You are on page 1of 16

Journal on Education

Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368


E-ISSN: 2654-5497, P-ISSN: 2655-1365
Website: http://jonedu.org/index.php/joe

Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam


Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi

Fathur Rahman1, Adelia Wahyuningtyas2


1,2Pascasarjana,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur Wonosari, Kec. Wonocolo, Kota SBY, Jawa Timur 60237
fathurrahman2411@gmail.com

Abstract
In the era of digitalization, the concept and goal of Islamic education in developing student character has a
significant impact on educational growth. In order for students to be prepared for the digital era with better
integrity, competence, and good character, educators must be cautious in the learning techniques and curriculum
that are taught to the students. This is in line with the idea put forth by the scientist Ibn Sina that moral
education should be emphasized together with attempts to prepare a person to live in society while engaging in
the career or field of expertise of their choice based on their talents and ability. The goal of this research is to
help students reach their full potential in terms of physical, intellectual, and character development. The
descriptive qualitative method was applied in this study, and the data was gathered through a literature review.
According to the findings of this study, teachers must adopt practical teaching techniques and curriculum, as
well as divide learning grade levels based on student age and ability, and teachers must familiarize themselves
with examples of excellent behaviour and character in the presence of students every day.
Keywords: Islamic education goals, Character, Digitalization Era

Abstrak
Konsep dan tujuan pendidikan islam dalam membangun karakter siswa di era digitalisasi sangat berpengaruh
bagi kemajuan pendidikan. Seiring dengan berkembangnya teknologi pendidik harus cermat dalam memilih
metode pembelajaran serta kurikulum yang di ajarkan kepada siswa, agar siswa mempunyai integritas dan
kompetensi yang unggul serta karakter yang baik dalam menghadapi era digitalisasi. Hal ini sesuai dengan apa
yang di rumuskan oleh ilmuan Ibnu Sina bahwa konsep pendidikan harus menekankan pada pendidikan akhlak,
dan juga upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan
melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki. Tujuan
penelitian ini untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Adapun metode yang di gunakan adalah kualitatif deskriptif
dan teknik pengumpulan datanya menggunakan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini adalah guru harus
melakukan metode pengajaran dan kurikulum yang praktis dan juga membagi tingkatan kelas pembelajaran
berdasarkan umur dan kemampuan siswa, serta guru harus membiasakan contoh perilaku dan karakter yang baik
setiap hari di depan siswa.
Kata kunci: Tujuan pendidikan islam, Karakter, Era Digitalisasi

Copyright (c) 2023 Fathur Rahman, Adelia Wahyuningtyas


Corresponding author: Fathur Rahman
Email Address: fathurrahman2411@gmail.com (Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur Wonosari, Kec. Wonocolo,
Kota SBY, Jawa Timur 60237)
Received 05 Januari 2023, Accepted 12 Januari 2023, Published 12 Januari 2023

PENDAHULUAN
Salah satu ilmuan muslim yang telah memberikan kemajuan yang sangat besar bagi
berkembangnya ilmu pengetahuan adalah Ibnu Sina. Karena Ibnu Sina mempunyai keilmuan yang
multitalenta di segala bidang diantaranya bidang agama, filsafat, kedokteran, psikologi dan juga
pendidikan. Tetapi bukan hanya itu Ibnu sina telah memberikan sumbangsih pemikiran besar bagi
perkembangan pengetahuan dan peradaban islam di seluruh dunia dengan karya-karyanya. (Al-
Abrasyi, 1994) Karena salah satu berkembbangnya pendidikan islam tidak luput dari pemikiran dan
2354 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

karya-karya Ibnu Sina. Beliau telah menuangkan beberapa ide tentang konsep dan tujuan pendidikan
di antaranya adalah tentang kurikulum tingkat pertama dalam pendidikan islam. Di sana di terangkan
bahwasanya setiap anak yang sidah siap secara fisik dan mental hal pertama yang di ajarkan kepada
anak adalah pelajaran tentang bagaimana memahami Al Qur’an, dan beberapa ajaran lainnya seperti
pemahaman abjad dan syair-syair pendek yang berisi tentang kebaikan.
Pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah yakni pendidikan yang berdasarkan As
sunnah, Al Qur’an, hal ini merupakan pembeda pendidikan islam dengan pendidikan lainnya dengan
adanya dasar ajaran yang di kemukakan oleh Abuddin Nata. (Nata, 2005) Maka tujuan pendidikan
Islam tidak keluar dari skema yang di paparkan oleh Abuddin Nata yaitu mempersipkan manusia
untuk taat dan menghambakan diri kepada Allah.
Tujuan Pendidikan Islam menurut Ibnu Sina adalah harus diarahkan pada perkembangan
seluruh potensi yang dimiliki oleh manusia kepada perkembangan yang sempurna, seperti
perkembangan fisik, budi pekerti dan intelektual. Selain itu Ibnu Sina pernah memaparkan
bahwasanya pendidikan harus diarahkan kepada upaya mempersiapkan manusia untuk bisa hidup di
masyarakat secara bersama-samadengan tujuan melakukan pekerjaan atau bidang keahliannya sesuai
dengan bakat dan minat manusia itu sendiri. (Mahrus, 2011) Ibnu Sina juga membedakan tahapan
pendidikan itu menjadi beberapa bagian diantaranya adalah : pendidikan di rumah dan pendidikan di
sekolah seharusnya keduanya sejatinya harus saling melengkapi satu sama lain. Karena tujuan
pendidikan awal yaitu : memperkokoh keimanan, membangun karakter, menjaga kesehatan,
memberantas buta aksara, dan mempelajari kerajinan. Maka dari itu seorang guru harus dipilih dengan
teliti karena hal tersebut berpengaruh kepada karater siswa. Ciri-ciri guru yang mempunya karakter
yang baik di antaranya adalah : guru yang sholeh, lemah lembut, berpengetahuan luas dan mempunyai
kebijaksanaan, mampu menghayati karakter siwa, memberikan saran yang baik tentang kelanjutan
pembelajaran kepada siswa.
Berbicara tentang pemikiran pendidikan kita harus mengetahui pendidikan dari dua arah yaitu
: Pendidikan sebagai peraktek dan pendidikan sebagai teori. (Ali, 1987) Pendidikan sebagai teori
adalah pendidikan yang dimana manusia bisa memecahkan masalah kependidikannya secara teoritis
dan sistematis. Sedangkan pendidikan praktis adalah pendidikan yang berpedoman kepada falsafah
dan teori tertentu, karena pendidikan praktis ini biasanya mempunyai ketergantungan kepada
pendidikan teoritis.
Sebenarnya tujuan pendidikan yang terdapat di dalam sistem pendidikan nasional kita sudah
sangat lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi yang berlandaskan pada budi pekerti
yang luhur. Namun seperti yang kita saksikan saat ini, para anak didik Indonesia seakan-akan sudah
mengalami krisis budi pekerti. Bahkan berita tentang kriminal, bocah-bocah nakal, seakan-akan sudah
menjadi kegiatan mereka sehari-hari. Untuk itu, akan lebih baik bila sekolah juga menerapkan
pendidikan karakter pada anak didiknya. Pendidikan karakter ini merupakan penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, tindakan untuk
Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, Fathur
Rahman, Adelia Wahyuningtyas 2355

melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, dan sesama lingkungan.
Seseorang akan dikatakan berkarakter baik jika telah berhasil menerapkan nilai dan keyakinan yang
dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. (Rindufidati, 2022)
Tujuan Pendidikan karakter yaitu untuk meningkatkan mutu dan proses pendidikan yag baik
serta hasil pendidikan yang mengarah kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh terpadu dan seimbang serta sesuai dengan standart lulusan di setiap satuan pendidikan.
(Mulyasa, 2013) Dalam konteks ini pendidikan karakter yang diharapkan oleh suatu lembaga
pendidikan adalah bisa menjadikan salah satu sarana pembudayaan dan permanusiaan. Karena kita
ingin menciptakan lingkungan hidup yang mengahrgai manusia dengan manusia lainnya, sehingga
tidak ada kesenjangan antara keduanya. Dan juga bisa menghasilkan etika yang baik dan moral serta
integritas yang positif di mata masyarakat. (Koesoema)
Pendidikan di era digitalisasi ini sangatlah berkembang pesat, kemajuan teknologi saat ini
tidak hanya dinikmati orang dewasa saja melainkan anak-anak seumuran sekolah dasar juga sudah
sangat antusias dalam menikmati perkembangan teknologi di era digital sekarang ini, bahkan saat ini
banyak anak-anak yang kecanduan gadget hal ini mengakibatkan anak-anak kurang bersosialisasi
dengan lingkungannya karena sibuk dengan dunia mayanya masing-masing, dengan keadaan seperti
ini tentu ada dampak positif dan negatif yang ditimbulkan. Dampak negatif yang sangat berbahaya di
era digital ini salah satunya adalah anak-anak akan kecanduan game, kurangnya bersosialisasi
dikarenakan asik dengan ganget yang ia miliki akan tetapi dampak positifnya di era digitalisasi ini
kemajuan teknologi dan aktifitas belajar siswa dimudahkan dengan adanya internet dan siswa dapat
lebih mudah mencari ilmu pengetahuan secara cepat. Teknologi sebenarnya bermanfaat sangat besar
bagi dunia pendidikan. Pencarian literasi untuk penambahan ilmu pengetahuan dalam pembelajaran,
bisa di manfaatkan menggunakan teknologi yang dimilikinya. Sehingga peserta didik dapat
menelusuri internet untuk mempermudah dan mempercepat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
baru, akan tetapi hal ini harus didampingi oleh pendidik atau orang tua agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan dalam mengankses dunia maya yang saatbini sudah di bilang canggih di era modern.
(Putri, 2018)
Pendidikan tidak lepas dari jasa seorang guru yang sebagai tenaga pendidik dan juga
berperan sebagai penyampai materi pelajaran kepada peserta didik akan tetapi guru harus
memposisikan sebagai pendidik yang aktif sesuai dengan kode etik tenaga kependidikan dan tenaga
profesional. Guru profesional itu adalah guru yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan
persyaratan yang di tuntut oleh profesi keguruan. (Danim, 2008) Pendidikan Islam tidak terlepas
dengan pendidikan karakter yaitu bertujuan atau mengutamakan pertumbuhan moral individu yang
ada dalam lembaga pendidikan. (Koesoema) Berbagai pandangan Al-Qur’an terhadap akhlak dan
karakter yang demikian itu menjadi dasar yang penting bagi perumusan konsep pendidikan Islam,
yaitu selain menjadi salah satu mata pelajaran, juga dapat dipertimbangkan dengan cara-cara membina
akhlak yang merupakan jiwa dalam pendidikan Islam. (Nata)
2356 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

Pendidikan karakter di Indonesia pertama kali dicetuskan oleh Ratna Megawangi, alumnus
IPB yang peduli terhadap dunia pendidikan khususnya pendidikan anak dan perempuan. Ratna
Megawangi mendapatkan pilar karakter yang akan dibangun, yaitu “cinta Tuhan dan segenap
ciptaanNya, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran diplomatis, dermawan, tolong menolong,
percaya diri, kepemimpinan”. (Megawangi, 2004) Istilah karakter dihubungkan dengan istilah etika,
ahlak, atau nilai yang berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi “positif” bukan netral. Oleh
karena itu Pendidikan karakter secara lebih luas dapat diartikan sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki
nilai dan karakter yang baik, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya sebagai anggota
masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif. (Aniyah, 2013)
Alasan peneliti memilih salah satu pemikiran Ibnu Sina dalam membangun karakter siswa di
era digitalisasi adalah karena Ibnu Sina mempunyai pemikiran yang sangat cemerlang dari berbagai
disiplin ilmu pengetahuan, bahkan dalam perjalanan hidupnya beliau tidak hanya dikenal sebagai
seorang ilmuan dengan berbagai hasil karangannya yang telah membuat namanya terkenal di dunia
Barat, tetapi beliau juga seorang negarawan yang berkecimpung dalam dunia politik pada zamannya
serta sebagai seorang pendidik yang dikagumi. (Al-Ahwani, 1997) Selain itu Ibnu Sina yang dikenal
sebagai seorang filosof dan ahli di bidang kedokteran, akan tetapi banyak beberapa kajian yang
dilakukan oleh generasi sesudahnya tentang pemikirannya, salah satunya yaitu ditemukan beberapa
pemikirannya tentang konsep pendidikan Islam.
Oleh sebab itu, Ibnu Sina juga tercatat sebagai salah satu tokoh pendidikan islam yang
memiliki pemikiran yang brilliant. Pemikiran Ibnu Sina tentang pendidikan Islam memang telah
banyak dikaji oleh para ahli, akan tetapi tidak berarti kajian tersebut berhenti di situ saja. Pemikiran
Ibnu Sina yang tertulis dalam karya-karyanya akan tetap relevan untuk dianalisis secara kritis hingga
saat ini agar dapat menimbulkan dinamika keilmuan yang mampu memberikan kontribusi yang
bersifat solutif terhadap berbagai permasalahan pendidikan Islam, termasuk di Indonesia. Untuk itu,
dalam artikel ini peneliti akan mengkaji mengenai pemikiran pendidikan Ibnu Sina dalam
membangun karakter siswa di era digital dengan tujuan dan konsep pendidikan islam. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemikiran Filosof Ibnu Sina dalam membangun
karakter siswa di era digitalisasi melalui tujuan dan konsep pendidikan islam. Dari rumusan masalah
ini dapat di pahami bahwa yang menjadi objek material penelitian ini adalah pemikiran filosof Ibnu
Sina tentang pendidikan islam, pada aspek metodologis peneliti menggunakan pendekatan
kepustakaan (library research) yang merupakan bagian pendekatan dari metode kualitatif yaitu
penelitian yang berdasarkan pada buku, jurnal, makalah, web (internet), majalah maupun laporan
penelitian terdahulu atupun terdapat informasi dari surat-surat keterangan lainnya.
Kajian tentang pemikiran pendidikan Ibnu Sina sebelumnya sudah pernah dilakukan,
diantaranya oleh Aris Try Andreas Putra dalam jurnal yang berjudul Pemikiran Filosofis Pendidikan
Ibnu Sina dan Implikasinya pada Pendidikan Islam Kontemporer. Penelitian tersebut berangkat dari
Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, Fathur
Rahman, Adelia Wahyuningtyas 2357

kaca mata pemikiran filsafat kemudian direlevansikan dengan pendidikan Islam kontemporer.
Penelitian yang dilakukan Putra mencoba menghadirkan ide-ide Ibnu Sina yang memiliki kekhasan
religius-rasional. Konsep religius-rasional dalam ilmu ini kemudian dikaitkan dengan konsep
integrasi-interkoneksi yang ditawarkan beberapa PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) di-
Indonesia, sehingga antara iman dan ilmu tidak terjadi dualisme. (Putra, 2015)
Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Maidar Darwis yang berjudul Konsep Pendidikan
Islam dalam Perspektif Ibnu Sina. Artikel tersebut berupaya memberikan gambaran secara jelas dan
deskriptif terkait ide-ide dan pemikiran tentang konsep pendidikan yang dikembangkan Ibnu Sina.
Darwis dalam kajiannya berupaya untuk menganalisis serta melakukan perbandingan dengan konsep
pendidikan modern masa kini. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian Darwis karena
Darwis baru sampai pada kajian tataran konsep, belum sampai pada kajian mendalam terkait
bagaimana membangun karakter siswa di era digital. (Darwis, 2013)
Adapun penelitian lainnya dilakukan oleh Miftaku Rohman dengan judul artikel Konsep
Pendidikan Islam menurut Ibnu Sina dan Relevansinya dengan Pendidikan Modern. Meskipun
memiliki irisan yang hampir sama yakni membahas tentang pemikiran Ibnu Sina dalam dunia
pendidikan, namun penelitian ini memiliki perbedaan dari hal-hal yang berbeda, karena peneliti
menganalisis pemikiran Ibnu Sina dalam membangun karakter siswa akan tetapi Rohman meneliti
dengan sistem pendidikan modern menurut pemikiran Ibnu Sina. (Rohman, 2013)
Harapan dari penelitian ini adalah dalam rangka upaya update ilmu pengetahuan dengan
adanya pembaharuan-pembaharuan isu dan kejadian seputar pendidikan di era digitalisasi atau
modern saat ini. Dengan begitu peneliti dapat memberikan penguatan bahwa pemikiran pendidikan
yang digagas Ibnu Sina tetap relevan dengan pendidikan hari ini.

METODE
Metodelogi penelitian yaitu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan suatu data dengan
tujuan tertentu pada metodelogi penelitian ini. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif
yang bersifat kepustakaan yg berkaitan dengan konsep pemikiran Ibnu Sina tentang Tujuan
Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, maka penulis akan
membahas mengenai :
Metode penelitian
Metode Penelitian merupakan suatu cara untuk memecahkan suatu masalah atau cara untuk
mrngembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah untuk mendapatkan suatu
data yang valid. (Fatimah)
Teknik pengumpulan data
Teknik observasi diartikan sebagai pengamatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak
pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi
atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki, disebut
2358 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

observasi langsung. Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak
pada saat berlangsungnya peristiwa, misalnya peristiwa tersebut diamati melalui film, ragkaian slide,
atau rangkaian poto, dan refrensi ilmiah seperti jurnal, buku dan majalah. (Margono, 2010)
Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis seperti
arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum dan lain-
lain yang berhubungan dengan masalah penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif teknik ini
merupakan alat pengumpulan data yang utama karena pembuktian hipotesisnya yang diajukan secara
logis dan rasional melalui pendapat, teori atau hukum-hukum yang diterima, baik mendukung maupun
yang menolong hipotesis tersebut. (Rachman, 1993)
Teknik Analisi Data
Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh. (Rachman, 1993) Penelitian menggunakan analisis data kualitatif yang bersifat deduktif,
yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikhususkan dengan pola hubungan
tertentu. (Sugiyono, 2013) Dalam penelitian ini dapat diperoleh dari berbagai sumber kemudian
dikumpulkan yang akan dijadikan sumber dalam penelitian.

HASIL DAN DISKUSI


Biografi Ibnu Sina
Ibnu Sina atau juga dikenal dengan Avicenna memiliki nama lengkap Abu Ali Al-Husain bin
Abdillah bin Sina. Ibnu Sina dilahirkan pada bulan Safar 370 H atau 980 M di desa Afsyanah di
Bukhara. Ibnu sina mempunyai nama pendek Abu Ali, ia juga mendapat gelar Asy-Syaikh Ar-Rais,
yang menunjukkan bahwa ia memiliki kedudukan yang tinggi dalam hal intelektual. (Supriyadi, 2009)
Ibnu Sina adalah sosok yang memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ia telah hafal al-Qur’an
sejak usia 10 tahun, ia juga hafal sastra-sastra Arab, kitab metafisika karya Aristoteles sekaligus
ulasan Al-Farabi meskipun belum dapat memahaminya. Pada usia 16 tahun ia telah menguasai
beberapa ilmu pengetahuan meliputi sastra, fikih, matematika, dan filsafat. Ia bahkan mempelajari
ilmu kedokteran secara otodidak. Ibnu Sina pada usia 18 tahun telah menggeluti beberapa profesi,
meliputi guru, filsuf, penyair, hingga dokter. Kehebatannya sebagai seorang dokter banyak dikenal
sehingga ia diberikan kesempatan untuk mengobati Nuh Ibn Manshur, sultan Samanid di Bukhara.
Setelah berhasil mengobati Nuh Ibn Manshur, ia kemudian diberikan kesempatan untuk mempelajari
buku-buku yang ada di perpustakaan sultan. Ibnu Sina dengan kecerdasannya dapat menghafal
sebagian besar bukubuku di perpustakaan tersebut yang kemudian ia jadikan modal awal untuk
membuat karya pertamanya yang berjudul Hadiyah al-Ra’is ila al-Amir (Hadiah Ibnu Sina kepada
Amir) yang berisi tentang psikologi. (Nasution, 2002)
Keberhasilan Ibnu Sina tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran seorang guru, diantara
guru-gurunya adalah Abu ‘Abd Allah al-Natili dan Isma’il sang Zahid. Kecerdasan Ibnu Sina
Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, Fathur
Rahman, Adelia Wahyuningtyas 2359

membuatnya dapat menguasai ilmu-ilmu yang diberikan oleh guru-gurunya bahkan sampai melebihi
gurunya sendiri. Meskipun Ibnu Sina tidak secara langsung belajar kepada Al-Farabi, tetapi ia merasa
memiliki utang budi karena dengan ulasan Al-Farabi telah banyak membantu Ibnu Sina dalam
memahami metafisika Aristoteles. (Zar, 2007) Pada akhir hayatnya ia mengabdikan diri sebagai
seorang guru dan dokter di Ishfahan. Ibnu Sina meninggal pada tahun 428 H/ 1037 M di Hamadzan
karena sakit yang dideritanya. (Zar, 2007)
Ibnu Sina juga seorang yang ahli dalam bidang ketatanegaraan, sehingga dalam usia 18 tahun
beliau telah sibuk dengan urusan negara, memberi kuliah sebagai guru, menjadi filosof dan penyair
serta menjadi seorang pengarang yang produktif dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan, seperti
filsafat, kedokteran, kenegaraan, perbintangan, pasti, musik, bahasa, ukur, ketuhanan dan sebagainya.
(Ar-Raniry) Bahkan tak kalah pentingnya konsep beliau tentang pendidikan. Karena keahliannya
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan tersebut, sehingga beliau dikenal di dunia Barat dengan
nama Avicenna dan mereka sebut dengan “Aristoteles Baru”. Sedangkan di Arab dikenal dengan
nama Syeikh al-Rais. (Hitti)
Ibnu Sina disamping sebagai seorang guru, filsuf, dan dokter, juga dikenal sebagai penulis
yang produktif. Semasa hidupnya ia telah menghasilkan 267 karya. Beberapa karya Ibnu Sina yang
sangat terkenal adalah: 1) Al-Syifa’ (penyembuh), sebuah karya ensiklopedi yang terdiri dari 18 jilid
yang membahas tentang matematika, fisika, dan metafisika, 2) Al-Najah (penyelamat), karya ini
merupakan ringkasan dari As- Syifa’, 3) Al-Qanun fi al-Thibb, sebuah karya ensiklopedi yang
membahas tentang kedokteran. Karya ini menjadi buku pedoman pada universitasunivesitas di Barat
sampai abad XVII, 4) Al-Isyarah wa al-Tanbihah (isyarat dan peringatan), sebuah karya yang
membahas tentang logika dan hikmah. (Nasution, 2002)
Dari pembahasan tersebut bisa di simpulkan bahwasanya Ibnu Sina adalah seorang ilmuan
yang bisa mempelajari dan menguasai segala aspek ilmu, tidak hanya satu rumpun ilmu akan tetapi
lebih dari tiga bidang ilmu yang ia kuasai. Bahkan dalam perjalanan hidupnya beliau tidak hanya di
kenal sebagai seorang ilmuan di dunia barat akan tetapi beliau juga dikenal sebagai negarawan yang
berkecimpung di dalam dunia politik serta sebagai pendidik yang Profesional. Karena kemahiran dan
kepintaran yang dia miliki hingga menjadi salah satu tokoh dunia yang karya-karyanya sampai saat ini
masih dikenang oleh para akademisi.
Pemikiran Ibnu Sina Dalam Dunia Pendidikan Islam
a. Konsep Pendidikan
Pemikiran Ibn Sina tentang pendidikan terkait dengan pemikirannya tentang falsafat
ilmu. Menurut Ibn Sina ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang tak kekal dan ilmu yang kekal
(hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari perannya sebagai alat dapat disebut logika. Tapi
berdasarkan tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan yang teoritis. Ilmu
teoritis seperti ilmu alam, matematika, dan ilmu ketuhanan. Sedangkan ilmu yang praktis adalah
ilmu akhlak, ilmu pengurusan rumah, ilmu pengurusan kota dan ilmu nabi (shari’ah).
2360 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

(Jalaluddin, 1996) Maka menurut Ibn Sina, pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya
adalah pendidikan kemanusiaan. Disini dapat dilihat bahwa pemikiran pendidikan Ibn Sina
bersifat komprehensif. Sementara itu pandangan-pandangan Ibn Sina dalam bidang politik
hampir tidak dapat dipisahkan dari pandangannya dalam bidang agama, karena menurutnya
hampir semua cabang ilmu keislaman berhubungan dengan politik, ilmu ini selanjutnya ia bagi
menjadi empat cabang yaitu ilmu akhlak, ilmu cara mengatur rumah tangga, ilmu tata negara,
dan ilmu tentang kenabian. Ilmu politik ini juga masuk dalam ilmu pendidikan, karena ilmu
pendidikan merupakan ilmu yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader
yang siap untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. (Nata A. , Pemikiran Para Tokoh)
Dalam pemikiran pendidikannya, Ibn Sina juga telah menguraikan tentang psikologi
pendidikan. Hal ini terlihat dari uraiannya mengenai hubungan pendidikan anak dengan tingkat
usia, kemauan dan bakat anak dengan mengetahui latar belakang tingkat perkembangan, bakat
dan kemauan anak, maka bimbingan yang diberikan kepada anak akan lebih berhasil. Menurut
Ibn Sina adanya kecenderungan manusia untuk memilih pekerjaan yang berbeda dikarenakan di
dalam diri manusia terdapat faktor yang tersembunyi yang sukar dipahami dan dimengerti serta
sulit untuk di ukur kadarnya. Dengan pandangannya ini terlihat bahwa dalam pemikiran
pendidikannya ia telah merintis adanya perbedaan individu (Individual Differences) seperti yang
dikenal dunia pendidikan modern sekarang. (Jalaluddin, 1996)
Dalam memformulasikan konsep pendidikan, Ibn Sina sangat menekankan pada
pendidikan akhlak. Karena pada zaman itu suasana dan kondisi sosial politik pada massanya
memang sangat kacau. Ketika itu fitnah terus berkecamuk sehingga kekacauan politik dan
pertentangan aliran-aliran madzhab tengah melanda umat Islam. Kondisi yang demikian
menunjukkan bahwa betapa bobroknya akhlak kaum muslimin. Padahal bila akhlak suatu bangsa
telah rusak, maka bangsa tersebut pasti akan hancur pula. Kondisi sosial yang demikian, baik
secara langsung maupun tidak langsung telah berpengaruh terhadap pemikiran pendidikannya.
(Nizar) Selanjutnya Ibn Sina membagi tingkat pendidikan menjadi dua bagian diantaranya adalah
:
1. Tingkat umum. Pada tingkat ini anak dilatih untuk dapat belajar mempersiapkan badan
jasmaninya, akal dan jiwanya pada tingkat ini anakdiberi pelajaran membaca, menulis, al-
Qur’an, masalah-masalah penting dalam agama dasar-dasar bahasa dan sedikit sastra.
2. Tingkat khusus, pada tingkat ini anak dipersiapkan untuk menuju suatu profesi yaitu mereka
dilatih untuk melakukan praktek yang berkaitan dengan masalah kehidupan. Karena jika
hanya memiliki rasa ingin tahu saja belum cukup tetapi harus berlatih terus menerus. Di sini
Ibn Sina hendak mengarahkan menuju profesi-profesi dan bakat-bakat yang sesuai dengan
kemampuan dan cocok dengan kecenderungan kecenderungan anak didik. (Supriyatno, 2006)
b. Tujuan Pendidikan
Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, Fathur
Rahman, Adelia Wahyuningtyas 2361

Tujuan pendidikan islam sesungguhnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pendidikan


yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadis. Sekurang-kurangnya terdapat lima prinsip dalam
merumuskan tujuan pendidikan islam, antara lain sebagai berikut:
1. Pertama: prinsip integrasi (tauhid), yakni prinsip yang memandang adanya wujud kesatuan
antara dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang
guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Kedua: prinsip keseimbangan, yakni merupakan bentuk konsekuensi dari prinsip integrasi.
Keseimbangan yang proporsional antara muatan ruhaniah dan jasmaniah, antara ilmu umum
dan ilmu agama, antara teori dan prakrik, dan antara nilai yang menyangkut aqidah, syari’ah
dan akhlak.
3. Ketiga: prinsip persamaan dan pembebasan. Prinsip ini dikembangkan dari nilai tauhid,
bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh karena itu setiap individu bahkan semua makhluk hidup
diciptakan oleh pencipta yang sama (Allah). perbedaan hanyalah untuk memperkuat
persatuan. Melalui pendidikan, manusia diharapkan dapat terbebas dari kebodohan,
kemiskinan dan nafsu hayawaniah-nya sendiri.
4. Keempat: prinsip kontinuitas dan berkelanjutan (istiqamah). Dari prinsip inilah dikenal
konsep pendidikan seumur hidup (long life education). Sebab pendidikan tak mengenal
batasan waktu akhir selama hidupnya.
5. Kelima: prinsip kemaslahatan dan keutamaan. Jika ruh tauhid telah tereaktualisasi dalam
tingkah laku, moral dan akhlak seseorang, dengan kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh
dari kotoran maka ia akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal yang maslahat.
Dengan demikian prinsip tujuan pendidikan islam identik dengan prinsip hidup setiap
muslim, yakni beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian muslim, insane shalih
guna mengemban amanat Allah sebagai khalifah dimuka bumi dan beribadah dalam
menggapai ridha-Nya. (Ilyasir, 2017)
Ibnu Sina menjelaskan bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan
seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. (Sina, 1906) Selain itu, tujuan pendidikan
menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di
masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya
sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. (Sina, 1906)
Ibnu Sina menjelaskan bahwa tujuan pendidikan memiliki tiga kapasitas, yang semuanya
mengatur. Pertama, memutuskan arah dari interaksi instruktif. Kedua, tujuan menentukan arah
yang direncanakan serta memberikan perbaikan. Ketiga, tujuannya adalah penghargaan, dan jika
dianggap penting, dan kapan pun diinginkan, pasti akan mendorong siswa untuk menggunakan
energi yang diharapkan untuk mencapainya. Tujuan memiliki maksud untuk menjadi dasar dalam
menjalani interaksi instruktif. (Handayani, 2019)
2362 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

Menarik dari pandangan ini, Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah
harus ditujukan untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki seseorang, khususnya
peningkatan fisik, ilmiah dan karakter. Juga, alasan pendidikan seperti yang ditunjukkan oleh
Ibnu Sina harus ditujukan pada upaya untuk membentuk seseorang dengan tujuan agar mereka
dapat hidup bersama di mata publik dengan menyelesaikan pekerjaan atau kemampuan yang
mereka pilih sesuai dengan bakat, minat, kecenderungan dan potensi. (Kurniawan, 2013)
Budi pekerti atau akhlak mulia menurut Ibnu Sina mencakup aspek yang sangat luas
diantaranya melalui aspek kehidupan. Aspek-aspek tersebut menjadi salah satu terwujudnya
sosok pribadi yang yang berakhlak mulia melalui aspek sosial, spritual dan pribadi. Jika beberapa
pendapat Ibn Sina mengenai tujuan-tujuan pendidikan tersebut dihubungkan dengan satu dan
lainnya maka akan tampak bahwa Ibnu Sina memiliki pandangan tentang tujuan pendidikan yang
bersifat hierarkis-struktural: bahwa ia memiliki pendapat tentang tujuan yang bersifat universal.
Juga memiliki pendapat tentang tujuan yang bersifat kurikuler atau perbidang studi dan tujuan
yang bersifat operasional. Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibn Sina tersebut
tampak didasarkan pada pandangannya tentang insan kamil (manusia yang sempurna). Manusia
yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh, Ibn Sina juga ingin tujuan
pendidikan universal itu diarahkan kepada terbentuknya manusia yang sempurna.
Pada dasarnya, semua aktivitas yang terjadi dalam proses pendidikan tidak bisa
dipisahkan dari konsep atau teori pendidikan itu sendiri. Konsep dan teori merupakan ide pokok
yang sentral apa sebenarnya masalah yang dihadapi; apa yang harus diperbuat; serta bagaimana
hal itu bisa terlaksana di dalam aktivitas tersebut. (Natsir, 1973) Oleh sebab itu dalam konteks
ilmu pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina adalah harus digolongkan dalam kategori ahli
filsafat pendidikan, dengan kata lain beliau termasuk salah satu orang yang banyak meninggalkan
pengaruh pemikiran pendidikan seperti Aristoteles, Plato dan Thomas Aquines. (Langhulung)
Bila kita telaah tentang tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina, maka kita
dapat melacak melalui pemikiran filosofisnya. Ibnu sina mengatakan bahwa akal adalah sumber
dari segala kejadian. (Wijaya, 2001) di mana akal adalah satu-satunya keistimewaaan manusia.
Oleh karena itu, Ibnu Sina mengatakan bahwa akal itu wajib dikembangkan dan itulah
sebenarnya tujuan akhir dari pendidikan.
c. Kurikulum Pembelajaran
Kurikulum dalam proses pembelajaran mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam
mencapai tujuan pendidikan, karena tanpa adanya kurikulum (materi) sangat mustahil tujuan
pendidikan yang telah dirancang dapat tercapai dengan sempurna. Secara sederhana istilah
kurikulum digunakan untuk menunjukan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu gelar atau ijazah. (Crow, 1990) Meskipun Ibnu Sina tidak secara langsung
mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran harus adanya semacam kurikulum (materi),
Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, Fathur
Rahman, Adelia Wahyuningtyas 2363

namun bila dilihat dari filosofis pemikirannya, nampaknya ia tidak terlepas melihat manusia itu
dari tinjauan psikologis.
Bila kita telaah statment yang dikemukan oleh Ibnu Sina secara lebih jauh, maka kita
akan menemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan materi pelajaran
kepada subjek didik, antara lain:
1. Seorang guru dalam memberikan materi pelajaran, hendaklah menyesuaikan dengan
tingkatan umur subjek didik.
2. Seorang guru dalam memberikan materi pelajaran, hendaklah menyesuaikan dengan bakat
dan minat subjek didik, sehingga subjek didik tidak meresa bosan dalam menekuni mata
pelajaran tersebut, karena sesuai dengan bakat dan minatnya.
3. Seorang guru dalam memberikan materi pelajaran, hendaklah menyesuaikan dengan
kebutuhan subjek didik, terutama dalam mendapatkan peluang kerja. Dengan kata lain,
kurikulum yang ditawarkan hendaknya bersifat pragmatis.
Ibnu Sina juga merinci beberapa pelajaran yang perlu dipelajari dan dikuasai siswa.
Abuddin Nata berpendapat bahwa definisi program pendidikan Ibnu Sina tergantung pada
peningkatan usia siswa yang adil dan merata, khususnya. (Iqbal, 2015)
1. Pertama, Usia 3-5 tahun. Menurut Ibnu Sina, pada usia ini siswa harus diberikan mata
pelajaran olahraga, budi pekerti, kerapian, suara dan keterampilan.
2. Kedua, Usia 6-14 tahun. Menurut Ibnu Sina, program pendidikannya meliputi membaca dan
menghafal Al-Qur'an, pelajaran syar'i, dan pelajaran olahraga.
3. Ketiga, Usia 14 tahun ke atas. Pada usia 14 tahun ke atas, Ibnu Sina melihat mata pelajaran
yang harus diberikan kepada anak-anak adalah pelajaran yang kaitannya dengan usia masa
lalu. Ada banyak mata pelajaran yang bisa diberikan kepada anak usia 14 tahun ke atas.
Meskipun demikian, pelajaran ini harus dipilih sesuai dengan kemampuan dan minat anak
muda. Hal ini menunjukkan perlunya pemikiran dengan persiapan siswa, agar anak memiliki
persiapan untuk melakukan belajar dengan baik. (Iqbal, 2015)
d. Metode Pendidikan
Adapun metode yang ditawarkan oleh Ibnu Sina sebagaimana yang disimpulkan oleh
Abuddin Nata, antara lain: metode talqin, demontrasi, pembiasaan, teladan, diskusi, magang dan
penugasan. (Nata A. , Pemikiran Para Tokoh) Berhubungan dengan metode talqin, nampaknya
Ibnu Sina sebagaimana yang disimpulkan oleh Abuddin Nata menggunakan untuk mengajar
membaca al-Qur’an. Sedangkan metode demontrasi, ia menggunakan untuk cara mengajar
menulis. Sementara metode pembiasaan atau teladan, ia menggunakan untuk cara mengajar
akhlak. Lebih lanjut metode diskusi, ia menggunakan untuk cara penyajian pelajaran kepada
subjek didik. Berkenaan dengan metode magang, ia menggunakan dalam kegiatan pengajaran
yang dilakukan. Selanjutnya, berkenaan dengan metode penugasan, ia menggunakan dalam
2364 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

kegiatan cara penyajian pelajaran kepada subjek didik. (Nata A. , Pendidikan Dalam Perspektif
Al-Qur’an, 2005) Adapun penjabarannya sebagai berikut: (Iqbal, 2015)
1. Pertama, Strategi Talqin, harus digunakan dalam menunjukkan bacaan Al-Qur'an, dimulai
dengan mendengarkan bacaan Al-Qur'an kepada siswa, bagian demi bagian. Kemudian anak
itu didekati untuk mendengarkan dan mengulangi bacaannya secara bertahap dan berulang-
ulang, sampai akhirnya dia mempertahankannya.
2. Kedua, Teknik Menampilkan (Demonstrasi), dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran
fungsional, seperti cara mengajar mengarang. Menurut Ibnu Sina, jika seorang pendidik akan
menggunakan strategi ini, ia harus terlebih dahulu memberikan ilustrasi menulis huruf
hijaiyah sebelum muridnya. Sejak saat itu, mintalah siswa untuk mendengarkan kata-kata
dari huruf hijaiyah sesuai dengan makhraj nya.
3. Ketiga, teknik penyesuaian dan terpuji, termasuk mungkin strategi pertunjukan terbaik,
khususnya dalam mengajarkan etika. Strategi ini pada umumnya dilakukan dengan
penyesuaian dan model yang disesuaikan dengan peningkatan semangat anak. Ibnu Sina
menyadari dampak “mengikuti atau meniru” atau model asli dalam siklus pendidikan di
kalangan anak-anak di usia dini pada kehidupan mereka, dengan alasan bahwa dalam
tabi'iyah anak-anak cenderung mengikuti dan meniru-meniru semua yang mereka lihat,
rasakan dan dengar.
4. Keempat, Teknik Percakapan (Diskusi), harus dimungkinkan dengan memperkenalkan
latihan di mana siswa dihadapkan pada pertanyaan yang sulit dipecahkan oleh siswa itu
sendiri, maka untuk itu dibicarakan dan ditangani bersama. Ibn Sina menggunakan strategi
ini untuk menunjukkan informasi yang objektif dan hipotetis. Informasi tentang model ini
pada masa Ibnu Sina berkembang pesat. Jika informasi diajarkan dengan teknik bicara, para
siswa tertinggal jauh dari kemajuan ilmu pengetahuan.
5. Kelima, Strategi Magang, Ibnu Sina telah memanfaatkan teknik ini dalam latihan
mendidiknya. Murid-murid Ibnu Sina yang meneliti pengobatan didorong untuk
menggabungkan hipotesis dan praktik. Strategi ini akan memiliki keuntungan ganda, lebih
spesifik dan membuat siswa mampu di bidang ilmu pengetahuan, juga akan memperoleh
keterampilan kerja yang menghasilkan uang.
6. Keenam, Strategi Tugas, diakhiri dengan memesan berbagai modul atau skrip dan kemudian
menyerahkannya kepada siswa untuk dipertimbangkan. Teknik ini ia lakukan, antara lain, ia
lakukan kepada salah satu muridnya yaitu Abu ar-Raihan al-Biruni dan Abi Husain Ahmad
as-Suhaili. Dalam bahasa Arab, mengajar dengan tugas ini dikenal dengan al-ta'lim bi al-
marasil (mendidik dengan mengirimkan berbagai tulisan atau modul).
7. Ketujuh, Teknik Targhib, dalam pengajaran saat ini istilah penghargaan diwujudkan yang
menyiratkan hadiah, hadiah, hibah atau hadiah dan merupakan salah satu perangkat edukatif
dan sebagai umpan balik yang membangkitkan semangat, serta inspirasi yang luar biasa.
Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, Fathur
Rahman, Adelia Wahyuningtyas 2365

e. Pendidik
Pendidik (guru) dalam proses pembelajaran mempunyai peranan yang cukup penting
dalam rangka memobilisasi semua kegiatan yang ada dalam proses pembelajaran, baik itu berupa
tujuan, materi, metode dan sebagainya. Tanpa adanya guru sangat mustahil proses pembejaran
dapat berjalan dengan sempurna. Adapun konsep guru yang ditawarkan oleh Ibnu Sina adalah
sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam
hubungan ini, Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang cakap adalah guru yang berakal cerdas,
beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan
tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main di hadapan muridnya, tidak bermuka masam,
sopan, santun, bersih dan suci murni. (Nata A. , Pemikiran Para Tokoh)
Tugas seorang pendidik dalam mengajar tidaklah sederhana. Karena, pada umumnya,
tugas utama pendidik adalah untuk membentuk pergantian peristiwa anak-anak dan
membiasakan diri dengan rutinitas yang bermanfaat dan karakteristik yang baik untuk menjadi
faktor utama dalam mencapai kegembiraan anak-anak. Oleh karena itu, individu yang diteladani
harus menjadi pelopor yang dapat diterima, model sejati dan memiliki karakter agar tidak
berdampak buruk pada semangat anak-anak yang menirunya. (Kurniawan, 2013)
Kemudian Ibnu Sina menambahkan dalam mengajar siswa harus mempunya karakter
yang cerdas, intensif, sabar dan teliti serta bisa mengarahkan peserta didik kepada kebijaksanaa,
efektif dalam waktu, suka hidup berdampingan dengan anak-anak. Gambaran di atas
menunjukkan bahwa Ibnu Sina membutuhkan seorang pengajar yang memiliki kemampuan
logika yang tinggi, berbudi pekerti luhur dan menawan sehingga ia dianggap dan menjadi simbol
bagi murid-muridnya. Ini penting, karena, dalam kasus di mana instruktur tidak memiliki
pemahaman yang luas tentang topik yang benar-benar fokus pada orang tersebut dan
membutuhkan pesona, siswa tidak akan menyukainya. Dengan asumsi itu terjadi, informasi akan
sulit didapat, meski sudah diketahui namun wakafnya jelas berkurang. (Iqbal, 2015)
f. Konsep hukuman dalam pelajaran
Pada dasarnya, mengenai konsep hukuman dalam proses pembelajaran Ibnu Sina
sebagaimana yang disimpulkan oleh Abuddin Nata kelihatannya tidak berkenaan menggunakan
hukuman. Hal ini didasarkan pada sikapnya, bahwa ia sangat menghargai martabat manusia.
Namun dalam kenyataannya, Ibnu Sina kelihatannya membolehkan hukuman tersebut, apabila
dalam keadaan terpaksa dan dilakukan dengan cara yang sangat berhati-hati. (Nata A. ,
Pemikiran Para Tokoh)
Lebih lanjut Ibnu Sina sebagaimana yang disimpulkan oleh Ali al- Jumbulati mengatakan
bahwa dalam melakukan hukuman terhadap peserta didik, sebaiknya diberikan peringatan dan
ancaman terlebih dahulu jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati,
lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan muka masam atau dengan puji-
pujian, sehingga anak terodorong untuk melakukan kebaikan. (Ali al- Jumbulati, 1994)
2366 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka peneliti menyimpulkan sebagai jawaban dari
rumusan masalah yang di angkat, adapun kesimpulannya sebagai berikut :Bahwasanya tujuan
pendidikan menurut Ibnu Sina adalah harus ditujukan untuk mengembangkan semua potensi yang
dimiliki seseorang, khususnya peningkatan fisik, ilmiah dan karakter. Juga, alasan pendidikan seperti
yang ditunjukkan oleh Ibnu Sina harus ditujukan pada upaya untuk membentuk seseorang dengan
tujuan agar mereka dapat hidup bersama di mata publik dengan menyelesaikan pekerjaan atau
kemampuan yang mereka pilih sesuai dengan bakat, minat, kecenderungan dan potensi.
Sedangkan konsep dan tujuan pendidikan islam dalam membangun karakter siswa adalah
untuk memberikan pengarahan dan pencerahan kepada lembaga pendidikan khususnya pendidikan
bagaimana cara memberikan pendidikan kaarkter yang baik bagi siswa di era digitalisasi. Karena
dengan perkembangnya zaman tentunya cara dan metode pembelajaran harus di seimbangkan dengan
kondisi dan budaya digital yang semakin hari semakin di kalangan masyarakat. Sehingga siswa dapat
beradaptasi dengan baik dan tidak meninggalkan karakteristik sebagai siswa dalam mengkonsumsi
media digital saat ini.

REFERENSI
Al-Abrasyi, M. A. 1994. Al-Tarbiyah Al- Islamiyah wa Falasifatuna, Terj. Syamsudin Asyrafi, dkk.
Yogyakarta: Sumbagsih Offset
Al-Ahwani dan Fuad, Ahamd. 1997. Filsafat Islam, cet. VIII, Jakarta: Firdau
A Putra, A. T. 2015. Pemikiran Filosofis Pendidikan Ibnu Sina Dan Implikasinya Pada Pendidikan
Islam Kontemporer. LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 6(2
Abu Muhammad, Iqbal. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Abuddin, Nata. 2005. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta
Ade Ayu, Fatimah. “Konsep Pendidikan Islam dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia di Era
Globalosasi”, Proposal Skripsi, 16, t.d
Ansari, dan Qomarudin, Ahmad. 2021. "Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina Dan Ibnu
Qayyim Al Jauziyyah." Islamika 3.2
Ali, al-Jumbulati. 1994. Perbandingan Pendidikan Islam, terj. M. Arifin. Jakarta: Rineka Cipta
Ali, Y. 1991. Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksar
Astuti Budi, Handayani. 2019. Relevansi Konsep Akal Bertingkat Ibnu Sina dalam Pendidikan Islam
di Era Milenial, Jurnal: Ta‟dibun
Crow and Crow, 1990. Pengantar Ilmu Pendidikan, terj. Yogyakarta: Rake Sarasi
Darwis, Maidar. 2013. "Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ibnu Sina." JURNAL ILMIAH
DIDAKTIKA: Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran 13.2
Dini Palupi, Putri. 2018. “Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar Di Era Digital” AR-
RIAYAH : Jurnal Pendidikan Dasa
Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ibnu Sina dalam Membangun Karakter Siswa di Era Digitalisasi, Fathur
Rahman, Adelia Wahyuningtyas 2367

H E, Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter, Cet, V, Jakarta: Bumi Akar


Hamdani, Ali. 1987. Filsafat Pendidikan, cet. I. Kota Kembang: Yogyakart
Hay W, Levin JM. 2010. Current Diagnosis & Treatment Pediatrics. 22 ed. New York: Mcgraw Hil
Ibn, Sina. 1906. Al-Siyasah fi al-Tarbiyah. Mesir: Majalah al-Masyrik
Ilyasir, F. 2017. Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Indonesia; Kajian Filosofis dan Metode
Implementasi. LITERASI. Jurnal Ilmu Pendidikan, 8(1)
Jalaluddin, 1996. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
K Hitti, Natsir. History of The Arab
Kambali, Ayunina, Ilma dan Mujani, Akhmad. 2019. "Tujuan Pendidikan Islam dalam Membangun
Karater Siswa di Era Digital (Studi Analisis Pemikiran Pendidikan Islam Abuddin
Nata)." Risâlah, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 5.2
Koesoema, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global.
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA cet. 2
Langhulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, cet. III,
Jakarta: Pustaka al-Husna
M, Natsir. 1973. “Islam dan Kebudayaan”, Jurnal Kapita Selekta, cet. III. Jakarta: Bulan Bintang
Maman, Rachman. 1993. Strategi Dan Langkah-Langkah Penelitian Pendidikan. Semarang: Semarang
Press
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Nasution, H. 2002. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama
Nur, Aniyah. 2013. “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Al-Ulum
(Jurnal Studi-Studi Islam) IAIN Gorontalo, Volume. 13 Nomor 1
Rahman. Irfandi, Muhammad dan Shofiyah, Nida. "Relevansi Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina Pada
Pendidikan Masa Kini." TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education 6.2
Ramayulis dan Samsul, Nizar. Ensiklopedi Tokoh
Rasyid, Idris. 2019. "Konsep Pendidikan Ibnu Sina tentang Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode
Pembelajaran, dan Guru." Ekspose: Jurnal Penelitian Hukum Dan Pendidikan 18.1
Ratna, Megawangi. 2004. “Pendidikan Karakter (Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa),”
Jakarta: Indonesia Herritage Foundation
Rindufidati, isu-isu Pendidikan, https://rindufidati.wordpress.com/2015/09/25/isu-isu-pendidikan/, di
akses 02 September 2022.
Rohman, Miftaku. 2013. "Konsep pendidikan islam menurut ibn sina dan relevansinya dengan
pendidikan modern." Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman 8.2
Safir Iskandar, Wijaya. 2001. “Falsafah dan Tasawuf: Sebauh Misteri Peradaban”, dalam Jurnal Islam
Futura, PPs. IAIN Ar-Raniry, Edisi Pertama, No. I
Samsul, Ulum dan Triyo, Supriyatno. 2006. Tarbiyah Qur’aniyah. Malang: UIN Pres
2368 Journal on Education, Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023, pp. 2353-2368

Sudarwan, Danim. 2008. Media Komunikasi Pendidikan: Pelayanan Profesional Pembelajaran Dan
Mutu HasilBelajar (Proses Belajar Mengajar Di Perguruan Tinggi). Bumi Aksara
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta
Supriyadi, D. 2009. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia
Syamsul Kurniawan dan Erwin, Mahrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN Ar-Raniry, Pengantar Filsafa
Wang. Emily, Qian. D. Myers, Michael. dan Sundaram, David. 2013. "Digital natives und digital
immigrants." Wirtschaftsinformatik 55.6
Zar, S. 2007. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Zar, S, Pemikiran Para Tokoh…,. Dan juga lihat, Ibnu Sina, Kitab Asyashah.
Zar, S, “Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an.”

You might also like