi kehutanan
tersebut secara maksimal. Namun, ketika semua yang kurang persiapan secara memadai mendorong
orang berupaya memaksimalisasi pengelolaan timbulnya kebijakan daerah yang berorientasi
sumberdaya alam, maka sumberdaya alam tersebut sesaat, kedaerahan dan memandang hutan sebagai
menjadi berkurang, bahkan kemungkinan besar sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
bisa habis (Suharjito, 2000). Karena itu perlu adanya sangat potensial. Oleh karena itu banyak
pengaturan dalam pengelolaan sumberdaya alam, kabupaten mengeluarkan peraturan yang
dimana masyarakat hutan adatlah yang selama ini memperbolehkan kegiatan yang menghasilkan
mengaturnya dengan kearifan lokal yang pendapatan dari hutan di wilayah mereka
dimilikinya. (Resosudarmo dan Dermawan, 2003).
Semangat mengejar pendapatan dengan
B. Gambaran Umum Wilayah Masyarakat mengeksploitasi sumber daya hutan ini sering tidak
Adat Battang di Kota Palopo disertai tanggung jawab untuk melakukan
Battang merupakan daerah yang terletak perlindungan, konservasi, rehabilitasi dan
disebelah barat Kota Palopo, Provinsi Sulawesi reklamasi hutan. Dampak negatif tindakan ini
Selatan yang berbatasan langsung dengan cukup signifikan, mulai dari hutan yang gundul dan
kabupaten Toraja Utara. Secara geografis Battang menyebabkan banjir, gagal panen, sampai pada
merupakan daerah pegunungan, yang telah ada kehilangan tempat mencari nafkah bagi penduduk
sejak zaman Belanda dan dikenal dengan nama sekitar hutan. Akibatnya masyarakat adat
kampong to' Jambu. Sebagian besar masyarakat menderita miskin.
adat Battang masih mempraktikkan cara hidup Tingkat kemiskinan di wilayah masyarakat adat
dengan memanfaatkan kawasan pertanian hutan. Battang masih tinggi, yang ditandai dengan
Pada tahun 1992, daerah hutan lindung di kelurahan kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan
ini dinyatakan sebagai hutan lindung oleh Balai ketidakmampuan masyarakat adat untuk
Konservasi Sumber Daya Alam dengan nama menyampaikan aspirasi. Untuk mengatasi
Taman Wisata Alam Naggala III seluas 500 ha. kemiskinan, diperlukan upaya pemberdayaan
Dasarnya adalah Keputusan Menteri Nomor masyarakat.
663/Kpts-II/92 yang ditetapkan di Jakarta pada Pembuatan jalan adalah salah satu upaya
tanggal 1 Juli 1992. Status hukumnya adalah membuka keterisolasian wilayah masyarakat adat
penunjukan tentang perubahan fungsi dan Battang dari sumber-sumber informasi dan
penunjukan sebagian kawasan hutan lindung penghubung ke pusat-pusat produksi dan tempat-
Nanggala III yang terletak di Kabupaten Luwu, tempat distribusi/pemasaran. Selain itu, jalan
Sulawesi Selatan menjadi Taman Wisata Alam memudahkan jangkauan penduduk ke pusat-pusat
Nanggala III. Diluar dugaan, kebijakan tersebut pelayanan sosial dan budaya seperti: sarana
menimbulkan konflik dengan masyarakat adat pendidikan (sekolah), kesehatan (puskesmas,
setempat. posyandu) dan ibadah.

229
Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Adat ..... (Mohammad Mulyadi)
Jalan dianggap menjadi kunci pertumbuhan an. Pada era sebelum reformasi, apabila ada keter-
ekonomi yang dapat mengangkat harkat dan libatan masyarakat tidak lebih pada tahap
martabat masyarakat adat Battang dari kemiskinan pelaksanaan. Oleh karena itu, masyarakat terbiasa
dan kebodohan. Oleh karena itu, pembangunan menunggu program yang dirumuskan dari atas.
jalan dapat menjadi pintu masuk untuk Masyarakat adat hanya dilibatkan pada tahap
meningkatkan kesejahteraan dan memberikan pelaksanaan saja, tetapi tidak ketika merumuskan
kesempatan kerja kepada masyarakat adat. apa yang menjadi kebutuhan dan harapan
Pembangunan jalan dalam rangka peningkatan masyarakat adat. Saat ini, di tengah tuntutan
perekonomian di wilayah masyarakat adat Battang terhadap peran pemerintah dalam memajukan
telah menjadi perhatian pemerintah Kota Palopo,3 perekonomian masyarakat adat, pemerintah sudah
tetapi umumnya dilaksanakan berbasis “proyek”. seharusnya melakukan reorientasi peran guna
Program ini seringkali gagal disebabkan antara lain: melakukan perubahan-perubahan yang mendasar
(1) ketidaktepatan antara kebutuhan masyarakat terhadap proses pemberdayaan masyarakat adat
dan bantuan yang diberikan; (2) paket proyek tidak dalam rangka mengembalikan esensi tujuan
dilengkapi dengan keterampilan yang mendukung; pemberdayaan masyarakat adat pada jalur yang
(3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana; semestinya, seperti yang dicita-citakan oleh pendiri
dan (4) tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat bangsa ini, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
yang melanjutkan proyek. Indonesia.
Berkaitan cita-cita pendiri bangsa tersebut,
D. Pola Pemberdayaan Masyarakat Adat dimana secara jelas tercantum dalam alinea
Battang keempat Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa
salah satu tujuan fundamental dibentuknya negara
Upaya masyarakat adat untuk mengembangkan
Indonesia adalah negara Indonesia yang
komunitasnya tentu menjadi tugas berbagai elemen
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
bangsa, karena masyarakat adat merupakan bagian
Karena sejak awal berdirinya bangsa Indonesia,
dari bangsa ini. Beberapa upaya penting yang harus
para pembentuk negara menempatkan nilai
dilakukan oleh pemerintah dalam kegiatan
keadilan bagi masyarakat sebagai tujuan akhir dari
pemberdayaan masyarakat adat adalah pertama,
proses membangun bangsa Indonesia yang
reorientasi masyarakat adat dalam pembangunan,
merdeka dan berdaulat. Atau dengan penafsiran
kedua, gerakan sosial masyarakat adat,ketiga,
yang lain, nilai keadilan sosial telah dipilih oleh
membangun institusi lokal masyarakat adat,
pembentuk negara sebagai nilai yang terpenting
keempat, pengembangan kapasitas masyarakat
dan merupakan tujuan akhir dari proses
adat. Proses pemberdayaan masyarakat adat, akan
pembangunan untuk mengisi kemerdekaan.
menyisakan berbagai tantangan yang multi-
Pada tingkat implementasi, reorientasi menjadi
dimensional. Peran kebijakan pemerintah tentulah
syarat mutlak oleh pelaksana pemberdayaan di
diperlukan untuk mempercepat komunitas ini lebih
lapangan. Sikap yang tadinya menempatkan
mandiri dan siap menyongsong perubahan sosial
masyarakat sebagai penerima program saja,
yang semakin memperkuat modal pembangunan.
berubah menjadi sikap yang menempatkan
Berikut ini akan dijelaskan berbagai upaya yang
masyarakat sebagai subyek “pelaku” pembangun-
telah dan harus dilakukan oleh pemerintah Kota
an. Hal tersebut diungkapkan oleh Tokoh Adat
Palopo dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Masyarakat di Palopo yang menyebutkan bahwa:
dalam pemberdayaan masyarakat adat.
“Saat ini pemerintah daerah seringkali
1. Reorientasi masyarakat adat dalam melibatkan masyarakat adat dalam setiap rapat
pembangunan yang membahas tentang pembangunan di
Reorientasi kebijakan terhadap keterlibatan daerah, hal ini bisa dilihat pada rapat-rapat
masyarakat adat Battang perlu dilakukan, musyawarah pembangunan desa/kelurahan,
khususnya dalam memandang masyarakat adat dimana tokoh masyarakat adat mempunyai
tidak lagi sebagai obyek tetapi subyek pembangun- posisi penting di dalam masyarakat terutama
menjaga agar kebijakan yang ditetapkan oleh
3
RPJMD Kota Palopo 2008-2013. Pemerintah Kota Palopo mencantumkan pemerintah tidak mendapatkan penentangan
kegiatan pembuatan jalan bagi aksesibilitas Masyarakat Adat Battang dari masyarakat. Hal tersebut dapat dimaklumi

230
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 224 - 234
karena tokoh adat mempunyai makna simbolik perubahan yang diharapkan terjadi di masyarakat.
sebagai pewaris leluhur yang umumnya diketahui Menurut Tokoh Masyarakat Adat Battang, bahwa:
memiliki sikap arif dan bijaksana dalam setiap “Beberapa bulan yang lalu, tepatnya 17 Juli 2012
mengambil keputusan.”4 puluhan perwakilan tokoh masyarakat adat
D eng an demikian, hubung an deng an Battang, Kecamatan Wara Barat, menemui
masyarakat tidak lagi bersifat instruksi, tetapi wakil walikota Palopo. Tokoh masyarakat adat
bersifat kemitraan. Acuan kerja yang dipegangnya Battang mempertanyakan respon pemerintah
adalah mengikuti dari belakang, tetapi memberikan Kota Palopo terhadap usulan kawasan Battang
peringatan bila terjadi penyimpangan (tutwuri dijadikan wilayah adat, supaya masyarakat hidup
handayani). Pada saat yang tepat mampu berada di tenang.
antara masyarakat, pemerintah harus bisa Fasilitator masyarakat adat Battang, Mirdad,
memberikan semangat (ing madya mangun karsa), mengatakan, tokoh masyarakat adat Battang
dan sebagai pendamping, pemerintah harus dapat sengaja datang, untuk bersilaturrahmi dengan
dijadikan panutan masyarakat (ing ngarsa sung wakil walikota, Rahmat Masri Bandaso,
tulodo). sekaligus mempertanyakan sejauh mana respon
pemerintah soal usulan kawasan adat Battang.”5
2. Gerakan sosial masyarakat adat dalam
Berbagai bentuk gerakan sosial yang ada pada
pembangunan
masyarakat adat di wilayah tersebut menunjukkan
Gerakan sosial tercipta dari sebuah situasi dan
bahwa gerakan sosial merupakan dimensi penting
kondisi yang terjadi dalam masyarakat karena
dalam pemberdayaan masyarakat adat. Karena
adanya ketidakadilan dan kesewenang-wenangan
dengan gerakan sosial, masyarakat adat mampu
kelompok yang kuat terhadap kelompok yang
menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah
lemah. Dengan kata lain, gerakan sosial lahir dari
komunitas masyarakat yang butuh dukungan
reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan
kebijakan dari pemerintah.
masyarakat, atau menginginkan perubahan
kebijakan karena dinilai tidak adil. Hal ini berarti 3. Peran institusi lokal masyarakat adat dalam
tuntutan perubahan itu lahir karena melihat pembangunan
kebijakan yang ada tidak sesuai dengan konteks Peran institusi lokal masyarakat adat saat ini
masyarakat yang ada atau bertentangan dengan banyak diabaikan oleh pemerintah daerah, padahal
kepentingan masyarakat secara umum. peran institusi lokal tersebut sangat membantu
Gerakan sosial itu terjadi oleh kondisi yang pemerintah dalam menyampaikan berbagai
memberikan kesempatan bagi gerakan itu terjadi. kebijakan yang mengatur masyarakat. Konsep
Jadi, sekelompok orang bagian dari masyarakat pembangunan yang cenderung menampilkan
adat terlibat secara sadar untuk berbuat dengan partisipasi masyarakat yang semu, selama ini secara
maksud untuk mengubah kondisinya. Gerakan sistematis telah membuat masyarakat cukup
sosial tidak cukup dan berhenti pada pemahaman mengatakan dirinya ikut serta dalam
bahwa mereka mempunyai masalah pada pembangunan. Padahal keterlibatan mereka karena
ketidakberdayaan. Lebih dari itu, gerakan sosial seringkali dimobilisasi oleh pemerintah atau
perlu diteruskan untuk memperjuangkan nilai-nilai deng an kata lain, terpaksa ikut dalam
pemberdayaan agar masuk dalam kehidupan pembangunan. Keterlibatan mereka belum
berbagai kalangan di masyarakat. sepenuhnya didasari oleh kesadaran bahwa
Selain itu gerakan sosial juga dimaksudkan dapat keterlibatan mereka adalah karena mereka subyek
mempengaruhi pengambil kebijakan. Dengan pembangunan.
demikian, nilai pemberdayaan lebih menjiwai Disinilah letak peran institusi local, sebagai
kebijakan yang dirumuskan. Kebijakan yang wadah yang mendorong masyarakat untuk bangkit
dirumuskan tidak mempunyai arti apa-apa jika dan memiliki kesadaran bahwa kalau tidak mereka
masyarakat tidak 'mengawal' implementasi (masyarakat adat) sendiri, siapa lagi. Institusi lokal
kebijakan pemberdayaan masyarakat adat, sampai diperlukan untuk mengubah ketimpangan struktur

5
4
Wawancara dengan A. Syaifuddin Kaddiraja, Tanggal 5 September 2012 di Wawancara dengan Mirdad (Tokoh Masyarakat Adat Battang), Tanggal
Kota Palopo 5 September 2012 di Kota Palopo

231
Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Adat ..... (Mohammad Mulyadi)
yang memungkinkan masyarakat adat berperan kembang, disebabkan oleh berbagai faktor
optimal dalam selur uh tahapan proses tertentu. Untuk mengembangkan potensi
pembangunan secara mandiri. Institusi lokal masyarakat tersebut, maka diperlukan usaha-usaha
diharapkan mampu berfungsi secara optimal yang dapat mendorong masyarakat, agar potensi
sebagai motor penggerak menuju perubahan di yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk mengubah
masyarakat adat. Untuk mewujudkan itu semua, kehidupannya menjadi lebih baik. Usaha tersebut
saat ini masih banyak institusi masyarakat yang antara lain: (i) dengan mengembangkan kapasitas
harus berbenah diri untuk dapat terlibat secara masyarakat, (ii) dengan menggerakkan kembali
optimal dalam proses pembangunan. Pembenahan kemandirian masyarakat dalam pembangunan, (iii)
diri di kalangan institusi-institusi masyarakat ini dengan upaya pengembangan pengetahuan, sikap
menjadi sangat vital terkait dengan berlakunya dan keterampilan masyarakat agar dapat berperan
otonomi daerah, di mana potensi-potensi daerah serta aktif dalam menjalankan pembangunan
mulai ditangani sendiri oleh daerah. secara mandiri dan berkelanjutan.
Di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Inti dari pengembangan kapasitas masyarakat
daerah perdesaan banyak kita temui institusi lokal, adat adalah proses peningkatan kesadaran
seperti: LKMD, PKK, Koperasi, Klompencapir, masyarakat itu sendiri. Salah satu aspek dari
Kelompok Tani, kelompok pengajian dan lembaga peningkatan kesadaran adalah terbukanya peluang-
kemasyarakatan lainnya. Timbulnya organisasi atau peluang untuk tindakan menuju perubahan.
institusi lokal, ada yang karena inisiasi pemerintah Peningkatan kesadaran itu dapat dicapai melalui
dalam rangka melaksanakan program-program beberapa strategi, diantaranya melalui kebijakan
pemerintah, ada pula institusi atau organisasi yang dan perencanaan, aksi sosial dan politik, dan
murni inisiatif masyarakat, dengan tujuan yang melalui pendidikan dan penyadaran. Pemberdaya-
biasanya bersifat dinamis dan tidak tersusun secara an melalui pendidikan dan penyadaran menekan-
jelas, tapi lebih sesuai dengan kebutuhan yang ada kan pentingnya suatu proses edukatif atau pem-
saat itu di masyarakat. belajaran (dalam pengertian luas) dalam meleng-
Menurut tokoh masyarakat Battang, salah satu kapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan
institusi lokal yang melakukan pemberdayaan mereka, sehingga masyarakat memiliki gagasan-
masyarakat adalah Tomakaka Battang. Institusi gagasan, pemahaman, kosakata, dan keterampilan
lokal ini cukup membantu masyarakat adat bekerja menuju perubahan yang efektif dan
dalam menyalurkan kreativitasnya berupa berkelanjutan. (Ife dan Tesoriero, 2008).
adanya kerajinan tangan. Hasil dari kerajinan Dalam pengembangan kapasitas di suatu
tangan tersebut, kemudian dapat dijual melalui komunitas masyarakat, harus disadari bahwa setiap
koperasi dengan terlebih dahulu dipromosikan masyarakat berbeda-beda. Mereka memiliki
oleh Tomakaka.6 karakteristik budaya, geografi, sosial, politik, dan
Dengan demikian pemberdayaan masyarakat demografi yang unik, sehingga pengalaman
adat bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga pengembangan kapasitas di suatu komunitas
merupakan tugas dan tanggung-jawab bersama, masyarakat belum tentu dapat digunakan di
termasuk juga institusi lokal yang ada di wilayah masyarakat yang lain, bahkan sangat beresiko
masyarakat adat. meng alami keg ag alan dan melemahkan
pengalaman orang-orang dari masyarakat tersebut,
4. Pengembangan kapasitas masyarakat adat
karena hal itu bukan proses yang cocok untuk
dalam pembangunan
mereka (Ife dan Tesoriero, 2008).
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya
Tujuan pengembangan kapasitas masyarakat
merupakan proses untuk membuat masyarakat
adalah membangun kembali masyarakat sebagai
menjadi berdaya. Setiap anggota masyarakat dalam
tempat pengalaman penting manusia, untuk
sebuah komunitas sebenarnya memiliki potensi
memenuhi kebutuhan manusia, dan membangun
untuk berkembang menuju ke arah yang lebih baik.
kembali struktur-struktur negara dalam hal
Namun potensi itu seringkali tidak bisa ber-
kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite
6
profesional, dan sebagainya yang selama ini kurang
Wawancara dengan salahsatu Tomakaka Battang, Tanggal 12 September
2012 di Kampung Battang Palopo. berperikemanusiaan dan sulit diakses. Tujuan dari
sebuah usaha pengembangan masyarakat dikata-

232
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 224 - 234
kan berhasil apabila proses yang dilaksanakan gerakan sukarela merupakan bagian yang dapat
menuju ke arah pencapaian tujuan. menjembatani antara kebijakan pemerintah dan
Di Kota Palopo, pemerintah daerah telah kebutuhan masyarakat. Untuk mencapai itu semua,
memfasilitasi masyarakat adat Battang dengan dibutuhkan pengembangan kapasitas masyarakat
kegiatan pelatihan yang dapat menunjang aktivitas adat, agar dalam setiap tahapan pembangunan,
perekonomian masyarakat. Salah satu bentuk mereka dapat mengikutinya dengan baik.
kegiatannya memberikan pelatihan tentang
bagaimana bercocok tanam yang baik dan benar.7 B. Saran
Sejalan dengan kondisi tersebut, inti dari
Pemberdayaan masyarakat adat merupakan
pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya
upaya mengubah kondisi masyarakat adat yang
keleluasaan pemerintah daerah untuk menyeleng-
seringkali berada pada posisi terbelakang menjadi
garakan pemerintahannya sendiri atas dasar pra-
posisi yang setara dengan komunitas masyarakat
karsa, kreativitas, dan peran aktif masyarakat dalam
lainnya. Agar pemberdayaan masyarakat adat dapat
mengembangkan dan memajukan daerahnya.
berlangsung secara efektif, maka ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah khususnya
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Pemerintah Kota Palopo, yaitu:
1. Pemerintah Kota Palopo Sulawesi Selatan
A. Kesimpulan
perlu melakukan reorientasi melalui perubahan
P emberdayaan merujuk pada pengertian pola pikir dan sikap untuk menyesuaikan diri
penguatan potensi yang dimiliki oleh masyarakat dengan pandangan baru yaitu menempatkan
adat, dengan melakukan reorientasi, gerakan sosial, masyarakat sebagai subyek dan tidak hanya
pengembangan institusi lokal dan pengembangan sebagai obyek pembangunan.
kapasitas. Reorientasi berfokus pada upaya melihat 2. Pemerintah Kota Palopo Sulawesi Selatan
kembali arti maupun tujuan pendekatan pem- perlu menyesuaikan peraturan, ketentuan,
berdayaan masyarakat, agar masyarakat dan mekanisme kelembagaan, nilai-nilai dan peri-
pemerintah dapat mengambil sikap terhadap laku yang memungkinkan masyarakat adat
program pemberdayaan masyarakat. Pendekatan berinteraksi secara efektif dengan pemerintah.
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan 3. Masyarakat adat Battang dapat dilibatkan dalam
mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada setiap pengambilan keputusan dan tindakan pe-
posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses merintah yang menyangkut kehidupan masya-
mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. rakat adat. Adanya keterlibatan masyarakat adat
Dengan demikian maka masyarakat harus mampu secara aktif dalam pembangunan akan meng-
meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi hasilkan sebuah kondisi yang dapat mengangkat
masalah yang dihadapi. harkat dan martabat masyarakat adat.
C ara pandang seperti tersebut diatas
membutuhkan gerakan sosial yang dapat
menciptakan iklim dalam kehidupan bermasyarakat DAFTAR PUSTAKA
dalam merumuskan kebijakan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat adat. Gerakan sosial yang Abdurahman dan Sondra Wentzel. 1997. Konsep
dilakukan oleh masyarakat lokal membutuhkan Untuk Menyelesaikan Masalah Status Tanah
institusi lokal yang berfungsi untuk memfasilitasi Masyarakat Di Kawasan Hutan Pada Areal
tindakan bersama yang sudah terpola, sehingga HPH dan HPHTI di Propinsi Kalimantan
fungsinya bukan semata mata sebagai suatu Timur, GTZ-MoF. SFMP Document No.
organisasi, melainkan juga sebagai pranata sosial. 11.
Oleh sebab itu, dalam hubungannya dengan
Anshory, Ch, N. 2008. Dekonstruksi Kekuasaan,
pemberdayaan masyarakat, gerakan sosial sebagai
Konsolidasi Semangat Kebangsaan.
Yogyakarta: LkiS.
7
Wawancara dengan A. Syaifuddin Kaddiraja, Tanggal 5 September 2012 di
Kota Palopo

233
Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Pembangunan (Studi Kasus Masyarakat Adat ..... (Mohammad Mulyadi)
Arief, A. 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Pertemuan Mitra Siemenpuu Foundation,
terhadap Lingkungan. Jakarta: Yayasan Obor Muara Jambi, 5 Nopember 2008.
Indonesia.
Resosudarmo, I.A.P. dan Dermawan. A. 2003.
Bogdan and Biklen. 1992. Qualitative Research for Hutan dan Otonomi daerah: tantangan Berbagi
Education: An Introduction to Theory and Suka dan Duka. Jakarta: Yayasan Obor
Methods. Boston: Allyn & Bacon. Indonesia.
Creswell, J. W. 1994. Research Design : Qualitative Soekanto, S. 2005. Hukum Adat Indonesia. Jakarta:
and Quantitative Approaches. California: SAGE PT. RajaGrafindo Persada.
Publications, Inc.
Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat.
Hardin, G. 1968. The Tragedy of the Commons. The Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Science and Management of Sustainability. New
Suhardjito,D., A. Khan, W.A Djatmiko, M.T. Sirait,
York: Columbia University Press.
dan S. Evelyna. 2000. Pengelolaan Hutan
Ife, J. dan F. Tesoriero. 2008. Community Development, Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Aditya
Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Media.
Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahab, A. 2009. Makalah Membangun
Miles, M. B. & A. M. Huberman. 1984. Qualitative Kese pahaman dan Strategi dalam
Data Analysis: A Sourcebook of New Mewujudkan Pengakuan dan Pengelolaan
Methods. Baverly Hill: Sage Publications. Hutan Mukim yang dilaksanakan oleh Flora
Fauna International dan Green Aceh
Nababan, A. 2008. Pengelolaan Hutan Berbasis
Institute, Banda Aceh, 12 Agustus 2009.
Masyarakat Adat. Makalah ini pernah
disampaikan dalam Seminar “Hutan Yance, A. 2010. Makalah Pembaharuan Hukum
Tanaman Rakyat, Untuk Apa dan Siapa”, Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa).

234
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 4 Desember 2013, Hal. 224 - 234

You might also like