Professional Documents
Culture Documents
1
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB
Dramaga Bogor 16680, Indonesia; 2Departemen Ilmu Tanah dan Sumber daya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga Bogor 16680, Indonesia; 3Program Studi Pengelolaan
Sumber daya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga
Bogor 16680, Indonesia; *Penulis korespondensi. e-mail: mumtadul@yahoo.com
(Diterima: 6 Juli 2022; Disetujui: 19 November 2022)
ABSTRACT
Pulo Aceh is an island district in Aceh Besar District, which is located at the western tip of
the island of Sumatra. Pulo Aceh District has marine tourism potential that has not been fully
developed. The main objective of this research is to plan the development of coastal areas based on
the concept of marine tourism in order to formulate directions for the development of marine tourism
in the coastal area of Pulo Aceh District. The method used is the survey method and descriptive
analysis to analyze the suitability of marine tourism, the carrying capacity of the area and the level
of community willingness, by collecting data through spatial approaches and interviews. The results
of the analysis show that there are 6 villages that can be developed as snorkeling and diving tourism
destinations in the coastal area of Pulo Aceh District with a high level of community willingness.
Development is based on descriptive analysis, with the following priority directions: (1) maximizing
the development of potential, carrying capacity and community participation to make marine tourism
management sustainable; (2) formulate and implement policies for spatial use regulations based on
resource potential by involving local communities in monitoring marine tourism activities; (3)
improve facilities and infrastructure as well as supporting facilities for the development of marine
tourism.
Keywords: community participation, development, marine tourism
ABSTRAK
Pulo Aceh adalah sebuah kecamatan kepulauan di Kabupaten Aceh besar, yang terletak di
bagian ujung barat pulau Sumatera. Kecamatan Pulo Aceh ini memiliki potensi wisata bahari yang
belum dikembangkan secara maksimal. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merencanakan
pengembangan kawasan pesisir berdasarkan konsep wisata bahari dalam rangka merumuskan arahan
pengembangan wisata bahari di wilayah pesisir Kecamatan Pulo Aceh. Metode yang digunakan yaitu
metode survei dan analisis deskriptif untuk menganalisis kesesuaian wisata bahari, daya dukung
kawasan dan tingkat kesediaan masyarakat, dengan pengumpulan data melalui pendekatan spasial
dan wawancara. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 6 desa yang dapat dikembangkan
sebagai destinasi wisata snorkeling dan diving di wilayah pesisir Kecamatan Pulo Aceh dengan
91
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Februari 2023, 7 (1): 91-106
tingkat kesediaan masyarakat yang tinggi. Pengembangan didasarkan pada analisis deskriptif,
dengan arahan prioritas berikut: (1) memaksimalkan dalam pengembangan potensi, daya dukung dan
keikutsertaan masyarakat untuk menjadikan pengelolaan wisata bahari berkelanjutan; (2) menyusun
dan melaksanakan kebijakan untuk aturan pemanfaatan ruang berbasis potensi sumberdaya dengan
melibatkan masyarakat lokal dalam pemantauan kegiatan wisata bahari; (3) meningkatkan sarana
dan prasarana serta fasilitas pendukung untuk pengembangan wisata bahari.
Kata kunci: arahan pengembangan, pariwisata bahari, partisipasi masyarakat
dan daya dukung (carrying capacity) wisata Data sekunder diperoleh dari literatur,
snorkeling dan diving di Pulo Aceh; (2) peta, peraturan perundang-undangan dan data
mengkaji tingkat kesediaan masyarakat untuk dari sejumlah instansi dan lembaga, seperti
pengembangan wilayah pesisir menjadi Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan
kawasan wisata bahari di Pulo Aceh; (3) Pembangunan Daerah, Dinas Kelautan dan
menyusun arahan pengembangan wisata bahari Perikanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,
di wilayah pesisir Kecamatan Pulo Aceh, Lembaga Ekowisata Pulo Aceh dan Wildlife
Kabupaten Aceh Besar. Conservation Society, serta dokumen-dokumen
perencanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
METODOLOGI Kabupaten Aceh Besar dan pemerintah Provinsi
Aceh.
Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel ditentukan dengan menggunakan
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan purposive sampling, yaitu dengan cara
Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar, dengan Desa mengidentifikasi sampel dengan alasan tertentu.
Lampuyang sebagai Ibukota Kecamatan. Responden dalam penelitian ini adalah Lembaga
Kecamatan ini memiliki 17 gampong (desa) Swadaya Masyarakat, organisasi masyarakat
yang terbagi menjadi 3 pemukiman, yaitu Pulau dan pengusaha lokal. Sampel penelitian
Nasi, Pulau Breuh Utara dan Pulau Breuh ditentukan dengan rumus (Sihotang, 2009):
Selatan. Kecamatan Pulo Aceh terletak pada 𝑁
𝑛=
koordinat 05°35′-05°46′ Lintang Utara dan 𝑁𝑑2 + 1
95°00′-95°12′ Bujur Timur. Penelitian ini Dimana:
dimulai pada bulan Januari hingga Oktober n = Jumlah sampel
2021. N = Jumlah populasi
Lokasi pengamatan ditentukan secara D = Level signifikansi yang diinginkan,
sengaja (purposive sampling) berdasarkan data (10%)
sekunder dan primer, dengan pertimbangan Jumlah sampel yang diambil adalah:
bahwa lokasi yang dipilih memenuhi kriteria 𝑁 4,491
𝑛= =
ekosistem terumbu karang yang dapat mewakili 𝑁𝑑2 + 1 4,491𝑥 ሺ0.1ሻ2 + 1
terhadap pelaksanaan aktivitas wisata 4,491
= = 97.82
snorkeling dan diving di perairan Pulo Aceh, 45.91
serta dibatasi pada zona pemanfaatan. Tujuh Jadi Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 98.
lokasi desa pengamatan yang diperoleh untuk
melaksanakan aktivitas wisata snorkeling dan Metode Analisis Data
diving, yaitu Desa Meulingge, Rinon, Lapeng, a. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung
Blang Situngkoh, Deudap, Lamteng dan Alue (carrying capacity) Wisata Snorkeling dan
Riyeung. Diving
Analisis kesesuaian wisata memakai
Jenis dan Metode Pengumpulan Data matriks kesesuaian berdasarkan tingkat
Penelitian ini melaksanakan kepentingan masing-masing parameter dalam
pengumpulan data secara pendekatan spasial mendukung aktivitas wisata snorkeling dan
dan metode survei, yang berasal dari data primer diving di Pulo Aceh (Adi et al., 2013). Analisis
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari ini berkaitan dengan parameter kesesuaian yang
survei lapangan dengan melakukan wawancara dikembangkan oleh Yulianda (2019). Analisis
dan observasi lapangan. Wawancara kesesuaian difokuskan pada peruntukan
dilaksanakan dengan cara terstruktur, yaitu destinasi wisata snorkeling dan diving. Kategori
metode yang dilakukan dengan cara terlebih kesesuaian wisata dihasilkan dengan cara
dahulu mempersiapkan daftar pertanyaan secara mengalikan bobot dan skor masing-masing
tertulis dan menyediakan jawabannya.
<4 0 >80 3
>50 3 Kecerahan 50 - 80 2
2 perairan 0.150
Jenis ikan 30 - 50 2 (%) 20 - <50 1
3 0.140
karang 10 - <30 1
<20 0
<10 0
6 -15 3
100 3
>15 - 20 ;
80 - <100 2 Kedalaman 2
Kecerahan 3 - <6
4 0.100 3 terumbu 0.150
perairan (%) 20 - <80 1 karang (m) >20 - 30 1
<20 0
>30 ; <3 0
1-3 3
>12 3
Kedalaman >3 - 6 2
5 terumbu 0.100 <7 - 12 2
karang (m) >6 - 10 1 Jenis life
4 0.135
form
4-7 1
>10 ; <1 0
0 - 15 3 <4 0
6 0.070
>15 - 30 2 5 0.120 >100 3
Tabel 3. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt), dan perkiraan waktu yang diperlukan
untuk setiap aktivitas wisata
No Pengunjung
Jenis Kegiatan Unit Area (Lt) Keterangan
(orang)
1 Selam 2 2,000 m2 Setiap 2 orang dalam 200 x 10 m
2 Snorkeling 1 500 m2 Setiap 1 orang dalam 100 x 5 m
Waktu yang dibutuhkan Total waktu 1 hari
No Kegiatan
Wp-(jam) Wt-(jam)
1 Selam 2 8
2 Snorkeling 3 6
Sumber: Yulianda (2019)
b. Analisis Tingkat Kesediaan Masyarakat masyarakat mempunyai hak yang sama terhadap
dalam Pengembangan Wisata Snorkeling keterlibatan dalam penentuan keputusan tentang
dan Diving di Wilayah Pesisir Kecamatan kehidupan dan penghidupannya. Penilaian
Pulo Aceh tingkat kesediaan masyarakat dihitung
Perencanaan partisipatif adalah berdasarkan aspek yang berdampak pada
perencanaan dimana masyarakat terlibat dalam kesediaan masyarakat terhadap pengembangan
pembuatan kebijakan dan programnya. Anggota wisata snorkeling dan diving [Tabel 4].
Kesesuaian pada Perairan Desa Lapeng dan Alue Riyeung ini memperoleh nilai
Meulingge untuk wisata snorkeling tergolong paling kecil pada parameter lebar hamparan
pada kelas sangat sesuai, dengan total Indeks datar karang (0.07) dan parameter tutupan
Kesesuaian Wisata yang diperoleh dari komunitas karang memperoleh nilai paling
perkalian masing-masing bobot dan skor sebesar besar (0.38). Desa Lamteng juga termasuk
2.65. Desa Meulingge memperoleh nilai paling dalam kelas tidak sesuai, dengan total nilai yang
besar pada parameter tutupan komunitas karang didapatkan adalah sebesar 1.76. Desa Lamteng
(1.13) dan parameter lebar hamparan datar ini memperoleh nilai paling kecil pada
karang memperoleh nilai paling kecil (0.14) parameter jenis ikan karang dan lebar hamparan
diantara parameter lainnya. Desa Rinon, Blang datar karang (0.14), sedangkan parameter
Situngkoh dan Deudap termasuk dalam kelas tutupan komunitas karang memperoleh nilai
sesuai, dengan total nilai yang didapatkan adalah paling besar (0.38) diantara parameter lainnya.
sama sebesar 2.27. Desa Rinon, Blang Kategori tidak sesuai ini lebih banyak
Situngkoh dan Deudap ini memperoleh nilai mempertimbangkan faktor pembatas untuk
paling kecil pada parameter lebar hamparan menjamin kelestarian ekosistem, dimana jika
datar karang (0.14) dan parameter tutupan faktor pembatas tersebut dipenuhi maka akan
komunitas karang memperoleh nilai paling mengurangi kenyamanan wisatawan dan
besar (0.75) diantara parameter lainnya. menurunkan produktivitas kegiatan wisata.
Desa Lapeng dan Alue Riyeung termasuk Secara keseluruhan wisata snorkeling di Pulo
dalam kelas tidak sesuai, dengan total nilai yang Aceh berdasarkan tingkat kesesuaiannya
didapatkan adalah sama sebesar 1.69. Desa disajikan pada Gambar 1.
Kesesuaian wisata diving pada lokasi Desa Deudap dan Lamteng termasuk
penelitian ini termasuk dalam kategori sesuai, dalam kategori sesuai, dengan total nilai IKW
kecuali pada Desa Lapeng yang termasuk dalam sebesar 2.25. Desa Deudap dan Lamteng ini
kategori tidak sesuai. Kesesuaian wisata diving memperoleh nilai paling kecil pada parameter
pada perairan Desa Meulingge, Rinon, Blang jenis ikan karang (0.12) dan parameter tutupan
Situngkoh dan Alue Riyeung berada pada komunitas karang memperoleh nilai paling
kategori sesuai, dengan total nilai IKW sebesar besar (0.75). Desa Lapeng merupakan lokasi
2.37. Desa Meulingge , Rinon, Blang Situngkoh yang tergolong dalam kelas tidak sesuai, dengan
dan Alue Riyeung ini memperoleh nilai paling total nilai sebesar 1,88. Desa Lapeng ini
kecil pada parameter kecepatan arus (0.21) dan memperoleh nilai paling kecil pada parameter
parameter tutupan komunitas karang jenis ikan karang (0.12), sedangkan parameter
memperoleh nilai paling besar (0.75) diantara kecerahan perairan dan kedalaman terumbu
parameter lainnya. karang memperoleh nilai paling besar (0.45)
[Gambar 2].
Perbedaan total nilai IKW pada beberapa jenis wisata yang ingin dikembangkan. Analisis
lokasi tersebut disebabkan oleh perbedaan Indeks Kesesuaian Wisata pada lokasi
situasi lingkungan dan pemanfaatan sumber pengamatan di Kecamatan Pulo Aceh
daya alam di setiap lokasi. Kesesuaian wisata menunjukkan bahwa lokasi yang bisa
bahari didasari pengaruh dari beberapa faktor, dimanfaatkan untuk aktivitas wisata snorkeling
yaitu jenis wisata, potensi dan keadaan sumber seluas 946,073 m2 (94.6 ha) dengan batasan
daya alam. Faktor-faktor ini merupakan syarat jumlah wisatawan sebesar 3,784 orang/hari.
yang harus dipenuhi dalam pengembangan Luas kesesuaian untuk wisata diving sebesar
setiap wisata, karena setiap jenis wisata yang 1,727,174 m2 (172.7 ha) dengan daya dukung
akan dikembangkan harus memiliki kebutuhan kawasan bagi pengunjung sebanyak 6,909
sumber daya dan lingkungan yang cocok dengan orang/hari [Gambar 3].
Desa Meulingge merupakan lokasi yang sedangkan luas kesesuaian wisata diving sebesar
dapat dimanfaatkan untuk wisata snorkeling 499,980 m2 (50 ha) dengan batasan ideal
seluas 376,472 m2 (37.6 ha), batasan ideal pengunjung sebanyak 2,000 orang/hari. Desa
pengunjung sebanyak 1,506 orang/hari, Deudap merupakan lokasi yang dapat
sedangkan luas kesesuaian wisata diving sebesar dimanfaatkan untuk wisata snorkeling seluas
302,439 m2 (30.2 ha) dengan batasan wisatawan 120,758 m2 (12.1 ha), batasan ideal pengunjung
sebanyak 1,210 orang/hari. Desa Rinon sebanyak 483 orang/hari, sedangkan luas
merupakan lokasi yang dapat dimanfaatkan kesesuaian wisata diving sebesar 94,383 m2 (9.4
untuk wisata snorkeling seluas 164,049 m2 (16.4 ha) dengan batasan ideal pengunjung sebanyak
ha), batasan ideal pengunjung sebanyak 656 378 orang/hari.
orang/hari, sedangkan luas wisata diving sebesar Desa Lamteng merupakan lokasi yang
302,672 m2 (30.3 ha) dengan batasan ideal tidak sesuai untuk wisata, sedangkan luas
pengunjung kesesuaian sebanyak 1,211 kesesuaian untuk wisata diving sebesar 274,327
orang/hari. m2 (27.4 ha), batasan ideal pengunjung
Desa Lapeng menggambarkan lokasi sebanyak 1,097 orang/hari. Desa Alue Riyeung
yang tidak sesuai untuk wisata snorkeling dan juga merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk
diving. Desa Blang Situngkoh merupakan lokasi wisata snorkeling, sedangkan luas kesesuaian
yang dapat dimanfaatkan untuk wisata untuk wisata diving sebesar 253,374 m2 (25.3
snorkeling seluas 284,793 m2 (28.5 ha), batasan ha), batasan ideal pengunjung sebanyak 1,013
ideal pengunjung sebanyak 1,139 orang/hari, orang/hari [Tabel 7]
Rekomendasi Lokasi Pengembangan Wisata kategori diving adalah 6 dari 7 lokasi, yaitu Desa
Bahari Meulingge, Desa Rinon, Desa Blang Situngkoh,
Rekomendasi pengembangan wisata Desa Deudap, Desa Lamteng dan Desa Alue
bahari di kawasan Pulo Aceh ditentukan dengan Riyeung [Gambar 5.
asumsi bahwa lokasi yang akan dikembangkan Mustain et al. (2015) berpendapat bahwa
memiliki variabel yang sangat sesuai (S1) dan identifikasi potensi sumber daya pesisir untuk
sesuai (S2) terhadap aktivitas wisata bahari, rekomendasi perencanaan pengelolaan pada
serta kesediaan masyarakat yang tinggi (S1). umumnya didasari oleh kompleksitas dan
Berdasarkan hal tersebut, maka diperoleh 4 dari karakteristik kawasan pesisir itu sendiri, dalam
7 lokasi yang bisa dikembangkan untuk wisata hal ini terdapat tiga aset yang dapat memikat
kategori snorkeling yaitu Desa Meulingge, wisatawan dalam sebuah kawasan wisata , yaitu
Rinon, Blang Situngkoh dan Deudap. Wisata alam, budaya dan manusia.
Tabel 8. Matriks arahan pengembangan wisata bahari di wilayah pesisir Kecamatan Pulo Aceh
No Objek
Kekuatan Rekomendasi Kelemahan Rekomendasi
Analisis
1 Daya 1. Daya dukung Memanfaatkan 1. Pengelolaan masih Meningkatkan
Dukung kawasan wisata area wisata bahari belum terarah dengan kapasitas
Kawasa Pulo Aceh masih tanpa baik pengelolaan
n cukup memadai menyebabkan 2. Memiliki batasan dan peraturan
2. Jumlah perubahan toleransi terhadap terkait
pengunjung belum lingkungan dan kegiatan wisata aktivitas
melebihi daya kualitas 3. Akumulasi sampah wisata, serta
dukung yang ada pengalaman dukungan
3. Upaya konservasi pengunjung tetap pemerintah
yang terjaga untuk
memperhatikan mengoptimalk
aspek daya an kegiatan
dukung wisata
2 Potensi 1. Potensi sumber Memaksimalkan 1. Kurangnya publikasi dan Meningkatkan
Wisata daya laut yang pengembangan informasi potensi pulo promosi
Bahari sesuai untuk dan pengelolaan Aceh menggunakan
kegiatan wisata dengan menata 2. Ketersediaan layanan komitmen
bahari objek wisata publik yang masih sebagai
2. Adanya kelompok bahari sesuai terbatas langkah
masyarakat dengan potensi 3. Sumber daya manusia melestarikan
pengelola wisata yang ada pariwisata yang masih sumber daya
bahari terbatas laut dan
3. Tersedianya zona meningkatkan
konservasi untuk daya tarik
pengembangan wisata yang
wisata bahari ada agar lebih
kompetitif dan
segmen pasar
yang lebih luas
untuk menarik
wisatawan
No Objek
Kekuatan Rekomendasi Kelemahan Rekomendasi
Analisis
3 Terumb 1. Memiliki jenis Memanfaatkan, 1. Belum ada pengelolaan Memberikan
u terumbu karang menjaga dan secara optimal edukasi
Karang yang beragam melestarikan 2. Pengawasan dan kepada
2. Salah satu potensi sumber daya penegakan hukum masih wisatawan
yang sesuai untuk terumbu karang belum maksimal mengenai hal-
kegiatan wisata untuk 3. Kegiatan tidak ramah hal yang perlu
bahari pengembangan lingkungan yang dapat diperhatikan
3. Keragaman jenis kawasan wisata merusak terumbu karang ketika
life form yang bahari berkunjung
mendukung untuk dan
pengembangan memberikan
wisata bahari sanksi tegas
terhadap
pelanggar
peraturan
4 Partisipa 1. Tingkat partisipasi Pembangunan 1. Kurangnya Memberikan
si masyarakat yang pariwisata bahari pengetahuan pelatihan/pem
Masyara tinggi terhadap berbasis masyarakat tentang binaan terpadu
kat penetapan masyarakat wisata bahari kepada
kawasan wisata dengan 2. Kolaborasi antara masyarakat
bahari mengimplementas masyarakat dan terkait wisata
2. Masyarakatnya ikan nilai dan pemerintah daerah bahari
yang ramah dan partisipasi masih belum maksimal
sadar wisata masyarakat 3. Kualifikasi masyarakat
3. Peran serta masih rendah untuk
masyarakat dalam mendukung wisata
bentuk organisasi bahari
No Objek
Arahan Arahan Prioritas
Analisis
1 Daya Dukung Memanfaatkan area wisata dengan 1. Memaksimalkan dalam pengembangan
Kawasan mengimplementasikan peraturan potensi, daya dukung dan keikutsertaan
yang telah ditetapkan dengan masyarakat untuk menjadikan
melibatkan masyarakat untuk meng- pengelolaan wisata bahari
optimalkan dalam pengawasan berkelanjutan
No Objek
Arahan Arahan Prioritas
Analisis
3 Terumbu Memberikan dukungan, pedoman
Karang dan pembinaan dalam pemanfaatan
sumber daya terumbu karang, baik
dari pemerintah daerah maupun
tokoh adat
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. (2018). Wuleka, K. C. J., Ernest, B., & Oscar, A. I. (2013).
Keputusan Gubernur Aceh Nomor Livelihood enhancement through ecotourism:
523/1297/2018 tentang Pencadangan a of mognori ecovillage near mole National
Kawasan Konservasi Perairan Aceh. Dinas Park, Damongo, Ghana. International Journal
Kelautan dan Perikanan. of BusinessandSocialScience, 4 (4), 128-137.
Johan, Y. (2016). Analisis kesesuaian dan daya Yulianda, F. (2019). Ekowisata Perairan. Bogor: IPB
dukung ekowisata bahari Pulau Sebesi, Press.
Provinsi Lampung. Depik, 5 (2), 41-47. Yulisa, E. N., Johan, Y., & Hartono, D. (2016).
Lasabuda, R. (2013). Pembangunan wilayah pesisir Analisis kesesuaian dan daya dukung
dan lautan dalam perspektif Negara ekowisata pantai kategori rekreasi pantai
Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Laguna Desa Merpas Kabupaten Kaur. Jurnal
Platax, 1(2), 92–101. Enggano, 1(1), 97-111.
Musaddun., Kurniawati, W., Dewi, S. W., & Yusiana, L. S., Nurishjah, S., & Soedharma, D.
Ristianti, N. S. (2013). Bentuk Pengembangan (2011). Perencanaan Lanskap Wisata Pesisir
Pariwisata Pesisir Berkelanjutan di Berkelanjutan di Teluk Konga, Flores Timur,
Kabupaten Pekalongan. Jurnal Ruang, 1 (2), Nusa Tenggara Timur. Jurnal Landskap
261-270. Indonesia. 3 (2), 66-72.
Mustain, M., Dwito, H. A., & Tri, D. K. (2015). The
Evaluation of Beach Recretional Index for
Coastal Tourism Zone of: Delegan, Kenjeran,
and Wisata Bahari Lamongan. Procedia
Earth and Planetary Science. 14, 17-24.
Sihotang, R. (2009). Promosi Kepariwisataan dan
Peningkatan Jumlah Wisatawan (Studi
Korelasi Efektifitas Kampanye Visit
Indonesian Year 2008 dalam Meningkatkan
Kunjungan Wisatawan di Daerah Wisata
Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir). Medan: USU
Sitomorang, D. B. M., & Mirzanti, I. R. (2012).
Social entrepreneurship to develop
ecotourism. Procedia Economics and
Finance, 4, 398-405.
Tiyasmono, K. D., Riyanti, G. A., & Hardianto, F. N.
(2019). Model Konseptual Hubungan Modal
Sosial dan Pengembangan Desa Wisata.
Management dynamic conference, 5, 214-
220.
Waluyo, A. (2014). Permodelan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Secara
Terpadu yang Berbasis Masyarakat (Studi
Kasus Pulau Raas Sumenep Madura). Jurnal
Kelautan, 7 (2), 75-85.
Wardhani, K. M., & Hidayah, Z. (2012). Model
penentuan kawasan ekowisata bahari dengan
pemanfaatan data citra satelit resolusi tinggi
dan sistem informasi geografis. Jurnal
Rekayasa, 5(2), 87-92.
Wildan., Sukardi., & Syuaib, M. Z. (2016). The
feasibility of development of social capital-
based ecotourism in west lombok. Mimbar, 32
(1), 214-222.