You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

OLEH :
Nama : ADELINA SIA
Npm : 19201002

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN & PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor jinak yang
tumbuh pada rahim. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada
organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi antara 20% – 25% terjadi pada
wanita diatas umur 35 tahun tepatnya pada usia produktif seorang wanita,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen (Sjamsuhidajat, 2010).

Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan


infertilitas, bertambahnya resiko abortus, hambatan pada persalinan, inersia atau
atonia uteri, kesulitan pelepasan plasenta dan gangguan proses involusi masa nifas
(Unicef, 2013).
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali
ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan
hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Umumnya mioma uteri terjadi di
beberapa tempat (Anwar, 2011).

Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab dari


angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 kasus (1,95%)
dan tahun 2011 sebanyak 21 kasus (2,04%). Di Indonesia pada tahun 2011 kasus
mioma uteri di temukan sebesar 2,39 - 11,7% pada semua pasien yang di rawat.
Mioma 3-9 kali lipat lebih sering pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita kulit
putih. Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada wanita yang tidak
pernah hamil atau hamil hanya satu hasil. Survei riset kesehatan dasar menunjukan
angka prevalensi penyakit tumor atau kanker sebesar 4,3 per 1000 penduduk, banyak
terjadi pada usia 45-65 tahun. Kementrian kesehatan (Kemkes) tahun 2013
(Handayani, 2013).
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan mioma uteri adalah
pertumbuhan leimiosarkoma, torsi (putaran tangkai), nekrosis dan juga dapat
menyebabkan infeksi (Marmi, 2010). Untuk mencegah komplikasi timbulnya masalah
atau komplikasi, perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif, berkesinambungan, teliti dan sabar sesuai dengan masalah klien dan
mencegah timbulnya infeksi pasca operasi mioma uteri. Selain itu, perawat memiliki
peran sebagai edukator yaitu memberikan informasi dan pendidikan kesehatan untuk
klien dan keluarga. Perawat juga diharapkan dapat menjelaskan tindakan sebelum
operasi mioma uteri dilakukan dan perlu diinformasikan pada klien yang akan
dirasakan selanjutnya setelah operasi pengangkatan mioma uteri.
Dalam mencermati masalah yang ditimbulkan pada klien dengan mioma uteri
dan banyaknya komplikasi yang terjadi, hal tersebut yang melatar belakangi penulis
mengambil judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mioma uteri ( laparatomi
dan histerektomi ) di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Pasar Rebo”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mioma
Uuteri ( laparatomi dan histerektomi ).

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan pasien dengan Mioma Uteri
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain :
a. Untuk menegetahui konsep dasar teori pada pasien Mioma Uteri
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan teoritis pada pasien
dengan Mioma Uteri yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi.
c. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pasien dengan Mioma Uteri yang
meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi, dan
Evaluasi.

D. Manfaat Penelitian
1. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang pasien dengan Mioma Uteri.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan Asuhan Keperawatan pasien dengan Mioma
Uteri.
3. Untuk menambah referensi pustaka bagi mahasiswa Keperawatan STIKes
Jayakarta tentang pasien dengan Mioma Uteri.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari
otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau
uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada
traktus genetalia wanita, terutama wanita yang sudah produktif (Menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak
karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalianan
premature dan malpresentasi (Aspiani, 2017).

B. Etiologi
Menurut Kurniasari (2010), penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti, tetapi
terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-
progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat
herediter. Pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma adalah Mioma
memiliki reseptor estrogen lebih banyak dibanding miometrium normal. Meyer dan De Snoo
mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan
estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa pada abdomen.
Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor, yaitu mengaktifkan 17 B hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

Faktor terbentuknya tumor:


a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel-sel yang mati diganti
oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan dari orang tua.
Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang
sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih
dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah namun
faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh
faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Aspiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan, radiasi dan
berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang ditambahkan pada makanan, ataupun
bahan makanan yang berasal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan
seperti pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya. Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat
menyebarkan racun, misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat
hubungannya dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh
tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi
tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat
menyebabkan kerusakan pada sel.

C. Klasifikasi
Menurut Anwar (2011), letak mioma terbagi menjadi:
1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus (kavum uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas permukaan endometrium
menyebabkan terjadinya perdarahan ireguler. Mioma submukosum dapat bertangkai
panjang sehingga dapat keluar melalui ostium serviks.
2. Mioma Intramural/interstisiel: mioma yang berkembang diantara miometrium. Berubah
sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya
massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat
besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak ( jaringan otot rahim dominan).
3. Mioma subserosa: tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat menjadi parasit bagi omentum atau
usus untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya

D. Manifestasi Klinis
Menurut Kurniasari, 2010 hanya terdapat pada 35-50% penderita. Tergantung letak
mioma, besarnya, perubahan sekunder dan komplikasi. Kebanyakan mioma uteri ditemukan
secara kebetulan pada saat pemeriksaan panggul rutin ataupun saat pemeriksaan ultrasonogafi
(USG). Gejala yang timbul bergantung pada lokasi dan besarnya tumor, namun yang paling
sering ditemukan adalah :

1. Perdarahan abnormal, yaitu menoragi (jumlah darah haid berlebihan/ >80mL) dan
metroragi (bercak- bercak diluar siklus haid). Faktor penyebab perdarahan :
a. Pengaruh dari ovarium yang menyebabkan hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
b. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
c. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
2. Nyeri dapat timbul akibat gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai
nekrosis dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
begitu pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
disminore. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan
pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
3. Gejala dan tanda penekanan : penekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan
poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter (gangguan aliran urin akibat obstruksi) dan hidronefrosis ( pembengkakan
ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi urin di saluran kemih bagian atas./ ureter ),
pada rektum menyebabkan obstipasi (seperti konstipasi, tetapi akibat adanya obstruksi
intestinal) dan tenesmia (nyeri saat BAB), pada pembuluh darah dan pembuluh limfe
dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4. Gangguan sulit hamil (Infertilitas) dan Abortus: Infertilitas terjadi sebagai akibat
obstruksi mekanis tuba falopii (pars interstisialis tuba) oleh sarang mioma. Sedangkan
abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya
uterus di dalam panggul.
5. Massa di Perut Bawah: Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah.
E. Pathway

MIOMA UTERI

Histerektomi

Pre operasi Intra operasi Post operasi

kurang terpapar Tindakan

informasih Kekurangan volume pembedahan


cairan Perubahan
irama jantung
adanya rencana Trombositospeni Respirasi
tindakan operasi kontinuitas
jaringan
prosedur pembedahan Pendarahan Beban jantung
meningkat
Ansietas Resiko perfusi Reseptor nyeri
Jaringan tidak efektif Jantung tidak
dapat berkontraksi Medula
secara normal spinalis

Hipoksia jaringan

Gagal jantung Talamus

Ansidosis metabolik
Daya pompa jantung Kortex
menurun cerebri
Resiko syok hipovolemik

Penurunan curah Nyeri


jantung

Luka operasi

Jaringan kontak dengan dunia luar

Tempat masuknya organisme

Tidak adekuat pertahanan system imun

Resiko infeksi
F. Komplikasi
Menurut Anwar (2011), beberapa komplikasi Mioma Uteri yaitu sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma
Yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan 50 – 70 % dari semua
sarkoma uteri. Ini timbul apabila suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak
membesar, tiba-tiba menjadi besar, apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini
terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis
jaringan, dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung tumor kadang-kadang dapat
melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam hal ini ada ada kemungkinan
gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Aspiani, 2017) pemeriksaan yang dilakukan pada kasus Mioma Uteri adalah
:

1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama lebih bermanfaat untuk mendeteksi
kelainain pada rahim, termasuk mioma uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi
melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan gambaran secara
khas yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Sehingga
sangatlah tepat untuk digunnakan dalam monitoring (pemantauan) perkembangan mioma
uteri.
2. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil
serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai alat untuk penegakkan diagnosis
dan sekaligus untuk pengobatan karena dapat diangkat.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan
karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi alternatif
ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
4. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat,
Eritrosit : turun
5. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
6. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
7. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
8. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.

H. Penatalaksanaan
Menurut Martha (2012) beberapa penatalaksaan pada mioma uteri yaitu sebagai
berikut:
1. Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan terapi, hanya
diobservasi setiap 3-6 bulan untuk menilai pembesarannya. Mioma akan mengecil setelah
menapause.
2. Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil
yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah
mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi
hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi
gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri.
3. Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan
penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen yang
mengalami masalah, misalnya kanker, perdarahan, obstruksi, dan perforasi.
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan histerektomi yaitu :
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi
ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak
ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan
kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-
50%.
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih.
Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi
dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada
traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Ada dua cara
histerektomi, yaitu :
a. Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma intraligamenter, torsi
dan akan dilakukan ooforektomi
b. Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid 12 minggu) atau
disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau enterokel.

Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk


histerektomi adalah sebagai berikut :
1. Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan oleh pasien.
2. Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal
atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau
kronis.
3. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa
tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika
urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Identitas
Adalah hal yang berkaitan dengan ientitas klien untuk penderita mioma
uteri submukosum yang perlu diperhatikan dalam mengkaji adalah umur klien,
karena kasus mioma yteri banyak terjadi pada wanita dengan usia 35-45 tahun.
b. Riwaya kesehatan
1. Keluhan utama
Keadaan yang dirasakanoleh klien yang paling utama. Untuk
mioma uteri submukosum yang paling banyak adalah nyeri perut
bagian bawah dan pendarahan abnormal dan nyeri pasca operasi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan dan usaha apa
saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini
3. Riwayat kesehata dahulu
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak,
siklus haid berapa hari, lama haid, warna darah haid, HPHT
kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga untuk kasus myoma uteri
submukosum yang perlu dikaji adalah keluarga yang pernah atau
sedang menderita penyakit yang sama ( mioma ), karena kasus mioma
uteri submukosum dapat terjadi karena factor keturunan.
c. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana
yang harus dijawab oleh klien atau disusruh untuk melakukan perintah.
2. System pernafasan
Respirasi biasa meningkat atau menurun. Bunyi pernafasan
akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret.
3. System perkemihan
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan
ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6-8
jam setelah pembedahan.
B. Analisa data
Pre-operasi

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : Kurang terpapar Ansietas
px mengatakan takut untuk informasi
menjalani operasi
Do : Adanya rencana
Px tampak gelisa dan sering tindakan operasi
bertanya terkait operasi
yang akan dijalani. Prosedur pembedahan
TD meningkat, frekuensi
nadi dan napas meningkat. Ansietas

Intra-operasi

No Data Etiologi Masalah


1. Ds :Px mengeluh pusing Perubahan irama Penurunan curah
Do : Takikardia, edema, TD jantung jantung
meningkat, dispnea
Beban jantung
meningkat

Jantung tidak dapat


berkontraksi secara
normal

Gagal jantung

Daya pompa jantung


menurun
Penurunan curah
jantung

2. Ds : Kekurangan volume Resiko syok


Do :Adanya pendarahan cairan hipovolemik

Trombositospeni

Pendarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Hipoksia jaringan

Ansidosis metabolic

Resiko syok
hipovolemik

Post- operasi

No Data Etiologi Masalah


1. Ds :px mengatakan tidak Tindakan pembedahan Nyeri akut
berani bergerak takut nyeri Respirasi kontinuetas
Do : jaringan
- px nampak meringis
menahan nyeri, Reseptor nyeri
frekuensi nadi
meningkat, pola Medulla spinalis
napas berubah
Thalamus

Kortex cerebri

Nyeri akut
2. Ds : Luka operasi Resiko infeksi
Do :
- Px terlihat pucat, Jaringan kontak dengan
terdapat pus pada dunia luar
luka, kemerahan dan
bengkak pada area Tempat masuknya
luka organisme

Tidak adekuat system


imun

Resiko infeksi

C. Diagnosa yang mungkin muncul


Pre operasi

1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan dengan pusing,


TD meningkat, frekuensi nadi dan napas meningkat, gelisa dan khawatir

Intra operasi

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung dibuktikan


dengan takikardia, edema, TD meningkat,dyspnea.
2. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kekurangan volume cairan
dibuktikan dengan pendarahan

Post operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( prosedur operasi ) dibuktikan
dengan nyeri saat bergerak, frekuensi nadi meningkat, pola napas berubah, meringis
dan gelisah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasif dibuktikan dengan luka
pembedahan bernanah, kemerahan dan panas pada area luka.

D. Rencana keperawatan
1. Pre Operatif
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan dengan
pusing, TD meningkat, frekuensi nadi dan napas meningkat, gelisah dan
khawatir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, tingkat ansietas
menurun dengan kriteria hasil :
1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisah menurun
3) Keluhan pusing menurun
4) Tekanan darah menurun
5) Frekuensi nadi dan napas menurun
Intervensi : Reduksi Ansietas
1) Observasi
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu, stresor)
b) Monitor tanda – tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
2) Terapeutik
a) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3) Edukasi
a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
b) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
c) Latih teknik relaksasi
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
2. Intra Operatif
a. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan kekurangan volume cairan
dibuktikan dengan perdarahan dan pucat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, tingkat syok
menurun dengan kriteria hasil :
1) Kekuatan nadi, output urine, tingkat kesadaran, SPO2 meningkat
2) Akral dingin dan pucat menurun
3) Tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi napas membaik
Intervensi : Pencegahan Syok
1) Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
b) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
2) Terapeutik
a) Berikan oksigen untuk mempertahankan SPO2 >94%
b) Pasang jalur IV, jika perlu
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
b) Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal
syok
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
dibuktikan dengan takikardia, edema, tekanan darah meningkat, dispnea
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, curah jantung
meningkat dengan kriteria hasil:
1) Takikardia, edema, lelah, dispnea, oliguria dan pucat (sianosis) serta berat
badan menurun
2) Tekanan darah membaik
Intervensi :
1) Observasi
a) Identifikasi tanda/gejala penurunan curah jantung (dispnea, kelelahan,
edema, peningkatan berat badan, oliguria, kulit pucat)
b) Monitor tekanan darah dan saturasi oksigen
c) Monitor intake dan output cairan
d) Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
2) Terapeutik
a) Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
b) Berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol dan makanan tinggi lemak)
3) Edukasi
a) Anjurkan pasien beraktivitas fisik sesuai toleransi
b) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
3. Post Operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
dibuktikan dengan nyeri pada luka, frekuensi nadi meningkat, pola napas
berubah, meringis dan gelisah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
1) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
2) Keluhan nyeri, meringis dan gelisah menurun
3) Frekuensi nadi, pola napas dan tekanan darah membaik
Intervensi : Manajemen Nyeri
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfrmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, aromaterapi, kompres
hangat)
b) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasif dibuktikan dengan
luka pembedahan bernanah, kemerahan dan panas pada area luka dan kadar
trombosit dibawah normal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
infeksi menurun dengan kriteria hasil :
1) Demam, kemerahan, nyeri dan bengkak menurun
2) Kadar sel darah putih membaik
Intervensi : Pencegahan Infeksi
1) Observasi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2) Terapeutik
a) Berikan perawatan kulit pada area edema
b) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
3) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
4) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai
data yang baru.
F. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah membandingkan tingkah laku klien
sebelum dan sesudah implementasi. Hal ini terkait kemampuan klien dengan
preeklampsia primigravida dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya kembali
masalah yang pernah dialami. Pada klien preeklampsia multigravida dapat
mengevaluasi kemampuan masalah adaptasi yang pernah dialami, kemampuan
adaptasi ini meliputi seluruh aspek baik psiko maupun sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Amrina Octavia, Pranaja Raden. (2014). Usia dan paritas dengan kejadian Mioma Uteri.

Lampung; Poltekes Kemenkes Tanjung Karang

Anwar, K dan Harmi, H. 2011. Perencanaan Sistem Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Anwar, M., Baziad, A., & Prabowo, R.P. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka

Aspiani, Y, R. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Doctherman, J. M., & Bulechek, G . M. (2015). Nursing Intervention Classification (NIC).

Edisi keenam. Singapure : Mocomedia.

Handayani, Novic. (2013). Mioma Uteri. Diakses pada tanggal 20 Maret 2014 jam 16.00.

http://www.dokterku-online.com/index.php/article/62-mioma-uteri.html

Infodatin. (2012). Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI

Kesehatan RI.

Kili Astarani, Bagus Radita Fitriani. (2015). Back massage menurunkan nyeri apada pasien

post operasi Abdomen

Kurniasari, T. 2010. Karakteristik Mioma Uteri di RSUD Moewardi Surakarta Periode

Januari 2005-Januari 2010. Skripsi FK Universitas Sebelas Maret

Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi kedua. Jakarta: EGC
Marmi, dkk. (2010). Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Martha Bayu. 2012. Penyebab, gejala, pencegahan pengobatan kista dan mioma.

http://crystalx.net/penyebab-gejala-mencegah-pengobatan-kista-mioma/.Diakses

pada tanggal 12 November 2016

Morhead , S.C Jhonson, M., et. Al, (2015). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi

kelima. Singapore : Mocomedia.

Nanda International. (2015). Diagnosis Kperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.

Jakarta : EGC Sarwono Prawirohardjo.

You might also like