You are on page 1of 30

DOI: 10.

47349/jbi/16022020/153 Jurnal Biologi Indonesia 16(2): 153-182 (2020)

Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara Candi
Borobudur
(Analysis of the Existence of Mammal Species in Five Stories Sections of The
Lalitavistara Relief Borobudur Temple)
Rusdianto1, Ibnu Maryanto1, Hidayat Ashari1, Anang S Achmadi1, Pindi Setiawan2, Aris Arif
Mundayat3, Maharadatunkamsi1, Eko Sulistyadi1, Hari Setyawan4, Endah Dwijayanti1, &
Cahyo Rahmadi1
1)
Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Raya
Jakarta-Bogor KM.46, Cibinong, Bogor, Jawa Barat
2)
Prodi Komunikasi Visual dan Multimedia, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB. Jl. Tamansari 64, Bandung
3)
Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Negeri Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami, Surakarta
4)
Balai Konservasi Borobudur. Jl. Badrawati, Kw. Candi Borobudur, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Email: rusdi.jati77@gmail.com; ibnumaryanto@gmail.com

Memasukkan: Juni 2020, Diterima: September 2020

ABSTRACT
This study analyzed the existence of mammal species in the life story of the Buddha carved in 120 panels of Lalitavistara
relief in Borobudur Temple. The story of Buddha's life begins in Tusita and ended by first teaching to establish his teaching
career. The story is divided into 5 main section and the presence of mammals in each section implies important meanings
based on the context of each story section. The story of Lalitavistara in Borobudur temple is a representating the
origin of Gautama Buddha from India; but in expressing the culture, animals were used in the panel layout
which were mainly mammals species that live on the island of Jawa. The presence of mammal species implies four
roles: as a marker of location, as a marker of time, as a means of transportation, and as an ornamental variety. The
Conception and Pregnancy (MPK) section of the defining species is the Javan Elephant which implies "greatness" values.
The Birth and Youth (MKM) stage is dominated by Domestic Horse which imply the values of "strength", "agility" and
"intelligence". The Sign and Renunciation (MLD), section of the key species is the Wild Boar, which implies the values of
"greedy", and “righteousness to the commandments of God". The Meettings and Striving (MPP) section is dominated by
Barking Deer and Ebony (negro) Langur which imply “agility”. The Awakening and Teaching (MKP) section is
dominated by Asian Leo which implies its value as a “guardian” animal. The MPP section has the most species distribution,
which is found 20 species with a total of 47 individuals, while the MKM section has the fewest species distribution, i.e. only
found two species with a total of 17 individuals. Jawan Elephant is the only species that appears in all five section. The
MKM and MLD section has the highest appearance similarity index (Pianka index = 0.96), while MKM and MKP has the
lowest index (Pianka index = 0.03). Analysis of species grouping resulted four major groups, namely 1) Domestic Dogs, 2)
Domestic Horses, 3) Jawan Tigers, and, 4) Lions - Jawan elephants.

Keywords: Borobudur, Lalitavistara relief, mammals, story section

ABSTRAK
Kajian ini menganalisis keberadaan spesies mamalia dalam kisah perjalanan hidup Buddha yang terpahat di 120 panil relief
Lalitavistara Candi Borobudur. KisahNya diawali di Surga Tusita dan diakhiri dengan pengajaran pertama-Nya yang
mengukuhkan karier mengajar-Nya. Kisah tersebut terbagi menjadi lima babak utama dan kehadiran spesies mamalia di
setiap babak menyiratkan makna yang penting dan mendalam berdasarkan konteks cerita di setiap babak. Kisah
Lalitavistara di candi Borobudur direpresentasikan sesuai dengan asal Buddha Gautama dari India, namun dalam
mengekspresikan satwa dalam tatahan panil terjadi akulturasi karena banyak dibangun dari spesies mamalia yang hidup di
Pulau Jawa. Kehadiran spesies mamalia menyiratkan empat peran yaitu sebagai penanda lokasi, sebagai penanda waktu,
sebagai sarana transportasi dan sebagai ragam hias. Babak Pengandungan dan Kehamilan (MPK) spesies penentunya
adalah Gajah Jawa yang menyiratkan nilai-nilai “keagungan”. Babak Kelahiran dan Masa Muda (MKM) didominasi oleh
Kuda Ternak yang menyiratkan nilai-nilai “kekuatan”, “kecepatan” dan “ketangkasan”. Babak Pertanda dan Pelepasan
Duniawi (MLD) spesies kuncinya adalah Babi Celeng yang menyiratkan nilai-nilai “ketamakan”, “keserakahan” dan
“kesetiaan terhadap perintahNya”. Babak Pertemuan dan Perjumpaan (MPP) didominasi oleh Kijang Muncak yang
menyiratkan peran “kelincahan”. Babak Kecerahan dan Pengajaran (MKP) spesies penentunya adalah Singa Asia yang
menyiratkan nilai sebagai “satwa penjaga”. Babak MPP memiliki distribusi spesies paling banyak, yaitu 20 spesies dengan
total 47 individu, sedangkan babak MKM memiliki distribusi spesies paling sedikit, yaitu dua spesies dengan total 17
individu. Babak MKM dengan MLD memiliki indeks kesamaan kemunculan spesies tertinggi (Indeks pianka = 0,96),
sedangkan MKM dengan MKP memiliki indeks kesamaan kemunculan spesies paling rendah (Indeks pianka = 0,03).
Analisis pengelompokan spesies menggunakan indeks kesamaan Bray Curtis menghasilkan empat kelompok besar yaitu,
1) Anjing Kampung, 2) Kuda Ternak, 3) Harimau Loreng, dan 4) Singa Asia - Gajah Jawa.

Kata Kunci: Borobudur, relief Lalitavistara, mamalia, babak cerita

153
Rusdianto dkk.

PENDAHULUAN cerita. Pada dinding candi Borobudur di setiap


tingkatan Kamadhatu dan Rupadhatu (kecuali
Candi Borobudur merupakan salah satu Arupadhatu), terpahat banyak ragam hias dan
monumen candi Buddha terbesar di dunia yang gambar-bercerita. Terdapat tiga macam gambar
terletak di Kecamatan Borobudur, Kabupaten bercerita pada panil-panil candi Borobudur,
Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini yaitu: 1). Panil yang ditatahkan gambar bercerita-
diperkirakan dibangun sekitar abad ke-8 atau urut dengan kisah yang panjang (Lalitavistara,
sekitar tahun 760 hingga 825 Masehi oleh Raja Gandawyuha, Gandawyuha-Bhadracari); 2). Panil
Mataram Kuno pada masa puncak kejayaan yang ditatahkan gambar bercerita-urut dengan
Dinasti Wangsa Syailendra (Gunarto 2011; kisah yang singkat (Jataka-Avadana); 3). Panil
Istari & Sulistyanto 2015; Yabu & Subiantoro yang ditatahkan gambar bercerita tunggal
2018). Sebagai monumen yang menyimpan bukti- (Karmawibhangga).
bukti sejarah, candi Borobudur telah tercatat Relief Lalitavistara merupakan salah satu
sebagai salah satu situs warisan dunia oleh relief cerita di candi Borobudur yang mengisahkan
UNESCO pada tahun 1991 dengan nomor 592 tentang perjalanan hidup Buddha di semua masa
(Susilo & Suroso 2014). Monumen ini berbentuk awal meliputi dari ketika Ia diundang pada
persegi dengan tinggi 35,4 meter dan tersusun atas kehidupan terakhir-Nya di surga Tusita sampai
sepuluh tingkatan teras, dengan teras pertama pengajaran pertama di Taman Rusa di Rsipatana
sampai ketujuh berbentuk persegi dan teras Varanasi (Anandajoti 2017; Gunarto 2011). Di
kedelapan sampai kesepuluh berbentuk lingkaran sepanjang relief Lalitavistara digambarkan kisah
(Balai Konservasi Borobudur 1991). Pada dinding tentang perjalanan hidup Bodhisattva dalam mencapai
candi Borobudur terpahat relief cerita yang Ke buddhaan, pengalaman saat bersemedi hingga
dimulai dari tingkatan Kamadhatu (kaki candi) awal pengalaman mengajarNya yang digambarkan
hingga Rupadhatu (badan candi) yang terbagi dalam berbagai adegan di berbagai lingkungan habitat.
menjadi empat kelompok relief cerita yaitu relief Kisah hidup tersebut diuraikan secara runtut pada
Karmawibhangga, Lalitavistara, Jataka-Avadana, 120 panil relief Lalitavistara dalam berbagai
dan Gandawyuha dengan total 1460 panil (Puspitasari adegan yang terjadi di berbagai lingkungan
dkk. 2010; Setyawan dkk. 2017). (istana, taman, hutan, kota). Anandajoti (2017)
Manusia sebagai homo fabula pada umumnya membagi kisah tersebut menjadi lima babak
adalah makhluk yang suka bercerita (Sudhiatmika dkk. utama yaitu babak kehamilan dan pengandungan
2018). Cerita tentang pengalaman hidup setiap Ratu Mahamaya (panil nomor 1-27), babak
suku bangsa di Nusantara memiliki tradisinya kelahiran dan masa muda Bodhisattva (panil
sendiri (Teeuw 1982), sehingga banyak cerita di nomor 28-52), babak pertanda dan pelepasan
Nusantara yang memiliki kemiripan antara satu keduniawian (53-69), babak pertemuan dan
dengan yang lainnya. Banyak cerita yang telah perjuangan (70-95), serta babak pencerahan dan
terdokumentasi dengan baik dan rapi dalam pelajaran (panil nomor 96-120). Keunikan dari
berbagai bentuk media dan salah satu diantaranya relief cerita Lalitavistara adalah walaupun
terdokumentasikan dalam bentuk tatahan pada ceritanya berdasarkan kitab-kitab ajaran Buddha
panil-panil di relief candi Borobudur. Bagi yang berasal dari India, namun banyak imaji yang
masyarakat yang belum banyak mengenal huruf digambarkan tampak seperti kondisi sosial budaya
pada zaman itu, maka informasi akan lebih mudah masyarakat Jawa pada masa itu, serta kondisi
diterima apabila disampaikan melalui media- lingkungan alam sekitar termasuk tumbuhan dan
media visual seperti tatahan di panil-panil relief satwa yang hidup di dalamnya. KeJawaan itu
candi Borobudur. Kajian ini menunjukkan bahwa terasa mencolok pada Karmawibhangga, terasa juga
candi Borobudur mengandung konsep tentang pada Jataka-Avadana, dan di relief Lalitavistara.
semesta alam yang bersifat mikrokosmos yaitu dunia Jika diamati secara mendalam, pemahat pada
kecil yang ada pada diri seorang Bodhisattva, dan masa itu membuat karya seni pahatan dengan
makrokosmos yaitu dunia alam raya (luas) berupa penuh penghayatan sehingga semua singkapan di
lingkungan alam termasuk tumbuhan dan satwa dalam panil-panil tampak begitu detail. Visualisasi
(Purwanto 2005) sebagai dasar falsafah dalam emosi sosok wajah, komposisi kehidupan, baik

154
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

yang tertatah menggunakan bahasa simbol BAHAN DAN CARA KERJA


maupun morfologi aslinya dibuat dengan penuh
arti yang selaras untuk menggambarkan lokasi Metode kualitatif pada penelitian ini
kejadian dan suasana seperti taman, hutan, perairan mendeskripsikan tentang makna keberadaan
maupun perkampungan. Singkapan tumbuhan dan spesies mamalia dalam lima babak cerita yang
satwa juga tergambar sangat detail dari morfologi muncul pada 120 panil relief Lalitavistara yang
maupun tingkah lakunya serta sarat dengan berbagai terletak di dinding lorong I, baris atas candi
pesan yang digambarkan dengan sangat cermat agar Borobudur (Gambar 1). Selain dilakukan
bisa bercerita tentang suatu tempat, waktu (pagi, pengamatan secara langsung pada dinding relief
siang, sore dan malam hari), suasana sehingga candi Borobudur, juga dilakukan pengamatan
masyarakat yang ingin memahami makna cerita di terhadap foto-foto panil yang diperoleh dari
setiap panil memerlukan penghayatan dan tidak dokumentasi Balai Konservasi Borobudur untuk
dapat dipahami hanya dengan sekilas saja. Pada melihat lebih detail morfologi setiap spesies
beberapa bagian panil relief Lalitavistara juga mamalia yang muncul. Setiap panil dibaca secara
muncul spesies mamalia yang tergambar cukup pradaksina (menganankan candi) (Harto 2014)
detail dalam batuan panil, mulai dari kesesuaian atau searah jarum jam untuk mendapatkan
bentuk morfologinya, perilakunya maupun kesesuaian rangkaian alur cerita secara utuh (Gambar 2).
habitatnya dan makna kemunculannya. Meskipun Penomoran panil dimulai dari pintu gerbang
pada beberapa bagian anggota tubuh satwa sudah sebelah timur dan mengikuti aturan Setyawan dkk.
rusak dikarenakan pengikisan dan kerusakan bebatuan 2017. Contoh panil nomor BLD1A, I 19 artinya
penyusun candi, namun beberapa karakter kunci, adalah B=Borobudur, L=Lalitavistara, D=Dinding,
perilaku maupun habitatnya masih tampak jelas. 1=Lorong 1, A=atas, I=kuadran I, 19= panil nomor
Hingga saat ini belum banyak penelitian 19.
yang mengkaji tentang keberadaan satwa di candi Analisis spesies serta validasi nama spesies
Borobudur, termasuk di relief Lalitavistara. Beberapa mamalia dilakukan dengan langkah seperti pada
penelitian sebelumnya terkait fauna di candi metode penelitian yang dilakukan oleh Semi
Borobudur pernah dilakukan oleh Krom (1926), (1990), dan modifikasi dari Matrix education
Suripto & Pranowo (2001), Febrianto & Idris (2015) (2018). Metode diawali dengan kajian pustaka (desk
dan Achmadi dkk. (2020), namun bersifat umum dan study), dilanjutkan dengan analisis konsistensi
tidak spesifik membahas secara mendalam tentang bentuk atau morfologi kemunculan spesies di setiap
satwa-satwa di relief Lalitavistara sehingga tidak dapat
menjabarkan makna kehadiran satwa tersebut dalam
konteks cerita panil secara utuh. Pemilihan relief
Lalitavistara sebagai objek kajian dikarenakan cerita
relief ini paling umum dipahami oleh masyarakat
dibanding relief cerita lain yang ada di candi
Borobudur, karena mengisahkan secara langsung
tentang perjalanan hidup Buddha Gautama. Oleh
karena itu, pada kajian ini penulis akan
menguraikan tentang makna keberadaan spesies
mamalia yang muncul di lima babak cerita relief
Lalitavistara candi Borobudur. Hasil kajian ini
diharapkan dapat menjadi “pelengkap” bagi
masyarakat atau pembaca dalam memahami cerita Posisi Karmawibhangga
Posisi Jataka-Avadana
Posisi Gandawyuha-Bhadracari
Struktur batu teras Kamadhatu
utuh di setiap panil relief Lalitavistara sehingga Posisi Lalitavistara Struktur batu teras Rupadhatu
Struktur batu teras Arupadhatu
secara tidak langsung dapat meningkatkan “nilai”
Posisi Gandawyuha
Bukit alam sebagai penyusun dasar struktur batu penyusun candi
candi Borobudur sebagai wisata sejarah dan
wisata edukasi. Gambar 1. Ilustrasi posisi Relief Lalitavistara pada
Candi Borobudur (Setyawan dkk. 2017)

155
Rusdianto dkk.

panil (Gambar 3). Selanjutnya dilakukan analisis dahulu, agar bisa dinarasikan secara visual dengan
komparasi untuk membandingkan ciri-ciri spesies teratur demi menyampaikan pesan cerita. Relief
mamalia yang muncul di panil berdasarkan Lalitavistara merupakan karya gambar teratur,
kesesuaian morfologi spesies aslinya yang meliputi maka syarat utama relief cerita-urut adalah cara
perbandingan morfologi, tingkah laku, dan habitat arah-lihat susunan imaji yang konsisten. Seperti
spesies teridentifikasi. Ciri-ciri tersebut kemudian layaknya teks yang harus konsisten pada cara arah
dicocokkan dengan berbagai referensi spesies -baca urutan katanya, bila tidak maka akan sulit
mamalia (Corbet & Hill 1992; Gunawan dkk. diartikan.
2008; Sulistyadi dkk. 2011; Phillipps & Phillipps Pada tabulasi frekuensi, terdeskripsikan bahwa
2016; dan Achmadi dkk. 2020). beberapa panil yang merupakan satu-babak, sering
Analisis kehadiran spesies mamalia dibagi menggunakan teknik “fade-in”, mirip seperti
dan dikelompokkan berdasarkan lima babak cerita peralihan antar paragraf pada teks. Beberapa panil
perjalanan hidup Bodhisattva seperti yang merupakan gabungan dari sejumlah kejadian pada
diungkapkan oleh Anandajoti (2017) yaitu: waktu yang berbeda. Kejadian-kejadian itu digabung
1. Babak kehamilan Ratu Mahamaya (kode MPK, pada satu panil memakai teknik “dissmix”,
panil nomor BLD1A, I 1- BLD1A, I 27) perwakilan dan digeser. Pada tabulasi cerita
2. Babak kelahiran dan masa muda Bodhisattva mamalia pada Lalitavistara, juga berulang teknik
(kode MKM, panil nomor BLD1A, I 28 – “flash-back” yang kerap dipakai di Jataka dan
BLD1A, II 52) Avadana (misalnya cerita tentang singa dan
3. Babak pertanda dan pelepasan keduniawian burung pelatuk sangat jelas memakai teknik “flash
(kode MLD, panil nomor BLD1A, II 53 – -back”), sehingga urutan cerita pada teks berlawan
BLD1A, III 69) dengan urutan cerita pada relief.
4. Babak pertemuan dan perjuangan (kode MPP, Dengan teknik-teknik bercerita tersebut
panil nomor BLD1A, III 70 – BLD1A, IV 95 menunjukkan bahwa imaji mamalia, burung, reptil
5. Babak pencerahan dan pelajaran (kode MKP, maupun flora adalah imaji-kunci dalam
panil nomor BLD1A, IV 96 – BLD1A, IV 120) menyampaikan pesan seperti sedang ada di mana,
kapan atau posisi atau status satwa didalam panil.
Metode Bahasa Rupa pada penelitian ini
Dengan demikian, untuk memaahami bahasa rupa,
digunakan untuk mengkaji tabulasi frekuensi
kemunculan imaji (isi-wimba) yang dikaitkan
dengan bagaimana imaji itu digambarkan (cara-
wimba), bagaimana imaji-imaji itu saling 1. Kajian pustaka

berkaitan dalam satu panil (tata ungkapan-dalam),


serta bagaimana hubungan beberapa imaji antar 2. Identifikasi obyek
panil (Tabrani 1998). Seperti yang telah diketahui,
Lalitavistara adalah salah satu dari gambar
Simbol dikenal Simbol sulit dikenali

bercerita-urut yang ditatah pada candi Borobudur. 3. Dibandingkan isi panil dari 3.Karakterisasi obyek
konteks simbol cerita
Teks dari kitab-kitab Lalitavistara digubah terlebih
4. Diputuskan identifikasi 4. Menterjemahkan arti
simbol panil dari karakterisasi

5. Signifikansi dari
konsistensi karakterisasi
cerita

6. Pertimbangan konten
isi cerita panil

7. pengambilan keputusan
identifikasi yang tepat

Simbol didiskusikan

Gambar 2. Ilustrasi pembacaan sub-imaji panil


secara pradaksina (kanan ke kiri) di Relief Gambar 3. Tahap analisis dan identifikasi spesies
Lalitavistara mamalia pada panil Relief Lalitavistara

156
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

serta indeks perilaku satwa dan ruang hidup kemunculan total sebanyak 14 individu yang tersebar
tumbuhan atau satwa di panil akan mempermudah di lima panil. Babak MLD juga didominasi oleh Kuda
atau tidak harus selalu mencocokkan urutannya Ternak dengan kemunculan total sebanyak 12
dengan cerita dari kitab-kitab Lalitavistara. Hal individu yang tersebar di delapan panil. Babak
itu karena apa yang dilihat pada panil-panil sudah MPP memiliki sebaran spesies yang hampir
mempunyai skenario cerita ‘baru’, gubahan dari merata, namun spesies yang dominan adalah
kitab-nya: digubah urutannya, digubah pertautannya, Kijang Muncak (Muntiacus muntjak) dengan
dan digubah cara ceritanya. kemunculan total sebanyak lima individu yang
Analisis kehadiran spesies mamalia di lima tersebar di tiga panil. Babak MKP didominasi oleh
babak cerita relief Lalitavistara juga dilakukan Singa Asia (Panthera leo persica) dengan kemunculan
secara kuantitatif dengan menggunakan metode total sebanyak 10 individu yang tersebar di tiga panil
analisis PCA (Principal Component Analysis) yang (Tabel 1).
didukung dengan analisis pengelompokan atau Hasil tabulasi distribusi spesies mamalia di lima
clustering dengan menggunakan indeks kesamaan babak cerita menunjukkan terdapat spesies mamalia
Bray Curtis menggunakan perangkat lunak PAST yang memiliki sebaran yang luas atau tersebar di
(Hammer et.al. 2001) untuk mengetahui spesies semua babak cerita, ada yang tersebar di beberapa
mamalia yang dominan atau yang berperan babak cerita, serta ada yang hanya tersebar di satu
sebagai spesies penentu dalam membangun cerita babak cerita saja. Gajah Jawa merupakan satu-
di setiap babak cerita. Selanjutnya, kajian ini juga satunya spesies yang memiliki distribusi paling
menganalisis seberapa jauh nilai tumpang tindih luas atau muncul di lima babak tema cerita yang
(niche overlaps) spesies-spesies mamalia yang tersebar di sepuluh panil. Kemunculan Gajah Jawa
muncul di setiap babak dengan menggunakan di babak MPK, MKM, MLD, MPP dan MKP
indeks Pianka (Kreb 1989). masing-masing sebanyak enam, tiga, satu, tiga dan
dua individu (Tabel 1). Kemunculan Gajah Jawa di
1. Distribusi Spesies Mamalia lima babak cerita tersebut sekaligus menyiratkan
Hasil pengamatan terhadap 120 panil relief bahwa Gajah Jawa memiliki peran yang sangat
Lalitavistara candi Borobudur ditemukan 23 penting dan makna yang luas sesuai dengan konteks
spesies mamalia dengan total individu sebanyak cerita yang ingin dibangun di setiap babaknya.
131. Spesies tersebut terdistribusi di 43 panil relief Kuda Ternak merupakan spesies yang memiliki
Lalitavistara. Di lima babak cerita relief Lalitavistara sebaran paling luas kedua setelah Gajah Jawa. Kuda
terdapat proporsi kemunculan jumlah spesies mamalia Ternak muncul di empat babak yaitu MPK, MKM,
dan jumlah individu yang berbeda-beda. Babak MLD dan MPP dengan masing-masing individu
MPP memiliki kemunculan spesies mamalia sebanyak dua, 14, 12 dan dua individu. Kemunculan
paling banyak dibanding empat babak lainnya, Kuda Ternak di empat babak cerita juga menyiratkan
yaitu dijumpai 20 spesies mamalia dengan total bahwa Kuda Ternak memiliki peran yang penting
individu sebanyak 47 yang tersebar di 12 panil, serta makna yang luas sesuai dengan konteks cerita
kemudian diikuti oleh babak MKP yang memiliki yang dibangun di setiap babaknya. Selain itu Kuda
kemunculan spesies mamalia sebanyak sembilan Ternak juga merupakan spesies dengan kemunculan
spesies dengan total individu sebanyak 30 yang jumlah individu paling banyak yaitu 30 individu yang
tersebar di enam panil. Babak cerita yang memiliki tersebar di 15 panil relief. Hal tersebut sekaligus
kemunculan spesies mamalia paling sedikit adalah mempertegas makna penting Kuda Ternak dalam
MKM yaitu muncul dua spesies dengan total konteks cerita Lalitavistara secara keseluruhan.
individu sebanyak 17 individu (Tabel 1).
Di setiap babak cerita terdapat satu spesies 2. Babak kehamilan Ratu Mahamaya (MPK)
mamalia dengan jumlah individu yang paling Babak kehamilan Ratu Mahamaya dimulai
banyak (dominan). Babak MPK didominasi oleh dari panil nomor BLD1A, I 1 sampai dengan
Gajah Jawa (Elephas maximus borneensis) dengan BLD1A, I 27. Cerita di babak ini dimulai dari
kemunculan total sebanyak enam individu yang keberadaan Bodhisattva di Surga Tusita yang
tersebar di tiga panil. Babak MKM didominasi sedang dikelilingi oleh dayang-dayang, pemusik
oleh Kuda Ternak (Equus caballus) dengan surgawi dan para dewa yang sedang

157
Rusdianto dkk.

Tabel 1. Distribusi spesies mamalia di setiap babak cerita Lalitavistara

Babak / Tema Cerita


Simbol Spesies Nama Lokal
MPK MKM MLD MPP MKP
A Macaca fascicularis Monyet Kra 3
B Trachypithecus auratus Lutung Budeng 4 2
C Canis lupus familiaris Anjing Kampung 1
D Aonyx cinereus Sero Ambrang 2
E Arctictis binturong Binturung Muntu 2
F Prionodon linsang Linsang Linsang 1
G Paradoxurus hermaphroditus Musang Luwak 3
H Herpestes javanicus Garangan Jawa 1
I Panthera leo persica Singa Asia 4 2 11
J Panthera tigris Harimau Loreng 2 3
K Elephas maximus borneensis Gajah Jawa 6 3 1 3 2
L Equus caballus Kuda Ternak 2 14 12 2
M Sus scrofa Babi Celeng 3 2
N Tragulus javanicus Pelanduk Peucang 2
O Muntiacus muntjak Kijang Muncak 3 5
P Rusa timorensis Rusa Timor 2 3 5
Q Bubalus bubalis Kerbau Ternak 1
R Manis javanica Trenggiling Peusing 2
S Callosciurus nigrovittatus Bajing Hitam 2 1
T Callosciurus notatus Bajing Kelapa 2 1 2
U Ratufa bicolor Jelarang Hitam 3
V Tikus hutan Tikus Hutan 1
W Lepus nigricollis Kelinci Tengkuk-Cokelat 2 3
Jumlah 17 17 20 47 30
Keterangan: MPK (pengandungan kehamilan, panil 1-27), MKM (kelahiran dan masa muda, panil 28-52) MLD (pertanda
dan pelepasan keduniawian, panil 53-69), MPP (pertemuan dan perjuangan, panil 70-95), MKP (pencerahan dan
pengajaran, panil 96-120)

menyemangatiNya agar terlahir kembali ke menceritakan tentang keberadaan Bodhisattva yang


dunia demi kesejahteraan dewa dan umat manusia tampak sedang duduk di singgasanaNya di Surga
(panil BLD1A, I 1) dan diakhiri dengan Ratu Tusita yang sedang dikelilingi oleh dayang-dayang
Mahamaya yang akan segera melahirkan Bodhisattva surga, pemusik surga dan para dewa yang sedang
yang diceritakan meminta untuk dibawa ke menyemangatiNya agar terlahir kembali ke dunia
Taman Lumbini dengan mengendarai kereta kuda untuk kesejahteraan dewa dan umat manusia
(panil BLD1A, I 27). Pada babak MPK terpahat (Anandajoti 2017). Di panil ini muncul satu spesies
enam spesies mamalia dengan total individu mamalia yaitu Singa Asia sebanyak dua individu
sebanyak 17 (Tabel 1). Spesies tersebut tersebar yang terpahat di singgasana Bodhisattva. Dua
di delapan panil relief yaitu BLD1A, I 1; BLD1A, Singa Asia terpahat dalam kondisi duduk
I 4; BLD1A, I 9; BLD1A, I 13; BLD1A, I 16; menghadap ke luar sisi singgasana dengan kepala
BLD1A, 19; BLD1A, I 25; dan BLD1A, I 27. tegak menghadap ke depan. Keberadaan Singa
Pada rentang panil tersebut adegan terjadi di Asia di panil ini merupakan satwa ragam hias yang
istana di Surga Tusita, di taman-taman surga, di memiliki makna sebagai “satwa penjaga” terhadap
istana dunia tempat tinggal Ratu Mahamaya, serta keagungan Bodhisattva. Di habitat alaminya, Singa
di Taman Lumbini. Asia menduduki peran sebagai pemangsa puncak
Kemunculan spesies mamalia pertama di yang berperan penting dalam menjaga
babak ini dimulai dari panil BLD1A, I 1. Panil ini keseimbangan relung dan rantai makanan dalam

158
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

ekosistem. bergading enam, gigi berwana keemasan, berkaki


Pada panil BLD1A, I 4 dijumpai satu spesies kuat seperti intan dan terbang dari nirwana untuk
mamalia yaitu Rusa Timor (Rusa timorensis) masuk secara gaib ke rahim Ratu Mahamaya.
sebanyak dua individu. Panil ini menceritakan Dalam konteks cerita, gajah putih ini merupakan
tentang 500 pratyekabuddha (di panil tergambar simbol anak laki-laki, penguasa yang mulia, yang
berjumlah empat) yang sedang berdiam diri di akan mengembara untuk mengasihi dunia dan
taman Rsipatana di dekat Varanasi, kemudian satu memberikan kebahagiaan abadi pada semesta.
dewa (kiri panil) tampak sedang turun ke bumi Jadi jelas bahwa keberadaan Gajah Jawa pada
untuk memberitahu mereka agar segera panil ini merupakan “satwa gaib” (omen) yang
meninggalkan bumi karena akan lahir Bodhisattva memiliki makna sebagai perwujudan dari
yang akan membawa kecerahan. Dua Rusa Timor Bodhisattva sebelum masuk ke rahim Ratu
terpahat di sisi kiri panil tampak sedang duduk di Mahamaya (Riyanto 2000). Secara biologi, Gajah
bawah kanopi pohon. Di habitat alaminya, Rusa Jawa merupakan satwa megaherbivora (satwa
Timor sering berada di area terbuka yang banyak berukuran besar pemakan tumbuhan) yang berperan
rerumputan, sehingga kehadirannya di panil ini penting dalam mengatur keseimbangan alam
seolah mempertegas suasana lingkungan taman terutama sebagai pengendali populasi tumbuhan.
yang asri dan rindang. Kehadiran Rusa Timor Spesies tumbuhan dengan jumlah populasi yang
yang berpasangan juga menjadi petunjuk banyak dan mendominasi suatu habitat ekosistem
“kesuburan” dari masa pengandungan Ratu akan menjadi sumber makanan Gajah Jawa, sehingga
Mahamaya. dapat mengurangi kemampuan tumbuhan tersebut
Pada panil BLD1A, I 9 muncul satu spesies dalam mengekspansi terhadap habitat ekosistem
mamalia yaitu Bajing Kelapa (Callosciurus yang lebih luas.
notatus) sebanyak dua individu. Panil ini Makna kemunculan satu individu Gajah
menceritakan tentang kehidupan Ratu Mahamaya Jawa di panil BLD1A, I 16 sedikit berbeda dengan
yang sedang duduk di singgasana di istana dan makna kemunculannya di panil sebelumnya. Panil
dilayani oleh dayang-dayangNya. Di kiri panil ini menceritakan tentang kisah Ratu Mahamaya
tampak datang dua dewi yang datang dari yang sedang berada di istana dan dikelilingi
kahyangan yang kemudian memberi hormat dayang-dayangNya (sisi panil sebelah kanan)
kepada Ratu Mahamaya. Bajing Kelapa terpahat diceritakan sedang menyampaikan mimpinya kepada
di atas kanopi pohon dan tampak sedang aktif raja dan meminta Brahmana untuk menafsirkan
mencari makan. Kehadiran Bajing Kelapa di panil mimpi tersebut. Tampak di sebelah kiri panil, raja (di
ini dapat digunakan sebagai penanda waktu bawah payung) menuju ke istana dengan menaiki
bahwa adegan cerita di panil ini terjadi sekitar gajah yang diiringi oleh pengawalnya. Tampak
pagi hari, seperti kondisi aktif Bajing Kelapa di pawang masih duduk di atas gajah tersebut
habitat alaminya saat mencari makan di pagi hari. (Anandajoti 2017). Kehadiran Gajah Jawa di panil
Kehadirannya yang berpasangan sekaligus menjadi ini bermakna sebagai satwa tunggangan raja yang
petunjuk “kesuburan” dari masa pengandungan Ratu dikuatkan dengan keberadaan kusir dan pelana.
Mahamaya. Gajah Jawa digambarkan dalam posisi diam
Kemunculan spesies mamalia berikutnya ada berdiri tegak dengan belalai terangkat. Gajah Jawa
di panil BLD1A, I 13 yaitu satu individu Gajah juga tampak memakai aksesoris berupa lonceng di
Jawa. Panil ini menceritakan tentang saat-saat lehernya. Keberadaan Gajah Jawa yang sedang
Bodhisattva akan memasuki Rahim Ratu Mahamaya. aktif serta payung yang digunakan maka
Tampak Ratu Mahamaya sedang berbaring di kemungkinan adegan ini terjadi pada pagi hingga
ranjangnya dan dikelilingi oleh dayang-dayangnya, siang hari.
satu dayang tampak sedang memijat kakinya. Kemunculan spesies mamalia berikutnya ada
Sementara di sisi kiri atas panil tampak Gajah di panil BLD1A, 19 yaitu satu individu Anjing
Jawa yang tergambar sedang terbang dalam Kampung (Canis lupus familiaris). Panil ini
kondisi duduk. Dalam konteks cerita Gajah Jawa menceritakan adegan tentang raja yang sedang
ini merupakan perwujudan dari Bodhisattva yang memberikan sedekah kepada para brahmana.
dinarasikan memiliki kulit putih, berkepala merah, Diceritakan bahwa raja senang karena brahmana

159
Rusdianto dkk.

menafsirkan mimpi ratu dan menenangkan ratu membersihkan jalan, dan Brahmana memandu
dari rasa takut yang diceritakan di panil BLD1A, I jalan (Anandajoti 2017). Keberadaan dua individu
18. Di panil ini tampak raja sedang duduk di Kuda Ternak yang terpahat sedang manarik kereta
singgasananya di luar istana, dikelilingi oleh yang dinaiki Ratu Mahamaya sekaligus
pengawal-pengawalnya. Di sebelah kanan panil mempertegas perannya sebagai satwa untuk
tampak pengawal sedang membawakan hadiah kendaraan atau transportasi. Berdasarkan posisi
kepada tiga brahmana yang sedang duduk (kiri kepala, tubuh dan kaki tampak seperti kuda sedang
panil). Di bawah juga tampak dua orang kampung “siap-siap” untuk berjalan. Contoh kemunculan
yang sedang duduk dengan posisi merunduk spesies mamalia di babak MPK dapat di lihat di
bersama dengan Anjing Kampung. Keberadaan Gambar 4.
Anjing Kampung di panil ini diperkirakan sebagai
satwa peliharaan dan simbol “pengabdian” kepada 3. Babak kelahiran dan masa muda Bodhisattva
majikannya sekaligus melengkapi gambaran sosok (MKM)
“masyarakat bawah” yang sedang kelaparan. Babak kelahiran dan masa muda Bodhisattva
Kehadirannya di panil ini sekaligus menegaskan dimulai dari panil BLD1A, I 28 sampai dengan
lokasi kejadian terjadi di luar istana pada pagi BLD1A, II 52. Cerita di babak ini dimulai dari
hingga sore hari. adegan Ratu Mahamaya melahirkan Bodhisattva
Di panil BLD 1A, I 25 muncul dua spesies di Taman Lumbini dengan pemandangan yang
mamalia yaitu Singa Asia dan Gajah Jawa. Panil indah dan suasana yang sejuk. Tampak Ratu
ini menceritakan tentang tanda-tanda sebelum Mahamaya sedang berdiri sambil memegangi
kelahiran Bodhisattva (yang dalam teks dikatakan dahan pohon banyan putih (plaksa) saat akan
sebanyak 30 tanda), antara lain berupa singa-singa melahirkan. Tampak sedang duduk di dekat kaki
turun dari Himalaya ke gerbang kota (Kapila), ratu yaitu Sakra dan Brahma yang memegang
gajah-gajah sedang hormat kepada ratu, dan para kendi untuk cuci (Anandajoti, 2017). Sementara di
dewa sedang berkumpul. Singa Asia muncul kiri panil tampak para dewa sedang menunggu
sebanyak dua individu yang terpahat di dekat untuk menyambut kelahiran Bodhisattva (panil
gerbang kota. Singa Asia terpahat dalam kondisi BLD1A, I 28). Kisah diakhiri dengan adegan raja
duduk dengan kepala tegap ke arah depan dan satu yang memberikan hadiah kepada Gopa berupa
individu tampak menghadap ke samping. kain sutra, mutiara dan kalung emas karena
Kehadiran Singa Asia di panil ini diperkirakan merasa gembira dengan sikap dan kebajikan yang
sebagai simbol “satwa penjaga” kota dari marabahaya ditunjukkan oleh Gopa (panil BLD1A, III 52). Di
di batas kota. Gajah Jawa muncul sebanyak empat babak ini terpahat dua spesies mamalia, yaitu
individu yang digambarkan sedang berdiri, dua Gajah Jawa dan Kuda Ternak dengan total
diantaranya sedang mengangkat belalainya. Kehadiran individu sebanyak 17 (Tabel 1). Kedua spesies
Gajah Jawa di panil ini memiliki makna sebagai tersebut tersebar di enam panil yaitu BLD1A, I 31;
“satwa gaib” yang suci (di dalam teks berjumlah 500 BLD1A, II 34; BLD1A, II 39; BLD1A, II 42;
anak gajah) berukuran kecil yang ikut memberikan BLD1A, II 44; dan BLD1A, II 45. Pada rentang
penghormatan kepada ratu. Berbeda dengan Gajah panil tersebut adegan banyak terjadi di dalam
Jawa yang bermakna sebagai satwa tunggangan istana dan taman-taman di luar istana.
seperti yang ada di panil BLD1A, 16 yang Kemunculan spesies mamalia pertama di
dilengkapi dengan pelana dan kusir. babak ini ada di panil BLD1A, I 31 yaitu satu
Kemunculan spesies mamalia terakhir di individu Gajah Jawa dan tiga Kuda Ternak. Panil
babak ini ada di panil BLD1A, I 27 yaitu Kuda ini menceritakan tentang kedatangan petapa agung
Ternak sebanyak dua individu. Panil ini sekaligus Asita di pendopo di luar istana untuk melihat bayi
menjadi penutup pada babak MPK yang menceritakan yang baru saja dilahirkan (Bodhisattva) (adegan di
tentang kondisi terakhir Ratu Mahamaya sebelum kiri panil). Bodhisattva yang sedang digendong
melahirkan, yaitu beliau meminta untuk dibawa ke raja kemudian ditunjukkan kepada Asita yang
Taman Lumbini dengan menaiki kereta khusus yang kemudian mengenali 32 markah Manusia Agung
dibuat oleh raja. Di panil tersebut diceritakan bahwa (Mahapurusa) yang ada pada Bodhisattva. Asita
Empat Maharaja Dewa menarik kereta, Sakra meramalkan bahwa kelak Ia akan menjadi Buddha.

160
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

Gambar 4. Panil nomor BLD1A I, 13 babak MPK, menceritakan tentang saat-saat Bodhisattva akan memasuki
rahim Ratu Mahamaya. Gajah Jawa (lingkaran kuning di kiri atas panil) diceritakan sebagai “gajah gaib”
perwujudan dari Bodhisattva (Foto: Rep. Balai Konservasi Borobudur)

Asita kemudian menangis yang menyebabkan raja melangkah, tampak Kuda Ternak sedang berlari
menjadi cemas. Asita menjelaskan bahwa ia menangis dengan kecepatan sedang.
karena usianya tidak cukup panjang untuk bisa Pada panil BLD1A, II 39 muncul tiga individu
mendengarkan ajaran Buddha (Anandajoti 2017). Kuda Ternak. Panil ini menceritakan tentang
Sedangkan adegan di kanan panil diceritakan bahwa perjalanan Bodhisattva muda ke pedesaan tanpa
beberapa brahmana meramalkan dua jalur kehidupan memberitahu raja dan ratu. Tampak Bodhisattva
Bodhisattva yaitu antara Ia akan menjadi Raja Semesta sedang duduk di atas kereta kuda diiringi oleh
(Cakrawati), atau menjadi seorang Buddha jika pengawal-pengawalnya. Keberadaan tiga individu
meninggalkan keduniawian. Gajah Jawa tampak Kuda Ternak berada di dua posisi, yaitu dua
terpahat di kanan panil, ditunggangi oleh seorang kusir individu sebagai penarik kereta terpahat di tengah
dan belalai terangkat. Makna kehadiran Gajah Jawa panil, sedangkan satu individu lainnya berada di
di panil ini hampir sama dengan yang ada di panil depan rombongan dan terpahat di sebelah kanan
BLD1A, I 16 yaitu sebagai satwa tunggangan raja. panil. Keberadaan Kuda Ternak di panil ini
Tiga individu kuda ternak terpahat di sisi kanan memiliki peran yang sama dengan perannya di
panil dekat dengan Gajah Jawa. Kehadiran tiga panil sebelumnya (BLD1A, II 34), yaitu sebagai
individu Kuda Ternak ini diperkirakan juga kendaraan atau penarik kereta. Dua Kuda Ternak
sebagai satwa tunggangan atau kendaraan yang penarik kereta tampak sedang dikendalikan oleh
dibawa oleh raja dan rombongannya dari istana seorang kusir. Berdasarkan posisi kepala kuda
menuju ke pendopo di luar istana. Dilihat dari yang tampak mendongak dan kusir yang tampak
ekspresi wajah dan posisi kaki, kuda tampak menarik tali kendali, kemungkinan kuda tersebut
sedang diam dalam kondisi yang tenang. sedang dikendalikan untuk berhenti. Begitu juga
Di panil BLD1A, II 34 muncul satu spesies dengan Kuda Ternak yang ada di depan rombongan,
Kuda Ternak sebanyak empat individu. Panil ini tampak sedang diminta berhenti berdasarkan posisi
menceritakan tentang rombongan raja dan kepala yang mendongak ke atas.
Bodhisattva yang sedang menuju ke kota dengan Di panil BLD1A, II 42 muncul satu spesies
menggunakan kereta yang megah. Diceritakan mamalia yaitu Kuda Ternak sebanyak dua individu.
raja duduk di depan bersama dengan Bodhisattva Panil ini menceritakan tentang perempuan-perempuan
dan diiringi oleh tetua Sakya di belakang kereta yang sedang berkumpul di sebuah pendopo taman
(Anandajoti 2017). Di bagian depan tampak para yang tidak jauh dari istana, bersama dengan
penggawa ada yang membawa payung dan bendera. Pangeran Sarvarthasiddha (Bodhisattva muda).
Empat individu Kuda Ternak terpahat sebagai penarik Mereka ingin menunjukkan pesonanya kepada
kereta yang sedang dinaiki oleh raja dan Bodhisattva. pangeran dengan harapan akan dijadikan istri.
Dilihat dari posisi kepala kuda yang agak Namun diceritakan sebagian besar dari mereka
mendongak dan posisi kaki yang sedang tidak kuat terhadap pembawaan “kharisma” atau

161
Rusdianto dkk.

“aura” yang dimiliki Pangeran. Sampai akhirnya “satwa gaib”.


seorang perempuan bernama Gopa yang mampu Selanjutnya terdapat dua spesies mamalia
menatap dengan mantap di hadapan Pangeran. yang terpahat di panil BLD1A, II 45. Panil ini
Akhirnya Pangeran memberikan cincin kepadanya kondisinya rusak terutama di sisi kiri panil. Namun
(Anandajoti 2017). Tampak di panil ini pangeran berdasarkan teks cerita panil ini menceritakan
yang duduk di singgasana dan Gopa yang ada di tentang saudara Pangeran Sarvarthasiddha yaitu
hadapannya (sisi tengah panil). Dua individu Kuda Sundarananda yang sedang bepergian ke luar
Ternak terpahat di sisi kanan panil dan hanya kota dengan menggunakan kereta kuda (di panil
tampak bagian kepalanya saja. Keberadaannya di hanya tampak rodanya saja), sedang menyingkirkan
sisi kanan panil seolah menegaskan bahwa kuda gajah dari gerbang kota. Jika dianalisis tentang
tersebut digunakan oleh Pangeran beserta keberadaan Kuda Ternak sebagai penarik kereta
rombongan yang berangkat dari istana menuju ke di babak MKM ini umumnya berjumlah dua
sebuah pendopo yang lokasinya tidak jauh dari individu, dan kemungkinan Gajah Jawa yang
istana. Jika diamati dari posisi kepala dan kaki, disingkirkan berjumlah satu individu. Kemunculan
Kuda Ternak tampak sedang diam dan tenang, Gajah Jawa di panil ini dimungkinkan mirip
menandakan kereta dalam kondisi berhenti. dengan kehadirannya di panil BLD1A, II 44
Keberadaan Kuda Ternak di panil ini adalah sebagai yaitu sebagai “gajah gaib” yang dibunuh oleh
kendaraan atau alat transportasi. sepupu pangeran. Sehingga total terdapat dua
Pada panil panil BLD1A, II 44 muncul satu spesies mamalia di panil ini yaitu dua individu
individu Gajah Jawa. Panil ini menceritakan tentang Kuda Ternak dan satu individu Gajah Jawa.
Devadatta (sepupu pangeran) melihat gajah putih Contoh kemunculan spesies mamalia di babak
yang dibawa ke kota untuk menyambut Pangeran. MKM dapat dilihat di Gambar 5.
Karena iri, gajah tersebut kemudian dibunuh
(Anandajoti 2017). Diceritakan bahwa Devadatta 4. Babak pertanda dan pelepasan keduniawian
memiliki kekuatan yang dahsyat sehingga bisa (MLD)
membunuh gajah dengan sekali hantaman saja. Babak pertanda dan pelepasan keduniawian
Keberadaan Gajah Jawa terpahat di tengah panil dimulai dari panil nomor BLD1A, II 53 sampai
tampak berdiri cukup tenang dengan belalai sedikit dengan BLD1A, III 69. Di awal cerita yang ada
tergulung. Tidak ada ekspresi gajah tersebut akan di panil BLD1A, II 53 dan BLD1A, II 54
melawan atau menyerang balik Devadatta. menggambarkan tentang kehidupan mewah yang
Kehadiran Gajah Jawa di panil ini adalah sebagai ada di kawasan istana yang disiapkan raja untuk

Gambar 5. Panil nomor BLD1A II, 34 babak MKM, menceritakan tentang rombongan raja dan Bodhisattva
sedang menuju ke kuil dengan menggunakan kereta kuda yang megah. Empat individu Kuda Ternak
(persegi kuning) bermakna sebagai satwa penarik kereta. (Foto: Rep. Balai Konservasi Borobudur)

162
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

membuat Bodhisattva betah di dalamnya. Namun dikalungi dengan lonceng dan sedang ditunggangi
Bodhisattva justru tidak menikmatinya. Panil oleh kusir yang memegangi alat sais angkusa.
BLD1A, II 53 menggambarkan lingkungan istana Berdasarkan perilaku Gajah Jawa yang tampak
yang mewah dan nyaman. Saat itu Pangeran dapat dianalisis bahwa Gajah Jawa tersebut sudah
Sarvarthasiddha (Bodhisattva muda) sedang jinak atau sudah terdomestikasi, dan perilakunya
berada di kamarNya di istana dan dikelilingi oleh mengangkat belalai menandakan satwa tersebut
para dewa, pelayan dan makhluk agung lainnya. sedang aktif sekitar pagi, siang hingga sore hari.
Para dewa mengingatkan tentang tugasNya untuk Keberadaannya di panil ini adalah sebagai “satwa
melepaskan keduniawian dan berjuang demi ke tunggangan”.
buddhaan. Cerita kemudian diakhiri dengan para Cerita berikutnya terjadi di panil BLD1A, II
dewa yang berkumpul untuk memuja dan 56; BLD1A, II 57; BLD1A, II 68; dan BLD1A, II
memberikan penghormatan kepada Bodhisattva 59 yang berlangsung secara berurutan. Keempat
yang telah memutuskan untuk menjadi seorang panil tersebut tersebut menceritakan tentang
petapa (Anandajoti 2017). Pada babak MLD perjalanan Bodhisattva mengunjungi beberapa
terpahat lima spesies mamalia dengan total kota untuk melihat kehidupan di luar istana
individu sebanyak 20 (Tabel 1). Spesies tersebut melalui pintu gerbang kota sebelah timur, selatan,
tersebar di 11 panil relief yaitu BLD1A, II 55; barat dan utara. Dalam perjalanan tersebut
BLD1A, II 56; BLD1A, II 57; BLD1A, II 58; tampak Bodhsisattva menggunakan kereta kuda.
BLD1A, III 59; BLD1A, III 64; BLD1A, III 65; Di Panil BLD1A, II 56 menceritakan tentang
BLD1A, III 66; BLD1A, III 67; BLD1A, III 68; perjalanan pertama melalui pintu gerbang kota
dan BLD1A, III 69. Pada rentang nomor panil sebelah timur. Dalam imaji panil tampak Ia
tersebut, tampak beberapa adegan terjadi di ruang didampingi oleh dewa-dewa di kanan-kiriNya,
istana, di taman di luar istana, di pemukiman, di dan salah satu dewa sedang memayungiNya.
perkotaan, di pedesaan, dan di hutan. Pada babak Diceritakan Bodhisattva bertemu dengan orang
ini juga tampak kendaraan khas yaitu kereta kuda tua dan anak kecil (imaji di kiri panil), dan
dan bangunan berupa tugu di batas kota. mendapat pelajaran tentang kebenaran usia tua.
Kemunculan spesies mamalia pertama di Keberadaan Kuda Ternak berjumlah dua individu
babak ini dimulai dari panil nomor BLD1A, II adalah sebagai satwa penarik kereta. Berdasarkan
55. Di panil ini terpahat satu spesies mamalia posisi kepala kuda yang tegap menghadap ke
yaitu Gajah Jawa sebanyak satu individu. Panil depan dan posisi kaki yang berdiri tegak,
ini menceritakan tentang kehidupan mewah di diperkirakan Kuda Ternak sedang diam dan
istana agar Bodhisattva betah tinggal di dalamnya. berhenti dalam kondisi tenang.
Di sisi kanan panil tampak Bodhisattva muda duduk Perjalanan kedua terjadi di panil BLD1A, II
ditemani Gopa sedang dilayani oleh tiga dayang, 57. Diceritakan Bodhisattva dan rombongan
dan dayang-dayang lainnya tampak sedang berdiri menuju ke kota dengan melewati pintu gerbang
untuk menghiburNya. Kehidupan yang mewah di sebelah selatan. Dalam perjalananNya, Bodhisattva
dalam istana ini ditolak oleh Bodhisattva muda bertemu dengan orang sakit (imaji di kiri panil),
yang diceritakan tetap murung dan merasa tidak kemudian mendapatkan pelajaran bahwa semua
betah. Bodhisattva muda kemudian memberitahu yang hidup di dunia bisa mengalami sakit. Di
kusirNya tentang keinginanNya untuk mengunjungi panil ini tampak Bodhisattva menggunakan jenis
tempat-tempat di luar istana (imaji di kanan panil) kereta yang sama dengan yang ada di panil
sekaligus menandakan awal cerita untuk memulai BLD1A, II 56. Keberadaan dua individu Kuda
mengunjungi tempat di luar istana tersebut. Sang Ternak juga sebagai satwa penarik kereta.
raja mengizinkan dengan harapan Bodhisattva Berdasarkan posisi kepala dan posisi kaki Kuda
akan lebih menghargai kehidupanNya di istana Ternak menyiratkan bahwa kuda dalam posisi
setelah melihat kehidupan di luar istana berhenti dan diam dalam kondisi tenang. Posisi
(Anandajoti 2017). Gajah Jawa terpahat di sisi Kuda Ternak yang diam dalam kondisi tenang
kiri panil, tampak sedang aktif mengangkat tersebut sekaligus mendukung konteks cerita
belalainya seolah siap dijadikan tunggangan yang menyatakan bahwa Bodhisattva sedang
Bodhisattva. Gajah Jawa juga tampak mengambil pelajaran dari keberadaan orang yang

163
Rusdianto dkk.

sedang sakit. Kuda Ternak di panil ini adalah sebagai “kendaraan


Perjalanan ketiga terjadi di panil BLD1A, II gaib” yang akan digunakan Bodhisattva pergi ke luar
58. Kali ini Bodhisattva dan rombongan menuju istana. Kemunculannya di sisi kiri panil (akhir cerita
ke kota dengan melewati pintu gerbang sebelah panil) sekaligus menyiratkan bawah kuda tersebut
barat. Dalam perjalananNya, Bodhisattva bertemu akan berpindah tempat (lokasi dan kejadian) dari lokasi
dengan orang yang terbaring mati (imaji di kiri di panil tersebut ke lokasi dan kejadian di panil
panil), kemudian mendapat pelajaran bahwa berikutnya.
semua kehidupan di dunia akan mati. Di panil ini Di panil BLD1A, III 65 muncul Kuda Ternak
Bodhisattva menggunakan kereta yang berbeda sebanyak satu individu. Panil ini menceritakan tentang
dengan yang digunakan di dua panil sebelumnya, “perjalanan gaib” Bodhisattva ke luar dari istana
namun jenis dan jumlah kuda penarik keretanya ditemani oleh dewa-dewa dan Kanthaka. Di sisi kiri
terlihat sama. Tergambar dua individu Kuda Ternak panil tampak Bodhisattva yang sedang duduk di atas
berfungsi sebagi penarik kereta. Penggambaran Kanthaka yang diterbangkan oleh dewa. Kehadiran
posisi kepala kuda yang mendongak ke atas dan Kuda Ternak (Kanthaka) di panil ini adalah
posisi badan kuda yang condong ke belakang sebagai “kendaraan gaib” Bodhisattva.
tampak seperti kuda baru saja berhenti setelah Cerita kehadiran Kuda Ternak pada panil
berjalan atau berlari. BLD1A, III 66 dan BLD1A, III 67. Di panil
Perjalanan keempat terjadi di panil BLD1A, BLD1A, III 66 diceritakan bahwa Bodhisattva
II 59. Kali ini Bodhisattva dan rombongan menuju telah mencapai suatu tempat yang jauh dari istana
ke kota dengan melewati pintu gerbang sebelah setelah melakukan perjalanan panjang. Diceritakan
utara. Dalam perjalananNya, Bodhisattva bertemu bahwa Bodhisattva telah turun dari Kanthaka dan
dengan petapa yang sedang berdiri tenang dan meminta para dewa yang telah mengawal
tenteram (imaji di kiri panil) dengan indra yang perjalananNya untuk pergi karena kini Ia akan
terkendali kemudian mendapat pelajaran tentang berjuang sendiri. Kanthaka tampak terpahat di kiri
kehidupan suci yang merupakan wujud dari panil sedang menoleh ke arah Bodhisattva dengan
pengendalian diri dan pencarian kebenaran sejati. Chandaka memegangi talinya. Kemunculannya di
Di panil ini tampak kereta kuda yang digunakan sisi kiri panil (akhir cerita panil) menyiratkan
oleh Bodhisattva dan rombongan adalah kereta bahwa kuda tersebut akan berpindah ke cerita
kuda yang sama dengan yang ada di panil BLD1A, panil berikutnya. Hal tersebut diperkuat dengan
II 58. Tergambar dua individu Kuda Ternak kemunculan satu individu Kuda Ternak di panil
berfungsi sebagai penarik kereta. Penggambaran BLD1A, III 67. Kemunculannya di sisi kanan panil
posisi kepala dan posisi badan kuda juga tampak (awal cerita) menandakan bahwa Kuda ternak tersebut
sama dengan yang ada di panil BLD1A, II 58 yang sama dengan yang muncul di panil sebelumnya. Di
mengindikasikan kuda baru saja berhenti setelah panil BLD1A, III 67 diceritakan bahwa Bodhisattva
berjalan atau berlari. sedang menanggalkan mahkotaNya dan memotong
Kemunculan spesies mamalia pada panil rambutNya yang kemudian diletakkan di nampan
BLD1A, III 64 yaitu satu individu Kuda Ternak. Di yang dipegang oleh dewa. Kuda Ternak (Kanthaka)
panil ini diceritakan bahwa Bodhisattva bertekad untuk tampak tergambar dalam kondisi diam dan tenang.
pergi dari istana saat itu juga. Di sisi kanan panil Pada panil selanjutnya yaitu panil BLD1A,
tampak perempuan-perempuan yang sedang tidur III 68 muncul dua individu Harimau Loreng
pulas di dalam istana (lanjutan dari panil BLD1A, (Panthera tigris). Panil ini menceritakan tentang
II 63), di tengah tampak Bodhisattva berdiri di tengah keinginan Bodhisattva untuk mengganti pakaiannya
panil sedang menyuruh pelayanNya (Chandaka) yang bagus dengan jenis pakaian lain yang lebih
untuk membawakan kuda kesayanganNya sederhana dan sesuai. Diceritakan datang sesosok
(Kanthaka) untuk dibawa pergi bersamaNya. dewa yang menyamar sebagai seorang perambah
Tampak di kiri panil, dewa-dewa datang untuk hutan yang miskin, kemudian Bodhisattva
mengawal kepergian Bodhisattva ke luar istana. menawarkan untuk menukar pakaian dengannya.
Kuda Ternak (Kanthaka) terpahat di kiri panil dan Di sisi kanan panil terpahat dua individu Harimau
hanya tampak kepala dan kaki depannya saja yang Loreng tampak berada di dalam sekat atau ruang
tergambar dalam ekspresi yang tenang. Kehadiran berbentuk lingkaran. Anandajoti (2017)

164
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

menyebutkan satwa tersebut adalah dua individu tersebut yang sama-sama dalam kondisi duduk di
anjing. Namun dari morfologi yang tampak bawah kanopi pohon, maka kemungkinan adegan
terutama ekornya yang panjang yang dilingkarkan di panil ini terjadi pada siang atau malam hari saat
ke tubuhnya, satwa tersebut lebih mirip dengan spesies tersebut istirahat. Contoh kemunculan
Harimau Loreng. Kehadiran Harimau Loreng di panil spesies mamalia di babak MLD dapat dilihat di
ini menguatkan bahwa adegan terjadi di hutan. Gambar 6.
Makna lain dari kehadiran Harimau Loreng adalah
sebagai “satwa penjaga” Bodhisattva, dan sekat 5. Babak pertemuan dan perjuangan (MPP)
lingkaran menandakan makna keabadian yang Babak pertemuan dan perjuangan dimulai
akan muncul. dari panil BLD1A, III 70 sampai dengan BLD1A,
Kemunculan spesies mamalia terakhir di IV 95. Babak ini menceritakan tentang kisah
babak ini ada di panil BLD1A, III 69 yaitu Kijang berkelananya Bodhisattva dalam melakukan
Muncak (Muntiacus muntjak) dan Kelinci pertapaan untuk mencapai kebuddhaan. Kisah
Tengkuk-Cokelat (Lepus nigricollis). Panil ini tersebut dimulai dari perjalanan Bodhisattva
menceritakan tentang para dewa yang sedang mengunjungi berbagai tempat pertapaan untuk
berkumpul untuk memberikan penghormatan terkahir mencari guru spiritual dan bertemu dengan dua
kepada Bodhisattva yang memutuskan untuk menjadi petapa pertama yaitu petapa perempuan brahmani
petapa. Para dewa menyatakan bahwa Ia akan Sakya dan Padma (panil nomor BLD1A, III 70),
mencapai pencerahan dan memandu umat manusia dan diakhiri dengan godaan dari Mara dengan
bebas dari kesengsaraan. Tiga individu Kijang Muncak mengutus tiga putrinya untuk menari di hadapan
terpahat di sisi kanan panil tampak sedang duduk di Bodhisattva dengan tujuan menggagalkan upaya
bawah kanopi pohon, sedangkan dua individu Kelinci Bodhisattva dalam mencapai kebuddhaan (panil
Tengkuk-Cokelat terpahat di sisi kiri panil juga nomor BLD1A, IV 95). Pada babak ini terpahat
tampak sedang duduk di bawah kanopi pohon. Di 20 spesies mamalia dengan total individu
habitat alaminya, Kelinci Tengkuk-Cokelat atau sebanyak 47 (Tabel 1). Spesies tersebut tersebar di
Kelinci Jawa merupakan spesies yang lincah serta 12 panil relief yaitu nomor BLD1A, III 70;
ceria, dan keberadaannya di sisi kiri panil BLD1A, III 71; BLD1A III 74; BLD1A, III 75;
menyiratkan makna seolah Bodhisattva mendapatkan BLD1A, III 76; BLD1A, III 80; BLD1A, III 81;
“kesenangan” dan “keceriaan” saat akan memulai BLD1A, III 82; BLD1A, III 83; BLD1A, III 85;
bertapa di dalam hutan dan akan merasakan BLD1A, III 88; dan BLD1A, IV 94. Pada rentang
kebebasan layaknya tingkah laku Kelinci Tengkuk- panil ini adegan banyak terjadi di hutan,
Cokelat yang menginginkan kebebasan dalam pegunungan serta sungai sesuai dengan konteks
keseharian hidupnya. Keberadaan dua spesies cerita perjalanan Bodhisattva yang sedang

Gambar 6. Panil nomor BLD1A III, 6 babak MLD, menceritakan tentang keinginan Bodhisattva untuk meng-
ganti pakaiannya yang bagus dengan jenis pakaian lain yang lebih sederhana dan sesuai. Dua Harimau
Loreng (persegi kuning) terpahat di kanan panil. Keberadaan spesies tersebut diperkirakan sebagai sat-
wa liar pembangun ekosistem hutan (Foto: Rep. Balai Konservasi Borobudur)

165
Rusdianto dkk.

berkelana melakukan safari pertapaan di hutan untuk mengikutinya hingga ke Gunung Pandava
belantara untuk mencapai kebuddhaan. (Anandajoti 2017). Di panil ini tampak adegan Raja
Kemunculan spesies mamalia pertama di Bimbisara sedang memberikan penghormatan kepada
babak ini ada di panil BLD1A, III 70 yaitu satu Bodhisattva yang sedang duduk (imaji di tengah panil)
individu Kerbau Ternak (Bubalus bubalis). Panil dan menawariNya separuh kerajaan, namun ditolak.
ini menceritakan tentang Bodhisattva sedang raja kemudian meminta kepada Bodhisattva untuk
mengunjungi beberapa tempat pertapaan, dan kembali dan mengajar setelah mencapai
petapa pertama yang Ia kunjungi adalah petapa pencerahan. Dua individu Kijang Muncak terpahat
perempuan brahmani Sakya dan petapa perempuan di kiri panil tampak sedang berdiri tegap.
brahmani Padma. Di panil tampak Bodhisattva Kemudian tiga individu Jelarang Hitam tampak
sedang berdiri (imaji di kanan panil) dan berbincang sedang aktif berkejaran di dahan dan ranting
dengan Padma. Kemunculan Kerbau Ternak berada pepohonan. Sedangkan satu individu Harimau
di kanan panil, tergambar sedang duduk di atas Loreng terpahat sedang duduk tampak seperti
bebatuan di bawah kanopi pohon. Anandajoti sedang “mengintai” Kijang Muncak untuk
(2017) menyebutkan bahwa spesies tersebut adalah dijadikan mangsanya. Keberadaan ketiga spesies
Rusa. Namun dari bentuk kepala, moncong dan mamalia tersebut diperkirakan sebagai satwa liar
telinganya yang lebar, spesies tersebut lebih mirip penghuni ekosistem hutan di dataran tinggi, sesuai
dengan morfologi Kerbau Ternak. Penggambaran dengan konteks cerita bahwa peristiwa terjadi di
Kerbau Ternak yang sedang duduk di bawah Gunung Pandava, dan perilakunya yang tergambar
kanopi pohon diperkirakan adegan di panil ini sedang aktif di kiri panil menandakan bahwa cerita
terjadi pada siang hari atau malam hari saat satwa di panil ini kemungkinan besar terjadi pada pagi
ini beristirahat. Imaji bebatuan yang terpahat di hari. Jelarang Hitam dalam tingkah lakunya
sebelah kanan panil di dekat Kerbau Ternak sering menari-nari, hal ini dapat memberikan
menandakan peristiwa terjadi di bukit berbatu. Di kesejukan bagi yang melihatnya, seperti halnya
habitat alaminya, Kerbau Ternak merupakan satwa Bodhisattva yang sedang bermeditasi di dalam
yang mudah diatur dan banyak didomestikasi. hutan juga akan memberikan “kesejukan” dan
Kehadirannya seolah menyiratkan Bodhisattva “ketenangan” tersendiri.
yang mau “dibimbing” dan “diarahkan” oleh para Kemunculan spesies mamalia berikutnya ada
guruNya. di panil BLD1A, III 75 yaitu tiga spesies mamalia
Kemunculan spesies mamalia berikutnya ada yang terdiri dari Harimau Loreng, Kijang Muncak,
di panil BLD1A, III 71 yaitu dua individu Monyet dan Pelanduk Peucang (Tragulus javanicus). Panil
Kra (Macaca fascicularis). Panil ini menceritakan ini menceritakan tentang pertemuan Bodhisattva
tentang pertemuan Bodhisattva dengan dua resi dengan guru spiritual lainnya yaitu Rudraka
yaitu Raivata dan Rajaka di sebuah hutan tempat Ramaputra yang memohon bimbingannya.
bertapa (Anandajoti 2017). Dua individu Monyet Diceritakan bahwa Rudraka mengajarkan tataran
Kra terpahat di kanan panil, tampak sedang duduk tertinggi meditasi pengheningan kepada 700 muridnya
di bawah kanopi pohon dan tampak berada di di Rajagaha (Anandajoti 2017). Dua Harimau Loreng
dalam sebuah ruang atau sekat. Pada panil terpahat di kanan panil tampak sedang duduk di
BLD1A III, 71 ini tampak terjadi peralihan sebuah ruang atau sekat, satu menghadap ke depan
ruang dan waktu, dari pertanian Bodhisattva dan satu lagi menghadap ke samping. Kemudian
melalui pinggiran hutan yang dekat air dan dua Kijang Muncak juga terpahat di kanan panil
kehadiran Monyet Kra sekaligus memperkuat yang lokasinya tidak jauh dari Harimau Loreng.
adegan ini, yaitu menunjukkan pertapaan ini Terakhir satu individu Pelanduk Peucang terpahat
berada di pinggir hutan, bukan daerah pertanian di kiri panil, tampak sedang duduk. Kehadiran
maupun perkotaan. ketiga spesies mamalia di panil ini diperkirakan
Di panil BLD1A, III 74 terpahat tiga spesies sebagai satwa pembangun habitat hutan sesuai
mamalia yaitu Kijang Muncak, Harimau Loreng dengan konteks cerita. Posisi Harimau Loreng
dan Jelarang Hitam (Ratufa bicolor). Diceritakan yang terpahat dekat dengan Kijang Muncak seolah
bahwa Raja Bimbisara sangat terkesan dengan pemahat “paham” tentang rantai makanan bahwa
pembawaan Bodhisattva dan menyuruh pengawalnya salah satu mangsa alami dari Harimau Loreng

166
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

sebagai predator adalah Kijang Muncak. Kemudian rintangan kehidupan.


posisi ketiga spesies mamalia yang tergambar Kemunculan spesies mamalia berikutnya ada
sedang duduk diperkirakan peristiwa kemungkinan di panil BLD1A, III 80 yaitu Babi Celeng dan
terjadi pada senja hari menjelang petang. Penanda Kijang Muncak. Panil ini menceritakan tentang
waktu yang ditunjukkan oleh keberadaan spesies usaha keras Bodhisattva dalam bertapa untuk
mamalia ini selaras dengan waktu terjadinya cerita. mencapai pencerahan, termasuk membatasi makan
Pelanduk Peucang atau Kancil Jawa merupakan serta memelihara batin yang seimbang. Para dewa
satwa yang dikenal cerdik dan memiliki rasa ingin kemudian menawarkan untuk memberikan
tahu yang tinggi, dan satu individu yang terpahat makanan surgawi yang akan dimasukkan melalui
di kiri panil seolah sedang “mengamati” diskusi pori-pori kulit, namun ditolak oleh Bodhisattva
antara Bodhisattva dengan Rudraka. (Anandajoti 2017). Diceritakan bahwa akhirnya
Di panil BLD1A, III 76 muncul tiga spesies Bodhisattva mau makan dengan cara yang wajar
mamalia yaitu Musang Luwak (Paradoxurus seperti manusia biasa. Dua individu Babi Celeng
hermaphroditus), Trenggiling Peusing (Manis terpahat di kanan panil tampak sedang mencari
javanica), dan Tikus Hutan (Rattus spp.). Panil makan di lantai hutan. Kemudian satu Kijang
ini menceritakan tentang Bodhisattva yang Muncak juga terpahat di kanan panil tampak
memulai bertapa kerasNya di dalam hutan sedang mencari makan berupa daun-daun muda.
ditemani oleh Lima Petapa Bajik (Baddha Kemunculan Babi Celeng yang berada di sisi
Pancavaggiya). Kehadiran tiga Musang Luwak kanan panil sekaligus awal cerita panil merupakan
terpahat di kanan atas panil, tampak sedang aktif satwa pemakan segalanya (Omnivora), dan
mencari makan di atas kanopi pohon Sukun kondisi yang demikian menyiratkan makna
(Artocarpus altilis (Parkinson) Forsberg) (Fauziah “keserakahan”. Diceritakan Bodhisattva menolak
dkk 2018). Kemudian dua individu Trenggiling makanan surgawi yang akan diberikan oleh dewa
Peusing juga terpahat di kanan atas panil tampak dan tetap melanjutkan pertapaanNya. Di habitat
sedang aktif berada di bawah kanopi pohon. alaminya, Babi Celeng ketika berlari akan tetap
Terakhir adalah satu Tikus Hutan yang juga lurus dan tidak mudah dibelokkan, layaknya
terpahat di kanan atas panil. Ketiga spesies keinginan “lurus” Bodhisattva untuk melanjutkan
mamalia tersebut merupakan spesies yang bersifat pertapaan.
nokturnal, yaitu aktif pada malam hari. Ketiga Panil BLD1A, III 81 menceritakan tentang
spesies tersebut tergambar sedang aktif sehingga adegan putri pengampu (kepala) desa yang
kemungkinan besar peristiwa di panil ini terjadi pada mendermakan makanan kepada Bodhisattva.
malam hari. Musang Luwak menyiratkan makna Bodhisattva tampak berdiri tergambar di sisi
“keharuman”, seperti bau harum yang khas yang kanan panil yang tampak masih berada di hutan
dihasilkan dari kelenjar di anusnya. Musang luwak (lokasi yang sama dengan panil BLD1A, III 80),
sering menyebarkan biji di tempat terbuka atau kemudian di sisi kiri panil tampak pemukiman
tandus, sekaligus membawa makna kesejukan di dengan sebuah bangunan yang menandakan arah
masa depan. KerasNya atau kesungguhanNya datangnya putri kepala desa. Jika diamati, posisi
dalam bertapa ini seolah seperti tingkah laku Bodhisattva di panil BLD1A, III 80 tergambar di
Trenggiling Peusing (Manis javanica), yang kiri panil (akhir cerita panil) yang kemudian
tubuhnya akan menjadi keras dan sulit dibuka jika muncul lagi di panil BLD1A, III 81 berada di
sudah menggulung. Keberadaan tikus hutan yang sebelah kanan panil (awal cerita panil). Posisi
di tengah panil seolah menyiratkan makna tersebut sekaligus menegaskan bahwa peristiwa di
“ketekunan” seperti tingkah laku di habitat alaminya panil BLD1A, III 80 berlanjut ke panil BLD1A,
yang rajin dan tekun untuk mengasah gigi serinya. III 81 dengan lokasi yang sama. Di panil BLD1A,
Jika tidak diasah akan mengakibatkan gigi seri III 81 terpahat tiga spesies mamalia yaitu Singa
tumbuh panjang dan menembus moncong Asia, Bajing Kelapa dan Rusa Timor. Satu Singa
mulutnya. Selanjutnya, tikus dapat menyelinap di Asia terpahat berada di sebuah ruang berbentuk
areal mana saja, juga mampu mengatasi hambatan lingkaran sedangkan satu Bajing Kelapa terpahat
dan rintangan, maka hal tersebut menggambarkan berada di atas kanopi pohon sedang aktif mencari
kehadiran Bodhisattva sebagai “penghalau” segala makan. Satu Rusa Timor tampak terpahat di atas

167
Rusdianto dkk.

simbol bebatuan. Di kawasan pemukiman yang sedang aktif. Dua Lutung Budeng terpahat di atas
merepresentasikan banyak tempat terbuka terpahat kanopi pohon tampak sedang aktif mencari makan
Rusa Timor dan Bajing Kelapa, dan kondisi di atas kanopi pohon. Kehadiran ketiga spesies
lingkungan itu sesuai dengan habitat alami dari mamalia ini diperkirakan sebagai satwa liar
kedua spesies mamalia tersebut. Rusa Timor pembangun ekosistem hutan. Keberadaan Lutung
terpahat dengan posisi berada di kanan panil juga Budeng dan Bajing Hitam merupakan salah satu
muncul pada panil BLD1A, III 85, di mana Rusa pertanda kehidupan berada di dalam hutan sekunder
Timor tampak berada di sebelah kanan panil dan atau primer dan keduanya merupakan satwa yang
berada di sekitar sungai di dalam hutan. Posisi di sangat cekatan dalam bergerak, dan keberadaan
pinggir sungai di kawasan tersebut diperkirakan satwa tersebut dapat pula bermakna sebagai simbol
merupakan sebuah hamparan walau tidak luas, dan “kecekatan” dalam segala perbuatan. Kebiasaan
Rusa Timor sangat menyukai rumput-rumput yang Bajing Hitam yang menyerupai bajing kelapa
baru tumbuh sebagai pakan utamanya. yaitu sering membuat lubang dan mengumpulkan
Di panil BLD1A, III 82 terpahat satu spesies makanan maka kehadiran dalam panil dapat
mamalia yaitu Pelanduk Peucang sebanyak satu menyimbolkan “penghematan” demi persiapan masa
individu. Panil ini menceritakan tentang Bodhisattva depan, layaknya Bodhisattva yang memperbanyak
yang sedang mengambil kain rombeng milik Radha bersemedi kebajikan dan kepasrahan untuk persiapan
yang baru saja wafat dan kemudian pergi hendak kehidupan masa depan.
mencucinya (Anandajoti 2017). Di panil tampak Adegan tentang dewa memberikan jubah
Bodhisattva sedang memegang kain tersebut, di kepada Bodhisattva ini adalah kejadian pagi hari
sebelah kananNya tampak telaga dengan dan sesuai dengan kemunculan spesies mamalia
tumbuhan teratai dan di ujung kiri panil tampak yang ada. Selanjutnya, sebelum Bodhisattva
Sakra yang diceritakan sedang menawarkan untuk meneruskan perjalanan, keberadaan Lutung Budeng
mencucikan kain tersebut. Tergambar pula seorang dan Bajing Hitam di sisi kiri panil kemungkinan
dewa yang sedang memegang payung. Pelanduk besar terjadi pada sore hari setelah Bodhisattva
Peucang terpahat di kanan panil tampak sedang melakukan perjalanan dari pagi hari.
berdiri di bawah kanopi pohon. Keberadaan Di panil BLD1A, III 85 terpahat dua spesies
Pelanduk Peucang di panil ini diperkirakan mamalia yaitu Binturung Muntu (Arctictis
sebagai satwa liar pembangun ekosistem hutan di binturong) dan Rusa Timor. Di panil ini terlihat
dekat sumber perairan atau telaga sesuai dengan adegan Bodhisattva sedang sedang berdiri
konteks cerita. Kemunculan simbol payung dan memegangi mangkok emas tempat wadah
Pelanduk Peucang (Kancil Jawa) pada panil ini makanan pemberian dari Sujana. Bodhisattva
merupakan dua kejadian yang bertolak belakang kemudian pergi ke Sungai Nairanjana (tergambar
antara kejadian siang dan malam. Pada cerita di sisi kanan panil) untuk mandi dan menyejukkan
kejadian di mana Bodhisattva sedang mencuci di diri (Anandajoti 2017). Dua individu Rusa Timor
sore menjelang malam, kemudian cerita bersambung terpahat di kanan panil berada di bebatuan di tepi
di esok harinya yaitu pada panil BLD1A, III 83. sungai, tampak berdiri tegap dengan kepala agak
Kemunculan spesies mamalia berikutnya ada menunduk. Walaupun hanya terpahat tubuh
di panil BLD1A, III 83 yaitu Garangan Jawa bagian atasnya saja, namun dapat dikenali dari
(Herpestes javanicus), Gajah Jawa dan Lutung bentuk ranggahnya yang khas yaitu bercabang-
Budeng (Trachypithecus auratus). Panil ini cabang. Kemudian dua individu Binturung Muntu
menceritakan tentang para dewa yang memberikan terpahat berada di atas bebatuan di bawah kanopi
jubah bersih kepada Bodhisattva yang kemudian pohon di tepi sungai tampak sedang aktif.
diterimaNya. Keberadaan Bodhisattva di kanan Binturung Muntu dapat dikenali dari bentuk
panil menandakan bahwa lokasi peristiwa masih ekornya yang tebal (terutama di bagian pangkal).
sama dengan lokasi yang ada di panil BLD1A, 82. Keberadaan Binturung Muntu yang aktif di malam
Satu individu Garangan Jawa terpahat di kanan hari dan Rusa Timor yang cenderung aktif di siang
panil, tampak sedang aktif mencari makan di lantai hari sekaligus menandakan cerita dalam panil ini
hutan di bawah kanopi. Kemudian dua individu terjadi pada pagi hari menjelang matahari terbit.
Gajah Jawa terpahat di kiri panil tampak berdiri Kemunculan spesies mamalia berikutnya ada di

168
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

panil BLD1A, III 88 yaitu Singa Asia, Linsang- kepalanya saja, bermakna sebagai kendaraan perang
Linsang dan Lutung Budeng. Panil ini menceritakan yang digunakan oleh Mara dan pasukannya.
tentang Bodhisattva yang menyantap sisa makanan Begitu juga dua individu Kuda Ternak, terpahat di
yang telah diberikan Sujata kepadaNya sebagai kiri panil dan tampak kepalanya saja, kemungkinan
makanan derma. Bodhisattva terlihat duduk di juga bermakna sebagai satwa kendaraan yang
singgasana (imaji di kanan panil) berada di dalam digunakan oleh Mara dan pasukannya untuk
hutan yang dekat dengan sumber perairan. membantu menyerang Bodhisattva.
Tampak tiga dewi (imaji di tengah panil) sedang Keberadaan Gajah Jawa dan Kuda Ternak di
menjagaNya (Anandajoti 2017). Satu Singa Asia BLD1A, III 94 yang berada di sebelah kiri panil
terpahat di kanan panil tampak berada di sebuah sedikit berbeda dan membawa makna kurang
ruang atau sekat berbentuk lingkaran. Keberadaannya baik. Keduanya menjadi kendaraan perang Mara
diperkirakan sebagai satwa gaib penjaga Bodhisattva dan pasukannya untuk menyerbu berulang kali
selama bertapa. Kemunculan Singa Asia di panil Bodhisattva untuk mencegah mencapai
ini sama dengan kemunculannya di panil BLD1A, pencerahanNya. Penyerbuannya secara berombongan
III 81 sehingga diperkirakan memiliki makna yang dari berbagai penjuru arah dan berulang kali, termasuk
sama juga. Kemudian dua individu Linsang- kedatangan Monyet Kra yang membantu menyerang
Linsang terpahat di sisi kiri panil di bebatuan di dan tampak sedang mengambil batu. Diceritakan
tepi sungai. Linsang-Linsang tampak sedang aktif bahwa Bodhisattva tetap tenang dan tetap fokus
mencari makan berupa ikan-ikan yang tergambar bertapa, hingga anak panah yang diarahkan
di sungai yang berada di dekatnya. Terakhir, dua kepadaNya berubah menjadi bunga dan berguguran
individu Lutung Budeng tergambar berada di atas ke tanah. Kemunculan spesies mamalia di babak
kanopi pohon tampak sedang aktif mencari makan MPP bisa dilihat di Gambar 7.
berupa daun dan buah-buahan. Kehadiran Linsang
-Linsang dan Lutung Budeng di panil ini 6. Babak pencerahan dan pelajaran (MKP)
diperkirakan sebagai satwa liar pembangun ekosistem Babak MPK dimulai dari panil nomor
hutan. Linsang- Linsang dari kerabat Viverridae selalu BLD1A, IV 96 sampai dengan BLD1A, IV 120.
mengeluarkan dan meninggalkan bau harum yang Secara umum babak ini bercerita tentang kisah
akan “terjaga” oleh Singa Asia dan akan dibawa Bodhisattva yang mencapai kecerahan sempurna
dengan “cekatan” dan “lincah” seperti tingkah laku (kebuddhaan), mencapai mata surgawi, munculnya
Lutung Budeng yang berada bersamanya. Peristiwa di pengetahuan dan hancurnya noda batin (panil nomor
panil ini kemungkinan terjadi pada senja hingga BLD1A, IV 96) dan diakhiri dengan pengalaman
malam hari sesuai dengan tingkah laku aktif Linsang- pembabaran atau pengajaran pertama-Nya yang
Linsang di habitat alaminya. mengukuhkan karier mengajar-Nya (panil nomor
Kemunculan spesies mamalia terakhir di babak BLD1A, IV 120). Pada babak MPK terpahat 9
MPP ada di panil BLD1A, IV 94 yaitu Gajah spesies mamalia dengan total individu sebanyak
Jawa, Kuda Ternak dan Monyet Kra. Salah satu 29 (Tabel 1). Spesies tersebut tersebar di enam
adegan yang sangat menarik ada di panil ini, yaitu panil relief yaitu nomor BLD1A, IV 100; BLD1A,
Mara dan pasukannya menyerang Bodhisattva dari IV 110; BLD1A, IV 111; BLD1A, IV 113;
berbagai penjuru dengan tujuan untuk menggagalkan BLD1A, IV 115; dan BLD1A, IV 118. Pada
Bodhisattva dalam mencapai kecerahan. Bodhisattva rentang nomor panil tersebut tampak beberapa
duduk di singgasanaNya (imaji di tengah panil) adegan terjadi di hutan, ruang penginapan, sungai,
tampak tenang dan tetap berkonsentrasi. Satu individu taman dan kahyangan dan terdapat bangunan
Monyet Kra terpahat di kiri bawah panil tampak berupa singgasana.
sedang duduk mengambil batu yang kemungkinan Kemunculan spesies mamalia pertama di
akan dilemparkan ke Bodhisattva. Di habitat babak MKP dimulai dari panil BLD1A, IV 100.
alaminya Monyet Kra umumnya datang Secara umum panil ini menceritakan tentang kisah
berombongan, dan keberadaannya di panil ini Buddha yang sedang bepergian melintasi samudra
merupakan bagian dari “rombongan” pasukan di timur ke samudra di barat pada minggu
yang ikut menyerang Bodhisattva. Kemudian keempat setelah kecerahan (Anandajoti 2017). Di
Gajah Jawa terpahat di kiri panil dan hanya tampak sisi kanan panil tampak para dewa sedang

169
Rusdianto dkk.

Gambar 7. Panil nomor BLD1A III, 83 babak MPP, menceritakan tentang para dewa mempersembahkan jubah bersih kepa-
da Bodhisattva dan diterimaNya. Kehadiran Garangan Jawa (segitiga kuning), Gajah Jawa (lingkaran kuning) dan
Lutung Budeng (persegi kuning) mempertegas peristiwa di panil ini terjadi di hutan di pagi hari (Foto:
Rep. Balai Konservasi Borobudur)

memegang payung di atas Buddha, sedangkan di Di panil BLD1A, IV 110 muncul tiga spesies
sisi kiri panil tampak seseorang sedang duduk mamalia yaitu Rusa Timor, Bajing Kelapa dan
berada di hutan. Di panil ini terpahat tiga spesies Kelinci Tengkuk-Cokelat. Secara umum panil ini
mamalia, yaitu Singa Asia, Rusa Timor dan Bajing menceritakan tentang pertemuan antara Buddha
Hitam (Callosciurus nigrovittatus). Singa Asia dengan Brahmana Nadi di Visala untuk menyatakan
muncul sebanyak tiga individu di panil ini, dan Kecerahan-Nya dan mengatakan bahwa ajaran-Nya
keberadaannya terpahat di singgasana dengan adalah ajaran sejati (Anandajoti 2017). Di panil ini
beberapa posisi. Satu Singa Asia terpahat sedang satu individu Rusa Timor terpahat di sisi kanan
berdiri tegap dengan muka menghadap ke depan, panil tampak sedang duduk di bawah pohon Karet
sedangkan dua lainnya tampak sedang berdiri dengan Merah (Ficus elastica) dan di atas kanopi pohon
dua kaki belakang dan saling bersinggungan. Karet Merah muncul dua individu Bajing Kelapa
Keberadaan Singa Asia di panil ini lebih berperan tampak sedang aktif berkejaran. Kemudian di sisi
sebagai satwa ragam hias yang memiliki makna kanan panil tampak dua individu Kelinci Tengkuk
sebagai “satwa penjaga” singgasana yang dimiliki oleh -Cokelat sedang duduk di bawah kanopi pohon.
Raja Naga (Sudarsyana) yang coba ditawarkan Keberadaan ketiga spesies mamalia di panil ini
kepada Buddha, namun ditolak. Rusa Timor diperkirakan sebagai satwa domestikasi yang hidup
muncul sebanyak dua individu dan terpahat di sisi di habitat pemukiman sesuai dengan konteks cerita
kiri panil. Di panil ini Rusa Timor tampak sedang yaitu di sebuah pemukiman di Kota Vasala.
duduk di bawah pohon Nyamplung (Calophyllum Aktivitas yang ditunjukkan oleh Bajing Kelapa
inophyllum L.) dan Jambu. keberadaan Rusa menandakan bawah cerita di panil ini terjadi pada
Timor bukanlah di dalam hutan dan sesuai dengan pagi hingga sore hari. Kelinci Tengkuk-Cokelat di
kehidupan Rusa Timor karena memiliki tanduk panil ini kemungkinan sudah terdomestikasi pada
yang panjang maka ada kecenderungan hidup di masa itu dan dekat dengan aktivitas manusia.
tempat terbuka dan di pinggir hutan. Bajing Hitam Keberadaan Kelinci Tengkuk-Coklat sesuai dengan
muncul sebanyak satu individu dan terpahat di sisi pola tingkah lakunya yaitu ketika ingin tidur,
kiri panil. Di panil ini Bajing Hitam tampak sedang mereka akan pergi tidur tidak khawatir terhadap
aktif mencari makan di atas kanopi pohon Jambu. masa depan dan tidak menundanya, dan layaknya
Keberadaan Bajing Hitam di panil ini bermakna Bodhisattva yang tidak ingin “menunda” untuk
sebagai satwa liar sekaligus mempertegas lokasi mencapai pencerahan dan memandu orang keluar
cerita di panil ini terjadi di ekosistem hutan. dari duka sengsara menuju kebebasan tanpa ikatan.
Keberadaan Rusa Timor yang sedang duduk di Di panil BLD1A, IV 111 muncul satu
bawah pohon dan Bajing Hitam yang sedang aktif spesies mamalia yaitu Singa Asia sebanyak tiga
mencari makan, maka diperkirakan waktu adegan individu. Panil ini menceritakan tentang para
di panil ini terjadi antara pagi hingga siang hari. Naga Kamandaluka yang sedang duduk melayani

170
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

Buddha dengan beraneka pemberian dan “serakah” seperti layaknya tukang perahu yang
persemayaman (Anandajoti 2017), sedangkan meminta bayaran saat akan menyeberangkan
Buddha sendiri sedang duduk di atas singgasana Buddha. Dua individu Rusa Timor juga terpahat
sederhana di sebelah kanan panil. Keberadaan berada di tepi sungai, tampak sedang aktif
Singa Asia terpahat di singgasana Buddha, tampak berkejaran satu dengan lainnya. Pada panil ini
dalam posisi duduk dengan kepala tegak ke atas. Rusa Timor digambarkan di sekitar hutan di rawa-
Sama dengan keberadaan Singa Asia di panil rawa dekat sungai, dan kemungkinan besar
BLD1A, IV 100, Singa Asia di panil ini juga pemahat menggambarkan Rusa Timor yang
merupakan satwa ragam hias sebagai “satwa sedang mencari makan di tempat terbuka dekat
penjaga” bagi sang Buddha. sungai di mana banyak trubus-trubus muda
Kemunculan dua spesies mamalia berikutnya yang sangat disukai dan mudah tumbuh di
ada di panil BLD1A, IV 113 yaitu Singa Asia dan pinggir sungai. Kehadiran ketiga spesies tersebut
Gajah Jawa. Secara umum panil ini menceritakan ditambah dengan beberapa spesies burung yang
tentang penyambutan Buddha oleh Yaksa Kandha sedang aktif mencari makan di atas kanopi pohon,
di Gandhapura (Anandajoti 2017). Di panil ini, memunculkan kesan sebuah ekosistem hutan yang
baik Singa Asia maupun Gajah Jawa terpahat di seimbang dan harmonis. Keberadaan ketiga
sebuah singgasana. Dua individu Singa Asia spesies ini sekaligus menjadi penanda waktu
terpahat dalam posisi berdiri tegap dengan muka dilihat dari pola tingkah laku yang berbeda aktif di
menghadap ke depan, sedangkan dua lainnya siang dan malam hari, maka kemungkinan
terpahat sedang berdiri dengan dua kaki belakang Bodhisattva menyeberang sungai di pagi petang
dan menghadap ke samping. Dua Individu Gajah menjelang matahari muncul.
Jawa terpahat sedang duduk tampak menghadap Kemunculan spesies mamalia terakhir di babak
ke samping. Keberadaan Singa Asia di panil ini MKP ada di panil BLD1A, IV 118. Panil ini
kemungkinan besar bermakna sama dengan menceritakan tentang adegan Buddha sedang
kemunculannya di panil-panil sebelumnya, yaitu melakukan pembabaran atau pengajaran
satwa ragam hias sebagai “satwa penjaga”. Dua pertamaNya. Ajaran tersebut merangkum empat
Gajah Jawa menyiratkan makna sebuah “keagungan” Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Delapan Faktor
yang dijaga oleh “satwa penjaga” Singa Asia. serta meletakkan landasan bagi ajaran berikutnya
Di panil BLD1A, IV 115 muncul tiga spesies (Anandajoti 2017). Tampak beberapa murid
mamalia yaitu Sero Ambrang, Babi Celeng dan pertamaNya yaitu Lima Petapa yang sedang duduk di
Rusa Timor. Panil ini bercerita tentang adegan kanan kiri Buddha dengan penuh khidmat dan hormat.
Buddha yang akan menyeberangi sungai Gangga Spesies mamalia yang terpahat di panil ini meliputi
dengan meminta bantuan tukang perahu untuk Kelinci Tengkuk-Cokelat dan Lutung Budeng. Kelinci
menyeberangkanNya. Namun tukang perahu tersebut Tengkuk-Cokelat terpahat sedang duduk di bawah
meminta bayaran sedangkan Buddha tidak bisa pohon Tanjung (Mimusops elengi L.) (Fauziah dkk.
memberikan bayaran tersebut. Akhirnya Buddha 2018) di kanan panil, sedangkan Lutung Budeng
menyeberangi sungai dengan “kekuatan batinNya” tampak sedang aktif mencari makan di atas kanopi
sendiri (Anandajoti 2017). Dua individu Sero pohon di kiri panil. Keberadaan dua spesies
Ambrang tampak sedang aktif berenang di tepi mamalia ini diperkirakan sebagai satwa pembangun
sambil mencari makan berupa ikan. Di habitat habitat taman, dan kehadirannya menghadirkan
alaminya, Sero Ambrang sering pergi mencari suasana lingkungan tempat Buddha mengajar
makan di pagi dini hari menjelang matahari terbit. yang asri dan rindang. Kehadiran Kelinci Tengkuk
Di sungai ini juga terpahat banyak ikan yang -Cokelat di sisi kanan panil yang sedang duduk
menandakan melimpahnya sumber pakan di istirahat dan Lutung Budeng di sisi kanan panil
ekosistem sungai. Sedangkan dua individu Babi yang sedang aktif mencari makan, maka
Celeng terpahat di bebatuan di tepi sungai dan kemungkinan Buddha mengajar berlangsung dari
tampak sedang aktif berkejaran dan seperti tampak siang hingga sore hari. Layaknya kehadiran
akan melakukan perkawinan. Di habitat alaminya Lutung Budeng di sisi kiri panil yang menandakan
Babi Celeng merupakan satwa pemakan segala akhir cerita panil, bahwa ajaranNya akan
(omnivora) dan menyiratkan sebagai satwa yang disampaikan dengan cekatan dan luas seperti tingkah

171
Rusdianto dkk.

laku Lutung Budeng yang selalu berada di atas di setiap babak. Nilai tiga komponen dalam
kanopi pohon, dan berpindah dari pohon satu ke analisis PCA menunjukkan nilai total komponen
pohon berikutnya. Contoh kemunculan spesies variabel yang tinggi yaitu sebesar 94,07%, dengan
mamalia di babak MKP dapat dilihat di Gambar 8. rincian pada komponen satu menerangkan 54,26%,
komponen dua menerangkan 31,30% dan
7. Analisis pengelompokan spesies mamalia di komponen tiga menerangkan 8,50%. Spesies
setiap babak mamalia yang memiliki nilai loading paling tinggi
Analisis klaster terhadap kehadiran spesies (baik nilai positif maupun nilai negatif)
mamalia di lima babak cerita relief Lalitavistara dengan mengindikasikan peran sebagai spesies penentu
menggunakan indeks kesamaan Bray-Curtis atau utama di setiap babak cerita. Babak MPK
menunjukkan bahwa spesies mamalia terbagi didominasi oleh Gajah Jawa dengan frekuensi
menjadi 3 kelompok (cluster) utama yaitu: (1) kemunculan total sebanyak enam individu, sekaligus
kelompok spesies mamalia yang muncul di babak menjadi spesies penentu dengan nilai loading 4,08.
MPP; (2) kelompok spesies mamalia yang muncul Babak MKM didominasi oleh Kuda Ternak
pada babak kombinasi MKP dan MPK; serta (3) dengan frekuensi kemunculan total sebanyak 14
kelompok spesies mamalia yang muncul di babak individu, sekaligus menjadi spesies penentu nilai
kombinasi MKM dan MLD (Gambar 9). Sebaliknya loading 17,38. Babak MLD didominasi oleh Kuda
kesamaan kemunculan singkapan spesies mamalia Ternak dengan frekuensi kemunculan total
Lalitavistara tergambarkan bahwa satwa pengikat sebanyak12 individu dengan spesies penentu Babi
puncak untuk selalu mengabdi setia kepada yang Celeng dengan nilai loading -1,23. Babak MPP
memilikinya seolah disingkap seperti tingkah laku didominasi oleh Kijang Muncak dengan frekuensi
Anjing Kampung (simbol C) menggunakan kemunculan total sebanyak lima individu, sekaligus
kendaraan Kuda Ternak (simbol L), dengan alam menjadi spesies penentu dengan nilai loading 3,0848.
semesta yang selalu terjaga karena adanya top Babak MKP didominasi oleh Singa Asia dengan
karnivora di alam yaitu keberadaan Harimau frekuensi kemunculan total sebanyak 10 individu,
Loreng (simbol J) dan terjaga hingga nirwana sekaligus menjadi spesies penentu dengan nilai
dengan keberadaan megaherbivora Gajah Jawa loading masing-masing 9,19 (Gambar 10, Tabel 2).
(simbol K) dan top karnivora Singa Asia (simbol I)
(Gambar 9). 8. Nilai tumpang tindih (Niche overlaps) spesies
Hasil analisis komponen Principle Component mamalia di setiap babak
Analyses (PCA) terhadap kehadiran spesies mamalia Pada lima babak cerita relief Lalitavistara
di setiap babak cerita memberikan gambaran terdapat variasi kemunculan spesies mamalia baik
bahwa semua spesies yang muncul berperan penting dari jumlah spesies maupun jumlah individunya.
dalam membangun dan mendukung konteks cerita Pada babak MPK muncul enam spesies mamalia

Gambar 8. Panil BLD1A IV, 111 babak MKP menceritakan Naga-Naga Kamandaluka sedang melayani
Buddha yang sedang duduk di singgasana. Kehadiran tiga individu Singa Asia (lingkaran kuning)
terpahat di singgasana yang diduduki Buddha yang bermakna sebagai “satwa pejaga” (Foto: Rep. Balai
Konservasi Borobudur)

172
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

Gambar 9. Analisis pengelompokan kemunculan spesies mamalia di lima babak cerita


Keterangan: Simbol / kode lihat Tabel 1

dengan total individu 17 individu. Babak MKM kesamaan spesies tertinggi (indeks pianka = 0,96).
muncul dua spesies mamalia dengan total individu Pada babak MKM dan MLD masing-masing
sebanyak 17. Babak MLD muncul lima spesies muncul dua spesies dan lima spesies mamalia,
mamalia dengan total individu 20. Babak MPP dengan dua spesies diantaranya muncul di kedua
muncul 20 spesies mamalia dengan total individu 47. babak tersebut, yaitu Gajah Jawa dan Kuda
Babak MKP muncul 9 spesies mamalia dengan total Ternak. Sedangkan babak MKM dengan babak
individu 31 (Tabel 1). Dapat dianalisis bahwa babak MPP memiliki indeks kesamaan spesies terendah
MPP merupakan babak yang memiliki kemunculan (indeks pinka = 0,03). Pada babak MKM dan
jumlah spesies mamalia dan jumlah individu paling MPP masing-masing muncul dua spesies dan 20
banyak dibanding babak yang lain, sedangkan babak spesies mamalia, dengan dua spesies diantaranya
MKM merupakan babak yang memiliki kemunculan muncul di kedua babak tersebut, yaitu Gajah Jawa
jumlah spesies mamalia paling sedikit serta jumlah dan Kuda Ternak (Tabel 3).
individu paling sedikit bersama dengan babak MPK.
Hasil analisis tentang nilai tumpang tindih (niche PEMBAHASAN
overlaps) terhadap kehadiran spesies mamalia di
lima babak cerita relief Lalitavistara dengan Hasil kajian ini menemukan setidaknya 23
menggunakan indeks Pianka menunjukkan bahwa spesies mamalia dengan total individu sebanyak
babak MKM dengan babak MLD memiliki indeks 131 yang tersebar di 43 panil relief dari total 120

173
Rusdianto dkk.

Gambar 10. Analisis PCA terhadap keberadaan spesies mamalia di setiap babak cerita Relief Lalitavistara
Keterangan: Simbol / kode lihat Tabel 1

panil relief Lalitavistara. Jika ditelusuri berdasarkan budaya Masyarakat Jawa kuno yang hidup pada
sebaran geografisnya dari total 23 spesies tersebut masa itu. Meskipun tema cerita dalam relief
bahwa 22 spesies diantaranya merupakan spesies Lalitavistara bukan merupakan kisah asli dari
yang hidup di Pulau Jawa, dan hanya satu spesies masyarakat Jawa Kuno, namun dalam
yang hidup di Kawasan India yaitu Singa Asia. penggambaran proporsi tubuh manusia, spesies
Selanjutnya dari sifat dan tingkah laku biologi flora dan fauna yang ada didalamnya serta bentuk
satwa yang ditemukan pada panil juga nampak bangunannya memiliki ciri-ciri Jawa yang khas
selaras dengan cerita panil. Hasil ini sekaligus (Kempers 1976; Kusen 1985; Suripto & Pranowo
memperkuat bukti bahwa pahatan dalam relief- 2001).
relief cerita candi Borobudur merupakan Kisah Lalitavistara di Candi Borobudur
representasi dari kondisi lingkungan, sosial dan direpresentasikan sesuai dengan asal mula

174
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

Tabel 2. Nilai loading setiap PC tiap spesies mamalia di Relief Lalitavistara

Kode PC 1 PC 2 PC 3 PC 4 PC 5
A -1,0663 -1,4977 0,95716 0,101 -0,36342
B -1,2058 0,24808 1,8781 -0,84491 -0,79902
C -1,0351 -0,96169 -1,8639 1,1229 0,47861
D -1,3131 0,35013 -2,058 -0,53048 -0,17758
E -1,0931 -1,4722 -0,026873 0,17961 -0,20806
F -1,1199 -1,4467 -1,0109 0,25822 -0,052697
G -1,0663 -1,4977 0,95716 0,101 -0,36342
H -1,1199 -1,4467 -1,0109 0,25822 -0,052697
I -1,4781 9,2225 0,18184 -1,0127 -0,10552
J 0,21971 -1,5543 1,0635 -0,69082 0,94225
K 2,3383 3,1666 1,4231 4,0835 0,39444
L 17,383 -0,12598 -0,57469 -0,52851 -0,35061
M -1,2326 0,27359 0,89409 -0,7663 -0,64366
N -1,0931 -1,4722 -0,026873 0,17961 -0,20806
O 0,91635 -1,6336 3,0848 -1,2439 1,2844
P -1,2856 3,8751 0,077485 -0,41653 -0,15679
Q -1,1199 -1,4467 -1,0109 0,25822 -0,052697
R -1,0931 -1,4722 -0,026873 0,17961 -0,20806
S -1,1763 -0,58656 -0,058408 -0,25404 -0,34818
T -1,0629 1,2436 -0,81194 0,96303 0,41894
U -1,0663 -1,4977 0,95716 0,101 -0,36342
V -1,1199 -1,4467 -1,0109 0,25822 -0,052697
W -0,11027 1,1792 -1,9832 -1,7559 0,98796

Tabel 3. Niche overlaps spesies mamalia di lima babak Relief Lalitavistara

Babak/tema MKM MLD MPP MKP


MPK 0,375 0,316 0,273 0,650
MKM 0,960 0,090 0,026
MLD 0,264 0,050
MPP 0,306

Buddha Gautama yang terjadi di India, namun akulturasi kebudayaan Jawa yang terekpresikan
dalam mengekspresikan satwa dalam singkapan dalam kisah Buddha Gautama di relief Lalitavistara,
panil banyak dibangun dari spesies mamalia yang sekaligus untuk mempermudah penyebarannya di
hidup di Pulau Jawa dan bukan dari spesies kelompok masyarakat Jawa Kuno pada masa itu.
mamalia asli India. Meskipun demikian jika Spesies mamalia yang terpahat begitu detail dengan
dilihat dari tata nama biologi, spesies mamalia berbagai karakter morfologi dan tingkah lakunya
yang muncul di relief Litavistara dibangun hingga terlihat mirip dengan spesies hidupnya.
menggunakan nama famili atau keluarga yang Penggambaran karakter morfologi dan tingkah
sama dengan yang ada di India. Kondisi laku spesies mamalia juga konsisten apabila
kemunculan spesies-spesies mamalia yang hidup spesies tersebut muncul di beberapa panil.
di Jawa dalam cerita ini juga dialami pada Pertanyaan tentang asal-usul pemahat candi
kemunculan spesies flora seperti kehadiran Borobudur hingga saat ini masih menjadi pertanyaan
spesies pace (Morinda citrifolia L.) (Metusala et yang menarik untuk dijawab. Hal ini dikarenakan
al. 2020) yang merupakan tumbuhan yang tidak ketiadaan bukti otentik untuk mendukung sebuah
terdistribusi di kawasan India. Melihat kondisi teori dan asumsi. Namun jika ditelusuri dari
yang demikian kemungkinan besar telah terjadi keahliannya dalam memvisualisasikan imaji spesies-

175
Rusdianto dkk.

spesies mamalia yang begitu detail, ada kemungkinan Fungsi keberadaan berbagai spesies satwa pada
pemahat-pemahat candi Borobudur merupakan pahatan candi Borobudur untuk menggambarkan
penduduk asli Jawa penganut agama Buddha kondisi lingkungan budidaya dan kondisi lingkungan
Mahayana atau agama leluhur lainnya yang telah alam untuk memperkuat kisah perjalanan hidup
memahami seluk beluk tingkah laku dan habitatnya, Buddha, sebagian lain berfungsi untuk dekoratif dan
atau paling tidak sering menjumpai spesies-spesies estetika pengisi ruang-ruang kosong dalam relief
tersebut di Pulau Jawa. Keberadaan spesies (Suripto & Pranowo 2001).
mamalia di relief Lalitavistara sesuai dengan posisi Kedua, spesies mamalia sebagai penanda
letak habitatnya seperti yang diuraikan dari hasil waktu. Spesies mamalia terpahat dalam berbagai
kajian mamalia di Jawa oleh Gunawan (2008), kondisi, ada yang sedang aktif mencari makan,
Sulistyadi dkk (2013), dan Achmadi dkk (2020). ada yang sedang duduk rebahan di bawah kanopi
Keahlian pemahat dalam menciptakan karya seni pohon dan sebagainya. Penggambaran tingkah
dalam wujud relief kemungkinan besar berkaitan laku spesies tersebut sekaligus dapat dijadikan
erat dengan pedagang dan pekerja kerajinan penanda waktu (pagi, siang, malam) terjadinya
bersamaaan perdagangan laut nusantara menuju China peristiwa. Lutung Budeng, Bajing Hitam, Bajing
yang membawa ajaran Buddhiisme yang sudah Kelapa, Linsang-Linsang merupakan satwa
berkembang lebih dulu di Nusantara dibandingkan diurnal atau aktif pada pagi sampai sore hari
China, dan kondisi ini sesuai dengan ketiadaan (Gunawan dkk. 2008). Keberadaannya di panil
bukti sejarah Taoisme dan Konfusianisme di dengan tingkah laku sedang aktif mencari makan
Nusantara (Sunyoto 2017). Perdagangan yang sekaligus menjadi penanda waktu bahwa adegan
telah maju pada masa itu juga dapat dibuktikan peristiwa di panil tersebut terjadi pada pagi hingga
dari kisah perjalanan tikus rumah yang kemungkinan sore hari. Kelinci Tengkuk-Cokelat dan Rusa
besar melalui perantara kapal-kapal perdagangan Timor umumnya akan istirahat dengan berteduh di
dari India Utara menuju Jawa dan perdagangan bawah kanopi pohon pada siang hari setelah
dari daratan Cina Taiwan melalui Filipina menuju selesai mencari makan (Phillipps & Phillipps
Jawa (Aplin et al. 2011). 2016)
Kehadiran spesies-spesies mamalia di relief Ketiga, spesies mamalia sebagai sarana
Lalitavistara menyiratkan makna yang begitu kendaraan atau transportasi. Di beberapa adegan
mendalam. Dari 23 spesies mamalia yang muncul, panil terpahat imaji rombongan raja maupun
setiap spesies menyiratkan makna yang khas yang Bodhisattva melakukan perjalanan dengan
berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. menggunakan kereta yang ditarik oleh kuda.
Satu spesies mamalia dapat menyiratkan makna Keberadaan Kuda Ternak di relief ini sekaligus
yang berbeda-beda apabila muncul di lebih dari menegaskan fungsinya sebagai satwa untuk
satu panil sesuai dengan konteks cerita utuh yang kendaraan atau transportasi. Selain Kuda Ternak,
sedang dinarasikan di panil tersebut. Setidaknya di beberapa adegan panil tampak Gajah Jawa juga
terdapat empat makna tentang kemunculan spesies memiliki peran sebagai satwa kendaraan atau
-spesies mamalia di relief Lalitavistara. tunggangan.
Pertama, spesies mamalia sebagai pembangun Keempat, spesies mamalia sebagai ragam
habitat lingkungan. Spesies ini dimunculkan untuk hias. Singa Asia bukan merupakan spesies
memberikan penegasan tentang “dimana” adegan atau mamalia asli Indonesia. Singa Asia muncul
peristiwa tersebut berlangsung. Perbedaan antara sebanyak 17 individu dan lokasi kemunculannya
penggambaran lokasi kejadian di istana, di habitat dapat dikelompokkan berada di dua tempat, yaitu
hutan, di pegunungan, di sungai, di taman atau di di singgasana dan di hutan. Kemunculan Singa
pemukiman dapat dibedakan berdasarkan kemunculan Asia di singgasana hampir selalu berjumlah lebih
spesies mamalianya. Hal tersebut dapat diketahui dari dari satu individu (dua dan tiga individu).
preferensi habitat atau lingkungan yang disukai oleh Keberadaannya di singgasana tergambarkan
spesies mamalia di habitat alaminya. Misalnya Sero sebagai satwa ragam hias, bukan sebagai satwa
Ambrang, lebih menyukai habitat sungai, liar yang sedang hidup di habitat alaminya.
Trenggiling Peusing lebih menyukai habitat hutan, Keberadaan Singa Asia di singgasana berkaitan
Kuda Ternak lebih menyukai habitat pemukiman. erat dengan maknanya sebagai “satwa penjaga”

176
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

atau Adhisatwa bagi keagungan dan kesucian (Kirno 2012-2013) dan dari tingkah laku waktu
yang direpresentasikan dalam imaji singgasana berlari babi akan berjalan lurus dan susah untuk
tersebut. Kemunculan satu individu Singa Asia di dibelokkan dan keberadaan babi ini sekaligus
panil BLD1A, III 81 dan BLD1A, III 88 tidak bermakna untuk mencapai puncakNya tidak bisa
berada di singgasana, namun berada di suatu sekat dibelokkan dan dihentikan.
lingkaran di habitat hutan bersama dengan Babak pertemuan dan perjuangan (MPP)
kehadiran Bodhisattva. Kehadirannya menyiratkan memiliki kemunculan spesies mamalia paling
makna sebagai “satwa “penjaga” Bodhisattva saat banyak dibandingkan babak yang lain yaitu
sedang bersemedi di hutan. Bila dikaitkan dengan sebanyak 20 spesies (86,9%). Setiap spesies yang
legenda, maka keberadaan Singa Asia merupakan muncul memiliki makna tersendiri dalam
satwa penjaga tempat suci (Suripto & Pranowo mendukung adegan di setiap panilnya. MPP
2001). Berdasarkan kemunculan posisi Singa menguraikan cerita tentang perjalanan dan
secara berulang di candi-candi di Indonesia pengalaman Bodhisattva dalam melakukan meditasi
(Raffles 2008), maka dapat diartikan sebagai untuk mencapai kebuddhaan. Di rentang panil di
simbol penjaga “nilai yang agung”. Di habitat babak ini, peristiwa atau adegan banyak terjadi di
alaminya, Singa Asia merupakan predator puncak kawasan hutan dengan habitat pegunungan, gua, dan
(top predator) dan memegang peran sebagai sungai serta satu panil diceritakan terjadi di pedesaan.
spesies perunut (keystone species) dalam Kehadiran spesies mamalia tersebut memberikan
menjaga keseimbangan relung ekosistem penguatan lokasi dan waktu serta suasana yang
disekitarnya. Imaji Singa Asia sering muncul di sedang terjadi di setiap panilnya, termasuk makna dari
banyak candi Hindu dan Buddha serta artefak- setiap spesies mamalia seperti yang diuraikan dalam
artefak (Rafles 2008) karena makna penting yang hasil. Dikarenakan lokasi adegan banyak terjadi di
ada dalam Singa Asia tersebut. Kehadiran spesies- hutan sehingga seolah pemahat memiliki banyak
spesies mamalia di relief Lalitavistara bersama ruang untuk mengekspresikan berbagai macam
dengan satwa-satwa lain ditambah dengan berbagai spesies mamalia yang sering dijumpainya di kawasan
spesies tumbuhan semakin menghidupkan suasana hutan. Semua spesies mamalia yang muncul memiliki
cerita. peran dan simbol nasehat kehidupan yang dapat
Selain empat makna yang diuraikan di atas, menggambarkan masing-masing sesuai dengan alur
tingkah laku dan kebiasaan spesies mamalia di cerita kehidupan yang tergambar dari perilaku satwa
habitat alaminya juga dapat dijadikan pelajaran di habitat alaminya sehingga cerita dalam setiap
bagi manusia, baik untuk yang dicontoh maupun panil akan dapat diceritakan dengan lengkap.
yang harus dihindari. Gajah Jawa, Singa Asia dan Sebagai contoh mamalia dari famili Viverridae
Harimau Loreng merupakan contoh satwa yang yaitu Musang Luwak, Linsang- Linsang, dan
memiliki peran yang penting dalam menjaga Binturung Muntu di habitat alaminya dapat
keseimbangan ekosistem di lingkungan habitatnya. mengeluarkan aroma harum yang khas. Aroma
Tingkah laku ketiga satwa tersebut patut dicontoh harum tersebut dapat merepresentasikan
oleh manusia agar selalu memberikan manfaat “keharuman” bagi pengikut Bodhisattva baik di
bagi kehidupan sesama manusia lain di tataran bawah, tengah maupun atas, layaknya
lingkungan di sekitarnya. Babi Celeng merupakan aroma harum yang dikeluarkan oleh kehadiran
satwa pemakan segalanya (omnivora) dan ketiga satwa tersebut di habitat alaminya.
cenderung memiliki perilaku serakah. Perilaku Kehadiran makna cerita dari satwa yang muncul
“serakah” tersebut diperkuat dengan kemunculan kemungkinan besar dapat diceritakan dengan sudut
Babi Celeng di panil BLD1A, IV 15 seperti penekanan yang berbeda namun inti isinya sama
perilaku “serakah” tukang perahu yang meminta seperti cerita hikayat dongeng I Dempu Awang
bayaran ketika hendak menyeberangkan Bodhisattva dan cerita pantun lutung kasarung yang semuanya
di sungai Gangga. Perilaku yang ditunjukkan oleh berupa nasehat-nasehat kehidupan (Sudhiatmika
Babi Celeng ini perlu untuk dihindari oleh dkk. 2018) dan cerita dan makna setiap imaji
manusia. Di dalam agama Hindu Babi hutan lainnya seperti tertuang di dalam hasil.
merupakan salah satu satwa Awatara (penjelmaan), Gajah Jawa merupakan spesies mamalia yang
yakni ketiga penjelmaan dari Dewa Wisnu paling luas persebarannya dan satu-satunya spesies

177
Rusdianto dkk.

yang muncul di lima babak relief Lalitavistara. secara tidak langsung turut menjaga keseimbangan
Kemunculannya di lima babak cerita ini sekaligus relung ekosistem disekitarnya. Kelima, Gajah Jawa
menyiratkan bahwa Gajah Jawa merupakan satwa sebagai ragam hias pada kursi dan singgasana.
yang “penting” dalam ajaran Buddha dan Kehadiran gajah sebagai satwa ragam hias
mempunyai makna yang luas. Kemunculan Gajah tampaknya untuk mewakili sifat-sifat orang yang
Jawa di relief Lalitavistara dapat menyuratkan lima sedang duduk di kursi atau singgasana tersebut.
peran. Pertama, Gajah Jawa sebagai “satwa gaib Kemunculan gajah sebagai satwa ragam hias
(omen)”. Kehadiran gajah gaib terkait dengan nilai seperti yang ada di panil BLD1A, IV 113. Gajah
keagungan. Kemunculan gajah gaib dinarasikan Jawa menurut Deraniyagala (1951) telah punah di
dengan kulit berwana putih polos, tanpa pelana dan abad 12, namun Pigeaud Theodore G. Th. (1960-
tanpa kusir. Keberadaan gajah gaib sebagai 1963) di dalam Java in the 14th Century: A Study
perwujudan Bodhisattva yang akan masuk ke in Cultural History menyebutkan keberadaan
rahim Ratu Mahamaya ada di panil BLD1A, I 13 gajah masih dijumpai di istana Hayam Wuruk.
yang menurut teks dinarasikan berkulit putih Kuda Ternak merupakan spesies mamalia
berkepala merah bergading 6, giginya berkilau yang paling banyak kemunculan total individunya.
emas, berkaki kuat seperti intan, terbang dari Kuda Ternak muncul sebanyak 30 individu yang
nirwana masuk ke rahim tidak melalui peranakan. tersebar di empat babak yaitu MPK, MKM, MLD
Kemunculan gajah gaib lainnya ada di panil dan MPP. Kehadiran Kuda Ternak berperan
BLD1A, I 25 dan BLD1A, II 44. Keberadaan sebagai satwa penarik kereta dan satwa gaib
gajah gaib sebanyak “500 anak gajah gaib” di panil sebagai tunggangan. Keberadaan Kuda Ternak
BLD1A, I 25 seolah pada masa cerita Lalitavistara sebagai penarik kereta menyiratkan tentang nilai-
dibuat telah diketahui dari perspektif kajian nilai “kekuatan”, “kecepatan” dan “ketangkasan”.
simulasi biologi tentang keberlangsungan sebuah Penggambarannya sebagai satwa penarik kereta
generasi sehingga tidak punah. Hasil simulasi de selalu dipahatkan dengan jumlah individu lebih
Lacy terkait heterozigot dan kemampuan satwa dari satu (dua sampai empat individu). Jika
dapat bertahan berkembang biak atau dapat diamati lebih detail dari posisi kepala, posisi
mempertahankan kelanggengan dan kelestarian badan dan posisi kaki, maka akan tampak
hingga keturunan ke 100, maka dibutuhkan 500 beberapa ekspresi Kuda Ternak yaitu yang Kuda
individu yang masing-masing dapat bertukar gen Ternak sedang diam dalam kondisi tenang, Kuda
(Noerdjito & Maryanto 2005). Kemunculan 500 Ternak sedang berjalan atau berlari, Kuda Ternak
anak gajah gaib memiliki arti bahwa akan berhenti sesaat setelah berlari, dan Kuda Ternak
terjadinya kelanggengan ajaran terkait dengan dalam kondisi tidak tenang. Pertama, Kuda
kehadiran kelahiran Bodhisattva. Kedua, Gajah Ternak sedang diam dalam kondisi tenang seperti
Jawa sebagai tunggangan raja. Gajah ini dicirikan yang ada di panil BLD1A, II 56 yaitu dapat dilihat
dengan keberadaan kusir, sais (angkusa) dan dari posisi kaki-kakinya yang sejajar, posisi badan
lonceng di lehernya. Kehadiran gajah sebagai yang tegak serta posisi kepala yang lurus menghadap
tunggangan terkait dengan nilai-nilai kekuasaan ke depan. Jika dikaitkan dengan konteks cerita
tinggi. Kemunculan gajah sebagai tunggangan maka kemungkinan Bodhisattva sedang mengambil
seperti yang ada di panil BLD1A, 1 16; BLD1A, II pelajaran dari pertemuanNya dengan anak kecil
31 dan BLD1A, II 55. Ketiga, Gajah Jawa sebagai dan orang tua dalam kondisi yang “khusu’” dan
alat perang. Kehadiran gajah sebagai alat perang tenang. Kedua, Kuda Ternak sedang berjalan atau
terkait dengan nilai nilai “kekuatan”. Kehadiran berlari seperti yang ada di panil BLD1A, II 34
gajah sebagai satwa liar terkait dengan penanda yaitu dapat dilihat dari posisi kaki-kakinya yang
waktu dan lokasi kejadian. Kemunculan gajah tidak sejajar, posisi badan condong ke depan dan
sebagai satwa liar seperti yang ada di panil kusir yang menarik tali kendali. Jika dikaitkan
BLD1A, III 83. Gajah sebagai alat perang seperti yang dengan konteks cerita bahwa raja dan Bodhisattva
ada di panil BLD1A, IV 94. Keempat, Gajah Jawa beserta rombongan sedang menuju ke kota dengan
sebagai satwa liar. Di habitat alaminya, Gajah Jawa menaiki kereta kuda, dan di sepanjang perjalanan
merupakan satwa megaherbivora yang turut berperan tidak ada hambatan sehingga kuda dapat berlari
dalam mengendalikan populasi tumbuhan sehingga dengan lancar. Ketiga, Kuda Ternak sedang

178
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

berhenti sesaat setelah berlari seperti yang ada di kelompok (cluster) satwa yang tergabung dalam 1)
panil BLD1A, II 58 yaitu dapat dilihat dari posisi Kelompok Harimau Loreng yang identik sebagai
kaki depan dan posisi badan yang condong ke predator puncak di Kawasan Jawa atau dapat juga
belakang, serta posisi kepala yang mendongak ke menggambarkan pencapaian “puncak” dalam
atas. Jika dikaitkan dengan konteks cerita kehidupan, 2) Kelompok Singa Asia dan Gajah
kemungkina Bodhisattva “kaget” atau “terkejut” Jawa yang menyiratkan peran sebagai “satwa
dengan kehidupan dunia yang pasti akan penjaga” dari nilai-nilai “keagungan”, 3) Kelompok
mengalami kematian. Keempat, Kuda Ternak Kuda Ternak yang berperan sebagai sarana
dalam kondisi tidak tenang seperti yang ada di transportasi atau kendaraan untuk mencapai “puncak”,
panil BLD1A, II 39 yaitu dapat dilihat dari posisi dan 4) Kelompok Anjing Kampung yang memiliki
kaki depan yang terangkat, posisi kepala yang simbol sebagai satwa “pengabdi” (Gambar 9), dan
mendongak ke atas serta kusir yang terlihat simbol-simbol tersebut seperti layaknya yang
sedang mengendalikan tali kendali. Keberadaa diungkapkan oleh Kirno (2012-2013).
Kuda Ternak di relief Lalitavistara menandakan Pada setiap babak terdapat spesies mamalia
bahwa kuda telah lama didomestikasi untuk tertentu yang berperan penting dan menjadi
berbagai keperluan seperti sarana transportasi dan “spesies penentu” cerita. Babak MPK spesies
rekreasi (Beever & Brussard 2000; Levine & penentunya adalah Gajah Jawa yang menyiratkan
McDonnell 2005). Kuda Ternak sebagai satwa “nilai-nilai keagungan” pada diri Bodhisattva sebagai
gaib untuk tunggangan seperti kemunculannya di calon Buddha. Babak MKM spesies penentunya
panil BLD1A, III 64; BLD1A, III 65; BLD1A, III adalah Kuda ternak yang menyiratkan nilai-nilai
66 dan BLD1A, III 67. Kuda Ternak tersebut “kekuatan”, “kecepatan” dan ketangkasan”,
merupakan tunggangan Bodhisattva bernama layaknya masa muda Bodhisattva yang kuat, cepat
Kanthaka yang digunakan untuk pergi ke luar dan tangkas. Babak MLD spesies penentunya Babi
istana menuju ke hutan untuk memulai pertapaan. Celeng yang menyiratkan makna “keserakahan”,
Keberadaan spesies mamalia lainnya yang layaknya Bodhisattva yang ingin melepaskan diri
muncul di panil-panil relief juga digunakan dalam dari “keserakahan” duniawi. Babak MPP spesies
ajaran agama Hindu maupun cerita hikayat dan penentunya adalah Kijang Muncak sebagai
hingga sekarang masih ada. Kirno (2012-2013) “simbol” satwa yang hidup di hutan belantara.
mengatakan bahwa satwa di dalam bangunan Babak MKP spesies penentunya adalah Singa
candi secara simbolik terbagi menjadi dua Asia yang berperan sebagai simbol “satwa
golongan yaitu simbol atas dan bawah. Cassier penjaga” yang menjaga Buddha dan ajaran yang
(1990: 40) mengungkapkan bahwa manusia dibawaNya. Selanjutnya, kehadiran satwa di
menuangkan seluruh gagasan ide dan konsep dalam setiap babak tema tingkat tumpang tindih
dalam bentuk simbol, dan simbol tersebut dapat paling kecil adalah antara babak pencerahan dan
digunakan sebagai alat komunikasi. Pada cerita pengajaran dengan babak kelahiran masa muda
Lalitavistara keberadaan satwa berhubungan erat yaitu hanya 3% (Tabel 2), kondisi yang demikian
dengan sifat dan tingkah laku satwa sebenarnya dapat diartikan bahwa Bodhisattva pada waktu telah
dan secara tidak langsung juga sering muncul mencapai pencerahan banyak peningkatan
pada tingkah laku manusia. Sebagai contoh Gajah pengalaman kehidupan yang dapat disampaikan
Jawa merupakan satwa megaherbivora; Singa dan pengalaman yang ditinggalkan kepada
Asia dan Harimau Loreng keduanya merupakan umatnya selalu memberikan keharuman.
predator puncak atau menempati urutan paling
atas dalam rantai makanan. Dengan demikian, KESIMPULAN
ketiga satwa tersebut tidak mengherankan
mendapatkan tempat yang agung dan dimuliakan. Kisah Lalitavistara di Candi Borobudur
Oleh karena itu, punahnya ketiga spesies tersebut direpresentasikan sesuai dengan asal mula Buddha
di alam menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem Gautama yang terjadi di India, namun dalam
dan akan memicu terjadinya kehancuran alam. mengekspresikan satwa dalam singkapan panil
Analisis pengelompokan yang diperoleh banyak dibangun dari spesies mamalia yang ada di
berdasarkan analisis babak tema terdapat empat Pulau Jawa dan bukan dari spesies mamalia asli India.

179
Rusdianto dkk.

Melihat kondisi yang demikian kemungkinan besar keduniawian dengan cara bertapa dan tidak
telah terjadi akulturasi kebudayaan Jawa yang mudah “dibelokkan” atau “dihentikan”. Babak
terekspresikan dalam kisah Buddha Gautama di relief MPP didominasi oleh Kijang Muncak yang
Lalitavistara, sekaligus untuk mempermudah menyiratkan peran sebagai satwa yang hidup di
penyebaran ajaran agamanya di kelompok habitat hutan, layaknya kehidupan Bodhisattva
masyarakat Jawa Kuno pada masa itu. yang sedang berjuang untuk mencapai Ke-
Ditemukan 23 spesies mamalia dengan total buddhaan dengan bertapa di hutan belantara.
individu sebanyak 131 individu yang tersebar di 43 Babak MKP spesies penentunya adalah Singa
panil relief Lalitavistara. Kehadiran spesies mamalia di Asia yang menyiratkan nilai sebagi predator
relief Lalitavistara memiliki empat makna yaitu puncak dan “satwa penjaga”, layaknya Bodhisattva
sebagai pembangun habitat lingkungan, sebagai yang telah mencapai puncak kebuddhaan dan
penanda waktu, sebagai sarana kendaraan atau ajaranNya akan selalu terjaga.
transportasi dan sebagai ragam hias. Kuda Ternak
merupakan spesies yang paling banyak kemunculan KONTRIBUSI PENULIS
individunya, sedangkan Gajah Jawa merupakan satu-
satunya spesies mamalia yang muncul di lima R., sebagai penulis utama; IM., & R.,
babak relief Lalitavistara. Kemunculan spesies berkontribusi pada penulisan dan analisis data;
mamalia juga menjadi petunjuk bagi manusia agar R., IM., ASA., M., ES., ED., HA., & CR.,
meniru tingkah laku satwa yang baik dan berkontribusi pada analisis satwa; PS., & HS.,
meninggalkan tingkah laku satwa yang tidak baik. berkontribusi pada analisis bahasa rupa; AAM.,
Singa Asia, Harimau Loreng dan Gajah Jawa berkontribusi pada analisis bahasa antropologi.
merupakan satwa penting dalam kehidupan
biologi di alam karena sifatnya sebagai karnivora UCAPAN TERIMAKASIH
puncak dan megaherbivora yang berperan penting
dalam menjaga keseimbangan kehidupan di alam. Ucapan terimakasih disampaikan kepada
Babak MPP memiliki kemunculan spesies Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB) yang
mamalia terbanyak dibanding babak yang lainnya. telah memberikan izin untuk mengambil
Babak MKM dengan babak MLD memiliki dokumentasi berupa foto-foto panil relief
indeks kesamaan kemunculan spesies tertinggi, Lalitavistara candi Borobudur, serta staff BKB
sedangkan MKM dengan MKP memiliki indeks yang terlibat dalam kegiatan Focus Group
kesamaan paling kecil. Spesies mamalia yang Discussion (FGD). Penelitian ini dibiayai dari
muncul dapat dikelompokkan menjadi empat DIPA Puslit Biologi tahun anggaran 2018-2019.
kelompok utama yaitu, 1) Anjing Kampung, 2)
Kuda Ternak, 3) Harimau Loreng (Panthera DAFTAR PUSTAKA
tigris), dan 4) Singa Asia - Gajah Jawa. Spesies
mamalia yang muncul di setiap babak memiliki Achmadi, SA., I. Maryanto, Rusdianto,
makna dalam mendukung konteks cerita utuh di Maharadatunkamsi, & E. Dwijayanti.
setiap babak. Babak MPK spesies penentunya 2020. Identifikasi Singkapan Simbolik Satwa
adalah Gajah Jawa yang menyiratkan nilai-nilai Mamalia Pada Babak Cerita di Relief
keagungan dan satwa “penjaga alam” layaknya Lalitavistara Candi Borobudur. Jurnal
simbol perwujudan Bodhisattva yang akan masuk Biologi Indonesia 16(2): 111-141.
secara gaib ke rahim Ratu Mahamaya. Babak Anandajoti. 2017. Lalitavistara the life of
MKM didominasi oleh Kuda Ternak yang Gautama Buddha on The Relief of
menyiratkan nilai-nilai “kekuatan”, “kecepatan” Borobudur Temple. Ehipassiko foundation.
dan “ketangkasan”, layaknya karakter masa muda Aplin, KP., H. Suzuki, AA. Chinen, RT. Chesser,
Bodhisattva muda yang kuat, cepat dan tangkas. J´ ten. Have, SC. Donnellan, J. Austin,
Babak MLD spesies kunci utamanya adalah Babi A.Frost, JP. Gonzalez, V. Herbreteau, F.
Celeng yang menyiratkan nilai-nilai “ketamakan” Catzeflis, J. Soubrier, YP. Fang, J. Robins,
dan “keserakahan”, layaknya Bodhisattva yang E.Matisoo-Smith, ADS. Bastos, I. Maryanto,
berusaha melepaskan diri dari hawa nafsu

180
Analisis Keberadaan Spesies Mamalia di Lima Babak Cerita Relief Lalitavistara

MH. Sinaga, C. Denys, RA. Van Den Harto, DB. 2014. Analisis Bahasa rupa relief
Bussche, C. Conroy, K. Rowe, A. Cooper. jataka candi Borobudur. Prosiding Seminar
2011. Multiple Geographic Origins of Nasional – Seni Tradisonal.
Commensalism and Complex Dispersal Istari, Rita & Sulistyanto, Bambang (Ed). 2015.
History of Black Rats. Plos One. 6 (11): 1- Ragam hias candi-candi di Jawa motif dan
20. maknanya. Yogyakarta: Kepel Press.
Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. 1991. Kempers, AJB. 1976, Angeles Borobudur, Servire
“Data Ukuran Candi Borobudur”. Massenaar.
Magelang: Balai Konservasi Peninggalan Kirno. 2012-2013. Ragam hias binatang dalam
Borobudur. medallion. Corak jurnal seni kriya 2(1).
Beever, EA. & PF. Brussard 2000. Charismatic 177-189.
megasatwa or exotic pest? Interactions Kreb, CJ. 1989. Ecological Methodelogy. Harper
between popular perceptions of feral horses & Row Publishers New York.
(Equus caballus) and their management and Krom, NJ. 1926. The life of Buddha on the stupa
research. In: Proceedings of the 19th of Borobudur according to the lalitavistara.
International Vertebrate Pest Conference, The Haque: Martinus Nijhoff.
University of California, Davis
Kusen. 1985. Kreatifitas Dan Kemandirian
Cassier, E. 1990. Manusia dan Kebudayaan: Seniman Jawa Dalam Mengolah Pengaruh
Sebuah Esei tentang Manusia. Terj. Alois Budaya Asing: studi kasus tentang gaya
A. Nugroho, Jakarta: PT Gramedia. seni relief candi Jawa antara abad IX –
Corbet, GB. & JE. Hill. 1992. The Mammals of XVI, Proyek Penelitian dan Pengkajian
the Indo-Malayan Region. Oxford Kebudayaan Nusantara (Javanologi)
University Press. Oxford, UK, Direktorat Jendral.
Deraniyagala, PEP. 1951. Elephas maximus Levine, MA. in: DS. Mills . & SM. McDonnell
borneensis, the elephant of Ceylon. Part I. 2005. The Domestic Horse: The Origins,
Spolia Zeylanica 26: 21 – 68. Development, and Management of its
Fauziah, T. Yulistyarini, DA. Lestari, EE. Ariyanti, D. Behaviour. Cambridge University Press.
Metusala, J. Damaiyani, Patmiati & Matrani. Matrix Education (2018). https://www.matrix.edu.
2018. Buku Panduan Wisata Edukasi: Relief au/literary-techniques-symbolism.
Flora Candi Borobudur. Balai Konservasi Metusala, D., Fauziah, DA Lestari, J. Damaiyani, S.
Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi Mas’udah & H. Styawan. 2020. The
bekerjasama dengan Pusat Penelitian Biologi - identification of plantr eliefs in the
LIPI, Pasuruan. Lalitavistara storyof Borobudur temple,
Febrianto, R. & M. Idris. 2016. Kisah relief fauna Central Jawa, Indonesia. Biodiversitas 21
pada candi Borobudur. Jurnal Sejarah dan (5): 2206-2215.
Pembelajaran Sejarah 2(2): 44-56. Noerdjito, M. & I. Maryanto 2005. Kriteria jenis
Gunarto, H. 2011. Digital Preservation of hayati yang harus dilindungi oleh dan untuk
Borobudur World Heritage and Cultural masyarakat Indonesia. Puslit Biologi-LIPI-
Treasures. Ritsumeikan Center for Asia ICRAFT.
Pasific Studies (RCAPS) Research Report, Phillipps, Q. & K. Phillipps. 2016. Phillipps’ Field
Japan. Guide to The Mammals of Borneo and
Gunawan, AP. Kartono & I. Maryanto. 2008 Their Ecology Sabah, Sarawak, Brunei and
Keanekaragaman mamalia besar berdasarkan Kalimantan. JB Publishing.
ketinggian tempat di TN. Ciremai. Jurnal Pigeaud, Theodore G. Th. 1960-1963. Java in the
Biologi Indonesia. 4 (5): 321-334. 14th Century: A Study in Cultural History:
Hammer, Ø., DAT. Harper & PD. Ryan. 2001. The Nagara Kertagama by Rakawi Prapanca
PAST: Paleontological statistics software of Majapahit, 1363 AD. MPublishing,
package for education and data analysis. University of Michigan Library.
Palaeontol Electronica 4(1): 9. Tabrani, P. 1998. Messages from Ancient Wall.

181
Rusdianto dkk.

ITB, Bandung. Fakultas Ilmu Budaya Unud 22(1): 108-


Purwanto. 2005. Kosmologi Gunungan Jawa. 114
Jurnal Seni Imajinasi, 2. Sulistyadi E., AP. Kartono & I. Maryanto. 2013.
Puspitasari, DE., Setyawan., & PD. Rini. 2010. Pergerakan Lutung Jawa Trachypithecus
Kearsitekturan candi Borobudur. Magelang: auratus (E. Geoffroy 1812) pada Fragmen
Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Habitat Terisolasi di Taman Wisata Alam
Raffles, TS. 2008. The History of Java. Gunung Pancar (TWGAP) Bogor. Berita
(Diterjemahkan oleh Prastyaningrum dkk). Biologi 12(3): 383-395.
Narasi Yogyakarta. 904 halaman Sunyoto, A. 2017. Atlas Wali Songo. Cetakan ke 7.
Riyanto, A. 2000. “Penggambaran Gajah Pada Relief Pustaka iman-Trans Pustaka_LTN PBNU.
Cerita di Candi Borobudur (Tinjauan Aspek Suripto, BA. & L. Pranowo. 2001. Relief
Bentuk, Fungsi, dan Ragam Hias)”, Skripsi Spesies-Spesies Fauna dan Setting
Sarjana, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Lingkungannya pada Pahatan Dinding
Mada, Yogyakarta. Candi Borobudur. Manusia dan Lingkungan
Semi, A. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: 8(l): 37-48.
Angkasa. Susilo, YS. & A. Suroso. 2014. Integrated
Setyawan H., B. Kasatriyanto, A. Kristiyanto, & AC. management of Borobudur world heritage
Santoso 2017. Resume Kajian Penataan site: A conflict resolution effort. Asia Pacific
Vegetasi Kawasan Borobudur. Data Tidak Management Bussiness Application. 3 (2):
Dipublikasikan. 116-134.
Sudhiatmika, IBW., IW. Suardiana, & IDGW. Teeuw, A. 1982, Khazanah Sastra Indonesia.
Sancaya 2018. Dongeng I Dempu Awang dan Jakarta: Balai Pustaka.
Cerita Pantun Lutung Kasarung Kajia Sastra Yabu, M & Subiantoro. 2018. Sejarah seni rupa
Bandingan Nusantanra. Jurnal Humanis, Indonesia bagain 2: seni rupa klasik.
Makassar: Universitas Negeri Makassar.

182

You might also like